Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM PERAWATAN KELUARGA PADA PASIEN GOUT

Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Community Nursing Process 2

oleh:

Rica Faricha 220110130054

Raden Nida Yudiastri Muthia 220110130128

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
JATINANGOR
2016
Daftar Isi

Daftar Isi .................................................................................................................................... 2


BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 3
1.2 Tujuan............................................................................................................................... 4
1.3 Manfaat............................................................................................................................. 4
BAB II ISI .................................................................................................................................. 5
2.1 Data Umum ...................................................................................................................... 5
2.2 Analisa Data ................................................................................................................... 13
2.3 Skala Prioritas Masalah .................................................................................................. 14
2.4 Diagnosa Keperawatan sesuai Prioritas ......................................................................... 14
2.5 Rencana Keperawatan .................................................................................................... 14
2.6. Implementasi ................................................................................................................. 16
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 18
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 18
3.2 Lesson Learnd ................................................................................................................ 18
Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 19
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 20
Dokumentasi ................................................................................................................ 33

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gout lebih dikenal di masyarakat sebagai sebutan untuk suatu penyakit yang bernama
asam urat, tetapi sebenarnya asam urat merupakan produk akhir metabolisme purin. Asam urat
selalu ada dalam tubuh manusia, yang apabila kadarnya meningkat dapat menimbulkan beberapa
keluhan. Peningkatan kadar asam urat darah atau hiperurisemia adalah kadar asam urat darah di
atas 7 mg/dl pada laki-laki dan di atas 6 mg/dl pada perempuan (Wortmann, 1995).

Menurut American College of Rheumatology, gout adalah suatu penyakit dan potensi
ketidakmampuan akibat radang sendi yang sudah dikenal sejak lama, gejalanya biasanya terdiri
dari episodik berat dari nyeri infalamasi satu sendi.

Gout adalah bentuk inflamasi arthritis kronis, bengkak dan nyeri yang paling sering di
sendi besar jempol kaki. Namun, gout tidak terbatas pada jempol kaki, dapat juga mempengaruhi
sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut, lengan, pergelangan tangan, siku dan kadang di
jaringan lunak dan tendon. Biasanya hanya mempengaruhi satu sendi pada satu waktu, tapi bisa
menjadi semakin parah dan dari waktu ke waktu dapat mempengaruhi beberapa sendi. Gout
merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik yang ditandai oleh
meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia).

Besarnya angka kejadian hiperurisemia pada masyarakat Indonesia belum ada data yang
pasti. Penelitian lapangan yang dilakukan pada penduduk kota Denpasar, Bali didapatkan
prevalensi hiperurisemia sebesar 18,2% (Wisesa dan Suastika, 2009).

Satu survei epidemiologik yang dilakukan di Bandungan, Jawa Tengah atas kerjasama
WHO-COPCORD terhadap 4.683 sampel berusia antara 15 – 45 tahun di dapatkan bahwa
prevalensi hiperurisemia sebesar 24,3% pada laki-laki dan 11,7% pada wanita. Secara
keseluruhan prevalensi kedua jenis kelamin adalah 17,6% (Darmawan et al, 2009).

Tanda dan gejala gout diantaranya yaitu:

a. Akut

3
Serangan awal gout berupa nyeri yang berat, bengkak dan berlangsung cepat, lebih sering di
jumpai pada ibu jari kaki. Ada kalanya serangannyeri di sertai kelelahan, sakit kepala dan
demam.

b. Interkritikal

Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode interkritikal
asimtomatik. Secara klinik tidak dapat ditemukan tanda-tanda radang akut.

c. Kronis

Pada gout kronis terjadi penumpukan trofi (monosodium urat) dalamjaringan yaitu di telinga,
pangkal jari dan ibu jari kaki.

Berdasarkan insidensi yang terjadi dan juga banyaknya keluhan mengenai nyeri yang dapat
mengganggu aktifitas penderita, maka kami akan melakukan Range of Motion ROM)
kepada penderita penyakit gout untuk mengurangi rasa nyeri pada bagian persendiannya.

1.2 Tujuan
Tujuan dari dilakukannya perawatan keluarga kepada pasien gout yaitu untuk mengetahui
keefektifan dari intervensi mengenai Range of Motion ROM) terhadap pasien gout.

1.3 Manfaat
Dengan dilakukannya perawatan keluarga kepada pasien gout, maka diharapkan akan
mendapatkan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi ilmu pengetahuan

Mengetahui keefektifan dari intervensi Range of Motion ROM) kepada pasien gout.

2. Bagi pasien gout

Pasien gout dapat mengetahui cara untuk mengurangi rasa nyeri pada persendiannya dengan
melakukan Range of Motion ROM).

3. Bagi perawat

Perawat dapat mempraktekan Range of Motion ROM) kepada pasien gout.

4
BAB II
ISI

2.1 Data Umum


Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi :
1. Nama kepala keluarga (KK) : Tn. Mm (Alm.)
2. Alamat dan telepon : Komp. Griya Prima Alam Asri No 2 blok D3,
Rancaekek / 087722675136
3. Pekerjaan kepala keluaga : Pensiun PNS
4. Pendidikan kepala keluarga : SLTP
5. Komposisi keluarga dan genogram :
No Hub
JenisKel Status
Nama Dengan Umur Pendidikan Pekerjaan
amin Kesehatan
KK
1. Pensiunan
Ny. Sa P Istri 76 SD AsamUrat
PNS
2. Ll P Anak 58 SMA Ibu RT AsamUrat
3. Uj L Anak 55 S1 PNS Sehat
4. Cc P Anak Alm SMA - -
5. Ar L Anak 53 SMA PNS Sehat
6. As L Anak 50 S1 PNS Sehat
7. Dd L Anak 48 S1 PNS Sehat
8. Es P Anak 46 SMA Ibu RT Sehat
9. Ys P Anak 44 SMA Ibu RT AsamUrat
10. Ah L Anak Alm - - -
11. Mr P Anak 41 S1 Ibu RT AsamUrat

