“PENGGOLONGAN ANTIBIOTIK”
Dosen: Ema Rachmawati, S.Farm., M.Sc., Apt
Disusun oleh :
Kelompok 4
Zulaikha Permata Swardini 152210101024
Azharia Mirza Nurrizki 152210101030
Yemima Rossalia 152210101048
Firdatus Sholehah 152210101144
Achmad Syarifudin Noor 152210101148
Kelas : C
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah
“Antibiotik” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga
saya berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya selama
pembuatan makalah ini berlangsung sehingga terealisasikanlah makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1 LATAR BELAKANG
Penemuan antibiotik diinisiasi oleh Paul Ehrlich yang pertama kali
menemukan apa yang disebut “magic bullet” , yang dirancang untuk menangani
infeksi mikroba. Pada tahun 1910, Ehrlich menemukan antibiotika pertama,
salvarsan yang digunakan untuk melawan syphilis. Ehrlich kemudian diikuti oleh
Alexander Fleming yang secara tidak sengaja menemukan penisilin pada tahun
1928. Tujuh tahun kemudian, Gerhard Domagk menemukan sulfa, yang membuka
jalan penemuan obat anti TB, isoniazid. Pada tahun 1943, anti TB pertama
streptomycin, ditemukan oleh Selkman Wakzman dan Albert Schatz. Wakzman
juga orang pertama yang memperkenalkan terminologi antibiotik. Sejak saat itu
antibiotika ramai digunakan klinisi untuk menangani berbagai penyakit infeksi.
Setelah penisilin, mulai banyaknya antibiotik yang ditemukan seperti
kloramfenikol dan kelompok sefalosforin, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida,
polipeptida, linkomisin dan rifampisin.
Arti Antibiotika sendiri pada awalnya merujuk pada senyawa yang dihasilkan oleh
jamur atau mikroorganisme yang dapat membunuh bakteri penyebab penyakit
pada hewan dan manusia. Saat ini beberapa jnis antibiotika merupakan senyawa
sintetis ( tidak dihasilkan dari mikroorganisme) tetapi juga dapat membunuh atau
menghambat pertumbuhan bakteri. Secara teknis, zat yang dpat membunuh
bakteri baik berupa senyawa sintetis, atau alami disebut dengan zat anti mikroba,
akan tetapi banyak orang menyebutnya dengan antibiotika. Meskipun antibiotika
1
mempunyai manfaat yang sangat banyak, penggunaan antibiotika secara
berlebihan juga dapat memicu terjadinya resistensi antibiotika.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari antibiotik.
2. Untuk mengetahui farmakodinamika dan farmakokinetika dari obat
antibiotik.
3. Untuk mengetahui apa saja golongan-golongan antibiotik.
2
BAB 2
ISI
2. 1 Pengertian Antibiotik
Antibiotik berasal dari kata Yunani tua, yang merupakan gabungan dari
kata anti (lawan) dan bios (hidup).Kalau diterjemahkan bebas menjadi "melawan
sesuatu yang hidup".Antibiotika di dunia kedokteran digunakan sebagai obat
untuk memerangi infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau protozoa. Antibiotika
adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi/jamur, yang dapat
menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotika saat ini
dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh.Namun dalam prakteknya
antibiotika sintetik tidak diturunkan dari produk mikroba.
3
b. Menghambat sintesa membran sel, molekul lipoprotein dari membran
seldikacaukan pembentukannya, hingga bersifak lebih permeabel akibatnya zat-
zat penting dari isi sel dapat keluar seperti kelompok polipeptida.
c. Menghambat sintesa protein sel, akibatnya sel tidak sempurna
terbentukseperti klindamisin, linkomisin, kloramfenikol, makrolida,
tetrasiklin,gentamisin.
d. Mengganggu pembentukan asam-asam inti (DNA dan RNA) akibatnyasel
tidak dapat berkembang seperti metronidasol, kinolon, novobiosin,rifampisin.
e. Menghambat sintesa folat seperti sulfonamida dan trimetoprim.
4
Dari masing-masing golongan terdapa mekanisme kerja, farmakokintetik,
farmakodinamik, serta aktivitas antimikroba yang berbeda-beda. Perbedaan ini
menyebabkan perbedaan kegunaan didalam klinik Karena perbedaan ini juga
maka mekanisme resisistensi dari masing-masing golongan juga mengalami
perbedaan.
Manfaat dari pembagian ini dalam pemilihan antibiotika mungkin hanya terbatas,
yakni pada kasus pembawa kuman (carrier), pada pasien-pasien dengan kondisi
yang sangat lemah (debilitated) atau pada kasus-kasus dengan depresi imunologik
tidak boleh memakai antibiotika bakteriostatik, tetapi harus bakterisid.
5
Penggolongan antibiotik berdasarkan spektrum kerjanya :
a. Pengertian Penicillin
Penisilin merupakan salah satu antibiotik yang paling efektif selama empat
dekade ini. Peningkatan kebutuhan medis akan penisilin telah membuka peluang
bagi pengembangan industri pembuatan penisilin secara komersial yang
menuntut peningkatan kualitas dan kuantitas dari penisilin yang dihasilkan.
Perbaikan kualitas dan kuantitas penisilin dapat tercapai apabila parameter-
parameter metabolik dari proses fermentasi adalah optimum.
6
b. Sifat Fisika Kimia
Penisilin merupakan suatu asam organik, berbentuk kristal, berwarna putih
yang sedikit larut dalam air tetapi larut baik dalam pelarut organic. Sebaliknya
garam – garam penisilin sangat baik larut dalam air dan stabil antara pH 6 dan 6,5.
Penisilin terdiri dari dua cincin berupa satu inti siklik pada gugus amida dapat
diikat berbagai jenis radikal dan diperoleh berbagai jenis penisilin. Dalam suasana
basa atau oleh pengaruh enzim β-laktamase seperti penisilinase yang disekresi
oleh mikroba tertentu, maka inti laktam terbuka dan terbentuk asam penisilinoat.
Oleh pengaruh amidase dirantai samping terbentuk asam 6-aminopenisilinat.
Selanjutnya oleh pengaruh asam terjadi hidrolisa dan diperoleh penisilamin dan
aldehid, sehingga aktivitas antimikrobanya berkurang.
d. Mekanisme Kerja
Berdasarkan mekanisme kerjanya antibiotic β-laktam I termasuk antimikroba
yang menghambat sintesis dinding sel mikroba. Efek bakterisid diberikan pada
mikroba yang sedang aktif membelah. Pada waktu berlangsungnya pembelahan,
sebagian dari dinding sel induk dilisis oleh suatu asetilmuramidase. Dinding sel
bakteri terdiri dari mukopeptida. Transpeptidase terlibat dalam pembentukan
dinding sel baru. Enzim ini diblokir oleh penisilin sehingga pembentukan dinding
sel tidak sempurnayang mengakibatkan matinya bakteri. Oleh karena dinding sel
kokus gram positifterdiri dari 60 % sedangkan kokus gram negative hanya
7
mengandung 10 % mukopeptida, maka spectrum antimikroba dari penisilin tidak
luas.
e. Sifat farmakokinetika:
a) Absorbsi
Penisilin G mudah rusak dalam suasana asam (pH 2) sehingga cairan lambung
dengan dengan pH 4 tidak dapat terlalu merusak penisilin. Adanya makanan
mungkin akan menghambat absorbsi penisilin karena disebabkan oleh absorbsi
penisilin pada makanan. Sisa 2/3 dari dosis oral diteruskan ke kolon. Di sini
terjadi pemecahan oleh bakteri dan hanya sebagian kecil obat yang keluar bersama
tinja. Bila dibandingkan dosis oral terhadap IM, maka untuk mendapatkan kadar
efektif dalam darah, dosis penisilin G oral haruslah 4 - 5 kali lebih besar daripada
dosis IM. Oleh karena itu, penisilin G tidak dianjurkan untuk diberikan oral.
Untuk memperlambat absorbsinya, penisilin G dapat diberikan dalam bentuk
repositori yaitu penisilin G benzatin dan penisilin G prokain sebagai suspensi
dalam air atau minyak.
Ampisilin dan senyawa sejenisnya yang diabsorbsi pada pemberian oral
dipengaruhi oleh dosis dan ada tidaknya makanan dalam saluran cerna. Dengan
dosis lebih kecil, maka persentase yang diabsorbsi relatif lebih besar.
