Anda di halaman 1dari 20

A.

PENDAHULUAN

Dalam komunikasi sehari-hari sangat sering kita mendengar

ungkapan 'pakai logika ' yang dituturkan, baik oleh penutur maupun mitra

tutur. Ungkapan ter sebut menunj ukkan bahw a para pemakai bahasa

menyadari sepenuhnya pentingnya aspek logika dalam proses berbahasa.

Namun demikian, fakta-fakta pemakaian bahasa menunj ukkan bahw a

aspek logika ini sering diabaikan. Sekadar menye but salah satu contoh,

yaitu dalam pemakaian bahasa Indonesia dikenal ungkapan ke tinggalan

ke re ta api, sedangkan dalam bahasa Inggris untuk menye but

maksud yang sama digunakan ungkapan miss the train 'gagal

mengej ar kereta api '. Secara logika, ungkapan ke tinggalan kereta api

mencerminkan kepasifan, sedangkan dalam ungkapan miss the train,

tergam bar suatu usaha aktif.

Manusia mengg unakan bahasa untuk berkom unikasi. Bahasa

mengand ung informasi yang mempunyai arti tertentu. Bahasa tidak

hanya digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain, tetapi j ug a

kepada diri sendiri ( se lf talk) dan j u g a k e p a d a p e n c i p t a , bagi

yang percaya. Logika mer upakan prinsip berpikir yang dapat digunakan

untuk menentukan benar salahnya sesuatu. Logika ti dak melulu digunakan

pada matematika, teknik, maupun sains. Dal am bahasa sehari-hari pun

kita dituntut untuk ber bahasa deng an logika. Hal ini penting untuk

menghindari kesesatan (fallacy) dalam berpikir .

1
Logika dalam bahasa diperlukan untuk mem buat argumen yang

logis. Argumen tersusun dari premis-premis. Dalam kaitannya dengan

bahasa, premis muncul dalam kalimat atau j uga frase. Logika berg una

untuk menjem batani antara satu premis deng an premis yang lain, serta

mem bentuk kesimpulan. Dalam konteks itulah aspek logika menj adi

penting.

B. PEMBAHASAN

1. Ba h asa dan L ogika

Dalam kehidupan manusia bahasa bukan hanya berfungsi sebag ai

alat komunikasi saja, melainkan juga menyertai proses berpikir manusia

dalam usaha memahami dunia luar, baik secara objektif maupun secara

imajinatif. Oleh karena itu, selain memiliki fungsi komunikatif, bahasa

j uga memiliki fungsi kognitif dan emotif (Kaelan, 1998: 17). Dalam

kaitan dengan ini, Aminudd in (1988:36) memp ertanyakan, bagaimana

kem ungkinan hubungan antara bahasa deng an pikiran manusia

dalam upaya manusia memahami realitas secara benar.

Hubungan antara pikiran dengan bahasa merupakan hubungan dua

arah, yakni bahasa memengaruhi pikiran dan demikian j uga pikiran

memengaruhi bahasa. Hubungan antara bahasa dengan pikiran

melibatkan banyak faktor dan terj alin sangat rumit (Fenigan dan Besniar,

1993). Kegiatan berpikir diwujudkan dalam tiga tindak penalaran, yakni

tindak pemahaman sederhana , penyusunan afirmasi/negasi, dan

2
penyusunan simpulan. Tindak penyusunan simpulan merupakan tindak

penalaran yang didasarkan kebenaran yang tel ah diketahui sebelumnya

( lama) untuk memperoleh pengetahuan baru. Berdasarkan pandang an

itu, dapat dikatakan bahw a bahasa lisan atau tulis merupakan wahana

untuk mew adahi penalaran penuturnya.

Secara etimologis, logika berasal dari kata Yunani 'logos' yang

berarti kata, ucapan, pikiran secara utuh, atau bisa j uga berarti ilmu

pengetahuan. Dalam arti luas, logika adalah suatu cabang ilmu yang

mengkaji penurunan-penurunan kesimpulan yang sahih ( valid, correct)

dan yang tidak sahih ( tidak valid, incorrect) . Proses berpikir yang

terj adi di saat menurunkan atau menarik kesimpulan dari pernyataan-

pernya taan yang diketahui benar atau dianggap benar itu biasanya

disebut deng an penalaran ( reasoning) .

