Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Osteoartritis (OA) berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang,
arthro yang berarti sendi dan itis yang berarti inflamasi.1 Osteoartritis merupakan
penyakit penyakit sendi degeneratif yang belum diketahui secara pasti penyebabnya,
ditandai dengan kerusakan rawan sendi dan tulang subkondral secara bertingkat dan
menyebabkan nyeri pada sendi.1,2 Osteoartritis merupakan masalah kesehatan yang
sering ditemui dalam praktik sehari-hari. Terdapat 2 kelompok OA, yaitu OA primer
dan OA sekunder. Osteoartritis primer disebabkan faktor genetik, yaitu adanya
abnormalitas kolagen. Sedangkan OA sekunder adalah OA yang berdasarkan adanya
kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, mikro dan makro trauma,
imobilitas yang terlalu lama dan lain-lain. Gambaran patologi kedua kelompok OA
tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan.3 Kelainan utama pada OA adalah
kerusakan rawan sendi, dapat diikuti dengan penebalan tulang subkondral,
pertumbuhan osteofit, kerusakan ligamen dan peradangan ringan sinovium, sehingga
sendi bersangkutan membentuk efusi.4 Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang
paling banyak ditemukan di dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit ini menyebabkan
nyeri dan disabilitas pada penderita sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Di Inggris dan Wales, sekitar 1,3 hingga 1,75 juta orang mengalami simtom
OA. Di Amerika, 1 dari 7 penduduk menderita OA. Osteoartritis menempati urutan
kedua setelah penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab ketidakmampuan fisik (seperti
berjalan dan menaiki tangga) di dunia barat. Secara keseluruhan, sekitar 10 – 15%
orang dewasa lebih dari 60 tahun menderita OA.5 Dampak ekonomi, psikologi dan
sosial dari OA sangat besar, tidak hanya untuk penderita, tetapi juga keluarga dan
lingkungan.6
Di Indonesia, OA merupakan penyakit reumatik yang paling banyak ditemui
dibandingkan kasus penyakit reumatik lainnya. Berdasarkan data Badan Kesehatan
Dunia (WHO), penduduk yang mengalami gangguan OA di Indonesia tercatat
mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61

1
tahun. Untuk osteoarthritis lutut prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan
12,7% pada wanita.5
Diagnosis osteoartritis biasanya didasarkan pada anamnesis yaitu riwayat
penyakit, gambaran klinis dari pemeriksaan fisik dan hasil dari pemeriksaan radiologis.
Anamnesis terhadap pasien osteoartritis lutut umumnya mengungkapkan keluhan-
keluhan yang sudah lama, tetapi berkembang secara perlahan-lahan. Keluhan-keluhan
pasien meliputi nyeri sendi yang merupakan keluhan utama yang membawa pasien ke
dokter, hambatan gerakan sendi, kaku.
Hambatan gerak yang seringkali sudah ada meskipun secara radiologis masih
berada pada derajat awal dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik. Selain itu dapat
ditemukan adanya krepitasi, pembengkakan sendi yang seringkali asimetris.5 Nyeri
tekan tulang, dan tak teraba hangat pada kulit.7 Sedangkan gambaran berupa
penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris, peningkatan densitas tulang
subkondral, kista tulang, osteofit pada pinggir sendi, dan perubahan struktur anatomi
sendi dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologis yang menggunakan pemeriksaan
foto polos.5 Perubahan- perubahan yang terlihat pada gambaran radiologis osteoartritis
lutut dan panggul dinilai menjadi lima derajat oleh Kellgren dan Lawrence berdasarkan
adanya osteofit, penyempitan ruang sendi, dan adanya sklerosis dari
tulang subkondral.8
Osteoartritis dapat menyebabkan disfungsi dan disabilitas yang dapat
menghambat atau menganggu aktifitas sehari-hari bahkan dapat menimbulkan
kecacatan fisik bagi penderitanya. Untuk itu diperlukan tindakan penanggulangan yang
berupa tindakan rehabilitasi terapi dengan intervensi fisioterapi dari rehabilitasi medik.
Rehabilitasi adalah pemulihan ke bentuk atau fungsi yang normal setelah terjadi luka
atau sakit, atau pemulihan pasien yang sakit atau cedera pada tingkat fungsional
optimal di rumah dan masyarakat, dalam hubungan dengan aktivitas fisik, psikososial,
kejuruan dan rekreasi. Fisioterapi adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang
ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan
memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunaka
penanganan secara manual, peningkatan gerak peralatan (fisik elektroterapeutis dan
mekanis).1 Sedangkan rehabilitasi medis adalah cabang ilmu kedokteran yang

2
menekankan pada pemulihan fungsional pasien agar aktivitas fisik, psikososial,
kejuruan, dan rekreasinya bisa kembali normal.2
Berikut akan disampaikan sebuah laporan kasus seorang penderita Osteoartritis
genu bilateral yang di rawat di bagian Rehabilitasi Medik RSU Prof. dr. R.D. Kandou.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Osteoartritis berasal dari kata Yunani, yaitu osteo yang berarti tulang, arthro
yaitu sendi dan itis berarti radang atau inflamasi. Osteoartritis (OA) adalah suatu
kelainan sendi kronis (jangka lama) dimana terjadi proses pelemahan dan
disintegrasi dari tulang rawan sendi yang disertai dengan pertumbuhan tulang dan
tulang rawan baru pada sendi sehingga fungsi sendi berkurang bahkan sampai
hilang. Kelainan ini merupakan suatu proses degeneratif pada sendi yang dapat
mengenai satu atau lebih sendi. Setiap sendi memiliki resiko untuk terserang OA.
Daerah yang paling sering terserang OA adalah lutut, panggul, vertebra dan
pergelangan kaki.1,3

