Lama (durasi masa subur yang dijalani sepasang suami istri dalam siatus perkawinan memengaru
hi tingkat fertilitas pasangan tersebut oleh karena itu, peristiwa perkawinan Pertama. cerai, pisah,
menjadi janda, rujuk atau menukah kedua kali dan seterusnya merupakan aspek penting dalam s
tudi demografi Daam hal m tisia kawin pertama menjadi penting karena menandakan saat di m
ana seseorang memasuki masa reproduksi untuk yang pertama kali.
Selain dapat memengaruhi jumlah penduduk melalui kelahiran, perkawinan dapat mengubah kom
posisi penduduk, yakni perubahan status perkawinan itu sendiri. Status perkawinan merupakan su
atu karekteristik demografi yang mencakup aspek sosial ekonom biologis hukum, dan agama. Da
ri susi aspek biologis dapat diteliti kapan seorang perempuan mulai melakukan hubungan kapan
hubungan seksual seksual pertama ka tersebut berakhir, dan kapan mempunyai risiko bamilmelah
irkan. Perubahan status perkawinan seseorang dari status bujangan/belum menikah menjadi berst
atus menikah, daristatus menikah menjadi janda bercerai atau berpisahmembawakonsekuensisosial
dan ekonomi tersendiri. Perubahan status perkawinan dapat menyebabkan perubahan tempat tin
ggal atau migrasi, perubahan partisipasi ang kera atau perubahan pendidikan
Secara demografis, perkawinan merupakan peristivva berkurangnya secara perlahan umlah pendu
duk muda yang belum menikah kejenjang pernikahan kemudian berkurang ecara drastis pada us
ia yang dianggap pantas untuk menikah (Bogue, 1969. Perilaku perkawinan dapat dipengaruhi ol
eh struktur umur penduduk, terutama komposisi umur laki-laki dan perempuan pada usia pantas
kawin. Dalam keadaan ekstrem, perbandingan antara jumlah laki-laki dan perempuan pada usia
pantas kawin bisa menjadi sangat tidak seimbang. Misalnya, di negara-negara Eropa, setelah per
ang dunia kedua banyak laki-laki dewasa menjadi korban peperangan, sehingga jumlahnya jauh l
ebih kecil dari jumlah perempuan yang akan menjadi pasangannya. Di Amerika Serikat, keadaan
seperti ini diikuti dengan penyesuaian usta pasangan laki-laki dan perempuan yang terkenal den
gan marriagesqueeze, dimana perbedaan usia antara uami dengan istri menjadi kecil atau bahka
n usia istri jauh lebih tua dari u suami. Keadaan semacam ini dapat memengaruhi tingkat kelahir
an. Di Indonesia, banyak orang muda menunda pernikahan pada saat perang kemerdekaan. Pad
a waktu perang selesai dan keadaan menjadi lebih normal, maka banyak terjadi perkawinan yan
g menyebabkan meningkatnya kelahiran di sekitar tahun 1950-an. Tingkat kelahiran tinggi ini seri
ng disebut dengan ledakan ba (baby boom), yang kohornya terus terlihat pada piramida pendu
duk Indonesia dengan segala implikasi sosial dan ekonominya, termasuk jumlah kelahiran yang ju
ga tinggi saat bayi-bayi baby boom ini memasuki usia reproduksi.
Kedua bentuk perkawinan tersebut, baik de jure maupun de facto, memengaruhi tingkat fertilitas.
Oleh karena itu, keduanya diperhitungkan dalam studi demografi. Umumnya di Indonesia, perka
winan de jure lebih menjadi dalam studi demografi karena perkawinan de facto relatif masih sed
ikit jumlahnya, selain karena belum diterima secara luas oleh masyarakat Indonesia
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membedakan status perkawinan dalam lima kategori, yaitu bel
um kawin, kawin, cerai, janda, dan duda. Pengertian janda dan duda di sini adalah status seseor
ang yang ditinggal matipasangannya dan belum melakukan kawin ulang. Dalam sensus atau surv
ei, Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia mengategorikan status perkawinan dalam empat golong
an sebagai berikut
l. Belum kawin, yaitu penduduk Indonesia usia 10 tahun ke atas yang belum pernah menikah, t
ermasuk penduduk yang hidup selibat atau tidak pernah kawin.
