Anda di halaman 1dari 14

Pendahuluan

Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa
bahan lepas. Hutton (1875; dalam Sanders, 1981) menyatakan Sedimentary rocks are rocks
which are formed by the “turning to stone” of sediments and that sediments, in turn, are formed
by the breakdown of yet-older rocks. O’Dunn & Sill (1986) menyebutkan sedimentary rocks are
formed by the consolidation of sediment : loose materials delivered to depositional sites by
water, wind, glaciers, and landslides. They may also be created by the precipitation of CaCO3,
silica, salts, and other materials from solution (Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk
oleh konsolidasi sedimen, sebagai material lepas, yang terangkut ke lokasi pengendapan oleh air,
angin, es dan longsoran gravitasi, gerakan tanah atau tanah longsor. Batuan sedimen juga dapat
terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat, silika, garam dan material lain. Menurut
Tucker (1991), 70 % batuan di permukaan bumi berupa batuan sedimen. Tetapi batuan itu hanya
2 % dari volume seluruh kerak bumi. Ini berarti batuan sedimen tersebar sangat luas di
permukaan bumi, tetapi ketebalannya relatif tipis.

Klasifikasi Umum
Pettijohn (1975), O’Dunn & Sill (1986) membagi batuan sedimen berdasar teksturnya menjadi
dua kelompok besar, yaitu batuan sedimen klastika dan batuan sedimen non-klastika.
Batuan sedimen klastika (detritus, mekanik, eksogenik) adalah batuan sedimen yang terbentuk
sebagai hasil pengerjaan kembali (reworking) terhadap batuan yang sudah ada. Proses
pengerjaan kembali itu meliputi pelapukan, erosi, transportasi dan kemudian redeposisi
(pengendapan kembali). Sebagai media proses tersebut adalah air, angin, es atau efek gravitasi
(beratnya sendiri). Media yang terakhir itu sebagai akibat longsoran batuan yang telah ada.
Kelompok batuan ini bersifat fragmental, atau terdiri dari butiran/pecahan batuan (klastika)
sehingga bertekstur klastika.
Batuan sedimen non-klastika adalah batuan sedimen yang terbentuk sebagai hasil penguapan
suatu larutan, atau pengendapan material di tempat itu juga (insitu). Proses pembentukan batuan
sedimen kelompok ini dapat secara kimiawi, biologi /organik, dan kombinasi di antara keduanya
(biokimia). Secara kimia, endapan terbentuk sebagai hasil reaksi kimia, misalnya CaO + CO2 ®
CaCO3. Secara organik adalah pembentukan sedimen oleh aktivitas binatang atau tumbuh-
tumbuhan, sebagai contoh pembentukan rumah binatang laut (karang), terkumpulnya cangkang
binatang (fosil), atau terkuburnya kayu-kayuan sebagai akibat penurunan daratan menjadi laut.
Dalam tugas ini saya akan membahas khusus di batuan sedimen non klastik karbonat.
Pembahasan

Pengertian Batuan Karbonat


Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mempunyai komposisi yang dominan (lebih dari
50%) terdiri dari garam-garam karbonat, yang dalam prakteknya secara umum meliputi
Batugamping dan Dolomit. Karbonat mempunyai keistimewaan dalam cara terbentuknya, yaitu
hanya dari larutan, praktis tidak ada sebagai detritus daratan. Pembentukan batuan karbonat
secara kimia, tetapi yang penting adalah turut sertanya organisme di dalam batuan karbonat.
Proses Pembentukannya dapat terjadi secara insitu, yang berasal dari larutan yang mengalami
proses kimiawi maupun biokimia dimana pada proses tersebut, organism turut berperan, dan
dapat pula terjadi butiran rombakan yang telah mengalami transportasi secara mekanik dan
kemudian diendapkan pada tempat lain, dan pembentukannya dapat pula terjadi akibat proses
diagenesa dari batuan karbonat yang lain (sebagai contoh yang sangat umum adalah proses
dolomitisasi, dimana kalsit berubah menjadi dolomite).
Seluruh proses pembentukan batuan karbonat tersebut terjadi pada lingkungan laut, sehingga
praktis bebas dari detritus asal darat.
Menurut Pettijohn (1975), batuan karbonat adalah batuan yang fraksi karbonatnya lebih besar
dari fraksi non karbonat atau dengan kata lain fraksi karbonatnya >50%. Apabila fraksi
karbonatnya <50% maka, tidak bisa lagi disebut sebagai batuan karbonat. Fraksi-fraksi yang
umum dapat dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel Mineral Karbonat yang Umum Dijumpai