5
Genogram :

Tn. Mm
Ny. Ny.
76 Th Sa Sa 76
Th
76
th

Ll Uj Ar As Dd Ah
Cc Es Ys Mr

Perempuan Laki – laki Meninggal Pasien yg diidentifikasi

1. Tipe keluarga
 Jenis tipe keluarga tradisional
 Keluarga dengan orangtua tunggal ditinggalkan suami karena meninggal)

2. Suku bangsa
 Sunda, biasanya Sunda lebih suka dengan makan lalab-lalaban sehingga banyak yang
mengalami penyakit asam urat.
3. Agama
 Islam
4. Status sosial ekonomi keluarga
 Rp. 1.500.000,- / bulan
 Tambahan + Rp. 100.000,- / bulan dari setiap anak
5. Aktivitas rekreasi keluarga
 Silaturahmi keluarga
 Berendam air hangat 1 bulan sekali
 Menonton tv bersama

6
II. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
1. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Keluarga Ny.Sa mempunyai 10 orang anak, anak pertama berumur 58 tahun dan
anak terakhir berumur 41 tahun, maka keluarga Ny. Sa berada pada tahapan
perkembangan keluarga dengan tahap masa tua. Yang artinya tahap ini masuk ke tahap
lansia, dan orang tua mempersiapkan diri untuk meninggalkan dunia fana ini.
2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Ingin melaksanakan rukun islam yang kelima (berangkat haji). Masih kendala
dalam biaya.
3. Riwayat keluarga inti
Tidak ada penyakit keturunan. Hanya Ny. Sa terkena penyakit asam urat. Sering
kumat apabila terlalu capek, makanan tidak dijaga, sangat senang makan lalab-lalaban,
sehingga anak-anaknya terutama anak perempuan menjadi terbiasa makan makanan lalab,
dan hampir semua anak perempuannya juga memiliki kadar asam urat yang tinggi. Cek
kadar asam urat biasanya dilakukan apabila sudah terasa sangat nyeri hingga tidak bisa
berakktivitas.
4. Riwayat keluarga sebelumnya
Sudah sekitar + 3 tahun ini kadar asam urat Ny. Sa selalu tinggi.

III. Pengkajian lingkungan


1. Karakteristik rumah
Luas rumah lebar 7m, panjang 15m, terdiri dari 2 kamar tidur, 1 mushola, ruang tamu,
ruang keluarga/ruang tv, dapur, dan 1 kamar mandi.
- Type bangunan: lantai keramik
- Ventilasi: sinar matahari masuk dengan cukup, jendela di ruang tamu bisa di buka,
jendela di ruang keluarga bisa dibuka, jendela di kamar Ny. Sa bisa dibuka.
- Kebersihan ruang: terdapat banyak barang-barang zaman dahulu di bagian dapur
sehingga terlihat kumuh.
- Sumber air: dari PAM

7
- Denah rumah:
Kamar
Mandi Dapur

Kamar tdr
Musholla 2
R.
Keluarga
Kamar
R. Tamu Tidur
Utama

Teras Halaman Depan

2. Karakteristik tetangga dan komunitas RW


Biasanya ibu-ibu lansia sering mengajak Ny. Sa untuk mengikuti kegiatan senam pagi
setiap hari minggu di lapang dekat komplek rumah.
3. Mobilitas geografis keluarga
Keluarga ini tidak pernah berpindah tempat.
4. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Untuk kegiatan di masyarakat sekitar, Ny. Sa sering mengikuti kegiatan pengajian ibu-
ibu setempat, dan arisan RT. Sedangkan perkumpulan dengan keluarga biasanya anak-
anak mengunjungi rumah Ny. Sa untuk melihat keadaan Ny. Sa + 1 minggu satu kali
atau paling lama 1 bulan sekali.
5. Sistem pendukung keluarga
Yang merawat Ny. Sa adalah yang paling dekat rumah Ny. Sa, yaitu anak yang paling
terakhir. Jarak dari rumah dengan puskesmas + 100 meter, sehingga mudah untuk
berobat ataupun check up.
6. Pola komunikasi keluarga
Ny. Sa cenderung lebih memendam perasaan yang tidak bisa diungkapkan pada anak-
anaknya. Sehingga karakteristik komunikasi yang dimiliki Ny. Sa ini adalah komunikasi

8
disfungsional dalam keluarganya karena adanya ketidakmampuan dalam
mengungkapkan kebutuhan.
7. Struktur kekuatan keluarga
Biasanya anak pertama yang selalu mengendalikan dan mempengaruhi anggota keluarga
lainnya untuk mengubah perilaku. Karena anak pertama yang dapat dipercayai oleh
semua anggota keluarga Ny. Sa.
8. Struktur peran
Ny. Sa sekarang menjadi satu-satu nya oranG tua dan panutan bagi anak-anaknya saat
ditinggal suaminya meninggal. Dan peran sebagai anaknya terutama yang tinggal dekat
dengan Ny. Sa menjadi anak yang memberikan perhatian lebih pada Ny. Sa
9. Nilai atau norma keluarga
Menyesuaikan dengan nilai agama yang dianut, Ny. Sa percaya bahwa apapun yang
diberi Allah baik penyakit atau kesehatan adalah hal yang harus diterima.

IV. Fungsi keluarga.


1. Fungsi afektif
Ny. Sa dalam menggaMbarkan kebutuhannya cenderung tidak terbuka. Tetapi dari anak-
anaknya sudah lebih sensitif akan hal yang dibutuhkan untuk Ny. Sa.
2. Fungsi sosialisasi
Keluarga Ny. Sa sudah terbiasa berperilaku baik dengan sesama saudara dan lingkungan
sosial, maka dari itu mereka sering bersilaturahmi satu sama lain.
3. Fungsi perawatan kesehatan
Jika Ny. Sa sudah merasakan kaku saat bergerak biasanya Ny. Sa sudah mengerrti
bahwa asam uratnya sedang kambuh dan harus segera minum obat atau berobat. Tapi
apabila sudah tidak terasa, kadang Ny. Sa makan makanan sembarangan.
4. Fungsi reproduksi.
 Jumlah anak 10, tetapi 2 sudah meninggal. Anak yang masih hidup 8 orang.
 Karena pada saat zaman dahulu tidak ada sistem KB, maka untuk pengaturan
kehamilan tidak bisa dijaga.
5. Fungsi ekonomi

9
Ny. Sa berpenghasilan tetap sebagai pensiunan PNS, dan memang tidak menentu juga
apabila anak-anak Ny. Sa memberikan uang per bulannya pada beliau. Dan untuk saat
ini kebutuhan Ny. Sa cukup untuk menghidupi dirinya sendiri. Tetapi masih tidak bisa
menabung untuk berangkat haji.

