Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN

POST PARTUM BABY BLUES

OLEH

BAYU ANANTO (1103003)


INDAH NUR SANTI (1103012)
NOVI AYU LESTARI (1103018)

PRODI S1 PROGRAM B STIKES


BETHESDA YAKKUM
YOGYAKARTA
2012
A. Definisi
Postpartum Blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada
tahun 1875 telah menulis refrensi di literature kedokteran mengenai suatu
keadaan disforia ringan pasca-salin yang disebut “ milk fever “ karena gejala
disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini, postpartum blues
atau sering juga disebut maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai
suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama
setelah persalinan atau pada saat fase taking in, cenderung akan memburuk
pada hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam rentang waktu 14
hari atau dua minggu pasca persalinan.
Post partum blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah
melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu sekitar dua hari hingga
10 hari sejak kelahiran bayinya.
Baby blues adalah suatu gangguan psikologis sementara yang ditandai
dengan memuncaknya emosi pada minggu pertama setelah melahirkan. (Saleha,
2009)
Menurut Cunningham (2006), baby blue adalah gangguan suasan hati yang
berlangsung selam 3-6 hari pasca melahirkan.

B. Epidemiologi
Angka kejadian baby blues atau postpartum blues di Asia cukup tinggi dan
bervariasi antara 26-85%, sedangkan di Indonesia angka kejadian baby blues atau
postpartum blues antara 50-70% dari wanita pasca persalinan (Munawaroh, 2008).
Di Indonesia, angka kejadian postpartum blues antara 50-70% wanita
pasca persalinan semula diperkirakan angka kejadiannya rendah dibandingkan
Negara-negara lain, hal ini disebabkan oleh budaya dan sifat orang Indonesia yang
cenderung lebih sabar dan dapat menerima apa yang dialaminya, baik itu
peristiwa yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Namun hasil
penelitian yang dilakukan di DKI Jakarta oleh dr. Irawati Sp.Kj menunjukkan
25% dari 580 ibu yang menjadi respondennya mengalami sindroma ini. Dan dari
beberapa penelitian yang telah dilakukan di Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya,
ditemukan bahwa angka kejadiannya 11-30 %
C. Penyebab
Penyebab pasti belum diketahui secara pasti, namun banyak faktor yang
diduga berperan dapat menyebabkan post partum blues, diantaranya :
1. Faktor hormonal
yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesterone, prolaktin
dan ekstradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat
berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen
memiliki efek supresi aktivitas enzim monoamine aksidase yaitu suatu
enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang
berperan dalam perubahan mood dan depresi.
2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3. Pengalaman dalam proses persalinan
4. Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status perkawinan,
kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan jiwa sebelumnya, social
ekonomi serta keadekuatan dukungan social dari lingkungan (suami, keluarga
dan teman). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami,
keluarga dan teman memberikan dukungan moril (misalnya dengan membantu
pekerjaan rumah tang selama atau berperan sebagai tempat ibu
mengadu/berkeluh-kesah) selama ibu menjalani kehamilannya atau timbul
permasalahan misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti
perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan
orangtua dan mertua, problem dengan si sulung.
5. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
Ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa postpartum blues tidak
berhubungan dengan perubahan hormonal, biokimia atau kekurangan gizi.
Antara 8 % sampai 12 % wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai
orang tua dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari bantuan dokter.
Dengan kata lain para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi
postpartum jika mereka tertekan secara sosial dan emosional serta baru saja
mengalami peristiwa kehidupan yang menekan
.
D. Patofisiologi
E. Tanda dan gejala
1. Cemas tanpa sebab
2. Menangis tanpa sebab
3. Tidak percaya diri
4. Tidak sabar
5. sensitif, mudah tersinggung
6. merasa kurang menyayangi bayinya
7. tidak memperhatikan penampilan dirinya
8. kurangnya menjaga kebersihan dirinya
9. timbul gejala fisik (kesulitan bernafas, berdebar-debar)
10. ibu merasa kesedihan, kecemasan yang berlebihan
11. ibu merasa kurang diperhatikan oleh suami ataupun keluarga

F. Pencegahan
1. Anjurkan ibu untuk merawat dirinya, yakinkan pada suami atau keluarga
untuk selalu memperhatikan si ibu.
2. Makan makanan seimbang.
3. Olahraga secara teratur.
4. Meminta bantuan pada keluarga atau suami untuk merawat ibu dan
bayinya.
5. Rencankan acara keluar bersama bayi berdua dengan suami.
6. Rekreasi.