Logika , penalaran, dan argumen tasi sangat sering digunakan di

dalam kehid upan nyata sehari-hari. Karenanya, mempelaj ari logika

sangat berg una bagi siapa saja, karena di samping dapat

meningka tkan daya nalar, namun dapat langsung diaplikasikan di

dalam kehid upan nyata sehari -hari terutama dalam proses kom unikasi

dengan bahasa sebagai med iumnya.

Persoalan yang mend asar adalah bag aimana kegiatan benalar atau

berpikir manusia itu dapat dikomunikasikan kepada orang lain dan dapat

mew akili kebanaran isi pikiran manusia ( Kaelan, 1998:17) . Dalam

3
pengertian ini, maka peranan bahasa di dalam logika menj adi

sangat penting. Kegiatan penal aran manusia sebagaimana dijelasakan

adalah kegiatan berpikir. Ad apun bentuk-bentuk pemi kiran dari

yang paling sederhana adalah sebagai berikut: pengertian atau konsep,

proposisi atau pernya taan, dan penalaran atau r easoning .

Korelasi yang kuat antara logika dalam terma pro ses berpikir atau

bernalar deng an bahasa membawa Wha rf pada suatu kesimpulan bahwa

masalah pikiran dan ber pikir pada masyaraka t asli ( native

community ), bukanlah semata-mata masalah psikologis, melainkan

sebagian besar mer upakan masalah kultural yang disebut bahasa dan

pend ekatannya dapat melal ui pend ekatan ilmu bahasa ( Wha rf

dalam Hymes, ed., 1966:129 ) .

Bahasa digunakan oleh masyaraka t dan masyaraka t adalah

individ u yang memiliki sistem sosial dan kebudayaan yang dianut

ataupun dikembangkan dalam kehid upannya. Struktur bahasa mer upakan

cermin pandang an hidup. Atau, bahasa cermin kebudayaan. Karena itu,

benarlah, ungkapan yang menyatakan ''bahasa menunj ukkan bangsa '' atau

pernya taan Wittgens tein dalam Suriasumantri, 1990:171 bahw a ''Die

Grenze n me iner Spr ache bedeuten d ie Grenze n me iner Welt ''

( batas bahasaku adalah batas duniaku) .

Keunikan manusia sebenarnya bukanlah terletak pada

kemampuan berpikirnya, melainkan terletak pada kemampuannya

4
ber bahasa Suriasumantri, 1990:171 . Tanpa kemampuan ber bahasa,

maka kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak mungkin dapat

dilakukan. Oleh karena itu, kerapihan berbahasa pada dasarnya j uga

menunj ukkan kerapihan dalam berpikir.

Dalam praktik ber bahasa Indonesia j uga haruslah mencerminkan

hal itu. Pemakaian bahasa Indonesia yang cenderung t idak terpola dan

terkesan menunj ukkan peril aku 'menerabas ' pada dasarnya

mer upakan cermin dari kurang terpolanya penalaran pengg unanya,

cermin dari keka cauan logika. Frans Magnis-Suseno ( 2003) dalam

pengama tannya terhad ap pemakaian bahasa Indonesia terutama di

kalangan pej abat mer upakan akibat malas berpikir. Sementara itu,

dalam pengama tan Kleden ( 2003) , perkem bang an semantik kosa kata

Indonesia sangat kaya, namun secara sintaksis sangat kacau. Yang

harus dibang un ialah keseim bangan semantik dengan sintaksis yang

memad ai. Juga pentingnya peng uasaan bahasa asing, karena seorang

biling ual akan mampu mengg unakan bahasa Indonesia dengan baik

dibanding kan deng an seorang monoling ual ( Kleden, 2003) . Tentang

lemahnya kemampuan ber bahasa di kalangan terdidik, Darj owidjojo

( 2004:346) melihat ''amburad ulnya' ' ber bahasa sebagai cerminan

amburad ulnya pola pikir. Lebih lanjut, ia menginga tkan bahw a

''logika atau nalar tidak ada dalam bahasa, logika terletak pad a

pemakai bahasa ''.

