Manusia = makhluk ssosial = tidak dapat hidup sendiri = harus berinteraksi dengan yg lain.
Artinya: “Jibril senantiasa bewasiat kepadaku agar memuliakan (berbuat baik) kepada
tetangga, sampai-sampai aku mengira seseorang akan menjadi ahli waris tetangganya”
(HR. Al Bukhari no.6014).
Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia
memuliakan tetangganya” (Muttafaq ‘alaih).
Berkata Al-Hafizh (yang artinya): “Syaikh Abu Muhammad bin Abi Jamrah mengatakan, ‘Dan
terlaksananya wasiat berbuat baik kepada tetangga dengan menyampaikan beberapa bentuk
perbuatan baik kepadanya sesuai dengan kemampuan. Seperti hadiah, salam, wajah yang berseri-
seri ketika bertemu, memperhatikan keadaannya, membantunya dalam hal yang ia butuhkan dan
selainnya, serta menahan sesuatu yang bisa mengganggunya dengan berbagai macam cara, baik
secara hissiyyah (terlihat) atau maknawi (tidak terlihat).’” (Fathul Baari: X/456).
Kata tetangga mencangkup tetangga yang muslim dan juga yang kafir, ahli ibadah dan orang fasik,
teman dan lawan, orang asing dan penduduk asli, yang memberi manfaat dan yang memberi
mudharat, kerabat dekat dan bukan kerabat dekat, rumah yang paling dekat dan paling jauh.
Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam al-Fath (X/456).
Diantara hak tetangga yang harus kita pelihara adalah menjaga harta dan kehormatan mereka
dari tangan orang jahat baik saat mereka tidak di rumah maupun di rumah, memberi bantuan
kepada mereka yang membutuhkan, serta memalingkan mata dari keluarga mereka yang
wanita dan merahasiakan aib mereka.
Adapun tetangga paling dekat memiliki hak-hak yang tidak dimiliki oleh tetangga jauh. Hal
ini dikutip dari pertanyaan ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku bertanya,
‘Wahai Rasulullah, aku memiliki dua tetangga, manakah yang aku beri hadiah?’ Nabi
menjawab,
‘Yang pintunya paling dekat dengan rumahmu’” (HR. Bukhari (no.6020); Ahmad
(no.24895); dan Abu Dawud (no.5155)).
KetikaَRasulullahَshallallahuَ‘alaihiَwassallamَmemerintahkanَhalَtersebut,َdiketahuiَbahwaَ
hak tetangga yang paling dekat lebih didahulukan daripada hak tetangga yang jauh. Diantara
hikmahnya adalah tetangga dekatlah yang melihat hadiah tersebut atau apa saja yang ada di
dalam rumahnya, dan bisa jadi menginginkannya. Lain halnya dengan tetangga jauh. Selain
itu, sesungguhnya tetangga yang dekat lebih cepat memberi pertolongan ketika terjadi
perkara-perkara penting, terlebih lagi pada waktu-waktu lalai. Demikian penjelasan Al Hafizh
dalam Fathul Baari (X/361).
Seperti mengeraskan suara radio atau TV, melempari halaman mereka dengan kotoran, atau
menutupi jalan bagi mereka. Seorang mukmin tidak dihalalkan mengganggu tetangganya
dengan berbagai macam gangguan.
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan adanya larangan dan sikap tegas
bagiَ seseorangَ yangَ menggangguَ tetangganya.َ Rasulullahَ shallallahuَ ‘alahiَ wassalamَ
menggandengkan antara iman kepada Allah dan hari Akhir, menunjukkan besarnya bahaya
mengganggu tetangga. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,
Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka janganlah dia
mengganggu tetangganya’”(HR. Bukhari (no.1609); Muslim (no.2463); dan lafazh
hadits ini menurut riwayat beliau, Ahmad (no.7236); at-Tirmidzi (no.1353); Abu
Dawud (no.3634); Ibnu Majah (no.2335); dan Malik (no.1462)).
Dan dalam Hadits lainnya, Abu Syuraih radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,
Artinya: “Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak
beriman. “Sahabat bertanya, “Siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yang
tetangganya tidak aman dari keburukannya” (HR. Bukhari (no.6016)).
