Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Motion sickness atau mabuk perjalanan adalah gangguan yang

disebabkan oleh adanya gerakan, sehingga dapat memicu rasa mual, pusing,

bahkan muntah. Mabuk perjalanan dapat muncul akibat pengaruh dari senyawa

penghantar saraf, yakni histamin. Histamin yang berikatan dengan reseptor H1

kemudian akan memicu reaksi mual dan muntah (Patil dkk., 2014). Suatu

senyawa dibutuhkan untuk bisa mencegah ikatan yang terjadi antara histamin

dengan reseptor H1 agar tidak timbul reaksi mual dan muntah, yakni antihistamin.

Antihistamin akan berikatan dengan reseptor H1 menggantikan histamin. Salah

satu contoh antihistamin yang biasa digunakan adalah Promethazin-HCl yang

merupakan antihistamin generasi pertama. Promethazine-HCl (PM-HCl) memiliki

karakter rasa yang pahit sehingga dibutuhkan treatment khusus untuk

mengatasinya (Kolhe dkk., 2013). Promethazine-HCl akan diinkluisikan ke dalam

molekul β-siklodekstrin untuk menutupi rasa pahit dengan metode kneading.

Kneading dipilih karena relatif sederhana dan dapat menghasilkan jumlah

kompleks yang relatif lebih banyak dibandingkan ko-presipitasi dan spray dry

(Miclea dkk., 2010).

Kebanyakan sediaan antimual yang ada di pasaran berbentuk tablet

konvensional, sehingga kurang efektif bagi pasien yang sedang mengalami mabuk

1
2

perjalanan karena saat seseorang merasa mual, maka ada reflek untuk

mengeluarkan benda yang masuk ke dalam saluran pencernaan. Oleh sebab itu,

dibutuhkan suatu bentuk sediaan yang tidak perlu ditelan. Anak-anak adalah

kalangan yang sering mengalami mabuk perjalanan, sehingga dibutuhkan suatu

sediaan yang acceptable untuk anak-anak yang masih kesulitan untuk menelan

obat. FDT merupakan sediaan yang cocok karena dapat langsung hancur di dalam

mulut tanpa membutuhkan air, sehingga akan lebih praktis terutama untuk orang

yang sedang dalam perjalanan dengan ketersediaan air yang terbatas. Sediaan

dalam bentuk FDT juga akan memudahkan anak-anak (usia 5-7 tahun) yang masih

sulit menelan obat. FDT akan memberi aksi yang cepat karena zat aktif akan

diabsorpsi langsung ke pembuluh darah tanpa perlu melalui saluran cerna

sehingga dapat menghindari first-pass effect (Bhowmik dkk., 2009).

Suatu sediaan haruslah dapat melepaskan zat aktifmya agar dapat

menimbulkan efek. Kecepatan pelepasan obat dipengaruhi oleh kemampuan

disintegrasi sediaan. Semakin cepat sediaan terdisintegrasi, maka pelepasan zat

aktif akan semakin cepat, sehingga akan cepat pula memberikan efek terapi.

Kemampuan FDT untuk dapat terdisintegrasi dengan cepat dipengaruhi oleh

adanya eksipien yang disebut superdisintegrant. Terdapat dua jenis

superdisintegrant, yakni alami dan sintetis. Superdisintegrant alami memiliki sifat

tidak toksik, tidak iritatif, jumlahnya melimpah, dan harganya murah.

Superdisintegrant sintetis bekerja secara efektif pada konsentrasi rendah

dibandingkan superdisintegrant alami dan memiliki sedikit pengaruh pada


3

kompresibilitas dan sifat alir, sehingga superdisintegrant sintetis lebih banyak

digunakan sebagai bahan penghancur (Mangal dkk., 2012).

Dalam penelitian ini digunakan kombinasi superdisintegrant sintetis Ac-

Di-Sol® dan crospovidone. Ac-Di-Sol® memiliki mekanisme kerja swelling

(mengembang) dan sedikit wicking (membentuk pori) sehingga menyebabkan

tablet mengembang dengan cepat dan terdisintegrasi dengan baik. Selain itu

digunakan crospovidone sebagai superdisintegrant dengan mekanisme wicking

(Jagdale dkk., 2010). Keduanya bekerja secara sinergis, crospovidone memiliki

aksi menyerap air dengan sangat cepat, sehingga akan merusak ikatan antar

partikel dalam tablet dan juga memfasilitasi terjadinya kontak antara air dengan

Ac-Di-Sol® yang akan menyebabkan Ac-Di-Sol® mengembang, sehingga tablet

akan hancur dengan lebih cepat. Penggunaan kombinasi superdisintegrant dalam

formulasi sediaan akan memiliki konsentrasi optimum untuk menghasilkan FDT

yang memenuhi persyaratan. Pada penelitian kali ini, akan dilakukan optimasi

kombinasi Ac-Di-Sol® dan crospovidone sebagai superdisintegrant agar diperoleh

formula FDT dengan sifat fisik dan kecepatan disintegrasi yang optimal dan

memenuhi syarat. Metode yang digunakan dalam pembuatan FDT dalam

penelitian adalah kempa langsung. Metode ini banyak digunakan karena

prosesnya cepat, sederhana, dan murah. Tablet yang akan dibuat dengan metode

kempa langsung harus memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik.
4

