Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Kematian di penjara yaitu kematian yang terjadi di penjara atau fasilitas


tahanan lainnya, termasuk kematian yang terjadi selama pemindahan/ transfer ke/
dari penjara/ fasilitas tahanan lainnya, atau di fasilitas kesehatan mengikuti
pemindahan dari penjara.
Di Indonesia jumlah kematian narapidana dan tahanan di penjara mengalami
peningkatan pada tahun 2009. Total 778 orang meninggal di rumah tahanan dan
lembaga pemasyarakatan sepanjang tahun 2009. Jumlah tersebut terdiri atas 514
narapidana dan 264 tahanan. Jumlah tersebut meningkat dari jumlah tahun 2008
yang berjumlah 750 orang meninggal di penjara, terdiri dan 548 narapidana dan
202 tahanan.1
Penyebab kematian tahanan dan narapidana di penjara ini bermacam-macam.
Mulai dari masalah kelebihan kapasitas penjara hingga penyakit. Terdapat 509
orang meninggal pada masa tinggal satu hingga enam bulan di penjara, terdapat
166 orang meninggal dengan masa tinggal tujuh hingga 12 bulan dalam penjara.
Sebanyak 103 orang meninggal dengan masa tinggal lebih dari 1 tahun.1
Catatan kematian individu yang dikumpulkan oleh Death in Custody Reporting
Act of 2000 menerangkan bahwa di Amerika Serikat, antara tahun 2001-2004,
penjara negara otoritas nasional melaporkan total 12.129 kematian tahanan negara
ke Deaths in Custody Reporting Program (DCRP). Sembilan dari 10 kematian
(89%) akibat kondisi medis, bunuh diri (6%), pembunuhan (2%), alkohol (1%),
obat (1%), dan cedera (1%).
Diantara kematian tahanan negara setengahnya adalah hasil dari penyakit
jantung dan kanker, dua pertiga melibatkan narapidana usia 45 tahun atau lebih,
sisanya adalah hasil dari masalah medis yang hadir pada saat penerimaan.
Perbandingan angka kematian menunjukkan tahanan pria memiliki tingkat
kematian 72% lebih tinggi dan tahanan perempuan.

1
Kematian di penjara. Diunduh dari www.vivanews.com

1
Di Australia, menurui National Death in Custody Program 2008 (NDICP)
dalam periode 29 tahun dan tahun 1980-2008, 1260 kematian terjadi di prison
custody, 119 kematian terjadi dalam police custody dan custody related
operations dan 17 kematian dalam custody of juvenile justice agencies. Mayoritas
tahanan yang meninggal adalah laki-laki. Untuk periode 1980-2005 mayoritas
tahanan yang meninggal berusia 25-39 tahun Pada tahun 2008, lebih banyak
tahanan yang berusia 55 tahun keatas yang meninggal. Gantung diri merupakan
cara kematian yang lebih sering digunakan oleh tahanan muda Selama tujuh tahun
terakhir penyebab kematian lebih disebabkan karena penyebab alami (natural
death).2
Di Malaysia, sejak tahun 1990 sampai September 2004 terdapat 1733 kematian
di penjara, 85 kematian dipenjara pada tahun 2003-2007. Pada Desember 2008
terungkap bahwa dalam enam tahun terakhir (2002-2008) sekitar 1300 orang
asing meninggal di penjara Malaysia.1
Berdasarkan uraian di atas mengenai angka kematian tahanan di penjara, maka
perlu diketahui hal-hal yang berkaitan dengan kematian tahanan dalam penjara,
mulai dari penyebab kematian, penanganan tahanan yang meninggal, dan
pemeliharaan kesehatan tahanan.

2
Lyneham, matthew, et al. Death in Custody in Australia: National Death in Custody Program
2008. Australian Institute of Criminology. Canberra. 2010.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TERMINOLOGI4,5
1. Tersangka adalah seseorang yang diduga, dicurigai atau tertuduh.
2. Terdakwa adalah orang yang didakwa (dituntut, dituduh) telah melakukan
tindak pidana dan adanya cukup alasan untuk dilakukan pemeriksaan di
depan persidangan.
3. Hukuman adalah keputusan yang dijatuhkan oleh hakim.
4. Terhukum adalah orang yang dihukum atau orang yang dijatuhi hukuman.
5. Terpidana adalah seseorang yang dijatuhi atau dikenai hukuman karena
melakukan suatu tmdak pidana (suatu kejahatan).
6. Narapidana adalah orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak
pidana.
7. Penjara adalah tempat di mana orang-orang dikurung dan dibatasi berbagai
macam kebebasan. Penjara umumnya adalah institusi yang diatur
pemerintah dan merupakan bagian dari sistem pengadilan kriminal suatu
negara, atau sebagai fasilitas untuk menahan tahanan perang.
8. Mati di penjara berasal dari Royal Cominision into Aboriginal Deaths in
Custody (RCIADIC), yaitu:2
a. Death in prison custody
Adalah kematian yang terjadi di penjara atau fasilitas tahanan lainnya,
termasuk kematian yang terjadi selama pemindahan/ transfer ke/ dan
penjara/ fasilitas tahanan lainnya, atau di fasilitas kesehatan mengikuti
pemindahan dari penjara.
b. Death in police custody
Dibagi menjadi dua kategori utama, antara lain:
a. Kategori 1
1) Kategori 1a: Kematian dalam institutional setting (misalnya kantor
polisi, mobil polisi, rumah sakit selama pemindahan dan atau ke
institusi/ mengikuti pemindahan dan institusi).

