Reformasi Pajak:
Menunggu Paket Perubahan UU P
B
elajar dari pengalaman di berbagai negara, karena itu, reformasi pajak ini harus dijalankan dengan
kebutuhan reformasi pajak pada umumnya sungguh-sungguh, cermat, dan sesuai jadwal. Situasi
meningkat seiring dengan adanya ancaman politik nasional di tahun 2018 ini seharusnya tidak
serius terhadap anggaran negara. Belanja mengganggu dan memperlambat agenda reformasi
negara dan utang yang melonjak men pajak. Momentum pasca-pengampunan pajak dan eks
ciptakan urgensi untuk mengoptimalkan sumber pe pektasi publik yang sedemikian tinggi terlalu sayang
nerimaan, terutama dari pajak. Tidak terkecuali dalam untuk dilewatkan.
konteks Indonesia yang telah melakukan reformasi
pajak beberapa kali. Sangat Mendesak
Tercatat, kita telah melakukan reformasi pajak Di balik kejelian pemerintah mengidentifikasi
yang berskala besar pada 1983-1985, pertengahan persoalan pajak di Indonesia, yang kemudian tercer
1990-an, serta 2001-2007. Itu belum menghitung re min dalam lima pilar reformasi, ada beberapa isu men
formasi pajak ‘mini’, misalnya di pertengahan 1950- dasar dari pilar-pilar tersebut yang mendesak untuk
an, awal Orde Baru, ataupun kurun waktu 2009-2014. segera dituntaskan.
Benang merahnya, reformasi pajak Indonesia berkait Pertama, cara jitu meningkatkan tax ratio
an erat dengan menurunnya kontribusi sumber daya hingga 15% dengan memecahkan teka-teki elasti
alam terhadap pendapatan negara. Hal sitas pertumbuhan penerimaan pa
ini juga terkonfirmasi pada kebijakan jak terhadap pertumbuhan PDB (tax
fiskal pasca-Korean Boom (1951-53), Oil buoyancy). Idealnya, tax buoyancy pa
Boom (1979-1982), hingga Commodity ling tidak sebesar 1, di mana 1% per
Boom (2005-2008). Singkatnya, seret tumbuhan PDB dapat diterjemahkan
nya pemasukan kas negara dari kekayaan pada 1% pertumbuhan penerimaan
alam mendorong pemerintah melaku pajak, tentu dengan mempertimbang
kan reformasi pajak (Kristiaji, 2018). kan inflasi. Tetapi, beberapa tahun
Di era Presiden Jokowi, refor terakhir nilai tax buoyancy Indonesia
masi pajak kembali digulirkan dan dica kurang dari 1. Akibatnya, tax ratio juga
nangkan pada kurun waktu 2017-2020. menurun karena proporsi pertambahan
Ditinjau dari agendanya yang mencakup penerimaan pajak lebih kecil dari
pilar: organisasi, sumber daya manusia, proporsi pertambahan PDB.
sistem informasi dan basis data, proses Penelusuran dan pemahaman
bisnis, serta revisi undang-undang per mengenai tax buoyancy sangatlah
pajakan, reformasi pajak kali ini bisa dibilang sebagai krusial bagi reformasi pajak karena akan memberikan
reformasi yang komprehensif. Reformasi ini pun am gambaran seberapa responsif sistem pajak terhadap
bisius karena memiliki target tax ratio sebesar 15%, siklus ekonomi. Informasi ini pen t ing dalam
padahal di 2017 kemarin angkanya masih 10,8%. Target upaya meredesain sistem yang dapat menjamin
tax ratio ini berada di atas titik kritis (tipping point) yang kesinambungan fiskal dalam jangka pan j ang,
direkomendasikan IMF, yaitu 12,75%, atau tax ratio mencegah shock penerimaan pada kondisi ekonomi
minimum yang bisa menjamin pertumbuhan ekonomi yang lesu, sekaligus meningkatkan keandalan pe
berkelanjutan (Gaspar, Jaramillo dan Wingender, 2016). rumusan target penerimaan pajak (Dudine dan
Justifikasi reformasi pajak kali ini pun jelas, Jalles, 2017). Penelusuran mendetail mengenai tax
yaitu keinginan untuk membiayai pembangunan dari buoyancy membantu pemerintah dalam memetakan
uang pajak sesuai dengan visi Nawacita. Gagasan ini sektor, kelompok, atau jenis pajak yang elastisitasnya
rupanya merefleksikan peran penting pajak dalam tidak optimal. Dengan demikian, pemerintah dapat
proses state building yang menyertakan aspek pemba mengatasi policy gap dan compliance gap secara tepat.
