Anda di halaman 1dari 52

Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

1
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

PERTANIAN-UMMI
Jurnal Ilmiah Pertanian dan Perikanan

2
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

SUSUNAN PENGURUS

Pelindung:
Rektor Universitas Muhammadiyah Sukabumi

Penanggung Jawab:
Dekan Fakultas Pertanian

Pemimpin Redaksi:
Pelita Octorina, S.Pi., M.Si.

Wakil Pemimpin Redaksi:


Endang Tri Astuti, SP., M.P.

Mitra Bestari :
Prof. Dr. Ir. Yogi. W.S
Prof. Dr. Ir. Sudrajati Ratnaningtyas, M.P.
Dr. Ir. Niken Tunjung Murti Pratiwi, M.Si.
Dr. Ir Yulfiperius, M.Si.

Dewan Redaksi:
Reni Sukmawani,SP., M.P.
Emma Hilma, SP., M.P.
Amalia Nurmilla, SP., M.P.
Ujang Dindin, S.Pi., M.Si.

Sekretariat:
Fakultas Pertanian-Universitas Muhammadiyah Sukabumi
Alamat Redaksi: Jl.R.Syamsyudin, S.H No.50 Kota Sukabumi 43113 Jawa Barat
Telp. (0266) 218 345, Fax : (0266) 218 342. Email: jpertanian.ummi@yahoo.com

Sirkulasi dan Distribusi:


Sri Lidianti, S.P.
Wentikasari, S.E.
Yogi Satia, S.Pi.

Desain Sampul:
Pelita Octorina, S.Pi., M.Si.

Edisi ke-1
Jurnal Ilmiah PERTANIAN-UMMI merupakan wadah komunikasi untuk civitas
akademika dan masyarakat ilmiah Fakultas Pertanian yang membuat hasil penelitian
kampus, tulisan tentang konsep/proposal orisinal dan belum pernah dimuat pada
jurnal lain. Redaksi menerima sumbangan tulisan dari pihak lain. Jurnal ini
diterbitkan setahun dua kali pada agustus dan februari

3
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

KATA PENGANTAR

Bismillaahirohmanirrohiim

Alhamdullilahirobbil’aalamiin. Akhirnya jurnal PERTANIAN-UMMI ini terbit.


Kebutuhan akan ruang publikasi hasil-hasil penelitian dari para praktisi pendidikan
diperguruan tinggi semakin nyata. Seiring kesadaran bahwa penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat yang dilakukan perlu dipublikasikan pada media yang seharusnya.

Jurnal PERTANIAN-UMMI yang diterbitkan oleh Fakultas Pertanian Universitas


Muhammadiyah Sukabumi ini bertujuan untuk menjadi wahana yang dapat dipergunakan
oleh para dosen maupun prakrisi pertanian untuk mempublikasikan karya ilmiahnya dalam
ruang lingkup pertanian dan perikanan. Harapannya keberadaan jurnal ini mampu
meningkatan gairah para dosen dan praktisi pertanian untuk terus melakukan penelitian
dan pengabdian masyarakat kemudian menutup rangkaian kegiatan tersebut dengan
publikasi ilmiah. Semoga Jurnal Pertanian-UMMI ini dapat terbit secara berkelanjutan
untuk memberikan kontribusi dalam khazanah keilmuan pertanian dan perikanan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Sukabumi, Agustus 2011

Redaksi

4
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

DAFTAR ISI

Daftar Isi...................................................................................................................... iv

Petunjuk Penulisan Naskah ......................................................................................... v

1. Analisa Usaha Tani Mawar Potong: Studi Kasus Di Desa Cibodas Kabupaten
Cianjur
Oleh : Ina Herlina Kurniawati ........................................................................ 1

2. Peningkatan Oksigen Terlarut dengan Metode ” Aerasi Hipolimnion”


di Daerah Karamba Jaring Apung Danau Lido
Oleh : Juli Nursandi, Enan M. Adiwilaga, dan Niken T.M. Pratiwi .............. 6

3. Morfometrik Kerang Anadara granosa dan Anadara antiquata pada


Wilayah yang Tereksploitasi Di Teluk Lada Perairan Selat Sunda.
Oleh : Ratna Komala, Fredinan Yulianda, Djamar T.F Lumbanbatu
dan Israjad Setyobudiandi .............................................................................. 14

4. Kondisi Biolimnologi Kolong bekas Galian Pasir Cimangkok Kabupaten


Sukabumi dan Kesesuaian Bagi Kegiatan Perikanan.
Oleh : Pelita Octorina ..................................................................................... 19

5. Distribusi Spasial dan Kondisi Lingkungan Perairan Ikan Endemik Rasbora


tawarensi (Weber dan de Beaufort 1961) Di Danau Laut Tawar,
Aceh Tengah
Oleh : Iwan Hasri, M, Mukhlis Kamal, Zairion ............................................. 26

6. Aspek Biologi Ikan Layang Deles (Decapterus macrosoma)


di Perairan Banda Neira, Maluku.
Oleh : Budiono Senen, Sulistiono, dan Ismudi Muchsin ............................... 34

7. Distribusi Spasial Udang Mantis Harpiosquilla raphidea dan Oratosquillina


graviera di Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi.
Oleh : Ali Hasri dan Yusli Wardiatno ............................................................ 41

5
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

PETUNJUK PENULISAN NASKAH

1. Pemasukan Naskah : naskah yang diterima adalah naskah dengan topik sesuai
dengan latar belakang keilmuan yakni pertanian dan perikanan. Naskah berisikan
hal penelitian/kajian rekayasa/uraian ilmiah yang bercirikan pemikiran inovatif,
efisisen, dan efektif sesuai dengan bidang ilmu.
2. Naskah dikirim dalam bentuk soft copy, dengan menggunakan program microsoft
word, dialamatkan ke : Sekretariat Jurnal Ilmiah PERTANIAN-UMMI, Jl. R,
Syamsudin S.H No 50, Kota. Sukabumi 43113, Jawa Barat., Telp (0266) 218345,
Fax : (0266) 218342, atau dikirim melalui e-mail dalam format microsoft word ke
alamat: jpertanian.ummi@yahoo.co.id