B. Anatomi
1. Tulang Pembentuk Sendi Lutut
Sendi lutut dibentuk oleh beberapa tulang yaitu:3
a. Tulang Femur
Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan tersebar di dalam
tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum
membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris. Di sebelah atas dan bawah
dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokhanter mayor dan trokantor
minor, di bagian unjung membentuk persendian lutut, terdapat dua tonjolan
yang disebut kondilus medianus dan kondilus lateralis. Diantara kedua kondilus
ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang
disebut dengan fossa kondilus.
b. Tulang Tibia
Tulang tibia merupakan tulang yang bentuknya lebih kecil, pada bagian
pangakal melekat pada tulang fibula, pada bagian ujung membentuk persendian

4
dengan tulang pangakan kaki dan terdapat taju yang disebut tulang malleolus
medianus.
c. Tulang Fibula
Tulang fibula merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha
yang membentuk persendian lutut dengan tulang femur pada bagian ujungnya
terdapat tonjolan yang disebut tulang malleolus lateralis atau mata kaki luar.
d. Tulang Patella
Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada tulang femur.
Jarak patella dengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan yang berubah
hanya jarak patella dan femur. Fungsi patella di samping sebagai perekatan otot-
otot atau tendon adalah sebagai pengungkit sendi lutut. Pada kondisi 90 derajat
kedudukan patella diantara kedua kondilus femur dan saat ekstensi maka patella
terletak pada permukaan anterior femur.

Gambar 1. Anatomi sendi lutut normal3

2. Ligamentum
Untuk fungsi stabilisasi pasif sendi lutut dilakukan oleh ligamen. Ligamen-
ligamen yang terdapat pada sendi lutut adalah ligamen cruciatum yang dibagi
menjadi dua yaitu ligamen kruciatum anterior dan ligamen cruciatum posterior.

5
Ligamen collateral yang juga dibagi menjadi dua bagian yaitu ligamen kollateral
medial dan ligamen kollateral lateral.
Ligamen kruciatum merupakan ligamen terkuat pada sendi lutut. Dinamakan
ligament cruciatum karena saling menyilang antara satu dengan yang lain. Ligamen
ini berada pada bagian depan dan belakang sesuai dengan perlekatan pada tibia.
Fungsi ligamen ini adalah menjaga gerakan pada sendi lutut, membatasi gerakan
ekstensi dan mencegah gerakan rotasi pada posisi ekstensi, juga menjaga gerakan
slide ke depan dan ke belakang femur pada tibia dan sebagai stabilisasi bagian
depan dan belakang sendi lutut.

Gambar 2. Anatomi sendi lutut normal3

a. Ligamen kruciatum anterior


Ligamen kruciatum anterior membentang dari bagian anterior fossa
intercondyloid tibia melekat pada bagian lateral kondylus femur yang berfungsi
untuk mencegah gerakan slide tibia ke anterior terhadap femur, menahan
eksorotasi tibia pada saat fleksi lutut, mencegah hiperekstensi lutut dan
membantu saat rolling dan gliding sendi lutut.

6
b. Ligamen kruciatum posterior
Ligamen kruciatum posterior merupakan ligamen yang lebih pendek
disbanding dengan ligamen kruciatum anterior. Ligamen ini berbentuk kipas
membentang dari bagian posterior tibia ke bagian depan atas dari fossa
intercondyloid tibia dan melekat pada bagian luar depan kondylus medialis
femur. Ligamen ini berfungsi untuk mengontrol gerakan slide tibia ke belakang
terhadap femur, mencegah hiperekstensi lutut dan memelihara stabilitas sendi
lutut.
c. Ligamen kolateral medial
Ligamen kollateral medial merupakan ligamen yang lebar, datar dan
membranosus bandnya terletak pada sisi tengah sendi lutut. Ligamen ini terletak
lebih posterior di permukaan medial sendi tibiofemoral yang melekat di atas
epicondylus medial femur di bawah tuberculum adduktor dan ke bawah menuju
kondylus medial tibia serta pada medial meniscus. Ligamen ini sering
mengalami cidera dan fungsinya untuk menjaga gerakan ekstensi dan mencegah
gerakan ke arah luar.
d. Ligamen kolateral lateral
Ligamen kollateral lateral merupakan ligamen yang kuat dan melekat di atas
epicondylus femur dan di bawah permukaan luar caput fibula. Fungsi ligamen
ini adalah untuk mengawasi gerakan ekstensi dan mencegah gerakan ke arah
medial. Dalam gerak fleksi lutut ligamen ini melindungi sisi lateral lutut.