Mineral Rumus Kimia Sistem Kristal

Aragonit CaCO3 Orthorombik

Kalsit CaCO3 Heksagonal


(rombohedral)

Magnesit MgCO3 Heksagona


l(rombohedral)

Dolomit CuMg(CO3)2 Heksagonal


(rombohedral)

Ankerit Ca(FeMg)(CO3)2 Heksagonal


(rombohedral)

Siderit FeCO3 Heksagonal


(rombohedral)
Endapan-endapan karbonat pada masa kini terutama tersusun oleh aragonite, disamping itu juga
kalsit dan dolomite. Aragonite tersebut kebanyakan berasal dari proses biogenic(ganggang hijau
atau calcareous green algae) atau hasilpresipitasi langsung dari air laut secara kimiawi.
Aragonite ini bersifat tidak stabil, aslinya segera setelah terbentuk akan berubah menjadi kalsit.
Oleh karena adanya proses substitusi Cu dan Mg, maka endapan kalsit pada endapan masa kini
ada dua macam, yaitu :
1. Low-Mg calcite, apabila kandungan MgCO3<4% dan terbentuk pada daerah yang dingin.
2. High-Mg calcite, apabila kandungan MgCO3>4% dan terbentuk pada daerah yang hangat.

Ada 5 (lima) mekanisme penting yang dapat menerangkan bagaimana terjadinya pengendapan
CaCO3 dan bertambahnya CO2 yang dapat terlarut dalam air (Blatt, 1982).
1. Bertambahnya suhu dan penguapan. Dari semua gas yang ada, hanya sedikit yang dapat larut
dalam air panas dan hal ini yang menyebabkan mengapa batuan karbonat terbentuk hanya pada
laut di daerah tropis dan subtropis, jarang didapatkan pada daerah dingin dekat kutub atau pada
daerah laut dalam.
2. Pergerakan air. Pergerak air yang disebabkan oleh angin atau badai akan mengakibatkan
kalsium dari organisme pembentuk karang dan lumpur karbonat bergerak berpindah ke atas
permukaan air.
3. Penambahan salinitas. Karbon dioksida kurang larut dalam air garam bila dibandingkan
dengan daya larutnya dalam air tawar, sehingga dengan bertambahnya salinitas akan
menyebabkan karbon dioksida terbebas. Bertambahnya salinitas biasanya akibat dari penguapan
dan dapat menambah jumlah kalsium sebanding dengan jumlah ion karbon.
4. Aktivitas organik. Alga dan koral mempunyai proses yang berbeda satu sama lain namun
saling membutuhkan dimana alga menghirup karbon dioksida dan akan mengeluarkan oksigen
selama berlangsungnya proses fotosintesa, sedangkan koral menghirup O2 dan akan
mengeluarkan CO2.
5. Perubahan tekanan. Air hujan mengandung sejumlah karbon dioksida mengikat jumlah udara
yang banyak, selanjutnya air hujan tersebut masuk dan melewati zona tanah dengan tekanan
karbon dioksida lebih besar dibandingkan di atmosfir, akibatnya air tanah menjadi kaya akan
karbon dioksida. Bila air tanah tersebut masuk ke dalam sebuah gua maka karbon akan larut
dalam air dan menyebabkan terbentuknya kenampakan seperti stalaktit dan stalagmit.
Hal lain adalah terbentuknya tekstur klastik pada batuan karbonat sebagai fragmentasi atau
pembentukan sekunder (contoh : oolith), dan pengendapannya menyerupai detritus.
Tekstur Pada umumnya yang menjadi unsur-unsur tekstur adalah:
1. Matriks
2. Semen Kalsit
3. Butir
4. Kerangka organik