3. Naskah :
a. Bahasa yang dipergunakan adalah Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris.
Untuk penulisan abstrak mengunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa
Inggris.
b. Format penulisan : judul (12 pt) dan abstrak pada satu kolom, spasi 1 baris.
Jumlah kata-kata abstrak maksimum 200 kata dilengkapi kata kunci
c. Format penulisan naskah : Isi naskah mengunakan huruf Times New
Romans 12 pt spasi 1 dalam kolom. Isi naskah minimal 8 s.d 10 halaman.
Ukuran halaman A4 dengan margin 3 3 2 2 cm (kiri atas kanan bawah)
d. Naskah belum dipublikasikan
e. Bagian akhir naskah dituliskan daftar riwayat hidup penulis, alamat
lengkapi, email dan nomor telepon.
f. Naskah yang dimuat setelah melalui review dari komisi penyunting dan
mitra bestari.
g. Ketikan/cetakan hanya pada satu sisi kertas, tidak timbal-balik. Ketikan
berisi urutan : halaman Judul, abstrak, teks/naskah (untuk laporan hasil
penelitian : Pendahuluan, Metoda/Teori, diskusi, kesimpulan/hasil, catatan
dan daftar pustaka. Gambar dan Tabel diberi keterangan serta
mencantumkan sumbernya)
h. Naskah yang dikirim dan tidak dimuat menjadi hak redaksi
i. Pengiriman naskah dari sidang pembaca selambat-lambatnya harus diterima
dewan redaksi 2 (dua) bulan sebelum terbitan bekerja

4. Kontak Person
Untuk memudahkan kontak dalam Jurnal Ilmiah PERTANIAN-UMMI inni :

a. Urusan Pengelolaan dan Penyerahan Naskah dapat menghubungi:


Sdr. Pelita Octorina dan Endang Tri

b. Urusan Sirkulasi, Distribusi dan Marketing dapat menghubungi:


Sdr. Sri Lidianti dan Yogie Satia

6
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

ANALISA USAHATANI MAWAR POTONG


(Studi Kasus di Desa Cibodas, Kabupaten Cianjur)

Ina Herlina Kurniawati

Abstract : The research analyzes the system of rose-cut farm in the research area. The purpose
is in order to know the steps to be taken to increase the system of rose-cut farm in the research
2
area. The results is taken from the analyzes of rose-cut farm in the land of area 5.000 m with
the plant spacing 20 cm x 50 cm. it manages in the green house and it shows the income value.
The amount is Rp. 12.308.125,00, for one period in plant season. In the other side, the results is
taken from the parameter calculation of proper effort that consist of the Revenue Cost Ratio, Net
Present Value and Benefit Cost Ratio. Those are shown, the value is bigger than one or positive
value. It means that the production activity of rose-cut farm is run by the farmers, for instance is in
the research area as financial it still gives a lot of advantages.

PENDAHULUAN Indonesia yang relative baru dan cukup


Mawar merupakan salah satu potensial untuk dikembangkan sebagai
tumbuhan berbunga yang boleh dikatakan daerah pengembangan mawar potong.
paling dikenal dan disukai orang sebagai Akan tetapi yang perlu diperhatikan dalam
penghias taman, tanaman rumah dan pengembangan komoditas ini adalah
sebagai bunga potong. Mawar juga popular masalah system usahataninya.
dengan sebutan bunga ros atau rose (dibaca Sistem usahatani yang efisien akan
roos). Mawar sudah dibudidayakan oleh sangat menunjang pengembangan suatu
manusia sejak berabad-abad yang lalu. komoditas. Sistem usahatani yang tidak
Mawar temasuk salah satu jenis bunga optimal akan menyebabkan pendapatan
potong terpentinh di dunia. Memiliki kelas usahataninya rendah.
yang paling tinggi serta pengagum yang Tujuan
paling banyak dibandingkan dengan Penelitian ini menganalisa system
tanaman bunga lainnya. Negara produsen usahatani mawar potong di Desa Cibodas
bunga potong di dunia antara lain adalah dengan tujuan agar diketahui langkah-
Belanda. Diantara 10 jenis bunga potong langkah yang perlu diambil untuk
komersial Belanda, mawar menempati meningkatkan efisiensi system usahatani
urutan pertama. mawar potong di Desa Cibodas.
Pasar potensial bunga potong yang KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS
berdaya serap tinggi diantaranya adalah Menurut Rifai dalam
Jerman, Prancis, Inggris, Italia, Swiss, Tjakrawiralaksana (1983) dan Soekartawi et
Australia, Amerika Serikat, Swedia, al (1986), usahatani merupakan suatu
Denmark, Jepang dan masih banyak Negara bentuk usaha di bidang pertanian, dimana
lainnya. Fenomena ini menunjukkan pihak pengelola sebagai pelaku usaha selalu
Indonesia berpeluang mengembangkan berusaha untukmencapai keuntungan yang
usahatani mawar dengan pola agribisnis, maksimal, dengan cara mengorganisasikan
baik untuk memenuhi kebutuhan pasar factor alam, kerja dan modal. Selanjutnya
dalam negeri maupun untuk ekspor ke pasar Hernanto (1988) menggolongkan alam, kerja
internasional. Kecuali itu peluang pasar dan modal ke dalam istilah factor produksi
mawar potong didalam negeripun cenderung usahatani.
meningkat. Permintaan bunga potong di Dengan kata lain petani melakukan
Jakarta misalnya, meningkat rata-rata 10% usahataninya sebagai suatu kegiatan
per tahun. Pada tahun 1991 nilai produksi di lapangan pertanian dengan
perdagangan bunga potong di DKI Jakarta tujuan memperoleh pendapatan yang
mencapai 1 milyar per bulan. maksimal. Bentuk dan jumlah pendapatan
Cukup banyak sentra-sentra iniberfungsi selain untuk melanjutkan
produksi tanaman mawar, yang terkenal kegiatan usahanya juga untuk memenuhi
seperti sentra mawar Batu, Malang, jawa kebutuhan anggota keluarganya.
Timur. Juga dataran tinggi Jawa Barat Banyak factor yang mempengaruhi
seperti Sukabumi, Cipanas/Cianjur dan pendapatan petani. Diantaranya intensitas
lembang. Terdapat juga di kawasan Jakarta, pennggunaan teknologi, luas garapan, status
Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabotabek). penguasaan lahan, keadaan irigasi.
Kabupaten Cianjur, Kecamatan Pendapatan usahatani aadalah
Pacet Cipanas, Desa Cibodas adalah salah selisih dari nilai-nilai penerimaan dengan
satu daerah penghasil mawar potong di biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain

7
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

pendapatan usahatani dihitung dari selisih Desa Cibodas yang merupakan sentra
antara penerimaan tunai usahatani dengan produksi mawar potong di dataran tinggi
pengeluaran tunai usahatani. Penerimaan Jawa Barat .
usahatani didefinisikan sebagai nilai uang Metode Pengambilan Contoh
yang diterima dari penjualan produk Pengambilan contoh
usahatani. Pengeluaran usahatani potani/responden dilakukan secara acak
didefinisikan sebagai jumlah biaya yang sederhana pada lokasi penelitian terpilih.
dikeluarkan untuk pembelian dan jasa Metode Pengumpulan Data
usahatani. Data yang digunakan adalah data
Suharjo dan Patong (1973) primer dan data sekunder. Data primer
menyatakan pendapatan selain diukur dikumpulkan melalui wawancara terhadap
dengan nilai mutlak juga dianalisa responden/petani dan “key informans”
efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi dengan sejumlah pertanyaan yang
adalah penerimaan untuk tiap rupiah yang dipersiapkan dalam bentuk kuesioner
dikeluarkan (Revenue Cost Ratio). terstruktur dan terbuka, dan
Perbedaan antara analisa keuntungan pengamatan/peninjauan di lapangan.
dengan analisa R/C ratio yaitu analisa Data sekunder diperoleh dari
keuntungan digunakan untuk mengetahui monografi desa/kecamatan,kantor statistic
pendapatan yang diperoleh masing-masing dan lembaga/instansi terkait lainnya dan
petani dari hasil usahataninya, sedangkan berbagai hasil kepustakaanj/ hasil penelitian
R/C ratio digunakan untuk melihat yang tersedia.
keuntungan relatif dari suatu cabang Metode Analisa
ushatani dengan usahatani lain berdasarkan Suatu sistem usahatani yang optimal
perhitungan finansial. Dalam analisa R/C akan memberikan keuntungan yang layak
ratio akan diuji seberapa besar nilai rupiah bagi petaninya. Untuk menkaji tingkat
yang dipakai dalam kegiatan cabang kelayakan ushatani digunakan anal tingkat
usahatani bersangkutan dapat memberikan kelayakan ushatani digunakan analisa
sejumlah nilai penerimaan sebagai financial yang mencakup perhitungan
manfaatnya. pendapatan, Return Cost Ratio (RCR), Net
Analisa Manfaat Tambahan Biaya Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio
(Benefit Cost Ratio atau B/C Ratio) (BCR) dan Internal Rate of Return (IRR)
digunakan untuk membandingkan berapa Untuk melihat tingkat pendapatan
besar tambahan manfaat (dalam bentuk usahatani mawar potong di desa penelitian,
penerimaan rupiah) yang dapat diperoleh dalam penelitian ini didekati dengan
dari setiap tambahan penggunaan satu berbagai konsep dan pengukuran:
rupiah biaya. Falsafah dari analisa ini a) Konsep Pendapatan yang
adalah menguji kemungkinan penggunaan digunakan adalah Return to Owned
kesempatan ekonomi yang paling baik bagi Resources dimana biaya yang ber-
investasi modal. Sehingga dapat diperoleh asal dari resource yang dimillki
kesimpulan kegiatan usaha yang mana yang petani tidak diperhitungkan
dapat memberikan keuntungann yang yang
paling besar (Tjakrawiralaksana, 1983). b) Untuk menghitung pendapatan
Menurut Soekartawi (1986), Net usahatani mawar potong diperoleh
Present Value (NPV) atau nilai bersih dari perhitungan (1) hasil fisik yang
sekarang suatu ushatani merupakan ukuran dicapai, (2) input yang digunakan,
yang menggambarkan kemampuan suatu (3) harga per unit produk, (4) harga
ushatani tersebut. Bila NVP bernilai positif, per unit input. Secara matematik
maka ushatani tersebut dapat dikatakan perhitungan tersebut ditulis sebagai
menguntungkan. Sebaliknya kalau negative, berikut:
dapat diartikan bahwa usahatani tersebut n
tidak menguntungkan. Dengan kata lain nilai I = Hy . Y - ∑ Hxi . Xi ………..
NPV bernilai positif maka usahatani tersebut (1) i=1
dikatakan layak secara finansial. dimana:
I = Pendapatan usahatani
METODOLOGI PENELITIAN Y = Jumlah produksi (output)
Lokasi Penelitian yang
dihasilkan
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan Hxi = Harga faktor produksi xi per
dengan metode purposive. Daerah yang unit
terpilih adalah Kecamatan Pacet Cipanas,

8
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

Xi = Jumlah faktor produksi xi suatu usahatani seperti halnya NPV.


yang Jika B/C ratio bernilai positif maka
digunakan usahatani tersebut layak secara
I = 1, 2, 3, . . . .n financial/ ekonomis. Secara
matematik konsep BCR dirumuskan
c) Untuk menghitung tingkat efisiensi sebagai berikut :
dan usahatani mawar potong
dilakukan analisa nilai imbangan
antara penerimaan dengan besarnya n
biaya (R/C ratio). Secara matematik ∑ Bt / (1 + r)t
konsep R/C ratio dirumuskan t=0 …….. (4)
sebagai berikut : BCR =
n
RCR = R / C ……………. (2) ∑ Ct / (1 + r)t
t=0
dimana : dimana :
RCR = Return Cost Ratio Bt = manfaat yang diperoleh tiap
R = Return (Penerimaan) tahun
C = Cost (Biaya/pengeluaran) Ct = biaya yang dikeluarkan tiap
tahun
t = 1, 2, 3, …………, n
Dalam analisa pendapatan n = jumlah tahun
dan RCR, yang dimaksud dengan i = tingkat bunga modal
penerimaan (return) adalah hasil kali
produksidengan harga yang diterima HASIL DAN PEMBAHASAN
petani, sedangkan yang dimaksud Petani bunga mawar potong di lokasi
dengan pengeluaran (cost) adalah penelitian menggunakan system tanam
semua pengeluaran dalam proses dalam bangunan plastik atau green house.
produksi kecuali sewa tanah, upah Adapun luas lahan digunakan sebesar
tenaga kerja keluarga dan jasa 2
5.000 m dengan jarak tanam 20 cm x 50
petani sebagai manajer. cm. Periode produksi rata-rata 6 sampai 8
bulan per musim.
d) Net Present Value (NSP) atau nilai Dari data ekonomis usahatani
bersih sekarang suatu usahatani mawar potong Petani Bunga di Desa
merupakan ukuran yang Cibodas, Kecamatan Pacet-Cipnas pada
menggambarkan kemampuan suatu tahun 2005 diperoleh hasil analisa usahatani
usahatani. Bila NPV bernilai positif, mawar potong seperti yang disajikan pada
maka usahatani tersebut dapat Tabel 2.
dikatakan menguntungkan. Analisa Pendapatan Usahatani Mawar
Sebaliknya kalau negatif, dapat Potong
diartikan bahwa usahatani tersebut Kegiatan produksi di dalam setiap
tidak menguntungkan. Semakin usahatani dapat dikatakan suatu perusahaan
tinggi nilai NPV dari suatu usahatani dimana factor biaya (cost) dan pendapatan
maka semakin menguntungkan (revenue) menjadi pusat perhatian.
usahatani tersebut. Secara (Kasryno, 1970).
matematik konsep NPV dirumuskan Analisa biya dan pendapatan dalam
sebagai berikut : usahatani digunakan untuk melihat
n Bt - Ct keuntungan yang diperoleh dalam usahatani
NPV = ∑ ----------- ………. tersebut. Bagi petani hal ini penting untuk
(3) mengambil keputusan sehubungan dengan
t=0 ( 1 + r )t usahataninya.
Konsep pendapatan yang digunakan
untuk analisa ini adalah Return to Owned
Dengan kata lain nilai NPV bernilai
Resourcess dimana biaya yang berasal dari
positif maka usahatani tersebut
resourse yang dimiliki petani tidak
dikatakan layak secara
diperhitungkan.
financial/ekonomis.
Biaya Usahatani
Komponen biaya yang akan
e) Benefit Cost Ratio (BCR) atau B/C
dianalisa didasarkan atas biaya tunai.
ratio merupakan ukuran kelayakan
Komponen biaya tersebut meliputi biaya