3. Kapsul Sendi
Tulang-tulang pembentuk sendi dihubungkan satu dengan lainnya oleh selubung
yang disebut kapsula artikularis sebagai pembungkus yang mengelilingi
permukaan-permukaan sendi dan membungkus rapat ruang sendi yang terdapat
diantara tulang-tulang tersebut. Lapisan luar kapsila arikularis (lamina fibrosa)
merupakan salah satu struktur penting yang mengikat tulang-tulang pembentuk
sendi. Lamina fibrosa dapat menahan regangan yang kuat. Lapisan dalam kapsula
artikularis (lamina synovial) dibentuk oleh membrane synovial yang mensekresikan
cairan sinovial (synovia) ke dalam ruang sendi ujung artikular tulang masanya

7
membesar dan mempunyai lapisan luar tulang yang tipis tetapi padat (kompakta),
disebelah dalamnya terdapat anyaman tulang spongiosa. Kapsul sendi lutut ini
termasuk jaringan fibrosus yang avascular sehingga jika cedera sulit proses
penyembuhan.
a. Cartilago articularis/tulang rawan
Pada sebagian besar sendi orang dewasa berjenis kartilago hyaline dan
merupakan jaringan yang avascular, alymphatic dan aneural yang menutupi
permukaan pesendian dari tulang panjang. Melekat pada tulang subchondral.
Fungsi dari cartilage articularis adalah sebagai bantalan penutup tulang pada
sendi sinovial, yang memungkinkan :
- Menahan tekanan pada permukaan persendian.
- Mentransmisikan dan mendistribusikan beban yang meningkat.
- Mempertahankan kontak dengan tahanan gesek minimal.
b. Meniscus
Meniscus merupakan jaringan lunak, menisces pada sendi lutut adalah
meniscus lateralis. Adapun fungsi meniscus adalah (1) penyebaran pembebanan
(2) peredam kejut (shock absorber) (3) mempermudah gerakan rotasi (4)
mengurangi gerakan dan stabilisator setiap penekanan akan diserap oleh
meniscus dan diteruskan ke sebuah sendi.
c. Bursa
Bursa adalah kantong yang berisi cairan yang berfungsi menjaga agar tidak
terjadi gesekan secara langsung mungkin otot dengan otot, otot dengan tulang
dan otot dengan kulit. Ada beberapa bursa yang terdapat pada sendi lutut antara
lain : (1) bursa popliteus, (2) bursa suprapatellaris, (3) bursa infrapatellaris, (4)
bursa subcutan prapatelaris, (5) busra sub patellaris.6

8
Gambar 3. Anatomi sendi lutut normal dan OA6

C. Epidemiologi
Osteoarthritis merupakan penyebab utama disabilitas persendian dan tercatat
dalam sepuluh besar daftar penyakit dunia yang dikeluarkan oleh World Health
Organization (WHO). Faktor epidemiologis yang meningkatkan risiko OA
diantaranya cedera sendi, penggunaan sendi yang berlebihan, dan obesitas. Cedera
sendi yang terjadi pada usia diatas 35 tahun lebih berisiko untuk menimbulkan OA
dibandingkan cedera ada usia remaja.3
Aktivitas fisik dengan intensitas tinggi juga dapat meningkatkan risiko
terjadinya OA. Obesitas meningkatkan risiko timbulnya OA sekaligus mempercepat
proses degenerasi sendi pada OA. Pada umumnya sendi yang sering mengalami OA
adalah sendi lutut.3
Osteoartritis genu lebih banyak terjadi pada usia > 50 tahun. Prevalensi OA
meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan biasanya lebih sering mengenai
wanita dibandingkan dengan laki-laki. Banyak negara di Asia memiliki angka
penuaan yang tinggi. Diperkirakan bahwa persentasi penduduk di Asia yang berusia
> 50 tahun memiliki angka > 2x lipat dalam dua dekade mendatang, dari 6,8% pada
tahun 2008 menjadi 16,2% di 2040 untuk menderita OA.12 Prevalensi OA lutut
berdasarkan radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5% pada pria
dan 12,7% pada wanita.3

9
D. Etiologi
Sampai saat belum diketahui dengan pasti penyebab dari osteoartritis, tetapi ada
beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan penyakit osteoartritis.4
a. Usia
Faktor resiko yang paling utama pada penyakit osteartritis adalah usia,
biasanya mengenai usia dewasa madya hingga lansia, tetapi sering pada usia
lebih dari 50 tahun. Prevalensi dan beratnya osteoartritis akan meningkat sesuai
dengan pertumbuhan umur, namun osteoartritis bukan terjadi akibat
pertumbuhan usia saja, melainkan juga dapat terjadi akibat perubahan pada
tulang rawan sendi.4
b. Jenis Kelamin
Prevalensi osteoartritis lebih meningkat pada jenis kelamin wanita
dibanding dengan pria, 3,2% : 3%. Diperkirakan hal ini terjadi akibat perbedaan
bentuk pinggul antara pria dan wanita.4
c. Faktor Herediter
Faktor herediter juga berpengaruh terhadap kejadian osteoartritis, misalnya
pada seorang ibu dengan osteoartritis pada sendi lutut, maka kemungkinan
anaknya berpeluang 3 kali lebih sering untuk terkena penyakit yang sama.4
d. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko osteoartritis yang dapat dimodifikasi.
Selama berjalan, setengah berat badan bertumpu pada sendi lutut oleh karena itu
peningkatan berat badan akan melipat gandakan beban sendi lutut saat berjalan.4
e. Trauma, Pekerjaan dan Olahraga
Cedera sendi pinggul akan menimbulkan perubahan retikular pada sendi
sehingga berdampak pada kejadian penyakit osteoartritis. Selain itu pekerjaan
yang berat akan menjadi penentu beratnya osteoartritis yang dialami.4
f. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang berat / weight bearing seperti berdiri lama (2 jam atau
lebih setiap hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat
benda berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), mendorong