Amoksisilin yang diabsorbsi di saluran cerna jauh lebih baik daripada ampisilin.
Karena dengan dosis oral yang sama, amoksisilin mencapai kadar dalam darah
yang tingginya kira-kira 2 kali labih tinggi daripada yang dicapai ampisilin,
sedangkan masa paruh eliminasi kedua obat ini hampir sama. Selain itu
penyerapan ampisilin terhambat oleh adanya makanan di lambung, sedang
amoksisilin tidak dipengaruhi oleh ada tidaknya makanan di lambung.
b) Distribusi
Penisilin G terdistribusi luas dalam tubuh. Ikatan proteinnya 65%. Kadar obat
yang memadai dapat tercapai dalam hati, empedu, ginjal, usus dan limfe. Namun
CSS nya sulit untuk tercapai.
8
Ampisilin dan amoksisilin didistribusi luas di dalam tubuh dan pengikatannya
oleh protein plasma hanya 20%. Penetrasi ke CSS dapat mencapai kadar efektif
pada keadaan peradangan meningen. Pada bronkitis atau pneumonia ampisilin
disekresi ke dalam sputum sekitar 10% kadar serum.
c) Biotransformasi dan Ekskresi
2. Fenoksimetilpenisilin (Penicilin V)
Penisilin V merupakan turunan fenoksimetil dari penisilin G. PENISILIN v
sedikit larut dalam air, mudah larut dalam alcohol dan aseton.
9
3. Amoksisilin`
Amoksisilin diperoleh dengan cara mengasilasi asam 6 – aminopenisilinat dengan
D-(-)-2-(p-hidroksifenil) glisin. Amoksisilin berupa bubuk, hablur putih, berasa
pahit, tidak stabil pada kelembaban tinggi dan suhu diatas 37oC. Kelarutannya
dalam air 1g/370 ml, dalam alcohol 1g/2000 ml.
4. Ampisilin
Asam 6 – aminopenisilinat dialisasi dengan D-(-)- glisin menghasilkan ampisilin.
Ampisilin berupa bubuk, hablur putih, tak berbau. Garam trihidratnya stabil pada
suhu kamar. Dalam air kelarutannya 1 g/ml, dalam etanol absolute 1g/250ml dan
praktis tak larut dalam eter dan kloroform.
5. Bekampisilin
Bekampisilin turunan dari ampisilin dimana gugusan 3-karboksil tersubstitusi oleh
gugus etil membentuk ester. Garam HCL nya berbentuk hablur putih yang larut
dalam air.
6. Siklasilin
Siklasilin berupa bubuk, hablur putih, kelarutannya dalam air 1 g dalam 25 ml
pada suhu 38o C.
7. Hetasilin
Asam 6-aminopenesilinat diasilasi dengan D-(-)fenilglisilklorida lalu
dikondensasikan dengan aseton menghasilkan (hetasilin). Hetasilin berupa bubuk
hablur putih, praktis tidak larut (dalam air).
8. Dikloksasilin
Dikloksasilin adalah hasil asilasi asam 6-aminopenisilinat dengan 3-(2,6-
diklorofenil)-5-metil-4 isoksazolkarbonat, hasilnya dihablurkan kembali dan
dibuatkan garam natriumnya. Dikloksasilin berbentuk hablur bubuk putih, berbau
10
agak khas, melebur antara 222o dan 225o dengan penguraian: pKa = 2,67; larut
baik dalam air, larut dalam etanol; tahan terhadap asam.
9. Metisilin
Metisilin diperoleh sebagai hasil kondensasi asam 6 – aminopenisilinat dengan
2,6-dimetoksibenzoilklorida dan kemudian diendapkan dengan natriumasetat
untuk memperoleh garam Na. Metisilin berupa bubuk hablur halus berwarna putih
tak berbau, yang larut baik dalam air, sedikit larut dalam kloroform dan tak larut
dalam eter.
10. Nafsilin
Asam 6 – aminopenisilinat yang diasilasi dengan 2 – etoksi-1-naf-toilklorida
dalam pelarut organik bebas air, mengandung trietilamin menghasilkan nafsilin.
Nafsilin berupa bubuk berwarna putih kekuning-kuningan, berbau agak khas, larut
dalam air, kloroform dan etanol. Oleh asam sebagian diuraikan. Nafsilin tahan
penisilinase.
11. Kloksasilin
Asam 6 – aminopenisilinat diasilasi dengan 3 (O-klorofenil)-5-metil-4
isoksazolkarboksilat. Hasinya dimurnikan dengan cara penghabluran kembali,
kemudian kloksasilin dibuatkan garam natriumnya. Kloksasilin berupa bubuk
hablur putih; stabil terhadap cahaya; sedikit higroskopis; terurai antara 170o dan
173o ; PH larutan 1% terletak antara 4,5 dan 7,5. Kloksasilin larut baik dalam air,
etanol dan sedikit larut dalam kloroform.
12. Oksasilin
Oksasilin diperoleh dengan cara mengkondensasikan Asam 6 – aminopenisilinat
dengan 5 metil-3-fenil-4-isoksazolklorida dalam pelarut organic yang sesuai,
kemudian oksasilin diendapkan dengan natrium asetat sebagai garam natrium.
Oksasilin berupa bubuk hablur halus, berwarna putih dan tak berbau. Garamnya
11
larut dalam air, sedikit larut dalam etanol absolute, kloroform dan tak larut dalam
eter. Oksasilin tahan penisilinase
13. Karbenisilin
Karbenisilin berupa bubuk Kristal putih berasa pahit, higroskopik, tak berbau; pH
larutan 1% b/v antara 6,5 dan 8,0; pKa1 = 2,76, pKa2=3,5. Kelarutannya dalam air
1 g/1,2 ml, dalam etanol 1g/2,5 ml, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter,
tidak stabil dengan asam, garam indanil lebih stabil terhadap asam.
14. Tikarsilin
Tikarsilin diperoleh dari Ampisilin dimana inti benzene diganti dwngan inti
tiofen. Tikarsilin berupa bubuk putih sampai kuning, higroskopik, larut sangat
baik dalam air. Tikarsilin diuraikan oleh mikroba yang memproduksi β-laktamase.
15. Azlosilin
Azlosilin adalah turunan Ampisilin dimana gugus amina tersubstitusi dan
merupakan asilureidopenisilin. Garam natriumnya berupa bubuk hablur berwarna
kuning pucat yang larut dalam air, methanol dan dimetilformamida serta larut
sedikit dalam etanol dan isipropanol. Azlosilin peka terhadap β-laktamase yang
diproduksi oleh Enterobacteriaceae atupu terhadap penisilinase yang diproduksi
oleh Staphylococcus aureus.
16. Mezlosilin
Mezlosilin diperoleh secara semi sintetik seperti Azlosilin kecuali pada inti
imidazolidin N-heterossiklik tersustitusu gugus metil sulfonil. Garam natrium
monohidrat Mezlosilin berbentuk hablur kuning pucat yang larut dalam air,
methanol dan dimetilformamida, tidak larut dalam aseton dan etanol.
12
17. Piperasilin
Piperasilin merupakan turunan dari penisilin. Piperasilin mempunyai spectrum
antimikroba yang identik dengan Mezlosilin. Piperasilin juga peka terhadap β-
laktamse yang diproduksi oleh gonokokus.
Probenesid menghambat
sekresi antibiotik sehingga
meningkatkan efek atau
2 Penisilin Probenesid toksisitasnya
Fenilbutazon
menghambat sekresi
antibiotik sehingga
meningkatkan efek
Menyebabkan maculopapular
45 AmpisilinAmpisilin AlopurinolWarfarin rashdapat meningkatkan
13
6 AMpisilin Disulfiran kadar ampisilin
dapat meningkatkan kadar
7 Ampisilin Makanan ampisilin.
Inaktivasi Penisilin
Kelarutan penisilin G akan
Penisilin G VitaminC berkurang sehingga jumlah
Penisilin G Antasida absorbsinya berkurang
910
2.2.2. Sefalosforin
a. Pengertian Sefalosforin
14
Antibiotik turunan sefalosforin merupakan antibiotik yang paling
banyak digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi. Antibiotik ini mempunyai
spektrum antibakteri yang luas dan lebih resisten terhadap β-laktamase daripada
penisilin. Pasien yang alergi terhadap penisilin biasanya tahan terhadap antibiotik
ini (Sudjadi, 2008).
c. Mekanisme Kerja
Sefalosporin termasuk golongan antibiotika β-laktam. Seperti antibiotik β-
laktam lain, mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin ialah dengan menghambat
sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap
ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.
