Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN

CA MAMAE

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Keperawatan Paliatif pada Program Profesi Ners

Disusun Oleh:

Nur Hardini Rahmatika 220112170001


Selly Desiani 220112170011
Yuanita Wulansari 220112170014
Nida Luthfiyani 220112170015
Megalita Stevani 220112170016
Anneke Dewina 220112170017
Riris Purwita W 220112170020
Gita Puspitasari 220112170022
Nida Amalia 220112170023
Kurnianti Tri Nuraini 220112170046

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXXIV


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2018
CA MAMAE

1. Pengertian

Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian,

sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali.

Kanker payudara atau Carsinoma Mammae adalah pertumbuhan sel yang tidak

terkendali pada kelenjar penghasil susu (lobular), saluran kelenjar dari lobular ke

puting payudara (duktus), dan jaringan penunjang payudara yang mengelilingi

lobular, duktus, pembuluh darah dan pembuluh limfe, tetapi tidak termasuk kulit

payudara (American Cancer Society, 2014).

Kanker Payudara adalah tumor ganas yang menyerang jaringan payudara

yang berasal dari kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara.

Kanker payudara terjadi karena adanya kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan

dan diferensiasi sehingga sel ini tumbuh dan berkembang biak tanpa dapat

dikendalikan (Mardiana, 2004).

2. Faktor Resiko

Menurut Moningkey dan Kodim (2004), penyebab spesifik kanker payudara

masih belum diketahui, tetapi terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai

pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara diantaranya:

1. Faktor reproduksi. Diperkirakan, periode antara terjadinya haid pertama

dengan umur saat kehamilan pertama merupakan window of

initiation perkembangan kanker payudara.

2. Penggunaan hormon. Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya

kanker payudara. Suatu meta analisis menyatakan bahwa walaupun tidak

terdapat risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi oral, wanita


yang menggunakan obat ini untuk waktu yang lama mempunyai risiko

tinggi untuk mengalami kanker payudara sebelum menopause.

3. Penyakit fibrokistik. Pada wanita dengan adenosis, fibroadenoma, dan

fibrosis, tidak ada peningkatan risiko terjadinya kanker payudara.

4. Obesitas. Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk

tubuh dengan kanker payudara pada wanita pasca menopause.

5. Konsumsi lemak. Konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor

risiko terjadinya kanker payudara.

6. Radiasi. Eksposur dengan radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas

meningkatkan terjadinya risiko kanker payudara.

7. Riwayat keluarga. Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting

dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan skrining untuk kanker

payudara. Terdapat peningkatan risiko keganasan pada wanita yang

keluarganya menderita kanker payudara.

8. Faktor Genetik. Kanker peyudara dapat terjadi karena adanya beberapa

faktor genetik yang diturunkan dari orangtua kepada anaknya. Faktor

genetik yang dimaksud adalah adanya mutasi pada beberapa gen yang

berperan penting dalam pembentukan kanker payudara.

9. Umur. Semakin bertambahnya umur meningkatkan risiko kanker

payudara. Wanita paling sering terserang kanker payudara adalah usia di

atas 40 tahun
3. Manifestasi Klinis

Gejala kanker payudara pada awal permulaan sering tidak dirasakan oleh

penderita. Kanker payudara pada tahap dini biasanya tidak menimbulkan keluhan.

Tanda yang mungkin dirasakan pada stadium dini adalah terabanya benjolan pada

bagian payudara. Gejala dan tanda khas kanker payudara yang bisa diamati pada

stadium lanjut antara lain teraba ada benjolan kecil yang keras di payudara, benjolan

semakin membesar, benjolan yang keras itu tidak bergerak (terfiksasi) dan pada

awalnya tidak terasa sakit. Perubahan bentuk dan ukuran payudara terjadi karena

pembengkakan menyebabkan rasa panas, nyeri atau sangat gatal di daerah sekitar

puting. Gejala pada puting meliputi perubahan bentuk puting (masuk kedalam atau

nipple retraction) dan mengeluarkan cairan atau darah. Selain adanya benjolan dan

perubahan puting, perubahan juga terjadi pada bagian kulit payudara. Perubahan

pada kulit payudara diantaranya perubahan warna kulit, berkerut dan iritasi seperti

kulit jeruk (peau d’orange). Hal ini dapat terjadi jika benjolan pada awal stadium

tidak diindahkan oleh penderita.

4. Distribusi dan Klasifikasi


Dari seluruh kanker payudara sekitar 50 % tumbuh pada kuadran lateral

atas, 10% pada ketiga kuadran lain dan 20% sub areolar. Klasifikasi kanker

payudara menurut Robbin, (2002) adalah sebagai berikut:

a. Non Invasif (Noninfiltratif)

1) Karsinoma intraduktal

2) Karsinoma intraduktal dengan penyakit paget

3) Karsinoma lobuler insitu.

b. Invasif (Infiltratif)

1) Karsinoma intraduktal invasive


2) Karsinoma duktal invasif dengan penyakit paget

3) Karsinoma lobuler invasif

4) Karsinoma meduler

5) Karsinoma koloid

6) Karsinoma tubular

7) Karsinoma kista adenoid

8) Karsinoma apokrin

9) Karsinoma papiler skuamosa

Sedangkan klasifikasi berdasarkan TNM menurut Smeltzer & Bare (2002).

Tumor primer (T) :

T0 Tidak ada bukti tumor primer

Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor kurang dari 2 cm

T2 Tumor lebih dari 2 cm tetapi kurang dari 5 cm

T3 Tumor lebih dari 5 cm

T4 Perluasan kedinding dada, inflamasi

Kelenjar getah bening regional

(N) : N0 Tidak ada tumor dalam kelenjar getah bening regional.

N1 Metastasis ke kelenjar ipsilateral yang dapat berpindah-pindah

N2 Metastasis ke kelenjar ipsilateral yang menetap

N3 Metastasis ke kelenjar mamaria interna ipsilateral

Metastasis jauh (M) :

M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Metastasis jauh (termasuk menyebar ke kelenjar supraklavikular ipsilateral)


Pentahapan Kanker Payudara

Pentahapan kanker menurut Smeltzer & Bare, (2002).

a. Tahap I Tumor kurang dari 2 cm, tidak mengenai nodus limfe dan tidak

metastasis.

b. Tahap II Tumor lebih dari 2 cm tetapi kurang dari 5 cm, nodus limfe

tidak terfiksasi negative atau positif dan tidak terdeteksi adanya

metastasis.

c. Tahap III Tumor lebih dari 5 cm, nodus limfe terfiksasi positif dalam

area clavikular dan tidak terdeteksi adanya metastasis.

d. Tahap IV Tumor sembarang ukuran lebih dari 5 cm, nodus limfe normal

atau kankerosa dan metastasis jauh.