10
objek yang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik
turun tangga setiap hari merupakan faktor risiko terjadinya OA lutut.15

E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri Sendi: keluhan ini merupakan keluhan utama yang seringkali membawa
pasien ke dokter. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan atau aktivitas
tertentu dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu
kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih hebat dibanding gerakan
yang lain.
2. Hambatan Gerakan Sendi: gangguan ini biasanya semakin bertambah berat
dengan perlahan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
3. Kaku pada Pagi Hari: pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul
setelah imobilitas, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup
lama atau bahkan setelah bangun tidur (selama < 30 menit).
4. Krepitasi: rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang
sakit.
5. Pembesaran Sendi (Deformitas): pasien mungkin menunjukkan bahwa salah
satu sendinya (seringkali terlihat di lutut atau tangan) secara pelan-pelan
membesar.
6. Perubahan Gaya Berjalan: hampir semua pasien OA pergelangan kaki, tumit,
lutut atau panggul berkembang menjadi pincang dan merupakan gejala yang
menyusahkan pasien.
7. Nyeri otot lain dari sistem muskuloskeletal.
8. Fatigue.1,3,4

F. Patofisiologi
Berdasarkan penyebabnya osteoartritis diklasifikasikan menjadi dua kelompok,
yaitu osteoartritis primer dan osteoartritis sekunder. Osteoartritis primer disebut
idiopatik karena disebabkan oleh faktor genetik yaitu dengan adanya abnormalitas
kolagen sehingga mudah rusak. Sedangkan osteoartritis sekunder adalah penyakit
yang didasari kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, mikro dan

11
makro trauma, imobilitas yang terlalu lama serta faktor risiko lainnya, seperti
obesitas.4,5
Osteoartritis merupakan gangguan keseimbangan dari metabolisme kartilago
dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum diketahui. Kondrosit
adalah sel yang tugasnya membentuk proteglikan dan kolagen pada rawan sendi.
Osteoartritis terjadi akibat kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan
tidak mampu memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks
ekstraseluler termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI dan X yang berlebihan dan
sintesis proteoglikan yang pendek. Hal tersebut menyebabkan terjadinya perubahan
pada diameter dan orientasi dari serat kolagen yang mengubah biomekanik dari
tulang rawan, sehingga tulang rawan sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya.6
Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis osteoartritis,
terutama setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak
nyaman. Sinoviosit yang mengalami peradangan akan menghasilkan Matrix
Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke dalam
rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit. Pada
akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan
terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik rawan sendi.4,5 Peningkatan enzim-
enzim yang merusak matriks tulang rawan sendi mengakibatkan terjadi kerusakan
fokal tulang rawan sendi secara progresif dan pembentukan tulang baru pada dasar
lesi tulang rawan sendi.6
Osteoartritis disebut sebagai penyakit degeneratif karena dengan bertambahnya
usia terjadi perubahan rawan sendi glikosiaminoglikan menjadi memendek
sehingga kemampuan proteoglikan untuk menahan air menjadi berkurang. Hal ini
akan mengakibatkan fungsi rawan sendi sebagai bantalan terhadap beban sendi
akan berkurang. Selain itu jaringan kolagen juga menjadi patah-patah yang
mengakibatkan timbulnya fisur pada rawan sendi.5
Perkembangan osteoarthritis terbagi atas 3 fase yaitu fase (1) terjadi penguraian
proteolitik pada matriks kartilago. Kondisi ini memberikan manifestasi pada
penipisan kartilago, fase (2) terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago
disertai adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan

12
sinovial, fase (3) proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respon
inflamasi pada sinovial.6
Pada keadaan normal, kartilago persendian berfungsi untuk menyerap tekanan
pada persendian dan memberikan bantalan sehingga terjadi gerakan yang bebas
gesekan antar tulang ada persendian. Dalam keadaan osteoarthritis kartilago
persendian tidak mampu lagi untuk menahan tekanan dan memberikan bantalan
pada persendian sehingga terjadi gesekan antar tulang dan menimbulkan rasa
nyeri.5