V. Stres dan koping keluarga


1. Stresor jangka pendek dan panjang
 Stresor jangka pendek yang sering dialami ketika Ny. Sa sudah merasa drop atau
sakit/sudah terasa tidak enak badan. Dikarenakan masih belum siap untuk menghadap
pulang ke yang Maha Kuasa, masih banyak yang harus diperbaiki meskipun sudah
berumur.
 Stresor jangka panjang yaitu saat ditinggal suaminya meninggal, beliau sampai tidak
bisa melupakannya sampai + 1 tahun.
2. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/stresor
Keluarga menerima stressor apa adanya dan anak-anaknya selalu mendukung baik
psikologis maupun fisik Ny. Sa.
3. Strategi koping yang digunakan
Biasanya anak-anaknya selalu memberikan perhatian yang lebih dari biasanya
apabila Ny. Sa sudah merasakan stressor yang dialaminya.
4. Strategi adaptasi disfungsional
Ny. Sa kadang sering mengeyel dan tidak bisa diberitahu oleh anak-anaknya
apabila stressornya sedang meningkat.

VI. Pemeriksaan Fisik :


a) Tanda tanda vital
 TD : 130/80 mmHg
 Nadi : 86 x / mnt
 Suhu : 36,6 oC
 Respirasi : 22 x/ mnt
b) Head to toe
1) Kepala

10
Bentuk kepala simetris, tidak terdapat kelainan, tidak terdapat benjolan, tidak ada
luka/lesi, kepala bersih, klien membersihkan kepala 2 kali dalam seminggu.

2) Mata
Bentuk kedua mata simetris, tidak ada perdarahan/peradangan, tetapi klien sering
merasa kesat dibagian kedua matanya.

3) Hidung
Hidung klien berfungsi dengan baik, bentuk simetris, tidak ada peradangan/perdarahan
dan tidak ada polip.

4) Mulut
Mulut klien bersih, tidak ada tanda peradangan/perdarahan, gigi geraham klien sudah
tidak ada, hanya bagian bawah dan atas yang masih bisa digunakan untuk makan.

5) Telinga
Telinga klien kiri dan kanan berfungsi kurang baik, klien dapat mendengar bunyi detik
arloji hanya dari jarak 5cm, telinga bersih, tidak ada luka/peradangan tetapi klien tidak
menggunakan alat bantu dengar.

6) Leher
Kebersian baik, tidak ada tanda peradangan/luka dan tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid.

7) Dada
Dada simetris, tidak ada kelainan dan tidak ada batuk.

8) Abdomen
Simetris, tidak ada kelainan, tidak ada lesi/luka dan kebersihan terjaga.

9) Ekstremitas
Klien dapat beraktifitas dengan baik, namun lebih sering terasa linu pada sendi-sendi
terutama bagian lutut. Saat ini kulit di ekstremitas bawah terlihat ada memar.

c) Pemenuhan kebutuhan dasar

11
1) Pola nutrisi

Klien makan 3 kali/hari, Nafsu makan baik. Klien biasanya minum teh pahit hangat 1
hari kurang dari 8 gelas.

2) Pola eliminasi

Klien BAK 3-4 kali/hari dengan warna putih dan bau khas urine. Klien BAB
maksimal 1 kali/2 hari dengan konsistensi padat.

3) Pola aktivitas

Klien masih bisa berjalan jauh untuk membeli masakan ke warung setiap pagi.

4) Pola istirahat dan tidur

Klien tidur malam antara jam 21.00 – 23.00 dan bangun tidur jam 05.00. Klien
kadang – kadang tidur siang.

VII. Harapan Keluarga


Berharap minimal 1 bulan sekali ada petugas kesehatan yang sering mengunjungi lansia
kerumahnya, agar tidak usah keluar dari rumah, karena lansia sudah tidak bisa lagi berjalan
dengan lancar dan sering merasa lelah.

12
2.2 Analisa Data
No Data Masalah Penyebab Tipologi
1. DS : Nyeri kronis pada Ketidakmampuan Aktual
Ny. Sa mengeluh persendian Ny. Sa keluarga
lutut terasa nyeri dan kaku untukmelakukan
setelah beraktivitas yang terlalu perawatan diri.
lama, setelah itu pada saat duduk
selalu bersusah payah untuk
berdiri, saat sedang sholat sangat
sulit pula untuk berdiri.
DO :
Bagian persendian kaki tampak
kaku.
2. DO : Kurang Ketidakmampuan Aktual
Ny. Sa menyatakan tentang pengetahuan keluarga merawat
bagaimana cara melakukan tentang perawatan diri terhadap
perawatan mandiri bagi penyakit diri penyakit asam urat.
asam urat.
DS :
Ny. Sa tidak begitu mengetahui
bagaimana cara merawat diri
untuk mengatasi rasa sakit saat
asam urat kambuh, biasanya
hanya dipijat-pijat memakai
balsem .

