Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN TUTORIAL WEEKTHEME 3

DEHIDRASI

Disusun untuk memenuhi tugas blok Advance Science Midwifery Skills (ASMS)

Disusun Oleh :
Amira Pramesti Rigita Wardani (130104170002)
Nasya Shafira Nurfajrina (130104170003)
Nadia Khansa Fauziyyah (130104170006)
Luciana Anjani (130104170009)
Elliza Widi Lestari (130104170010)
Nusi Ferawati Taofik (130104170011)
Renanda Sherlyna (130104170000)
Aisha Najmun Nissa (130104170000)
Sahira Nur Rizki (130104170027)
Rosnadila Humaira Gunawan (130104170031)

UNIVERSITAS PADJAJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEBIDANAN
SUMEDANG
2018

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiran-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Dehidrasi.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segera saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Dehidrasi ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Jatinangor, 22 Februari 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................5
1.1 Latar Belakang...............................................................................................5
BAB II KASUS...............................................................................................................6
BAB III PEMBAHASAN..............................................................................................7
3.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN............................7
3.1.1 Anatomi Sistem Pencernaan.........................................................................7
3.1.2 Fisiologis Sistem Pencernaan.....................................................................19
3.1.3 Diare..............................................................................................................21
3.2 SISTEM EKSKRESI..............................................................................................25
3.2.1 Sistem Urinaria.............................................................................................25
3.2.2 Proses Pembentukan Urine.........................................................................26
3.2.3 Defekasi........................................................................................................27
3.2.4 Hubungan Paru-Paru dengan Pengeluaran Cairan...................................30
3.2.5 Hubungan Kulit dengan Pengeluaran Cairan............................................31
3.3 CAIRAN DAN ELEKTROLIT...........................................................................32
3.3.1 Kebutuhan cairan tubuh manusia...............................................................32
3.3.2 Kandungan cairan tubuh.............................................................................34
3.3.2 Faktor yang mempengaruhi........................................................................35
3.3.4 Jenis cairan...................................................................................................36
3.3.5 Gangguan Atau Masalah Dalam Pemenuhan Kebutuhan Cairan...........36
3.3.6 Jenis cairan elektrolit...................................................................................38
3.3.7 Gangguan atau masalah kebutuhan elektrolit...........................................39
3.3.8 Mekanisme Perpindahan Cairan................................................................41
3.3.9 Macam-macam cairan infus........................................................................42
BAB IV PENUTUP......................................................................................................43
4.1 Simpulan..................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................44

3
PETA KONSEP.............................................................................................................46

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi
tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah
merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan

4
dan elekrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh.
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat
terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada didalam larutan.

Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman,


dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari
air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan
cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah
satu terganggu akan akan berpengaruh pada yang lainnya.

Banyak masalah yang mungkin terjadi karena kurangnya cairan adalah


intake yang berkurang dan output yang berlebihan yang dapat berupa diare,
muntah, dehidrasi, maupun pendarahan. Dehidrasi adalah keadaan tubuh yang
kehilangan cairan sebanyak 1% atau lebih dari berat badan. Dehidrasi pun
digolongkan menjadi beberapa kelompok, yaitu dehidrasi ringan, sedang, dan
berat. Maka dari itu sebagai bidan kita harus dapat memberikan asuhan yang
sesuai dengan untuk mengatasi masalah ini, karena setiap rentang penyakit
memiliki asuhan yang berbeda-beda.

BAB II
KASUS
Kasus 1

5
Ny. Hidra usia 25 tahun, datang ke ruang IGD Puskesmas diantar oleh
suaminya dengan keluhan utama diare, dengan BAB cair dan sering sejak 3 hari
yang lalu. Dia mengalami penurunan nafsu makan tetapi masih mau minum. Ibu
mengatakan bahwa dirinya belum meminu obat apapun selama gejala penyakitnya
muncul.

Kasus 2

Hasil pemeriksaan fisik ; KU lemas, TD 100/60 mmHg, Nadi 106x/menit,


mata cekung, mulut mukosa kering, Abdomen Inspeksi simetris, tidak ada bekas
operasi, Palpasi nyeri tekan (-), Auskultasi bising usus (+) meningkat. Ekstremitas
(atas&bawah warna kulit cokelat, turgor kurang baik. Dari hasil pemeriksaan
diatas, dokter Puskesmas menyatakan bahwa Ny. Hidra harus dirawat dan
dipasangkan infus serta mendapatkan obat untuk memperbaiki keadaan umumnya.

Kasus 3

Setelah di rawat di Puskesmas selama 2 hari dan terdiagnosa mengalami


dehidrasi Ny. Hidra diperbolehkan pulang karena KU sudah membaik, keluhan
BAB sering dan cair tidak lagi dirasakan, selera makan sudah membaik seperti
sebelum gejala muncul.

6
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN

3.1.1 Anatomi Sistem Pencernaan

Gambar 3.1 Organ-Organ Sistem Pencernaan

3.1.1.1 Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya
makanan dan air pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala
dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan
lengkap yang berakhir dianus. Mulut merupakan jalan masuk untuk
sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput
lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di
permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis,
asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di
hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan
dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh
gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang
lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus
bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim

7
pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan
menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis.

Gambar 3.2 Rongga Mulut

3.1.1.2 Tenggorokan ( Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan


kerongkongan.Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk.

Gambar 3.3 tenggorokan

8
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu
kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan
merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak
bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang
belakang.Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung,
dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak
berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang
yang disebut ismus fausium Tekak terdiri dari; Bagian superior
=bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media = bagian
yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang
sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring,
pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan
ruang gendang telinga,Bagian media disebut orofaring,bagian ini
berbatas kedepan sampai diakar lidah bagian inferior disebut laring
gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.

3.1.1.3 Kerongkongan (Esofagus)


Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata
yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke
dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan
menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari
bahasa Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan έφαγον, phagus –
“memakan”). Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6
tulang belakang. Menurut histologi, Esofagus dibagi menjadi tiga
bagian:
bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah
(campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior
(terutama terdiri dari otot halus).

9
Gambar 3.4 Kerongkongan

3.1.1.4 Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan
manusiadan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya
berhubungan dengan pencernaan. Hati terletak di bawah diafragma.
Hati dibagi menjadi 2 lobusutama yaitu lobus kanan dan lobus kiri.
Hati dihubungkan oleh rangkaian duktus. Bermula dari duktus
hepatikus kanan dan kiri, lalu bergabung menjadi satu pada duktus
hepatikus utama. Duktus hepatikus utama bergabung dengan
duktus kistikus dari kandung empedu, keduanyamembentuk duktus
empedu. Duktus empedu menuju duodenum danbermuara di
ampula hepatopankreatikus bersama-sama dengan duktus
pankreatikus.