Selain itu klasifikasi Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan Sistem

Klasifikasi TNM American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2010, Edisi 7 :

Kategori T (Tumor)

TX Tumor primer tidak bisa diperiksa

T0 Tumor primer tidak terbukti

Tis Karsinoma in situ

Tis (DCIS) = ductal carcinoma in situ

Tis (LCIS) = lobular carcinoma in situ

Tis (Paget’s) = Paget’s disease pada puting payudara tanpa tumor

A. T1 Tumor 2 cm atau kurang pada dimensi terbesar

1) T1mic (Mikroinvasi) 0.1 cm atau kurang pada dimensi terbesar

2) T1 a Tumor lebih dari 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm pada

dimensi terbesar
3) T1b Tumor lebih dari 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm pada dimensi

terbesar

4) T1c Tumor lebih dari 1 cm tetapi tidak lebih dari 2 cm pada dimensi

terbesar

B. T2 Tumor lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm padadimensi terbesar

C. T3 Tumor berukuran lebih dari 5 cm pada dimensi terbesar

D. T4 Tumor berukuran apapun dengan ekstensi langsung ke dinding dada /

kulit

1) T4a Ekstensi ke dinding dada, tidak termasuk otot pectoralis

2) T4b Edema (termasuk peau d’orange) atau ulserasi kulit payudara atau

satellite skin nodules pada payudara yang sama

3) T4c Gabungan T4a dan T4b

4) T4d Inflammatory carcinoma

Kelenjar Getah Bening (KGB) regional (N)

A. Nx KGB regional tak dapat dinilai (mis.: sudah diangkat)

B. N0 Tak ada metastasis KGB regional

C. N1 Metastasis pada KGB aksila ipsilateral level I dan II yang masih dapat

digerakkan

1) pN1mi Mikrometastasis >0,2 mm < 2 mm

2) pN1a 1-3 KGB aksila

3) pN1b KGB mamaria interna dengan metastasis mikro melalui sentinel

node biopsy tetapi tidak terlihat secara klinis

4) pN1c T1-3 KGB aksila dan KGB mamaria interna denganmetastasis

mikro melalui sentinel node biopsy tetapi tidakterlihat secara klinis.


D. N2 Metastasis pada KGB aksila ipsilateral yang terfiksir atau matted, atau

KGB mamaria interna yang terdekteksi secara klinis* jika tidak terdapat

metastasis KGB aksila secara klinis.

1) N2a Metastatis pada KGB aksila ipsilateral yang terfiksir satu sama

lain (matted) atau terfiksir pada struktur lain pN2a 4-9 KGB aksila

2) N2b Metastasis hanya pada KGB mamaria interna yang terdekteksi

secara klinis dan jika tidak terdapat metastasis KGB aksila secara

klinis. pN2b KGB mamaria interna, terlihat secara klinis tanpa KGB

aksila

E. N3 Metastatis pada KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa

keterlibatan KGB aksila, atau pada KGB mamaria interna yang terdekteksi

secara klinis dan jika terdapat metastasis KGB aksila secara klinis; atau

metastasis pada KGB supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa

keterlibatan KGB aksila atau mamaria interna

1) N3a Metastasis pada KGB infraklavikula ipsilateral

pN3a > 10 KGB aksila atau infraklavikula

2) N3b Metastasis pada KGB mamaria interna ipsilateral dan KGB

aksila

pN3b KGB mamaria interna, terlihat secara klinis, dengan KGB

aksila atau >3 KGB aksila dan mamaria interna dengan metastasis

mikro melalui sentinel node biopsy namun tidak terlihat secara

klinis

3) N3c Metastasis pada KGB supraklavikula ipsilateral


pN3c KGB supraklavikula Terdeteksi secara klinis maksudnya

terdeteksi pada pemeriksaan imaging (tidak termasuk

lymphoscintigraphy) atau pada pemeriksaan fisis atau terlihat jelas

pada pemeriksaan patologis

Metastasis Jauh (M)

A. Mx Metastasis jauh tak dapat dinilai

B. M0 Tak ada metastasis jauh

C. M1 Terdapat Metastasis jauh

5. Stadium Kanker

Stadium T N M0
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium IA T1 N0 M0
Stadium IB T0 N1mic M0
T1 N1mic M0
Stadium IIA T0 N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0
Stadium IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stadium IIIA T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1-N2 M0
Stadium IIIB T4 N1-N2 M0
Stadium IIIC Semua T N3 M0
Stadium IV Semua T Semua N M1
Penetapan stadium harus dikerjakan sebelum dilakukan pengobatan.

Penetapan stadium berguna untuk:

a. Penetapan diagnosa

b. Penetapan strategi terapi

c. Prakiraan prognosa

d. Penetapan tindak lanjut setelah terapi ( follow up )

e. Pengumpulan data epidemiologis dalam registrasi kanker (standarisasi)

f. Penilaian beban dan mutu layanan suatu institusi kesehatan.


6. Patofisiologi
7. Fase Paliatif

Perawatan paliatif merupakan perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif

dan menyeluruh, yang dilakukan dengan pendekatan multidisiplin, terintegrasi

antara dokter, dokter spesialis, perawat, terapis, petugas sosial medis, psikolog,

rohaniawan, relawan dan profesional lain yang diperlukan.

Beberapa fase psikologis pada pasien kanker menjadi sudut pandang

tersendiri pada perawatan paliatif. Pada umumnya pasien kanker akan mengalami

beberapa fase psikologis, seperti di bawah ini:

1. Penyangkalan. Biasanya seseorang yang telah divonis kanker, awalnya

merasa tidak terima. Berusaha menyangkal dengan vonis yang diberikan

oleh dokter, bahkan pasien akan mendatangi beberapa dokter sampai ada

yang mengatakan bahwa dirinya bebas dari kanker.

2. Kemarahan. Setelah melalui tahap pertama, pasien mulai masuk pada

tahap marah terhadap kondisi yang saat ini terjadi pada dirinya.

3. Tawar-menawar. Pada fase ini pasien sudah mulai menerima dengan

kondisi kanker yang tumbuh di dalam tubuhnya, namun pasien tetap

mencoba tawar-menawar dengan keadaan. Misalnya, pasien berdoa dan

meminta kepada Tuhan, jika memang dirinya mengidap kanker jangan

sampai kanker tersebut membunuhnya.

4. Depresi. Jika pada tahap tawar menawar tidak bisa membuat si pasien puas

dengan kenyataan, pasien mulai depresi dengan keadaan yang dialaminya

karena merasa sudah tidak ada lagi yang bisa ia perbuat untuk

menghilangkan kanker dari tubuhnya.


5. Penerimaan. Fase terakhir yang terjadi adalah berusaha menerima vonis

kanker yang dideritanya.