G. Diagnosis
Diagnosis pada osteoartritis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis akan didapatkan gejala-gejala yang sudah
berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan-lahan.2 Gejala utama adalah
nyeri pada sendi yang terkena, terutama pada waktu bergerak. Awal mula terasa
kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dengan istirahat. Terdapat
hambatan pada gerak sendi, biasanya semakin bertambah berat sejalan dengan
bertambahnya rasa nyeri. Kaku pada pagi hari dapat timbul setelah imobilisasi,
seperti duduk dalam waktu yang cukup lama atau setelah bangun tidur. Krepitasi
atau rasa gemeretak pada sendi yang sakit juga menjadi keluhan dari penderita
osteoartritis.1,4,5
1. Pemeriksaan Fisik
Tes-tes provokasi yang dapat dilakukan untuk memeriksa sendi lutut:4,5,6,7
a. Tes McMurray
Tes ini merupakan tindakan pemeriksaan untuk mengungkapkan lesi
meniskus. Pada tes ini penderita berbaring terlentang. Dengan satu tangan
pemeriksa memegang tumit penderita dan tangan lainnya memegang lutut.
Tungkai kemudian ditekuk pada sendi lutut. Tungkai bawah eksorotasi/
endorotasi dan secara perlahan-lahan diekstensikan. Kalau terdengar bunyi
“klek‟ atau teraba sewaktu lutut diluruskan, maka meniskus medial atau bagian
posteriornya yang mungkin terobek.6

13
Gambar 4. Pemeriksaan McMurray

b. Anterior Drawer Test


Merupakan suatu tes untuk mendeteksi ruptur pada ligamen cruciatum lutut.
Penderita harus dalam posisi terlentang dengan panggul fleksi 45˚.Lutut fleksi
dan kedua kaki sejajar. Caranya dengan menggerakan tulang tibia ke atas maka
akan terjadi gerakan hiperekstresi sendi lutut dan sendi lutut akan terasa kendor.
Posisi pemeriksa di depan kaki penderita. Jika terdorong lebih dari normal,
artinya tes drawer positif.6

Gambar 5. Pemeriksaan Anterior Drawer Test

c. Posterior Drawer Test


Posterior Drawer Test sama halnya dengan Anterior Drawer Test, hanya
saja menggenggam tibia kemudian didorong kearah belakang.6

14
Gambar 6. Pemeriksaan Posterior Drawer Test

d. Lachman Test
Test Lachman dikelola dengan meletakkan lutut pada posisi fleksi kira-kira
dalam sudut 30°, dengan tungkai diputar secara eksternal. Satu tangan dari
pemeriksaan menstabilkan tungkai bawah dengan memegang bagian akhir atau
ujung distal dari tungkai atas, dan tangan yang lain memegang bagian proksimal
dari tulang tibia, kemudian usahakan untuk digerakkan ke arah anterior.6

Gambar 7. Pemeriksaan Lachman

e. Apley Compresion Test


Tes ini dilakukan untuk menentukan nyeri lutut yang disebabkan oleh
robeknya meniskus. Penderita dalam posisi berbaring tengkurap lalu tungkai
bawah ditekukkan pada sendi lutut kemudian dilakukan penekanan pada tumit
pasien. Penekanan dilanjutkan sambil memutar tungkai ke arah dalam
(endorotasi) dan luar (eksorotasi). Apabila pasien merasakan nyeri di samping

15
medial atau lateral garis persendian lutut maka lesi pada meniskus medial dan
lateral sangat mungkin ada.6

Gambar 8. Pemeriksaan Apley Compresion Test

g. Apley Distraction Test


Tes ini dilakukan untuk membedakan lesi meniskal atau ligamental pada
persendian lutut.Tindakan pemeriksaan ini merupakan kelanjutan dari Appley
Comppresion Test. Lakukan distraksi pada sendi lutut sambil memutar tungkai
bawah keluar dan kedalam dan lakukan fiksasi. Apabila pada distraksi
eksorotasi dan endorotasi itu terdapat nyeri maka hal tersebut disebabkan oleh
lesi di ligamen.6

Gambar 9. Pemeriksaan Apley Distraction Test

16
2. Pemeriksaan Penunjang:
a. pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan penujang sederhana yang sering dilakukanan pada kasus OA
adalah pemeriksaan radiologis rontgen genu AP/lateral dalam posisi berdiri.
Gambaran khas pada OA lutut adalah adanya osteofit & penyempitan sela
sendi.5,6
Derajat kerusakan sendi berdasarkan gambaran radiologis kriteria Kellgren
& Lawrence:6,7

(A) (B)

(C) (D)
Gambar 10. Kriteri Kellgren and Lawrence
(A) Derajat 1. (B) Derajat 2. (C) Derejat 3. (D) Derajat 4
1. Derajat 0: radiologi normal.
2. Derajat 1: penyempitan celah sendi meragukan.
3. Derajat 2: osteofit dan penyempitan celah sendi yang jelas.
4. Derajat 3: osteofit sedang dan multipel, penyempitan celah sendi, sclerosis
sedang dan kemungkinan deformitas kontur tulang.
5. Derajat 4: osteofit yang besar, penyempitan celah sendi yang nyata, sklerosis
yang berat dan deformitas kontur tulang yang nyata.