Antibiotik β-laktamase bekerja membunuh bakteri dengan cara menginhibisi
sintesis dinding selnya. Pada proses pembentukan dinding sel, terjadi reaksi
transpeptidasi yang dikatalis oleh enzim transpeptidase dan menghasilkan ikatan
silang antara dua rantai peptida-glukan. Enzim transpeptidase yang terletak pada
membran sitoplasma bakteri tersebut juga dapat mengikat antibiotik beta-laktam
sehingga menyebabkan enzim ini tidak mampu mengkatalisis reaksi transpeptidasi
walaupun dinding sel tetap terus dibentuk. Dinding sel yang terbentuk tidak
memiliki ikatan silang dan peptidoglikan yang terbentuk tidak sempurna sehingga
lebih lemah dan mudah terdegradasi. Pada kondisi normal, perbedaan tekanan
osmotik di dalam sel bakteri gram negatif dan di lingkungan akan membuat
terjadinya lisis sel. Selain itu, kompleks protein transpeptidase dan antibiotik beta-
laktam akan menstimulasi senyawa autolisin yang dapat mendigesti dinding sel
15
bakteri tersebut. Dengan demikian, bakteri yang kehilangan dinding sel maupun
mengalami lisis akan mati.
d. Spectrum
Luas, tetapi spektrum masing-masing derivate bervariasi.
e. Farmakokinetik
Kebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh melalui ginjal
dengan proses sekresi tubuli, kecuali sefoperazon yang sebagian besar diekskresi
melalui empedu.
Dari sifat farmakokinetiknya sefalosporin dibagi 2 golongan yang
diberikan secara oral dan dapat diabsorpsi saluran cerna seperti : sefaleksinm
sefadrin, sefadroksil, sefaklor, yang diberikan secara parenteral. Beberapa proses
farmokokinetik sefalosporin :
Absorpsi
Absorpsi obat oral dari usus berlangsung praktis lengkap dan cepat, bentuk ester
dari sefuroksim (-axetil) agak baik.Terikat protein plasmanya bervariasi antara 14-
90%Plasma t1/2-nya terletak antara 30-150 menit.Sefaleksin, sefradin, sefaklor
dan sefadroksil dapat diberikan per oral, karena diabsorpsi melalui saluran cerna.
Sefalosporin lainnya hanya dapat diberikan parenteral, misalnya im atau
ivSefalotin dan sefapirin umumnya diberikan secara iv karena menyebabkan
iritasi lokal dan nyeri pada pemberian im.
f. Distribusi
Distribusinya ke jaringan dan cairan tubuh baik, tetapi penetrasi ke otak,
mata dan cairan serebrospinal buruk.Beberapa sefalosporin generasi ketiga
misalnya sefuroksim, moksalaktam, sefotaksim, dan seftizoksim mencapai kadar
yang tinggi di cairan serebrospinal (CSS), sehingga dapat bermanfaat untuk
pengobatan meningitis purulenta.Sefalosporin melewati sawar darah uri,
mencapai kadar tinggi di cairan sinovial, dan cairan perikardium.Pada pemberian
sistemik, kadar sefalosporin generasi ketiga di cairan mata relative tinggi, tetapi
16
tidak mencapai vitreus.Kadar sefalosporin dalam empedu umumnya tinggi,
terutama sefoperazon.
g. Ekskresi
Kebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh lebih dari 80%
melalui ginjal.Mekanismenya ialah filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus, kecuali
sefoperazon yang sebagian besar diekskresi melalui empedu, Karena ekskresinya
sebagian besar melalui empedu maka dosis sefoperazon pada penderita
insufisiensi ginjal harus dikurangi.
Probenesid mengurangi ekskresi sefalosporin, kecuali moksalaktam dan
beberapa lainnyaSefalotin, sefapirin, dan sefotaksim mengalami deasetilasi,
metabolit yang aktivitas antimikrobanya lebih rendah diekskresi melalui ginjal.
h. Penggolongan
17
aeruginosa dan enterokokus. Sefoksitin aktif tehadap kuman anaerob. Sefuroksim
dan sefamandol lebih tahan terhadap penisilinase dibandingkan dengan generasi
pertama dan memiliki aktivitas yang lebih besar terhadap Hemophilus
influenzae dan N. gonorrhoeae.
3) Sefalosporin generasi ketiga:
Golongan ini umumnya kurang aktif terhadap kokus gram positif
dibandingkan dengan generasi pertama, tapi jauh lebih aktif
terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil penisilinase. Seftazidim
aktif terhadap pseudomonas dan beberapa kuman gram negatif lainnya.
Seftriakson memiliki waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan sefalosporin
yang lain, sehingga cukup diberikan satu kali sehari. Obat ini diindikasikan untuk
infeksi berat seperti septikemia, pneumonia dan meningitis. Garam kalsium
seftriakson kadang-kadang menimbul-kan presipitasi di kandung empedu. Tapi
biasanya menghilang bila obat dihentikan. Sefoksitin aktif terhadap flora usus
termasuk Bacteroides fragilis, sehingga diindikasikan untuk sepsis karena
peritonitis.
2.2.3. Tetrasiklin
a. Pengertian Tetrasiklin
b. Mekanisme Kerja
Tetrasiklin bersifat bakteriostatik dengan jalan menghambat sintesis
protein. Hal ini dilakukan dengan cara mengikat unit ribosoma sel kuman 30 S
sehingga t-RNA tidak menempel pada ribosom yang mengakibatkan tidak
18
terbentuknya amino asetil RNA. Antibiotik ini dilaporkan juga berperan dalam
mengikat ion Fe dan Mg. Meskipun tetrasiklin dapat menembus sel mamalia
namun pada umumnya tidak menyebabkan keracunan pada individu yang
menerimanya.
Ada 2 proses masuknya antibiotik ke dalam ribosom bakteri gram negatif;
pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem
transport aktif. Setelah masuk maka antibiotik berikatan dengan ribosom 30S dan
menghalangi masuknya tRNA-asam amino pada lokasi asam amino.
c. Efek Antimikroba
Pada umumnya spektrum golongan tetrasiklin sama (sebab mekanismenya sama),
namun terdapat perbedaan kuantitatif dan aktivitas masing-masing derivat
terhadap kuman tertentu.
Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi obat ini. Golongan
tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik dan bekerja
dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.
d. Farmakotika Tetrasiklin
Absorpsi
Sekitar 30-80% tetrasiklin diserap dalam saluran cerna. Doksisiklin dan
minosiklin diserap lebih dari 90%. Absorpsi sebagian besar berlangsung di
lambung dan usus halus. Adanya makanan dalam lambung menghambat
penyerapan, kecuali minosiklin dan doksisiklin. Absorpsi dihambat dalam derajat
tertentu oleh pH tinggi dan pembentukan kelat yaitu kompleks tetrasiklin dengan
suatu zat lain yang sukar diserap seperti aluminium hidroksid, garam kalsium dan
magnesium yang biasanya terdapat dalam antasida, dan juga ferum. Tetrasiklin
diberikan sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.
19
tergantung dari adanya meningitis. Penetrasi ke cairan tubuh lain dan jaringan
tubuh cukup baik. Obat golongan ini ditimbun di hati, limpa dan sumssum tulang
serta di sentin dan email gigi yang belum bererupsi. Golongan tetrasiklin
menembus sawar uri dan terdapat dalam ASI dalam kadar yang relatif tinggi.
Dibandingkan dengan tetrasiklin lainnya, doksisiklin dan minosiklin daya
penetrasinya ke jaringan lebih baik.
Distribusi tetrasiklin berlangsung ke seluruh tubuh kecuali jaringan lemak.
Afinitas yang besar terjadi pada jaringan dengan kecepatan metabolisme dan
pertumbuhan yang cepat seperti hati, tulang, gigi, dan jaringan neoplasma. Dalam
jaringan tulang dan gigi, tetrasiklin akan disimpan dalam bentuk kompleks
kalsium. Tetrasiklin akanmembentuk ikatan dengan protein plasma. Walaupun
demikian, lama kerja suatu kelompok senyawa tetrasiklin ini tidak ditentukan oleh
ikatan proteinnya, melainkan ditentukan oleh sifat-sifat kimia masing-masing
senyawa. Tetrasiklin dapat berikatan dengan protein sebesar 65%. Distribusi
dalam plasenta dapat terjadi dengan mudah karena senyawa tetrasiklin dapat
melewati plasenta. Kadartetrasiklin yang tinggi juga terdapat dalam air susu.
Dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam jumlah
yang bervariasi. Pemberian oral 250 mg tetrasiklin, klortetrasiklin dan
oksitetrasiklin tiap 6 jam menghasilkan kadar sekitar 2.0-2.5 mcg/ml. Masa paruh
doksisiklin tidak berubah pada insufiensi ginjal sehingga obat ini boleh diberikan
pada gagal ginjal.
f. Ekskresi
Golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin dengan filtrasi glomerolus dan
melalui empedu. Pemberiaan per oral kira-kira 20-55% golongan tetrasiklin
diekskresi melalui urin. Golongan tetrasiklin yang diekskresi oleh hati ke dalam
empedu mencapai kadar 10 kali kadar dalam serum. Sebagian besar obat yang
diekskresi ke dalam lumen usus ini mengalami sirkulasi enterohepatik; maka obat
ini masih terdapat dalam darah untuk waktu lama setelah terapi dihentikan. Bila
terjadi obstruksi pada saluran empedu atau gangguan faal hati obat ini akan
20
mengalami kumulasi dalam darah. Obat yang tidak diserap diekskresi melalui
tinja.
Antibiotik golongan tetrasiklin dibagi menjadi 3 golongan berdasarkan sifat
farmakokinetiknya :
(1) Tetrasiklin, klortetrasiklin dan oksitetrasiklin. Absorpsi kelompok tetrasiklin
ini tidak lengkap dengan masa paruh 6-12 jam.
(2) Demetilklortetrasiklin. Absorpsinya lebih baik dan masa paruhnya kira-kira 16
jam sehingga cukup diberikan 150 mg peroral tiap 6 jam,
(3) Doksisklin dan minosiklin.Absorpsinya baik sekali dan masa paruhnya 17-20
jam. Tetrasiklin golongan ini cukup diberikan 1 atau 2 kali 100mg sehari.
21
dan biliaris, infeksi jaringan lunak, infeksi pasca persalinan (endometritis),
meningitis dan endokarditis, akne vulgaris, GO dan sifilis yang tidak sesuai
dengan penisilin. Granuloma inguinal dan khankroid, bruselosis, kolera,
amubasis, tifus dan Q-fever, psikatosis dan limfogranuloma venereum, trakoma.
c. Dosis : Dewasa 250-500mg tiap 6 jam selama 5-10 hari
(untuk kebanyakan infeksi). Infeksi nafas seperti eksaserbasi akut bronkitis dan
pneumonia karena mikoplasma 500 mg 4 x/hr. Profilaksis infeksi saluran
respiratorius 250 mg 2-3 x/hr. GO dansifilis, bruselosis total dosis 2-3 g/hr.
d. Penggunaan Obat : Berikan pada saat perut kosong 1 jam sebelum atau 2
jam sesudah makan.
e. Kontra Indikasi : Hipersensitif, gangguan ginjal. Hamil, anak < 7
tahun.
f. Efek samping : Gangguan GI, gatal di anus dan vulva. Perubahan
warna gigi dan hipoplasia pada anak, hambatan pertumbuhan tulang
sementara. Dosis tinggi: uremia.
2.2.4. Makrolida
22
dibandingkan penisilin. Sekarang ini antibiotikaMakrolida yang beredar di
pasaran obat Indonesia adalah Eritomisin, Spiramisin,Roksitromisin,
Klaritromisin dan Azithromisin.
a. Mekanisme aksi
1) Eritromisin dalam bentuk basa bebas dapat di inaktivasi oleh asam, sehingga
pada pemberian oral, obat ini dibuat dalam sediaan salut enterik. Eritromisin
dalam bentuk estolat tidak boleh diberikan pada dewasa karena akan
menimbulkan liver injury.
23
2) Azitromisin lebih stabil terhadap asam jika disbanding eritromisin. Sekitar 37%
dosis diabsorpsi, dan semakin menurun dengan adanya makanan. Obat ini dapat
meningkatkan kadar SGOT dan SGPT pada hati.
4) Roksitromisin
Efek samping yang paling sering terjadi adalah efek pada saluran cerna: diare,
mual, nyeri abdomen dan muntah. Efek samping yang lebih jarang termasuk sakit
kepala, ruam, nilai fungsi hati yang tidak normal dan gangguan pada indra
penciuman dan pengecap.
e. Klindamisin
24
Klindamisin menghambat sebagian besar kokus Gram-positif dan sebagian
besar bakteri anaerob, tetapi tidak bisa menghambat bakteri Gram-negatif aerob
seperti Haemophilus, Mycoplasma dan Chlamydia. Efek samping: diare dan
enterokolitis pseudo membranosa.
f. Mupirosin
Tersedia dalam bentuk krim atau salep 2% untuk penggunaan dikulit (lesi kulit
traumatik, impetigo yang terinfeksi sekunder oleh S.aureus atau S.pyogenes) dan
salep 2% untuk intranasal.
g. Spektinomisin
2.2.5. Kuinolon
a. Uraian:
25
memperlebar spektrum antibakteri, memperbaiki penyerapannya di saluran cerna,
serta memperpanjang masa kerja obat.
Golongan uinolon ini digunakan untuk infeksi sistemik. Yang termasuk golongan
ini antara lain adalah Spirofloksasin, Ofloksasin, Moksifloksasin, Levofloksasin,
Pefloksasin, Norfloksasin, Sparfloksasin, Lornefloksasin, Flerofloksasin dan
Gatifloksasin.
Pada saat perkembang biakkan kuman ada yang namanya replikasi dan transkripsi
dimana terjadi pemisahan double helix dari DNA kuman menjadi 2 utas DNA.
Pemisahan ini akan selalu menyebabkan puntiran berlebihan pada double helix
DNA sebelum titik pisah.
Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim DNA girase.
Peranan antibiotika golongan Kuinolon menghambat kerja enzim DNA girase
pada kuman dan bersifat bakterisidal, sehingga kuman mati.
c. Indikasi:
d. Kontraindikasi :
e. Perhatian :
26
Riwayat epilepsy atau kondisi yang memicu kejang, defisiensi G6PD, miastenia
gravis (risiko eksaserbasi), kehamilan, menyusui, anak atau dewasa; hindari
paparan sinar matahari yang berlebihan (hentikan jika muncul fotosensitif); jarang
: kerusakan tendon; gangguan ginjal; hindari alkalinisasi urin yang berlebih dan
pastikan asupan cairan yang adekuat untuk mencegah kristaluria.
Manifestasi pada saluran cerna,terutama berupa mual dan hilang nafsu makan,
merupakan efek samping yang paling sering dijumpai.
Efek samping pada susunan syaraf pusat umumnya bersifat ringan berupa sakit
kepala, vertigo, dan insomnia.
Efek samping yang lebih berat dari Kuinolon seperti psikotik, halusinasi, depresi
dan kejang jarang terjadi. Penderita berusia lanjut, khususnya dengan
arteriosklerosis atau epilepsi, lebih cenderung mengalami efek samping ini.
g. Penggunaan Klinik :
27
a. Infeksi saluran kemih Seperti Prostatitis, Uretritis, Servisitis dan
Pielonfritis.
h. Sifat-sifat farmakologi :
a. obat golongan kuinolon didistribusikan lebih luas
b. Sebagian besar dieksresikan di dalam urine
i. Resistensi :
Resistensi telah terjadi pada mikroba yang kurang sensitif, pseudomonas,
beberapa strain Enterobacteriaceae dan Staphylococcus.
j. Sediaan di Pasaran
a. Spirofloksasin
b. Ofloksasin
c. Moksifloksasin
d. Levofloksasin
e. Pefloksasin
f. Norfloksasin
g. Sparfloksasin
h. Lornefloksasin
i. Flerofloksasin
j. Gatifloksasin
28
k. Sifat Farmakokinetik
Absorpsi
Pada pemberian dosis tunggal per oral pada sukarelawan sehat, kadar serum
ofloxacin meningkat sesuai dengan peningkatan dosis. Pada pemberian dosis 100
mg, kadar serum puncak rata-rata adalah 1,0 mcg/ml setelah 2 jam. Sedang pada
dosis 200 mg dan'300 mg, kadar puncak rata-rata berturutturut adalah 1,65
mcg/ml dan 2,8 mcg/ml.
