Jhahsjsh
Jhahsjsh
Obyektif
Kasus
Seorang perempuan hamil berusia 25 tahun yang sedang dalam proses persalinan
dengan usia kehamilan 34 minggu didapatkan peningkatan tekanan darah 180/110 mmHg,
denyut nadi 120 kali/menit, saturasi oksigen 88 % tanpa oksigen serta terdapat distress
pernafasan berat. Pada foto thoraks didapatkan edema pulmo.
Apakah diagnosis yang mungkin?
Apakah intervensi dini yang diperlukan?
Apakah rencana evaluasi yang diindikasikan?
PENDAHULUAN
Seorang wanita hamil memerlukan perawatan perawatan kritis oleh karena suatu
penyakit yang khas pada kehamilan maupun akibat penyakit kritis yang tidak khas pada
kehamilan. Penyakit - penyakit spesifik pada kehamilan meliputi preeclampsia,
eklampsia, HELLP sindrom (hemolisis, elevated liver enzyme and low platelet account),
sindrom emboli cairan amnion, dimana semua penyakit ini membutuhkan tatalaksana
segera yang bertujuan untuk menyelamatkan hidup pasien. Penyakit kritis yang tidak khas
pada kehamilan meliputi hipertensi kronis, penyakit tromboemboli, penyakit
kardiorespiratori dan trauma yang dapat tercetuskan dan diperberat oleh kondisi hamil.
Perubahan fisiologik, metabolik dan hormonal pada kehamilan dapat merubah manifestasi
dari proses perjalanan penyakit dan meningkatkan kompleksitas dalam diagnosis dan
terapinya. Pemahaman mengenai fisiologi pada kehamilan, persalinan dan nifas
merupakan kunci dalam pengelolaan pasien hamil dengan penyakit kritis dan komplikasi
yang timbul akibat kehamilannya. Penyakit kritis yang paling sering dijumpai pada pasien
hamil adalah penyakit hipertensi dan perdarahan.
PERUBAHAN FISIOLOGI
A. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan pada volume darah dan sistem kardiovaskular merupakan
perubahan paling dramatis yang terjadi selama proses kehamilan. Terdapat
mekanisme adaptasi dalam memenuhi peningkatan kebutuhan metabolisme ibu
maupun janin selama proses kehamilan, persalinan dan saat persalinan berlangsung.
Volume darah meningkat pada setiap trimester sekitar 40 % - 50 % dari sebelum
kehamilan hingga akhir kehamilan. Kardiak output juga meningkat sampai 50 %
hingga usia kehamilan 24 minggu kemudian bertahan sampai proses persalinan
berlangsung. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan stroke volume selama
trimester pertama dan kedua serta peningkatan denyut jantung 15 kali – 20 kali /
menit selama trimester ketiga. Perbaikan dari kontraktilitas miokardium dapat
meningkatkan kardiac output. Penurunan kardiac output secara signifikan sebesar 25
% - 30% dapat terjadi pada trimester ketiga apabila pasien berbaring dalam posisi
supine. Hal ini disebabkan oleh penekanan vena cava inferior oleh uterus yang
membesar, peningkatan afterload dan penurunan aliran balik vena menuju jantung.
Posisi left lateral decubitus merupakan posisi yang dianjurkan pada pasien hamil
dengan penyakit berat. Penurunan kardiak output yang berlebihan pada wanita dengan
perkembangan vena collateral dapat memicu terjadinya hipotensi dan bradikardia
pada posisi supine yang dikenal sebagai supine hypotensive syndrome pada
kehamilan. Tekanan pengisian seperti tekanan vena central dan tekanan arteri
pulmonal tidak berubah selama kehamilan. Penurunan tekanan darah dapat terlihat
pada trimester kedua yang merupakan hasil dari hilangnya resistensi perifer dan
akibat vasodilatasi oleh efek hormon progesterone. Puncak penurunan tekanan darah
adalah pada usia kehamilan 24 minggu, penurunan tekanan darah systolic sebanyak 5-
2
10 mmHg dan penurunan tekanan diastolic 10-15 mmHg. Ketika proses persalinan
berlangsung, tekanan darah harus kembali seperti sebelum kehamilan.
Perubahan lain sistem kardiovaskular pada kehamilan yang mungkin dapat
menyebabkan atau dapat memicu kekambuhan penyakit adalah proses remodeling
dari jantung dengan pembesaran keempat ruang jantung. Pembesaran atrium kiri
dapat memicu supraventrikular dan atrial aritmia. Murmur ejeksi sistolik dan suara
jantung S3 sebagian besar dapat terdeteksi ketika hamil sedangkan murmur sistolik,
pansistolik dan akhir sistolik merupakan tanda terjadinya penyakit jantung yang
serius.