5
Kalau kita mencerma ti pemakaian bahasa ' Tolong ya, belikan

saya obat pe lega pol usi tenggor akan dulu! '. Apa yang salah

dengan bentuk kebahasa an ini? Kalau dinalar dengan cermat,

apakah sesungguhnya yang hend ak 'd ilegakan '? Jawabnya tentu

'tenggor akan ', bukan 'pol usi tenggor akan '. Tenggorakan akan

menj adi lega karena dihilangkan 'pol usinya '. Maka, kebahasaan yang

nalarnya benar adalah ‘obat pe lega tenggor akan ', bukan ‘obat pe lega

pol usi tenggor akan '.

Kalau bentuk terakhir yang dipaksakan, artinya yang dibuat lega

adalah 'pol usi tenggor okannya ', bukan 'tenggor akannya '. Artinya pula,

'tenggor okan ' akan tetap dibiarkan sakit karena 'pol usi tenggor akannya '

j ustru menj adi lega, alias bisa berlama-lama ber sarang di

tenggorakan. Jadi, sebenarnya di sini terdapat persoalan nalar,

persoalan logika dalam ber bahasa Indonesia.

Perhatikan pula bentuk berikut, 'Kual itas dan kepuasan And a

adalah tujuan kami '. Sekalipun kesannya indah, bentuk kebahasa an ini

kurang cermat nalarnya. Bentuk itu dapat disempurnakan penalarannya

menj adi, 'Kualitas pelayanan kami menj amin kepuasan Anda ', atau

dapat j uga diubah menj adi ''Kepuasan Anda d ijamin oleh kual itas

pe layanan kami '.

Satu lagi bentuk kebahasa an yang sangat sering ditemukan dalam

rapat di kantor, di kampus, atau di tempat-tempat kerj a lain, yakni

6
‘Kepada Bapak X, waktu dan tempat kami persilakan'. Ada j uga yang

meng ubah menj adi, ‘waktu dan tempat kami pe rsilakan kepada

Bapak X '. Sekalipun sudah dibalik susunannya, tetap saja kalimat itu

salah dalam dimensi nalarnya.

Contoh-contoh yang dikemukakan di atas hanyal ah beberapa dari

banyak contoh pengg una an bahasa Indonesia oleh masyaraka t

pengg unanya yang mencerminkan keka cauan logika. Dalam praktik

ber bahasa Indonesia sejogyanyalah memperhitungkan aspek

penalarannya. Deng an menco ba selalu cermat dalam mengg unakan

bahasa , kita sebenarnya diaj ak untuk berlatih menj adi orang yang selalu

mengg unakan logika berpikir, dan deng an begitu kita telah berlatih pula

mengg unakan bahasa Ind onesia secara nalar.

2. Ba h asa dan Kem am p u an Berpikir

Fungsi bahasa yang terutama adalah sebagai alat kom unikasi atau

sebagai med ia dalam penyampaian informasi. Pemakaian bahasa yang

kurang akurat, baik kosakata maupun struktur kalimat, menye babkan

pula kurang akuratnya informasi yang disampaikan. Dal am hal demikian,

dapat terj adi salah pengertian di antara pem bicara dan pendengar atau di

antara penulis dan pem bicara. Banyak informasi yang hilang akibat

kurang nya penguasaan bahasa.