G. Pemeriksaan diagnostic
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara
langsung post partum blues. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa
symtom yang tampak dapat disimpulkan sebagai gangguan depresi post partum
blues bila memenuhi kriteria dan gejala yang ada. Kekurangan hormone thyroid
yang ditemukan pada individu yang mengalami kelelahan luar biasa (fatique)
ditemukan juga pada ibu yang mengalami post partum blues mempunyai jumlah
kadar thyroid yang sangat rendah.
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan
acuan pelayanan pasca persalinan yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat
dipergunakan beberapa kuesioner dengan alat bantu. Endinburgh Postnatal
Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validasi yang teruji yang
dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca
persalinan. Pertanyaan - pertanyaan berhubungan dengan labilitas
perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang
terdapat pada post partum blues. Kuesiner ini terdiri dari 10 pertanyaan, dimana
setiap pertanyaan memiliki 4 pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan
harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca
salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata rata dapat
diselesaikan dalam waktu 5 menit, nilai scoring lebih besar 12 memiliki
sensitifitas 86 % dan nilai prediksi positif 73 % untuk mendiagnosis psot partum
blues. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila
hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 minggu kemudian.

H. Penatalaksanaan
1. Dengan cara pendekatan komunikasi teraupetik
Tujuan dari komunikasi teraupetik adalah menciptakan hubungan baik antara
bidan dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara :
a. Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi.
b. Dapat memahami dirinya
c. Dapat mendukung tindakan konstruksi
2. Peningkatan support mental/dukungan keluarga dalam mengatasi gangguan
psikologis yang berhubungan dengan masa nifas dalam menjalani adaptasi
setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase, sebagai berikut :
a. Fase taking in yaitu periode ketergantungan yang berlangsung pada hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu focus
perhatian ibu hanya pada dirinya sendiri, pengalaman selama proses
persalinan sering berulang-ulang diceritakannya. Hal ini membuat
cenderung ibu menjadi pasif terhadap lingkungannya.
b. Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah
persalinan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidak mampuannya
dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Pada fase ini ibu karena
saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai
penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga timbul percaya diri.
c. Fase letting go, merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah
dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya sudah meningkat.
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
Pengkajian klien post-partum blues menurut Bobak (2004) dapat dilakukan
pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang baru. Pengkajiannya meliputi :
1. Identitas klien
2. Data diri klien meliputi: nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical
record, dan lain-lain.
3. Dampak pengalaman melahirkan;
4. Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses
kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam
upaya retropeksi diri (Kondrat, 1987). Selama hamil ibu dan pasangannya
mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang kelahiran anak
mereka, hal-hal yang mencakup kelahiran pervaginam dan beberapa intervensi
medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari
yang diharapkan (misalnya induksi, anastesi epidural, kelahiran sesar), orang
tua bisa merasa kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah
direncanakan sebelumnya. Apa yang dirasakan orang tua tentang pengalaman
melahirkan sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk
menjadi orang tua.
5. Citra diri ibu
Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri. Citra tubuh dan seksualitas
ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa
nifas dapat mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam menjadi orangtua.
Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat mempengaruhi seksualitasnya.
Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan penyesuaian perilaku seksual
setelah seringkali menimbulkan kekahwatiran pada orang tua baru. Ibu
yang melahirkan bisa merasa enggan untuk memulai hubungan seksual
karena merasa takut nyeri atau takut bahwa hubungan seksual akan
menganggu penyembuhan jaringan perineum.
6. Interaksi Orang Tua – Bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi
interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran
anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladaptive. Baik ibu maupun
ayah menunjukan kedua jenis perilaku. Banyak orang tua baru mengalami
kesulitan untuk menjadi orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka
membaik. Kualitas keibuan atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu
perawatan dan perlindungan anak. Tanda-tanda yang menunjukan ada
atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera setelah ibu melahirkan, saat
orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan proses untuk
menegakkan hubungan mereka.
7. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif
Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua
terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dengan keterbatasan kemampuan
mereka, respon social yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua
menunjukan perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena
kehadiran bayinya dank arena tugas-tugas yang diselesaikan untuk dan
bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui
ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan kemudian menenangkan bayinya
dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa tingkat
kelelahan bayi. Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orangtua tidak
sesuai dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan
dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi-bayi ini cendrung akan dapat
diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik untuk melihat anaknya.
Tugas merawat anak seperti memandikan atau menganti pakaian dipandang
sebagai sesuatu yang menyebalkan. Orang tua tidak mampu membedakan
cara berespon terhadap tanda yang disampaikan oleh bayi, seperti rasa lapar,
lelah keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk dipeluk dan melakukan
kontak mata, tampaknya sukar bagi mereka untuk menerima anaknya sebagai
anak yang sehat dan gembira.
8. Struktur dan Fungsi Keluarga
Komponen penting lain dalam pengkajian pasa pasien post aprtum blues ialah
melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap
perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan
pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan anak-anak lain. Perawat/bidan
dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan
mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga
dan membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut
sebelum keluar dari rumah sakit.
Sedangkan pengkajian dasar data klien menurut Doengoes (2001) adalah :
1. Aktivita /istirahat insomnia mungkin teramati.
2. Sirkulasi: episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
3. Integritas Ego: peka rangsang, takut/menangis (sering terlihat kira-kira 3
hari setelah kelahiran).
4. Eliminasi: dieresis diantara hari ke-2 dan ke-5.
5. Makanancairan: kehilangan nafsu makam mungkin dikeluhkan hari-hari ke-3.
6. Nyeri/ketidaknyamanan: nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi
diantara hari ke-3 sampai ke-5 pascapartum.
7. Seksualitas: uterus 1 cm diatas umbilicus pada 12 jam pertama setelah
kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar jari setiap harinya. Lokhea rubra
berlanjut sampai hari ke-2 dan ke-3 berlanjut menjadi lokhea serosa dengan
aliran tergantung pada posisi (misalnya rekumben versus ambulasi berdiri)
dan aktivitas (misalnya menyusui). Payudara; produksi kolostrum 48 jam
pertama, berlanjut pada susu matur biasanya pada hari ke-3, mungkin lebih
dini, tergantung kapan menyusui dimulai.

Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis
edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
2. Resiko gangguan proses menyusui berhubungan dengan tingkat
pengetahuan pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan,
struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
3. Resiko terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan
pengaruh komplikasi fisik dan emosional.
4. Resiko perubahan emosional yang tidak stabil pada ibu berhubungan dengan
ketidakefektifan koping individu
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan psikologis
(sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses
persalinan dan kelahiran melelahkan.
6. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang paparan informasi, kesalahan interprestasi,
tidak mengenal sumber-sumber.
7. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan
kecukupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas adaptif
memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
Perencanaan keperawatan
1. Nyeri akut/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis
edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
Tujuan: Mengidentifikasi kebutuhan dan mengunakan intervensi untuk
mengatasi ketidaknyamanan.
Intervensi Keperawatan :
a. Tentukan adanya, lokasi dan sifat ketidaknyamanan.
R/ Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan khusus dan intervensi yang
tepat.
b. Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi.
R/ Dapat menunjukan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan
terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi / intervensi lanjut.
c. Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama
setelah melahirkan.
R/ Memberi anesthesia lokal, meningkatkan vasokontriksi, dan
mengurangi edema dan vasodilatasi.
d. Berikan kompres panas lembab ( misalnya : rendam duduk / bak
mandi ).
R/ Meningkatkan sirkulasi pada perineum, meningkatkan oksigenasi
dan nutrisi pada jaringan, menurunkan edema dan meningkatkan
penyembuhan.
e. Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan
episiotomy.
R/ Pengunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan stress dan
tekanan langsung pada perineum.
f. Kolaborasi dalam pemberian obat analgesic 30-60 menit sebelum
menyusui.
R/ Memberikan kenyamanan, khususnya selama laktasi, bila afterpain
paling hebat karena pelepasan oksitoksin.
2. Resiko gangguan proses menyusui berhubungan dengan tingkat
pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan,
struktur / karakteristik fisik payudara ibu.
Tujuan: Mengungkapkan pemahaman tentang proses / situasi menyusui
mendemonstrasikan teknik efektif dari menyusui, menunjukan kepuasan
regimen menyusui satu sama lain.
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui
sebelumnya
R/ Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan
mengembangkan rencana perawatan.
b. Tentukan system pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap
pasangan / keluarga.
R/ Mempunyai dukungan yang cukup meningkatkan kesempatan
untuk pengalaman menyusui dengan berhasil.
c. Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan
keuntungan menyusui, perawatan putting dan payudara, kebutuhan
diet khusus, dan factor-faktor yang memudahkan atau menganggu
keberhasilan menyusui.
R/ Membantu menjamin suplai susu adekuat, mencegah putting
pecah dan luka, memberikan kenyamanan, dan membuat peran ibu
menyusui.
d. Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik-teknik menyusui
R/ Posisi yang tepat biasanya mencegah luka putting tanpa
memperhatikan lamanya menyusui.
e. Identifikasi sumber-sumber yang tersedia di masyarakat sesuai
indikasi misalnya ; program kesehatan ibu dan anak ( KIA ).
R/ Pelayanan ini mendukung pemberian ASI melalui pendidikan
klien dan nutrisional.
3. Resiko terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan
pengaruh kompliksi fisik dan emosional.
Tujuan : Mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi orang
tua, mendiskusikan peran menjadi orang tua secara realistis, dan secara
aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat.
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji kekuatan, kelemahan, usia , status perkawianan, ketersediaan
sumber pendukung dan latar belakang budaya.
R/ Menidentifikasi factor-faktor resiko dan sumber–sumber pendukung,
yang mempengaruhi kemampuan klien / pasangan untuk menerima
tantangan peran menjadi orang tua.
b. Perhatikan respon klien/pasangan terhadap kelahiran dan peran
menjadi orang tua.
R/ Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk menjadi
orang tua mungkin dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan kuat.
c. Evaluasi sifat dari menjadi orang tua secara emosi dan fisik yang
pernah dialami klien/pengalaman selama kanak-kanak.
R/ Peran menjadi orang tua dipelajari, dan individu memakai peran
orang tua mereka sendiri menjadi model peran.
d. Tinjau ulang catatan intrapartum terhadap lamanya persalionan,
adanya komplikasi dan peran pasangan pada persalinan.
R/ Persalinan lama dan sulit, dapat secara sementara menurunkan
energy fisik dan emosional yang perlu untuk mempelajari peran
menjadi ibu dan dapat secara negative mempengaruhi menyusui.
e. Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini dan kejadian komplikasi
prenatal, intranatal dan pascapartal.
R/ kejadian seperti persalinan praterm, hemoragi, infeksi,atau
adanya komplikasi ibu dapat mempengaruhi kondisi psikologis klien.
f. Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan dengan staf
perawatan sesuai dengan indikasi.
R/ Ibu sering mengalami kesedihan karena mendapati bayinya tidak
seperti bayi yang diharapkan.
g. Pantau dan dokiumentasikan interaksi klien/pasangan dengan bayi.
R/ Beberapa ibu atau ayah mengalami kasih saying bermakna pada
pertama kali; selanjutnya, mereka dikenalkan pada bayi secara
bertahap.
h. Anjurkan pasangan untuk mengunjungi dan mengendong bayi dan
berpartisipasi terhadap aktifitas perawatan bayi sesuai izin.
R/ Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah perasaan putus
asa.
i. Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko
tinggi terhadap masalah menjadi orang tua atau bila ikatan positif
diantara klien/pasanngan dan bayi tidak terjadi.
R/ perilaku menjadi orang tua yang negative dan ketidakefektifan
koping memerlukan perbaikan melalui konseling, pemeliharaan atau
bahkan psikoterapi yang lama.