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh kombinasi superdisintegrant Ac-Di-Sol® dan

crospovidone terhadap kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, waktu

pembasahan, dan rasio absorpsi air FDT PM-HCl terinklusi β-

siklodekstrin?

2. Perbandingan berapa kombinasi Ac-Di-Sol® dan crospovidone memberikan

kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, waktu pembasahan, dan rasio absorpsi

air yang optimum pada FDT PM-HCl terinklusi β-siklodekstrin?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum :

Memperoleh produk sediaan Fast Disintegrating Tablet (FDT) dengan

formula yang memberikan sifat fisik optimum.

2. Tujuan Khusus :

a. Mengetahui pengaruh kombinasi bahan penghancur Ac-Di-Sol® dan

crospovidone terhadap kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, waktu

pembasahan, rasio absorpsi air FDT Prometazin-HCl terinklusi β-

siklodekstrin dengan metode kempa langsung.

b. Mendapatkan formula FDT Prometazin-HCl terinklusi β-siklodekstrin

dengan kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, waktu pembasahan, dan

rasio absorpsi air yang optimum menggunakan simplex lattice design

program Design Expert version 9.0.6 (trial).


5

D. Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan mampu memberikan informasi mengenai

formulasi FDT Promethazine-HCl terinklusi β-siklodekstrin dengan metode

kempa langsung untuk menghasilkan tablet dengan sifat fisik yang optimum, serta

dapat menghasilkan tablet yang acceptable untuk anak-anak yang sukar menelan.

E. Tinjauan Pustaka

1. Fast Disintegrating Tablet

a. Definisi

Fast Disintegrating Tablet (FDT) merupakan tablet yang

ditempatkan di mulut dan hancur dalam waktu kurang dari 60 detik oleh

saliva tanpa membutuhkan air dan memberi aksi yang cepat. (Jain &

Naruka, 2009).

b. Keuntungan dan kerugian :

Keuntungan :

1.) Disintegrasi cepat karena membutuhkan waktu kurang dari 1 menit.

2.) Penutupan rasa (taste-masking) dari zat aktif, sehingga teknologi penutupan

rasa merupakan sesuatu yang penting agar menghasilkan mouth-feel yang

baik dan tidak meninggalkan efek berpasir (grittiness) di mulut

(meninggalkan sedikit atau bahkan tidak meninggalkan residu).

3.) Menghindari first-pass effect karena obat langsung diabsorpsi di mulut tanpa

melalui saluran cerna terlebih dahulu.

4.) Disolusi dan absorpsi yang cepat sehingga mempercepat aksi obat.
6

5.) Tidak membutuhkan air unruk menelan bentuk sediaan tablet karena

langsung hancur di mulut, sehingga sangat praktis untuk pasien yang sedang

bepergian dan tidak memiliki akses yang cepat untuk mendapatkan air.

6.) Penggunaan yang mudah, terutama untuk pasien pediatric dan geriatric yang

sukar menelan.

7.) Merupakan gabungan keuntungan dari bentuk sediaan padat dalam hal

stabilitas, dan sediaan cair dalam hal bioavailabilitas.

Kerugian :

1.) Stabilitas fisik dari FDT sering menjadi masalah, sehingga diperlukan

penanganan yang hati-hati.

2.) FDT dapat memberikan rasa yang tidak menyenangkan dan meninggalkan

residu di mulut jika tidak diformulasi dengan baik.

(Bhowmik dkk., 2009)

c. Metode Pembuatan

Ada beberapa macam metode pembuatan fast disintegrating tablet (FDT)

(Bhowmik dkk, 2009), yaitu :

1.) Freeze drying / lyophilization

Freeze drying adalah proses ketika air disublimasikan dari produk

setelah dibekukan. Teknik ini menciptakan struktur berpori yang dapat terlarut

dengan cepat. Zat aktif dilarutkan pada cairan yang terdapat di matriks, lalu

ditimbang dan dituang pada cetakan, kemudian dilewatkan pada terowongan

pembekuan. Kemudian cetakan ditempatkan di lemari pendingin, selanjutnya

tablet dilepas dari cetakan.