10
Gambar 3.5 Hati

3.1.1.5 Kandung Empedu


Kandung empedu adalah organ berbentuk buah pir yang
dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh
untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu
adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan karena
warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang
dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua
belas jari melalui saluran empedu. Bagian-bagian dari kandung
empedu adalah:
a. Fundus vesika felea merupakan bagian kandung empedu yang
palingakhir setelah korpus vesika felea
b. Korpus Vesika Felea merupakan bagian dari kandung yang di
dalamnyaberisi getah empedu.
c. Leher Kandung Kemih merupakan leher dari kandung empedu
yaitusaluran pertama masuknya getah empedu ke
kandungempedu.
d. Duktus sistikus memiliki panjang sekitar 33/4 cm berjalan dari
leherkandung empedu dan bersambung dengan duktus
hepatikus ,membentuksaluran empedu ke duodenum.
e. Duktus Hepatikus merupakan saluran yang keluar dari leher
f. Duktus koledokus merupakan saluran yang membawa empedu
keduodenum.

11
Gambar 3.6 Kandung Empedu

3.1.1.6 Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk
seperti kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu
Kardia. Fundus. Antrum. Makanan masuk ke dalam lambung dari
kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa
membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter
menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam
kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan
enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat
penting :
a.Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa
menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya
tukak lambung.
b.Asamklorida(HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang
diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung
yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi

12
dengan cara membunuh berbagai bakteri.

c.Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

Gambar 3.7 Lambung

3.1.1.7 Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang
memiliki dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan
serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak
pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan
duodenum (usus dua belas jari).Pankreas terdiri dari 2 jaringan
dasar yaitu, asini yang menghasilkan enzim-enzim pencernaan,
pulau pankreas menghasilkan hormon. Pankreas melepaskan enzim
pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam
darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna
protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein
ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan
dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah
mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah
besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum
dengan cara menetralkan asam lambung.

13
Gambar 3.8 Pankreas

3.1.1.8 Usus halus (usus kecil)


Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran
pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat
yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan
lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus
juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula
dan lemak.Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam),
lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (M
Longitidinal) dan lapisan serosa (Sebelah Luar)

Gambar 3.9 Usus Halus

a.) Usus dua belas jari (Duodenum)

14
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari
usus halus yang terletak setelah lambung dan
menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).Bagian usus
dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus,
dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir
diligamentumTreitz.Usus dua belas jari merupakan organ
retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh
selaput peritoneum.pH usus dua belas jari yang normal
berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung
empedu.Nama duodenum berasal dari bahasa Latin
duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.Lambung
melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus
halus.Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter
pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus.
Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada
lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.

b.) Usus Kosong (jejenum)


Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis
yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara
usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan
(ileum).Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus
antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong.Usus
kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh
dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong
berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili),
yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis
dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni
berkurangnya kelenjar Brunner.Secara hitologis pula dapat
dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel

15
goblet dan plak Peyeri.Sedikit sulit untuk membedakan
usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
c.) Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir
dari. usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ini
memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus
buntu.Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit
basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-
garam empedu.

3.1.1.9 Usus Besar (Kolon)


Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian
usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini
adalah menyerap air dari feses.Usus besar terdiri dari Kolon
asendens (kanan) Kolontransversum Kolon desendens (kiri)
Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Banyaknya
bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-
zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi
membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit
serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-
bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang
bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan
terjadilah diare.

16
Gambar 3.10 Usus Besar

3.1.1.10 Usus Buntu (sekum)


Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus,
“buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang
terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada
mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar
herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora
eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau
seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

3.1.1.11 Umbai Cacing (Appendix)


Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan
pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis
atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat
menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di
dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga
abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau
dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya
appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung
dengan caecum.Umbai cacing terbentuk dari caecum pada
tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing
berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai
20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung

17
umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di
pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di
peritoneum.Banyak orang percaya umbai cacing tidak
berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain
percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem
limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai
appendektomi

3.1.1.12 Rektum dan Anus


Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan,
mengatur”) adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung
usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.
Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara
feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di
tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika
kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum,
maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan
material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang
menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika
defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan
kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode
yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan
terjadi.Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan
keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda
mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang
penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di
ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh
(kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan

18
penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang
dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB),
yang merupakan fungsi utama anus.[1]

Gambar 3.11 Rektum dan Anus

3.1.2 Fisiologis Sistem Pencernaan


Pencernaan makanan pada saluran pencernaan manusia meliputi
dua proses, yaitu pencernaan mekanik dan percernaan kimiawi.
Pencernaan Mekanik adalah pencernaan yang dilakukan oleh gigi di
dalam mulut, sedangkan kimiawi adalah pencernaan yang melibatkan
enzim. Pencernaan Kimiawi terjadi mulai dari mulut, lambung, dan
usus.Makanan yang dicerna ke dalam sistem pencernaan melewati
beberapa proses, diantaranya:

a. Ingesti, merupakan masuknya makanan ke tubuh lewat organ


pencernaan paling awal yaitu mulut.

b. Mastikasi, proses dimana makanan yang telah masuk ke dalam mulut


dikunyah oleh gigi dan dibantu oleh enzim yang berasal dari kelenjar
ludah. Makanan dikunyah oleh gigi. Proses mengunyah ini dilakukan
secara sadar dan diatur oleh sistem saraf pusat. Proses mengunyah ini
dilakukan untuk memudahkan makanan masuk ke dalam esofagus dan
tidak mengiritasinya. Proses pemecahan makanan di dalam mulut ini
dibantu oleh saliva. Saliva mengandung enzim ptialin yang dapat
mengubah amilum menjadi maltosa. Saliva juga membuat proses

19
menelan lebih mudah sebab mengandung banyak air yang berfungsi
sebagai pelumas.[2]

c. Deglutisi, makanan yang telah masuk ke dalam mulut dan dikunyah


oleh gigi, masuk ke dalam kerongkongan (esofagus) melalui faring
(tekak). Pada kerongkongan tidak terjadi proses pencernaan. Bagian
dalam kerongkongan selalu dibasahi oleh cairan yang dikeluarkan oleh
kelenjar mukosa sehingga makanan menjadi basah dan licin. Pada
dinding kerongkongan terdapat otot-otot yang dapat mengatur gerakan
kembang kempis pada saat mendorong makanan yang berbentuk
gumpalan-gumpalan (bolus) agar masuk ke dalam lambung. Gerakan
otot demikian disebut gerak peristaltis.