3
2) Kategori lb: Kematian lainnya dalam operasi polisi dimana petugas
mempunyai kontak erat, termasuk kematian yang berhubungan
dengan pengejaran dan penembakan oleh polisi. Tidak termasuk
pengepungan dengan parameter yang telah ditetapkan tetapi
petugas tidak memiliki kontak dekat dengan orang yang dapat
mengontrol tindakan seseorang.
b. Kategori 2: Kematian lain selama operasi polisi termasuk
pengepungan dan kasus dimana petugas berusaha menahan seseorang.

B. HAK DAN KEWAJIBAN TAHANAN DAN PENJAGA TAHANAN


Meskipun seorang tahanan berada didalam pengawasan polisi, tidak berarti
seorang tahanan tidak memiliki hak apapun dan petugas kepolisian berhak
melakukan apapun terhadap tahanan. Pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah No. 58 tahun 1999 tentang syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan
wewenang, tugas, dan tanggung jawab perawatan tahanan.6
1. Hak dan kewajiban perawat tahanan (pasal 3 dan 4)
a. Berwenang melakukan penerimaan, pendaftaran, penempatan dan
pengeluaran tahanan.
b. Berwenang mengatur tata tertib dan pengamanan RUTAN/ Cabang
RUTAN.
c. Berwenang melakukan pelayanan dan pengawasan.
d. Berwenang menjatuhkan dan memberikan hukuman disiplin bagi tahanan
yang melanggar peraturan tata tertib.
e. Bertugas melaksanakan program perawatan, menjaga agar tahanan tidak
melarikan diri dan membantu kelancaran proses penyidikan, penuntutan,
dan pemeriksaan di pengadilan.
f. Wajib memperhatikan perlindungan terhadap hak asasi manusia, asas
praduga tak bersalah dan asas pengayoman, persamaan perlakuan dan
pelayanan, pendidikan dan pembimbingan, penghormatan harkat dan
martabat manusia, terjaminnya hak tahanan untuk tetap berhubungan

4
dengan keluarganya atau orang tertentu, serta hak-hak lain yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
2. Hak seorang tahanan
a. Hak untuk beribadah (pasal 11-13)
b. Hak perawatan jasmani dan rohani (pasal 14-19)
c. Hak mendapat pendidikan dan pengajaran (pasal 20)
d. Hak mendapat pelayanan kesehatan dan makanan (pasal 21-33)
e. Hak untuk memberikan keluhan (pasal 34)
f. Hak mendapatkan bahan bacaan dan siaran media massa (pasal 35-36)
g. Hak untuk mendapatkan kunjungan (pasal 37-40)
h. Hak-hak lain seperti hak politik dan keperdataan sesuai undang-undang
yang berlaku (pasal 41)
3. Kewajiban seorang tahanan
a. Wajib mengikuti program dan perawatan (pasal 9-10)
b. Wajib mengikuti bimbingan dan pendidikan agama sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing.
c. Wajib mematuhi tata tertib RUTAN/ Cabang RUTAN atau LAPAS/
Cabang LAPAS selama mengikuti program perawatan.

C. KLASIFIKASI KEMATIAN DI PENJARA


Menurut Leigh et al, mati di penjara dibagi menjadi dua kategori dan
didefinisikan sebagai berikut:7
1. Kategori 1: Seseorang meninggal ketika ditahan di kantor polisi atau tempat
lainnya (kecuali di dalam pengadilan setelah didakwa), ketika ditahan
sementara di kepolisian, ketika di rumah sakit atau mobil polisi.
2. Kategori 2: Seseorang meninggal ketika sudah berada di tangan polisi
maupun akibat tindakan polisi dalam usaha pengejaran/ penangkapan/
menjalankan tugasnya, termasuk ketika seorang suspek meninggal saat di
wawancara walaupun belum ditahan, berusaha melankan diri, sudah ditahan,
berada dalam pengepungan.

5
D. PENYEBAB KEMATIAN TAHANAN
Penyebab kematian tahanan dapat berupa penyebab alami, bunuh diri,
kecelakaan, pembunuhan, gantung atau jerat, senjata api, luka akibat ledakan
atau kendaraan, overdosis obat, senjata tajam, senjata tumpul.8,9
1. Penyebab kematian berdasarkan pelanggaran terhadap hak asasi
Kematian dalam tahanan dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak asasi
jika:10
a. Merupakan eksekusi langsung tanpa diadili.
b. Disebabkan akibat penyiksaan.
c. Disebabkan karena kondisi penjara yang buruk dan pengabaian akan
kondisi kesehatan narapidana.
d. Disebabkan akibat penggunaan kekerasan yang berlebihan

Kematian dalam tahanan tidak dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak


asasi jika :
a. Disebabkan penyebab kematian alami atau penyakit berat.
b. Tahanan terbunuh akibat usaha dan petugas tahanan untuk melindungi
diri dan ancaman tahanan
2. Penyebab kematian yang perlu dicurigai
a. Penyebab alami, penyakit atau kecelakaan yang dapat menutupi fakta
pelanggaran hak asasi manusia. Banyak kematian “alami” di tahanan
disebabkan karena buruknya keadaan tahanan, kurangnya akses ke
pelayanan kesehatan, kurangnya gizi yang memadai atau air bersih, dan
tahanan yang terlaiu penuh. Beberapa kondisi tersebut dapat
dideskripsikan sebagai kekejaman, tidak berperikemanusiaan atau
perlakuan yang buruk.
b. Kematian akibat dari usaha pelarian dan dapat menutupi fakta
pelanggaran hak asasi manusia. Hal umum bagi otoritas tahanan
menyatakan bahwa tahanan meninggal ketika berupaya untuk melarikan
diri. Bukti forensik dan keterangan dari saksi mata dapat digunakan
untuk melawan klaim tersebut. Hal serupa juga dapat terjadi pada