9
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

untuk sarana produksi (bibit, pupuk dan Tabel 1. Biaya Usahatani Mawar Potong
obat-obatan), biaya tenaga kerja luar Petani Bunga di Desa Cibodas, Kecamatan
keluarga (nilai tenaga kerja yang diupah) Pacet-Cipanas, 2005.
serta biaya sewa alat-alat pertanian. No. Uraian Nilai (Rp)
Kemudian biaya untuk pajak tanah,
iuran air, iuran desa dan iuran lainnya yang A Biaya Tidak Tetap
berkaitan dengan kegiatan produksi 1 (Biaya Variabel) :
usahatani mawar potong. Selanjutnya biaya Biaya produksi
Biaya saran produksi
penyusutan dari alat-alat pertanian yang a. Bibit 75.000 batang
tidak habis dalam sekali pemakaian, dalam @ Rp. 1.000,00 75.000.000,00
hal ini tidak diperhitungkan tersendiri b. Pupuk :
melainkan dimasukkan kepada biaya sewa 1) Pupuk kandang
alat-alat pertanian. Karena pada umumnya 5 ton @ Rp.
para petani contoh menggunakan sewa alat- 75.0000,00 375.000,00
alat yang tidak sekali pakai tersebut traktor, 2) Urea 415 kg @
cangkul, sabit dan alat sejenis lainnya, Rp. 1.500,00 622.500,00
bukan merupakan milik pribadi melainkan 3) ZA 460 kg @
Rp. 1.800,00 828.000,00
milik bersama kelompok tani untuk alat 4) TSP 52,5 kg @
aeperti cangkul, sabit dan sejenisnya, Rp. 1.800,00 94.500,00
sedangkan untuk traktor biasanya mereka 5) KCl 12,5 kg @
nyewa kepada KUD. Dengan deikian biaya- Rp. 1.950,00 24.375,00
biaya tersebut lebih tepat bila dimasukkan 6) KNO3 237,5 kg
kepada biaya sewa alat-alat yang biasa @ Rp. 3.000,00 712.500,00
petani keluarkan dalam setiap satu periode c. Pestisida dan ZPT 750.000,00
produksi mawar potong. Pada efisiensi d. Kapur pertanian 1
financial penilaian didasarkan pada harga ton 600.000,00
79.006.875,00
aktual yang dibayarkan maupun yang 2 Biaya tenaga kerja
diterima petani. 1) Penyiapan lahan 50
Dari Tabel 1. dapat dilihat bahwa HKP @ Rp.
jumlah biaya variabel yang dikerluarkan 15.000,00 750.000,00
petani mawar potong sebesar Rp. 2) Pemasangan pupuk
5.250.000,00. Sehingga total biaya yang 10 HKP + 20 HKW 360.000,00
harus dikeluarkan petani mawar potong 3) Penanaman 5 HKP +
sebesar Rp. 82.441.875,00 sedangkan 50 HKW 600.000,00
jumlah biaya tetap sebesar Rp. 4) Pemeliharaan
tanaman 5 HKP +
5.250.000,00. Sehingga total biaya yang 100 HKW 1.125.000,00
harus dikeluarkan petani untuk usaha tani 5) Panen dan pasca
mawar potong untuk satu periode produksi panen 5 HKP + 50
yaitu sebesar Rp. 87.691.875,00. HKW 600.000,00
Dalam perhitungan biaya ini nilai 3.435.000,00
upah HKP (Hari Kerja Pria) yang digunakan
sebesar Rp. 15.000,00 dan nilai upah HKW B Jumlah Biaya Tidak 82.441.875,00
(Hari Kerja Wanita) sebesar Rp. 10.500,00. Tetap (Biaya Variabel)
Sedangkan nilai investasi bangunan rumah C Biaya Tetap :
3 Nilai sewa tanah
plastik (green house) tidak diperhitungkan. (1 tahun) 4.500.000,00
4 Biaya lain-lain (pajak,
Penerimaan Usahatani iuran peralatan) 750.000,00
Penerimaan usahatani yang D Jumlah biaya tetap 5.250.000,00
diamaksud dalam pembahasan ini adalah E Biaya Total (Input Total) 87.691.875,00
jumlah tangkai bunga yang dihasilkan Sumber: Pembukuan Petani Bunga Desa
dikalikan dengan harga yang berlaku di Cibodas
tingkat petani. Dari hasil perhitungan
diperoleh besar penerimaan total usahatani Pendapatan Usahatani
mawar potong di Desa Cibodas adalah Rp. Dengan menggunakan formulasi
100.000.000,00 seperti disajikan pada Tabel pada persamaan (1) maka dapat diperoleh
1. nilai pendapatan usahatani mawar potong di
lokasi penelitian seperti yang disajikan pada
Tabel 2.