17
The American College of Rheumatology menyusun kriteria diagnosis OA lutut
idiopatik berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiologi sebagai berikut:

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis OA7

Klinis dan Laboratorium Klinis dan radiologi Klinis

Nyeri lutut + minimal 5 dari 9 Nyeri lutut + minimal 1 Nyeri lutut + minimal 3 dari
berikut : dari 3 berikut: 6 berikut:
- Umur >50 tahun - Umur >50 tahun - Umur >50 tahun
- Stiffness <30 menit - Stiffness <30 menit - Stiffness <30 menit
- Krepitasi - Krepitasi + osteofit - Krepitasi
- Nyeri tekan pada tulang - Nyeri tekan pada tulang
- Pelebaran tulang - Pelebaran tulang
- Tidak hangat pada perabaan - Tidak hangat pada
- LED <40mm/jam perabaan
- Rheumatoid factor <1:40
- Cairan sinovial: jernih,
viscous, leukosit
<2000/mm3

H. Penatalaksanaan
Osteoarthritis termasuk kondisi yang tidak bisa disembuhkan. Penanganan yang
dilakukan bertujuan untuk mengurangi gejala agar penderitanya bisa tetap
beraktivitas dan menjalani kehidupan secara normal. Gejala dari kondisi ini
terkadang bisa berkurang secara perlahan seiring waktu.
Tatalaksana pada penderita osteoarthritis berupa terapi farmakologis dan non
farmakologis, terapi pembedahan, dan rehabilitasi medik, yaitu: 7,8,9
a) Terapi non farmakologis
- Edukasi dan penerangan
- Terapi fisik dan rehabilitasi
- Penurunan berat badan

18
b) Terapi farmakologis
- Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)
- Steroid intra-artikuler
c) Terapi bedah
- Malaligment, deformitas lutut Valgus – Varus
- Osteotomi
- Artroplasti sendi total1,25
d) Rehabilitasi Medik pada Osteoarthritis
Tujuan Rehabilitasi Medik secara umum:
- Mengurangi nyeri
- Memperbaiki lingkup gerak sendi
- Memperbaiki fungsi
- Meningkatkan kualitas hidup26,27
Penatalaksanaan Rehabilitasi Medik pada penderita osteoarthtritis antara
lain:8,10
1. Dokter spesialis KFR
Bertugas melakukan pemeriksaan, menegakkan diagnosis dan menentukkan
program rehabilitasi Fisioterapi
2. Fisioterapi
a. Terapi panas superfisial
Terapi panas superfisial yaitu panas hanya mengenai kutis atau jaringan
sub kutis saja (Hot pack, infra merah, kompres air hangat, paraffin bath)
Sedangkan terapi panas dalam, yaitu panas dapat menembus sampai ke
jaringan yang lebih dalam yang sampai ke otot,tulang, dan sendi Diatermi
gelombang mikro (MWD), Diatermi gelombang pendek (SWD), Diatermi
gelombang suara ultra (USD). Pada kasus OA digunakan SWD (short wave
diathermi) dan USD (ultra sound diathermi).8
b. Terapi dingin
Terapi dingin digunakan untuk melancarkan sirkulasi darah, mengurangi
peradangan, mengurangi spasme otot dan kekakuan sendi sehingga dapat
mengurangi nyeri. Dapat juga menggunakan es yangdikompreskan pada

19
sendi yang nyeri. Terapi dingin dapat berupa cryotherapy, kompres es dan
masase es.8
c. Terapi listrik
Yang digunakan adalah TENS (Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation). TENS merupakan modalitas yang digunakan untuk
mengurangi atau menghilangkan nyeri melalui peningkatan ambang
rangsang nyeri.8
d. Hidroterapi
Hidroterapi bermanfaat untuk memberi latihan. Daya apung air akan
membuat ringan bagian atau ekstermitas yang direndam sehingga sendi
lebih mudah digerakan. Suhu air yang hangat akan membantu mengurangi
nyeri, relaksasi otot dan memberi rasa nyaman.8
e. Latihan Penguatan Otot
Latihan diketahui dapat meningkatkan dan mempertahankan pergerakan
sendi, menguatkan otot, meningkatkan ketahanan statik dan dinamik dan
meningkatkan fungsi yang menyeluruh.Latihan terdiri dari latihan pasif,
aktif, ketahanan, peregangan dan rekreasi.9
3. Ortotik Prostetik
Digunakan untuk mengembalikan fungsi, mencegah dan mengoreksi
kecacatan, menyangga berat badan dan menunjang anggota tubuh yang sakit.
Pada penderita OA biasa dilakukan rencana penggunaan knee brace atau knee
support.9 Yang digunakan adalah TENS (Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation). TENS merupakan modalitas yang digunakan untuk mengurangi
atau menghilangkan nyeri melalui peningkatan ambang rangsang nyeri.8
4. Terapi Okupasi
Terapi okupasi meliputi latihan koordinasi aktivitas kehidupan sehari-
hari(AKS) untuk memberikan latihan pengembalian fungsi sehingga penderita
bisa melakukan kembali kegiatan/perkerjaan normalnya.9

20
5. Psikologi
Terapi psikologi diperlukan untuk pemberian motivasi dan penanaman
sugesti positif terhadap pasien agar mendapatkan kepercayaan dirinya kembali
untuk melakukan kegiatan sehari-hari.9
6. Sosial Medik
Tujuannya adalah menyelesaikan/memecahkan masalah sosial yang
berkaitan dengan penyakit penderita, seperti masalah penderita dalam keluarga
maupun lingkungan masyarakat.9

21
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. PR
Nomor Rekam Medik : 30.55.64
Umur : 73 tahun
Tempat tanggal lahir : Nain, 03 Oktober 1944
Alamat : Kotamobagu
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : IRT / Pensiunan
Suku :-
Tanggal Periksa : 13 Februari 2018