6
tahanan yang diklaim meninggal akibat kecelakaan yang pada
pemeriksaan forensik ditemukan adanya bukti-bukti tindakan
penyiksaan.10
3. Asfiksia traumatik
Seringkali terjadi ketika petugas gagal dalam menguasai tahanan. Terjadi
akibat sejumlah petugas secara bersamaan melawan dan menduduki tahanan
secara brutal untuk memborgol tahanan. Ketika mereka berdiri, orang
tersebut tidak bernapas lagi dan meninggal tidak lama kemudian setelah
dibawa ke rumah sakit. Kematian akibat asfiksia traumatik disebabkan
karena berat badan petugas yang menyebabkan kompresi dada dan
menghalangi gerak pernapasan.11
4. Penguncian lengan dan memegang leher
Dilakukan poilisi untuk menahan seseorang adalah kematian yang sering
terjadi saat proses penangkapan. Penguncian lengan dilakukan di depan atau
bersamaan dengan kepala pelaku diselipkan di antara lengan polisi. Bahaya
yang terjadi adalah kompresi dan depan atau samping leher dan kematian
dapat terjadi baik karena reflek vagus atau karena iskemia serebri saat
terjadi kompresi karotis, atau asfiksia karena obstruksi jalan napas.
Menurut Reay dan Eisele, terdapat dua tipe dalam memegang leher –
‘bar arm control’ dan ‘carotid sleeper’. ‘Bar arm control lebih berbahaya
dilakukan dengan cara lengan bawah ditarik melintang tepat di depan laring
untuk menutup jalan napas. ‘The carotid sleeper’ menggunakan dua sisi
lengan untuk memebentuk “V” yaitu lengan bawah dan lengan atas untuk
mengkompresi karotis sehingga terjadi iskeinia serebral. Kematian yang
sering terjadi akibat stimulasi vagal dari sinus karotikus selain itu
perdarahan subaraknoid dapat terjadi akibat kerusakan arteri vertebrobasilar
karena traksi leher dan hiperekstensi.11
5. Trauma tumpul
Dapat terjadi karena penggunaan kepalan tangan, siku, kaki,
atau penggunaan senjata. Cedera kepala dapat terjadi ketika tahanan
membentur tanah atau dinding. Pukulan keras pada wajah dapat

7
menyebabkan perdarahan nasofaring sehingga mengobstruksi jalan
pernapasan, terutama pada tahanan dalam pengaruh alkohol. Pukulan pada
samping leher dapat menimbulkan refleks cardiac arrest atau perdarahan
subaraknoid akibat kerusakan pembuluh darah vertebrobasiler. Pukulan
pada perut juga dapat menimbulkan perdarahan intraperitoneal yang terjadi
karena robeknya mesentrium.11
6. Kadar alkohol yang meningkat
Kadar alkohol di atas 350 mg per 100 ml darah dapat menyebabkan
peningkatan resiko koma dan depresi pusat pernapasan. Pada kadar alkohol
darah yang rendah masih dapat timbul resiko aspirasi muntah oleh karena isi
lambung. Alkohol juga memberikan konstribusi pada kematian dalam
penjara karena kecelakaan, terutama yang menyebabkan cedera kepala
karena terjatuh ke tanah maupun dari tangga dimana orang yang mabuk
akan mengalami ataksia dan inkoordinasi. Terjatuh yang mengenai
oksipitalis dan kerusakan otak contrecoup pada frontal dan temporal pada
otopsi merupakan bukti yang kuat telah terjadi cedera deselerasi.8,11
7. Bunuh diri
Bunuh diri di penjara adalah hal yang tidak biasa. Bunuh diri di penjara
biasanya dilakukan dengan cara gantung. Alasan tahanan untuk mengakhiri
hidupnya bisa karena mengalami kekerasan di penjara atau gangguan
psikiatri. Untuk meyakinkan benar tidaknya gantung, dapat dilakukan
otopsi.11
8. Kematian alami karena penyakit
Biasanya karena akibat penyakit kardiovaskular. Penyakit diabetes,
epilepsi, dan asma potensial menyebabkan kematian mendadak atau tidak
terduga. Untuk memastikannya dapat dilihat dari riwayat medis dan
otopsi.8,11
9. Sudden In-Custody Death Syndrome
Kombinasi keberadaan delirium tereksitasi dikombinasikan dengan
faktor lain yaitu alkohol atau penggunaan obat-obatan, kondisi fisik dari

8
tahanan, dan kekerasan fisik yang dapat mencetuskan kondisi berpotensi
fatal yang dikenal sudden in-custody death syndrome.12
a. Restraint asphyxia atau asfiksia posisi
Kematian akibat asfiksia yang terjadi saat posisi prone atau hog-tied
yang dapat menimbukan gangguan pernapasan.