10
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

Tabel 2. Produksi dan Hasil Analisa KESIMPULAN


Usahatani Mawar Potong Petani Bunga Dari hasil analisa usahatani mawar
Mawar Potong Petani Bunga di Desa potong di Desa Cibodas Kecamatan Pacet
2
Cibodas, Kecamatan Pacet-Cipanas, 2005. Cipanas dengan luas lahan 5000 m
diperoleh nilai pendapatan sebesar Rp.
No. Uraian Nilai (Rp) 12.308.125,00 untuk satu periode musim
tanam. Sementara hasil perhitungan
1 Jumlah Produksi 250.000 tangkai
parameter kelayakan usaha yang terdiri dari
2 Harga jual per tangkai Rp. 400,00 nilai R/C ratio, NVP dan B/C ratio masing-
Hasil Analisa : masing menunjukkan nilai yang positif.
3 Penerimaan 100.000.000,00 Berarti dapat dikatakan bahwa kegiatan
4 Pendapatan Marjinal
Pendapatan Bersih 17.558.125,00 produksi usahatani mawar potong yang
6 R/C ratio dilakukan petani contoh di lokasi penelitian
NVP 12.308.125,00 masih memberikan keuntungan layak secara
8 B/C ratio 1,14 financial/ekonomis.
+10.610.452,59
1,14
DAFTAR PUSTAKA

Pada Tabel 1. terlihat bahwa Aaker A. David. 1983. Strategi Market


pendapatan usahatani mawar potong yang Manajemen. John wiley and Son.
diperoleh petani contoh di lokasi penelitian
dapat dibedakan menjadi pendapatan
marjinal dan pendapatan bersih. Dimana Foskr. RV.T. 1999. Costumer Care. Elek
pendapatan marjinal yaitu pendapatan yang Media Komputindo. Jakarta.
diperoleh dari selisih antara jumlah
penerimaan dengan jumlah biaya total (biaya Husen, U. 2000. Business an Introduction.
variabel dan biaya tetap) yaitu sebesar Rp. Gramedia. Jakarta.
12.308.125,00. _________. 1999. Studi Kelayakan Bisnis.
Untuk mengetahui tingkat efisiensi Gramedia Jakarta.
dari kegiatan usahatani mawar potong,
selanjutnya dilakukan analisa imbangan Kotler, P. 19990. Manajemen Pemasaran
penerimaan dengan besarnya biaya yang Jilid !. Gelora Aksara Pratama.
dikeluarkan (R/C Ratio). Dengan Jakarta.
menggunakan formulasi pada persamaan (2) Rismunandar. 1990. Budidaya Bunga
diperoleh nilai R/C Ratio sebesar 1,14. Ini Potong. Penebar Swadaya.
berarti setiap satu rupiah yang dikeluarkan
untuk biaya tetap dan tidak tetap akan Soekartawi. 1989. Manajemen Pemasaran
memberikan penerimaan yang lebih besar Hasil Pertanian. Rajawali Press.
dari satu yaitu sebesar 1,14. Seperti Jakarta.
disajikan pada Tabel 2.
Sukarno. 1990. Mawar. Penebar Swadaya.
Untuk mengkaji tingkat kelayakan
usahatani mawar potong, selanjutkan Supriyono. 1986. Manajemen Strategi dan
dilakukan analisa finansial yang mencakup Kebijakan Bisnis. BPFE. Yogyakarta.
perhitungan Net Present Value (NPV) dan
Suwarsono. 1999. Manajemen Strategi.
Benefit Cost Ratio (BCR). Dengan
UPP. YKPN. Yogyakarta.
menggunakan tingkat bunga modal 16% per
tahun dan persamaan (3) serta (4) maka Tjakrawiralaksana, A. 1983. Usahatani,
dapat ditentukan Net Present Value (NVP) Dikmenjur, Dirjen Disdakmen. Jakarta
dan Benefit Cost Ratio (BCR) atau B/C ratio
Winardi a. 1992. Promosi dan Periklanan.
dari usahatani mawar potong tersebut
Mandar Maju. Bandung
seperti disajikan pada Tabel 2.
Dari Tabel 2. dapat dilihat NVP dan Winardi b. 1992. Harga dan Penetapan
BCR masing-masing bernilai positif. Berarti Harga. Citra Adya Bakti. bandung
hasil Analisa Pendapatan, R/C ratio, NVP
dan B/C ratio dapat dikatakan bahwa
kegiatan produksi usahatani mawar potong
yang dilakukan petani contoh di lokasi
penelitian masih memberikan keuntungan
layak secara financial/ekonomis.

11
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

PENINGKATAN OKSIGEN TERLARUT DENGAN METODE “AERASI HIPOLIMNION”


DI DAERAH KERAMBA JARING APUNG DANAU LIDO, BOGOR
1) 2) 2)
Juli Nursandi , Enan M. Adiwilaga , dan Niken T.M. Pratiwi
1)
Program Studi Budidaya Perikanan, Politeknik Negeri Lampung,
2)
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK, IPB