7

2.) Molding

Molding ada dua tipe, yakni solvent method dan heat method. Solvent

method melibatkan pembasahan serbuk dengan pelarut hydro alcohol yang diikuti

dengan pengempaan pada tekanan rendah yang menghasilkan masa yang basah.

Heat method adalah metode dengan cara membuat suspensi yang mengandung

agar dan gula (misal: manitol atau laktosa) kemudian suspensi tersebut dituang

pada cetakan, lalu dilakukan proses pengerasan agar pada suhu ruangan supaya

membentuk jeli dan keringkan pada suhu 30°C dibawah vacuum.

3.) Spray dring

Pada teknik ini, gelatin dapat digunakan sebagai agen pendukung dan

matriks, manitol sebagai bulking agen, dan sodium starch glycolate atau Avicell

PH 102 atau Primogel digunakan sebagai superdisintegrant. Tablet yang dibuat

dengan cara spray dring dilaporkan dapat terdisintegrasi kurang dari 20 detik

pada medium berair. Tablet yang dihasilkan dapat dengan cepat terdisintegrasi

ataupun melarut.

4.) Sublimation

Untuk menciptakan matriks yang berpori, dibutuhkan bahan yang mudah

menguap. Bahan-bahan yang mudah menguap seperti ammonium bikarbonat,

ammonium karbonat, dan asam benzoat dicampur dengan bahan lainnya

kemudian dikempa menjadi tablet. Bahan yang mudah menguap tersebut

dihilangkan dengan proses sublimasi sehingga menghasilkan tablet yang

strukturnya sangat berpori. Tablet yang dihasilkan biasanya terdisintegrasi dalam

waktu 10-20 detik.


8

5.) Direct compression

Metode ini adalah metode yang sangat sederhana, murah, dan juga

perlatan yang dibutuhkan tidak rumit. Akan tetapi, metode ini mengharuskan

bahan-bahan yang digunakan memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang tinggi

agar dapat dihasilkan tablet yang baik.

Dalam metode kempa langsung, zat aktif dicampur dengan eksipien,

kemudian diberi pelicin dan selanjutnya dikempa langsung menjadi tablet

(Mohanachandran dkk., 2011). Metode kempa langsung membutuhkan komponen

yang memiliki sifat alir, kompaktibilitas, dan kompresibilitas yang baik

(Ohwoavworhua dkk., 2007).

2. Superdisintegrant

a. Definisi
Superdisintegrant adalah agen penghancur yang telah dimodifikasi

sehingga dapat meningkatkan efikasi sediaan solid dengan cara mempercepat

waktu disintegrasi sehingga akan meningkatkan kecepatan disolusi.

Superdisintegrant ada dua macam, yakni alami dan sintesis. Superdisintegrant

alami lebih diminati karena lebih murah, jumlahnya melimpah, tidak iritatif dan

tidak toksik (Mangal dkk., 2012).

b. Mekanisme

Beberapa mekanisme disintegrasi dari superdisintegrant:

1.) Swelling

Swelling adalah mekanisme yang ada pada pati. Ketika kontak dengan

air, bahan penghancur yang ada di dalam tablet akan mengembang dan
9

menyebabkan bahan yang ada di dalam tablet terdesak sehingga tablet pecah

(Mangal dkk., 2012).

Gambar 1. Mekanisme swelling (Priyanka & Vandana, 2013)

Keterangan: Saliva yang ada di mulut menyebabkan superdisintegrant mengembang.

2.) Wicking
Disintegran (dengan gaya kohesi dan kompresibilitas rendah) akan

menyebabkan terbentuknya pori-pori pada tablet, sehingga air akan dapat masuk

dan menyebabkan tablet pecah. Contohnya Crospovidon, Crosscarmillose

(Mangal dkk., 2012).

Gambar 2. Mekanisme wicking (Mangal dkk., 2012)

Keterangan: Disintegrant menarik air ke dalam pori dan mengurangi gaya ikatan antar
partikel.
10

3.) Deformasi

Selama kompresi tablet, partikel mengalami deformasi. Deformasi

tersebut kembali pada ukuran normal ketika terjadi kontak dengan media (Bala

dkk., 2012).

4.) Repulsion

Partikel yang tidak mengembang pun dapat menyebabkan disintegrasi

tablet. Teori ini meyakini bahwa tidak ada mekanisme tunggal yang bertanggung

jawab pada aksi disintegran, melainkan kombinasi dari mekanisme-mekanisme

mayor. Air akan masuk ke dalam pori-pori dan partikel akan saling tolak menolak

karena adanya gaya listrik (Mangal dkk., 2012)

3. Taste Masking Kompleks Inklusi

Siklodekstrin adalah agen pengkompleks yang paling umum digunakan

sebagai penutup rasa pahit dari obat dengan cara menurunkan kelarutan atau

menurunkan paparan partikel obat yang pahit. Metode yang bisa digunakan untuk

kompleks inklusi adalah grinding, solid dispersion / co-evaporated dispersion,

neutralization method, kneading method, precipitation method, spray drying, dan

melting (Sharma & Chopra, 2010).