Di samping sebagai alat kom unikasi, bahasa j uga berfungsi

sebagai alat berpikir dan bernalar. Tanpa bahasa , berpikir dapat

7
mengalami hambatan. Dengan kata lain, proses berpikir dapat menj adi

lambat atau terham bat sama sekali. Berpikir adalah perilak u

simbolik dari bahasa ( Gray, dalam Skinner, 1977:528) meskipun diakui

oleh Gray bahw a tidak semua perilak u simbolik bahasa adalah

berpikir. Selanjutnya Gray mengatakan bahw a bahasa digunakan dalam

dua cara, yaitu untuk berkom unikasi dengan orang lain dan berbicara

dengan diri sendiri mengenai tempat, orang-o rang, benda-benda , dan

peristiwa yang tidak hadir pada waktu, tempat, atau keduanya. bahasa

adalah suatu j enis atau tipe perilak u yang besar dalam hal kata

bereaksi terha dap tempat, orang-orang, bend a-bend a, dan peristiwa,

baik hadir maupun absent di tempat kita bera da. Gray menyebutkan

sebag ai perilak u berpikir. Ia dapat terbentang dari deskripsi yang

sederhana mengenai peristiwa masa lalu, tempat atau bend a yang terletak

amat j auh. Pendeskripsian bahasa mengenai peristiwa masa lampau dan

kond isi absennya mengenai hal -hal yang dibicarakan mem ungkinkan

orang dapat mengama ti hubungan hubungan sebab dan akibat, dan

dapat meramalkan akibat dan dapat mengama ti efek dan

menyimpulkan penyebabnya. Pred iksi dan kesimpulan adalah bentuk

tertinggi dari perilak u bahasa.

Dikatakan oleh Gray, penalaran adalah kata yang digunakan untuk

mendeskripsikan pengenalan mental tentang hubungan-hubungan sebab

dan akibat. Penelitian adalah kriteria dari penalaran yang baik.

Dalam hubungan ini, pi kiran kreatif adalah pred iksi dan atau penarikan

8
kesimpulan mengenai hal-hal yang baru, asli ori sinil , dan tidak biasa.

Pemikir-pemikir bar u, prediksi bar u, dan penarikan kesimpulan bar u.

Dalam hubungan ini, Gray ( dalam Skinner, 1977:529) mengatakan

bahwa dalam pemecahan masalah terdapat kerangka atau pola

dalam pemikiran kreatif dan penalaran yang langsung. Keada an tegang

diciptakan oleh kegiatan dan dorong an yang tidak memuaskan untuk

melatih usahanya yang paling besar dan mengg unakan teknik teknik

bahasanya yang paling baik dalam hal pengama tan, prediksi, dan

penarikan kesimpulan untuk mengontrol kesulitan-kesulitan yang

mengham bat kemaj uan ke arah tujuan pemuasan keinginan.

Keberhasilan pemecahan masalah dan keberhasilan dalam hidup adalah

identik. Kebudayaan itu sendiri merupakan rekaman tentang bagaimana

nenek moyang kita memecahkan berbag ai masalah. Dan, pemecahan

masalah itu sendiri mengg unakan logika dengan bahasa sebagai alat

ekspresinya. Manusialah yang paling banyak berkepenting an dalam

pengg una an bahasa kalimat dalam sistem pengem bangan

pengaplikasian terhad ap pemecahan masal ah. Untuk hal ini,

bukanlah bahasa itu sendiri yang memungkinkan manusia untuk

mengontrol masalah di lingkungannya, melainkan j uga cara ia

mengg unakan bahasanya. Dua orang yang sama kapasitasnya dalam

mengg unakan bahasa, bel um tentu sama kemampuannya dal am

memecahkan masalah. Jadi, seseorang dapat saja memiliki bahasa yang

lebih baik, namun kemampuan memecahkan masalah kurang sebagai

9
akibat dari lemahnya kemampuan mereka dalam berpikir berd asarkan pad a

metode ilmiah.

Dari uraian yang dikemukakan oleh Gray di atas dapatlah

disimpulkan bahw a dalam pemecahan masalah, peranan bahasa sangat

dominan. Demikian pula, berpikir ilmiah mer upakan pengg una an bahasa

secara efektif. Artinya, berpikir atau bernal ar, baik secara deduktif

maupun induktif dibutu an pengg unaan bahasa sebagai medi umnya.

3. Pera n an L ogika dalam Men ghindari Kesesat an Berpikir

Tugas logika ialah menyiapkan sarana untuk melakukan

penalaran yang sahih atau tepat. Dalam kenyataan, baik dalam kehid upan

akademis maupun perg aulan sehari-hari, sering sekali terj adi penalaran

yang tidak sahih. Penalaran yang tidak sahih atau tidak tepat itulah yang

dinamakan penalaran yang sesat atau kesesatan fallacy.