Pada pembesaran ruang jantung, jantung berputar kearah atas dan kiri akibat
pembesaran uterus dan peninggian diafragma. Akibat dari perubahan posisi ini dapat
terlihat adanya kardiomegali dan peningkatan corakan vaskular pada foto thoraks.
Perubahan ini tidak menimbulkan manifestasi klinis yang signifikan jika pasien tidak
memiliki penyakit jantung lain.
Wanita hamil yang sehat dapat mentoleransi perubahan kardiovaskular dan
hemodinamik selama kehamilan seperti pada pasien dengan penyakit jantung ringan
sampai sedang, meskipun kejadian gagal jantung dan aritmia lebih sering terjadi pada
pasien dengan penyakit jantung. Monitoring hemodinamik dan kondisi janin sangat
penting dilakukan pada pasien hamil dengan gagal jantung NYHA fungsional kelas
III dan IV.
B. Perubahan Paru
Pasien hamil dapat cenderung mengalami “difficult airway” akibat terjadinya
edema pada traktus respiratori bagian atas oleh karena peningkatan volume darah dan
edema mukosa yang diinduksi oleh hormonal dan hipervaskularisasi. Perubahan pada
paru -paru yang terjadi meliputi peningkatan volume tidal sekitar 40%, penurunan
kapasitas residu fungsional sekitar 25% dan peningkatan konsumsi oksigen sebagai
akibat dari peningkatan kebutuhan metabolisme ibu maupun janin. Selama kehamilan,
kebutuhan metabolisme meningkat sampai lebih dari 32%. Peningkatan metabolisme
ini dipengaruhi oleh pembesaran massa uterus dan ukuran janin, tetapi hanya 4% yang
dipengaruhi kebutuhan metabolisme ibu. Kombinasi dari peningkatan kapasitas
3
residual dan peningkatan konsumsi oksigen selama kehamilan dapat mengurangi
cadangan oksigen dan dapat meningkatkan risiko hipoksia pada ibu maupun janin saat
terjadi hipoventilasi atau apnea.
Pengambilan oksigen ditingkatkan sekitar 30-40 ml/menit pada kehamilan
disertai peningkatan ventilasi per menit sebagai akibat peningkatan volume tidal.
Peningkatan ventilasi per menit dapat berakibat pada alkalosis respiratori
terkompensasi dengan penurunan PaCO2 sampai 27-34 mmHg. Tidak terdapat
perubahan pada pH karena adanya kompensasi oleh ginjal yang mengakibatkan
penurunan konsentrasi bikarbonat. Wanita hamil dengan PaCO2 normal sebesar 35-
40 mmHg harus memeriksakan diri ke dokter untuk mencari penyebab dari kegagalan
ventilasi.
C. Perubahan Gastrointestinal
Perubahan anatomi dan metabolik pada kehamilan mempengaruhi traktus
gastrointestinal. Dimulai dari akhir trimester pertama terjadi penurunan tonus spingter
esophagus bagian bawah diakibatkan oleh tingginya kadar progesterone sehingga
meningkatkan resiko aspirasi. Refluks gastroesofageal dan penurunan pengosongan
lambung juga dapat terjadi pada kehamilan. Perubahan pada fungsi motorik lambung
dapat menyebabkan mual, muntah dan dyspepsia.
D. Perubahan Hematologi
Peningkatan volume plasma sekitar 40-60% yang terjadi pada trimester ketiga
berhubungan dengan peningkatan massa sel darah merah sekitar 25%. Disproporsi
dari peningkatan volume plasma ini menimbulkan terjadinya anemia delusional
(anemia fisiologis pada kehamilan), konsentrasi hemoglobin sebesar 11 g/dl pada usia
kehamilan 24 minggu pada keadaan stabil, meskipun dapat terjadi peningkatan ringan
kemudian selama proses kehamilan ketika terdapat ketidaksesuaian antara
peningkatan volume darah dengan massa sel darah merah. Jumlah sel darah putih
meningkat sampai 10.000 sel / mikro L, dengan penurunan sedikit jumlah platelet.
Konsentrasi faktor pembekuan kecuali faktor XI dan XIII, serta antitrombin III
mengalami peningkatan selama kehamilan. Kadar fibrinogen mungkin dapat
4
meningkat sampai 600 mg/dl. Kadar fibrinogen < 150 mg/dl dianggap tidak normal.