11

Gambar 3. Struktur β-siklodekstrin (Rasheed dkk., 2008)

Kompleks inklusi adalah hubungan “host-guest” dimana host adalah

agen pengkompleks dan guest adalah bahan aktifnya. Molekul obat akan masuk

ke dalam agen penkompleks dan membentuk kompleks yang stabil. Efek ikatan

hidrofobik dan interaksi dipol-dipol juga berpengaruh. Molekul guest akan masuk

ke dalam molekul host yang berongga dan membentuk supermolekul (Morari

dkk., 2004). Dalam hal ini, β-siklodekstrin akan berperan sebagai host sedangkan

zat aktif akan berperan sebagai guest (Sonawane dkk., 2010).

Makin besar interaksi yang terjadi antar dua molekul, maka inklusi

kompleks dapat terjadi (Morari dkk., 2004). Kompleks inklusi menggunakan

siklodekstrin digunakan untuk :

a. Meningkatkan bioavailabilitas obat yang memiliki kelarutan rendah

dalam air.

b. Stabilisasi aktif untuk menghindari zat aktif dari kerusakan yang

diakibatkan oleh paparan radiasi, panas, oksigen, atau air.


12

c. Menutupi rasa dan bau yang kurang menyengkan sehingga dapat

diterima oleh pasien.

d. Meningkatkan kompatibilitas untuk menghindari interaksi kimiawi

e. Mengurangi efek iritasi.


(Katageri & Sheikh, 2012)

Selain itu, siklodektrin juga digunakan secara luas untuk berbagai macam

sistem penghantaran obat melalui rektal, sublingual, nasal, dermal, pulmonary,

dan nanopartikel (Rasheed dkk., 2008).

4. Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)

FTIR telah menggantikan kebanyakan aplikasi instrumen dispersif karena

kecepatan dan sensitifitasnya yang baik. FTIR mampu menganalisis area yang

sangat sulit dan tidak mungkin dilakukan oleh instrumen dispersif. FTIR mampu:

1. Mengidentifikasi material yang tidak diketahui

2. Menentukan kualitas dan konsistensi sampel

3. Menentukan jumlah komponen dalam campuran

Semua komponen memiliki karakter absorpsi/emisi yang khas pada

daerah spektrum IR, sehingga bisa dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif

(Krishna dkk., 2013). Prinsip kerja FTIR adalah sebagai berikut :

Gambar 4. Prinsip Kerja FTIR (Stuart, 2004)


13

Prinsip FTIR adalah energi yang diserap sampel pada berbagai frekuensi

sinar infra merah direkam, diteruskan ke inferometer, kemudian diubah menjadi

inferogram. Sedangkan mekanisme kerja yang terjadi pada FTIR terlihat pada

Gambar 5.

Sinar yang datang dari sumber sinar akan diteruskan kemudian dipecah

oleh pemecah sinar menjadi dua bagian sinar yang saling tegak lurus. Sinar

tersebut akan dipantulkan oleh dua cermin, yaitu cermin diam dan bergerak.

Pantulan sinar dari kedua cermin akan dipantulkan kembali ke pemecah sinar.

Dari pemecah sinar, sinar akan diarahkan menuju sampel dan selanjutnya

diteruskan menuju detektor. Sinar yang sampai pada detektor ini akan

menghasilkan sinyal yang disebut inferogram. Inferogram akan diubah menjadi

spectra IR dengan bantuan komputer (Stuart, 2004).

Gambar 5. Mekanisme kerja alat FTIR (Stuart, 2004)


14

5. Parameter Sifat Fisik Fast Disintegrating Tablet

a. Uji keseragaman bobot

Keseragaman bobot tablet berpengaruh terhadap penampilan tablet

karena memberikan ketebalan tablet yang seragam. Keseragaman bobot tablet

dipengaruhi oleh sifat alir bahan yang akan dikempa. Jika serbuk memiliki sifat

alir yang baik, maka volume serbuk yang masuk ke dalam die akan seragam.

Keseragaman bobot tablet juga dapat menunjukkan keseragaman kandungan suatu

tablet.

Uji keseragaman bobot tablet dilakukan untuk mengetahui bobot tablet

hasil pengempaanTablet yang tidak bersalut harus memenuhi keseragaman bobot

yang ditetapkan dengan menimbang 20 tablet satu persatu, kemudian menghitung

bobot rata-rata tablet. Hasil penimbangan 20 tablet tidak boleh ada dua tablet yang

menyimpang dari ketentuan A dan tidak boleh ada satu pun tablet yang

menyimpang dari ketentuan B (Departemen Kesehatan, 1979).