d. Digesti, makanan yang sudah melewati beberapa tahap diatas dipecah


kembali menjadi lebih kecil atau disebut mikromolekul agar mudah
diserap oleh tubuh. Selama makanan berada di dalam lambung,
makanan dicerna secara kimiawi dan bercampur dengan getah
lambung. Proses pencampuran tersebut dipengaruhi oleh gerak
bergelombang yang bergerak di sepanjang lambung setiap 15-25 detik.
Makanan yang masuk ke dalam lambung, dicerna oleh otot-otot pada
lambung dan enzim sehingga menjadi lembut seperti bubur dan disebut
kim (chyme). Otot pilorus dalam lambung yang membentuk klep akan
mengatur keluar masuknya kim sedikit demi sedikit untuk menuju ke
duodenum. Cara kerja klep tersebut adalah, otot pilorus yang
mengarah ke lambung akan mengendur jika tersentuh kim yang
bersifat asam. Sebaliknya, otot pilorul yang mengarah ke duodenum
akan mengerut jika tersentuh kim.

e. Absorpsi, merupakan penyerapan makanan yang terjadi di usus halus


khususnya di ileum (usus penyerapan). Usus halus terdiri dari tiga
bagian yaitu duodenum (usus dua belas jari), jejunum (usus kosong)
dan ileum (usus penyerapan). Di dalam ileum terdapat banyak lipatan
atau lekukan yang disebut vili atau jonjot usus. Vili berfungsi

20
memperluas permukaan usus sehingga proses terjadinya penyerapan
zat makanan akan lebih sempurna. Zat makanan yang diserap berupa
glukosa, asam amino, vitamin, mineral dan air akan diangkut menuju
hati melalui pembuluh darah (vena porta) lalu diedarkan ke seluruh
tubuh. Sebaliknya, zat makanan berupa asam lemak dan gliserol yang
terdiri dari molekul lebih besar, akan diangkut melalui pembuluh kil,
yaitu pembuluh getah bening atau limfe.

f. Defekasi, merupakan proses akhir dari sistem pencernaan. Proses ini


terjadi di dalam usus besar (kolon). Makanan yang masuk ke usus
besar sebetulnya merupakan sisa penyerapan dari usus halus. Namun
demikian, kandungan airnya masih cukup tinggi. Jika sisa makanan
masih mengandung kadar air yang tinggi, usus besar akan
menyerapnya. Akan tetapi, jika sisa makanan mengandung sedikit air,
usus besar akan menambahkan air. Penyerapan dan penambahan air
bertujuan agar feses dalam keadaan tidak cair dan juga tidak padat.
Pembentukan feses ini dibantu oleh bakteri Escherichia coli.[3]

3.1.3 Diare

3.1.3.1 Pengertian Diare


Diare menurut hipocrates adalah pengeluaran feses yang
tidak normal (cair). Menurut FKUI / RSCM bagian IKA, diare
diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk
feses yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya.
Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar lebih dari
4 kali.[2]

3.1.3.2 Klasifikasi Diare

a. Diare Akut
Diare yang berlangsung kurang dari 14 hari ( umumnya kurang
selama 7 hari ) akibat dari diare akut adalah dehidrasi.
Sedangkan dehidrasi menjadi penyebab utama dehidrasi.

21
b. Disentri

Diare yang disertai dengan darah dalam tinjanya. Akibat


disentri adalah penurunan berat badan dengan cepat dan status
gizi yang dengan cepat memburuk diare.

c. Diare paristen
Diare paristen adalah diare yang berlangsung lebih dari 14
hari, akibat dari paristen adalah penurunan berat badan dan
biasanya pertama tama tinja cair kemudian berdarah setelah 1-
2 hari.

3.1.3.3 Ciri-Ciri Diare

a. Tinja menjadi encer atau menjadi berair


b. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu
c. Nafsu makan berkurang
d. Gangguan gizi akibat ataupun makanan yang tidak baik

3.1.3.4 Oralit
Oralit adalah campuran garam elektrolit, seperti NaCl,
kalium klorida (KCL), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa
anhidrat. Adapun manfaat dari oralit yaitu untuk mengganti cairan
tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun air sangat penting untuk
mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam elektrolit
yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit
dalam tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa
dan garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik
oleh usus penderita diare.

Cara membuat oralit :

a. ½ sendok teh garam


b. ½ sendok teh baking soda
c. 2-4 sendok makan gula per liter air[4]

22
3.1.3.5 Penanganan Untuk Diare

1. Diare ringan-sedang

Pada diare ringan – sedang tanda dan gejala yang dapat


mengindikasikan diare ringan – sedang adalah mata terlihat
agak cekung, kekenyalan kulit menurun, dan bibir kering.
Pada keadaan ini, anak harus diberikan cairan rehidrasi di
bawah pengawasan tenaga medis, sehingga anak perlu
dibawa ke rumah sakit. CRO (Cairan Rehidrasi Oral)
diberikan sebanyak 15-20 mL/kgBB/jam. [5]

Tatalaksana :

- Pada 3 jam pertama, beri anak larutan oralit dengan


perkiraan jumlah sesuai dengan berat badan anak (atau
umur anak jika berat badan anak tidak diketahui). Namun
demikiran, jika anak ingin minum lebih banyak, beri
minum lebih banyak.

- Tunjukkan pada ibu cara memberi larutan oralit pada


anak, satu sendok teh setiap 1 -2 menit jika anak berumur
di bawah 2 tahum; dan pada anak yang lebih besar,
berikan minuman oralit lebih sering dengan
menggunakan cangkir.

- Lakukan pemeriksaan rutin jika timbul masalah

 Jika anak muntah, tunggu selama 10 menit; lalu beri larutan


oralit lebih lambat (misalnya 1 sendok setiap 2 – 3 menit)

 Jika kelopak mata bengkak, hentikan pemberian oralit dan


beri minu air matang atau ASI.

23
 Jika anak masih mengalami dehidrasi ringan/sedang, ulangi
pengobatan untuk 3 jam berikutnya dengan larutan oralit dan
mulai beri anak makanan, susu atau jus.

2. Diare akut

a. Penggantian cairan dan elektrolit

Aspek paling penting adalah menjaga hidrasi yang


adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan
hidrasi intavena. Jika terapi intravena dilakukan, dapat
diberikan dengan cairan normotorik, seperti cairan salin
normal atau ringer laktat, suplemen kalium diberikan
sesuai panduan kimia darah.

Berikut adalah tabel penilaian dehidrasi menggunakan


metode Dhaka.

