PENDAHULUAN
di seluruh dunia, oleh karena itu bedah katarak menjadi tindakan bedah yang
paling banyak dilakukan oleh dokter spesialis mata. Sejalan perkembangan ilmu
kedokteran dan teknologi, maka terjadi pula perubahan yang evolutif maupun
kehidupan karena mata merupakan jalur utama informasi sehari-hari (Purba dkk., 2010;
Ilyas, 2004).
kongenital, katarak juvenil, dan katarak senilis (Ilyas, 2004). Katarak senilis merupakan
jenis katarak yang paling banyak ditemukan. Pasien katarak senilis diperkirakan
mencapai 90% dari seluruh kasus katarak (American Academy of Ophthalmology Staff, 2014-2015).
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terjadi karena proses degenerasi dan
katarak senilis dibagi menjadi 4 stadium yaitu stadium insipien, stadium imatur,
stadium matur dan stadium hipermatur (Ilyas, 2004). Angka kebutaan di Indonesia
adalah yang tertinggi yaitu 1,5% dari jumlah penduduk dibandingkan dengan
orang dan setiap tahun bertambah sekira 240 ribu penderita katarak baru. Menurut
Bali sebesar 5,48% lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya (Departemen
penglihatan bercirikan pemulihan yang cepat, terukur dengan efek samping yang
(Soekardi dan Hutauruk, 2004). Tidak semua bedah katarak mencapai tujuan, banyak faktor
katarak sangat bervariasi tergantung waktu serta ruang lingkupnya (Henderson dkk.,
2007; Purba dkk., 2010). Komplikasi dapat terjadi pada periode intraoperatif diantaranya
iris prolaps, trauma iris, hifema, robek kapsul posterior dan vitreous loss.
keratopathy, malposisi/ dislokasi lensa intra okular (IOL), cystoid macular edema
(CME), ablasio retina, uveitis, peningkatan tekanan intra okular dan posterior
edema (CME) merupakan salah satu komplikasi pasca operasi katarak tersering
penglihatan yang tidak terduga setelah pembedahan katarak yang lancar. CME
pseudofakia pertama kali diperkenalkan oleh Irvine SR pada tahun 1953 dan Gass
fovea akibat akumulasi cairan yang terjadi setelah beberapa minggu/bulan operasi
angiografi fluorosens, prevalensi PCME lebih dari 20% telah dilaporkan, dimana
fakoemulsifikasi modern, rata-rata kejadian PCME lebih rendah antara 0,2% dan
2,35%. Beberapa kelompok pasien seperti pasien dengan diabetes memiliki risiko
CME dideskripsikan dalam 2 bentuk yaitu CME angiografik dan CME klinis.
CME angiografik dideteksi dengan Fundus Fluoresens Angiografi (FFA), dan tidak
penglihatan. Namun CME angiografi lebih sering terjadi dibanding CME klinis.
(Subramanian et al.,2009)
ruptur kapsul posterior, vitreus loss dan vitreus inkarserata di luka insisi dan
segmen anterior. Penggunaan lensa intra okular di bilik mata depan (AC IOL)
terutama fiksasi iris dilaporkan terjadi peningkatan insiden CME, hal ini terjadi
2013)
menurunkan insiden PCME. ( Lobo, 2011) Berbagai metode pemberian profilaksis dan
katarak.
histologis merupakan wilayah dengan 2 atau lebih lapisan sel ganglion dengan
mengandung karotenoid yang terdiri dari lutein dan zeaxanthin yang menumpuk
dan berguna mencegah terjadinya kerusakan (American Academy of Ophthalmology Staff, 2014-
2015).