Abstrak: Budidaya ikan pada keramba jaring apung di perairan danau atau waduk umumnya
dapat menyebabkan permasalahan kualitas air. Permasalahan kualitas air yang sering terjadi
adalah berkurangnya oksigen terlarut dan timbulnya gas-gas beracun pada lapisan dasar perairan
yang dapat mematikan ikan pada saat terjadi umbalan di musim-musim tertentu. Penelitian ini
bertujuan ini untuk mengetahui dampak perlakuan “aerasi hipolimnion” seperti peningkatan dan
penyebaran oksigen terlarut (DO), efisiensi alat aerasi serta pengurangan kandungan gas
ammonia (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S) pada air di sekitar lokasi keramba jaring apung. Data
yang didapat dianalisa secara deskriptif dan statistik dengan program SPSS 13. Hasil yang
didapat dari penelitian ini adalah alat aerasi hipolimnion dapat meningkatkan kandungan oksigen
terlarut (DO) di daerah keramba jaring apung dengan besaran yang berbeda-beda secara spatial
dan temporal. Nilai persen saturasi oksigen tertinggi yang diamati adalah sebesar 50,19%, dengan
nilai efisiensi alat aerasi 0,014-0,022 kgO2/kW-jam. Secara umum alat aerasi hipolimnion yang
dibuat mampu meningkatkan kualitas air sehingga bisa lebih sesuai dengan baku mutu air untuk
budidaya perikanan
Kata kunci: Oksigen terlarut (DO), keramba jaring apung, “aerasi hipolimnion”, efisiensi aerasi.
terutama berkurangnya lapisan oksik pada
PENDAHULUAN perairan.
Oksigen terlarut mempunyai Penelitian ini bertujuan ini untuk
peranan penting bagi kehidupan organisme mengetahui dampak perlakuan aerasi yang
yang berada di air. Keberadaannya di air dibuat, seperti: peningkatan dan penyebaran
secara alami dipengaruhi oleh fotosintesis DO serta pengurangan kandungan gas
fitoplankton dan tumbuhan air, kecerahan, amonia (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S)
arus, suhu serta respirasi organisme pada air di sekitar lokasi keramba jaring
perairan (Boyd 1998). Semakin tinggi apung yang diberi alat aerasi.
oksigen yang terlarut dalam air berarti Hasil penelitian ini diharapkan dapat
semakin banyak ketersediaan oksigen yang memberikan informasi dan solusi terhadap
dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup masalah ketersediaan oksigen telarut di
organisme air. perairan untuk kelangsungan hidup ikan
Budidaya ikan pada keramba jaring apung alami dan ikan dalam KJA.
(KJA), merupakan teknologi budidaya ikan METODOLOGI
yang dapat mengoptimalkan pemanfaatan
Alat dan Bahan
sumberdaya perairan danau dan waduk.
Alat-alat dan bahan yang digunakan
Namun sistem budidaya yang mengandalkan
dalam penelitian ini adalah seperangkat alat
pakan buatan berupa pelet sebagai
aerasi (Gambar 1), Vandorn water sampler,
makanan utamanya ini, dapat menyebabkan
serta peralatan dan bahan untuk mengukur
terjadinya penumpukan limbah bahan
oksigen terlarut, H2S dan NH3 serta pH.
organik dari sisa metabolisme dan sisa
pakan pada dasar perairan. Sulitnya Pembuatan Alat Aerasi
pengaturan pembatasan jumlah keramba Skema gambar alat yang dibuat
jaring apung di perairan menyebabkan dapat dilihat pada Gambar 1.
masalah ketersediaan oksigen terlarut
semakin memburuk dan penting diperhatikan
untuk kelestarian ikan alami dan ikan
budidaya. Simarmata (2007) menyatakan
bahwa aktifitas budidaya ikan dalam KJA
telah menyebabkan penurunan kualitas air,

12
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

Gambar 1. Skema gambar alat aerasi yang dibuat


Alat aerasi hipolimnion ini diletakkan pada Alat aerasi hipolimnion yang sudah
daerah keramba jaring apung di Danau Lido jadi, diuji kinerjanya di darat dengan
dengan pemberian jarak sepanjang 14 meter mengambil air dari dalam sumur.
antara pipa inlet dan outlet, alat aerasi ini Sedangkan perakitan alat dan pengujian
akan diletakkan pada kedalaman 2, dan 4 kinerja alat secara langsung di Danau Lido,
meter. Peletakkan alat aerasi dilakukan Bogor. Data spesifikasi alat aerasi
sedemikian rupa sehingga air yang terambil hipolimnion yang dibuat adalah seperti pada
pada paralon inlet tidak berasal dari air yang Tabel 1 berikut:
keluar dari paralon outlet. Pada bagian bak
Tabel 1. Spesifikasi alat aerasi hipolimnion
penampungan air (talang air) tempat
yang dibuat
pertemuan air dan udara, dibuat bersekat- No. Uraian Keterangan
sekat dan bertingkat-tingkat sehingga dapat 1. Pom Jenis Pompa Air Panasonic model GP-
membantu proses difusi oksigen dari udara pa 129JXV
Sumber Tegangan 220 V, 50 Hz
secara efektif. Menurut Welch (1952), Daya 125 Watt
adsorbsi oksigen dari udara ke air melalui Jarak Hisap Maks 30 meter (pipa 1 inch)
Debit Air Maks 30 liter/menit
dua cara yaitu: difusi langsung ke Ukuran 200 x 156 x 214 mm
permukaan air atau melalui berbagai bentuk Berat 6 kg
2. Uji Debit air alat aerasi 10 liter/menit
agitasi air permukaan, seperti gelombang kinerj Lama air mengalir di 10 menit
dan turbulensi. a alat talang
Prinsip kerja alat aerasi ini, yaitu aeras Tinggi air dalam 2-3 cm
i di talang
mengambil air pada lapisan tertentu yang darat Sudut kemiringan 10-15 derajat
memiliki oksigen rendah. Penambahan talang
Tinggi setting alat ± 120 cm
oksigen terlarut dilakukan dengan cara aerasi
mempertemukan air dan udara di atas Volume setiap ± 10 liter
talang air
permukaan perairan. Air yang telah Hasil peningkatan 6 ppm (2 ppm menjadi 8
mendapatkan penambahan oksigen, akan DO ppm dengan test kit O2)
dikembalikan pada kedalaman semula. 3. Uji Debit air alat aerasi 15 liter/menit
kinerj Lama air mengalir di 5 menit
Menurut Chain et al (1952) efisiensi aerasi a alat talang
adalah tergantung pada kontak permukaan aeras Tinggi air dalam 4-5 cm
i di talang
air yang akan diaerasi dengan udara. Alat dana Sudut kemiringan 20-25 derajat
aerasi hipolimnion yang pernah dibuat di u talang
Tinggi setting alat ± 160 cm
Indonesia “Limnotek” dapat meningkatkan aerasi
rata-rata oksigen terlarut secara signifikan, Volume setiap ± 20 liter
yaitu menjadi rata-rata lebih besar dari 4 mg talang air
-1 Hasil peningkatan 3 ppm (2 ppm menjadi
mgL (Hartoto, 1994). DO 5 ppm, dengan test kit
O2 pada kedalaman 4
m)
Uji Kinerja Alat Aerasi Hipolimnion