Tabel I. Persyaratan penyimpangan bobot tablet (Departemen Kesehatan, 1979)

Penyimpangan bobot rata-rata dalam %


Bobot rata-rata tablet
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg - 150 mg 10% 20%
151 mg - 300 mg 7,5% 15%
Lebih dari 300 mg 5% 10%

b. Uji keseragaman kadar

Menrurut Farmakope Indonesia Edisi V, tablet tidak bersalut yang

memiliki kadar kurang dari 25 mg atau kurang dari 25% dalam tablet harus
15

memenuhi persyaratan keseragaman kandungan. Uji keseragaman kandungan

harus dilakukan karena keseragaman bobot kurang bisa menggambarkan

keseragaman kadar zat aktif yang ada pada tablet. Tablet dianggap memenuhi

persyaratan apabila memiliki nilai penerimaan (NP) kurang dari 15 untuk 10 tablet

sesuai syarat yang ditentukan (Departemen Kesehatan, 2014).

c. Uji kerapuhan

Kerapuhan merupakan parameter yang digunakan untuk menilai

ketahanan tablet melawan berbagai perlakuan yang menyebabkan abrasi pada

permukaan tablet selama proses penanganan, pendistribusian, dan dalam

penyimpanan. Kerapuhan tablet menunjukkan ikatan antarpartikel pada bagian

sisi atau permukaan tablet. Persentase maksimal yang masih dapat diterima dari

uji kerapuhan adalah 1% (Prajapati & Patel, 2010).

Kerapuhan suatu tablet dihitung dengan cara membandingkan bobot

tablet sebelum dan setelah dilakukan uji kerapuhan dengan menggunakan

friability tester. Semakin besar massa tablet yang hilang, maka semakin besar

kerapuhannya. Kerapuhan tablet yang dapat diterima adalah bila nilainya < 1%

(Prajapati & Patel, 2010).

d. Uji kekerasan

Kekerasan tablet adalah parameter untuk mengukur kekuatan atau

ketahanan tablet terhadap kekuatan mekanik seperti goncangan atau benturan.

Kekerasan berperan penting saat handling agar sediaan dapat sampai ke tangan

konsumen dalam keadaan yang baik. Kekerasan suatu tablet menunjukkan ikatan
16

yang terjadi antarpartikel dalam tablet, serta berhubungan dengan waktu hancur

tablet, waktu pembasahan, dan disolusi tablet. Semakin keras suatu tablet maka

jarak antar partikel penyusun tablet semakin rapat sehingga penetrasi air ke dalam

tablet akan terhambat. Kekerasan tablet diukur dengan menggunakan hardness

tester. Kekerasan FDT yang baik adalah 3-5 kg/cm2 (Panigrahi dkk., 2010).

e. Uji waktu hancur

Waktu yang dibutuhkan tablet untuk terdisintegrasi menjadi partikel-

partikel halus dicatat sebagai waktu hancur (Bhowmik dkk., 2009). Waktu hancur

yang dipersyaratkan untuk FDT tidak lebih dari 3 menit (Departmeent of Health,

2009). Kavitha dkk. (2013) menyebutkan waktu hancur FDT tidak lebih dari 60

detik. Semakin cepat tablet terdisintegrasi maka semakin cepat zat aktif lepas dari

sediaan untuk memberikan efek terapi.

f. Uji waktu pembasahan

Waktu pembasahan adalah waktu yang dibutuhkan medium untuk

mencapai permukaan teratas dari tablet (Prajapati & Patel, 2010). Waktu

pembasahan dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan penyerapan air.

Semakin cepat waktu pembasahan suatu tablet akan semakin baik karena dapat

mempercepat waktu hancur tablet, walaupun tidak ada persyaratan khusus untuk

pembasahan FDT. Uji waktu pembasahan dilakukan untuk mengetahui seberapa

cepat FDT dapat menyerap air, dimana kecepatan penyerapan air akan

mempengaruhi kemampuan dan kecepatan disintegrasi dari tablet. Semakin cepat

waktu pembasahan, maka kemampuan disintegrasi tablet menjadi lebih cepat.


17

g. Rasio absorpsi air

Rasio absorpsi air adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui

kapasitas matriks tablet untuk menyerap dan menampung air. Rasio absorpsi

berkaitan dengan kemampuan disintegrasi tablet karena dengan semakin banyak

air yang dapat diserap oleh matriks tablet maka semakin baik kemampuan

disintegrasinya.