Fovea sentralis adalah pusat makula dengan diameter 1,5 mm. Fungsi
warna. Fovea adalah wilayah tanpa pembuluh darah retina yang dikenal sebagai
foveal avascular zone (FAZ). Pusat geometris FAZ ini sering diambil untuk menjadi
pusat makula dan dijadikan titik fiksasi pada pemeriksaan FFA dan OCT. Fovea
memiliki cekungan (depresi) pusat yang dikenal sebagai foveola, daerah dengan
diameter 0,35 mm dimana terdapat sel-sel kerucut yang ramping dan padat,
dengan umbo yang terletak di dalamnya. Sekitar fovea adalah cincin dengan lebar
diameter 0,5 mm disebut parafoveal zone, di daerah ini lapisan sel ganglion,
lapisan inner nuclear, dan lapisan outer plexiform adalah yang paling tebal. Sekitar
zona ini terdapat cincin dengan lebar sekitar 1,5 mm disebut perifoveal zone
(American Academy of Ophthalmology Staff, 2014-2015).
kerucut dan pendukungnya yaitu sel Muller. Jumlah fotoreseptor kerucut menurun
yang tinggi yaitu 160.000 sel/mm² (American Academy of Ophthalmology Staff, 2014-2015). Nerve
fiber layer (NFL) merupakan perpanjangan dari lapisan sel ganglion sepanjang
bagian dalam retina untuk bersatu dalam bagian posterior untuk membentuk
nervus optik. Internal limiting membrane (ILM) dibentuk oleh dasar (kaki) sel
antara sel-sel fotoreseptor dan sel Muller pada tingkat ini membentuk external
limiting membrane (ELM), sehingga sel Muller melalui hampir seluruh ketebalan
Arteri retina sentral (cabang pertama dari arteri oftalmika) memasuki mata
quadran retina. Cabang arteri ini ini berlokasi di bagian dalam retina dan terpecah
menjadi cabang-cabang yang lebih kecil. Arteri silioretina (cabang dari arteri
siliaris) akan memasok ke bagian dalam retina antara nervus optik dan pusat
makula. Retina dipasok oleh 2 lapis kapiler, satu pada lapisan sel ganglion
superfisial dan NFL, satu yang lebih dalam pada lapisan inner nuclear. Darah
dikumpulkan dari kapiler dalam vena retina cabang yang pada akhirnya
memasok sekitar 5% dari oksigen yang digunakan dalam fundus dan sisanya
Molekul peka cahaya pada fotoreseptor kerucut berasal dari vitamin A dan
diikat dengan protein dikenal sebagai opsin, pada sel batang dikenal sebagai
terhadap sinar merah, hijau dan biru. Molekul-molekul ini terkandung dalam
memiliki 1-1 sinapsis dengan sel bipolar. Lebih dari 1 sel batang dan
kadangkadang lebih dari 100 sel batang bersinapsis pada setiap sel bipolar. Sel-
sel bipolar memiliki respon bertahap dengan perubahan polarisasi sama seperti
stimuli retina, seperti perubahan intensitas cahaya yang mendadak. Respon sel-
sel ganglion yang berasal dari sel bipolar dan sel amakrin kemudian
merupakan sistem kapiler dari arteri koroid cabang dari arteri siliaris. Pembuluh
bagian dalam dengan ikatan yang ketat antara sel-sel endotel kapiler ini (American
Academy of Ophthalmology Staff, 2014-2015). Retinal pigmen epithelium (RPE) adalah lapisan
sel kuboid berbentuk heksagonal terletak diantara membran Bruch dan retina.
Lapisan ini terbentang dari tepi diskus optik sampai ora serrata dan berlanjut
berhubungan erat dengan lapisan sel fotoreseptor. Sel RPE pada makula lebih
tinggi dan lebih padat dibandingkan di daerah perifer. Permukaan lateral sel-sel
occludentes), komplek ini membentuk SDR luar (American Academy of Ophthalmology Staff, 2014-
2015. Dick dkk., 2006).
metabolisme asam lemak tak jenuh ganda, membentuk sawar darah retina luar,
menyembuhkan dan membentuk jaringan parut (Binder, 2004). Fungsi sawar RPE
adalah mencegah difusi metabolit antara koroid dan ruang subretina. RPE memiliki
kapasitas tinggi untuk transportasi air, sehingga cairan tidak mudah menumpuk di
ruang subretina dalam keadaan normal. Respon dari trauma, inflamasi, atau
BAB III
INSIDEN DAN FAKTOR RISIKO
ekstraksi katarak dan merupakan penyebab penurunan visus tak terduga setelah
operasi katarak. CME dapat terjadi setelah operasi katarak yang berkomplikasi
dan tanpa komplikasi, tanpa perbedaan predileksi jenis kelamin atau ras (Tsilimbaris
et al., 2013).