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Mammografi

Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk

mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi.

Karsinoma yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi

setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui

palpasi.

Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara

dengan tingkat false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%.

Gambaran mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain

massa padat dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate), penebalan

asimetris jaringan mammae dan kumpulan mikrokalsifikasi. Gambaran

mikrokalsifikasi ini merupakan tanda penting karsinoma pada wanita muda,

yang mungkin merupakan satu-satunya kelainan mammografi yang ada.

Mammografi lebih akurat daripada pemeriksaan klinis untuk deteksi

karsinoma mammae stadium awal, dengan tingkat akurasi sebesar 90%.

Protokol saat ini berdasarkan National Cancer Center Network (NCCN)

menyarankan bahwa setiap wanita diatas 20 tahun harus dilakukan

pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada usia di atas 40 tahun, pemeriksaan

payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan pemeriksaan mammografi.

Pada suatu penelitian atas screening mammography, menunjukkan reduksi


sebesar 40% terhadap karsinoma mammae stadium II, III dan IV pada

populasi yang dilakukan skrining dengan mammografi.

b. Ultrasonografi (USG)

Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk

membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan

untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Pada

pemeriksaan dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran dengan batas

yang tegas dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di bagian

tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus,

berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batas

yang tegas. Karsinoma mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan,

tetapi dapat juga berbatas tegas dengan peningkatan akustik. USG juga

digunakan untuk mengarahkan fine-needle aspiration biopsy (FNAB), core-

needle biopsy dan lokalisasi jarum pada lesi payudara. USG merupakan

pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak

dapat mendeteksi lesi dengan diameter ≤ 1 cm.

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada

mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada

pemeriksaan klinis dan mammografi tidak didapat kelainan, maka

kemungkinan untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat kecil.

MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan

untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma

mammae yang rekuren atau jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam
memeriksa mammae kontralateral pada wanita dengan karsinoma payudara,

menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma lobuler atau

menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan.

d. Biopsi

Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan

sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional

dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam

diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah

pengambilan sampel, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi

false-positive dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat

false-negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak

akan menghiraukan massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi

FNA adalah negatif, kecuali secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan

sitologi semuanya menunjukkan hasil negatif.

Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti

jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core

needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di

klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.

Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum

memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat

dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif,

memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi

ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open

biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi
insisional mengambil sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila

tidak tersedianya core-needle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan

gambaran DCIS saja atau klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi

tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa

payudara diambil.

e. Biomarker

Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker

sebagai salah satu faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae.

Biomarker ini mewakili gangguan biologik pada jaringan yang terjadi antara

inisiasi dan perkembangan karsinoma. Biomarker ini digunakan sebagai hasil

akhir dalam penelitian kemopreventif jangka pendek dan termasuk perubahan

histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah pada

karsinoma.

Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae

antara lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen

(PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio

bax:bcl-2; (3) petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth factor

(VEGF) dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor

receptors seperti human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan

epidermal growth factor receptor (EGFr) dan (5) p53.

f. Scintimammografi

Cara ini menggunakan technetium-99m sestamibi atau technetium-99m

tetrofosmin, memindai regio aksila dan supraklavikula sambil

menggambarkan jaringan payudara. Dalam pemeriksaan wanita yang sudah


diketahui mengidap kanker payudara, lengan kontralateral diinjeksi dengan

radionuclide dan proyeksi lateral dan anterior digambarkan dengan kamera

gamma. Cara ini masih jarang digunakan.

Deteksi Dini Kanker Payudara

Tujuan dari deteksi dini kanker payudara adalah menemukan kanker sebelum

mereka mulai menyebabkan gejala. Skrining mengacu pada tes dan pemeriksaan

fisik yang digunakan untuk mencari suatu penyakit, seperti kanker, pada orang

yang tidak memiliki gejala apapun. Deteksi dini berarti juga menggunakan

pendekatan yang memungkinkan diagnosis dini kanker payudara sebelum kanker

itu bermanifes menjadi buruk.

Kanker payudara yang sering dilaporkan biasanya sudah menyebabkan gejala-

gejala cenderung lebih besar dan lebih mungkin telah menyebar ke luar payudara.

Sebaliknya, kanker payudara yang ditemukan waktu pendeteksian dini lebih

cenderung lebih kecil dan masih terbatas pada payudara. Ukuran kanker payudara

dan seberapa jauh ia telah menyebar adalah beberapa faktor yang paling penting

dalam memprediksi prognosis dari seorang wanita dengan penyakit ini.

1. SADARI (Periksa Payudara Sendiri) atau breast self-examination

Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) adalah suatu teknik pemeriksaan

dimana seorang wanita memeriksa payudaranya sendiri dengan melihat dan

merasakan dengan jari untuk mendeteksi apakah ada benjolan atau tidak pada

payudarany. Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin minimal sekali dalam

sebulan dan dianjurkan bagi para wanita mulai usia 20 tahun.

Terkadang SADARI dapat mendeteksi kanker yang tidak dapat ditemukan

dengan menggunakan mammografi, meskipun konstribusinya terhadap deteksi


dini pada kanker relatif lebih kecil pada penderita yang asimptomatik.

SADARI juga penting bagi wanita yang tidak melakukan pemeriksaan

mammografi secara teratur dan juga yang belum direkomendasikan untuk

melakukan mammografi.

Berdasarkan observasi, 95% wanita mendeteksi sendiri kanker payudara

dan 65% mendeteksi kanker tersebut pada stadium awal pada dirinya sendiri.

Dengan begitu dapat dikatakan kanker payudara lebih sering terdeteksi

pertama kali oleh penderitanya sendiri. Selain itu, diperkirakan bahwa dengan

melakukan SADARI dapat mengurangi angka kematian sebanyak 18%.

SADARI dilakukan 3 hari setelah haid berhenti atau 7 hingga 10 hari dari

haid Anda. sebaiknya mulai biasa dilakukan pada sekitar usia 20 tahun,

minimal sekali sebulan.

Berikut merupakan cara melakukan SADARI :

a. Berdiri di depan cermin. Lihat kedua payudara, perhatikan apakah kedua

payudara simetris dan kalau-kalau ada sesuatu yang tidak biasa seperti

perubahan dalam bentuk payudara, urat yang menonjol, perubahan warna

atau bentuk lain dari biasanya. Dan lihat apakah terdapat perubahan pada

puting, terjadi kerutan, cawak atau pengelupasan kulit. Kemudian

perlahan-lahan angkatlah kedua lengan ke atas sambil memerhatikan

apakah kedua payudara tetap simetris.

b. Tetap dalam posisi berdiri, gunakan tangan kiri untuk memeriksa payudara

kanan dengan cara merabanya, dan sebaliknya untuk payudara kiri. Angkat

tangan kiri Anda. Gunakan tiga atau empat empat jari tangan kanan untuk

merasakan payudara sebelah kiri dengan teliti dan menyeluruh. Dimulai


dari ujung bagian luar, tekan dengan bagian jari-jari yang pipih dalam

gerakan melingkar kecil, bergerak perlahan-lahan di sekitar payudara.