5. Kehabluran/crystalinity
Tekstur batuan karbonat dapat dibagi sebagai berikut :
1. Tekstur Primer
a. Kerangka Organik
Tekstur ini disusun oleh material-material yang berasal dari kerangka organik atau “skeletal”
dalam pengertian Nelson, atau “frame builder”.
b. Klastik/Butiran Tekstur ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :
Tekstur Bioklastik
Terdiri dari fragmen-fragmen ataupun cangkang-cangkang binatang, yang berupa klast (pernah
lepas-lepas) : cocquina, foraminifera, keral (lepas-lepas).
Tekstur Intraklastik/ fragmen non organik
Dibentuk di tempat atau ditransport, tetapi jelas hasil fragmentasi dari batuan atau sedimen
gamping sebelumnya.
Tekstur Chemiklastik/ non fragmental
Butir-butir yang terbentuk di tempat sedimentasi karena proses coagulasi, akresi,
penggumpalan dan lain-lain. Contoh : oolith, pisolite.
c. Massa Dasar
Tekstur ini disusun oleh butir-butir halus dari karbonat yang terbentuk pada waktu sedimentasi.
Dalam tekstur primer, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
Ukuran Butir
Ukuran butir batuan karbonat sering dipergunakan dengan menggunakan sistem tersendiri, tetapi
hal ini tidak dianjurkan. Adapun klasifikasi ukuran butir yang dipakai adalah klasifikasi ukuran
butir dan tatanama dari Folk, 1961 yang didasarkan pada klasifikasi Grabau, 1912.
Bentuk Butir
Bentuk butir juga penting dalam mempelajari batugamping terutama memperlihatkan energi
dalam lingkungan pengendapan.
Untuk bioklastik dibedakan secara extreme :
Cangkang-cangkang yang utuh atau fragmen kerangka yang utuh/bekas pecahan jelas
Yang telah terabrasi/bulat.
Untuk Chemiklastik dibedakan atas :
Spheruidal
Ovoid
Untuk batugamping kerangka :
Kerangka pertumbuhan (grothframework)
Kerangka pergerakan (encrustation)
Matriks (massa dasar)
Yaitu butir-butir halus dari karbonat yang mengisi rongga-rongga dan terbentuk pada waktu
sedimentasi. Matriks ini dapat dihasilkan dari pengendapan langsung sebagai jarum aragonit
secara kimiawi/biokimiawi, yang kemudian berubah menjadi kalsit (?). Juga terbentuk sebagai
hasil abrasi, yaitu batugamping yang telah dibentuk, misalnya koral dierosi dan abrasi kembali
oleh pukulan-pukulan gelombang dan merupakan tepung kalsit.
Hubungan Matriks dan Butiran
Lumpur gamping sangat penting untuk interpretasi lingkungan pengendapan. Karena butiran
batugamping terbentuk secara lokal, maka adanya matriks di antara butiran adalah indikator bagi
lingkungan pengendapan air tenang. Berdasarkan hal ini, Dunham membuat klasifikasi karbonat.
2. Tekstur Sekunder atau Tekstur Diagenesa
Tekstur sekunder pada umumnya adalah tekstur hablur yang didapat pada sebagian batuan
ataupun meliputi keseluruhan. Tekstur sekunder ini terbentuk apabila batuan karbonat yang
terbentuk sebelumnya mengalami proses diagenesa. Proses-proses diagenesa meliputi :
a. Pengisian pori dengan lumpur gamping
b. Mikritisasi oleh ganggang
c. Sementasi
d. Pelarutan
e. Polimorfisme