dalam populasi pasien yang dievaluasi (dengan faktor risiko yang berbeda-beda)
dan penggunaan metode untuk evaluasi penebalan makula. Faktor lain yang
yang berbeda sebelum dan setelah operasi katarak. Ada beberapa laporan yang
spesifik anti inflamasi. Beberapa laporan dan ulasan yang menyebutkan kejadian
tertentu,dan tidak pasti. ( Lobo, 2011) Pseudofakia makular edema bisa terjadi setelah
Berdasarkan insiden PME tanpa adanya komplikasi operasi, diabetes, atau faktor
dengan OCT terdapat sekitar 4-11%. Insiden klinikal PCME lebih rendah, sekitar
cataract surgery (SICS) dengan fakoemulsifikasi yang dilakukan pada 100 pasien
setiap jenis teknik operasi tersebut. Insiden CME setelah operasi SICS dilaporkan
intraokular (IOL) pada mata normal. Penelitian ini membandingkan 252 mata dari
continuous curvilinear capsulirhexis (CCC) dan implantasi IOL akrilik in the bag.
CME klinis tidak dideteksi (0%) dan 23 kasus pada kasus CME angiografi (9,1%).
Hasil ini mengindikasikan bahwa kejadian CME klinis menurun secara drastis
peningkatan risiko dari PCME (tabel 2). Prinsip faktor risiko yang menyebabkan
PME adalah jenis operasi katarak, komplikasi yang terjadi selama operasi seperti
prolaps vitreus, ruptur kapsul posterior, iris inkarserata atau tersisanya fragmen
lensa dan beberapa kondisi seperti uveitis atau diabetes. Namun diabetes
dan komplikasi, seperti CME. Perubahan prosedur operasi dari insisi besar
pada ICCE dan ECCE ke insisi yang lebih kecil pada fakoemulsifikasi telah
setelah operasi katarak dengan teknik ECCE dengan intak kapsul posterior
prolaps vitreus, traksi vitreus di luka insisi, trauma iris, ruptur kapsul
posterior, dislokasi IOL, dan anterior chamber IOL atau fiksasi iris. (Yonekawa
CME juga terjadi pada operasi katarak tanpa komplikasi, tentu dengan
dengan visus yang buruk pada pasien kronik setelah operasi CME
berkontribusi terjadinya iritasi kronik dari iris. Iris merupakan jaringan yang
uvea, kornea atau struktur lain memiliki insiden yang lebih tinggi. IOL yang
biasanya terjadi pada operasi yang lama atau operasi yang berkomplikasi.
Paparan sinar ultraviolet yang berlebihan dari matahari juga menjadi risiko
waktu paparan, dan intensitas komponen cahaya biru (blue light). Waktu
retinopati fototoksik antara 400nm dan 500nm, dan yang paling berbahaya
red refleks yang lebih baik. Mikroskop semakin berkembang dengan panel
kontrol pada kaki dan pegangan. Paparan sinar mikroskop yang lama
waktu operasi lebih dari 100 menit akan menigkatkan suhu tubuh dan
retina, mikroskop tanpa filter cahaya biru, dan hiperoxemia. (Manzouri et al,2002)
dan 10o atau lebih ketika terpusat di limbus temporal lebih aman untuk
serta teknik operasi yang modern sehingga waktu untuk operasi katarak
semakin singkat.