Anda dapat memulai pada bagian ujung luar payudara dan secara

perlahan-lahan bergerak ke bagian puting, atau sebaliknya. Yakinlah untuk

meraba semua bagian payudara dan termasuk daerah sekitar payudara dan

ketiak, termasuk bagian ketiak itu sendiri.

c. Dekap tangan Anda di belakang kepala dan tekan tangan Anda ke depan.

Kemudian, tekan tangan Anda erat pada pinggul dan sedikit menunduk ke

depan cermin ketika Anda menarik punggung dan sikut ke depan. Ini akan

melengkapi bagian pemeriksaan payudara di depan cermin.

d. Rasakan adanya perubahan dengan cara berbaring. Letakkan bantal kecil

di bawah bahu kanan, lengan kanan di bawah kepala. Periksa payudara

kanan dengan tangan kiri dengan meratakan jari-jari secara mendatar

untuk merasakan adanya benjolan. Periksa pula lipatan lengan, batas luar

payudara, dan ke seluruh payudara.

e. Perhatikan tanda-tanda perdarahan atau keluarnya cairan dari puting susu.

Caranya dengan memencet puting susu dan melihat apakah ada darah atau

cairan yang keluar.

f. Lakukan hal serupa pada payudara sebelah kiri, yaitu dengan meletakkan

tangan kiri di bawah kepala, lalu gunakan tangan kanan untuk memeriksa

payudara sebelah kiri. Bila Anda mendapati adanya kejanggalan, segeralah

periksakan diri ke dokter.


9. Penatalaksanaan

a. Manajemen Nyeri pada Kanker Payudara

Kanker payudara adalah kanker yang sering terjadi pada wanita dengan ciri-

ciri terdapat benjolan di dada. Secara klinis sekitar 50% kanker payudara disertai

nyeri. Nyeri membuat pasien merasa tidak nyaman. Beberapa cara mengatasi

nyeri pada kanker payudara adalah :

1. Farmakologi

Penatalaksanaan nyeri dengan farmakologi adalah dengan pemberian obat

golongan analgetik atau pereda nyeri. Pemilihan analgesic yang diberikan

dapat dilakukan berdasarkan intensitas nyeri yang dirasakan. Analgesic yang

sering di resepkan adalah ketorolac injeksi 30 mg, tramadol injeksi 100 mg

dan fentanil injeksi (Sanjaya, 2016).

2. Non Farmakologi

a. Hand Massage

Pemberian stimulasi dibawah jaringan kulit dengan memberikan sentuhan

dan tekanan lembut untuk memberikan kenyamanan bagi pasien. Masase

ini memicu pengeluaran endorphin sehingga memblok transmisi stimulus

nyeri. Teknik yang digunakan yaitu dengan memberikan tekanan lembut

dan gesekan di seluruh telapak tangan klien dan gerakan melingkar kecil

dengan ujung jari dalam waktu 5-10 menit. Pada penelitian yang

dilakukan di Yayasan Kanker Indonesia wilayah Surabaya terhadap

sebanyak 11 pasien didapatkan hasil tingkat nyeri rata-rata pasien setelah

dilakukan hand massage turun dari 5,09 menjadi 3,09. (Fadilah, Astuti,

Santy. 2016)
b. Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

Tehnik penggabungan antara sistem energi tubuh dan terapi spiritualitas

dengan menggunakan metode tapping pada beberapa titik tubuh.

Penggunaan titik energi meridian pada nyeri dapat dijelaskan secara

neurofisiologi dari sistem meridian akupuntur analgesia. Perangsangan

pada titik meridian merupakan rangsangan yang akan diteruskan ke saraf

spinal dan cranial melalui serabut saraf A-Beta yang kemudian diteruskan

menuju ke kornu posterior medulla spinalis. Substansia gelatinosa

menjadi gate control yang akan menyesuaikan rangsangan serta

mengaturnya sebelum diteruskan oleh serabut aferen ke sel transmisi.

Pada penelitian terhadap 20 pasien kanker yang terbagi menjadi kelompok

intervensi dan kontrol didapatkan hasil skala nyeri mengalami penurunan

dari 4,28 menjadi 1,58 dengan bantuan kombinasi farmakologi. (Hakam,

Yetti, Hariyati. 2009).

c. Progresive Muscle Relaxation

Progresive Muscle Relaxation adalah salah satu tehnik sederhana untuk

mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan kemandirian pasien dengan

relaksasi otot. Pada penelitian di POSA (Poli Onkologi Satu Atap)

dengan jumlah sampel 28 orang didapatkan hasil terdapat pengaruh

Progresive Muscle Relaxation terhadap frekuensi nyeri yang dirasakan

pasien. Rata-rata frekuensi nyeri yang dirasakan dalam satu minggu

adalah 13 kali setelah dilakukan intervensi frekuensi nyeri turun menjadi

7 kali per minggu. (Kasih, Triharini, Kusumaningrum. 2012).


b. Manajemen Gejala pada Kanker Payudara

Adanya pertumbuhan sel kanker didalam tubuh tentunya akan mengganggu

fungsi dari beberapa organ tubuh sehingga menimbulkan beberapa gejala pada diri

pasien. Tanda dan gejala yang muncul pada pasien kanker payudara tentunya

bermacam-macam sehingga diperlukan berbagai cara untuk mengatasi dan

mencegah perburukan gejala tersebut.

1. Nyeri

Sebanyak 73% kanker selalu disertai dengan gejala nyeri baik itu nyeri

nosiseptive maupun nyeri neuropati. Gejala nyeri ini dapat diatasi baik

dengan pasien penatalaksanaan baik farmakologi mapun non farmakalogi

2. Kelelahan

Salah satu gejala lain yang sering muncul pada pasien kanker dengan angka

kejadian 22% – 99 %. Cara untuk mengatasi kelelahan yang dirasakan pasien

dapat dengan intervensi farmakologi dengan pemberian obat methylphenidate

dan intervensi non farmakologi dengan melakukan aktivitas fisik yang

bertahap

3. Depresi dan kecemasan

Pasien dengan diagnose kanker sangat mudah mengalami distress psikologis

seperti cemas dan depresi. Jika masalah depresi dan kecemasan ini muncul

pada pasien dapat dilakukan kolaborasi pemberian antidepresan dan

antianxiolytics, namun hal terpenting yang dapat dilakukan selain pengobatan

adalah dengan memberikan support dari keluarga serta melakukan konseling

jika perlu.
4. Kesulitan tidur

Kesulitan tidur menjadi gejala yang sangat mungkin di alami pasien dengan

kanker payudara terutama jika terdapat gejala lainnya seperti nyeri dan

kecemasan berlebih yang cenderung membuat klien sulit tidur atau insomnia.