Gambar 6. Properti alat uji rasio absorpsi air (Laboraturium FTS Padat Farmasi UGM)

h. Uji Disolusi

Disolusi adalah proses melarutnya zat aktif ke dalam suatu medium

setelah terlepas dari sediaannya. Uji disolusi obat yang dilakukan secara in vitro

bertujuan untuk melihat profil disolusi dan mengetahui persen pelepasan obat. Uji
18

disolusi FDT Promethazine-HCl terinklusi β-siklodekstrin dilakukan

menggunakan apparatus 2 (paddle method).

6. Simplex Lattice Design

Simplex lattice design meruipakan suatu cara untuk menentukan optimasi

pada berbagai perbedaan jumlah komposisi bahan yang dinyatakan dalam

beberapa bagian. Salah satu penggunaan Simplex lattice design adalah untuk

optimasi kadar komponen suatu formula sediaan padat (Bolton dan Bon, 2004).

Metode ini dapat digunakan untuk menentukan proporsi relatif bahan-bahan yang

menghasilkan formulasi dengan variabel atau hasil yang ditentukan adalah yang

terbaik. Respon surface dan daerah optimum dapat diperoleh dengan penerapan

simplex lattice design.

Implementasi simplex lattice design dengan menyiapkan berbagai macam

formula yang mengandung konsentrasi berbeda dari beberapa bahan. Kombinasi

disiapkan dengan suatu cara yang mudah dan efisien sehingga data percobaan

dapat digunakan untuk memprediksi respon yang berada dalam ruang simplex

(simplex space). Walau konsentrasi komponen-komponen penyusun berbeda, tapi

jumlah totalnya harus sama untuk tiap formula. Hasil eksperimen digunakan

untuk membuat persamaan polinomial (simplex) dimana persamaan ini dapat

digunakan untuk memprediksi profil respon (Bolton dan Bon, 2004).

Persamaan simplex lattice design disajikan pada Persamaan (1).

Y = a(A) + b(B) + ab(A)(B).........................................................................(1)

Keterangan : Y : respon atau efek yang dihasilkan


a, b, ab : koefisien yang dapat dihitung dari percobaan
(A)dan (B) : kadar komponen, dengan jumlah (A) + (B) harus
satu bagian
19

Hasil persamaan dari percobaan merupakan suatu persamaan empiris yag

sekiranya dapat menggambarkan pola respon dalam suatu ruang simplex (Bolton

dan Bon, 2004). Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

program aplikasi Design Expert® version 9.0.6 (trial).

7. Monografi Bahan

a. Promethazine – HCl

Promethazine-HCl (C17H20N2S,HCl) adalah hidroklorida dari10-(2-di-

methylamnino-n-propyl)phenothiazine.Promethazine-HCl dapat dianalisis

menggunakan spektrofotometri-UV akibat adanya gugus kromofor dan

auksokrom seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Struktur molekul Promethazine-HCl (Departemen Kesehatan, 1979)

BM = 320,88

Memiliki aksi sebagai antikolinergik, antiemetikum, lokal anastesi, dan

memiliki sifat sedatif. Digunakan sebagai obat mual (antiemetikum) pada kasus

motion sickness atau mabuk perjalanan. Promethazine-HCl merupakan antagonis

reseptor H1, sehingga berkompetisi dengan histamin bebas untuk berikatan dengan

reseptor H1, agar histamin bebas tidak dapat berinteraksi dengan sisi aktif reseptor
20

untuk mencegah timbulnya mual (Patil dkk., 2014). Promethazine yang tersedia

dalam bentuk garam dengan hidroklorida menyebabkan sifatnya menjadi hidrofil

(Popescu & Grigoriu, 2012). Sebagai akibat dari sifatnya yang mudah larut dalam

air, maka akan memudahkan dalam pembuatan sediaan Fast Disintegrating

Tablet, karena sayarat FDT yang baik adalah tidak meninggalkan residu, sehingga

bahan-bahan yang digunakan harus larut dalam air (Dhiman dkk., 2012).

Promethazine-HCl adalah antiemetikum yang sangat kuat namun memiliki

bioavailabilitas oral hanya 25% dikarenakan Promethazine-HCl mengalami first-

pass effect yang intensif dalam hati (Ganguly dkk., 2014). Promethazine-HCl

berbentuk serbuk berwarna putih agak krem, tidak berbau, memiliki rasa yang

pahit, dan memiliki kelarutan yang baik di air. Dosis yang digunakan untuk anak-

anak diatas 2 tahun adalah 0,5 mg/kg BB (Lacy dkk., 2001-2002). Sangat mudah

larut dalam air, dalam etanol mutlak panas dan dalam kloroform, praktis tidak

larut dalam eter, dalam aseton, dan dalam etilasetat (Departemen Kesehatan,

1995).

b. Ludipress®

Terdiri dari laktosa, Kollidon 30, dan Kollidon CL. Ludipress® digunakan

sebagai filler, binder, disintegrant, dan flow agent .Memiliki keunggulan

higroskopisitas rendah dan sifat alir yang baik (Chougule dkk., 2012). Pemerian

berupa granul free flowing berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, dan

memiliki sifat larut dalam air. Ukuran partikel Ludipress® bervariasi dari < 63 µm

hingga 399 µm (Rowe dkk., 2006). Penggunaan dalam tablet adalah sebesar 12-48

% (Zafar dkk., 2012).