Walaupun hasil tes koagulasi dan bleeding time tidak berubah, perubahan yang terjadi
ini dapat menimbulkan keadaan hiperkoagulasi, yang berhubungan dengan stasis vena
dan kerusakan dinding pembuluh darah, meningkatkan risiko penyakit tromboemboli,
peningkatan faktor koagulasi, generasi fibrin, menghambat fibrinolisis dan stasis vena
ini juga berperan dalam terjadinya keadaan hiperkoagulasi pada kehamilan.
E. Perubahan Metabolik
Pada kehamilan, kadar kreatinin lebih rendah sebagai akibat peningkatan laju
filtrasi glomerolus oleh karena peningkatan aliran darah ke ginjal. kortikotropinn dan
hormon kortisol meningkat selama kehamilan, dengan pembesaran kelenjar hipofisis
yang menyebabkan peningkatan risiko terjadinya infark postpartum (Sheehan
syndrome) jika terjadi kehilangan darah yang signifikan. Insufisiensi berat adrenal
dapat menimbulkan krisis adrenal akibat stres pada saat proses persalinan.
PENYAKIT HIPERTENSI
Penyakit hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan tidak jarang ditemukan,
namun kehamilan dapat memicu ataupun memperberat penyakit hipertensi kronis yang
sudah diderita ibu sebelumnya. Pasien dengan riwayat penyakit diabetes melitus, penyakit
ginjal, ataupun penyakit vaskular atau riwayat keluarga dengan hipertensi lebih
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
5
2. Hipertensi Kronis
Hipertensi kronis yang merupakan sepertiga dari semua penyebab
tingginya tekanan darah dapat muncul kapan saja selama kehamilan. Apabila
hipertensi muncul pada trimester akhir, dibedakan dari preeklampsia dengan
proteinuria ringan dan dipertimbangkan pada wanita multipara dengan
hipertensi. Pada ekokardiografi dapat terlihat gambaran hipertrofi ventrikel
yang menandakan adanya penyakit kronis. Penyebab lain dari hipertensi adalah
hal-hal yang tidak berhubungan dengan kehamilan, seperti stenosis arteri
renalis, feokromositoma dan sindrom cushing dapat dipertimbangkan. Jika
tekanan darah dapat dikontrol dengan baik, tidak terdapat peningkatan
signifikan terjadinya komplikasi baik pada ibu maupun janin seperti plasenta
previa, abruptio plasenta atau preeklampsia.
3. Preeklampsia
Preeklampsia, suatu penyakit multisystem yang muncul selama
kehamilan didefinisikan sebagai adanya hipertensi dengan proteinuria, biasanya
muncul setelah usia kehamilan 20 minggu, tetapi mungkin bisa bertahan sampai
1 minggu setelah persalinan. Edema perifer general dapat terjadi namun sudah
tidak digunakan lagi sebagai kriteria diagnosis.
Preeklampsia diklasifikasikan sebagai preeclampsia berat dengan
kerusakan organ target apabila ditemukan salah satu dari tanda berikut:
Tekanan darah sistolik >= 160 mmHg atau tekanan diastolic >= 110
mmHg setiap waktu, atau tekanan sistolik 140 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg yang berhubungan dengan komplikasi seperti
dibawah.
Proteinuria >= 5 gram / 24 jam atau +3 / +4 pada pemeriksaan dengan
dipstik
Oliguria (urin output < 30 ml/jam selama 3 jam berturut-turut)
Gejala sistemik yang luas tetapi tidak terbatas pada, gagal ginjal akut,
edema paru, nyeri pada kuadran kanan atas, gangguan fungsi hati, nyeri
kepala, gangguan penglihatan dan trombositopenia.
6
4. Eklampsia
Eklampsia didefinisikan sebagai preeklamsia berat dengan kejang umum
tonik klonik. Pada sebagian kasus hal ini dipicu oleh kejang eklampsia.
Walaupun kejang merupakan gejala utama pada eklampsia namun dapat terjadi
kelainan intrakranial seperti perdarahan, stroke atau hipertensi intrakranial yang
dapat menyebabkan kematian
Eklampsia biasa terjadi pada usia kehamilan > 20 minggu atau 48 jam
setelah persalinan namun hal ini harus dibedakan dengan penyebab kejang lain
yang muncul 14 hari setelah persalinan. Eklampsia yang terjadi > 48 jam bisa
jadi merupakan kesalahan diagnosis. Benzodiazepine merupakan terapi awal
untuk mengatasi kejang pada eklampsia.