13
2.3 Skala Prioritas Masalah
a. Nyeri kronis pada Ny. Sa b.d ketidakmampuan keluarga untuk melakukan
perawatan diri.
No Kriteria Hitungan Skor Pembenaran
1. Sifat masalah: aktual 3/3 x 1 1 Saat ini Ny. Sa masih sering
merasakan nyeri, terutama jika
beraktivitas terlalu lama.
2. Kemungkinan masalah 2/2 x 2 2 Dana ada, ada tindakan untuk
dapat diubah: mudah mengatasi, fasilitas ada, pengetahuan
keluarga terhadap penyakit cukup.
3. Potensi masalah untuk 2/3 x 2 2/3 Masalah sudah lama, ada upaya-
dicegah: cukup upaya yang telah dilakukan.
4. Menonjolnya masalah: 2/2 x 1 1 Ny. Sa menyatakan nyeri yang
masalah berat harus dirasakan sangat mengganggu dan
segera ditangani ingin tahu bagaimana cara merawat
diri untuk mengatasi penyakitnya.
Jumlah 4 2/3

2.4 Diagnosa Keperawatan sesuai Prioritas


1. Nyeri kronis pada Ny. Sa b.d ketidakmampuan keluarga untuk melakukan perawatan diri.

2.5 Rencana Keperawatan


No Tujuan Intervensi Rasional
Dx.
1. Umum : 1. Mengkaji 1. Untuk mengetahui upaya apa saja
Setelah dilakukan upaya-upaya yang telah dilakukan klien.
Asuhan keperawatan yang telah 2. Akan melancarkan peredaran
keluarga, nyeri Ny. Sa dilakukan darah sehingga kebutuhan oksigen
berkurang. untuk terpenuhi dan mengurangi nyeri.
Khusus : menurunkan 3. Agar klien dapat mempraktekan
Setelah kunjungan rasa nyeri. metode pengurangan nyeri.

14
keluarga dapat : 2. Mengajarkan 4. Untuk meminimalisir gejala
a. Mengetahui cara teknik-teknik penyakit
mengatasi rasa untuk 5. Agar rasa nyeri tidak dating
nyeri. mengurangi terlalu sering dan berlebihan.
b. Mempraktekkan rasa nyeri.
teknik-teknik 3. Memotivasi
pengurangan rasa Ny. Sa untuk
nyeri mempraktekk
c. Menyatakan rasa an metoda
nyeri berkurang. pengurang
nyeri yang
telah
diajarkan.
4. Menganjurka
n Ny. Sa
untuk
menjaga
keseimbangan
aktivitas dan
istirahat.
5. Menganjurka
n Ny. Sa
mengurangi
aktivitas yang
berlebihan.

15
2.6. Implementasi
Tanggal Implementasi Evaluasi
Kamis, 19 1. Memperkenalkan diri dan - Keluarga sangat terbuka dan
Mei 2016. menjelaskan maksud dan tujuan. merasa senang akan kehadiran
Pukul 2. Melakukan pengkajian: mahasiswa.
10.12 - Mengkaji data umum keluarga - Keluarga berharap untuk
WIB - Mengkaji riwayat penyakit keluarga mendapatkan informasi-
- Mengkaji riwayat dan tahap informasi kesehatan tentang
perkembangan keluarga penyakit yang diderita.
- Mengkaji lingkungan keluarga
- Mengkaji fungsi keluarga
- Mengkaji koping dan stress keluarga
- Melakukan pemeriksaan fisik
- Mengkaji permasalahan kesehatan
yang terjadi pada keluarga
- Mengkaji tindakan yang biasa
dilakukan untuk mengurangi gejala.
3. Melakukan kontrak waktu untuk
mengadakan kunjungan keluarga.
Sabtu, 21 1. Mengajarkan teknik ROM pada - S: Ny. Sa berusaha
Mei 2016. ekstremitas yang sering dikeluhkan mempraktekkan apa yang telah
Pukul nyeri oleh Ny. Sa untuk mengurangi diajarkan.
10.00 rasa nyeri. - O: Ny. Sa terlihat sangat antusias
WIB 2. Memotivasi Ny. Sa untuk saat melakukan teknik ROM.
mempraktekkan metode pengurangan - A: Tujuan belum tercapai
nyeri yang telah diajarkan. - P: Memotivasi keluarga untuk
3. Menganjurkan Ny. Sa untuk menjaga tetap melakukan teknik-teknik
keseimbangan aktivitas dan istirahat. yang sudah diajarkan.
4. Menganjurkan Ny. Sa mengurangi
aktivitas yang berlebihan.
5. Kaji tingkat pengetahuan Ny. Sa

16
tentang asam urat dan tindakan yang
telah dilakukan.
6. Menjelaskan cara perawatan yang
tepat bagi penderita asam urat.
Jumat, 27 1. Mengevaluasi efektivitas metode - S: Ny. Sa menyatakan nyeri
Mei 2016. yang diajarkan terhadap penurunan mulai berkurang apabila teknik
Pukul nyeri. sering dipraktekkan.
14.30 2. Memotivasi keluarga untuk tetap - O: Ny. Sa mempraktekkan
terus mempraktekan metode teknik yang sudah diajarkan 3
pengurangan nyeri yang telah di hari yang lalu dan terlihat sudah
ajarkan kapanpun. terbiasa menggerakkannya.
- A: Tujuan tercapai
- P: Berikan pujian terhadap
tindakan yang dilakukanNy. Sa.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gout adalah bentuk inflamasi arthritis kronis, bengkak dan nyeri yang paling sering di
sendi besar jempol kaki. Namun, gout tidak terbatas pada jempol kaki, dapat juga mempengaruhi
sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut, lengan, pergelangan tangan, siku dan kadang di
jaringan lunak dan tendon. Gout merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan
metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia).

Setelah dilakukan perawatan keluarga pada pasien penderita gout/asam urat dari tahap
pengkajian hingga evaluasi, hasilnya yaitu praktek Range of Motion ROM) ternyata cukup
efektif dalam mengurangi nyeri pada pasien gout/asam urat.

Untuk penderita penyakit gout/asam urat, diharapkan pasien harus mengubah gaya hidup
dari mulai nutrisi dengan mengurangi bahan makanan yang mengandung purin, aktivitas yang
tidak berat, istirahat yang cukup, olahraga ringan serta menurunkan berat badan karena penyakit
gout/asam urat biasanya berkaitan juga dengan obesitas.