2. Kawin adalah mereka yang kawin secara hukum (adat, negara, dan agama) dan mereka yang
hidup bersama yang oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sebagai suami istri.
4. Janda atau duda adalah mereka yang suami atau istrinya meninggal dan belum melakukan p
erkawinan ulang.
Oleh karena frekuensi perkawinan menduduki peran penting dalam studi demografi, perlu dibeda
kan antara perkawinan pertama, perkawinan kedua, dan selanjutnya. Perkawinan pertama merupa
kan perubahan status dari belum kawin ke status kawin, sedangkan perkawinan kedua, ketiga, da
n seterusnya merupakan perubahan dari status erai atau janda duda menjadi status kawin.
Perceraian adalah bubarnya perkawinan secara sah yang dikukuhkan oleh surat keputusan penga
dilan, yang memberikan hak kepada masing-masing untuk kawin uiang menurut hukum sipil dan
agama, sesuai dengan peraturan atau adat kebudayaan yang berlaku di tiap-tiap negara. Dalam
masyarakat di mana perceraian tidak diperbolehkan terdapat istilah penangguhan pembatalan p
erkawinan di mana dalam pencatatan biasanya perkawinan ini dikategorikan sebagai bercerai
Selain perceraian, ada peristiwa rujuk, yaitu perkawinan ulang antara suami dan istri yang telah c
erai. Dalam agama Islam, rujuk diperbolehkan dengan memberi batasan hanya dua kali rujuk unt
uk suatu pasangan. Apabila pasangan tersebut bercerai kembali maka masing-masing pasangan
diharamkan untuk menikah kembali kecuali masing masing telah menikah dengan orang lain dan
telah cerai kembali. Dalam agama Kristen atau Katolik, tidak ada peristiwa rujuk karena percerai
an tidak diperbolehkan oleh agama tersebut.
perkawinan ulang adalah perkawinan yang terjadi antara seorang jandalduda atau yang berstatus
cerai dengan laki-laki atau perempuan lain.
Registrasi
Studi tentang perkawinan dan perceraian memerlukan data statistik tent ang iumlah perkawinan
dan perceraian. Idealnya, statistik tentang hal tersebut dikembangkan dalam suatu sistem pencata
tan yang dipelihara dan diperbarui secara terus-menerus (Shryock dan Siegel, 1971). Sebaiknya, st
atistik tentang perkawinan dan perceraian dikerjakan dalam sistem registrasi vital (dibawah Depar
temen Dalam Negeri). Sistem registrasi yang dilaksanakan dengan baik akan menghasilkan data s
tatistik dengan kualitas yang baik pula, termasuk kelengkapan peristiwa, cakupan, kecermatan, da
n kebenarannya yang dapat dipertanggungjawabkan. Negara yang mempunyai statistik yang baik
semacam ini misalnya adalah Swedia.
Di Indonesia, pencatatan nikah, talak. dan rujuk bagi penduduk yang beragama Islam dilakukan
oleh pegawai pencatat nikah kantor urusan agama kecamatan (di bawah Departemen Agama). U
ntuk masyarakat yang beragama non-isiam, pencatatan nikah dan cerai dilakukan oleh gereja, wi
hara, pura maupun kelenteng serta diperkuat dengan nikah di kantor catatan sipil (Departemen
Kehakiman). Apabila dari ketiga instansi ini bisa dikumpulkan data hasil catatan perkawinan secar
a lengkap maka data statistik ini dapat menjadi sumber utama perhitungan langsung (direct met
hod tentang ukuran ukuran perkawinan dan perceraian yang diperlukan dalam studi demografi.
Akan tetapi, sampai saat ini, statistik semacam itu belum tersedia karena tidak adanya sistem pel
aporan dan penyajian yang terpadu dan terpublikasi. Akibatnya, studi perkawinan dan perceraian
di Indonesia lebih banyak mengandalkan data lain dengan perhitungan secara tidak langsung (in
direct method), umumnya dari sensus atau survei- survei penduduk.
Sumber data lain yang dapat menjadi bahan perhitungan secara tidak langsung untuk ukuran pe
rkawinan dan perceraian adalah Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar Sensus (Supas, da
n survei khusus yang mengumpulkan keterangan tentang perkawinan dan perceraian. Sensus pen
duduk dan Supas yang diselenggarakan oleh BPS memuat pertanyaan-pertanyaan tentang status
perkawinan penduduk dan usia saat kawin pertama kali.