energi yang berlebih satu joule. Penggunaan energi yang berlebih pada
antara kelompok positif CME dengan Negatif CME. (Menter et al,2003) Phaco-
time lebih dari 8,1 detik juga merupakan faktor penting dan prediktor
segmen anterior (iris dan ciliary body) sehingga dapat terjadi mikrotrauma
dengan high fluidic (aspirasi flow rate-40cc/menit, ketinggian botol 110 cm,
makula.(Vasavada R.A,2015)
III.2.5 USIA
peningkatan insiden CME pada pasien yang lebih tua. (Lobo C,2011) Hal ini
sama dilaporkan pada penelitian kohort Chu et al dengan mata tanpa faktor
risiko lain, insiden PCME meningkat pada pasien yang tua. Peningkatan
retinopati diabetik. Insiden PCME 1,17% pada pasien non diabetes dan
meningkat 4 kali lipat pada pasien diabetes.( Chu J Colin,2016) Sangat penting
harus diterapi terlebih dahulu sebelum operasi. Namun apabila pada kasus
macular edema dan edema yang disebabkan CME pasca bedah katarak.
hiperfluoresen pada diskus optik dengan pemeriksaan FFA (Kim dan Bressler,
2007).
oklusi vena retina, atau setelah vitrektomi akibat retinal detachment. Miop
prevalensi CME klinis setelah insisi kornea yang kecil pada operasi katarak
hasil operasi katarak yang buruk pada pasien. Hal ini penting untuk
klinis sebanyak 21%, dengan tajam penglihatan akhir 20/40 atau lebih baik.
bulan post operatif 8% pada pasien uveitis dan 0% pada pasien non uveitis.
operasi.(Yonekawa,2012)
adalah trauma pada iris, ruptur kapsul posterior, kehilangan vitreus atau vitreus
inkarserata, dislokasi IOL, penggunaan IOL fiksasi iris, uveitis yang masih aktif dan
diabetes.(Lobo,2012)
BAB IV
PATOGENESIS
gangguan tersebut bersifat multifaktorial. Beberapa faktor yang terlibat pada CME,
pengeluaran asam arackhidonat dari jaringan uvea, produksi leukotrienes via jalur
inflamasi akan berdifusi ke posterior kedalam vitreus dan merusak sawar darah
perifovea dan terjadi akumulasi cairan di dalam makula. Jika memberat, maka
terjadi pooling di lapisan luar retina sentral. Ruang kistoid akan terbentuk di daerah
fovea , di lapisan pleksiform luar dan lapisan Henle’s ketika cairan terakumulasi di
nerve fiber layer. Namun secara histologi didapatkan bahwa kista mungkin juga
terbentuk di lapisan pleksiform dalam. Sel fotoreseptor rod dan cone yang berada
yang merupakan produk dari aksi fosfolipase A2 pada membran fosfolipid, dan
memodulasi fungsi trombosit. Sebagai respon terhadap trauma, maka enzim COX
akumulasi makrofag dan neutrofil yang akan diaktivasi dengan sirkulasi agen
perilimbal dan flare pada bilik mata depan). Sitokin seperti interferon γ, interleukin
2 dan faktor α tumor nekrosis yang juga berpartisipasi dalam proses produksi
cycloxygenase.(Miyake et al,2002)
Faktor lain seperti niktrik oksida (NO), komplemen dan faktor activiting-
platelet yang disekreksi oleh tipe sel yang berbeda dipercaya berperan penting
inflamasi di mata. (El-Harazi et al,2001). Selanjutnya, prosedur operasi katarak itu sendiri
baru-baru ini disugesti menjadi gen ekspresi pro-inflamasi dan sekresi protein. (Xu
et al,2011)
permeabilitas kapiler pada jaringan perifovea, dan terbentuk kista dan akumulasi
cairan intraretinal antara intra dan ekstraseluler (Yanoff et al. 1984). Akumulasi cairan
menganggu fungsi sel dan konfigurasi retina. Sel Muller berperan sebagai pompa
Menghasilkan gambaran pola petaloid pada CME di FFA. Relatif avaskular pada
limitan interna (ILM) paling tipis di makula, sehingga bisa terjadi difusi agen
inflamasi yang lebih luas dibanding di lokasi lain. (Tsilimbaris et al., 2013)
pada iris sering terjadi. Diketahui bahwa iris adalah jaringan metabolik yang aktif
Salah satu potensi penting secara klinik adalah kekuatan tarikan vitreus
terhadap fovea menyebabkan CME. Vitreus melekat dengan ILM, yang mana
melekat pada serat Muller, sel ini secara khusus terpengaruh dari tarikan (traksi).