Kekurangan dari laporan ini yaitu saat dilakukan implementasi, mahasiswa tidak
mengkaji terlebih dahulu skala nyeri yang dirasakan oleh penderita penyakit gout/asam urat
sehingga tidak diketahui berapa jumlah penurunan rasa nyeri yang dirasakan oleh penderita.

3.2 Lesson Learned


Dari laporan praktikum perawatan keluarga terhadap penderita penyakit gout/asam urat di
atas, kita bisa memahami bahwa kesehatan adalah suatu hal yang sangat penting. Dengan
keadaan yang sehat, kita bisa melakukan segala aktivitas tanpa adanya gangguan atau rasa sakit.
Oleh karena itu, dari laporan ini kita bisa belajar untuk selalu menjaga kesehatan tubuh kita.
Mulai dari hal kecil dengan mengubah gaya hidup seperti yang dijelaskan diatas, selain bisa
mencegah penyakit gout/asam urat, kita juga bisa terhindar dari berbagai penyakit.

18
Daftar Pustaka

http://www.digilib.stikesmuh-pkj.ac.id/e-skripsi/index.php?p=fstream-pdf&fid=353&bid=408

http://repository.unand.ac.id/20122/3/BAB%201.pdf

http://repository.maranatha.edu/2032/3/0610013_Chapter1.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31060/4/Chapter%20II.pdf

http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/555/556

19
LAMPIRAN
SATUAN ACARA PENGAJARAN

Pokok Bahasan : Mengatasi nyeri penyakit asam urat dengan teknik ROM

Sub Pokok Bahasan : Asam Urat

Sasaran : Keluarga Tn. Mm

Kriteria : Ny. Sa yang mengalami penyakit asam urat

Hari/ Tanggal : Sabtu, 21 Mei 2016

Waktu : Pukul 15.00-15.30 WIB

Tempat : Rumah Ny. Sa. Komp. Griya Prima Alam Asri No 2 blok D3,

Rancaekek

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti penyuluhan selama 1 x 30 menit keluarga


Ny. Sa mampu merawat diri dengan cara teknik ROM

Tujuan Instruksional Khusus :

Setelah mengikuti penyuluhan selama 1 x 30 menit Ny.Sa dan keluarga diharapkan dapat
menjelaskan tentang :

a) Menyebutkan pengertian asam urat.


b) Menjelaskan manfaat dari teknik ROM.
c) Menjelaskan tata cara teknik ROM yang benar.
d) Mempraktikkan cara teknik ROM yang benar.

Kisi – kisi materi :

a) Pengertian asam urat


b) Manfaat teknik ROM untuk asam urat
c) Tata cara teknik ROM

Materi : Dilampirkan

Alokasi Waktu : 30 menit

Strategi Instruksional : Ceramah dan Diskusi

Media : Video

Proses Belajar Mengajar

20
Kegiatan
Susunan
No Waktu Durasi Pemberi Metode Media
Acara Keluarga
Materi
1. 10.00 – 15’ Persiapan - - - -
10.15
2. 10.15 – 3’ Membuka Menjawab Tanya -
10.18 kegiatan dan salam jawab
memberi salam
kepada keluarga
10.18 – 2’ Pembukaan Memberikan Mendengarkan Ceramah -
10.20 inform consent dan
dan menyepakati
memaparkan
jadwal kegiatan
3. 10.20 – 5’ Menggali Menjelaskan Ceramah -
10.40 pengetahuan
keluarga tentang
asam rat.
5’ Menjelaskan Memperhatikan Ceramah -
pegertian asam
urat.
5’ Menjelaskan Memperhatikan Ceramah Video
Isi
tata cara teknik
ROM.
5’ Bersama-sama Mempraktekan -
dengan keluarga
mempraktekkan
cara teknik
ROM yang
benar.
4. 10.40 – 1’ Meminta Memberikan Diskusi -
10.45 peserta pertanyaan
memberikan
pertanyaan atas
penjelasan yang
tidak dipahami
1’ Mejawab Memperhatikan Diskusi -
Penutup pertanyaan yang
diajukan
1’ Menyimpulkan Berpasrtisipasi Diskusi -
diskusi
1’ Melakukan Menjawab Tanya -
evaluasi pertanyaan jawab
1’ Mengucap Menjawab Tanya -
salam salam jawab

21
KRITERIA EVALUASI :

Evaluasi Proses :

1. waktu yang direncanakan sesuai pelaksanaan


2. keluarga mampu menyimak dan mengerti dengan materi yang disampaikan
3. keluarga tidak meninggalkan kegiatan pendidikan kesehatan yang sedang berlangsung.
4. keluarga berperan aktif dalam kegiatan penyuluhan

Evaluasi Hasil :

1. Keluarga dapat menyebutkan pengertian asam urat


2. Keluarga dapat menyebutkan 3 manfaat teknik ROM
3. Keluarga dapat mempraktekan teknik ROM

Materi Pendidikan Kesehatan

a) Pengertian asam urat

Asam urat adalah produk akhir atau produk buangan yang dihasilkan dari
metabolisme/pemecahan purin. Asam urat sebenarnya merupakan antioksidan dari
manusia dan hewan, tetapi bila dalam jumlah berlebihan dalam darah akan mengalami
pengkristalan dan dapat menimbulkan gout. Asam urat mempunyai peran sebagai
antioksidan bila kadarnya tidak berlebihan dalam darah, namun bila kadarnya berlebih
asam urat akan berperan sebagai prooksidan (McCrudden Francis H. 2000).

b) Manfaat teknik ROM untuk asam urat

Manfaat olahraga pada lansia antara lain dapat memperpanjang usia, menyehatkan
jantung, otot, dan tulang, membuat lansia lebih mandiri, mencegah obesitas, mengurangi

22
kecemasan dan depresi, dan memperoleh kepercayaan diri yang lebih tinggi. Adapun
prinsip dari latihan fisik yang dilakukan pada lansia adalah membantu agar tubuh tetap
bergerak, meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah cedera, dan memberi kontak
psikologis. Penelitian yang dilakukan oleh Alan Gow, dari University of Edinburgh di
Skotlandia menjelaskan bahwa orang yang berusia tujuh-puluhan dan ikut dalam banyak
olah raga fisik termasuk berjalan kaki beberapa kali dalam satu pekan, memiliki sedikit
penyusutan otak dan tanda lain penuaan pada otak ketimbang mereka yang kurang aktif
secara fisik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Irwansyah (2011) yang
menjelaskan bahwa adanya pengaruh latihan rentang gerak terhadap lingkup gerak sendi
pada pasien pasca fraktur femur di RSU Muhammad Hoesin, Palembang.