13
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

Penentuan Lokasi Stasiun Penelitian pengukuran sebanyak 6 titik terbagi secara


Lokasi stasiun penelitian adalah di vertikal dan horizontal. Data yang didapat
sekitar lokasi KJA yang umumnya terjadi dianalisa secara statistik one way anova satu
penurunan jumlah oksigen terlarut yang faktor dengan bantuan software Microsoft
nyata secara vertikal (Widiyastuti 2004) excell dan SPSS 13.
dengan kedalaman yang masih mampu Bentuk distribusi oksigen terlarut,
dijangkau dengan kemampuan alat aerasi. setelah air dikeluarkan dari alat aerasi pada
Lokasi stasiun penelitian juga daerah outlet akan diamati secara vertikal
dipertimbangkan berdasarkan keamanan dan horizontal, dan kemudian akan dibuat
ikan, dan ketersediaan sumber listrik. karena gambar pengelompokan air hasil dari aerasi
mengingat dampak penggunaaan alat aerasi hipolimnion, berdasarkan kadar oksigennya.
ini bisa saja mengaduk stratifikasi air secara
Efisiensi alat aerasi hipolimnion
vertikal yang mungkin dapat menimbulkan
Nilai efisiensi alat aerasi dapat
stres atau bahkan kematian ikan di KJA.
digunakan untuk mengetahui kemampuan
alat aerasi untuk melarutkan oksigen dan
Analisis Data
dapat membantu menghitung biaya produksi
Analisis deskriptif pada budidaya perikanan (Boyd 1998).
Data yang diperoleh ditampilkan Jumlah oksigen yang ditambahkan ke dalam
dalam bentuk tabel dan grafik, serta air selama waktu tertentu dan pada tingkat
dibandingkan dengan nilai baku mutu energi tertentu yang dinyatakan dengan
berdasarkan peraturan Pemerintah RI No.82 satuan kgO2/kW/jam digunakan untuk pabrik
tahun 2001 kelas III. aerator sebagai ukuran dari standar efisiensi
aerasi (SAE).
Penentuan Persen Saturasi Oksigen
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsentrasi oksigen jenuh (saturasi)
Peningkatan Oksigen Terlarut (DO) pada
akan tercapai jika konsentrasi oksigen yang
saat aerasi hipolimnion dioperasikan
terlarut di perairan sama dengan konsentrasi
oksigen terlarut secara teoritis. Tingkat Percobaan penggunaan aerasi
kejenuhan oksigen terlarut di perairan hipolimnion untuk meningkatkan kandungan
dinyatakan dalam persen saturasi (Jeffries oksigen terlarut dilakukan pada kedalaman
dan Mills 1996) outlet aerasi 2, 4 dan 6 meter. Percobaan
pada kedalaman 2 dan 4 meter dilakukan
pada malam hari mulai dari pukul 19.00-
% Saturasi = x 100%
05.00 wib, sedangkan pada kedalaman 6
Keterangan : meter dilakukan pada siang hari mulai pukul
DO = konsentrasi oksigen 07.00-17.00 wib. Waktu pengamatan pada 2
-1
terlarut (mgL ) dan 4 meter dilakukan berdasarkan pada
DOt = konsentrasi oksigen kebutuhan oksigen dimana pada kedalaman
terlarut jenuh secara 2 dan 4 meter pada malam hari lebih kecil
teoritis pada suhu daripada siang hari.
tertentu dengan tekanan Pengamatan oksigen terlarut pada
-1
760 mmHg (mgL ). masing-masing perlakuan kedalaman outlet
Distribusi Oksigen pada Daerah Outlet aerasi (2, 4 dan 6 meter) dibagi menjadi 2
Aerasi lapisan pengamatan. Dimana lapisan atas
adalah 25 cm di atas outlet, dan lapisan
Data penelitian diperoleh dan
bawah adalah 25 cm di bawah outlet aerasi.
dianalisa dengan model Rancangan Acak
Pada lapisan atas diamati kandungan
Kelompok (RAK) berdasarkan jarak dan
oksigennya pada titik 1, 2 dan 3 meter
kedalaman dari peletakan outlet aerasi
secara horizontal dari lubang outlet dan
hipolimnion. Kedalaman outlet dari aerasi
demikian pula pada lapisan bawah dibuat
hipolimnion diujicoba pada tiga kedalaman
tiga titik pengamatan (gambar 2). Untuk
yaitu kedalaman 2, 4 dan 6meter. Masing-
melihat kandungan oksigen pada kedalaman
masing kedalaman outlet dilakukan
outlet yang tidak terpengaruh aerasi (DO

14
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

kontrol) dilakukan pengukuran tambahan Melalui Tabel 2, diketahui bahwa


pada jarak 8 meter secara horizontal di kandungan oksigen pada kedalaman outlet 2
kedalaman sejajar dari outlet. meter di lapisan pengamatan atas (1,75
Berdasarkan data, secara umum meter), antar titik pengamatan horisontal 1,
peningkatan oksigen terlihat berbeda-beda 2, 3, dan 8 meter berbeda nyata. Semakin
antar kedalaman outlet aerasi, antar waktu dekat dengan titik outlet aerasi, nilai
pengamatan, cuaca, serta jarak vertikal dan kandungan oksigen terlarut semakin besar.
horizontal dari titik outlet. Menurut Wheaton Setelah dilakukan uji BNT ternyata nilai
(1977) kelarutan oksigen dari udara ke oksigen terlarut antar jarak 1, 2, 3, dan 8 m
dalam air dipengaruhi suhu air, derajat adalah berbeda nyata. Pada pengamatan
kejenuhan air, dan turbulensi dari kontak air lapisan bawah (2,25 meter), kandungan
dan udara. Turbulensi dari kontak air dan oksigen antar titik pengamatan horisontal
udara akan efektif meningkatkan luas area tersebut tidak berbeda nyata.
kontak air dengan udara. Pelarutan oksigen Pengamatan oksigen terlarut pada
ke dalam air hampir seluruhnya berkaitan kedalaman outlet 4 meter di lapisan
dengan sirkulasi, pola arus dan turbulensi. pengamatan atas (3,75 meter) berbeda
Peningkatan kandungan oksigen nyata secara horisontal, dan setelah hasil uji
pada alat aerasi (sebelum air dikembalikan BNT menunjukkan bahwa hanya kandungan
ke kedalaman semula) dari air kedalaman 6 oksigen pada jarak 1 dan 8 meter yang
meter nilainya cenderung lebih tinggi berbeda nyata. Pada pengamatan di lapisan
daripada pada kedalaman 4 dan 2 meter. atas (4,25 meter), tidak tampak nilai oksigen
Besarnya peningkatan oksigen juga yang berbeda nyata.
tergantung pada waktu pengamatan. Selain Kandungan oksigen terlarut pada
itu kenaikan oksigen terlarut dapat kedalaman outlet 6 meter di lapisan
dipengaruhi oleh keadaan cuaca cerah, pengamatan atas (5,75 meter) berbeda
mendung atau hujan serta jauh dekatnya titik nyata secara horisontal. Setelah dilakukan
pengamatan dari outlet alat aerasi. Boyd uji BNT ternyata nilai oksigen yang berbeda
(1979) menyatakan bahwa konsentrasi nyata adalah antara jarak 1 dan 8 m serta 2
oksigen terlarut pada cuaca mendung dan 8 meter. . Pada lapisan pengamatan
biasanya rendah, disebabkan oleh pengaruh bawah (6,25 meter) diperoleh nilai
kecilnya intensitas matahari untuk proses kandungan oksigen yang berbeda nyata
fotosintesis. secara horisontal. Hasil uji BNT
menunjukkan nilai kandungan oksigen yang
Tabel 2. Uji one way anova antar jarak
berbeda nyata antara jarak 1 dan 8 m serta
pengamatan 1, 2, 3 dan 8 meter
Kedalaman
jarak 2 dan 8 meter.
Kedalaman outlet Anova
pengamatan Uji statistik one way anova antar
2 meter 1,75 m S kedalaman pengamatan (Tabel 3.) dilakukan
(19.00-05.00 wib) 2,25 m TS
4 meter 3,75 m S untuk mengetahui apakah nilai kandungan
(19.00-05.00 wib) 4,25 m TS oksigen terlarut pada kedalaman
6 meter 5,75 m S
(07.00-17.00 wib) 7,25 m S
pengamatan atas (-25 cm) dan bawah (+25
cm) dari lubang outlet aerasi mempunyai
Keterangan:
S = Signifikan (α=95%)
nilai yang sama atau oksigen terlarut pada
TS = Tidak signifikan (α= 95%) lapisan atas (-25 cm) lebih besar
dibandingkan lapisan bawah (+25 cm).
Uji statistik one way anova antar
jarak pengamatan (Tabel 2.) dilakukan untuk
mengetahui apakah nilai kandungan oksigen
terlarut pada jarak pengamatan 1, 2, 3 dan 8
meter dari lubang outlet aerasi mempunyai
nilai yang sama atau apakah semakin dekat
outlet aerasi aerasi kandungan oksigen di
perairan akan semakin besar.