Korteks vitreus dan vitreus anterior berperan sebagai barier terhadap difusi
mediator kimiawi. Kerusakan pada vitreous face pada ICCE, ruptur kapsul
visus. CME dapat muncul sebagai angiografik atau tomografik tanpa penurunan
visus. CME angiografik dilaporkan terjadi 3% hingga 20% pada pasien dimana
secara klinis signifikan CME terjadi sekitar 0,1% hingga 12%. Hal ini
umum terjadi penurunan visus kurang dari 20/40 sesuai dengan gambaran
6 minggu) (Lobo C, 2011), namun beberapa kasus mungkin terjadi beberapa bulan atau
diabetes, sebagai diagnosis banding, biasanya tidak terjadi kurang dari 2 minggu
dari 20/65 hingga 20/80 (Chan et al,2010). Gangguan fungsi penglihatan seperti
mungkin juga terjadi pada pasien CME, sedangkan pergeseran hiperopik sering
persisten lebih dari 6 bulan setelah diagnosis awal. Ruiz dan Saatci melaporkan
2100 pasien dilakukan operasi katarak ECCE dan implantasi IOL dimana terdapat
2,3% CME pada operasi tanpa komplikasi dan 21,9% pada kasus komplikasi
seperti ruptur kapsul posterior, vitreus loss, dan implantasi sekunder IOL (anterior
chamber). 36% pada kasus CME dini akan berkembang menjadi CME kronik. 71%
penyebab CME kronik adalah adanya vitreus loss. Perbaikan visus 20/40 atau
lebih baik jarang terjadi pada kasus CME kronik. beberapa komplikasi dari CME
kronik termasuk kerusakan irreversibel dari sel fotoreseptor seperti macular hole
Tanda-tanda komplikasi operasi juga terlihat seperti jaringan vitreus di iris atau di
bibir luka, dislokasi IOL atau ruptur kapsul posterior. Biomikroskopi retina (Gambar
4) tampak hilangnya refleks fovea, penebalan retina dan multiple kistik di daerah
neurosensori retina yang lebih mudah diamati jika menggunakan filter merah.
makular hole, oklusi cabang vaskular (BRVO) dan epiretinal membran. .(Tsilimbaris et
al,2013)
pleksiform luar retina, dengan susunan radial di sekitar tengah foveola (yang
sesuai susunan lapisan Henle’s). Gambaran lain yang dapat ditemukan pada
optik; gambaran ini dapat memberi respon yang baik terhadap obat anti inflamasi.