Gambar1. Posisi prone dan hog-tied

Pada posisi ini dapat menekan pernapasan dan menyebabkan


terganggunya fungsi jantung pada pasien yang mengalami kejang.
Pengaruhnya terhadap pernapasan yaitu mengganggu interaksi antara
dinding dada, diafragma, tulang iga dan otot abdomen yang
menyebabkan hipoksia. Yang menyebabkan perubahan kimia tubuh dan
menganggu ritme jantung fisiologis. Pada tahun 1990, terjadi kematian
pada tahanan yang tidak diperkirakan, otopsi dan toksikologi gagal
menemukan diagnosis pasti yang kemudian diberi nama “sudden in-
custody death syndrome” (SICDS). Sudden in-custody death syndrome
merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan kematian yang
tidak dapat dijelaskan dimana polisi ikut serta dalam kejadian tersebut.
Hal ini diobservasi pertama kali pada tahun 1982, ketika dilakukan
investigasi di Seattle. Wash mendeskripsikan kematian tiba-tiba terjadi
pada orang dengan agitasi psikiatri dan hiperaktivitas ketika dilakukan
penangkapan oleh petugas penegak hukum.

9
Mereka yang menunjukkan gangguan perilaku yang timbul karena
ketidak mampuan mereka untuk menghadapi stress yang terjadi ketika
berhadapan dengan polisi. Korban digambarkan menjadi lebih agresif.
Mereka tidak berespon terhadap alasan atau komando dan
menunjukkan kekuatan yang tidak biasanya. Mereka sendiri menjadi
paranoid. Mereka mungkin berhalusinasi dan memiliki riwayat perilaku
aneh. Perilaku yang mungkin timbul saat situasi sebelum kematian:
1) Paranoid/ mania
2) Riwayat psikiatri
3) Agresi ekstrim
4) Kekuatan yang tidak biasanya
5) Ketidakmampuan untuk merespon alasan logis
6) Perilaku destruktif
7) Riwayat penyalahgunaan obat-obatan
Polisi mulai menyadari perubahan pada korban yaitu bertingkah
destruktif baik terhadap diri mereka sendiri maupun lingkungan.
Kedatangan polisi mungkin memperburuk agitasi. Paranoid mereka yang
sedang panik semakin meningkat dengan upaya petugas yang mencoba
menenangkan mereka, dan mengakibatkan perilaku yang semakin
destruktif. Mekanisme perilaku yang agresif itu sendiri tidak diketahui.
Perilaku yang di presipitasi oleh psikosis akut. Pemakainan kokain,
metamfetamin, dan phensiklidin, tunggal atau kombinasi, dapat
mencetuskan ke arah SICDS. Alkohol dan obat depresan, dapat menjadi
penyebab, akan tetapi tidak menyebabkan hipereksitabilitas yang
dibutuhkan untuk mencapai kondisi delirium. Faktor lainnya yang
mempengaruhi adalah penggunaan obat antipsikotik, atau neuroleptik.
Efek samping lainnya dari obat antipsikotik adalah aritmia, kolaps
vaskular, asfiksia yang dikaitkan dengan gangguan refleks muntah dan
distonia laringopharing. Sindrom neuroleptic rnalignan pun hampir
serupa dengan gejala delirium tereksitasi. Kelelahan fisik, dehidrasi, dan
penyakit organik otak juga merupakan faktor predisposisi lainnya.

10
Gejalanya yaitu hipertermia, tingkat kesadaran yang berfluktuasi, dan
hipotonus. Namun, hal-hal tersebut merupakan salah satu penyebab
kematian tiba-tiba, tetapi tidak mutlak terlibat dalam menyebabkan
manik yang menyebabkan kelelahan. Sindrom kematian mendadak pada
pasien psikiatri, dikenal dengan nama acute exhaustive mania.
Dr Luthor Bell at the McLean Asylum di Massachusetts
memperkenalkan keadaan tersebut pertama kali pada tahun 1849. Mereka
yang tidak pernah menggunakan neuroleptik pun bisa menunjukkan
tanda acute exhaustive mania. Dimana stress psikologis dapat
menginduksi aritmia jantung yang fatal. Individu yang mengalami gejala
ini berada dalam keadaan darurat yang mengancam nyawa dan pasien
harus segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan tindakan
pertolongan. Pasien psikiatri memiliki risiko untuk mendapatkan masalah
kesehatan sekunder dari kondisi tempat tinggalnya.

b. Electrical Chemical Restraints


Semprotan kapsikum juga merupakan salah satu penyebab SICDS.
Pada tahun 1991, International Association of Chiefs of Police (IACF)
menetapkan Oleoresin Capsicum (OC) atau semprotan merica sebagai
allernatif yang kurang letal. Akan tetapi ketika kematian mulai muncul
setelah penggunaan semprotan OC, dilakukan penelitian dan diduga
bahwa OC ikut mempengaruhi kematian dalam penjara pada pasien
dengan status excitable manic. IACF menemukan 30 kasus kematian dari
tahun IACF sampai dengan 1993.
Dan catatan tersebut, ditemukan OC tidak efektif. Tahanan berperilaku
aneh dan bersikap melawan kepada polisi. OC ditetapkan sebagai faktor
yang tidak mengkontribusi dan tidak menyebabkan kematian. Penyebab
kematian disebabkan karena asfiksia karena posisi, diperburuk karena
pemakaian obat-obatan, penyakit, dan obesitas. Akan tetapi Stettee et al
menetapkan OC termasuk taktor yang mengkontribusi kematian yang