Dalam riwayat Abu Hurairah disebutkan bahwa shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:
Sudahَ seharusnyaَ kitaَ mengajakَ merekaَ agarَ berbuatَ yangَ ma’rufَ danَ mencegahَ yangَ
mungkar dengan bijaksana (hikmah) dan nasehat baik, tanpa maksud menjatuhkan atau
menjelek-jelekan mereka. Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Tamim bin
Aus Ad Dari radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wassallam bersabda,
“Agama itu nasehat.” Kami (para shahabat) bertanya, “Untuk siapa wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab,
Artinya: “Untuk Allah, Kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan seluruh
kaum muslimin” (HR. Muslim (no.55); Ahmad (no.16493); an-Nasa’I (no.4197); dan
Abu Dawud (no.4944)).
Dan nasehat untuk seluruh kaum muslimin adalah termasuk tetangga kita. Tujuannya untuk
memberikan kebaikan kepada mereka, termasuk mengajarkan dan memeperkenalkan kepada
mereka perkara yang wajib, serta menunjukkan mereka kepada al-haq (kebenaran). Hal ini
dijelaskan dalam Kasyful Musykil mim Hadits ash-Shahihain karya Ibnul Jauzi (IV/219).
Rasulullah shallallahu ‘alahi wassalam bersabda kepada Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu,
َ يَا أَبَا ذَ ٍّر إِذَا َطبَ ْختَ َم َرقَة َفأ َ ْكثِ ْر َما َء َها َوتَعَا َه ْد ِج
َيرانَك
Artinya: “Wahai Abu Dzar, apabila kamu memasak sayur (daging kuah) maka
perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu” (HR. Muslim). Adapun tetangga yang
pintunya lebih dekat dari rumah kita agar lebih didahulukan untuk diberi.
Kita jenguk tetangga kita apabila ia sedang sakit, kita tanyakan kehadirannya apabila ia tidak
ada, bersikap baik apabila kita menjumpainya, dan hendaknya sesekali kita undang mereka
untuk datang ke rumah kita. Hal-hal seperti itu mudah membuat hati mereka luluh dan akan
menimbulkan rasa kasih sayang kepada kita. Karena sebaik-baik manusia adalah yang
akhlaknya paling baik. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam dan
beliaulah manusia yang memiliki akhlak paling terpuji, “Sebaik-baik kalian adalah yang
paling baik akhlaknya” (HR. Bukhari (no.6035); Ahmad (no.6468); dan at-Tirmidzi
(no.1975)).
Hendaknya kita tidak mencari-cari kesalahan tetangga kita. Jangan pula bahagia apabila
mereka keliru, bahkan seharusnya kita tidak memandang kekeliruan dan kealpaan mereka.
Sabar Atas Perilaku Kurang Baik Mereka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabdaَ (yangَ artinya):َ “Ada tiga kelompok
manusia yang dicintai Allah, … Disebutkan diantaranya: “Seseorang yang mempunyai
tetangga, ia selalu disakiti (diganggu) oleh tetangganya, namun ia sabar atas gangguannya
itu hingga keduanya dipisah boleh kematian atau keberangkatannya”َ (HR.َ Ahmad dan
dishahihkan oleh Al-Albani).
Ketika kita berinteraksi dengan manusia, pasti ada suatu kekurangan atau perlakuan yang
kurang baik dari sebagian mereka kepada sebagian yang lainnya, baik dengan perkataan
maupun perbuatan. Maka orang yang terzhalimi disunnahkan menahan marah dan
memaafkan orang yang menzhaliminya. Allah Ta’ala berfirman,
َ ش َو ِإذَا َما
َغ ِضبُوا ُه ْم يَ ْغ ِف ُرون ِ اْلثْ ِم َوا ْل َف َو
َ اح ِ ْ َوا هل ِذينَ يَجْ تَنِبُونَ َك َبائِ َر
Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-
perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf” (QS. Asy-Syuura: 37).
ْ َُّّللاَُي ُِحب
َََال ُمحْ سِ نِين َو ه ِ َو ْالعَافِينَ َ َع ِنَالنه
َ اس َ ظ ْ ََاظ ِمين
َ َالغَ ْي ِ َو ْالك
Firman Allah “Dan orang-orang yang menahan amarahnya” yaitu apabila mereka
diganggu oleh orang lain sehingga mereka marah dan hati mereka penuh dengan kekesalan
yang mengharuskan mereka membalasnya dengan perkataan dan perbuatan, akan tetapi
merekaَ tidakَ mengamalkanَ konsekuensiَ tabi’atَ manusiaَ tersebutَ (tidakَ membalasnya).َ
Bahkan mereka menahan amarah lalu bersabar dan tidak membalas orang yang berbuat jahat
kepadanya.َWallahuَmusta’an
Muraja’ah:َUstadzَAmmiَNurَBaits
Referensi: Adab bertetangga