Gambar 5. Fase lambat pada angiografi fluoresens, tampak pola petalloid pada
CME. .(Tsilimbaris et al,2013)
lebih mudah (Gambar 6). Modalitas ini menawarkan teknik pencitraan non-invasif
hilangnya depresi foveal. OCT sama efektifnya FA dalam mendeteksi ME, sangat
Perubahan ketebalan makula yang sama atau lebih dari 40µm digambarkan
sebagai indeks OCT edema makula signifikan (Wittpen et al,2008). Jumlah penebalan
makula yang kecil tidak mempengaruhi ketajaman visus tetapi ketika perubahan
makula dan ketajaman penglihatan mungkin terkait dengan fakta bahwa edema
visual tetap baik. Akhirnya, OCT sangat penting untuk mengetahui respon
terhadap terapi dan menetukan apakah terapi dilanjutkan. Tidak ada kesepakatan
yang mengatakan bahwa OCT harus di lakukan terhadap semua pasien yang post
Dengan kemajuan teknik operasi dan hasil operasi yang meningkat, salah
satu perhatian utama untuk dokter mata adalah mencegah atau mengobati CME
pada pasien pseudofakia (Lobo C,2012). Traumatik operasi itu sendiri mungkin
pada OCT. Namun, masalah utama adalah perbedaan klinis yang signifikan,
karena sebagian besar pasien tidak memberi keluhan klinis yaitu tidak menderita
barrier terjadi hampir semua pasien yang telah dioperasi, dengan peningkatan
ketebalan retina berdasarkan OCT lebih dari 40% dari semua pasien. Sebagian
besar pasien tidak mengeluh penurunan visus dan tidak ada perbedaan statistik
risiko, uveitis, diabetes, penyakit kardiovaskular, oklusi vena retina, dan komplikasi
intraoperasi seperti ruptur kapsul posterior dan prolaps vitreus. ECCE atau kasus
Kelompok lain yang terlihat membutuhkan obat profilaksis dari CME adalah
operasi seperti phenylephrine, pilocarpine, timolol, betaxolol dan obat topikal lain
operasi bekerja lebih baik dalam mengurangi CME yang dideteksi dengan OCT
katarak, yang dapat menjamin hasil yang lebih baik. Meskipun demikian, tidak
klinis seperti penurunan penglihatan bahkan dengan obat lain seperti nepafenac
(Mathys KC et al,2010). Hal ini sama dalam penelitian yang dilakukan oleh Tzelikis et al
dalam pencegahan CME pada kelompok yang berisiko tinggi, seperti diabetes dan
setelah operasi katarak pada pasien yang menderita diabetes dan tanpa diabetes.
ruang kistik di intraretinal di bawah fovea) tidak ditemukan pada grup bromofenac
dengan masa follow up lebih dari 2 bulan, terdapat 3 kasus pada grup
dalam mengontrol inflamasi setelah operasi katarak dan memiliki efektifitas tinggi
(Kessel L et al,2014). Penggunaan topikal NSAIDs pre operasi (selain efek profilaksis
CME) juga berperan dalam mengurangi miosis perioperatif, nyeri, dan fotofobia
0,45% pada pasien yang juga mendapat prednisolone asetate, tidak ditemukan
kasus CME setelah follow up 1 bulan operasi katarak. Tidak ada perbedaan secara
fakoemulsifikasi. Tidak ada pasien di kedua kelompok menderita CME. Tidak ada
perbedaan relatif ketebalan sentral retina berdasarkan kedua kelompok pada hari
ke 30 dan 60, meskipun ketebalan sentral retina lebih rendah dengan Bromfenac
visus jangka pendek, tetapi belum ada bukti untuk jangka panjang. Donnenfeld et
al, menilai perbedaan efek pemberian ketorolac 0,4% preoperatif. Di bagi dalam 3
kelompok kedua 1 hari preoperatif, kelompok ketiga diberi 1 jam sebelum operasi
katarak dan kelompok keempat adalah plasebo. Setelah 2 minggu setelah operasi
mata yang diterapi 1 atau 3 hari preoperatif memiliki tajam penglihatan yang lebih
baik dibanding plasebo. Hasil ini disugesti bahwa penggunaan NSAID lebih 3 hari
namun tidak berefek terhadap hasil visus 3 bulan setelah operasi. Berbeda pada
0,4% dan Nepafenac 0,1% yang diberikan 2 hari sebelum operasi katarak dan
operasi.