B. Penanganan hipertensi
1. Panduan umum
Pasien dengan eklamspia atau preeklampsia berat memerlukan
penanganan dirumah sakit. Pemberian magnesium sulfat bertujuan untuk
mencegah kejang, mengontrol tekanan darah dan monitoring maternal dan fetal.
Monitoring harus dilakukan sedini mungkin. Perawatan di ruang ICU,
penanganan serta proses persalinan harus didiskusikan dengan obstetrian dan
dokter critical care sesegera mungkin. Mencegah terjadinya cedera maternal,
menyediakan oksigenasi maternal dan janin serta memberikan antikejang
merupakan aspek terpenting dari terapi. Melahirkan janin merupakan
tatalaksana utama dari preeklamsia berat namun harus memperhatikan usia
janin. Kasus preeklamsia berat dengan usia kehamilan lebih dari 32 minggu
merupakan indikasi untuk dilakukan persalinan dini.
2. Profilaksis kejang
Magnesium sulfat (20%) digunakan untuk mencegah progresifitas
preeklamsia berat untuk menjadi eklampsia dan untuk mencegah terjadinya
kejang berulang. Obat ini tidak membahayakan janin. Terapi biasanya diberikan
saat tekanan diastolik >100 mmHg dan terdapat tanda tanda kejang impending
7
seperti pandangan kabur, scotoma, hiperrefleksia, atau terdapat tanda
preeklamsia berat.
Magnesium dapat diberikan secara Intravena atau Intramuskular. Dosis
awal 4-6 g dalam 200-250 mL salin normal selama 10-15 menit diikuti dengan
pemberian secara infus intravena 1-2 g/jam. Kadar magnesium diperiksa 2-4
jam kemudian dan harus berada pada kisaran 2,0-3,5 mmol/L (4-7 mEq/L). Laju
respirasi, refleks tendon, kasadaran dan keluaran urin dimonitoring secara ketat.
Depresi pernafasan, somnolen, atau refleks patela menghilang merupakan tanda
kelebihan magnesium dalam tubuh (> 3,5 mmol/L atau 7mEq/L). Karena
magnesium diekskresikan oleh renal maka laju infus harus diturunkan jika
terjadi penurunan produksi urin. Infus pemeliharaan harus diturunkan atau
pemberian harus diberikan berdasarkan kadar kreatinin. Antidotum pada
keracunan magnesium adalah 1 g kalsium klorida (10 mL pada larutan 10%)
diberikan secara intravena selama beberapa menit.
8
dan pemberian antihipertensi. Terapi secara intravena merupakan pilihan utama
pada kondisi mengancam jiwa.
Obat yang umumnya digunakan pada hipertensi dengan preeklamspia
berat adalah hidralazin parenteral (2,5-5,0 mg diberikan secara intravena
perlahan setiap 15-20 menit) dan labetolol (20 mg dosis intravena inisial dan
dititrasi setiap 10-15 menit). Jika dosis inisial labetolol 20 mg tidak efektif
maka dosis dapat ditingkatkan sampai 40 mg. Jika dosis 40 mg tidak juga
menurunkan tekanan darah maka dosis ditingkatkan menjadi 80 mg. Penurunan
tekanan darah secara drastis dapat diakibatkan oleh hidralazin pada pasien
preeklamsia dengan penurunan volume cairan dan labetolol dapat menyebabkan
fetal bradikardi. Pemberian diuretik harus dihindari karena pada pasien
preeklamsia terjadi penurunan volume plasma. Nitroprusida juga digunakan
walaupun adanya laporan toksisitas sianida pada hewan. Nitrogliserin
(venodilator) mungkin efektif untuk menangani edema pulmo yang diakibatkan
preeklamsia berat namun kurang efektif pada preeklamsia. Calcium channel
blocker intravena seperti diltiazem dan nikardipin dapat digunakan untuk
menangani hipertensi berat. Nifedipin oral dapat diberikan dan memberikan
hasil yang baik walaupun obat ini tidak diberikan di amerika.
4. Penilaian suportif
Edema pulmo kardiogenik dan non kardiogenik sering muncul pada
pasien dengan preeklamsia berat. Terapi dengan pemberian oksigen PaO2 > 70
mmHg (>9,3 kPa) dengan SpO2 >93 % untuk mencegah hipoksia janin dan
asidosis. Indikasi untuk intubasi trakeal dan ventilasi mekanik sama pada pasien
yang tidak hamil. Karena peningkatan konsumsi oksigen maternal dan
penurunan fungsi permukaan paru maka pasien mempunyai resiko lebih tinggi
untuk mengalami hipoventilasi dan apnea. Intubasi harus drencanakan pada
pasien hamil yang mengalami hipoksemia selama proses induksi, peningkatan
resiko terjadinya aspirasi dan kemungkinan terjadinya edema orofaring.