Kesesatan dalam penal aran dapat diakibatkan bahasa dalam

pem bentukan term dan proposisi Kaelan, 1998 . Kata-kata dalam bahasa

dapat memiliki arti yang ber beda-bed a, dan setiap kata dalam

sebuah kalimat mempunyai arti yang sesuai dengan arti kalimat yang

bersangkutan. Maka meskipun kata-katanya sama, dalam kalimat yang

ber beda dapat menim bulkan makna yang ber bed a. Hal yang sama dapat

dijumpai dalam sebuah kalimat. Sebuah kalimat dengan struktur

sintaksis tertentu dapat mempunyai arti yang gand a, dan arti kalimat j uga

10
tergantung pada kontek snya, sehingg a arti kalimat yang sama dapat

bervariasi dalam konteks yang berbed a.

Berkaitan dengan kontek s dalam pemahaman makna bahasa ini,

( Seelye 1994:1) mengemuka kan bahwa konteks merupakan hal

pokok dalam kaitan dengan pemaha man atas apa yang dituturkan

orang dalam peristiwa komunika si. Lebih lanjut dicontohkan Seelye,

jika seseorang mengatakan misalnya ''Mari pergi ke McDonald

untuk segelas mil kshake '', makn a atas tuturan ini hanya j elas j ika kita

membuat asumsi tertentu tentang kontek s dari per nyataan ter sebut.

Sebagai contoh , kita mungkin bera sumsi bahwa pembica ra menga cu

pada restoran McDo nald dan bukannya John McDonal d, yang

meng acu pada nama seorang rekan kerj a, mi salnya. Dar i contoh

ini dapat dipahami bahwa tanpa pemahaman kontek s, maka mak na

sebuah tuturan akan sulit dipahami .

Dengan demikian, kesesatan karena bahasa sangat berpotensi

terj adi dalam kegiatan ber bahasa atau berkomu nikasi. Jenis

kesesatan karena bahasa (semantik) antara lain (a) kesesatan term ekuivok,

(b) kesesatan amfiboli, (c) kesesatan komposisi, dan (d) kesesatan dalam

pem bagian, dan (e)kesesatan aksentuasi (Anonim, 2013). Penjelasan kelima

jenis kesesatan tersebut sebagai berikut:

1) Kesesatan term ek uivok. Kata yang digunakan mempunyai arti

lebih dari satu, sehingga pena fsirannya juga berbeda.

11
Contoh:

M alang itu kota yang indah

Orang miskin bernasib malang.

Jadi: orang miskin bernasib indah

Bulan bersinar di langit

Bulan itu 30 har i

Jadi: 30 har i bersinar, di langit

2) Kesesatan amfiboli. Kesesatan ini terjadi karena struktur

kalimat dibuat sedemikian rupa sehingga dapat ditafsirkan ganda:

Contoh:

(dari iklan di media massa) ''Dijual segera: kursi tingg i untuk bayi

dengan kaki p a t a h ”

3) Kesesatan kom posi si. Kesesatan ini terja di karena

pencampuradukan term yang bersifat kolekt if dan distributif.

Contoh:

''Se buah sekolah, terd ir i atas bang unan tempat bel ajar,

labor ator ium dan sebuah r uangan untuk olahraga, yang

se muanya me mpunyai luas 800 me ter pe rsegi.”

Kata ''luas'' bisa diterapkan untuk seluruh sekolah, maupun untuk

tiap bagian dari sekolah yang disebutkan itu. Jad i, bisa saja

12
maksud nya luas sekolah itu seluruhnya 800 m2, atau setiap

bagian sekolah itu luasnya 800 m2 sehingga luas sekolah

itu seluruhnya 2400 m2.

4) Kesesatan dalam pe m ba gian. K esesatan ini terj adi karena

anggapan bahwa apa y ang benar bag i ke seluruhan, berl aku bagi

individ u. Jadi, ini terbalik dari keses atan komposis i.