Persatuan ahli katarak dan bedah refraktif eropa, 2 tahun, multi senter,
Cataract Surgery (PREMED), mulai merekrut pasien sejak tahun 2013 dan
dan pengobatan setelah operasi katarak pada pasien diabetes dan non diabetes.
diabetes.
diabetik ketika disuntikkan saat operasi katarak (Cheema et al,2009). Beberapa penelitian
pseudofakia CME dan CME refrakter dengan pengobatan lain (Cervera et al,2008).
didapatkan hasil insiden CME 4 minggu setelah operasi katarak 0,4% di kelompok
yang mendapat profilaksis pegaptanib dan 4,4% pada kelompok grup kontrol.
mencegah CME yang terjadi 4 minggu setelah operasi katarak tanpa komplikasi
spontan, hanya sekitar 1-3% kasus akan persisten, dan akan menimbulkan CME
klinis dengan gejala yang menetap (Ray S et al,2002). Pilihan pengobatan disesuaikan
CME. Ketika terapi tersebut tidak efektif, intravitreal kortikosteroid dan anti-VEGF
bisa menjadi pilihan. Pada kasus PCME kronik dan traksi vitreomakular, vitrektomi
pars plana dapat dipertimbangkan (Guo et al,2015). Jika CME memberat atau sulit
VII.1 KORTIKOSTEROID
vasodilatasi (Simon et al,2001). Kortikosteroid memiliki efek anti infalamasi lebih luas
dibanding NSAID dan memiliki penggunaan yang sudah lama, yang membuat
banyak dokter mata tidak mengganti kortikosteroid dengan NSAID sebagai bagian
Topikal kortikosteroid digunakan tidak hanya sebagai terapi namun juga sebagai
profilaksis dan terapi PCME, namun bukti tersebut masih terbatas. Efikasi dari
steroid terlihat bila digunakan bersamaan dengan NSAID pada beberapa studi,
meskipun NSAID dan kortikosteroid mungkin berkerja sinergis, paling tidak pada
penurunan ketebalan macula dalam studi OCT. Namun demikian, semua pasien
akan terjadi makular edema rekuren dalam waktu 2-4 bulan. Bellocq et al menilai
akibat operasi katarak yang merupakan pengobatan lini pertama untuk kasus yang
sulit teratasi (the EPISODIC study). Mereka menemukan lebih dari setengah
pesien yang follow up selama minimal 1 tahun terjadi rekuren antara fingsional
dan anatomi. Pada pasien yang menerima suntikan kedua, efektivitas dan
keamanan 2 implan adalah sama. Penulis yang sama meneliti efektifitas implan
dexametasone pada PCME pada sampel yang lebih besar dengan waktu follow
Pada pasien kronik CME disertai adanya truma kapsul posterior, steroid
terlihat lebih efektif,dan rencana bertahap dapat dimulai dengan topikal, lalu injeksi
lokal, pemberian dosis tinggi intravitreal untuk kasus yang berat dan sulit teratasi.
Gambar 11. SD OCT pada pasien yang sama setelah 1 bulan injeksi subtenon
triambcinolone. Terjadi perbaikan pada penebalan retina, lesi kistik dan cairan
subretinal. (Yoshihiro et al,2014)
konstitutif yang terlibat dalam regulasi proses fisiologis. COX-2 adalah enzim
sakit atau demam (Kim et al,2010). Perkembangan NSAID selektif COX-2 digunakan
untuk menghilangkan rasa sakit dan inflamasi tanpa efek samping blokade COX-
stabil. Menurunkan risiko infeksi sekunder, dan tambahan efek analgesik (Robert
tidak mencegah produksi leukotrien. Selain itu, NSAID memiliki efek anti inflamasi
dan anti angiogenenik independen. Dalam menghambat COX. NSAID topikal lebih
efek terapeutik yang lebih besar dari NSAID ditambah kortikosteroid karena efek
mempertimbangkan topikal NSAID yang lebih mahal bila tidak ada perbaikan visus
efek samping yang berat. Topikal acetazolamide belum diselidiki pada kasus
melaporkan hasil jangka pendek pada struktur anatomi dan fungsi setelah injeksi
intravitreal infliximab pada PCME kronik yang telah diterapi sebelumnya dengan