f. Rekristalisasi
g. Pengubahan/pergantian (replacement)
h. Dolomitisasi
i. Silisifikasi
Batuan karbonat memiliki nilai ekonomi yang penting, sebab mempunyai porositas yang
memungkinkan untuk terkumpulnya minyak dan gas alam, terutama batuan karbonat yang telah
mengalami proses dolomitisasi, sehingga hal ini menjadikan perhatian khusus pada geologi
minyak bumi. Disamping sebagai reservoir minyak dan gas alam, batuan karbonat juga dapat
berfungsi sebagai reservoir airtanah, dan dengan adanya porositas dan permeabilitasnya serta
mineral-mineral batuan karbonat yang mudah untuk bereaksi maka batuan karbonat dapat
menjadi tempat berkumpulnya endapan-endapan bijih.
Karena pantingnya Batuan karbonat sebagai batuan yang dapat menyimpan mineral ekonomis
maka penting untuk mengatahui genesa, dan energi yang mempengaruhi pembentukan batuan
karbonat tersebut, sehingga dapat diperoleh gambaran untuk kegiatan eksplorasi.

Komposisi Kimia dan Mineralogi Batuan Karbonat


Mineralogi dan Komposisi kimia batuan karbonat tidak memperlihatkan lingkungan
pengendapan, tetapi penting sebagai derajat diagenesa rekristalisasi dan penggantian kalsium
karbonat (Graha, 1987).

a. Aragonit : CaCO3 (Ortorombik)


Bentuk yang paling tidak stabil, sering dalam bentuk serabut. Jarum-jarum aragonit biasanya
diendapkan secara kimiawi, dari prespitasi langsung dari air laut. Diagenesanya berubah menjadi
kalsit, juga organisme membuat rumah (test) dari aragonit seperti moluska.
b. Kalsit : CaCO3 (Heksagonal)
Mineral ini lebih stabil, dan biasanya merupakan hablur yang baik. Terdapat sebagai
rekristalisasi dari aragonit, sering merupakan cavity filling atau semen, dalam bentuk kristal –
kristal yang jelas. Kebanyakan gamping terdiri dari kalsit.

c. Dolomit : CaMg (CO3)2


Juga merupakan mineral penting, terutama sebagai batuan reservoir, kristal sama dengan kalsit
berbedanya pada bidang refraksi dari kalsit. Terjadi secara primer (precipitasi langsung dari air
laut), tetapi kebanyakan hasil dolomotisasi dari kalsit.

Lingkungan Pengendapan Karbonat


Beberapa faktor yang penting dan sangat mempengaruhi pengendapan batuan karbonat adalah:
a. Pengaruh sedimen klasitik asal darat
Pegendapan karbonat memerlukan lingkungan yang praktis bebas dari sedimen klastik asal darat.
Karena sedimen klastik dari darat dapat menghambat proses fotosintesa ganggang gampingan.
b. Pengaruh iklim dan suhu
Batuan karbonat diendapkan di daerah perairan yang bersuhu hangat dan beriklim tropis sampai
subtropis.
c. Pengaruh Kedalaman
Pada umumnya dan kebanyakan, batuan karbonat diendapkan di daerah perairan dangkal dimana
masih terdapat sinar matahari yang bisa menembus kedalaman air. Terdapat suatu garis yang
merupakan batas kedalaman air dimana sedimen karbonat dapat ditemukan pengendapannya
yang disebut dengan CCD (Carbonate Compensation Depth).
d. Faktor mekanik
Faktor mekanik yang mempengaruhi kecepatan pengandapan batuan karbonat yaitu antara lain
aliran air laut, percampuran air, penguraian oleh bakteri, proses pembuatan organik pada larutan,
serta pH air laut.