Beberapa cara mengatasi kesulitan tidur diantaranya pemberian obat

benzodiazepine dan melakukan sleep hygiene yaitu lingkungan yang tenang,

mematikan lampu saat akan tidur, menjaga temperatur ruangan tetap dingin.

c. Manajemen Psikososial

Dukungan sosial sangat penting untuk pasien kanker payudara, pasien

yang menjalani pengobatan kanker payudara, awalnya pasien akan mengalami

emosi yang negatif namun seiring berjalannya waktu mereka akan merenung dan

mengungkapkan perasaanya serta mengembangkan diri menuju perubahan

psikologis yang lebih baik (Mahleda dan Hartini, 2012). Proses tersebut

dipengaruhi adanya dukungan sosial. Menurut penelitian yang dilakukan oleh

Suwankhong & Liamputtong (2015) menyatakan bahwa berbagai bentuk

dukungan sangat penting bagi wanita penderita kanker payudara sehingga mereka

bisa mengatasi kondisinya dengan lebih baik. Tiga jenis dukungan sosial yang

sering diterima oleh pasien kanker payudara adalah dukungan emosional,

dukungan nyata, dan dukungan informasi.

Selain itu, penderita kanker pada umumnya memandang negatif terhadap

dirinya sendiri dan hal tersebut akan mempengaruhi pandangannya terhadap

peranan dan mereka beranggapan bahwa dirinya akan membebani keluarganya.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Wright et al., (2002) bahwa pasien

kanker 50 memiliki masalah sosial diantaranya adalah masalah komunikasi


dengan orang terdekat pasien dan masalah dalam kegiatan sosial dan pekerjaan

rumah tangga.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bogaarts et al, (2010) bahwa pasien

kanker payudara 51% mengalami gejala depresi yang berhubungan dengan

perasaan sedih, takut dan perasaan yang terus menerus yang dapat menyebabkan

berbagai masalah emosional pasien kanker payudara. Selain itu, menurut

penelitian yang dilakukan oleh Anindita, Maechira, dan Prabandari (2010)

menyatakan bahwa depresi memiliki hubungan yang signifikan terhadap distress

pada pasien kanker payudara yang menjalani terapi pengobatan kanker payudara.

Menurut teori chronic sorrow bahwa kesedihan yang berkepanjangan akibat

kehilangan baik akibat fisik yang berubah, psikologis dan sosial ekonomi akan

mengakibatkan gangguan rasa aman dan nyaman (Lindgren et al., 1992).

Body image positif yang terbentuk dalam diri pasien tidak terlepas dari

dukungan keluarga terutama suami dalam hal penampilan. Walaupun operasi

pengangkatan telah menghilangkan satu atau kedua payudaranya, pasien tidak

merasa menyesal ataupun merasa malu akan penampilannya saat ini karena

keluarga selalu memberikan dukungan yang positif. Hal tersebut terkait dengan

hasil penelitian Tasripiyah et al. (2012) yang menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara dukungan sosial yang diperoleh oleh penderita

dengan body image yang dimiliki. Body image positif tersebut timbul karena

adanya dukungan sosial yang membuat seseorang merasa dicintai dan

diperhatikan serta diterima keadaannya.


10. Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

Data dasar

Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara anamnesa,

pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang

Data pasien

Identitas pasien, usia, status perkawinan, pekerjaan jumlah anak, agama, alamat

jenis kelamin dan pendidikan terakhir.

Keluhan utama

Pasien biasanya datang dengan keluhan adanya massa atau pembengkakan pada

payudara.

Riwayat penyakit sekarang

Biasanya klien pada stadium awal tidak merasakan keluhan yang mengganggu,

baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti :

pembesaran masa, pembengkakan kelenjar getah bening disekitarnya, dan sesak

akibat metastase ke organ lain seperti paru-paru.

Riwayat penyakit sebelumnya

Data yang perlu dikaji adalah : Riwayat menarche, riwayat penggunaan alat

kontrasepsi hormonal, Riwayat keluarga yang menderita kanker, serta gaya hidup

yang dijalani oleh klien.


Riwayat psikososial spiritual

a) Konsep Diri
- Body image /gambaran diri
Penyakit kanker payudara beserta terapinya memiliki berbagai

dampak fisik maupun psikologis bagi klien. Kehilangan payudara

akibat operasi mastektomi menjadi masalah yang mendasar dalam

body image penderita

- Peran Diri
Peran diri pasien kanker payudara biasanya terganggu karena mereka

merasa tidak mampu menjadi ibu dan seorang istri

- Harga diri
Menurut penelitian penderita kanker pada umumnya memandang

negatif terhadap dirinya sendiri dan hal tersebut akan mempengaruhi

pandangannya terhadap peranan dan mereka beranggapan bahwa

dirinya akan membebani keluarganya.

b) Kecemasan
Menurut Ganz (2008), pasien kanker payudara yang mengalami rasa

sakit dan nyeri yang terjadi akibat pengobatan memicu ketakutan dan

kecemasan.

c) Spiritual
Pemenuhan kebutuhan spiritual sangat penting bagi pasien kanker,

Spiritualitas menurut Puchalski (2001) dapat digunakan sebagai salah

satu sumber koping.


d) Status Sosial Ekonomi Keluarga

- Hubungan Dengan Orang Lain


Dukungan sosial sangat penting untuk pasien kanker payudara,

awalnya pasien akan mengalami emosi yang negatif dan merasa

membebani orang-orang disekitarnya namun seiring berjalannya

waktu mereka akan mengembangkan diri menuju perubahan

psikologis yang lebih baik

- Keadaan Ekonomi
Kanker dapat memberikan dampak yang besar dalam masalah

ekonomi pada pasien maupun keluarga pasien. Jika kanker

mempengaruhi kemampuan kerja seseorang, maka penghasilan dalam

keluarga tersebut akan menurun dan hal ini dapat mempengaruhi

tingkat stress seseorang terhadap masalah keuangan (IOM, 2017)

Pengkajian Fisik

1) Kesadaran

Compos Mentis

GCS : E4 V5 M6

2) Penampilan umum

Pasien tampak lemas, pucat

3) TTV

TD = 100⁄90 mmHg, Nadi = 108x/menit, RR = 24 x/menit terpasang

binasal 3lpm

4) Antropometri

BB : 53,5 kg
TB : 153 cm

IMT : 22,8 kg/m2

5) Pemeriksaan Head To Toe

1. Pemeriksaan kepala

a) Inspeksi: Bentuk Simetris, Kulit kepala Berminyak, Rambut tidak

rontok, terdapat lesi

b) Palpasi: Terdapat nyeri tekan

2. Wajah

a) Inspeksi: Bentuk Simetris, Lesi tidak ada

b) Palpasi: Nyeri tekan tidak ada

3. Mata

a) Inspeksi: Mata simetris, Tidak ada Kelopak mata/ palpebral oedem,

tidak ada Lesi, Konjugtiva anemis, Warna iris hitam.

b) Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada keluaran dari kelenjar

lakrimalis

4. Hidung

a) Inspeksi: Tidak ada lesi, tidak ada perdarahan, tidak ada

pembengkakan atau polip, Tidak ada pernapasan cuping hidung.