11
tidak diperkirakan. Kematian pada pasien dengan delirium tereksitasi,
terutama mereka dengan penyakit jantung.
Pada tahun 1990, penggunaan taser stun guns menjadi lazim di
penegak hukum. Dipercaya sebagai cara aman untuk menenangkan atau
mengendalikan individu yang berperilaku melawan atau kasar sehingga
tahanan menjadi mudah dikendalikan dan mengurangi petugas yang
terluka. Pada 12 Oktober 2004, The Arizona Republic rnengumumkan
terjadi 73 kasus kematian yang terjadi setelah pemakaian taser stun gun.
Pada tahun 1998, Canadian Medical Association Journal menerbitkan
penelitian yang dilakukan pada 21 subyek yang mengalami delirium
tereksitasi dari tahun 1988-1995. Dan diambil kesimpulan bahwa pada
pasien psikiatri yang menggunakan kokain membutuhkan oksigen lebih
banyak dan dapat mengalami kematian karena terjadi anoksia yang
segera terjadi setelah tindak pengendalian tersebut.

E. RESIKO KESEHATAN TAHANAN DI DALAM PENJARA


1. HIV/ AIDS
a. Di kebanyakan negara di Eropa dan Asia Tengah, tingkat infeksi HIV
dikalangan orang yang di penjara lebih besar dibandingkan dengan
populasi umum.
b. Penjara merupakan tempat penularan HIV dan penyakit menular lainnya,
karena :
1) Terjadi penggunaan obat suntik tanpa adanya ketersediaan jarum
steril.
2) Risiko hepatitis B dan C akibat penggunaan bersama (air, sendok dll)
dan pisau cukur, sikat gigi, tattoo, tindik.
3) Hubungan seksual yang tidak terlindungi, prostitusi, perkosaan.
4) Akses kesehatan yang terbatas.
5) Keamanan dari peralatan medis (perawatan gigi, kedokteran,
ginekologi).

12
2. Tuberculosis (TB)
a. Sejak awal 1990an, epidemi TB di penjara telah dilaporkan di banyak
negara dan strain TB yang menyebar di penjara banyak yang resisten
terhadap pengobatan dan berhubungan dengan infeksi dari HIV.
b. Laju MDR TB lebih tinggi diantara para tahanan dibanding dengan
populasi umum.
c. Dengan adanya populasi penjara yang berlebih dan nutrisi yang buruk,
laju TBC di antara tahanan adalah sepuluh hingga seratus kali lebih
tinggi dibanding komunitas di luar penjara.

3. Obat-obatan
a. Proporsi IDU yang berbagi penggunaan jarum yang tinggi dengan risiko
dari penularan HIV dan penyakit menular lainnya.
b. Sebanyak 70-98% orang yang dipenjara akibat kejahatan yang
berhubungan dengan obat-obatan dan tidak mendapatkan tata laksana
akan relaps dalam jangka waktu setahun setelah keluar dari penjara.
c. Perawatan substitusi mengurangi penggunaan heroin dan lebih efektif
untuk mempertahankan pengguna dalam tahapan pengobatan dibanding
dengan usaha detixofikasi. Tata laksanan substitusi memiliki beberapa
keuntungan, termasuk stabilisasi dan pengguna, rnempengaruhi gaya
hidup, memperbaiki fungsi sosial dan pekerjaan dari pengguna.

4. Kesehatan mental
a. Dari jumlah dua juta tahanan di Eropa, setidaknya 400.000 orang
menderita gangguan mental yang signifikan dan lebih banyak lagi yang
menderita gangguan mental lainnya seperti depresi dan cemas.
b. Over populasi, bullying, marginalisasi dan stigma serta diskrimininasi
membahayakan kesehatan mental.
c. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa masalah terbanyak dan
kesehatan mental di penjara adalah gangguan kepribadian dan sebagian
menderita masalah terkait psikotik.

13
5. Women’s health
a. Walaupun wanita menempati proporsi yang sangat kecil dari total
populasi tahanan, 4-5% rerata, jumlah tahanan wanita di penjara
rneningkat secara cepat. Mereka umumnya dipenjara akibat tindak non-
kekerasan, properti, dan obat-obatan. Wanita yang dipenjara membawa
serta permasalahan yang kompleks, kebutuhan, kecemasan, penyakit dan
distress. Penjara memperburuk masalah ini, dan meningkatkan ancaman
kesehatan pada kebanyakan wanita ini.
b. Wanita yang dipenjara cenderung memiliki pengalaman traumatik pada
masa anak-anak daripada pria yang dipenjara seperti kekerasan seksual,
mental dan fisik. Separuhnya mengalami kekerasan domestik.
c. Banyak wanita di penjara adalah para ibu dan biasanya mengasuh anak.
Sekitar 10.000 bayi dan anak di Eropa diperkirakan terpengaruh akibat
ibu mereka yang dipenjara. Pada kebanyakan negara Eropa, bayi dan
anak kecil dapat tinggal di penjara bersama ibunya, dengan batasan umur
tiga tahun.
d. Sebanyak 75% wanita yang masuk penjara diperkirakan memiliki
masalah dengan obat-obatan dan alkohol.
e. Gangguan mental sering ditemukan pada wanita yang dipenjara, 80%
dari wanita di penjara memiliki gangguan mental yang dapat
teridentifikasi. Dua pertiga dan tahanan wanita menderita PTSD. Satu
dari sepuluh wanita mencoba bunuh diri sebelum dipenjara. Tahanan
wanita lebih cenderung untuk melukai diri sendiri dan mencoba bunuh
diri dibanding tahanan pria.
f. Prevalensi dari HIV dan penyakit menular lebih tinggi diantara tahanan
wanita.
g. Tahanan wanita memiliki kebutuhan khusus berkaitan dengan kesehatan
reproduksi seperti menstruasi, kehamilan, dan menopause. Hal ini
membuat kebutuhan akses yang lebih baik terhadap nutrisi dan produk
perawatan diri.