Penyusun Batuan Karbonat


Penyususn batugamping menurut Tucker (1991), komponen penyusun batugamping dibedakan
atas non skeletal grain, skeletal grain, matrix dan semen.
1. Non Skeletal grain, terdiri dari :
a. Ooid dan Pisoid
Ooid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat atau elips yang punya satu atau lebih struktur
lamina yang konsentris dan mengelilingi inti. Inti penyusun biasanya partikel karbonat atau
butiran kuarsa (Tucker, 1991). Ooid memiliki ukuran butir < 2 mm dan apabila memiliki ukuran
> 2 mm maka disebut pisoid.
b. Peloid
Peloid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat, elipsoid atau merincing yang tersusun oleh
mikrit dan tanpa struktur internal. Ukuran peloid antara 0,1 – 0,5 mm. Kebanyakan peloid ini
berasala dari kotoran (faecal origin) sehingga disebut pellet (Tucker 1991).
c. Agregat dan Intraklas
Agregat merupakan kumpulan dari beberapa macam butiran karbonat yang tersemenkan
bersama-sama oleh semen mikrokristalin atau tergabung akibat material organik. Sedangkan
intraklas adalah fragmen dari sedimen yang sudah terlitifikasi atau setengah terlitifikasi yang
terjadi akibat pelepasan air lumpur pada daerah pasang surut atau tidal flat (Tucker,1991).
2. Skeletal Grain
Skeletal grain adalah butiran cangkang penyusun batuan karbonat yang terdiri dari seluruh
mikrofosil, butiran fosil, maupun pecahan dari fosil-fosil makro. Cangkang ini merupakan
allochem yang paling umum dijumpai dalam batugamping (Boggs, 1987). Komponen cangkang
pada batugamping juga merupakan penunjuk pada distribusi invertebrata penghasil karbonat
sepanjang waktu geologi (Tucker, 1991).
3. Lumpur Karbonat atau Mikrit
Mikrit merupakan matriks yang biasanyaberwarna gelap. Pada batugamping hadir sebagai butir
yang sangat halus. Mikrit memiliki ukuran butir kurang dari 4 mikrometer. Pada studi mikroskop
elektron menunjukkan bahwa mikrit tidak homogen dan menunjukkan adanya ukuran kasar
sampai halus dengan batas antara kristal yang berbentuk planar, melengkung, bergerigi ataupun
tidak teratur. Mikrit dapat mengalami alterasi dan dapat tergantikan oleh mozaik mikrospar yang
kasar (Tucker, 1991).
4. Semen
Semen terdiri dari material halus yang menjadi pengikat antar butiran dan mengisi rongga pori
yang diendapkan setelah fragmen dan matriks. Semen dapat berupa kalsit, silika, oksida besi
ataupun sulfat.

Tekstur dan Struktur Batuan Karbonat


Tekstur pada batuan karbonat bervariasi, mulai dari tekstur yang terdapat pada batuan detritus
seperti besar butir, pemilahan, dan rounding, hingga yang menunjukkan hasil pengendapan
kimiawi. Matrixnya juga bervariasi dari lumpur karbonat berbutir padat hingga kristal-kristal
kalsit atau dolomit. Tekstur juga ada yang terbentuk dari pertumbuhan organisme.
Tekstur pada batu gamping kebanyakan hampir sama dengan jenis tekstur pada batuan detritus
seperti batu pasir. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembentukan batuan karbonat dan batu
pasir hampir sama.
Apabila batu gamping tersusun atas klastik, kebanyakan struktur yang terdapat pada batuan
detritus juga muncul pada batuan ini. Struktur-struktur seperti cross-bedding, ripple marks,
dunes, graded bedding, dan imbricate bedding banyak dijumpai pada batuan karbonat walaupun
tidak mudah terlalu mudah diamati karena sedikitnya perbedaan warna pada tiap lapisan di
batuan karbonat.