Terpasang alat bantu napas, Jenis : nasal canul

b) Palpasi: Tidak ada nyeri tekan

5. Mulut

a) Inspeksi: Tidak ada lesi, Mukosa Bibir kering, terdapat lesi, Warna

Lidah Putih, Tidak ada gigi karies, terdapat mukositis, bengkak

pada gusi dan palatum.


6. Telinga

a) Inspeksi: Tidak ada lesi, Tidak ada peradangan, Tidak ada sekret

b) Palpasi: Tidak ada nyeri tekan

7. Leher

a) Inspeksi: Bentuk leher simetris, tidak ada lesi, tidak ada

peradangan

b) Palpasi: Tidak ada nyeri tekan

8. Dada/ Thoraks

a) Inspeksi : Bentuk Simetris, Retraksi otot bantu nafas tidak

ada, Susunan ruas tulang normal, Tidak ada Deformitas

b) Palpasi : Taktil vremitus getaran antara kanan dan kiri tidak

simetris

c) Perkusi : Suara Lapang Paru kanan resonan, kiri dullness

d) Auskultasi : Suara Napas ronchi

9. Payudara

a) Inspeksi: Bentuk tidak simetris, Warna Areola coklat kehitaman

b) Palpasi Nodus Limfa: Ada Nyeri Tekan, Terdapat Massa

Abnormal

10. Jantung

a) Inspeksi: Palpitasi tidak ada

b) Perkusi: Pembesaran Jantung tidak ada

c) Auskultasi: Irama reguler, Bunyi Jantung normal

11. Abdomen

a) Inspeksi: Bentuk simetris, Striae tidak ada, Lesi tidak ada


b) Auskultasi: Bising usus 14 x/menit

c) Palpasi: Nyeri tekan ada, Kandung Kemih distensi tidak ada,

terdapat acites

12. Ekstremitas

a) Inspeksi: Lesi tidak ada, Edema tidak ada, Deformitas tidak ada,

Clubbing Finger tidak ada, Sianosis tidak ada, Nadi perifer kuat.

Pergerakan: normal

b) Kekuatan otot : 55

5 5
c) Palpasi: CRT <2 detik

d) Homan’s sign: (-)

13. Genitalia & Anus

a) Inspeksi: Lesi tidak ada, Hemoroid tidak ada, Keluaran dari vagina

tidak ada, ada Pembesaran Limfa

14. Kulit

a) Inspeksi: kondisi kulit bersih, Warna normal, Turgor normal,

HIperpigmentasi tidak ada

15. Kelenjar Getah bening

a) Inspeksi: ada pembesarah KGB di aksila

b) Palpasi: terdapat Nyeri tekan


Analisa Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan


DO: Kanker Payudara Nyeri kronis
Terdapat penekanan massa ↓
pada abdomen, punggung, Terbentuknya massa
payudara, dan bagian tumor
kepala ↓
Terputusnya kontinuitas Mastektomi
jaringan payudara kiri ↓
Wajah tampak meringis Terputusnya kontinuitas
TD: 100/90 mmHg jaringan payudara kiri
HR:24x/menit dengan O2 ↓
3 Lpm Nyeri
RR: 24x/menit dengan O2
3 Lpm
Nyeri tekan area kepala
(+)

DS:
Klien mengeluh nyeri
pada bagian abdomen,
payudara, punggung dan
kepala
DO: Kanker Payudara Ketidakseimbangan nutrisi
BB : 55 Kg -> 53,8 Kg ↓ kurang dari kebutuhan
dalam 1 minggu Terbentuknya massa tubuh
TB: 153 cm tumor
IMT: 23,3 ↓
Terdapat penurunan BB Peningkatan katabolisme
setiap menyusui ↓
Makanan tidak dihabiskan Lipolisis
Muntah (+) ↓
Diare dengan konsistensi Penurunan BB
hijau kemerahan ↓
Mukositis (+) Kaheksia
Bengkak pada gusi dan ↓
palatum Ketidakseimbangan
Bising 14 usus nutrisi kurang dari
x/menit kebutuhan tubuh
Konjungtiva pucat

DS:
Klien mengeluh mual dan
muntah
Klien mengeluh tidak
nafsu makan

Diagnosa keperawatan

1. Nyeri kronis berhubungan dengan penekanan masa abnormal ditandai


dengan klirn mengeluh nyeri pada abdomen, punggung, payudara dan
kepala, RR 24x/menit, terdapat lesi pada kepala dan payudara, terdapat
pertumbuhan massa abnormal pada payudara, pinggang, punggung,
abdomen dan payudara.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhanberhubungan dengan
ketidakmampuan memasukkan dan mencerna makanan oleh karena faktor
biologis, fisik dan ekonomi serta peningkatan metabolisme yang ditandai
dengan penurunan berat badan, lesi di mukosa mulut, mual dan muntah,
tidak nafsu makan, makanan tidak dihabiskan.
Rencana Asuhan Keperawatan