Penilaian Derajat A Derajat B Derajat C


1. Kondisi 1. Normal 1. Iritabel/kura 1. Letargi/k
Umum 2. Normal ng aktif oma
2. Mata 3. Normal 2. Cekung 2. –
3. Mukos 4. Normal 3. Kering 3. –
a 5. Normal 4. Haus 4. Tidak
4. Haus 6. normal 5. Volume bisa minum
5. Nadi rendah 5. Absen
radialis 6. Berkurang 6. -
6. Turgor
kulit

Dehidrasi berat.
Dehidrasi
Tanda dehidrasi
Tanpa setidaknya 2 tanda
Diagnosis sedang disertai
dehidrasi termasuk satu tanda
setidaknya satu
yang ada
tanda
Terapi Mencegah Rehidrasi dengan Rehidrasi
dehidrasi larutan rehidrasi dengan larutan

24
intravena dan
oral, kecuali bila
larutan rehidrasi
tidak bisa minum
oral
Penilaian Penilaian
Penilaian kembali
kembali secara kembali lebih
lebih rutin
periodik rutin

b. Antibiotik

Pemberian antibiotik secara empiris jarang


diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus
diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian
antibiotik. Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan
gejala dan tanda diare infeksi, seperti demam, feses
berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresu dan
kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa
pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasiem
immunocompromised.[4]

3.2 SISTEM EKSKRESI

3.2.1 Sistem Urinaria


Sistem Urinaria adalah suatu sistem yang didalamnya
terjadi suatu proses penyaringan darah sehingga darah
bebas dari zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Zat
yang tidak dibutuhkan tubuh tersebut akan larut dalam air
dan akan dikeluarkan berupa urine dan zat yang diperlukan
oleh tubuh akan kembali kedalam tubuh melalui pembuluh
kapiler darah ginjal, dan selanjutnya beredar ke seluruh
tubuh. Sistem urinaria ini terdiri dari beberapa organ yaitu:

25
1. Ginjal, yang mengeluarkan sekret urine

2. Ureter, yang menyalurkan urine dari ginjal ke kandung


kencing

3. Kandung Kencing, yang bekerja sebagai penampung

4. Uretra, yang mengeluarkan urine dari kandung


kencing[6]

Gambar 3.12 Sistem Urinaria

3.2.2 Proses Pembentukan Urine


Dalam proses pembentukan urin normal untuk
membuang sisa metabolism terdapat tiga proses, yaitu
filtrasi glomerulus plasma, reabsorbsi tubular dan sekresi
tubular.

Darah datang dari


Aorta

26
Urine

(1,5L/24
Arteri Renalis

Afferent
Arteriole

Terbentuk filtrat
glomerulus (170L/24
Jam) Glomerulus

Komposisi : Sel-sel
darah dan protein
Terjadi proses
Tubulus sekresi dan
Renalis reabsorbsi air dan
elektrolit.

3.2.3 Defekasi

3.2.3.1 Definisi Defekasi


Defekasi adalah proses pembuangan atau
pengeluaran sisa-sisa metabolisme berupa feses
atau tinja yang berasal dari saluran pencernaan
melalui anus.[7]

3.2.3.2 Mekanisme Terjadinya Defekasi


Proses terjadinya defekasi (buang air besar)
adalah didahuluinya proses transportasi feses ke
dalam rektum yang mengakibatkan ketegangan
dinding rektum dan merangsang terjadinya refleks
defekasi. Lalu otot usus lainnya berkontraksi dengan
sfingter levator ani berelaksasi secara volunteer

27
kemudian dengan adanya tekanan yang dilakukan
oleh otot-otot abdomen mengakibatkan masa feses
terdorong keluar dari anus.[8]

3.2.3.3 Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Defekasi

1. Diet dan Asupan


Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi pengeluaran (output). Serat dan selulosa
dapat menentukan volume dari feses. Makanan tertentu bagi
beberapa orang sulit atau bahkan sulit untuk dicerna. Makan
teratur dengan makan tidak teratur juga dapat
mempengaruhi proses defekasi.
2. Respon keinginan awal
Kebiasaan mengabaikan keinginan untuk Buang Air Besar
(BAB) dapat menyebabkan feses tertahan, sehingga dapat
menimbulkan gangguan pada sistem pencernaan.
3. Gaya Hidup
Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa
cara. Pelatihan buang air besar pada waktu dini dapat
memupuk kebiasaan defekasi pada waktu yang teratur,
seperti setiap hari setelah sarapan, atau bisa juga digunakan
pada pola defekasi yang ireguler. Ketersediaan dari fasilitas
toilet, kegelisahan tentang bau, dan kebutuhan akan privacy
juga mempengaruhi pola eliminasi feses
4. Stres psikologis
Meningkatnya stres, dapat meningkatkan aktifitas dan
frekuensi defekasi.
5. Tingkat Perkembangan
Tingkat perkembangan dan pertumbuhan juga dapat
memengaruhi pola eliminasi. Hal tersebut dapat ditemukan
pada anak yang lebih memiliki kesulitan untuk mengontrol
buang air.
6. Tonus otot

28
Tonus perut, otot pelvik, dan diafragma berperan penting
dalam membantu proses defekasi. Aktifitasnya berperan
dalam peristaltik saluran pencernaan.
7. Anastesi dan Pembedahan
Pembedahan dapat mempengaruhi gerakan peristaltik
saluran pencernaan. Hal tersebut merupakan efek dari
anastesi sebelum pembedahan.
8. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat
berpengaruh pada proses eliminasi. Ada yang dapat
menghambat pengeluaran feses, ada juga yang melunakan
feses, sehingga terkadang menyebabkan diare.[9]

3.2.3.4 Frekuensi Defekasi


1. Pada dasarnya, frekuensi buang air besar pada setiap orang
bervariasi. Meski begitu, ada masanya ketika orang yang
biasanya buang air besar hanya 3 hari sekali pun tidak
mampu mengeluarkan setelah 4 atau 5 hari, bahkan
seminggu. Atau, yang biasanya buang air besar tiap hari
tidak mampu mengeluarkan feses setelah lebih dari 2 hari.
2. Untuk konsistensi feses yang normal saat buang air besar
adalah berbentuk sosis dan agak lunak. Pada diare
konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan pada
konstipasi didapat tinja dengan konsistensi keras.

3. Untuk warna feses yang normal saat buang air besar adalah
berwarna kuning cokelat/ cokelat muda/ cokelat tua. Warna
tinja yang dibiarkan pada udara menjadi lebih tua karena
terbentuknya lebih banyak urobilin dari urobilinogen yang
dieksresikan lewat usus. Selain urobilin yang normal ada,
warna tinja dipengaruhi oleh jenis makanan, kelainan dalam
saluran cerna, dan oleh obat-obat yang diberikan.

29
4. Untuk bau feses yang normal saat buang air besar adalah
sama dengan bau kentut. Bau khas dari feses disebabkan
oleh aktivitas bakteri. Bakteri menghasilkan senyawa
seperti indol, skatol, dan thiol (senyawa yang mengandung
belerang) dan juga gas hidrogen sulfide. Bau busuk
disebabkan proses pembusukan protein yang tidak dicerna
oleh bakteri, bau asam menunjukkan pembentukan gas dan
fermentasi karbohidrat yang tidak dicerna atau diabsorbsi
sempurna/lemak yang tidak diabsorbsi.

3.2.3.5 Gangguan dalam Defekasi

1. Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang
mengalami atau berisiko tinggi mengalami
stasis usus besar sehingga menimbulkan
eliminasi yang jarang atau keras serta tinja
yang keluar jadi terlalu kering dan keras.