Tipe laminasi yang paling banyak ditemukan dibentuk oleh organisme seperti alga hijau/biru
yang tumbuh di daerah berombak. Organisme ini tumbuh sebagai serat-serat dan membentuk
serabut dengan memerangkap dan menyatukan mikrokristal karbonat. Adanya ombak yang
datang dan menyapu butiran pasir di pantai membuat formasi laminasi yang terdiri atas material
organik.
Stylolit merupakan permukaan tak beraturan dari endapan karbonat yang tertekan. Stylolit ini
merepresentasikan 25% hingga 90% batuan karbonat yang terlarut.
KLASIFIKASI BATUAN KARBONAT
1. Klasifikasi Dunham (1962)
Klasifikasi ini didasarkan pada tekstur deposisi dari batugamping, karena menurut Dunham
dalam sayatan tipis, tekstur deposisional merupakan aspek yang tetap. Kriteria dasar dari tekstur
deposisi yang diambil Dunham (1962) berbeda dengan Folk (1959).
Kriteria Dunham lebih condong pada fabrik batuan, misal mud supported atau grain supported
bila dibandingkan dengan komposisi batuan. Variasi kelas-kelas dalam klasifikasi didasarkan
pada perbandingan kandungan lumpur. Dari perbandingan lumpur tersebut dijumpai 5 klasifikasi
Dunham (1962). Nama nama tersebut dapat dikombinasikan dengan jenis butiran dan
mineraloginya. Batugamping dengan kandungan beberapa butir (<10%) di dalam matriks lumpur
karbonat disebut mudstone dan bila mudstone tersebut mengandung butiran yang tidak saling
bersinggungan disebut wackestone. Lain halnya apabila antar butirannya saling bersinggungan
disebut packstone / grainstone.
Packstone mempunyai tekstur grain supported dan punya matriks mud. Dunham punya istilah
Boundstone untuk batugamping dengan fabrik yang mengindikasikan asal-usul komponen-
komponennya yang direkatkan bersama selama proses deposisi.

Klasifikasi Dunham (1962) punya kemudahan dan kesulitan. Kemudahannya tidak perlu
menentukan jenis butiran dengan detail karena tidak menentukan dasar nama batuan.
Kesulitannya adalah di dalam sayatan petrografi, fabrik yang jadi dasar klasifikasi kadang tidak
selalu terlihat jelas karena di dalam sayatan hanya memberi kenampakan 2 dimensi, oleh karena
itu harus dibayangkan bagaimana bentuk 3 dimensi batuannya agar tidak salah tafsir. Pada
klasifikasi Dunham (1962) istilah-istilah yang muncul adalah grain dan mud. Nama-nama yang
dipakai oleh Dunham berdasarkan atas hubungan antara butir seperti mudstone, packstone,
grainstone, wackestone dan sebagainya. Istilah sparit digunakan dalam Folk (1959) dan Dunham
(1962) memiliki arti yang sama yaitu sebagai semen dan sama-sama berasal dari presipitasi
kimia tetapi arti waktu pembentukannya berbeda.
Sparit pada klasifikasi Folk (1959) terbentuk bersamaan dengan proses deposisi sebagai pengisi
pori-pori. Sparit (semen) menurut Dunham (1962) hadir setelah butiran ternedapkan. Bila
kehadiran sparit memiliki selang waktu, maka butiran akan ikut tersolusi sehingga dapat mengisi
grain. Peristiwa ini disebut post early diagenesis. Dasar yang dipakai oleh Dunham untuk
menentukan tingkat energi adalah fabrik batuan. Bila batuan bertekstur mud supported
diinterpretasikan terbentuk pada energi rendah karena Dunham beranggapan lumpur karbonat
hanya terbentuk pada lingkungan berarus tenang. Sebaliknya grain supported hanya terbentuk
pada lingkungan dengan energi gelombang kuat sehingga hanya komponen butiran yang dapat
mengendap.

Jika dibandingkan antara dua klasifikasi diatas, batugamping yang banyak mengandung mud
disebut micrite dengan klasifikasi Folk, dan dapat termasuk mudstone atau wackestone dengan
klasifikasi Dunham. Batuan yang memiliki sedikit matriks dinamakan sparite dengan klasifikasi
Folk, dan termasuk grainstone atau packstone dengan klasifikasi Dunham.