Nama Pasien : Ny. R Ruangan : Fresia 2 Kamar 8.2


No medrek : Nama mahasiswa : Kelompok 1

No Diagnosa Kriteria Hasil/ Tujuan Intervensi Rasional


Nyeri Kronis NOC: NIC: Manajemen Nyeri, Pemberian
b.d - Tingkat Nyeri Analgesik, Peningkatan Koping,
pertumbuhan - Comfort Level Relaksasi otot Progresif, Monitor TTV,
massa - Nyeri: Respon Psikologis Pengetahuan: Manajemen Nyeri
abnormal Tambahan (Bulechek, Butcher, Dochterman, &
- Nyeri: Efek yang Wagner, 2013)
mengganggu
- Tanda-tanda vital 1) Lakukan pengkajian secara 1) Pengkajian secara komprehensif dapat
(Moorhead, Johnson, Maas, & komprehensif (lokasi, karakteristik, menggambarkan dengan jelas nyeri
Swanson, 2013) durasi, frekuensi, kualitas dan factor yang dirasakan yang selanjutnya
pencetus, factor yang memeprberat dapat membantu dalam menentukan
dan menurunkan nyeri ) intervensi yang tepat.
Setelah dilakukan asuhan 2) Observasi adanya petunjuk 2) Ketidaknyamanan merupakan hal
keperawatan selama 5 x 24 jam, nonverbal mengenai yang bersifat subjektif dan dapat
nyeri kronis pasien berkurang ketidaknyamanan diungkapkan secara verbal mau pun
dengan kriteria hasil: 3) Kolaborasi analgetik untuk non verbal, ketidak nyaman juga
1) Menyatakan rasa nyaman mengurangi nyeri: Parasetamol dapat menimbulkan nyeri semakin
meningkat 3x500 mg terasa. Ketidaknyamanan perlu diatasi
2) Deviasi ringan dari kisaran 4) Gunakan strategi komunikasi sehingga perlu untuk melihat reaksi
nadi, frekuensi pernapasan, terapeutik non verbal dari ketidaknyamanan
suhu, tekanan darah normal 5) Gali pengetahuan dan kepercayaan 3) Parasetamol menghambat sintesis
(Nadi: 60-100 x/menit, RR: pasien tentang nyeri prostalglandin dan memblok impuls
12-20 x/menit, Suhu: 36.5- 6) Kendalikan faktor lingkungan yang nyeri (Farrell, 2016)
37.5, TD: 100-130/70-90) dapat mempengaruhi respon pasien 4) Komunikasi terapeutik dapat
3) Tidak ada gangguan tidur terhadap ketidaknyamanan membantu pasien menjadi lebih
4) Tidak ada gangguan 7) Dukung istirahat/ tidur yang adekuat tenang, dan dapat memberikan makna
konsentrasi 8) Monitor TTV positif dari komunikasi yang terjalin,
5) Tidak ada gangguan hubungan 9) Ajarkan teknik non farmakologi sehingga mampu memberikan
interpersonal (biofeedback, relaksasi, apliaksi intervensi melalui komunikasi
6) Tidak ada ekspresi menahan panas/ dingin, pijatan, terapi 5) Pengetahuan dan kepercayaan klien
nyeri dan ungkapan secara aktivitas, distraksi) tentang nyeri dapat membantu
verbal perawat untuk menentukan intervensi
peka budaya.
6) Lingkungan dan faktor luar dapat
memengaruhi tingkat kenyamanan
pasien, dan lingkungan dapat menjadi
rangsangan dari luar yang
memengaruhi ketidaknyamanan,
sehingga perlu dikendalikan.
7) Tidur dan istirahat dapat
merelaksasikan otot-otot dan
mengurahi jumlah kebutuhan oksigen
serta mengurangi kecemasan,
terutama pada pasien paliatif,
sehingga perlu dianjurkan untuk
meningkatkan istirahat tidur.
8) Tanda-tanda vital merupakan acuan
untuk mengetahui keadaan umum
pasien. Respon pasien dalam
9) Relaksasi distraksi dapat mengurangi
rangsangan nyeri dengan memblok
impuls nyeri

Katidakseimba NOC: NIC: Manajemen Nutrisi (Bulechek,


ngan Nutrisi: - Kesehatan mulut Butcher, Dochterman, & Wagner, 2013)
kurang dari - Nafsu makan
kebutuhan b.d - Keparahan mual dan muntah 1) Kaji status nutrisi pasien dan 1) Dengan mengkaji status nutrisi dan
peningkatan - Status nutrisi: asupan nutrisi kemampuan untuk memenuhi kemampuan untuk memenuhi
metabolisme (Moorhead, Johnson, Maas, & kebutuhan nutrisi. kebutuhan nutrisi kita dapat
Swanson, 2013) menentukan status nutrisi pasien dan
cara untuk memenuhinya.
Setelah dilakukan tindakan 2) Kaji mual dan muntah 2) Mual dan muntah merupakan faktor-
keperawatan selama 5 x 24 jam faktor yang dapat mengurangi nafsu
nutrisi kurang teratasi dengan makan seseorang (Porth, 2002).
kriteria hasil: 3) Lakukan oral hygiene sebelum dan 3) Oral hygiene dapat memaksimalkan
1) Kebersihan dan kesehatan sesudah makan fungsi papil dan indra perasa yang
mulut terjada ditandai dengan selanjutnya juga akan meningkatkan
tidak adanya/ berkurangnya nafsu makan.
mucositis dan sariawan 4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 4) Penentuan jumlah kebutuhan gizi
2) Mampu menghabiskan menentukan jumlah kalori dan jenis penting untuk memenuhu nutrisi
makanan yang diberikan oleh nutrisi yang dibutuhkan pasien, sehingga perlu kolaborasi
ahli gizi 5) Anjurkan pasien untuk makan dengan ahli gizi
3) Tidak ada mual dan muntah sedikit tapi sering
4) Hasil pemeriksaan 6) Kolaborasi dengan dokter untuk 5) Makan sedikit tapi sering dapat
laboratorium yang memberikan obat H2 blocker: mengurangi rangsangan mual dan
menunjukkan status nutrisi Ranitidi 2x1 dan pompa proton muntah karena perut terlalu penuh
dalam rentang normal inhibitor: Omerazole 2x1 ampul IV akibat terlalu banyak makanan yang
(Albumin: 2.4-5.0 g/dL, masuk, selain itu juga makan sedikit
Hemoglobin: 12.3-15.3 d/dL, sering membuat perut trtap terua
Hematokrit: 36-45%) terisi, sehingga tidak menambah
beban sakit jika perut kosong
6) Omeprazole adalah pompa proton
inhibitor untuk mengurangi produksi
asam lambung dan ranitidine
merupakan H2-reseptor
antagonis,bekerja dengan memblok
reseptor H2 pada sel parietal lambung
untuk menghambat produksi asam
lambung
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. 2014. Cancer Facts and Figures 2014. Atlanta:
American Cancer Society

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013).


Nursing Intervention Classification. Langford: Elsevier.

Ahn, J., Schatzkin, A., Lacey, J. V., Albanes, D., Ballard-Barbash, R., Adams, K.
F., … Leitzmann, M. F. (2007). Adiposity, Adult Weight Change, and
Postmenopausal Breast Cancer Risk. Archives of Internal Medicine,
167(19), 2091. https://doi.org/10.1001/archinte.167.19.2091

Chen, W. Y., Rosner, B. a, Hankinson, S. E., Colditz, G. a, & Willett, W. C.