Contoh:

Se mua gad is Bal i pandai me nar i

Ni Made Swasti adalah gadis Bali

Jad i: N i Made Swasti pandai me nar i

Semua orang Jawa ramah tamah

Mas Gunawan orang Jaw a

Jad i: Mas Gunawan ramah tamah

Semua mahasiswa Gunadarma prereformasi

Yuli adalah mahasiswa Gunadarma

Jad i: Yuli prereformasi

5) Kesesatan aksentu asi. Kesesatan terj adi karena aksen bicara.

Aksen ber beda menyebabkan perbeda an penafsiran pula.

Contoh:

Sesama teman harus saling menolong

13
Di sini , ada du a kemungkinan pe nafsi ran . Apapun yang

terjadi seorang tem an har us ditolong ( termasuk mengerjakan

uj ian, menyem bunyi kann ya dari kej aran pol i si), atau yang

ditolong hanya teman. Yang bukan teman tidak harus ditolong.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahw a

ketidaksama an dalam menentukan arti kata atau arti kalimat, dapat

mengaki batkan kesesatan dalam penalaran. Kesesatan karena

bahasa itu biasanya hilang atau ber ubah kalau penalaran dari satu

bahasa disalin ke dalam bahasa lain. Kalau penalaran itu diberi

bentuk lambang, kesesatan itu akan hilang sama sekali. Justru

lambang-lam bang dalam logika diciptakan untuk menghindari

ketidakpas tian arti dalam bahasa. Pada konteks ini, dapat

dijel askan peranan logika dal am mengindari kesesatan dalam

berpikir.

Oleh karena penalaran ( reasoning) mer upakan bentuk

pemikiran yang paling rumit, maka pemahaman hukum-hukum

penalaran mer upakan pand uan untuk mengukur hubungan logis

antara premis dan konkl usi. Selain itu, kemampuan untuk

penalaran sahih dapat ditingkatkan dengan mempelaj ari hukum-

hukum logika. Hal ini penting guna menghindarkan diri dari

kemungkinan melakukan kesesatan kesesatan penalaran, kesesatan

berpikir.

14
4. Im plikasi Terh ad ap Pola Pikir dan Pola Perilaku

Fungsi bahasa tidak hanya seked ar sebagai alat komunikasi.

Ia j uga memengar uhi kebudayaan dan bahkan proses berpikir ( O 'Neil,

dalam Ardianto, 2011) karena bahasa j uga berfungsi sebagai alat

berpikir. Dikatakan oleh O 'Neil, selama empat dekade abad ke-20,

bahasa dipand ang oleh ahli bahasa dan antropologi Amerika,

sebag ai pem bentuk persepsi terhadap realitas. Hal ini terutama

dipengar uhi oleh pernya taan Edward Sapir dan diteruskan oleh

murid nya yang menj adi lebih terkenal yaitu Benj amin Wha rf yang

menga takan bahwa bahasa adalah penentu apa yang kita lihat di

sekitar kita. Kebudayaan benar benar mer upakan bagian yang integral

dari interaksi antara bahasa dan pikiran, pola-pola budaya, perad aban,

dan pandangan hidup, dinyatakan dalam bahasa. Berdasarkan hasil

penelitiannya pada bahasa-bahasa Indian di Amerika Serikat, Sapir

dan Wha rf membuat formulasi mengenai hubung an antara bahasa

dan kebudayaan yang disebut Hipotesis Sapir-Whorf yang intinya sebagai

berik ut (1) Pemakai bahasa yang strukturnya berbeda, menggambarkan

dunianya secara berbeda pula. (2) Perbeda an struktur bahasa

menye babkan perbed aan dalam cara menggam barkan dunia.

Kedua rumusan itu disatukan menj adi : bahasa sebagai penentu

persepsi realitas, atau bahasa mer upakan penentu corak

15
kebud ayaan, atau struktur suatu bahasa memengar uhi cara manusia

menafsirkan lingkungannya. D a l a m bahasa, terekam kebudayaan

bangsa pemakai bahasa itu. Hipotesis Sapir-Whorf yang j uga disebut

Hipotesis Relativitas Bahasa ini mendapa t sorotan dari pakar linguistik,

kebudayaan, dan psikologi, namun masih tetap bertahan. Kritik dari

ber bagai pihak menyebabkan terpecahnya penganut teori ini menj adi apa

yang disebut versi kuat dan versi lemah ababan, 1984 . Penganut versi

kuat menyatakan bahwa bahasa mengatur perilaku seseorang, sedangkan

penganut versi lemah menyatakan bahasa memengar uhi perilaku

seseorang.