14
6. Co-morbidity and mental health
a. Kondisi dual dignosis seperti gangguan kepribadian, alkoholisme, dan
ketergantungan obat umum ditemukan di penjara. Pasien dengan
komorbiditas ini rentan terhadap kekerasan fisik dan seksual.
b. Persentasi keseluruhan dari tahanan yang menderita dari masalah
kesehatan mental dan ketergantungan obat diperkirakan sebesar 60-65%.
c. Prevalensi komorbiditas psikiatrik adalah dua hingga tiga kali pada
penderita lebih tinggi daripada populasi umum.

7. Young offenders
a. Pelanggar hukum pada usia muda cenderung menjadi pelanggar
hukum pada usia dewasa jika tidak diintervensi dini.
b. Usia muda di penjara 18 kali cenderung untuk bunuh diri dibandingkan
dengan mereka yang berada di populasi umum.
c. Tahanan usia muda memiliki prevalensi yang lebih besar memiliki
kesehatan mental yang buruk dibanding dewasa, 95% memiliki
setidaknya satu masalah mental dan 80% memiliki lebih dan satu
masalah.

8. Overcrowding
Di beberapa negara, populasi penjara secara perlahan meningkat dalam
beberapa tahun terakhir dan kapasitas penjara tidak meningkat secepat laju
pertumbuhan populasi. Overpopulasi adalah penyebab yang jelas atau faktor
yang berkontribusi terhadap banyak rnasalah kesehatan di penjara.
Kekerasan institusional yang meningkat di dalam rutan atau penjara
mungkin saja berhubungan dengan efek meningkatnya kepadatan sosial atau
meningkatnya kepadatan ruang. Kepadatan sosial mengacu kepada
bertambahnya jumlah tahanan dalam ruangan yang tersedia; kepadatan
ruang mengacu kepada ruang yang berkurang untuk jumlah tahanan yang
sama. Kepadatan yang meningkat di dalam penjara memiliki mata-rantai
baik dengan peningkatan serangan maupun dengan berkurangnya serangan.

15
Dijabarkan bahwa kepadatan di dalam penjara negara bagian untuk pria
sebagai “persentase dari jumlah tahanan di dalam perumahan biasa dalam
setiap penjara dalam ruang kurang dari 60 square per kaki selama lebih dari
10 jam tiap hari.” Dia membandingkan dengan tingkat pengamanan
(minimum, medium, maksimum) untuk empat tingkat kepadatan yang
terlihat bahwa tingkat tertinggi dari kekerasan antartahanan timbul di tingkat
kepadatan terendah dalam semua tingkat pengamanan, dan bahwa tingkat
kekerasan yang paling tinggi dengan pengamanan maksimum dari semua
tingkat kepadatan. 13,14

F. PERAWATAN TAHANAN
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun
1999, perawatan tahanan di RUTAN/ Cabang RUT AN atau LAPAS/ Cabang
LAPAS atau di tempat tertentu bertujuan antara lain untuk:6
1. Memperlancar proses pemeriksaan baik pada tahap penyidikan maupun
pada tahap penuntutan dan pemeriksaan dimuka pengadilan.
2. Melindungi kepentingan masyarakat dari pengulangan tindak kejahatan
yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana yang bersangkutan.
3. Melindungi pelaku tindak pidana dan ancaman yang mungkin akan
dilakukan oleh keluarga korban atau kelompok tertentu yaitu terkait dengan
tindak pidana yang dilakukan. Program perawatan tahanan akan berakhir
dengan sendirinya apabila tahanan yang bersangkutan telah mendapat
keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Sedangkan bagi tersangka yang dijatuhi pidana, pembinaan lebih lanjut
akan diserahkan ke Lembaga Pemasyarakatan sebagai proses akhir dan
sistem pemidanaan. Dengan adanya berbagai tempat tenentu yang
digunakan sebagai tempat penahanan dan tempat tersebut belum ditetapkan
sebagai Rumah Tahanan Negara, maka agar perawatan tahanan tidak
diterlantarkan, maka pelaksanaan wewenang, tugas dan tanggung jawab
perawatan tahanan dalam Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan oleh
pejabat yang memerintahkan penahanan. Apabila tahanan yang
bersangkutan diserahkan ke Rumah Tahanan Negara, maka tanggung jawab