Distribusi
Pada pemberian per oral, ofloxacin didistribusi dengan baik kedalam berbagai
jarinigan termasuk kulit, saliva, tonsila palatina, sputum, prostat, cairan prostat,
kandung empedu, empedu, air mata, uterus, ovarium, dan duktus ovarii.
Metabolisme
Pada pemberian per oral ofloxacin hanya sebagian kecil yang dimetabolisme
menjadi metabolit N-demethylated ofloxacin dan ofloxacin N-oxide.
Ekskresi
Pada pemberian per oral ofloxacin terutama diekskresikan melalui urin dalam
bentuk tidak berubah. Kadar ofloxacin dalam urin meningkat sesuai dengan
peningkatan dosis. Pada pemberian oral 100 mg kadar puncak urin 115 mcg/ml
pada 24 jam dan menurun menjadi 36 mcg/ml setelah 12-24 jam. Sebagian besar
ofloxacin tidak dimetabolisme dalam tubuh, > 90% dosis per oral diekskresikan
dalam urin dalam bentuk tidak berubah dan 4% dalam faeces setelah 48 jam.
29
CONTOH:
a. Ciprofloxacin
Ciprofloxacin merupakan agen antiinfeksi spektrum luas dari kelas fluoroquinolon
(Schuck, 2004). Ciprofloxacin sangat aktif secara in vitro melawanbakteri gram
negatif termasuk Enterobacteriaceae, Pseudomonas aeruginosa, Haemophilus dan
Neisseria spp. serta melawan stapilococcus dan beberapa bakteri gram positif
lainnya (Turel et al., 1997).
Struktur Kimia
30
dibutuhkan untuk transkripsi dan replikasi normal. Penghambatan topoisomerase
IV berhubungan dengan pemisahan dari replikasi kromosom DNA pada
pembelahan sel (Katzung, 2012).
Perusakan dari untaian ganda DNA diikuti penghambatan topoisomerase oleh
quinolon yang menimbulkan respons stres DNA (SOS respons), Rec A (protein
penting untuk perbaikan dan pemeliharaan DNA) diaktivasi oleh DNA yang rusak
dan mendorong pembelahan diri protein represor LexA yang menekan ekspresi
respons gen SOS seperti enzim DNA repair. Hal tersebut mengarahkan pada
perusakan untaianganda DNA dan kematian sel baik secara sintesis protein
dependen atau sintesis protein independen (Kohanski et al., 2010).
Farmakokinetik
Ciprofloxacin memiliki bioavaibilitas sekitar 70% setelah pemberian secara oral.
Maksimum konsentrasi plasma (Cmax) antara 0.8 dan 3.9 mg/L dicapai 1 sampai 2
jam setelah pemberian oral dosis tunggal 250 sampai 750 mg. Obat ini memiliki
volume distribusi yang jelas besar (2,1 – 5 L/kg setelah pemberian oral atau
intravena) dan dekonsentrasi di banyak jaringan tubuh dan cairan, termasuk
empedu, ginjal, hati, kantung empedu, prostat, dan jaringan paru.
Ciprofloxacin keseluruhan diekskresi tanpa dimetabolisme di urin dan feses,
meskipun sejumlah kecil metabolit terdeteksi. Waktu paruh ciprofloxacin sekitar 3
sampai 5 jam (Davis et al., 1996).
SUMBER : Nisa F. 2015. Efek Kombinasi N-Asetilsistein dan Ciprofloxacin
terhadap Pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa secara In-Vitro. Jember:
Universitas Jember
b. Gemifloxacin
c. Levofloxacin
Levofloksasin adalah antibiotik sintetik berspektrum luas yang berasal dari
golongan fluorokuinolon. Antibiotik ini memiliki efek antibakterial
denganspektrum luas, aktif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif yang
sangat peka, diantaranya bakteri Streptococcus pneumonia,
spesiesEnterococcus,Mycoplasma, dan Chlamydia. Levofloksasin dapat
digunakan sendiri atau dalamkombinasi dengan obat antibakteri lain untuk
31
mengobati infeksi bakteri tertentu termasuk pneumonia, infeksi saluran kemih,
dan infeksi abdomen. Obat inimempunyai sediaan tablet 250 mg dan 500 mg
dengan dosis perhari secara oralsebanyak 1 kali sehari 250 mg dan 500 mg serta
sediaan infus 500 mg/100 mLdengan dosis perhari secara parenteral sebanyak 1
kali 500 mg IV tiap 24 jam.
Mekanisme kerja levofloksasin yang utama adalah dengan menghambat enzim
DNA gyrase, sehingga mengakibatkan kerusakan rantai DNA. DNA gyrase
(topoisomerase II) merupakan enzim yang sangat diperlukan bakteri
untukmemelihara struktur superheliks DNA, juga diperlukan untuk replikasi,
transkripsi, dan perbaikan DNA.
Levofloksasin pertama kali dipatenkan pada tahun 1987 dan telah
diterimapenggunaannya oleh Food Drug Administration (FDA), Amerika pada
tahun1996. Saat ini, levofloksasin dipasarkan dengan berbagai merk dagang.
Struktur Kimia
32
helixDNA sebelum titik pisah. Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman
denganbantuan enzim DNA girase (topoisomerase II) yang kerjanya
menimbulkannegative supercoiling. Golongan kuinolon menghambat kerja enzim
DNA girasepada kuman dan bersifat bakterisidal. Fluorokuinolon, termasuk
levofloksasin bekerja dengan mekanisme yangsama dengan kelompok kuinolon
terdahulu. Levofloksasin menghambat topoisomerase II (= DNA girase) dan IV
pada kuman. Enzim topoisomerase IIberfungsi menimbulkan relaksasi pada DNA
yang mengalami positive supercoiling (pilinan positif yang berlebihan) pada
waktu transkripsi dalam prosesreplikasi DNA. Topoisomerase IV berfungsi dalam
pemisahan DNA baru yangterbentuk setelah proses replikasi DNA kuman selesai.
Levofloksasin mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kuman gram
positif, gram negatif, serta kuman-kuman atipik (mycoplasma, chlamydia,dll).
Farmakokinetik
1) Absorbsi
Levofloksasin mengalami absorbsi yang cepat dan hampir sempurna setelah
pemberian secara oral, dimana konsentrasi maksimumdalam plasma dicapai
dalam waktu 1 sampai 2 jam. Bioavailabilitiasabsolut dari tablet levofloksasin 500
mg dan 750 mg adalah sebesar 99% atau lebih besar. Konsumsi levofloksasin
bersamaan dengan makanan akan memperpanjang waktu untuk mencapai
konsentrasi maksimumhampir 1 jam dan akan mengurangi konsentrasi plasma
maksimum hampir 14%.
2) Distribusi
Volume distribusi levofloksasin secara umum berkisar antara 74 sampai 112 L
setelah pemberian dosis 500 atau 750 mg. Hal inimengindikasikan bahwa
levofloksasin didistribusikan secara luas keseluruh jaringan tubuh, termasuk
jaringan mukosa bronkial dan paru-paru.Levofloksasin berpenetrasi ke dalam
jaringan paru-paru dengan baik,dimana konsentrasi dalam jaringan paru-paru
biasanya lebih besar 2-5 kalidaripada konsentrasi dalam plasma. Ikatan antara
levofloksasin denganprotein plasma adalah hampir sebesar 30-40%. Pada
manusia,levofloksasin terutama terikat oleh protein albumin.
3) Metabolisme
33
Levofloksasin mengalami metabolisme terbatas dan diekskresikan terutama
melalui urin dalam bentuk tidak berubah. Setelah pemberiansecara oral, hampir
87% dari dosis yang diberikan, ditemukan dalambentuk tidak berubah di urin
dalam waktu 48 jam, kurang dari 4%ditemukan di feses dalam waktu 72 jam. Dari
dosis yang diberikan, kurangdari 5% ditemukan di urin sebagai metabolit desmetil
dan N-oksida.Metabolit ini merupakan satu-satunya metabolit yang telah
diidentifikasipada manusia dan memiliki peran yang kecil dalam
aktifitasfarmakologi.
4) Ekskresi
Levofloksasin terutama diekskresikan melalui ginjal dalam bentuk tidak berubah.