Tanda klinis:

a. Adanyafesesyangkeras

b. Defekasi kurang dari 3 kali seminggu

c. Menurunnya bising usus

d. Adanya keluhan pada rectum

e. Nyeri saat mengejan dan defekasi

f. Adanya perasaan masih ada sisa feses

Penanganan :

a. Makan makanan yang mengandung cukup


serat

b. Minum air yang cukup

30
c. Peningkatan aktifitas fisik, seperti: olahraga

2. Diare
Diare merupakan keadaan individu yang
mengalami atau berisiko sering mengalami
pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare
sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa
mual dan muntah.

Tanda klinis:

a. Adanya pengeluaran feses cair

b. Frekuensi lebih dari 3 kai sehari

c. Nyeri/keram abdomen

d. Bising usus meningkat

Penanganan :

a. Mengkonsumsi cairan/elektrolit

b. Mengkonsumsi makanan yang memiliki


kepadatan tertentu, seperti: bubur, pisang,
dll agar mudah diserap oleh usus.[11]

3.2.4 Hubungan Paru-Paru dengan Pengeluaran Cairan


Organ paru-paru berperan dalam pengeluaran cairan dengan
menghasilkan insensible water loss ± ml/hari. Proses pengeluaran cairan
terkait dengan respons akibat perubahan frekuensi dan kedalaman
pernapasan (kemampuan bernapas), misalnya orang yang melakukan olah
raga berat.[11]

3.2.5 Hubungan Kulit dengan Pengeluaran Cairan


Kulit merupakan bagian penting dalam pengaturan cairan yang
terkait dengan proses pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat

31
pengatur panas yang disarafi oleh vasomotorik dengan kemampuan
mengendalikan arteriola kutan dengan cara vasodilatasi dan
vasokonstriksi. Banyaknya darah yang mengalir melalui pembuluh darah
dalam kulit memengaruhi jumlah keringat yang dikeluarkan. Proses
pelepasan panas kemudian dapat dilakukan dengan cara penguapan.

Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat di bawah


pengendalian saraf simpatis. Melalui kelenjar keringat ini suhu dapat
diturunkan dengan melepaskan air yang jumlahnya kurang lebih setengah
liter sehari. Perangsangan kelenjar keringat dapat diperoleh dari aktivitas
otot, suhu lingkungan, dan melalui kondisi tubuh yang panas.

Proses pelepasan panas lainnya dilakukan melalui cara pemancaran,


yaitu dengan melepaskan panas ke udara sekitarnya. Cara tersebut berupa
cara konduksi dan konveksi. Cara konduksi yaitu pengalihan panas ke
benda yang disentuh, sedangkan cara konveksi yaitu mengalirkan udara
yang telah panas ke permukaan yang lebih dingin.[11]

Kulit yang normal memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Warna

Warna kulit antara satu orang dengan orang yang lain memiliki variasi
yang berbeda tergantung dari ras masing-masing daerah. Warnanya
bisa bervariasi dari merah hingga hitam.

2. Tekstur Kulit

Tekstur kulit seseorang bervariasi, ada yang lembut, kering,


normal,dan juga elastis.

3. Suhu

Suhu normal tubuh manusia umumnya hangat atau 36,5° sampai 37,5°,
tetapi pada konsisi tertentu suhu tubuh bisa berubah.

32
4. Kelembaban

Jika kelembaban kulit berkurang makan akan membuat kulit terasa


kering dan dapat meningkat jika aktivitas meningkat.

5. Bau

Kulit yang normal tidak mengeluarkan bau.

Pada saat dehidrasi, kondisi tubuh akan kehilangan lebih banyak


cairan daripada yang didapatkan, sehingga keseimbangan gula dan garam
dalam tubuh terganggu dan tubuh tidak dapat menjalankan fungsi
normalnya. Dehidrasi dapat menyebabkan turgor kulit menjadi buruk.
Turgor kulit merupakan tekanan yang mendorong membran sel terhadap
dinding sel yang menyebabkan turgiditas sel dan disebabkan oleh
timbulnya aliran osmosis air dan bagian dengan konsentrasi terlarut rendah
(hipotonik) diluar sel kedalam sel yang memiliki konsentrasi lebih tinggi.
Penurunan turgor kulit akan berakibat berkurangnya elastisitas kulit.[12]

3.3 CAIRAN DAN ELEKTROLIT

3.3.1 Kebutuhan cairan tubuh manusia


Cairan tubuh berfungsi sebagai transportasi nutrien,
elektrolit, dan sisa metabolisme. Cairan tubuh tersebut meliputi
darah, plasma jaringan, cairan sinovial pada persendian, cairan
pada otak, cairan pada bola mata, cairan pleura, dan berbagai
cairan yang terkandung dalam organ dan jaringan. Tubuh
memerlukan pergantian cairan, sehingga terdapat cairan yang
dikeluarkan oleh tubuh dalam bentu air seni dan bentuk lainnya.

Seluruh cairan tubuh manusia didistribusikan melalu


ekstraseluler dan intraseluler. Jumlah cairan intraseluler sekitar
dua pertiga dari jumlah total cairan tubuh. Cairan intraseluler
mengisi 40% dari berat tubuh manusia. Sedangkan cairan

33
ekstraseluler mengisi 20% dari berat tubuh atau memenuhi
sepertiga dari jumlah cairan total tubuh. Cairan ekstraseluler terdiri
dari cairan plasma dan cairan interstisial. Cairan plasma mengisi
seperempat dari volume cairan ekstraseluler dan sisanya adlah
cairan interstisial.

Bayi baru Usia 3


Jenis Dewasa Lansia
lahir bulan
intraselule
40% 40% 40% 27%
r
Plasma 5% 5% 5% 7%
Interstisial 35% 25% 15% 18%
Total 80%
70% 60% 52%
cairan

Kebutuhan cairan juga dipengaruhi oleh usia. Dalam hal


ini, usia berpengaruh terhadap porposi tubuh, luas permukaan
tubuh, kebutuhan metabolik, serta berat badan. Selain itu, besarnya
kebutuhan cairan pada bayi dan anak dipengaruhi oleh laju
metabolik.[13]

Usia Berat badan (kg) Kebutuhan (ml) per 24 jam


3 hari 3,0 250-300
1 tahun 9,5 1150-1300
2 tahun 11,8 1350-1500
6 tahun 18,7 1800-2000
10 tahun 20 2000-2500
14 tahun 45 2200-2700
18 tahun 54 2200-2700

34
3.3.2 Kandungan cairan tubuh
Semua cairan tubuh adalah air larutan (pelarut) dan substansi
terlarut.

1. Air larutan (pelarut)

Air adalah senyawa utama dari tubuh manusia. Rata-rata pria


dewasa mengandung air 60% dari berat badannya, sedangkan tubuh
wanita dewasa mengandung 55% air dari berat badannya.