Survei khusus yang menanyakan tentang sejarah perkawinan responden adalah Survei Fertilitas In
donesia tahun 1976, Survei Kehidupan Rumah Tangga Indonesia (Sakerti) tahun 1993, 1997/1998,
2000, dan 2007/2008, serta Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (sDKI) tahun 1987, 1991, 1
994, 1997, 2002/2003, dan 2007.
Ada beberapa ukuran dalam perkawinan berdasarkan data statistik yang dikumpulkan. Ukuran ter
sebut ada bermacam-macam, tergantung dari ketersediaan data yang dikumpulkan, tingkat kecer
matannya, dan apakah ukuran tersebut berdasarkan ukuran yang spesifik atau ukuran yang sesua
i dengan aspek perkawinan yang tersedia dalam data.
Ukuran-ukuran berikut ini memerlukan data statistik perkawinan yang berasal dari registrasi catat
an sipil dan/atau KUA.
Angka perkawinan kasar merupakan ukuran yang sederhana dan mudah dihitung. Angka perkawi
nan kasar adalah angka yang menunjukkan banyaknya peristiwa perkawinan per 1.000 penduduk
dalam satu tahun di wilayah tertentu. Angka perkawinan kasar dapat dihitung dengan rumus ber
ikut.
di mana
Sebagai contoh, pada tahun 1961 di Prancis tercatat sebanyak 314.841 perkawinan. Jumlah pendu
duk Prancis pada 1 Januari 1961 adalah 45.728.677 orang dan pada 1 Januari 1962 berjumlah 46.
237.849 orang. Jadi, penduduk pada pertengahan periode 1961 adalah 45.983.263 orang dan an
gka perkawinan kasar di Prancis tahun 1961 adalah sebagai berikut.
Artinya, dari 1.000 penduduk Prancis pada periode 1961, terdapat antara 6 dan 7 peristiwa perka
winan.
Angka perkawinan umum merupakan angka yang menunjukkan banyaknya perkawinan di antara
penduduk yang sudah layak kawin (biasanya 15 tahun ke atas per 1.000 penduduk berumur 15 t
ahun ke atas. Angka perkawinan umum dapat dihitung dengan mus berikut ini.
AKU X1000
di mana
Angka perkawinan umumlebih baik dibandingkan dengan angka perkawinan kasar kawin saja, kar
ena dalam perhitungan ini hanya memasukkan penduduk yang berisi itu yaitu penduduk yang b
erumur 15 tahun ke atas sebagai faktor penyebut. Sementara penduduk yang berumur kurang d
ari 15 tahun tidak diikutsertakan sebagai penyebut karena dianggap belum te rpapar terhadap pe
ristiwa perkawinan.
Cara paling baik untuk menghilangkan pengaruh perbedaan umur dan jenis kelamin adalah den
gan menggunakan perhitungan lebih spesifik menurut jenis kelamin. Hal ini terutama berkaitan d
engan umur yang berbeda-beda ketika perkawinan terjadi antara laki-laki dan perempuan. jumla
h perkawinan penduduk
Angka perkawinan umum perempuan menunjukkan atas perempuan di antara penduduk yang su
dah layak kawin (biasanya 15 ke tahun 1.000 penduduk perempuan belum kawin dan berumur 1
5 tahun ke atas pada tertentu. Angka perkawinan umum perempuan dirumuskan sebagai berikut.
Akan tetapi, sampai saat ini, statistik semacam itu belum tersedia karena tidak adanya sistem pel
aporan dan penyajian yang terpadu dan terpublikasi. Akibatnya, studi perkawinan dan perceraian
di Indonesia lebih banyak mengandalkan data lain dengan perhitungan secara tidak langsung (in
direct method), umumnya dari sensus atau survei survei penduduk.
Sumber data lain yang dapat menjadi bahan perhitungan secara tidak langsung untuk ukuran pe
rkawinan dan perceraian adalah Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar sensus (Supas) da
n survei khusus yang mengumpulkan keterangan perkawinan dan perceraian. Sensus penduduk d
an Supas yang diselenggarakan oleh BPS memuat pertanyaan-pertanyaan tentang status perkawi
nan penduduk dan usia saat kawin pertama kali.