Latihan fisik pada lansia yang dapat dilakukan adalah Range of Motion (ROM) yaitu
jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga
potongan tubuh, yaitu sagital, tranversal, dan frontal. Potongan sagital adalah garis yang
melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan.
Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian
depan dan belakang. Potongan tranversal adalah garis horizontal yang membagi tubuh
menjadi bagian atas dan bawah. Selain untuk menatasi keterbatasan gerak sendi, ROM
juga dapat meningkatkan kekuatan otot, yang berarti bahwa latihan gerakan sendi yang
memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakkan
masingmasing persendiaannya sesuai gerakan normal baik secara aktif maupun pasif
atau latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Pery, 2005). Penelitian yang
dilakukan oleh Utami (2003) menjelaskan bahwa adanya pengaruh latihan ROM aktif
terhadap kemampuan mobilisasi pada lansia dengan gangguan muskuloskeletal lebih
baik dari sebelum dilakukan latihan ROM aktif.

c) Jenis ROM
Jenis ROM terdiri dari dua jenis, ROM aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh pasien
dengan menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan motivasi, dan membimbing
pasien dalam melaksanakan gerakan sendiri secara mandiri dengan rentang gerak

23
normal. Kekuatan otot pasien 75%, hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot
serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif. Sendi yang digerakkan
pada ROM aktif adalah sendi di seluruh tubuh dari kepala sampai ujung kaki oleh klien
sendiri secaraaktif.

ROM pasif adalah energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang lain
(perawat) atau mekanik. Kekuatan otot 50%. Indikasi latihan ROM pasif adalah pasien
dengan keterbatasan mobilisasi , pasien tidak mampu melakukan beberapa atau semua
latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total dan pasien dengan
paralisis ekstremitas total (Suratun dkk, 2008), rentang ini berguna untuk menjaga
kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot pasien secara pasif.
Sendi yang digerakkan pada ROM secara pasif ini adalah seluruh persendian tubuh atau
hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara
mandiri (Pujiastuti, dkk, 2003).

d) Tata cara teknik ROM


I. Lutut
Tipe Sendi: Hinge
 Fleksi: Mengerakan tumit ke arah belakang paha, rentang 120-130°
 Ekstensi: Mengembalikan tungkai kelantai, rentang 120-130°

Gambar Lutut
II. Mata Kaki
Tipe Sendi: Hinge

24
 Dorsifleksi : Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke atas,
rentang 20-30°
 Plantarfleksi: Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke
bawah, rentang 45-50°

Gambar Mata kaki


III. Kaki
Tipe Sendi: Gliding
 Inversi: Memutar telapak kaki ke samping dalam, rentang 10°
 Eversi: Memutar telapak kaki ke samping luar, rentang 10°

Gambar Kaki
IV. Jari-jari Kaki
Tipe Sendi: Condyloid
 Fleksi: Menekukkan jari-jari kaki ke bawah, rentang 30-60°
 Ekstensi: Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-60°
 Abduksi: Menggerakan jari-jari kaki satu dengan yang lain, rentang 15°
 Adduksi: Merapatkan kembali bersama-sama, rentang 15

25
 Jurnal terkait Implementasi

Bachelor Science of Nursing Program

Institute of Health Science of Muhammadiyah

Pekajangan Pekalongan

July, 2013

ABSTRACT

Lukki Apriliana Jaya, Ratih Anjayani, Mokhamad Arifin, Rita Dwi Hartanti

The Effect of Range of Motion (ROM) to Muscle Strength in Patient with Gout in the
Work Territory of Community Health Center of Batang III Regency of Batang in 2013

xii, 70 pages, 6 tables, 2 schemes, 8 appendices

Gout caused the increase of uric acid in the blood, if it was not handled causing painful
inflammation which results in the hindrance of mobilization. One way of to handled hindrance of
mobilization is Range of Motion. This research aimed at finding out the effect of Range of
Motion (ROM) to muscle strength in patient with gout. This research was designed as pre
experimental with one group pretest and posttest approach without control group. Samples in this
research were 12 individuals. From the result of Paried T Test it was revealed that there was
effect in the strength of muscle in patient with gout before and after the intervention with Range
of Motion (ROM) in the work territory of Community Health Center of Batang III Regency of
Batang with ρ value 0.000 < 0.05. The researcher recommended that health care provider give
nursing care in the form of Range of Motion (ROM) to the patient with gout in order to recover
the patients’ muscle strength and reduce the hindrance of mobilization.

Key words : Gout, Range of Motion (ROM)

Bibliography : 35 books (2003-2011), 4 websites

26
PENDAHULUAN

World Health of Organization (WHO) menyatakan bahwa kesehatan tidak hanya meliputi
aspek medis, tetapi juga aspek mental dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas
dari penyakit, cacat dan kelemahan. Kesehatan secara kompleks sebagai keadaan sejahtera dari
badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Kesehatan merupakan suatu alat untuk hidup secara produktif (Maulana 2009, hh.4-5).

Status kesehatan menjadi indikator pembangunan kesehatan yang merupakan bagian dari
pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah. Pengertian sehat lebih mengutamakan
pada konsep sehat-produktif, yaitu sehat sebagai sarana atau alat untuk hidup sehari-hari secara
produktif. Upaya kesehatan harus diarahkan agar setiap penduduk dapat memiliki kesehatan
yang cukup dan dapat hidup produktif (Effendy & Makfudli 2009, h.3).