2. Substansi terlarut

a. Elektrolit

Substansi yang berdiasosiasi (terpisah) di dalam larutan dan


akan menghantarkan arus listrik. Elektrolit berdiasosiasi
menjadi ion pos itif dan negatif dan diukur dengan
kapasitasnya untuk saling berikatan satu sama lain
(miliekuivalen/liter [mEq/L]) atau dengan berat molekul dalam
gram (milimol/liter [mol/L]). Jumlah kation dan anion, yang
diukur dalam miliekuivalen, dalam larutan selalu sama.

1) Kation : ion yang membentuk muatan positif dalam larutan.


Kation ekstraseluler utama adalah natrium, sedangkan
kation intraseluler utama adalah kalium. Dinding sel tubuh
memompa natrium ke luar dan kalium ke dalam.

2) Anion : ion yang membentuk muatan negatif dalam larutan.


Anion ektraseluler utama adalah klorida, sedangkan anion
intraseluler utama adalah ion fosfat.

b. Non elektrolit

35
Substansi seperti glukosa dan urea yang tidak berdisosiasi
dalam larutran dan diukur berdasarkan berat (miligram per 100
ml-mg/dl). Non elektrolit lainnya yang secara klinis penting
mencakup kreatinin dan biliruibin.[14]

3.3.2 Faktor yang mempengaruhi


1. Tekanan Cairan

Proses difusi dan osmosis melibatkan adanya tekanan cairan.


Dalam proses osmosis, tekanan osmotic merupakan kemampuan
partikel pelarut untuk menarik larutanmelalui membrane. Bila terdapat
dua larutan dengan perbedaan konsentrasi maka larutan yang
konsentrasi molekulnya lebih pekat dan tidak dapat bergabung disebut
koloid. Sedangkan larutan dengan kepekatan yang sama dan dapat
bergabung, maka larutan itu disebut kiristaloid. Sebagai contoh, koloid
adalah apabila protein bercampur dengan plasma, sedangkan larutan
kristaloid adalah larutan garam. Secara normal, perpindahan cairan
menembus membrane sel permeable tidak terjadi. Prinsip tekanan
osmotic ini sangat penting dalam proses pemberian cairan intravena.
Biasanya larutan yang sering digunakan dalam pemberian infus
intravena bersifat isotonik karena mempunyai konsentrasi yang
samadengan plasma darah. Hal ini penting untuk mencegah
perpindahan cairan dan elketrolit ke dalam intrasel. Larutan intravena
yang hipotonik, yaitu larutan yang mempunyai konsentrasi kurang
pekat dibanding dengan konsentrasi plasma darah. Hal ini
menyebabkan, tekanan osmotik plasma akan lebih besar dibandingkan
dengan tekanan osmotic cairan interstisial karena konsenterasi protein
dalam plasma lebih besar dibanding cairan interstisial dan molekul

36
protein lebih besar, sehingga membentuk larutan koloid dan sulit
menembus membrane semi permiabel.
Tekanan hidrostatik adalah kemampuan tiap molekul larutan
yang bergerak dalam ruangan tertutup. Hal ini penting untuk
pengaturan keseimbangan cairan ekstra dan intrasel.

2. Membran Semi periabel

Membran Semi periabelmerupakanpenyaring agar cairan yang


bermolekul bear tidak bergabung. Membran semiperiabel ini terdapat
pada dinding kapiler pembuluh darah, yang terdapat di seluruh tubuh
sehingga molekul atau zat lain tidak berpindah ke jaringan.[11]

3.3.4 Jenis cairan


Air beserta unsur-unsur didalamnya yang diperlukan untuk
kesehatan sel disebut cairan tubuh, cairan ini sebagian berada diluar
sel ( ekstra selular ) dan sebagian lagi ada didalam sel (intra selular ).

Cairan tubuh terdiri dari :

1. Cairan Intraseluler

Cairan intraseluler ( dalam sel ): 50% dari berat badan,


letaknya di dalam sel dan mengandung elektrolit, kalium fosfat
dan bahan makanan seperti glukosa dan asam amino. Kerja
enzim salam sel adalah konstan memecahkan dan membangun
kembali sebagaimana dalam semua metabolisme untuk
mempertahankan keseimbangan cairan.

2. Cairan ekstraselular

Cairan ekstraselular atau interstitial ( diluar sel )


membentuk 30% cairan dalam tubuh kurang lebih 12 liter. Air
ini merupakan medium di tengah- tengah sel hidup, sel

37
menerima garam, makanan serta oksigen dan melepaskan
semua hasil buangannya ke dalam cairan itu juga.

3. Plasma darah

Plasma darah : 5% dari berat tubuh ( 3 liter ) merupakan


sistem transport yang melayani semua sel melalui medium
cairan ekstra selular

3.3.5 Gangguan Atau Masalah Dalam Pemenuhan Kebutuhan Cairan


1. Hipovolume

Kekurangan cairan eksternal dapat terjadi karena penurunan


asupan cairan dan kelebihan pengeluaran cairan. Tubuh akan
merespons kekurangan cairan tubuh dengan mengosongkan cairan
vascular. Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan interstitial,
tubuh akan mengalirkan cairan keluar sel. Pengosongan cairan ini
terjadi pada pasien diare dan muntah. Ada 3 macam kekurangan
volume cairan eksternal atau dehidrasi, yaitu :

a. Dehidrasi isotonik : terjadi karena kehilangan sejumlah


cairan dan elektrolitnya yang seimbang.

b. Dehidrasi hipertonik : terjadi jika kehilangan sejumlah air


yang lebih banyak dari pada elektrolitnya.

c. Dehidrasi hipotonik : terjadi jika tubuh lebih banyak


kehilangan elektrolitnya dari pada air.

Selain itu ada tingkatan dehidrasi berdasarkan derajatnya :

a. Dehidrasi berat

1) Pengeluaran atau kehilangan cairan 4-6 liter

38
2) Serum natrium 159-166 mEq/L

3) Hipotensi

4) Turgor kulit buruk

5) Oliguria

6) Nadi dan pernafasan meningkat

7) Kehilangan cairan mencapai > 10% BB

b. Dehidrasi sedang

1) Kehilangan cairan 2-4 atau antara 5-10% BB

2) Serum natrium 152-158 mEq/L

3) Mata cekung

c. Dehidrasi ringan

1) Kehilangan cairan mencapai 1,5-2 L atau antara 5% BB

Dehidrasi dapat terjadi karena :

1) Keringat berlebihan

2) Muntah-muntah dan berak-berak, gangguan penyerapan


pada usus.

3) Tidak mau makan atau minum , masuknya makanan


berkurang.

39
4) Luka bakar, pengeluaran cairan yang berlebihan melalui
kulit.

5) Suhu badan tinggi.