Survey khusus yang menanyakan tentang sejarah perkawinan responden adalah Survei khusus ya
ng menanyakan tentang sejarah Survei Fertilitas Indonesia tahun 1976, Survei Kehidupan Rumah
Tangga Indonesia (Sakerti) tahun 1993, 1997/1998, 2000, dan 2007/2008, serta Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1987, 1991, 1994, 1997, 2002/2003, dan 2007.
Ada beberapa ukuran dalam perkawinan berdasarkan data dikumpulkan statistik yang Ukuran ter
sebut ada bermacam-macam, tergantung dari ketersediaan data yang dikumpulkan, tingkat kecer
matannya, dan apakah ukuran tersebut berdasarkan ukuran yang spesifik atau ukuran yang sesua
i dengan aspek perkawinan yang tersedia dalam data.
Ukuran-ukuran berikut ini memerlukan data statistik perkawinan yang berasal dari registrasi catat
an sipil dan/atau KUA.
Angka perkawinan kasar merupakan ukuran yang sederhana dan mudah dihitung. Angka perkawi
nan kasar adalah angka yang menunjukkan banyaknya peristiwa perkawinan per 1.000 penduduk
dalam satu tahun di wilayah tertentu. Angka perkawinan kasar dapat dihitung dengan rumus ber
ikut.
di mana
Sebagai contoh, pada tahun 1961 di Prancis tercatat sebanyak 314.841 perkawinan. Jumlah pendu
duk Prancis pada 1 Januari 1961 adalah 45.728.677 orang dan pada 1 Januari 1962 berjumlah 46.
237.849 orang. Jadi, penduduk pada pertengahan periode 1961 adalah 45.983.263 orang dan an
gka perkawinan kasar di Prancis tahun 1961 adalah sebagai berikut.
Artinya, dari 1.000 penduduk Prancis pada periode 1961, terdapat antara 6 dan 7 peristiwa perka
winan.
Angka perkawinan umum merupakan angka yang menunjukkan banyaknya perkawinan antara pe
nduduk yang sudah layak kawin (biasanya 15 tahun ke atas) per 1.000 penduduk berumur 15 tah
un ke atas.Angka perkawinan umum dapat dihitung dengan rumus berikut ini.
di mana:
Angka perkawinan umum lebih baik dibandingkan dengan angka perkawinan kasar karena dalam
perhitungan ini hanya memasukkan penduduk yang berisiko kawin saja, yaitu penduduk yang b
erumur 15 tahun ke atas sebagai faktor penyebut. Sementara itu, penduduk yang berumur kuran
g dari 15 tahun tidak diikutsertakan sebagai penyebut karena dianggap belum terpapar terhadap
peristiwa perkawinan.
Cara paling baik untuk menghilangkan pengaruh perbedaan umur danjeniskelamin adalah denga
n menggunakan perhitungan lebih spesifik menurut jenis kelamin. Hal ini terutama berkaitan den
gan umur yang berbeda-beda ketika perkawinan terjadi antara laki-laki dan perempuan
di mana
Prist,bk jumlah penduduk perempuan yang belum kawin dan berusia 15 tahun ke atas pada pert
engahan tahun yang sama
Ukuran yang lebih spesifik dalam perkawinan adalah angka perkawinan umur tertentu, yang telah
memperhitungkan pengaruh perbedaan umur dan jenis kelamin. Perkawinan selain merupakan h
ubungan antara dua manusia dengan jenis kelamin berbeda, biasanya juga mempunyai umur ya
ng berbeda juga. Angka perkawinan untuk perempuan lebih banyak dipelajari karena berhubu ng
an erat dengan fertilitas, Angka perkawinan umur tertentu dirumuskan sebagai berikut.
di mana:
Untuk menghitung angka perkawinan umur tertentu perempuan pada kelompok umur 15-19 tahu
n maka digunakan rumus berikut ini.
Analisis perkawinan secara demografis dan sosiologis membedakan perkawinan pertama dan perk
awinan ulang. Kedua tipe perkawinan ini cenderung mempunyai karekteristik yang berbeda, misal
nya umur. oleh karena kejadian perkawinan lebih dari satu kali frekuensinya cukup banyak, maka
perlu dilakukan perhitungan angka perkawinan berdasarkan perkawinan pertama, kedua, dan set
erusnya.