Salah satu penyakit yang saat ini mengganggu produktivitas masyarakat adalah asam urat
atau gout, yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat penumpukan asam urat (uric acid) dalam
tubuh secara berlebihan. Penyakit ini dapat mengakibatkan produksi asam urat meningkat yang
disebabkan meningkatnya asupan makanan kaya purin sehingga proses pembuangannya melalui
ginjal menurun. Gout sering diartikan sebagai encok atau rematik yang disebabkan gangguan
pada tulang dan sendi, namun sebenarnya Gout adalah penyakit yang disebabkan peningkatan
asam urat darah (Vitahealth 2005, h.1). Angka prevalensi gout di dunia secara global belum
tercatat, namun di Amerika Serikat angka prevalensi gout pada tahun 2010 sebanyak 807.552
orang (0,27%) dari 293.655.405 orang. Indonesia menempati peringkat pertama di Asia
Tenggara dengan angka prevalensi 655.745 orang (0,27%) dari 238.452.952 orang (Right
Diagnosis Statistik, 2010). Penderita asam urat sebagian besar termasuk dalam golongan usia
produktif yaitu usia 30-50 tahun dan 32% terjadi pada pria di bawah usia 34 tahun (Utami 2003,
h. 22). Nyeri yang disebabkan penyakit gout mengakibatkan gangguan gerak sehingga
menganggu aktivitas sehari-hari dan produktivitas kerja, tak jarang penderita mengalami depresi
karena kualitas dan produktivitasnya menurun drastis (Khomsan dan Harlinawati 2008, h.4).

Peningkatan angka prevalensi penyakit gout di Indonesia disebabkan konsumsi makanan


yang tinggi purin seperti kerang, udang, kepiting, kacang, melinjo, bayam, kangkung, daun
singkong, kacang-kacangan yang dikeringkan beserta olahannya (tahu, tempe, dan oncom),

27
asparagus, jeroan hewan, makanan yang diawetkan, dan tapai (Hembing, 2008, h.10). Penyakit
gout juga disebabkan minum beralkohol, kecapaian, stres, infeksi dan sumbatan pembuluh darah
(Yatim, 2006.h.34).

Penyakit gout dikatakan meningkat jika kadar asam urat di dalam darah lebih dari 7
mg/dl pada pria dan 6 mg/dl pada wanita. Kadar asam urat di dalam darah sangat bergantung
pada usia dan jenis kelamin (Misnadiarly 2007, h.9). Akibat kadar asam urat di dalam darah yang
tinggi, tubuh akan meresponnya dengan ditandai menggigil, denyut jantung cepat, badan lemah
dan jumlah sel darah putih meningkat (Yatim 2006, h. 35). Tanda tersebut pada awalnya akan
berlangsung selama beberapa hari dan setelah itu reda dalam beberapa bulan, hingga pada
akhirnya serangan gout akan menjadi lebih sering dan durasi waktunya menjadi lebih lama.
Serangan berikutnya menimbulkan rasa nyeri lebih hebat, rasa sakit lebih lama, frekuensi
serangan meningkat dan kesembuhan lebih pendek, disertai dengan bengkak dan kaku sendi
(Kahandar & Suhada, 2006, h.30).

Kaku sendi jika tidak diobati dengan baik, akan menyebabkan komplikasi yang lebih
berbahaya seperti persendian menjadi rusak sehingga pincang, peradangan tulang, batu ginjal
(kencing batu), gagal ginjal dan kerusakan ligamen dan tendon seperti penurunan kekuatan otot
(Vitahealth 2005, h.22). Kekuatan otot diukur menggunakan derajat kekuatan otot dengan cara
meminta pasien untuk menggerakkan bagian tubuh. Derajat kekuatan otot dapat dibagi sebagai
berikut (1) Derajat 0 yaitu paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot; (2)
Derajat 1 yaitu kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus otot yang dapat
diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakan sendi; (3) Derajat 2 yaitu otot hanya
mampu menggerakkan persendian tetapi kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi;
(4) Derajat 3 yaitu di samping dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh
gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan oleh pemeriksa, (5) Derajat 4 yaitu
kekuatan otot seperti derajat 3 disertai dengan kemampuan otot terhadap tahanan ringan; dan (5)
Derajat 5 yaitu kekuatan otot normal.

Penurunan kekuatan otot pada pasien gout menyebabkan gangguan mobilitas fisik yaitu
suatu keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh baik satu ataupun lebih pada ekstremitas secara
mandiri dan terarah (Nanda, 2012, h.304). Salah satu intervensi untuk mengatasi gangguan
mobilitas fisik antara lain range of motion (ROM) yaitu suatu gerakan yang dalam keadaan

28
normal dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan. Tujuan dilakukan ROM yaitu (1)
mempertahankan dan memelihara kekuatan otot; (2) memelihara mobilitas sendi; (3) merangsang
sirkulasi darah; (4) mencegah kelainan bentuk. ROM terdiri dari dua jenis yaitu ROM pasif yaitu
ROM yang dilakukan oleh pasien dengan bantuan perawat setiap gerakan dan ROM aktif yaitu
latihan ROM yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa bantuan perawat dari setiap gerakan yang
dilakukan (Suratun dkk 2008, hh.172-173).

Range of motion (ROM) atau rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang
dilakukan pada suatu sendi. ROM bisa dilakukan pada tiga potongan tubuh yaitu sagital, frontal
dan transversal. Pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena disabilitas, trauma dan penyakit
memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya mobilitas (Hidayat dan Uliyah 2005, 146-
147). Latihan gerak sendi tersebut dapat dilakukan secara adekuat pada sendi yang sakit,
sehingga mampu meningkatkan mobilitas fisik dan mengurangi resiko kelemahan otot pada
pasien gout (Suratun dkk, 2008, h.122).