haruan kontrak fiskal, pembenahan governance, dan Rendahnya, tax buoyancy Indonesia juga men
peningkatan kapasitas negara (Brautigam, 2008). Oleh ciptakan keraguan atas keberhasilan peningkatan pe
Darussalam
U Perpajakan Managing Partner Danny
Darussalam Tax Centre
nerimaan pajak jangka panjang melalui reformasi yang yang bertugas untuk menjamin hak-hak wajib pajak
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Padahal, sekaligus menjadi pengawas kegiatan administrasi
selama tiga tahun terakhir tren reformasi pajak berbagai pajak. Tidak cukup sampai di situ, pembenahan
negara berupaya memberikan ruang geliat aktivitas juga harus menyasar pengadilan pajak, tempat yang
ekonomi (OECD, 2017). Harapannya, basis pajak menjadi harapan bagi wajib pajak untuk mencari
meningkat dan akan memberikan efek penerimaan keadilan. Terkait dengan putusan-putusan pengadilan
pajak di kemudian hari. Tanpa adanya upaya pajak, dunia kampus diminta berperan serta untuk
meningkatkan tax buoyancy dari pemerintah, strategi dapat menganalis dan mengkritisi putusan pengadilan
ini bisa-bisa hanya menciptakan rezim pertumbuhan pajak sebagai bentuk pengawasan dan pembelajaran.
ekonomi tinggi dengan tax ratio stagnan. Terakhir, posisi sentral wajib pajak. Keberhasilan
Kedua, persoalan mengenai setting kelembagaan reformasi pajak sangat dipengaruhi oleh dukungan dan
pajak, dalam arti: peran, kedudukan, dan koordinasi pemahaman publik (Cottarelli, 2012). Ke depan, suatu
antar institusi kunci dalam sistem pajak. Agenda re rancangan UU perpajakan harus menjamin adanya ke
formasi pajak memang telah menyertakan pilar orga seimbangan kepentingan dan transparan. Proses ini bisa
nisasi, namun kurang memberikan posisi yang jelas dilakukan melalui mekanime keterwakilan di parlemen,
mengenai wacana transformasi Ditjen Pajak menjadi konsultasi publik, ataupun mengunggah rancangan
lembaga yang semi-independen (Semi-Autonomous UU perpajakan di domain publik untuk memperoleh
Revenue Authority/SARA). masukan dan kritik. Negara berkembang seperti
SARA memiliki kewenangan yang le India dan Afrika Selatan telah melakukan hal ini.
bih otonom dalam hal organisasi, sumber
daya manusia, dan anggaran, sehingga Perlindungan Wajib Pajak
lebih efektif dan responsif dalam meng Suara wajib pajak dalam reformasi
administrasikan pajak. Di banyak negara, pajak perlu diperhatikan, terutama de
pembentukan SARA berangkat dari ngan adanya semangat menciptakan
berbagai alasan, mulai dari lemahnya kepatuhan yang berdasarkan kesuka
kinerja otoritas pajak dalam mening relaan (voluntary compliance) serta ada
katk an kepatuhan hingga tingginya nya paradigma kepatuhan kooperatif
angka korupsi di sektor pajak (Kidd dan (cooperative compliance). Perlindungan
Crandall, 2006). hak-hak wajib pajak harus diidentifikasi
Persoalan yang mencuat, ada dan sedapat mungkin diproteksi secara
kekhawatiran sebagian kalangan bahwa SARA berkepastian melalui ketentuan peraturan
akan menjadi lembaga super dan sulit untuk perundang-undangan (Bentley, 2007).
dikontrol. Perdebatan ini bisa dicarikan solusinya. Intinya, reformasi pajak harus mendengar suara
SARA bisa dijalankan dengan model kepemimpinan wajib pajak. Wajib pajak mempunyai peran penting
yang bersifat kolektif dan ada keterwakilan dari berbagai dalam sistem perpajakan yang kita anut. Yaitu, sebagai
pemangku kepentingan. Selain itu, lembaga baru pihak yang menghitung dan menyetor kewajiban pajak
tersebut nantinya juga harus tetap berkoordinasi dengan dirinya sendiri maupun memungut dan menyetor
Kementerian Keuangan sebagai penentu kebijakan kewajiban pajak pihak lain.
fiskal. Setting kelembagaan juga perlu memberikan Atas ketiga isu di atas, paket perubahan undang-
pemisahan yang jelas antara institusi yang bertugas undang perpajakan yang terdiri atas UU Ketentuan
mengadministrasikan pajak dan institusi perumus Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU Pajak Pengha
gatra/argy pradypta
kebijakan (de Cogan, 2011). Hal ini untuk mencegah silan, UU Pajak Pertambahan Nilai, dan UU Penga
pemungutan yang bersifat excessive serta kebijakan yang dilan Pajak akan menjadi modal awal kerangka refor
hanya berorientasi pada penerimaan. masi pajak Indonesia untuk memecahkan ketiga isu
Untuk pengawasan, diperlukan upaya memper di atas. Untuk itu, mari kita tunggu komitmen tegas
kuat Komite Pengawas Perpajakan (tax ombudsman) pemerintah dan DPR untuk segera membahasnya.