Biasanya endotrakeal tube kecil (6,5 atau 7,0 mm) yang sering digunakan.
Wanita hamil yang memerlukan intubasi harus dianggap sebagai intubasi
9
dengan perut yang penuh. Ventilasi dengan bag mask dan intubasi harus
diberikan dengan tekanan krikoid selama prosedur untuk menurunkan resiko
aspirasi. Karena pasien preeklamsia dan eklampsia mengalami penurunan
volume intravaskuler, monitoring hemodinamik pasien secara ketat harus
dilaksanakan untuk menangani edema pulmo secara optimal. Nilai central
venous pressure tidak berkorelasi dengan pengisian volume arteri pulmonal
pada kehamilan namun bisa digunakan untuk memantau resusitasi. Teknik
noninvasif seperti echokardiografi bisa digunakan untuk menilai kardiak output,
status volume dan fraksi ejeksi. Vasokontriksi dari vaskularisasi renal pada
preeklamsia berat dapat menyebabkan terjadinya oligouria. Penggantian cairan
secara intravena harus dilakukan dengan hati hati. Pemberian antidiuretik tanpa
monitoring hemodinamik yang ketat sebaiknya dihentikan. Sebagian besar
wanita preeklamsia dengan oligouria akan berespon pada 1-2 L kristaloid tanpa
membutuhkan monitoring yang ketat. Kegagalan pasien berespon terhadap
pemberian terapi cairan atau terdapat tanda gagal jantung paru harus dilakukan
monitoring hemodinamik dan konsultasi critical care. Vasodilator dapat
memberikan hasil yang baik jika volume intravaskuler adekuat.
5. Monitoring
Semua pasien harus diawasi tekanan darahnya terutama pada pasien
dengan hipertensi. Jika diberikan magnesium sulfat maka harus dilakukan
pengawasan terhadap refleks patela, laju respirasi dan kadar magnesium secara
periodik. Pengawasan ketat hemodinamik pada pasien preeklamsia harus
dilakukan terutama jika didapatkan adanya kelaianan jantung, paru dan ginjal.
HELLP SYNDROME
HELLP sindrom adalah kondisi yang membahayakan jiwa yang dapat terjadi
selama kehamilan atau pada periode postpartum. Muncul pada 4-12% pada pasien dengan
preeklamspia. Sindrom ini ditandai dengan adanya :
10
1. Hemolisis. Anemia hemolisis mikroangiopati berdasarkan hasil pemeriksaan darah
tepi, kadar bilirubin total > 1,2 mg/dL (21 umol/L), atau kadar LDH > 600 U/L
2. Peningkatan kadar enzim aspartat aminotransferase > 70U/L atau LDH >600 U/L
3. Trombositopenia < 150.000/ uL
Terkadang tidak semua manifestasi ada pada suatu pasien. gejala dan tanda dapat
bervariasi seperti nyeri epigastrik dan nyeri kuadran kanan atas abdomen, perdarahan gusi
dan hidung, petekie, malaise, mual dan muntah. Kebanyakan HELLP sindrom muncul
pada usia kehamilan 27-36 minggu. Kejadian pada periode postpartum sebesar 20%
terutama pada 1-2 hari setelah persalinan. Sepertiga pasien dengan HELLP sindrom tidak
ada bukti mengalami preeklamsia atau proteinuria atau hipertensi selama kehamilan.
HELLP sindrom sulit dibedakan dengan acute fatty liver akut pada kehamilan,
trombotik trombositopenia purpura atau sindrom uremik hemolitik dan dapat menyerupai
sepsis berat. HELLP sindrom memerlukan persalinan dini karena dapat meningkatkan
mortalitas dan morbiditas maternal dan janin. Tes laboratorium yang dapat membedakan
HELLP sindrom dengan acute fatty liver adalah sebagai berikut :
11
kanan atas abdomen menetap dan semakin memberat. CT scan dan MRI dapat digunakan
untuk melihat perdarahan intrahepatik. Komplikasi dari HELLP sindrom meliputi
perdarahan intraserebral, gagal ginjal akut dan gagal hati fulminan.
PERDARAHAN POSTPARTUM
PENYAKIT TROMBOEMBOLI
Insidensi tromboemboli pada kehamilan lima kali lebih besar dari keadaan tidak
hamil. Resiko meningkat dengan peningkatan jumlah persalinan, riwayat operasi cesarean,
operasi persalinan pervaginam, riwayat DVT (deep vein thrombosis) dan usia tua.