Waktu paruh eliminasi rata-rata levofloksasin yaitu 6-8 jamsetelah pemberian oral
atau intravena pada individu dengan fungsi ginjalyang normal. Klirens renal
levofloksasin adalah sebesar 96-142 mL/menit.
Efek Samping Obat
Secara umum dapat dikatakan bahwa efek samping golongan kuinolon sepadan
dengan antibiotika golongan lain. Beberapa efek samping yangdihubungkan
dengan penggunaan obat ini adalah:
1) Saluran Cerna
Efek samping ini paling sering timbul akibat penggunaan golongankuinolon
(prevalensi sekitar 3-17%) dan bermanifestasi dalam bentukmual, muntah, dan
rasa tidak enak di perut.
2) Susunan Saraf Pusat
Yang paling sering dijumpai ialah sakit kepala dan pusing. Bentukyang jarang
timbul ialah halusinasi, kejang, dan delirium.
3) Lain-lain
Efek samping kuinolon yang jarang sekali dijumpai ialah tendinitisdan sindroma
hemolisis, gagal ginjal, serta trombositopeni. Golongankuinolon hingga sekarang
tidak diindikasikan untuk anak (sampai 18tahun) dan wanita hamil karena data
dari penelitian menunjukkan bahwagolongan obat ini dapat menimbulkan
kerusakan sendi.
34
SUMBER : Ulfah D. 2016. Uji Beda Sensitivitas Seftriakson Dengan
Levofloksasin pada Kuman Neisseria Gonorrhoeae secara In Vitro.
Undergraduate thesis, Diponegoro University.
d. Ofloxacin
Ofloksasin adalah suatu bakterisidal golongaan kuinolon yang aktif melawan
sebagian besar bakteri gram positif dan gram negatif aerob. Mekanisme kerja
ofloksasin ialah menghambat enzim DNA topoisomerase tipe II yang dikenal
sebagai DNA gyrase. Enzim DNA topoisomerase tipe II berfungsi menimbulkan
relaksasi pada DNA yang mengalami positive supercoiling (pilinan positif yang
berlebihan) pada proses replikasi DNA (Setiabudy, 1995)
Efek samping yang sering timbul antara lain mual, muntah, diare, sakit perut, sakit
kepala, pusing, gangguan tidur, ruam, pruritus, anafilaksis, fotosensitivitas,
peningkatan ureum dan kreatinin serum, gangguan fungsi hati sementara
(Anonim, 2000).
35
synthase dan produksi folat. Sulfonamida menghambat bakteri gram positif dan
gram negatif, Nocardia sp, n Chlamydia trachomatis, dan beberapa protozoa.
Beberapa bakteri enterik, seperti Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Salmonella, Shigella, dan Enterobacter sp juga terhambat. Sangat menarik bahwa
rickettsiae tidak dihambat oleh sulfonamida tapi sebaliknya dirangsang dalam
pertumbuhan mereka. Aktivitas buruk terhadap anaerob. Pseudomonas aeruginosa
secara intrinsik resisten terhadap antibiotic sulfonamide
a. Mekanisme aksi
b. Farmakokinetik
36
Trimethoprim terserap dengan baik dari usus dan didistribusikan secara luas ke
cairan tubuh dan jaringan, termasuk cairan serebrospinal. Karena trimetoprim
lebih mudah larut dalam lemak daripada sulfametoksazol, ia memiliki volume
distribusi yang lebih besar daripada obat yang terakhir. Oleh karena itu, bila 1
bagian trimetoprim diberikan dengan 5 bagian sulfamethoxazole (rasio dalam
formulasi), konsentrasi plasma puncak berada pada rasio 1:20, yang optimal untuk
efek gabungan dari obat ini secara in vitro. Sekitar 30-50% sulfonamida dan 50-
60% trimetoprim (atau metabolitnya masing-masing) diekskresikan dalam urin
dalam waktu 24 jam. Dosis seharusnyadi kurangi setengahnya untuk pasien
dengan kelonggaran kreatinin 15-30 mL / menit. Trimethoprim (basis lemah)
berkonsentrasi pada cairan prostat dan cairan vagina, yang lebih asam daripada
plasma. Oleh karena itu, ia memiliki aktivitas antibakteri lebih banyak pada cairan
prostat dan vagina daripada banyak obat antimikroba lainnya.
2.2.7. Aminoglikosida
a. Farmakokietika
37
jam pada fungsi ginjal yang normal, waktu paruh ini akan memendek pada
keadaan demam dan akan memanjang pada penurunan fungsi ginjal (Radigan dkk,
2009). Ikatan aminoglikosida dan protein sangat lemah (protein binding < 10%)
dan eliminasi obat ini terutama melalui filtrasi glomerulus. Lebih 90% dari dosis
aminoglikosida yang diberikan secara intravena akan terdeteksi pada urin dalam
bentuk utuh pada 24 jam pertama, sebagian kecil secara perlahan akan mengalami
resiklus kedalam lumen tubulus proksimalis, akumulasi dari resiklus ini yang akan
mengakibatkan toksik ginjal.
Volume distribusi aminoglikosida adalah 0.2-0.3 L/k. Volume ini setara dengan
cairan ekstraseluler sehingga akan mudah tercapai konsentrasi terapeutik dalam
darah, tulang, cairan sinovial, peritonium, mempunyai konsentrasi distribusi pada
paru dan otak (Radigan dkk, 2009).
b. Farmakodinamika
38
dan mengganggu sintesis protein dengan menyebabkan kesalahan pembacaan dan
terminasi prematur dari translasi mRNA. Protein abnormal yang dihasilkan
mungkin dimasukkan ke dalam membran sel, mengubah permeabilitas dan
kemudian menstimulasi transpor aminoglikosida (Brunton, et.al., 2008).
Efek toksik yang lain adalah kerusakan koklea dan vestibular sehingga
mengakibatkan tuli bilateral yang bersifat permanen. Efek samping ini umumnya
baru terdeteksi setelah pemberian aminoglikosida selesai diberikan. Faktor faktor
risiko terjadinya efek samping ini sama halnya dengan faktor risiko pada
nefrotoksik. Salah satu efek samping aminoglikosida yang lebih jarang terjadi
tetapi mengancam jiwa (lifethreatening) yaitu kelumpuhan otot (neuromuscular
blockade), manifestasi klinis ditandai dengan kelemahan otot, penekanan sistem
pernapasan dan paralisis flaccid. Faktor risiko akan komplikasi ini adalah
penderita miastenia gravis, hipomagnesemia, hipokalsemia berat dan penggunaan
obat pelumpuh otot secara bersamaan (Leibovici dkk, 2009).
39
2.2.8. Betalaktam
a. farmakodinamika :
Golongan β-laktam termasuk dalam kelompok antibiotik time-
dependent (bergantung pada waktu), dimana antibiotik ini membunuh lebih baik
saat konsentrasi konstan berada di atas konsentrasi hambat minimum (KHM).
Laju dan tingkat penghambatan relatif konstan saat konsentrasinya sekitar empat
kali KHM dari mikroorganisme, sehingga tujuan terapi adalah untuk
mempertahankan keadaan ini selama mungkin pada tempat infeksi saat interval
dosis. Puncak konsentrasi pada obat-obat golongan β-laktam tidak terlalu penting.
Pada infeksi sedang, konsentrasi yang cukup untuk mengobati infeksi yaitu bila
40
melampaui 40–50 % KHM pada interval pemberian. Durasi optimum dimana
konsentrasi antibiotik tetap berada di atas KHM belum diketahui. Maka dari itu,
penggunaan antibiotik β-laktam dengan dosis normal atau lebih tinggi tetapi
belum bertahan dalam waktu yang cukup lama, tidak akan menghasilkan efek
terapi yang diinginkan. Pada umumnya dosis obat berbanding lurus dengan
konsentrasi obat dalam plasma, dan konsentrasi dalam plasma berbanding lurus
juga dengan efek yang dihasilkan. Sedangkan untuk obat golongan β-laktam hal
ini tidak berlaku, karena walaupun dosis obat berbanding lurus dengan
konsentrasi obat dalam plasma, tetapi efek yang dihasilkan obat golongan β-
laktam tidak berbanding lurus dengan konsentasi di dalam plasma. Hal ini
dikarenakan obat-obat golongan β-laktam baru akan menghasilkan efek yang
diinginkan ketika kita menggunakan obat tersebut dengan dosis normal (tertentu)
dengan waktu (durasi) penggunaan yang cukup lama (tertentu).
e. Farmakokinetika :
Sebagian besar golongan β-laktam tidak tahan terhadap asam dan terurai oleh
asam lambung. Absorbsi β-laktam pada saluran pencernaan terbatas. Sebagian
besar sediaan β-laktam adalah sediaan parenteral. Esterifikasi dari obat asli
terkadang diperlukan untuk memfasilitasi absorbsi. β-laktam yang teresterifikasi
sebaiknya diberikan bersama makanan. Golongan β-laktam sebagian besar
tersebar di ekstraselular. Penetrasi β-laktam pada membran biologis dan penetrasi
intraselulernya terbatas, terkadang hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian
dosis yang lebih tinggi. Sebagian besar golongan β-laktam dieksresikan lewat
ginjal, kecuali oxacillin, cefoperazon, ceftriaxon. Waktu paruh golongan β-laktam
lebih singkat yaitu berkisar antara 2–2,5 jam. Ceftriaxon memiliki waktu paruh
yang lebih panjang yaitu sekitar 8 jam dalam sekali pemberian.