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Nyeri pada lutut sebelah kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Nyeri pada lutut kiri dirasakan pasien sejak 7 tahun yang lalu, dan
bertambah berat 3 tahun terakhir. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, tidak
menjalar dan hilang timbul. Awalnya nyeri yang dirasakan pasien tidak
mengganggu aktifitas sehari-hari. Pasien masih dapat melakukan aktifitas
dengan baik, namun belakangan ini pasien sudah mulai merasa kesulitan akibat
nyeri yang dirasakan pada daerah lutut. Nyeri dirasakan pasien terutama bila
pasien berganti posisi (dari duduk ke berdiri dan dari berdiri ke duduk). Pasien
juga merasa lebih nyeri ketika duduk di kursi yang pendek dan merasa lebih
baik saat duduk di kursi yang lebih tinggi. Ketika akan berdiri pasien juga harus
dibantu baik oleh suami ataupun sanggahan pada kaki terlebih dahulu. Selain itu
terdapat kekauan dan nyeri pada pagi hari yang berlangsung 5 menit. Nyeri

22
dirasakan berkurang bila pasien beristrahat dan meminum obat penghilang nyeri
yang didapatkan dari dokter umum setempat. Pasien mendengar ada bunyi
“krek” pada lutut saat akan mulai berjalan atau saat digerakkan. Pasien masih
dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa menggunakan alat bantu dan tanpa
bantuan orang lain. Pasien masih dapat berjalan dengan baik dan tidak
merasakan nyeri pada saat berjalan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi terkontrol dengan amlodipine, riwayat kolesterol terkontrol
dengan simvastatin, riwayat asam urat dan DM tidak ada.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Hanya penderita yang sakit seperti ini.

5. Riwayat Kebiasaan
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang sering sekali melakukan
aktifitas rumah seperti menyapu, mengepel, mencuci baju pekerjaan rumah
lainnya tanpa dibantu oleh orang lain. pasien juga masih sering pergi ke kebun
dan ke gereja dengan berjalan.

6. Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita hanya tinggal di rumah dengan suami di rumah berlantai satu,
jumlah kamar 2 dengan toilet jongkok. Sumber air adalah sumur bor. Sumber
listrik berasal dari PLN. Penderita memiliki 3 orang anak, semuanya telah
menikah dan berkerja. Penderita merupakan pengguna BPJS, biaya pengobatan
pasien ditanggung oleh BPJS.

7. Riwayat Psikologis
Penderita tidak merasa cemas dengan penyakit yang dideritanya.

23
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal Pemeriksaan 13 Februari 2018
1. Status Generalis
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesedaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5=15
Tanda Vital : Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 72 x/menit, reguler, isi cukup
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5°C
BB : 75 kg
TB : 165 cm
IMT : 28
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
pupil bulat isokor ø3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)
Leher : Trakea letak ditengah, pembesaran KGB (-)
Thoraks
Inspeksi : Simetris kiri = kanan, retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara pernapasan vesikuler, BJ I-II regular, bising (-)
Abdomen : Datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), capillary refill time (CRT <2”)

2. Status Lokalis Regio Genu


Regio Genu Dextra Regio Genu Sinistra
Look Edema (-) Edema (-)
Deformitas (-) Deformitas (-)
Krepitasi (-) Krepitasi (+)

24
Feel Hangat pada perabaan (-) Hangat pada perabaan (-)
Nyeri tekan patella (-) Nyeri tekan patella (-)
Spasme hamstring (+)
Movement ROM full ROM terbatas karena
nyeri

3. Visual Analog Scale Genu Sinistra

No pain Severe pain

4. Pemeriksaan Q Angle

Dextra Sinistra
14 14

5. Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi (LGS) Regio Genu Dextra dan Sinistra
Normal Dextra Sinistra
Fleksi 0 – 135° 135° 110°
Ekstensi 0° 0° 0°

6. Pemeriksaan Massa Otot


Dextra Sinistra
Ukuran Lingkar Paha 42 42
(10 cm di atas medial tibia plateau)
Ukuran Lingkar Lutut 37 37
Ukuran Lingkar Betis 28 28
(10 cm di bawah medial tibia plateau)

Dextra Sinistra
ALL (Appearance Leg Length) 84 84
TLL (True Leg Length) 76 76

25
7. Pemeriksaan Manual Muscle Test (MMT)
MMT
Kiri 5/5/5/5
Kanan 5/5/5/5

8. Tes Provokasi
Dextra Sinistra
McMurray Test (-) (-)
Anterior Drawer Test (-) Kesan (+)
Posterior Drawer Test (-) (-)
Lachman Test (-) Kesan (+)
Apley Compression Test (-) (-)
Apley Distraction Test (-) (-)

D. Resume
Seorang wanita usia 73 tahun datang dengan keluhan nyeri pada lutut sebelah
kiri. Nyeri telah dirasakan pasien sejak 7 tahun yang lalu dan mulai terasa
memberat 3 tahun terakhir. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, tidak menjalar
dan hilang timbul. Nyeri sering muncul ketika akan berganti posisi (dari duduk ke
berdiri dan dari berdiri ke duduk). Selain itu terdapat kekauan dan nyeri pada pagi
hari yang berlangsung ±5 menit. Nyeri berkurang saat beristrahat atau meminum
obat penghilang nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri gerak pada
genu sinistra dan didapatkan bunyi krepitasi. Vas score mild pain pada genu sinistra
dan terdapat pula keterbatasan LGS genu sinistra saat fleksi 110° - ekstensi 0°.