2. Hipervolume atau overhidrasi

Terdapat dua manifestasi yang ditimbulkan akibat


kelebihan cairan yaitu hipervolume (peningkatan volume darah)
dan edema (kelebihan cairan pada interstitial).Normal nya cairan
interstitial tidak terikat dengan air, tetapi elastis dan hanya terdapat
di antara jaringan.Keadaan hipervolume dapat menyebabkan fitting
edema, merupakan edema yang berada pada darah perifer atau
akan mencekung setelah ditekan pada daerah yang bengkak. Hal
ini disebabkan karena perpindahan cairan ke jaringan melalui titik
tekanan.
Cairan dalam jaringan yang edema tidak di gerakkan ke
permukaan lain dengan penekanan jari. Nonpitting edema tidak
menunjukkan tanda kelebihan cairan ekstrasel, tetapi sering karena
infeksi dan trauma yang menyebabkan pengumpulan membekunya
cairan pada permukaan jaringan. Kelebihan cairan vaskular dapat
meningkatkan hidrostatik cairan dan akan menekan cairan ke
permukaan interstitial, sehingga menyebabkan edema anasarka
(edema yang terdapat di seluruh tubuh).

3.3.6 Jenis cairan elektrolit


Cairan elektrolit adalah cairan saline atau cairan yang memiliki
sifat bertegangan tetap. Cairan saline terdiri atas cairan isotonic,
hipotonik, dan hiperonik. Konsentrasi isotonik disebut juga normal
saline yang banyak dipergunakan. Contohnya :

1. Cairan Ringer’s, terdiri atas: Na+, K+,Cl-, dan Ca2+

40
2. Cairan Ringer’s Laktat, terdiri atas : Na+, K+, Mg2+, Cl-, Ca2+,
dan HCO3-

3. Cairan Buffer’s, terdiri atas : Na+, K+, Mg2+, Cl-, dan HCO3-.

3.3.7 Gangguan atau masalah kebutuhan elektrolit


1. Hiponatremia

Hiponatremia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar


natrium dalam plasma darah yang ditandai dengan adanya kadar
natrium plasma yang kurang dari 135 mEq/L, mual, muntah dan
diare. Hal tersebut menimbulkan rasa haus yang belebihan, denyut
nadi cepat, hipotensi, kovulasi, dan membrane mukosa
kering.Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, maka hiponatremia
ini dapat disebabkan oleh kekurangan cairan yang berlebihan
seperti kondisi diare yang berkepanjangan.

2. Hipernatemia

Hipernatremia merupakan suatu keadaan dimana kadar


natrium dalam plasma tinggi yang ditandai dengan adanya mukosa
kering, oliguria atau anuria, turgor kulit buruk dan permukaan kulit
membengkak, kulit kemerahan, lidah kering dan kemerahan,
konvulsi, suhu baadan baik, serta kadar natrium dalam plasma
lebih dari 145 mEq/L. Kondisi demikian dapat disebabkan oleh
dehidrasi, diare, dan asupan air yang berlebihan sedangkan asupan
garamnya sedikit.

3. Hipokalemia

Hipokalemia suatu keadaan kekurangan kadar kalium dalam


darah. Hypokalemia ini dapat terjadi dengan sangat cepat.Sering
terjadi pada psien yang mengalami diare berkepanjangan. Kondisi
hipokalemia ini ditandai dengan lemahnya denyut nadi, turunnya

41
tekanan darah, tidak nafsu makan dan muntah-muntah, perutnya
kembung, lemah dan lunaknya otot, denyut jantung nya tidak
beraturan (aritmia), penurunan bising usus, serta kadar kalium
plsmanya menurun hingga kurang dari 3,4mEq/L.

4. Hiperkalemia

Hiperkalemia merupakan suatu keadaan dimana kadar


kalium dalam darah tinggi. Keadaan ini sering terjadi pada pasien
yang mengalami luka bakar, penyakit ginjal, asidosis metabolik,
pemberian kalium yang berlebihan melalui intravena.
Hiperkalemia ditandai dengan adanya mual, hiperaktivitas sistem
pencernaan,aritmia, kelemahan, jumlah urine sedikit sekali, diare,
adanya kecemasan, dan iritabilitas (peka rangsang), serta kadar
kalium dalam plasma mencapai lebih dari 5 mEq/L.

5. Pengaturan keseimbangan magnesium

Magnesium merupakan kation dalam tubuh yang terpenting


kedua dalam cairan intrasel. Keseimbangannya diatur oleh
kelenjar paratiroid. Magnesium diabsorpsi dari saluran
pencernaan.Magnesium dalam tubuh dipengaruhi oleh konsentrasi
kalium. Hipomagnesemia terjadi bila konsentrasi serum turun
kurang dari 1,5 mEq/L. Sedangkan hipermagnesemia terjadi bila
adar magnesiumnya lebih dari 2,5 mEq/L.

6. Pengaturan keseimbangan klorida

Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel,


tetapi klorida dapat ditemukan pada cairan ekstrasel dan intrase.
Fungsi klorida biasanya bersatu dengan natrium yaitu
mempertahankan keseimbangan tekanan osmotik dalam darah.
Hipokloremia merupakan suatu keadaan kurangnya kadar klorida

42
dalam darah. Sedangkan hiperkloremia merupakan kelebihan
kadar klorida dalam darah. Kadar klorida yang normal dalam
darah orang dewasa adalah 95-108 mEq/L.

7. Pengaturan keseimbangan bikarbonat

Bikarbonat merupakan elektrolit utama dalam larutan


buffer (penyangga dalam tubuh).

8. Pengaturan keseimbangan fosfat (PO4)

Fosfat bersama-sama dengan kalium berfungsi dalam


pembentukan gigi dan tulang.Fosfat diserap dari saluran
pencernaan dan dikeluarkan melalui urine.[11]

3.3.8 Mekanisme Perpindahan Cairan

1. Difusi
Difusi merupakan bercampurnya molekul-molekul dalam cairan,
gas, atau zat padat secara bebas atau acak. Proses difusi dapat
terjadi bila dua zat bercampur dalam sel membran. Dalam tubuh,
proses difusi air, elektrolit, dan zat-zat lain terjadi melalui membran
kapiler yang permiabel. Kecepatan proses difusi bervariasi
bergatung pada faktor ukuran molekul, konsentrasi cairan dan
temperatur cairan.
Zat dengan molekul yang besar akan bergerak lambat dibanding
molekul kecil. Molekul akan lebih mudah berpindah dari larutan
konsentrasi tinggi ke larutan berkonsentrasi rendah. Larutan dengan
konsentrasi tinggi akan mempercepat molekul sehingga proses
difusi berjalan lancar.
3. Osmosis
Osmosis adalah perpindahan pelarut (misalnya air) melalui
membran selektif permeabel dari konsentrasi pelarut yang tinggi
(hipotonik) menuju konsentrasi pelarut yang rendah (hipertonik).
Membran selektif permeabel akan membiarkan air keluar dan