Manifestasi emboli paru pada kehamilan sama dengan keadaan tidak hamil.
Edema pada ektremitas bawah, nyeri pada kaki, dispnea sering muncul pada kehamilan
12
dan menyebabkan klinisi mengalami kesulitan dalam diagnosis. Setelah usia kehamilan 16
minggu nilai D dimer melebihi batas normal. Dopler dapat digunakan untuk menentukan
DVT. Untuk menentukan emboli paru bisa ditentukan dengan menilai ventilasi dan perfusi
pasien. bisa juga menggunakan CT scan untuk menentukan adanya emboli paru. Efek
teratogenik dan onkogenik pada janin tidak terlalu signifikan dan tidak ada resiko
kematian maternal akibat paparan radiasi. Terapi dengan heparin diberikan jika dicurigai
emboli paru dan dilanjutkan jika diagnosa sudah tegak.
KARDIOMIPATI PERIPARTUM
A. Manifestasi klinis
Kardiomiopati peripartum didefinisikan sebagai gagal jantung sistolik pada
bulan akhir kehamilan atau 5 bulan pertama postpartum. Gejala klinis meliputi
13
dispnea berat yang progresif, ortopnea progresif, paroksismal nokturnal dispnea dan
sinkop. Tanda juga meliputi adanya bukti gagal jantung kanan dan kiri, kardiomegali
pada pemeriksaan foto thorax, bukti adanya hipertensi pulmonal, murmur, distensi
vena jugular yang prominen, sianosis, clubbing atau disritmia. Gejala biasanya segera
muncul setelah persalinan. Kardiomiopati peripartum berhubungan dengan usia > 30
tahun, kehamilan pertama, kehamilan kembar, hipertensi gestasional dan perempuan
hamil yang mendapatkan terapi tokolitik.
B. Tatalaksana
Evaluasi awal pada pasien dengan kardiomiopati peripartum adalah foto
thorax, EKG, ekokardiografi. Terapi awal meliputi istirahat, restriksi garam, diuretik
dan vasodilator. Pasien dengan edema pulmo dan dekompensasi jantung memerlukan
monitoring hemodinamik yang baik, pemberian cairan yang ketat, inotropik intravena
dan reduksi afterload. Obat yang dapat mereduksi afterload seperti digoxin,
dobutamin, milrinone dan ACE inhibitor. ACE inhibitor dikontraindikasikan sebelum
persalinan. Loop diuretik dapat digunakan untuk menurunkan gejala kongesti sistemik
dan paru namun harus digunakan secara hati hati pada bulan akhir kehamilan karena
efeknya terhadap perfusi uteroplasenta. Jika gejala muncul pada periode antepartum
konsultasikan pada obstetrian, dokter critical care, dan ahli anestesi sehingga
tatalaksana pesalinan dini dapat dilaksanakan. Persalinan dini bukan merupakan
pilihan terapi yang direkomendasikan karena sebagian besar pasien gejala postpartum
semakin memberat. Persalinan dini dilakukan pada pasien dengan gagal jantung lanjut
atau ada gangguan hemodinamik. Pasien gawat yang membutuhkan inotropik dan
bantuan mekanik dilakukan tindakan cesarean. Antikoagulan harus diberikan pada
keadaan kardiomiopati peripartum, hipertrofi ruang jantung, fraksi ejeksi < 35% dan
atrial fibrilasi sebagai pengobatan sistemik dan emboli paru sering terjadi pada
kardiomiopati. Fungsi jantung kembali normal pada sekitar 50% pasien. pasien
dengan gejala yang berlanjut memiliki harapan hidup sekitar < 5 tahun. Alat bantu
ventrikel kanan atau kiri bisa digunakan jika terjadi kegagalan dengan terapi
medikamentosa.
14
ASMA BERAT
Pasien dengan asma berat yang membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanik
harus mendapatkan ventilasi permenit yang diatur ketat untuk menghindari terjadinya
hiperventilasi dan alkalosis respiratori. Alkalosis dapat menyebabkan penurunan aliran
darah uteroplasenta sehingga menurunkan perfusi ke janin. Pada keadaan yang gawat
dapat dipertimbangkan untuk dilakukan operasi cesarean.