16
perawatannya ada pada Kepala Rumah Tahanan Negara dan tanggung jawab
yuridisnya ada pada pejabat yang memerintahkan penahanan. Isi dari
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 58 tahun 1999 mengenai
perawatan tahanan sebagai berikut :
1. Ketentuan umum perawatan tahanan
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1) Perawatan tahanan adalah proses pelayanan tahanan yang dilaksanakan
mulai dari penerimaan sampai dengan
2) Pengeluaran tahanan dari Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
3) Tahanan adalah tersangka atau terdakwa yang ditempatkan dalam
RUTAN/ Cabang RUTAN.
4) Petugas RUTAN/ Cabang RUTAN adalah Petugas Pemasyarakatan yang
diberi tugas untuk melakukan perawatan
5) Tahanan di RUTAN/ Cabang RUTAN.
6) Menteri adalah Menteri yang lingkup, tugas dan tanggung jawabnya
meliputi bidang Perawatan Tahanan.
Pasal 4
1) Kepala RUTAN/ Cabang RUTAN, Kepala LAPAS/ Cabang LAPAS dan
pejabat yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) beserta petugas RUTAN/
Cabang RUTAN, LAPAS/ Cabang LAPAS dan tempat penahanan
tertentu bertugas :
a. Melaksanakan program perawatan;
b. Menjaga agar tahanan tidak melarikan diri; dan
c. Membantu kelancaran proses penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di Pengadilan.
2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam melaksanakan
tugasnya wajib memperhatikan :
a. Perlindungan terhadap hak asasi manusia;
b. Asas praduga tak bersalah; dan

17
c. Asas pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan, pendidikan
dan pembimbingan, penghormatan harkat dan martabat manusia,
terjaminnya hak tahanan untuk tetap berhubungan dengan keluarganya
atau orang tertentu, serta hak-hak lain yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan.

2. Perawatan tahanan
a. Bagian Pertama Penerimaan
Pasal 5
1) Setiap penerimaan tahanan di RUTAN/ Cabang RUTAN, LAPAS/
Cabang LAPAS atau tempat tertentu wajib:
a) Didaftar
b) Dilengkapi surat penahanan yang sah yang dikeluarkan oleh
pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atas tahanan yang
bersangkutan sesuai dengan tingkat pemeriksaan.
2) Penerimaan tahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku
bagi tahanan sipil.
b. Bagian Kedua Pendaftaran
Pasal 6
1) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a
meliputi:
a) Pencatatan
b) Surat perintah atau surat penetapan penahanan
c) Jati diri
d) Barang dan uang yang dibawa.
e) Pemeriksaan kesehatan
f) Pembuatan pasphoto
g) Pengambilan sidik jari
h) Pembuatan Berita Acara Serah Terima Tahanan.

18
2) Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a harus
dilakukan dalam buku register yang disediakan sesuai dengan tingkat
pemeriksaannya.
c. Bagian ketiga penempatan
Pasal 7
Penempatan tahanan ditentukan berdasarkan penggolongan:
1) Umur
2) Jenis kelamin
3) Jenis tindak pidana
4) Tingkat pemeriksaan perkara
5) Untuk kepentingan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan.
d. Bagian keempat tata cara penerimaan, pendaftaran dan penempatan
Pasal 8
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerimaan, pendaftaran dan
penempatan tahanan di RUTAN/ Cabang RUTAN, LAPAS/ Cabang
LAPAS dan tempat tertentu diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri.
e. Bagian kelima program perawatan
Pasal 9
Perawatan tahanan meliputi perawatan jasmani dan rohani yang
dilaksanakan berdasarkan program perawatan.
Pasal 10
1) Program perawatan bagi tahanan harus sesuai dengan bakat, minat,
dan bermanfaat bagi tahanan dan masyarakat.
2) Program perawatan bagi tahanan dilaksanakan paling lama 7 (tujuh)
jam sehari.
3) Program perawatan tahanan diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri.

19
3. Berakhirnya Masa Perawatan Tahanan
Pasal 48
1) Perawatan tahanan berakhir karena:
a. Adanya putusan hakim yang membebaskan atau melepaskan terdakwa
dari segala tuntutan hukum.
b. Adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap dan terhadap
terdakwa telah diaksekusi untuk menjalani pidana di LAPAS.
c. Masa penahanan habis atau perpanjangan penahanannya telah habis.
d. Meninggal dunia.
2) Tahanan yang telah berakhir masa perawatannya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) wajib:
a. Dikeluarkan dari RUTAN/ Cabang RUTAN atau LAPAS/ Cabang
LAPAS.
b. Dicatat dalam buku register.
c. Diambil sidik jarinya.
3) Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b meliputi:
a. Putusan hakim yang membebaskan atau melepaskan terdakwa,
putusan hakim yang menjatuhkan pidana.
b. Terdakwa diperintahkan menjalani pidana, Keputusan Kepala
RUTAN/ Cabang RUTAN atau LAPAS/ Cabang LAPAS.
c. Yang membebaskan terdakwa atau surat keterangan kematian yang
dibuat oleh dokter.
d. Jati diri.
e. Berita acara

G. PENANGANAN TAHANAN YANG MENINGGAL DI PENJARA10


1. Pemeriksaan sistematik post-mortem kepada semua tahanan yang meninggal
atau baru saja dibebaskan karena alasan apapun.
2. Semua pemeriksaan post-mortem dilakukan oleh patologis forensik yang
sesuai dengan standar internasional.
3. Apapun kasus kematian dalam tahanan:

20
a. Mintakan investigasi secara mandiri dan netral
b. Mintakan pemeriksaan autopsi yang dilakukan secara terpisah
c. Memberitahukan keluarga tentang hak mereka; yakinkan mereka untuk
melakukan pemeriksaan post-mortem
d. Hindari pemakaman dini terhadap jenazah
e. Yakinkan mereka untuk mengembalikan jenazah kepada keluarga.
f. Berkas pembuktian
4. Pernyataan atau isu
5. Otorisasi untuk investigasi tempat tahanan