2.2.9. Lincosamide
41
1. Lincomycin
42
2. Clindamycin
b. Bacterial Resistance
Ketahanan tehadap clindamycin berlaku tiga mekanisme :
43
1. Perubahan 23S ribosom RNA dari 50S subunit ribosom dengan
adenine methylation(proteksiribosom)
2. Mengubah %50S ribosom protein pada bagian reseptor (perubahan
reseptor)
3. Penonaktifan pada beberapa ikatan staphylococcal olehnucleotidyl
transferase(penonaktifanobat)Adenine methylationadalah plasmid yang
menengahi dan memberi ketahanan MLSb.Ketahanan fenotife macrolide
dalamStreptococcus pneumonia tidak memberikan ketahanan pada
clindamycin. Jika ketahanan erythromycin dalam staphylococciinducibledanconsti
tutive,mikroorganisme hanya tahan terhadap 14- dan 15- anggota macrolide dan
beberapa yang sensitifterhadap lincosamides, streptogramins, dan 16- anggota
macrolides Contitutivemacrolidesdalam staphylococci dari tipe MLSb
memberikan ketahanan pada semua antibiotik secaraserempak. (Yagiela, 2004)
c. Farmakokinetik
Clindamycin terabsorbsi baik secara oral dengan bioavailability 90% tidak
dipengaruhioleh makanan. Waktu untuk level oral serum maksimum adalah 45-60
menit, dengan level serummaksimal 2.5µg/ml dan waktu paruh eliminasi 2.4-3
jam. Dengan kegagalan ginjal waktu paruheliminasi meningkat menjadi 6 jam
dengan penggandaan level serum. Obat ini berpenetrasi baikke dalam tulang, tapi
tidak ke cairan cerebrospinal, bermetabolisme sebagian besar dalam hati(lebih
dari 90%), dan berkonsentrasi tinggi di dalam empedu, dimana ini dapatmengubah
florausus sampai 2 minggu setelaj penggunaan dihentikan.Clindamycin mirip
dengan macrolidesyang memusatkan pada sel polymorphonuclear, alveolar
macrophage, dan jaringan abses secaraistimewa. (Yagiela, 2004)
2.2.10. Kloramfenikol
44
Kloramfenikol adalah antibiotik berspektrum luas, dengan mekanisme
kerja menghambat bakteri gram-positif dan negatif aerob dan anaerob, Klamidia,
Ricketsia, dan Mikoplasma. Kloramfenikol mencegah sintesis protein dengan
berikatan pada subunit ribosom 50S (PerMenKes RI, 2011). Kebanyakan bakteri
gram positif dihambat pada konsentrasi 1-10 mcg/mL, sedangkan bakteri gram
negatif dihambat pada konsentrasi 0,2-5 mcg/mL. Karena toksisitasnya,
penggunaan sistemik sebaiknya dicadangkan untuk infeksi berat akibat
Haemophilus influenza, demam tifoid, meningitis, abses otak dan infeksi berat
lainnya. Bentuk tetes mata sangat bermanfaat untuk konjungtivitis bakterial
(Katzung, 2015).
a. Contoh obat : Kloramfenikol, Tiamfenikol (Turunannya).
b. Farmakodinamika :
Obat golongan kloramfenikol menghambat sintesis protein bakteri. Masuk
ke sel bakteri melalui diffuse terfasilitasi.
c. Farmakokinetika
Dosis biasa kloramfenikol adalah 50-100 mg/kg/hari. Dosis oral 1 g
menghasilkan kadar darah 10 dan 15 mcg/mL. Kloramfenikol palmitat adalah
prodrug yang dihidrolisis dalam usus untuk menghasilkan kloramfenikol bebas.
Formulasi parenteral adalah prodrug dari kloramfenikol suksinat yang dihidrolisis
untuk menghasilkan kloramfenikol bebas dengan kadar lebih rendah daripada obat
oral. Kloramfenikol didistribusikan secara luas hamper ke semua jaringan dan
cairan tubuh, termasuk sistem saraf pusat dan cairan serebrospinal, sehingga
konsentrasi kloramfenikol dalam jaringan otak mungkin sama dengan serum. Obat
tersebut menembus membran sel dengan mudah. Sebagian besar obat ini tidak
aktif baik melalui konjugasi dengan asam glukuronat (terutama di hati) atau
dengan reduksi menjadi aril amina yang tidak aktif. Kloramfenikol aktif, sekitar
45
10% dari total dosis yang diberikan, dan produk degradasi yang tidak aktif
dieliminasi dalam urin. Sejumlah kecil obat aktif diekskresikan ke empedu dan
kotoran. Dosis sistemik kloramfenikol tidak perlu diubah dalam kondisi
insufisiensi ginjal, tetapi harus dikurangi dalam kondisi gagal hati. Bayi yang baru
lahir kurang dari satu minggu dan bayi prematur juga membersihkan
kloramfenikol dengan kurang baik, sehingga dosisnya harus dikurangi menjadi 25
mg/kg/hari (Katzung, 2015).
2.2.11. Venkomisin
46
karena modifikasi situs pengikatan D-Ala-D-Ala dari blok bangunan
peptidoglikan dimana terminal D-Ala diganti oleh D-laktat. Hal ini menyebabkan
hilangnya ikatan hidrogen yang memudahkan pengikatan vincomisin dengan
afinitas tinggi terhadap target dan kehilangan aktivitasnya (Katzung, 2015).
Contoh obat : Vankomisin
Farmakodinamika : Vancomycin adalah antibiotik yang efektif untuk bakteri gram
positif dalam konsentrasi 0,5-10 mcg/mL. Kebanyakan staphylococci patogen,
termasuk yang memproduksi β laktamase dan yang resisten terhadap nafcillin dan
methicillin, dibunuh 2 mcg/mL atau kurang. Vancomycin membunuh stafilokokus
secara perlahan untuk sel yang secara aktif membelah. Vancomycin bersifat
sinergis secara in vitro dengan gentamisin dan streptomisin terhadap strain
Enterococcus faecium dan Enterococcus faecalis yang tidak menunjukkan
resistensi aminoglikosida tingkat tinggi. Vancomycin aktif melawan banyak gram
positif anaerob termasuk C difficile (Katzung, 2015).
Farmakokinetika : Vancomycin kurang diserap oleh saluran usus, dikelola secara
oral hanya untuk pengobatan kolitis yang disebabkan oleh C difficile. Dosis
parenteral harus diberikan secara intravena. Infus intravena selama 1 jam
menghasilkan kadar darah 15-30 mcg/mL selama 1-2 jam. Obat ini banyak
beredar di tubuh. Tingkat cairan serebrospinal 7-30%, konsentrasi serum simultan
tercapai jika terjadi peradangan meningeal. Sembilan puluh persen obat
diekskresikan oleh filtrasi glomerulus. Dengan adanya insufisiensi ginjal,
akumulasi penumpukan dapat terjadi. Pada pasien anephric fungsional, waktu
paruh vankomisin adalah 6-10 hari. Sejumlah besar (kira-kira 50%) vankomisin
dikeluarkan selama hemodialisis (Katzung, 2015).
2.2.12. Polipeptida
47
membran sel bakteri sehingga permeabilitas meningkat dan akhirnya sel meletus.
Meliputi: polimiksin B dan polimiksin E (colistin), basitrasin dan gramisidin.
Spektrumnya sempit polimiksin hanya aktif terhadap bakteri gram negatif.