21

Gambar 8. Struktur molekul α-lactose monohydrate (Rowe dkk., 2006)

Povidone yang terkandung dalam Ludipress® selain bersifat sebagai

superdisintegran juga memiliki karakter sebagai binder (Rowe dkk., 2006).

Menurut hasil penelitian, Ludipress® menunjukkan kecepatan alir yang lebih baik

dari pada turunan laktosa lainnya. Ludipress® menunjukkan karakteristik

pentabletan yang lebih baik untuk kadar zat aktif yang kecil (Gohel & Jogani,

2005)

c. Ac-Di-Sol®

Memiliki nama lain croscarmellose sodium, digunakan secara luas

sebagai disintegran pada kapsul, tablet, dan granul. Biasa digunakan dalam

formulasi tablet yang diproses secara kempa langsung maupun granulasi basah

(Rowe dkk., 2006).


22

Gambar 9. Struktur molekul croscarmellose sodium (Rowe dkk., 2006)

Konsesntrasi yang biasa digunakan sebagai bahan penghancur pada tablet

mencapai 5% b/b walaupun umumnya digunakan pula 2% b/b untuk tablet yang

dibuat dengan metode kempa langsung. Berwarna putih keabuan, tidak berbau,

stabil namun higroskopis sehingga harus disimpan dalam wadah yang tertutup

baik dan lingkungan kering untuk menghindari dari pengaruh kelembaban

Croscarmellose sodium memiliki mekanisme wicking dan swelling (Rowe dkk.,

2006)

d. Crospovidone

Memiliki nama kimia 1-ethenyl-2-pyrolidinone homopolymer. Biasa

digunakan dalam konsentrasi 2-5% pada tablet yang dibuat dengan metode kempa

langsung dan granulasi kering atau basah.


23

Gambar 10. Struktur molekul povidone (Rowe dkk., 2006)

Crospovidone memiliki kemampuan kapilaritas yang tinggi dengan

pembentukan gel yang minimum. Crospovidone berwarna putih, free-flowing,

tidak berasa, tidak berbau, higroskopis, sehingga butuh disimpan pada wadah

yang kedap udara, sejuk, dan kering. Crospovidone terbukti tidak toksik dan tidak

menyebabkan iritasi dalam uji toksisitas pada hewan uji (Rowe dkk., 2006).

e. Polyethylene glycol

Memiliki nama kimia α-Hydro-ω-hydroxpoly(oxy-1,2-ethanediyl dan

fungsi sebagai basis ointment, plasticizer, solven, basis suppositoria, dan lubrikan

pada kapsul serta tablet (Rowe dkk., 2006). Konsentrasi yang digunakan dalam

formula sebesar 1-5% (Li & Wu, 2014).

Gambar 11. Struktur molekul PEG (Rowe dkk., 2006)

Polyethylene glycol atau PEG ada beberapa macam grade, mulai dari

PEG 200 hingga PEG 8000, yang membedakannya adalah ukuran molekulnya.
24

Makin besar angka yang tertera makin besar pula bobot molekulnya. PEG dengan

bobot molekul diatas 6000 dapat digunakan sebagai lubrikan untuk tablet larut air.

PEG dengan grade 6000 dan lebih tersedia sebagai serbuk yang free flowing. PEG

4000 keatas memiliki karakter tidak higroskopis dan semua grade PEG bersifat

larut air (Rowe dkk., 2006).

f. Siklodekstrin

Berfungsi sebagai solubilizing agent dan stabilizing agent. Siklodekstrin

merupakan molekul yang berbentuk seperti bucket atau cone dengan struktur yang

kaku dengan rongga pada bagian tengah dengan ukuran yang beragam tergantung

tipe dari siklodekstrin. Bagian rongga bersifat hidrofobik dan bagian luarnya

bersifat hidrofilik yang disebabkan oleh susunan gugus hidroksil pada molekul

tersebut. Molekul guest akan masuk kedalam rongga siklodekstrin untuk

membentuk kompleks inklusi (Rowe dkk., 2012)

Gambar 12. Struktur molekul siklodekstrin (Rowe dkk., 2006)