H. STRATEGI PENCEGAHAN KEMATIAN10


1. Akses terhadap tahanan, tanyakan kepada mereka apakah terdapat akses
untuk mendupatkan obal dan pelayanan kesehatan.
2. Lakukan kampanye untuk peningkatan kondisi tahanan (sesuai dengan
Peraluran Standar Minimum mengenai Perlakuan terhadap Tahanan (United
Nation Standard Ininimum Rules for the Treatment of Prisoners)).
3. Minta semua tahanan ditahan dipusat tahanan resmi.
4. Minta daftar semua tempat penahanan resmi dipublikasikan.
5. Mendirikan badan independen yang bertangung jawab untuk mengunjungi
tempat tahanan secara regular, yang akan merekomendasikan untuk
meningkatkan kualitas penjara.

Selain strategi pencegahan di atas, dapat juga dilakukan kegiatan-kegiatan


sebagai berikut:
1. Pelatihan medis untuk petugas keamanan.
2. Pelatihan terhadap keadaan darurat, sehingga petugas dapat
mengidentifikasi gejala awal sehingga mereka dapat segera menghubungi
dokter atau paramedis. Yang perlu diperhatikan adalah frekuensi nadi, warna
(bibir, wajah, dan mata) dan pemeriksaan refleks. Mampu melakukan
pemeriksaan fisik dini yaitu temperatur dan tekanan darah, mengenal

21
berbagai tingkat kesadaran sehingga perlu dibekali keterampilan medis
darurat kepada petugas.
3. Akomodasi disertai fasilitas medis yang mampu menangani tahanan yang
mengalami mabuk, obat-obatan atau trauma minor.
4. CCTV dapat membantu petugas untuk mengetahui tanda bahaya, dan
penempatan lebih bermanfaat bila dipasang pada sel tahanan yang beresiko
dibandingkan pada koridor.

22
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kematian di penjara yaitu kematian yang terjadi di penjara atau fasilitas
tahanan lainnya, termasuk kematian yang terjadi selama pemindahan/ transfer
ke/ dari penjara/ fasilitas tahanan lainnya, atau difasilitas kesehatan mengikuti
pemindahan dari penjara.
Meski seorang tahanan di dalam pengawasan polisi, bukan berarti seorang
tahanan tidak memiliki hak apapun. Peraturan Pemerintah nomor 58 Tahun
1999 berisi tentang syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan wewenang, tugas,
dan tanggung jawab perawatan tahanan.
Kematian tahanan dapat dibedakan menjadi alami dan tidak alami, terdapat
pelanggaran terhadap hak asasi dan tidak. Beberapa penyebab antara lain
karena penyakit, bunuh diri, kecelakaan, pembunuhan, kekerasan, over dosis
obat, gantung, senjata api, dan kematian mendadak.
Penanganan terhadap kematian tahanan adalah dengan pemeriksaan
sistematik post mortem, semua pemeriksaan post mortem dilakukan oleh
patologi forensik, pemeriksaan otopsi, hindari pemakaman dini, investigasi
tempat tahanan dan lokasi kematian.
Upaya pencegahan kematian tahanan dapat dilakukan dengan akses terhadap
tahanan, peningkatan kondisi tempat tahanan, tahanan ditahan di pusat tahanan
resmi. Minta daftar semua tempat penahanan resmi, dan mendirikan badan
independen yang bertanggung jawab untuk mengunjungi tempat tahanan secara
reguler.

23
B. SARAN
1. Bagi Tenaga Kesehatan (Dokter)
Dapat melakukan pemeriksaan dengan teliti untuk dapat menentukan sebab
kematian sseorang tahanan.
2. Bagi Pemerintahan
Dapat memperhatikan secara berkala baik kondisi atau fasilitas penjara dan
meningkatkan kualitas layanan kesehatan tahanan.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Kematian di penjara. Diunduh dari www.vivanews.com


2. Lyneham, Matthew, et al. Death in custody in Australia: National Death in
Custody Program 2008. Australian Institute of Criminology. Canberra. 2010.
3. Hector, Charles. Death in custody: could be more than 3000 since 1990.
Diunduh dan www.malaysiakini.com/death-in-custody.
4. Arti kata Indonesia. Diunduh dan www.artikata.com
5. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus besar bahasa Indonesia pusat
bahasa. Jakarta: Gramedia; 2008.
6. Institute for Criminal Justice Reform. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 58 Tahun 1999. Diunduh dari www.icjr.or.id.
7. Leigh et al. Deaths in Police Custody: Learning the Lessons. Crown
Copyright/London. 1998.
8. Knight Bernard. Forensic pathology second edition. London: Oxford
University. 1996.
9. Springborn, Robert. Death in custody. Criminal justice statistic centre.
Sacramento. 2005.
10. Callamard, Agnes et al. Monitoring and investigating death in custody.
Amnesty International and CODESRIA. Amsterdam. 2000. Diunduh dari
www.amnesty.nl
11. Dimaio Vincent J. Forensic pathology. New York: CRC Pres. 2001
12. Robison, Debra. Sudden In-Custody Death Syndrome. Top Emerg Med :
Lippincott Williams & Wilkins. Inc 2005; 1: 136-43c.
13. WHO. Prisons and health. Diunduh dari www.euro.who.int.
14. Join committe on human rights. Death in custody volume 1. The stationery
office. London. 2004.

25

Anda mungkin juga menyukai