4. Resiko perubahan emosional yang tidak stabil pada ibu berhubungan


dengan ketidakefektifan koping individu
Tujuan : Mengungkapkan ansietas dan respon emosional,mengidentifikasi
kekuatan individu dan kemampuan koping pribadi, mencari sumber-
sumber yang tepat sesuai kebutuhan.
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji respon emosional klien selama prenatal dan periode inpartum dan
persepsi klien tentang penampilannya selama persalinan.
R/ Terhadap hubungan langsung antara penerimaan yang positif akan
peran feminism dan keunikan fungsi feminism serta adaptasi yeng
psositif terhadap kelahiran anak, menjadi ibu, dan menyusui.
b. Anjurkan diskusi oleh klien / pasangan tentang persepsi pengalaman
kelahiran.
R/ Membantu klien/pasangan bekerja melalui proses dan memperjelas
realitas dari pengalaman fantasi.
c. Kaji terhadap gejala depresi yang fana ( perasaan sedih pascapartum ),
pada hari ke-2 sampai ke-3 pasca partum ( misalnya, ansietas,
menangis, kesedihan, konsentrasi yang buruk, dan depresi ringan atau
berat ).
R/ Sebanyak 80 % ibu-ibu mengalami depresi sementara atau
perasaan emosi kecewa setelah melahirkan.
d. Evaluasi kemampuan koping masa lalu klien, latar belakang budaya,
system pendukung, dan rencana untuk bantuan domestic pada saat
pulang.
R/ Membantu dalam mengkaji kemampuan klien untuk mengatasi
stress.
e. Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk
membantu klien mempelajari peran baru dan strategi untuk koping
terhadap bayi baru lahir.
R/ Keterampilan menjadi ibu/orang tua bukan secara insting tetapi
harus dipelajari.
f. Anjurkan pengungkapan raa bersalah, kegagalan pribadi, atau keragu-
raguan tentang kemampuan menjadi orang tua.
R/ Membantu pasangan mengevaluasi kekuatan dan area
masalah secara realistis dan mengenali kebutuhan terhadap bantuan
professional yang tepat.
7. Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok
pendukungan menjadi orang tua, pelayanan social, kelompok
komunitas, atau pelayanan perawat berkunjung.
R/ Kira-kira 40% wanita dengan depresi pasca partum ringan
mempunyai gejala-gejala yang menetap sampai 1 tahun dan dapat
memerlukan evaluasi lanjut.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan psikologis
(sangat gembira, ansietas dan kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses
persalinan dan kelahiran melelahkan.
Tujuan : Menidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan
yang diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga baru,
melaporkan peningkatan rasa sejaterah dan istirahat.
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat.
R/ Persalinan atau kelahiran yang lama dan sulit, khususnya bila ini
terjadi malam meningkatkan tingakt kelelahan
b. Kaji faktor-faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat.
R/ Membantu meningkatkan istirahat, tidur dan relaksasi dan
menurunkan rangsangan.
c. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur/istirahat setelah
kembali ke rumah.
R/ Rencana yang kreatif yang membolehkan unruk tidur dengan bayi
lebih awal serta tidur siang membantu untuk memenuhi kebutuhan
tubuh.
d. Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada suplai
ASI.
R/ Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai ASI,
dan penurunan reflex secara psikologis.
e. Kaji lingkungan rumah, dan bantuan di rumah.
R/ Multipara dengan anak dirumah memerlukan tidur lebih
banyak dirumah sakit untuk mengatasi kekurangan tidur dan
memenuhi kebutuhannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo T. (2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta: Gaya Baru.
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad (1994), Obstetri Patologi, Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK Unpad, Bandung.

Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri.


Jakarta: EGC.

Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2004). Buku Ajar : Keperawatan maternitas edisi -


4. Jakarta: EGC.

Hanifa Wikyasastro. (1997), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawiroharjo, Jakarta.

Hacker Moore (1999), Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C.Geissler (2000),


Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.

Ngastiyah. (1997), Pedoman Anak Sakit. EGC, Jakarta. Sacharin Rosa M. (1996).
Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa: Maulanny R.F. EGC,
Jakarata

Anda mungkin juga menyukai