VI.5 VITREKTOMI
dengan peningkatan insiden CME setelah operasi katarak. Pada kondisi khusus
seperti vitreus inkarserata dengan reaksi inflamasi persisten atau CME kronik,
VII.6 REKOMENDASI
Tidak ada rekomendasi yang disetujui oleh FDA (Food and Drug
namun banyaknya penelitian meta analisis dari tahun 1998 menyimpulkan bahwa
terapi dengan NSAID adalah bermanfaat. Peninjauan besar yang diterbitkan pada
tahun 2010 melaporkan temuan yang sama. Para penulis menyimpulkan bahwa
efek dari NSAID pada kasus PCME akut dan kronik masih belum jelas dan masil
pre operatif. Pasien dapat dibagi menjadi normal dan pasien risiko tinggi. Jika
pasien memiliki risiko tinggi, potens untuk perbaikan atau koreksi harus
dipertimbangkan, obat harus diberikan dan skema terapi disesuaikan. Jika pasien
minggu pertama. Jika terdetekasi ada CME, pertama berikan topikal NSAID dan
steroid diberikan kembali untuk 1 bulan, lalu follow up visus dan OCT untuk
acetazolamide (1 bulan atau lebih) atau sebagai alternatif injeksi intravitreal atau
fovea akibat akumulasi cairan yang terjadi setelah beberapa minggu/bulan operasi
Prevalensi dari PCME bervariasi dari berbagai penelitian. . Biasanya, PCME self-
memiliki kelebihan dalam mengukur ketebalan retina terutama area makula, dan
Almeida DR, Khan Z, Xing L, Bakar SN, Rahim K, Urton T, et al. Prophylactic
nepafenac and ketorolac versus placebo in preventing postoperative
macular edema after uneventful phacoemulsification. J Cataract Refract
Surg. 2012;38(9):1537-43.
Augustin A., Loewenstein A., Kuppermann B.D., General pathophysiology in
coscas. Macular edema dev ophthalmol. Basel: Karger. 2010;47:10-26.
Bellocq D, Korobelnik JF, Burillon C, et al. Effectiveness and safety of
dexamethasone implants for post-surgical macular oedema including
Irvine-Gass syndrome: the EPISODIC study. Br J Ophthalmol. 2015;
99(7):979–983.
Bellocq D, Pierre-Kahn V, Matonti F, et al. Effectiveness and safety of
dexamethasone implants for postsurgical macular oedema including
Irvine-Gass syndrome: the EPISODIC-2 study. Br J Ophthalmol. 2016.
Benhamou N, Massin P, Haouchine B, Audren F, Tadayoni R, Gaudric A.
Intravitreal triamcinolone for refractory pseudophakic macular edema. Am
J Ophthalmol. 2003;135(2):246–249.
Benitah NR, Arroyo JG. Pseudophakic cystoid macular edema. Int Ophthalmol
Clin 2010;50(1):139-153.
Binder S. 2004. The Macula: Diagnosis, Treatment and Future Trends. Austria:
SpringerWienNewyork. p. 1-17
Cantor BL, Rapuano JC,et al. Lens and cataract. Section 11. American Academy
of Ophthalmology. San Fransisco. 2014-2015:182-183.
Cervera, E., Diaz-Llopis, M., Udaondo, P., and Garcia - Delpech, S. Intravitreal
pegaptanib sodium for refractory pseudophakic macular oedema. Eye.
2008; 22:1180–1182.
Chan E, Mahroon O.A.R. & Spalton D.J. Complications of cataract surgery. Clin
Exp Optom. 2010.Vol 93:379-389.
Chaundhary C, Bahadhur H, Gupta N. Study of cystoid macular edema by optical
coherent tomography following uneventful cataract surgery. Int
Ophthalmol 2015;35(5):685-91.
Cheema, R.A., Al-Mubarak, M.M., Amin, Y.M., and Cheema, M.A. Role of
combined cataract surgery and intravitreal bevacizumab injection in
preventing progression of diabetic retinopathy: prospective randomized
study. J. Cataract Refract Surg. 2009; 35:18–25.
Chu JC, Johnston LR, et al. Risk factor and incidence of macular edema after
cataract surgery A database study of 81984 eyes. The American Academy
of Ophthalmology 2016;123:316-323