Dalam kaitan dengan pola-pola dan ungkapan dalam bahasa

Indonesia, maka disebutkan bahw a bangsa Indonesia kurang menghargai

waktu. Kita j arang menepati waktu secara cermat dalam kehidupan

sehari-hari. Tak lari gunung dikejar, alon-alon asal kelakon. Itulah

ungkapan-ungkapan yang memengar uhi sikap kita terhadap waktu.

Selain itu, ada juga ung kapan yang menga takan ketinggalan ke re ta api .

Ungkapan-ungkapan ini menggam barkan bud aya pasif, ber bed a dengan

budaya aktif, the man o f action yang tergam bar dalam bahasanya. Kata-

kata kerj a dal am bahasa Inggris banyak yang bersuku kata tunggal.

Tidak heran, ungkapan mereka ialah miss the train 'gag al mengej ar

kereta api ', sedangkan bagi bangsa Indonesia ungkapannya ialah

ke tinggalan kereta api . Dalam ungkapan ini tercermin kepasifan,

sedangkan dal am ungkapan miss the train, tergam b ar suatu usaha (aktif).

16
Berdasarkan hal-hal ter sebut di atas, dikhawatirkan kebiasaan

mengg unakan bahasa Indonesia yang tidak nalar akan membaw a kita

kepada budaya malas berpikir, bukannya mempercepa t dan

mempercerma t komunikasi. Malahan, ungkapan yang tidak nalar dalam

bahasa Indonesia yang banyak digunakan, dapat mengham bat kelancaran

komunikasi karena bentuk-bentuk tersebut seringkali sulit dikodekan

(de cod ing) oleh mitra bicara. Proses pemakaian bahasa Indonesia yang

cenderung tidak berpola j uga berpel uang meni mbulkan f a l l a c y

dalam berpikir.

Deng an perkataan lain, proses leksikal, sintaksis, dan semantik

yang cend erung kacau karena tidak berpol a itu mengaki batkan struktur

leksikal, sintaksis, dan semantik bahasa Indonesia tidak lagi berpola,

padahal bahasa mana pun di dunia ini strukturnya mengikuti

pola tertentu. Semua bahasa mempunyai sistem bunyi, kata, dan kalimat

yang dapat mengkomunikasikan isi budayanya secara memadai. Bahasa-

bahasa dari yang disebut orang-orang ''primitif ' sering kali struktur

bahasanya sangat kompleks .

Di samping itu, pemakaian kata-kata bahasa Inggris yang

berlebihan yang cenderung menj adi model ber bahasa Indonesia saat ini

dapat menim bulkan pengar uh pad a generasi muda dan terkesan, bangsa

Indonesia sendiri yang tidak mengharg ai bahasanya. Akibatnya, para

generasi muda tidak lagi memiliki apresiasi yang positif terhadap

bahasanya dan tidak termotivasi mengg unakan bahasa Indonesia

17
yang baik dan benar sebagaimana selalu dianjurkan oleh pemerintah,

sedangkan bahasa Inggri s yang diharapkan dipelaj ari oleh para generasi

muda, tidak tercapai j uga. Kebiasa an untuk menir u dan

mengg unakan bahasa Inggris yang tidak tertahankan demi mengej ar

prestise mer upakan salah satu dampak budaya global yang negatif.