Data Dinas Kesehatan Kabupaten Batang 2012 tercatat 118 kasus gout yaitu 32 kasus di
Puskesmas Batang I, 22 kasus di Puskesmas Batang II, 47 kasus di Puskesmas Batang III dan 18
kasus di Puskesmas Batang IV. Puskesmas Batang III merupakan Puskesmas dengan kasus
penyakit gout tertinggi. Kondisi geografis wilayah Puskesmas Batang III berada di daerah
pedesaan dan merupakan sentra industri kecil penghasil emping yang berkontribusi pada
peningkatan konsumsi masyarakat terhadap makanan dengan kadar purin yang tinggi seperti
daun dan buah melinjo dalam sayur yang diolah menjadi lauk sehari-hari. Keadaan ini
menyebabkan angka prevalensi penyakit gout di Kabupaten Batang tinggi. Penderita gout
mengalami keluhan atau gejala seperti nyeri sendi dan kekakuan otot yang mengganggu
aktivitas. Salah satu upaya yang telah dilakukan penderita gout untuk mengurangi rasa sakit
nyeri adalah dengan berjalan kaki ringan di pagi hari.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Range of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot pada Pasien Gout di Wilayah
Puskesmas Batang III Kabupaten Batang Tahun 2013”.

29
TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh Range of Motion (ROM) terhadap
kekuatan otot pada pasien gout di Wilayah Puskesmas Batang III Kabupaten Batang Tahun 2013.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian menggunakan pra-eksperimen (pre-experiment designs) yaitu suatu


kegiatan yang dilakukan sebelum adanya percobaan yang berupa perlakuan terhadap suatu
variabel dan perlakuan tersebut diharapkan terjadi perubahan atau pengaruh terhadap variabel
yang lain (Notoatmodjo 2005, h.162). Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan teknik one group pretest and postest without control group yaitu
mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek.
Kelompok subjek diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam 2003, h.85).

Populasi penelitian adalah seluruh pasien gout di wilayah Puskesmas Batang III
Kabupaten Batang sebanyak 47 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive
sampling. Polli & Beck (2009, h. 312) didasarkan pada keyakinan bahwa pengetahuan peneliti
tentang populasi dapat digunakan untuk memilih anggota sampel. Peneliti mungkin menetapkan
untuk memilih sampel yang dinilai menjadi khas dari populasi atau sebagian dari tema tentang
isu-isu yang diteliti. Pengambilan sampel dalam penelitian ini didasarkan pada kekuatan otot,
jadi hanya pasien gout yang mengalami gangguan kekuatan otot dengan kadar asam urat yang
tinggi.

Penelitian dilakukan di wilayah Puskemas Batang III Kabupaten Batang. Penelitian


dilakukan sesuai dengan jadwal penelitian (terlampir).

Penelitian ini menggunakan instrumen prosedur pemeriksaan derajat kekuatan otot


dengan ketentuan sebagai berikut: Derajat 0 yaitu Paralisis total / tidak ditemukan adanya
kontraksi pada otot. Derajat 1 yaitu kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari
tonus otot yang dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakan sendi. Derajat 2
yaitu otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi kekuatannya tidak dapat melawan
pengaruh gravitasi. Derajat 3 yaitu di samping dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat
melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan oleh pemeriksa.

30
Derajat 4 yaitu kekuatan otot seperti derajat 3 disertai dengan kemampuan otot terhadap terhadap
tahanan ringan. Derajat 5 yaitu kekuatan otot normal.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada pasien gout menunjukkan perubahan kekuatan otot setelah dilakukan intervensi
Range of Motion (ROM). Pada hari kedua terdapat 5 responden (33,3%) yang telah mengalami
perubahan derajat kekuatan otot, sedangkan hari ketiga terdapat 10 responden (66,6%) yang
mengalami perubahan derajat kekuatan otot. Pada hari keempat terdapat 1 orang (6,6%) yang
mengalami peningkatan kekuatan otot, hari kelima terdapat 8 orang (53,3%) yang mengalami
peningkatan kekuatan otot, sedangkan pada hari terakhir intervensi diketahui semua (100%)
responden sudah mengalami perubahan kekuatan otot.

Dari hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa responden mengalami peningkatan
kekuatan otot sesudah dilakukan Range of Motion yaitu dari rata-rata kekuatan otot responden
sebelum dilakukan Range of Motion sebesar 2,07 menjadi 3,13. Hasil ini menunjukkan bahwa
ROM dapat meningkatkan kekuatan otot. Hal ini sesuai dengan Suratun dkk (2008, h.172) yang
menyatakan bahwa tujuan Range of Motion (ROM) adalah mempertahankan atau memelihara
kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian, merangsang sirkulasi darah dan mencegah
kelainan bentuk. Dari hasil penelitian bahwa Range of Motion (ROM) juga dapat menurunkan
nyeri pada pasien gout.

Hasil penelitian diperoleh ρ value sebesar 0,001 < 0,05, dapat disimpulkan ada pengaruh
kekuatan otot pada pasien gout sebelum dan sesudah dilakukan Range of Motion (ROM) di
Wilayah Puskesmas Batang III Kabupaten Batang.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Batang III Kabupaten
Batang didapatkan hasil simpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan diketahui yang tidak bekerja sebesar 41,7%,
pedagang sebesar 41,7% dan pekerja swasta sebesar 16,6%.

2. Kekuatan otot sebelum diberikan intervensi Range of Motion (ROM) diketahui rata-rata: 2,00.

31
3. Kekuatan otot sesudah diberikan intervensi Range of Motion (ROM) diketahui rata-rata: 3,00.

4. Ada pengaruh kekuatan otot pada pasien gout sebelum dan sesudah dilakukan Range of
Motion (ROM) di Wilayah Puskesmas Batang III Kabupaten Batang.

SARAN

1. Bagi profesi keperawatan

Hasil penelitian ini sebaiknya dapat dijadikan sebagai rujukan bagi perawat untuk
memberikan asuhan keperawatan berupa Range of Motion (ROM) pada pasien gout
memulihkan kekuatan otot pada pasien gout dan mengurangi gangguan mobilisasi pasien
gout.

32
Dokumentasi

(Kamis, 19 Mei 2016) - Pengkajian

(Sabtu, 21 Mei 2016) - Implementasi

33
(Jumat, 27 Mei 2016) - Evaluasi

(Dok. bagian ekstremitas bawah yang memar)

34

Anda mungkin juga menyukai