Embry dan Klovan memodifikasi klasifikasi Dunham dengan memasukkan batuan karbonat
berukuran kasar (lihat gambar di bawah). Pada modifikasi mereka, wackestone yang memiliki
ukuran butir lebih dari 2 milimeter disebut floatstone, sedangkan grainstone dengan butiran yang
kasar disebut rudstone.
2. Klasifikasi Mount (1985)
Proses pencampuran batuan campuran silisiklastik dan karbonat melibatkan proses
sedimentologi dan biologi yang variatif. Proses tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4
kategori:
a. Punctuated Mixing. Pencampuran di dalam lagoon antara sedimen dan silisiklastik di dalam
lagoon yangberasal dari darat dengan sedimen karbonat laut. Proses pencampuran ini terjadi
hanya bila ada energi yang kuat melemparkan material karbonat ke arah lagoon. Energi yang
besar ini dapat terjadi padaa saat badai. Proses ini dicirikan oleh adanya shell bed yang
merupakan lapisan yang mebngandung intraklas-intraklas cangkang dalam jumlah yang
melimpah.
b. Facies Mixing. Percampuran yang terjadi pada batasbatas facies antara darat dan laut. Suatu
kondisi fasies darat berangsur-angsur berubah menjadi fasies laut memungkinkan untuk
terjadinya pencampuran silisiklastik dan karbonat.

c. Insitu Mixing. Percampiran terjadi di daerah sub tidal yaitu suatu tempat yang banyak
mengandung lumpur terrigenous. Kondisi yang memungkinkan terjadinya percampuran ini
adalah bila lingkungan tersebut terdapat organisme perintis seperti algae. Apabila algae mati
maka akan menjadi suplai material karbonat.
d. Source Mixing. Proses percampuran ini terjadi karena adanya pengangkatan batuan ke
permukaan sehingga batuan tersebut dapat tererosi. Hasil erosi batuan karbonat tersebut
kemudian bercampur dengan material silisiklastik. Klasifikasi Mount (1985) merupakan
klasifikasi deskriptif. Menurutnya sedimen campuran memiliki 4 komponen, yaitu :- Silisiklastik
sand (kuarsa, feldspar dengan ukuran butir pasir).- Mud, yaitu campuran silt dan clay. –
Allochem, batuan karbonat seperti pelloid, ooid dengan ukuran butir > 20 mikrometer.- Lumpur
karbonat / mikrit, berukuran < 20 mikrometer.

3. Penamaan batuan sedimen non klastika secara megaskopis (Huang, 1965).

Tekstur/Struktur Komposisi Nama batuan Ciri-ciri khas


mineral/fragmen
Rapat, afanitik, berbutir Terutama kalsit Batugamping Breaksi dengan HCl,
kasar, kristalin, porus, mengandung organik,
oolit dan mosaik bioklastika,
Terutama dolomit Dolomit Tidak segera bereaksi
dengan HCl, jarang
mengandung fosil,
berbutir sedang
Berbutir halus Kristal halus dengan Kapur Putih – abu-abu terang,
mikroorganisme sangat rapuh,
mengandung fosil
Karbonat dan lempung Napal Abu-abu terang, rapuh,
pecahan konkoidal
Rapat dan berlapis Campuran silika, opal Rijang Warna beragam, keras,
dan kalsedon dll. kilap non logam,
konkoidal
Terutama gips Gips Evaporit, tidak sendiri
melainkan berasosiasi
Anhidrit dengan mineral/batuan
lain.
Terutama malit
Dijumpai kristal yang
mengelompok
Masif atau berlapis Mineral fosfat dan Fosforit Diperlukan penentuan
fragmen tulang kadar P2O3
Amorf, berlapis, tebal Humus, tumbuhan Batubara, lignit Warna coklat, pecahan
prismatik
DAFTAR PUSTAKA
http://ptbudie.wordpress.com/2010/12/24/petrologi-dan-faktor-lingkungan-pengendapan-batuan-
karbonat/
http://h4ris.wordpress.com/2006/10/04/tinjauan-umum-batuan-karbonat

scribd.com

Anda mungkin juga menyukai