43
masuk membran dengan bebas, namun membatasi masuknya zat
yang larut didalamnya.
4. Transpor Aktif
Transpor aktif memerlukan energi untuk membawa molekul dari
satu sisi membran lainnya. Transpor aktif juga memerlukan protein
membran yang berperan sebagai pembawa atau “kendaraan” untuk
melewati membran. Transpor aktif terjadi dengan cara membawa
molekul melawan gradien konsentrasi. Artinya, transpor molekul
terjadi dari konsentrasi rendah ke konsentrasi lebih tinggi. [11]

3.3.9 Macam-macam cairan infus


1. Isotonik

Suatu cairan yang memiliki tekanan osmotik yang sama dengan


yang ada didalam plasma.

a. NaCl normal 0,9%

b. Ringer Laktat

c. Komponen-komponen darah (albumin 5%, plasma)

d. Dextrose 5% dalam air (D 5 W)

2. Hipotonik

Suatu larutan yang memiliki tekanan osmotik yang lebih kecil


daripada yang ada didalam plasma darah.

a. Dextrose 2,5% dalam NaCl 0,45%

b. NaCl 0,45%

c. NaCl 0,2%

3. Hipertonik

Suatu larutan yang memiliki tekanan osmotik yang lebih tinggi


daripada yang ada didalam plasma darah.

a. Dextrose 5% dalam NaCl 0,9%

44
b. Dextrose 5% dalam NaCl 0,45% (hanya sedikit hipertonis
karena dextrose dengan cepat di metabolisme dan hanya
sementara mempengaruhi tekanan osmotik)

c. Dextrose 10% dalam air

d. Dextrose 20% dalam air

e. NaCl 3% dan 5%

f. Larutan hiperalimentasi

g. Dextrose 5% dalam ringer laktat

h. Albumin 25. [15]

BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Kebutuhan cairan tubuh dan elektrolit normal adalah akibat dari
keseimbangan dinamis antara makanan dan minuman yang masuk dengan
keseimbangan yang melibatkan sejumlah besar sistem organ. Cairan tubuh
dan elektrolit yang dikonsumsi lebih banyak maka cairan yang dikeluarkan
juga lebih banyak. Adapun faktor-faktor yng mempengruhi kebutuhan
cairan dan elektrolit dalam tubuh ada, yaitu: usia, aktivitas, iklim, diet,
stress, penyakit, pembedahan, pengobatan, dll.

Dalam permasalahan dehidrasi yang dikarenakan dari akibat diare,


bidan memiliki kewenangan untuk memberikan infus atau memasangkan
infus bila dikatakan permasalahan tersebut harus segera diatasi,
sebagaimana dikatakan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 28 tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan pasal 19 ayat 2b yang berbuyi, “Dalam memberikan pelayanan
kesehatan anak sebagaimana yang dimaksudkan pada ayat (1), Bidan
berwenang melakukan: penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan
perujukan.”. Untuk itu diharapkan peran seorang Bidan sebagai pelayanan

45
kesehatan dapat memberikan konseling kepada semua klien dengan cara
memberikan asuhan tentang nutrisi, gizi, dan hidrasi yang harus dipenuhi
setiap harinya bagi tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ethel Sloane. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Edisi ke-1. Jakarta:
EGC; 2004.

2. Poltekkes majapahit [hlm-3]. Mojokerto : D III Keperawatan politeknik


kesehatan majapahit ; 2017 [1 februari 2017 ; dikutip 12 Februari 2018].
Dari
http://ejurnalp2m.poltekkesmajapahit.ac.id/index.php/HM/article/downloa
d/152/191

3. Eprints.undip[hlm-27]. Semarang : Fakultas kedokteran universitas


diponegoro ; 2012 [28 juli 2012 ; dikutip 16 november 2017]. Dari
http://eprints.undip.ac.id/37538/1/Festy_G2A008082_Lap_kti.pdf

4.World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di


Rumah Sakit. Jakarta: World Health Organization; 2005.

5. Amin, Zulkifli Lukman. Tatalaksana Diare Akut. Vol.42 No.7. Jakarta:


IDI (Ikatan Dokter Indonesia); 2015

6. Setiadi. Anatomi&Fisiologi Manusia [hal.132] Surabaya: Graha Ilmu;


2007

7. Jurnal HUBUNGAN ASUPAN SERAT MAKANAN DAN AIR DENGAN


POLA DEFEKASI ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR.Bogor :

46
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut
Pertanian Bogor, Bogor 16680; 2014.

8. Agus Priyanto, Sri Lestari. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta:


Salemba Medika; 2008.

9. Yulrina A, Risa P, Ika P. Keterampilan Dasar Kebidanan. Ed-1.


Yogyakarta: Deepublish; 2014.

10. Musrifatul Uliyah,A.Azis Alimul Hidayah. Keterampilan dasar


praktik klinik untuk kebidanan. Edisi ke-2. Jakarta: Salemba Medika;
2009.

11. Musrifatul Uliyah, A. Aziz Alimul Hidayat. Keterampilan dasar


praktik kebidanan. Edisi ke-2. Jakarta: Salemba medika; 2009

12. Titis Tiara. Pengaruh Iontophoresis Dengan Ser-C Terhadap Turgor


Kulit Wajah Pada Wanita Usia 30-40 Tahun. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta; 2015.

13. Sumber : Anas T. Klien Gangguan Keseimbangan Cairan dan


Elektrolit. ed-1. Jakarta: EGC; 2009

14. Sumber : Mima M, Pamela L. Keseimbangan Cairan Elektrolit dan


Asam Basa. Ed-2. Jakarta: EGC; 2001

15. fk.unsoed.ac.id [hlm.3]. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman;


2005 [dikutip 23 Februari 2018]. Dari:
http://fk.unsoed.ac.id/sites/default/files/img/modul%20labskill/genap
%20I/Genap%20I%20-%20Pemasangan%20Infus.pdf

47
PETA KONSEP

Makanan yang terkontaminasi

Infeksi pada sistem pencernaan

Makanan/zat tidak dapat diserap Menimbulkan rangsangan Menimbulkan mukosa


tubuh, yaitu: menimbulkan tubuh untuk mengeluarkan
Tekanan osmotik dalam mekanisme tubuh untuk toksin
rongga usus meningkat mengeluarkan toksin
Peningkatan gerakan usus
Peningkatan sekresi air
(hiperperistaltik)
Anus akan merangsang
untuk pengeluaran
Kurang penyerapan di usus
BAB Cair

Diare

Kekurangan cairan dan elektrolit

Kekurangan cairan Kulit tidak terjadi penguapan

48
1. KU lemas 1. Mata cekung
2. TD rendahKetidakseimbangan cairan dan 2. Mulut mukosa kering
Oralit3. Nadi cepat Asuhan
elektrolit Kebidanan
dalam tubuh
Dehidrasi
Infus Konseling
3. Turgor kurang baik

Anda mungkin juga menyukai