Tanpa disad ari, hal ini merupakan tindakan mengor bankan bahasa

Indonesia hasil cipta budaya nasional yang mer upakan lambang

identitas bangsa.Pemakaian bahasa Indonesia yang cend erung kacau

mencerminkan kekacauan kebudayaan bangsa dan cend erung berperilaku

keluar dari aturan berperilaku menerabas, bahkan melangg a r rambu-

rambu resmi yang sudah dibekukan oleh peraturan dan hukum. Badan

badan resmi pun cend erung tidak segan melanggar peraturan yang

dibuatnya sendiri. Mendisiplinkan masyaraka t untuk mengikuti suatu

norma atau aturan tertent u, uj icoba seperti pada penetapan bebas sampah

untuk kawasan tertentu, uj icoba pemakaian helm, sabuk pengaman, dan

sebagainya. Hingg a kini bel um tampak adanya uj i coba untuk

mem bebaskan selokan atau sungai yang melintas di kota dari

sampah sehingga selokan dan sungai masih tetap dijadikan sebag ai

tempat pem buangan sampah secara liar. Jika hal ini terus terj adi,

maka ungkapan kaw asan bebas sampah yang tertulis pada kawasan-

kawasan seperti di kawasan sungai misal nya mendapatkan pem benaran

logikanya. Karena walaupun secara semantik ungkapan kaw asan bebas

sampah itu diartikan sebagai kawasan tanpa sampah, namun secara

18
logika kaw asan bebas sampah tanpa sosialisasi makna pada publik

pembaca akan dapat mengaki batkan kesahal an nalar sehingga perilaku

mem buang sampah pada kawasan yang telah dilabeli ungkapan kaw asan

bebas sampah akan terus saj a terj adi.

C. PENUTUP
Si m p u l a n

Pengguna an bahasa dapat mer upakan cermin logika berpikir

penuturnya. Pengguna an bahasa dengan mengabaikan logika berpikir

berpotensi mer usak tatanan kebahasa an. Dal am konteks pengg unaan

bahasa Indonesia, misal nya, pengg unaan leksikal dan struktur sintaksis

yang kacau dan tidak logis banyak ditemukan baik pada bentuk

lisan maupun tulis. Akan tetapi, pengg una an leksikal dan struktur

sintaksis yang kacau dan tidak logis itu seolah berterima sebagai

bentuk bahasa yang baik dan benar. Pad ahal hal tersebut berpel uang

mer usak pola pikir dan pola perilaku masyaraka t pengg unanya.

Oleh karena itu, sudah semestinya pengg una an bahasa Indonesia

oleh masyaraka t pengg unanya memperha tikan aspek kenalaran atau

kelogisannya. Dengan cara demikian kita telah turut serta mengem bangkan

peradaban bangsa.

19
D A F TA R P U STAKA

Ardianto. 201 1. ''Situasi Kebahasa an Masa Kini : Kepungan Pengaruh


Budaya Global'' Jurna l Bahasa STAIN Tulungag ung, Lingua
Scie ntia, Vol. 3 No. 1, 20 11.
Aminuddin. 1988. Se mantik: P engantar Stud i tentang M akna. Band ung
: Sinar Baru.
Anonimim. 2013. http:// .fk.undip.a c.id/pengem bang an- pendidikan/78-
clinica l-reasoning-dan-berpikir-kritis.pd.
Dardj owidjojo, Seonjono. 2004. ''Bahasa Sebagai Cermin Pola Pikir' '.
Dalam Widiastono, Tanny D. ed . . 2004. P end idikan M anusia
Ind onesia. Jakarta: Pener bit Buku Kompas, hal. 340-359.

Dj awanai, Stephanus. ''Hubungan Antara Kebudayaan dan Bahasa


dalam Alfian, ed . 1985. P ersepsi M asyar akat terhad ap
Ke budayaan . Jakarta: Pener bit PT Gramedia.

Finegan, E. dan Besnier, N. 1993. ''The Relationship between Langua ge


and Thought' '. D a l am C l ear y , L .M . d an L in n , M .D . 1993.
L ing uistics or Teachers hlm. 99-- 102 . New York :
Mc Graw-Hi ll, Inc.
Hymes, Dell ed. 1966. Language in Culture and Sociaty. New York:
Harper and Row.

Kaelan. 1998. Fil saf atBahasa, M asalah dan P erke mbangannya. Yogyakarta:
Penerbit PARADIGMA.

20

Anda mungkin juga menyukai