E. Diagnosis
1. Diagnosis Klinis : Osteoarthritis Genu Sinistra
2. Diagnosis Etiologi : Degeneratif
3. Diagnosis Topis : Genu Joint Sinistra
4. Diagnosis Fungsional :
- Body function : Nyeri dan keterbatasan LGS Genu Sinistra

26
- Body structure : Genu joint Sinistra
- Activity : Gangguan AKS saat berganti posisi (duduk ke
berdiri atau berdiri ke duduk)
- Participation : Pergi ke gereja, pergi ke kebun, melakukan
aktifitas rumah tangga

F. Masalah (Problem)
1. Nyeri lutut kiri (VAS 4)
2. Gangguan AKS saat berpindah posisi (duduk ke berdiri atau berdiri ke duduk)
3. Pre Obese
4. Keterbatasan ROM knee sinistra

G. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Meloxicam 7,5 mg
2. Non Medikamentosa
Rehabilitasi Medik
b) Fisioterapi
Evaluasi : Nyeri lutut kiri (VAS 4)
Program :
- USD (Ultrasound Diathermy) region genu sinistra
- Isometric Exsercise m. quadriceps
- Stretching hamstring
c) Ortotik Prostetik
Evaluasi:
- Pre Obese
Program:
- Latihan atau edukasi mengurangi beban pada sendi lutut (joint
protection).
- Penggunaan alat bantu walker untuk mengurangi weigh bearing pada
pasien.

27
d) Sosial medik
Evaluasi:
-
Biaya hidup sehari-hari cukup, biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS
kesehatan
Program:
-
melakukan home visite/ kunjungan rumah untuk evaluasi lingkungan
tempat tinggal pasien dan sekitarnya. Selain itu, memberikan dukungan
agar penderita rajin melakukan terapi dan home program.
e) Home program
- Mengurangi aktivitas yang berdampak besar pada lutut seperti naik
turun tangga, berjalan lama, serta berdiri dalam waktu yang lama.
- Posisi kaki lebih banyak diluruskan saat duduk (jangan ditekuk).
- Mengganti toilet jongkok dengan toilet duduk atau memodifikasi toilet
jongkok dengan kursi yang dilubangi.
- Kompres dengan es pada lutut.
- Kontrol ke poli rehabilitasi medik secara rutin
f) Edukasi
Menghindari aktivitas yang banyak menggerakan sendi lutut seperti naik
turun tangga, jongkok dan berjalan jauh. Pada saat akan menaiki tangga,
dahulukan kaki yang sehat kemudian diikuti kaki yang sakit, dan saat akan
menuruni tangga dahulukan kaki yang sakit kemudian diikuti dengan kaki
yang sehat.

H. Anjuran
Rencana foto rontgen genu sinistra AP / lateral

I. Prognosis
Qua ad vitam : bonam
Qua ad sanationam : dubia ad malam
Qua ad functionam : dubia ad bonam

28
LAMPIRAN

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Sunarti S, Ridwan M, Firdaus M M. Komorbiditas Pasien Geriatri Dengan


Osteoartritis Genu Di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang. Malang : Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya; 2011
2. Asviarty, Nuhani SA, Tulaar A, dkk. Osteoartritis. Dalam: Standar Operasional
Prosedur. DEPKES. Jakarta, 2000; 15-18.
3. Rosjad C. Kelainan Degeneratif Tulang dan Sendi. Dalam : Pengantar IlmuBedah
Ortopedi. Ujung Pandang : Bintang Lamumpatue, 2003;1197-235.
4. Braunwald E, Fauci AS, et al. Degenerative joint disease. In: Harrison smanual of
medicine‟ 15 thed. Boston: McGraw-Hill: 2002;748-49.
5. Vogelgesang S. Osteoartritis. In: West SG, editor. Rheumatology secrets,2nd
edition. Philadelphia: Hanley & Belfus Inc, 2002;365-74.
6. Sengkey LS, dkk. Kumpulan Kuliah Rehabilitasi Medik FK UNSRAT Manado:
2010.
7. Erwinanti E. Perbandingan terapi osteoartritis lutut menggunakan SWD dengan
atau tanpa latihan di RSUP Dr. Kariadi Semarang [skripsi]. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang; 2000.
8. Reni H. Masduchi. Rehabilitasi Nyeri pada Sendi Degeneratif. SMF/Bagian Ilmu
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi RSU dr.Soetomo/FK UNAIR. PKB Rehabilitasi
Medik, Surabaya: 2005
9. Tulaar ABM. Peran Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik padaTatalaksana
Osteoartritis. Semijurnal Farmasi dan Kedokteran Ethical Digest. Februari 2006;46-
54.
10. Vogelgesang S. Osteoarthritis. In: West SG, editor. Rheumatology secrets, 2nd
edition. Philadelphia: Hanley & Belfus Inc, 2002;365-74.

30

Anda mungkin juga menyukai