Tatalaksana utama trauma pada kehamilan sama dengan tatalaksana pada pasien
tidak hamil. Tinggi uterus pada usia 12 minggu setinggi simfisis pubis, pada usia 20
minggu setinggi umbilikus dengan peningkatan 1 cm setiap minggunya pada usia
kehamilan 36-40 minggu. Pada usia kehamilan tua terjadi pelebaran simfisis pubis dan
sendi sakroiliaka. Pasien hamil dengan trauma harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang
memiliki kemampuan operasi obstetri. Ketika memeriksa status mental pasien harus
dibedakan dengan gejala neurologi eklampsia yang mirip dengan cedera kepala. Kompresi
autocaval pada posisi supine dapat menyebabkan hipotensi karena menurunnya aliran
darah ke jantung. Jika memungkinkan pasien diposisikan left lateral dekubitus, pinggul
15
kanan dapat meninggi 4-8 cm sehingga uterus tidak menekan vena cava inferior. Jika
terdapat cedera spinal maka posisi spinal harus dipertahankan dan pasien harus di logroll.
Pasien hamil dapat mengalami kehilangan darah mencapai 35% sebelum terjadi
takikardia, hipotensi dan tanda tanda hipovolemi lainnya. Janin dapat mengalami
penurunan perfusi walau keadaan ibu tampak stabil. Denyut jantung janin merupakan
tanda awal yang dapat dinilai menggunakan fetoskop dan fetoskop dopler. Stetoskop
konvensional dapat digunakan untuk menilai denyut jantung janin pada trimester ketiga
kehamilan walaupun sulit untuk membedakan antara denyut jantung ibu jika terjadi
takikardi. USG dapat digunakan untuk menilai aktivitas dan fungsi jantung janin.
Deselerasi persisten merupakan tanda gawat janin. Terkadang pasien perlu dirujuk untuk
dilakukan penilaian terhadap kondisi janin. Monitoring janin pasca trauma minimal
dilakukan sekitar 4 jam dari onset terjadinya trauma.
Penilaian sekunder harus melihat kontraksi uterus, denyut jantung janin dan
gerakan janin. Jika perlu harus dillakukan pemeriksaan pelvis. Jika ditemukan darah dari
vagina maka perlu dilakukan pemeriksaan dengan spekulum yang steril diikuti dengan
pemeriksaan USG untuk menyingkirkan plasenta previa. Pemeriksaan bimanual
dikontraindikasikan jika terdapat plasenta previa.
Terapi definitif pada pasien hamil yang mengalami trauma adalah keseimbangan
hemodinamik dan resusitasi respiratori, stabilisasi ibu, monitoring janin berkelanjutan dan
pemeriksaan radiografi serta pasien mendapatkan perawatan obstetri, critical care dan
konsultasi untuk tindakan operasi. Jika ibu memiliki Rh negatif maka pasien perlu
mendapat Rh0 dan imunoglobulin maksimal 72 jam setelah mengalami trauma. Perlu juga
dilakukan penilaian sel darah merah janin pada sirkulasi maternal dengan kleihaeur-betke.
Penyakit ini ditandai dengan adanya clot pada vena pelvik yang dapat terjadi pada
periode peripartum setelah persalinan pervaginam dan cesarean serta pada abortus.
Pemeriksaan fisik tidak spesifik. Demam yang tidak membaik dengan pemberian
antibiotik pada periode postpartum maka penyakit ini dapat dipertimbangkan. Dapat
ditemukan adanya emboli septik pada sepsis, abses metastatik dan emboli pulmo. USG
16
atau CT scan dapat menunjukkan adanya clot. Tatalaksana dengan pemberian heparin dan
antibiotik. Biasanya demam menurun dalam waktu 24 jam. Terapi antikoagulan diberikan
selama 3-6 bulan postpartum.
Indikasi pemasangan intubasi dan ventilasi mekanik pada pasien hamil sama
dengan pasien tidak hamil. Kebutuhan oksigen maternal dan desaturasi arteri yang
signifikan dapat terjadi jika pasien mengalami hipoventilasi dan apnea. Keadaan ini dapat
menyebabkan hipoksia pada janin. Ventilasi mekanik diatur untuk menjaga PaCO2 sekitar
30-32 mmHg. Data mengenai batas hiperkapnea pada kehamilan terbatas walaupun nilai
PaCO2 60 mmHg pada pasien hamil dengan penyakit jantung kongenital tidak
mempengaruhi janin. Pemberian ventilasi non invasif harus dilakukan secara hati hati
karena terjadi peningkatan resiko aspirasi selama kehamilan.