Angka perkawinan pertama adalah angka yang menunjukkan banyaknya perkawinan pertama yan
g dilakukan pada suatu tahun tertentu per 1.000 penduduk usia 15 tahun ke atas yang belum p
ernah kawin. Angka perkawinan pertama dirumuskan sebagai berikut.
di mana:
di mana
20-24 jumlah perkawinan pertama dari perempuan kelompok umur 20-24 pada tahun tertentu
p,bk jumlah penduduk perempuan yang belum kawin, kelompok umur 20-24, pada 20-24 perten
gahan tahun yang sama
Perkawinan ulang adalah perkawinan kedua, ketiga, atau lebih yang dilakukan oleh penduduk ya
ng berstatus cerai atau janda/duda per 1.000 jumlah penduduk yang berstatus cerai atau janda/
duda.
di mana
Pi/dtc jumlah janda/duda (j) dan cerai (c pada pertengahan tahun yang sama
Apabila angka perkawinan ulang dihitung berdasarkan angka spesifik menurut umur dan jenis kel
amin, misalnya, untuk perkawinan ulang penduduk perempuan pada kelompok umur a tahun, m
aka rumusnya adalah sebagai berikut.
di mana:
PP jumlah penduduk perempuan yang janda dan cerai berumur a pada pertengahan tahun yang
sama
Angka perkawinan ulang bervariasi di berbagai negara, namun tampak ada kecenderungan bahw
a angka perkawinan ulang laki laki lebih tinggi dibandingkan angka perkawinan ulang perempua
n.
Sebagai dari fertilitas total (lihat Bab 4), dalam ukuran perkawinan ada angka perkawinan total (t
otal marriage rate). Angka perkawinan total menunjukkan banyaknya perkawinan yang dilakukan
oleh suatu kohor laki-laki atau perempuan semasa hidupnya.
Angka perkawinan total dihitung dengan rumus berikut ini.
di mana:
Angka perkawinan total menunjukkan banyaknya seseorang melakukan perkawinan semasa hidup
nya. Hal ini bukan berarti bahwa orang yang bersangkutan mempunyai istri yang sah lebih dari
satu, tetapi menunjukkan frekuensi perkawinannya. Apabila orang tersebut mempunyai istri yang
sah lebih dari satu pada saat bersamaan baru disebut sebagai poligami.
Angka Poligami
Angka poligami merupakan jumlah perkawinan dari seorang laki-laki per 1.000 penduduk yang b
erstatus kawin. Rumus angka poligami adalah sebagai berikut
di mana
Berakhirnya suatu perkawinan selain mempunyai implikasi demografi juga mempunyai implikasi s
osiologi. Implikasi demografi adalah memengaruhi fertilitas dalam arti mengurangi fertilitas, sedan
gkan implikasi sosiologi lebih kepada persepsi masyarakat tentang status cerai/janda terutama ba
gi perempuan.
Seperti dalam perkawinan, sumber data perceraian berasal dari hasil registrasi, sensus, atau surve
i. Dari hasil pencatatan registrasi dapat dihitung angka perceraian kasar secara langsung dengan
rumus sebagai berikut.
di mana
Untuk memperoleh angka perceraian yang lebih spesifik dapat dihitung dengan angka perceraian
umum, yang sudah memperhitungkan penduduk yang terkena risiko perceraian, yaitu penduduk
berumur 15 tahun ke atas atau disebut penduduk yang berumur divorceable. Rumus umum yan
g digunakan adalah seperti berikut ini.
di mana:
Ukuran lain untuk perceraian adalah modified crude divorce rate (MCDR), yang menunjukkan an
gka perceraian atas dasar jumlah pasangan yang kawin. Hal ini dapat menimbulkan kesukaran ka
rena biasanya antara jumlah laki-laki dan jumlah perempuan yang dilaporkan kawin tidak sama.
Dengan adanya hal tersebut maka yang umum dipakai adalah salah satu cara saja atau dicari k
eseimbangannya, yaitu menggunakan salah satu kelompok jenis kelamin tertentu sebagai penyeb
utnya. Amerika Serikat menggunakan jumlah wanita yang kawin.
di mana
jumlah laki-laki atau perempuan yang kawin dalam kurun waktu yang sama kann.