Sebaliknya basitrasin dan gramisidin aktif terhadap kuman gram positif.
Penggunaan: karena sangat toksis pada ginjal dan organ pendengaran, maka
penggunaan secara sistemik sudah digantikan lebih banyak digunakan sebagai
sediaan topikal (sebagai tetes telinga yang berisi polimiksin sulfat, neomisin
sulfat, salep mata, tetes mata yang berisi basitrasin, neomisin.
Faaemakokinetika
Obat ini mempunyai efek nefrotoksis yang hebat sehingga banyak di tinggalkan
kecuali polymyxin E dan B yang digunakan secara klinis. Polimiksin B sulfat
adalah antibiotik peptida siklik polycationic yang mengikat lipid
anionik. Polimiksin B juga merupakan inhibitor selektif protein kinase C.
Mekanismenya yaitu dengan mengikat lipopolisakarida dari bakteri Gram-negatif
mengarah ke permeabilitas membran sel.Hal ini mengakibatkan hilangnya ion
(Fe 2 +, Mn 2 +, Ca 2 +, Mg 2 +), asam lemak tak jenuh dan polifosfat. Efek lain
biologis langsung dan tidak langsung dari polimiksin B meliputi induksi
apoptosis, menghalangi efek endotoksin, modulasi K +-ATP saluran,
penghambatan efek phorbol-dirangsang ester rilis superoksida, penghambatan Ca2
retikulum sarkoplasma +-ATPase, dan penghambatan sekresi insulin. Polimiksin
B juga menjadi inhibitor poten dari kalmodulin (C23693), dengan IC50 dari 80
48
nM di hadapan 500 pM Ca2 +. Selain fungsi antibiotik, polimiksin B telah
digunakan untuk membersihkan kontaminasi endotoksin dalam reagen. Polimiksin
E, juga dikenal sebagai colistin, sering digunakan untuk diare pada anak-
anak. Colistin juga berguna dalam pengobatan multi-obat infeksi resisten pada
pasien neutropenia kanker. Dalam pengobatan manusia ada minat baru dalam
penggunaan colistin dan polimiksin B sebagai terapi untuk infeksi saluran kemih,
pneumonia ventilator-terkait, cystic fibrosis dan ortopedi infeksi yang disebabkan
oleh resisten multi obat Gram-negatif organisme seperti P. aeruginosa, K.
pneumoniae, A. Baumannii
Farmakodinamika
Basitrsin, adalah bakterioststik hanya pada fase pertumbuhan bakteri. Senyawa ini
dapat mengambat secara langsung enzim peptidoglikan sintetase dan
menyebabkan hambatan pembentukan dinding sel bakteri sehingga bakteri
mengalami kematian. Pada tingkat molekul basitrasin berinteraksi secar khas
dengan turunan pirofosfat dari undekaprenil alcohol tersebut menyebabakan
kerusakan membrane. Pada kadar tinggi basitran dapat menimbulakn ketidak
teraturaan membrane.
Contoh :
49
3. Tirotriksin, diisolasi dari kultur Bacillus brevis, mengandung dua
campuran antibiotika, yaitu, gramisidin 10-20% dan tirosidin. Gramisidin lebih
aktif dibndingkan tirosidin. Gramisidin terdiri dari gramisidin A1, A2, B1, B2 dan
C, sedang tirosidin terdiri dari tirosidin A, B, C dan D, perbedaan struktur
terutama pada asam aminonya. Gramisidin efektif terutama terhadap bakteri
Gram-positif dan beberapa bakteri Gram-negatif, dan hanya digunakan untuk
pemakian setempat karena secara sistematik sengat toksik, yaitu dapat
menimbulakn kerusakan sel darah merah, obat tidak diabsorbsi dalam saluran
cerna sehingga aman untuk pengobatan infeksi kerongkongan. Dosis setempat :
0,050,30%, dan dihindari pemakaian obat pada luka yang terbuka.
4. Basitrasin, diisolasi dari Bacillus subtilis danB. linchenformis. Sekarang
telah diketahui 10 jenis basitrasin yaitu basitrasin A, A’, B, C, D, E, F1, F2, F3
dan G. Basitrasin yang diperdagangkan adalah basitrasi A dengan seikit campuran
basitrasin B, D, E, dan F. Basitrasi digunakan secara setempat terutama untuk
pengobatan infeksi Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp. Superfisal. Obat
sering dikombinasi dengan antibiotika lain seperti neomisin, polimiksin B dan
kadang dengan kortikosteroid. Walupun lebih bnayak digunakan secara
setempat,basitrasin juga efektif untuk sejumlah infeksi sistemik bila diberikan
secara intramukular. Secar oral obat tidak diabsorbsi oleh saluran cerna dan
kadang-kadang digunakan untuk pengobatan infeksi amuba. Potensi per mg tidak
kurang dari 40 unit USP. Dosis setempat : 500 unit/g salep kulit atau mata,
dioleskan 2-3 kali sehari, dosis I.M : 10.000-20.000 unit 3-4 dd.
5. Polimiksin b sulfat, diisolasi dari Bacillus polymyxadan B. aerosporus
greer. Dari species Bacillusdiatas dapat diidentifikasikan polimiksin A, B1, B2, C,
D1, D2, E1 (kolistin B), M, sirkulin A dan B, dan poli peptin. Polimikksin B
mengandung dua fraksi yang struturnya hanya berbeda pada satu komponen asam
lemak. Polimiksin B1mengandung asam isopelargonatsedangkan polimiksin B2
mengandung asam isooktanoat. Polimiksin B efektif terutama terhadap bakteri
Gram-negatif. Walaupun lebih banyak digunakan secara setempat , polimiksin B
juga efektif untuk sejumlah infeksi sistemik bila deberikan secara intramukular.
Secara oral tidak di absorbs oleh saluran cerna dan kadang-kadang digunakan
50
untuk pengobatan infeksi usus seperti pseudomonas enteritis dari infeksi Shigella.
Potensi per mg tidak kurang dari 6000 unit USP. Dosis setempat : 20.000 unit/g
kulit dan mata, diberikan 2-3 kali sehari, dosis I.M :5.000-7.500 unit/kg bb 4 dd.
6. Kolistin sulfat (colistine), diisolusi dari Bacillus polymyxavar. colistinus,
suatu polipeptida yang heterogen dengan komponen yang dominan adalahkolistin
A. disebabkan oleh bakteri Gram-negatif, seperti aerobacter, Escherichia,
Klebsiella, Pseudomonas, Salmonella dan Shigella. Secara oral obat tidak di
absorbs oleh saluran cerna dan digunakan untuk pengobatan infesi usus seperti
disentri basiler, entrokolitis dan gastroenteritis yang disebabkan oleh bakteri
Gram-negatif. Potensi 1UI (Internasinalo Unit) = 0,00004878 mg. dosis :3-15
mg/kgbb/hari, dalam dosis terbagi 3 kali, dosis I.M : 1,25 mg/kgbb 2-4 dd.
51
BAB 3
PENUTUP
3.3.1 Kesimpulan
1. Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama
fungi/jamur, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis
lain.
2. Penggolongan Antibiotik berdasarkan daya kerjanya :
Bakterisid: Antibiotika yang bakterisid secara aktif membasmi kuman.
Bakteriostatik: Antibiotika bakteriostatik bekerja dengan mencegah atau
menghambat pertumbuhan kuman, sehingga pembasmian kuman sangat
tergantung pada daya tahan tubuh.
3. Penggolongan antibiotik berdasarkan spektrum kerjanya :
Spektrum luas (aktivitas luas) : Antibiotik yang bersifat aktif bekerja
terhadap banyak jenis mikroba yaitu bakteri gram positif dan gram negative.
Spektrum sempit (aktivitas sempit) : Antibiotik yang bersifat aktif bekerja
hanya terhadap beberapa jenis mikroba saja, bakteri gram positif atau gram
negative saja bekerja terhadap kuman gram-negatif.
4. Penggologan antibiotik beserta contoh dibagi menjadi :
a. Golongan penicilin:
b. Gologan sefalosporin
c. Golongan tetrasiklin
d. Golongan makrolida
e. Golongan kuinolon
f. Golongan sulfonamida
g. Golongan betalaktam
h. Golongan lincosamida
i. Golongan kloramfenikol
j. Golongan venkomisin
k. Golongan polipeptida
52
DAFTAR PUSTAKA
53