(2011). Moderate Alcohol Consumption During Adult Life, Drinking
Patterns, and Breast Cancer Risk. Journal of American Medical
Association, 306(17), 1884–1890. https://doi.org/10.1001/jama.2011.1590

Chlebowski, R. T., Anderson, G. L., Gass, M., Lane, D. S., Aragaki, A. K.,
Kuller, L. H., … Prentice, R. L. (2013). CLINICIAN ’ S CORNER
Estrogen Plus Progestin and Breast Cancer Incidence and Mortality in
Postmenopausal Women. The Journal of the American Medical
Association, 304(15), 1684–1692. https://doi.org/10.1001/jama.2010.1500

Chlebowski, R. T., Hendrix, S. L., Langer, R. D., Stefanick, M. L., Gass, M.,
Lane, D., … Thomson, C. a. (2003). Influence of estrogen plus progestin
on breast cancer and mammography in healthy postmenopausal women:
The Women ’ s Health Initiative randomized trial. The Journal of the
American Medical Association, 289(24), 3243–3253.

Fadilah, P.N., Astuti, P., Santy, W.H. 2016. Pengaruh Tehnik Relaksasi Hand
Massage terhadap Nyeri Pada Pasien Kanker Payudara di Yayasan Kanker
Indonesia Surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan vol. 9 No 2 hal 221-226

Gøtzsche PC, M Nielsen. 2009. Screening for breast cancer with mammography.
Cochrane Database Syst Rev (4): CD001877.

Hakam, M., Yetti, K., Hariyati, T.S. 2009. Intervensi Spiritual Emotional
Freedom Technique (SEFT) untuk Mengurangi Rasa Nyeri Pasien Kanker

Hemel, D., & Domchek, S. M. (2010). Breast cancer predisposition syndromes.


Hematology/Oncology Clinics of North America, 24(5), 799–814.
https://doi.org/10.1016/j.hoc.2010.06.004
Irvin, W., Muss, H.B., Mayer, D.K. 2011. Symptom Management in Metastasic
Breast Cancer . The Oncologist 16 ; 1203 - 1214

Johnson, K. C., Miller, A. B., Collishaw, N. E., Palmer, J. R., Hammond, S. K.,
Salmon, A. G., … Turcotte, F. (2011). Active smoking and secondhand
smoke increase breast cancer risk: the report of the Canadian Expert Panel
on Tobacco Smoke and Breast Cancer Risk (2009). Tobacco Control,
20(1), e2–e2. https://doi.org/10.1136/tc.2010.035931

Kasih, E., Triharini, M., Kusumaningrum, T. 2012. Progresive Muscle Relaxation


Menurunkan Frekuensi Nyeri pada Penderita Kanker Payudara yang
Menjalani Kemoterapi di POSA RSUD DR.SOETOMO Surabaya

Kemenkes RI. Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara, Komite


Penanggulangan kanker Nasional.

Kodim, Nasrin & Moningkey, Shirley Ivonne. 2004. Epidemiologi Kanker


Payudara. Dalam Nasrin kodim (editor). Himpunan Badan Kuliah
Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. FKM UI.

Komite penanggulan kanker nasional. Panduan penatalaksaan kanker payudara:


kementerian Kesehatan republic Indonesia

Li CI (ed.). 2010. Breast Cancer Epidemiology. New York : Springer.

Lipworth, L., Bailey, L. R., & Trichopoulos, D. (2000). History of Breast-Feeding


in Relation to Breast Cancer Risk: a Review of the Epidemiologic
Literature. Journal of the National Cancer Institute, 92(4), 302–312.
https://doi.org/10.1093/jnci/92.4.302

Luo, J., Margolis, K. L., Wactawski-Wende, J., Horn, K., Messina, C., Stefanick,
M. L., … Rohan, T. E. (2011). Association of active and passive smoking
with risk of breast cancer among postmenopausal women: a prospective
cohort study. BMJ (Clinical Research Ed.), 342.
https://doi.org/10.1136/bmj.d1016

Mardiana L. 2004. Kanker Pada Wanita Pencegahan dan Pengobatan dengan


Tanaman Obat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Michels, K. B., Terry, K. L., & Willett, W. C. (2006). Longitudinal Study on the
Role of Body Size in Premenopausal Breast Cancer. Archives of Internal
Medicine, 166(21), 2395. https://doi.org/10.1001/archinte.166.21.2395

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, e. (2013). Nursing
Outcome Classification. Langford Lane: Elsevier.
Muliawati, Y., Haroen, H., & Rotty, L. W. A. (n.d.). Cancer Anorexia - Cachexia
Syndrome, 154–162.

Narod, S. a. (2010). BRCA mutations in the management of breast cancer: The


state of the art. Nature Reviews Clinical Oncology, 7(12), 702–707.
https://doi.org/10.1038/nrclinonc.2010.166

Narod, S. a. (2011). Hormone replacement therapy and the risk of breast cancer.
Nature Reviews Clinical Oncology, 8(11), 669–676.
https://doi.org/10.1038/nrclinonc.2011.110

Ottini, L., Palli, D., Rizzo, S., Federico, M., Bazan, V., & Russo, A. (2010). Male
breast cancer. Critical Reviews in Oncology/Hematology, 73(2), 141–155.
https://doi.org/10.1016/j.critrevonc.2009.04.003

Panigoro, S., Hernowo, B. S., Purwanto, H., Handojo, Haryono, S. J., Arif, W., …
Boediarja. (2009). Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Komite Penanggulangan
Kanker Nasional., 1, 12–14, 24–26, 45.

Porth, C. M. (2002). Pathophysiology concepts of Altered Health States.


wisconsin: Lippincott Williams & Wilkins.

Ronckers, C. M., Erdmann, C. a., & Land, C. E. (2005). Radiation and breast
cancer: A review of current evidence. Breast Cancer Research, 7(1), 21–
32. https://doi.org/10.1186/bcr970

Roy, R., Chun, J., & Powell, S. N. (2012). BRCA1 and BRCA2: Different roles in
a common pathway of genome protection. Nature Reviews Cancer, 12(1),
68–78. https://doi.org/10.1038/nrc3181

Russo, I. H., & Russo, J. (2011). Pregnancy-induced changes in breast cancer risk.
Journal of Mammary Gland Biology and Neoplasia, 16(3), 221–233.
https://doi.org/10.1007/s10911-011-9228-y

Schedin, P. (2006). Pregnancy-associated breast cancer and metastasis. Nature


Reviews Cancer, 6(4), 281–291. https://doi.org/10.1038/nrc1839

Smeltzer, S.C. & Bare B.G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah edisi 8
volume 1. Jakarta : EGC.

Tjindarbumi. 2010. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya,


Dalam: Deteksi Dini Kanker. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Venkitaraman, a R. (2001). Functions of BRCA1 and BRCA2 in the biological
response to DNA damage. Journal of Cell Science, 114, 3591–3598.

Willkinson, Judith M.(2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosa


Nanda, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC. Ed.9. Jakarta; EGC

Anda mungkin juga menyukai