25

Dalam aplikasinya, banyak digunakan untuk menutupi rasa zat aktif yang

kurang menyenangkan. β-siklodekstrin adalah jenis siklodekstrin yang banyak

digunakan karena murah, mudah diperolehm dan dapat membentuk kompleks

dengan banyak molekul. Namun, β-siklodekstrin bersifat nefrotoksis jika

digunakan dalam formulasi sediaan parenteral (Rowe dkk., 2006). β-siklodekstrin

juga memiliki sifat alir yang kurang baik, sehingga diperlukan lubrikan untuk

memperbaiki sifat alirnya (Asyarie dkk., 2007).

g. Aspartam

Aspartam adalah pemanis dengan nama lain N-L-α-Aspartyl-L-

phenylalanine 1-methyl ester dengan rumus empiris C14H18N2O5. Digunakan

secara luas sebagai pemanis dalam sediaan farmasi dan makanan. Tidak seperti

pemanis lain, aspartam dimetabolisme oleh tubuh dan memiliki nilai nutrisi

(Rowe dkk., 2006).

Gambar 13. Struktur molekul aspartam (Rowe dkk., 2006)

Pemerian aspartam adalah serbuk kristalin berwarna putih, hampir tak

berbau dengan rasa manis yang intens. Aspartam larut dalam air dan non toksik.
26

Aspartam dapat mengalami hidrolisis sehingga menghasilkan degradan yang tidak

lagi terasa manis (Rowe dkk., 2006).

h. Cab-O-Sil®

Digunakan sebagai glidant dalam formulasi tablet. Selain sebagai

glidant, digunakan pula sebagai adsorben, anticaking agent, penstabil emulsi,

suspending agent, tablet disintegrant, thermal stabilizer, dan agen penambah

kekentalan. Sebagai glidant, konsentrasi yang digunakan adalah 0,1 – 1,0%.

Digunakan secara luas pada produk topical dan oral karena bersifat non-toxic dan

tidak menyebabkan iritasi. Namun demikian, colloidal silicon dioxide tidak

digunakan secara parenteral karena dapat menimbulkan reaksi jaringan lokal

dan/atau granuloma (Rowe dkk., 2006).

F. Landasan Teori

Pembentukan kompleks inklusi menggunakan metode kneading dapat

memberikan hasil kompleksasi yang relatif tinggi yaitu sekitar 81,38% bila

dibandingkan metode ko-pesipitasi yang menghasilkan kompleks relatif rendah

sekitar 30% (Miclea dkk., 2010). Kompleks inklusi dengan kneading dilakukan

pada perbandingan mol antara PM-HCl dengan β-siklodekstrin sebesar 1:1 (Lutka,

2002). Namun menurut Ganguly dkk. (2010), pembentukan kompleks PM-HCl

dengan β-siklodekstrin akan lebih efektif menutup rasa pada perbandingan mol

1:2 antara PM-HCl dengan β-siklodekstrin. Hal tersebut dibuktikan pada

percobaan yang sama dengan melakukan uji menggunakan electronic tongue yang

menunjukkan hasil bahwa perbandingan mol 1:2 dapat menginklusi dengan

efektif.
27

Menurut Balasubramaniam & Bee (2009), croscarmellose sodium

memiliki struktur yang berserat, tidak berpori, sedangkan crospovidone memiliki

struktur sangat berpori dan granular dibawah pengamatan scanning electrone

microscope. Semakin tinggi konsentrasi Ac-Di-Sol® yang digunakan maka akan

meningkatkan kekerasan, hal tersebut dikarenakan Ac-Di-Sol® memiliki

kompresibilitas yang baik (Setyawan dkk., 2010). Croscarmellose sodium akan

membentuk gel yang akan menghambat penetrasi air ke dalam tablet (Tanuwijaya

& Karsono, 2013), sedangkan menurut Rowe dkk. (2009), crospovidone sebagai

superdisintegrant memiliki aktivitas kapiler tinggi dan kecenderungan gelling

yang kecil. Penggunaan Ac-Di-Sol® pada konsentrasi tinggi menunjukkan waktu

disintegrasi dan waktu pembasahan yang melambat. Ac-Di-Sol® dan

crospovidone efektif pada konsentrasi rendah, masing-masing pada konsentrasi 2-

5% dan 1-3% (Bala dkk., 2012).

G. Hipotesis

1. Peningkatan Ac-Di-Sol® akan meningkatan kekerasan dan menurunkan

kerapuhan. Peningkatan proporsi crospovidone akan mempercepat waktu

pembasahan, waktu hancur, dan rasio absorpsi air.

2. Perbandingan 2% : 5% antara Ac-Di-Sol® dan crospovidone akan

memberikan sifat fisik yang optimum meliputi kekerasa, kerapuhan, waktu

hancur, waktu pembasahan, dan rasio absorpsi air dari FDT Promethazine-

HCl terinklusi β-siklodekstrin.

Anda mungkin juga menyukai