Ketika timbul henti jantung pada pasien hamil maka metode bantuan hidup lanjut
harus dilakukan. Dilakukan penekanan pada pinggang bagian kanan untuk menggeser
uterus sehingga aliran darah balik vena ke jantung meningkat. Penekanan pada dada
dilakukan pada bagian tengah sternum karena peninggian dari diafragma. Jika resusitasi
gagal dan usia kehamilan >23 minggu maka dapat dilakukan perimortem cesarean dalam
waktu 4-5 menit sejak mengalami henti jantung. Prosedur ini dilakukan jika ukuran uterus
cukup besar dengan kompresi aortocaval yang adekuat yang dapat menyebabkan
perburukan hemodinamik maternal. Alasan dilakukan tindakan ini adalah untuk
meningkatkan kardiak output dengan perbaikan aliran darah balik ke jantung dan dengan
kompesi jantung yang efektif. Tatalaksana medikamentosa harus segera diberikan.
17
FARMAKOTERAPI
Antiaritmia Kategori
Amiodarone D
Lidokain B
Prokainamid C
Antibiotik Kategori
Asiklovir B
Aminoglikosida
Gentamisin oftalmik C
Gentamisin injeksi D
Tobramycin oftalmik B
Tobramycin injeksi D
Amikasin D
Azitromisin B
Cefotetan (avoid) B
Ceftriakson (avoid) B
Sefalosforin B
Klindamisin B
Metronidazole B
Penisilin B
Kuinolon C
Sulfonamid B
Trimetoprim C
Vankomisin
Per oral B
18
Intra vena C
Antikonvulsan Kategori
Karbamazepin D
Magnesium sulfat B
Fenobarbital D
Fenitoin D
Antihipertensi Kategori
ACE inhibitor
Trimester 1 C
Trimester 2 dan 3 D
ß blocker
metoprolol C
atenolol D
carvedilol C
labetolol C
Klonidin C
Hidralazine C
Labetolol C
Obat obatan jantung Kategori
Amrinone/milrinone C
Aspirin D
Atropin C
Digoxin C
Dobutamin B
Dopamin C
Epinefrin C
Nitrogliserin C
Nitropruside C
Trombolitik C
Vasopresin C
Verapamil C
19
Diuretik Kategori
Furosemide C
Spironolakton C
Neuromuskular blockers Kategori
Cisatracurium B
Rocuronium C
Suksinilkolin C
Vecuronium C
Sedatif/analgesik/anxiolitik Kategori
Benzodiazepin D
Kodein C
Haloperidol C
Morfin C
Propofol B
Steroid Kategori
Deksametason C
Hidrokortison C
Prednisolon C
Lainnya Kategori
Aminofilin C
H2 bloker B
Heparin C
Insulin B
Manitol C
Warfarin X
20
CRITICAL CARE IN PREGNANCY
Penurunan kardiak output yang signifikan pada usia kehamilan tua atau pada
ukuran uterus yang besar terjadi ketika pasien berada dalam posisi supine karena
kehamilan menurunkan aliran balik vena dan aliran aorta.
Diagnosa preeklamsia didasarkan dari munculnya hipertensi pada kehamilan
dengan adanya proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu.
Eklampsia didefinisikan sebagai preeklamsia dengan kejang umum tonik klonik
Magnesium sulfat (20% solution) digunakan sebagai profilaksis kejang pada
preeklamsia dan kejang pada eklampsia serta memerlukan monitoring yang ketat
Menurunkan tekanan darah ke nilai normal tidak diperlukan pada hipertensi akibat
kehamilan
Antikoagulan dengan heparin digunakan untuk tatalaksana emboli paru pada
kehamilan. Warfarin dikontraindikasikan terutama pada trimester pertama
Tatalaksana dini dan agresif dengan cairan dan produk darah diperlukan pada
perdarahan primer postpartum
Prinsip resusitasi pada wanita hamil sama dengan wanita tidak hamil
Wanita hamil dapat mengalami kehilangan darah mencapai 35% sebelum terjadi
takikardi, hipotensi, atau tanda tanda hipovolemik.
Jika ibu memiliki Rh negatif maka perlu diberikan Rh0 dan imunoglobulin
walaupun hanya trauma minimal
Indikasi intubasi dan ventilasi mekanik pasien hamil sama dengan pasien tidak
hamil. Ventilator mekanik diatur sehingga PCO2 berkisar antara 30-32 mmHg
(4,0-4,3 kPa)
Dapat dilakukan perimortem cesarean dalam waktu 4-5 menit jika terjadi
kegagalan resusitasi untuk meningkatkan hemodinamik maternal
Ketika memilih pengobatan pada pasien hamil maka harus dinilai efeknya terhadap
janin
21