15
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

Tabel 3. Uji one way anova antar kedalaman


pengamatan (-25 cm dan +25 cm
dari outlet aerasi)
Jarak
Kedalaman
pengamatan Anova
outlet
horisontal
1m S
2 meter 2m S
3m S
1m S
4 meter 2m TS
3m TS
1m TS
6 meter 2m TS Gambar 2. Gambaran konsentrasi DO akibat
3m TS alat aerasi Hipolimnion
Kandungan oksigen terlarut di
kedalaman outlet 2 meter pada jarak 1
Penentuan Persen Saturasi Oksigen
meter, 2 meter dan 3 meter berbeda nyata
antara kedalaman 1,75 meter (lapisan atas) Persentase saturasi oksigen dihitung
dengan kedalaman 2,25 meter (lapisan untuk mengetahui apakah air yang diaerasi
bawah), atau dengan kata lain lapisan atas sudah sampai titik jenuh mengikat oksigen
nilai oksigen terlarutnya lebih besar atau masih dapat ditingkatkan lagi
dibandingkan dengan lapisan bawah. kandungan oksigennya.
Kandungan oksigen terlarut di
Tabel 4. Data persen saturasi oksigen pada
lapisan atas dan bawah kedalaman 4 meter
penggunaan alat aerasi
pada jarak 1 meter berbeda nyata, namun
hipolimnion
tidak berbeda nyata di jarak 2 dan 3 meter. Letak Ked Jarak Saturasi di alat Saturasi di perairan
Pengujian Anova pada kedalaman 6 meter Outlet alam (m) aerasi
an
menunjukkan bahwa baik pada jarak 1
1 44,70 - 50,19%
meter, 2 meter, maupun 3 meter antara 1,75 2 47,68-66,50% 37,64 - 40,15%
lapisan atas dan bawah tidak mempunyai 2m 3 33,88 - 40,15%
kandungan oksigen terlarut yang berbeda 1 32,62 - 37,64%
2,25 2 47,68-66,50% 30,11 - 37,64%
nyata. Berdasarkan pengamatan, gambaran
3 27,60 - 35,13%
konsentrasi DO yang terjadi akibat alat 1 19,73 - 36,99%
aerasi hipolimnion pada lokasi outlet aerasi 3,75 2 48,43-54,48% 14,80 - 28,36%
kedalaman 2, 4 dan 6 meter adalah seperti 4m 3 14,80 - 28,36%
disjikan pada Gambar 2. 1 16,31 - 23,43%
4,25 2 48,43-54,48% 14,80 - 23,43%
Secara umum, aerasi hipolimnion 3 14,80 - 23,43%
akan memberikan pengaruh peningkatan 1 9,86 - 20,96%
5,75 2 48,43-61,65% 11,10 - 20,96%
oksigen secara vertikal dan horinsontal yang 6m 3 11,10 - 14,80%
lebih besar pada kedalaman outlet 2 meter 1 10,90 - 16,03%
dibandingkan dengan perlakuan titik outlet 6,25 2 48,43-61,65% 10,90 - 14,80%
kedalaman 4 dan 6 meter. Dari pengamatan 3 8,63 - 14,80%
penambahan oksigen terlarut tersebut dapat Berdasarkan nilai persen saturasi
disimpulkan bahwa penerapan alat aerasi ini oksigen pada tabel 4. yang diperoleh dari
di lapangan, diperlukan pengaturan luasan hasil pengamatan, tidak didapatkan kadar
oksigen terlarut di daerah KJA yang sangat oksigen yang melebihi nilai jenuh oksigen
tergantung pada pengaturan kedalaman atau supersaturasi. Alat aerasi hipolimnion
outlet aerasi serta jarak vertikal dan mampu meningkatkan persen saturasi
horinsontal outlet aerasi. oksigen menjadi 47,68-66,50% di kedalaman
2 meter dan 48,43-54,48% di kedalaman 4
meter. Sebagai perbandingan persen
saturasi oksigen secara alami di KJA Waduk

16
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

Saguling menurut Satria (2007) pada yang diaerasi dengan udara, serta dapat
kedalaman 2 meter adalah 15-38% dan juga menambah jumlah outlet aerasi pada
kedalaman 4 meter adalah sebesar 5-28%. kedalaman yang diinginkan.
Berdasarkan nilai persen saturasi
oksigen pada Tabel 4 yang diperoleh dari Efisiensi alat aerasi hipolimnion
hasil pengamatan, tidak didapatkan kadar Alat aerasi hipolimnion yang dibuat
oksigen yang melebihi nilai jenuh oksigen mempunyai kemampuan menghisap dan
atau supersaturasi. Alat “aerasi hipolimnion” mengalirkan air dari dalam perairan
mampu meningkatkan persen saturasi -1
sebanyak 30 Lmenit , namun dalam uji coba
oksigen sebesar 47,68-66,50% di kedalaman hanya diatur sebesar 15
-1
Lmenit .
2 meter, 48,43-54,48% di kedalaman 4 Sedangkan daya yang dibutuhkan untuk
meter, dan 48,43-61,65% di kedalaman 6 menjalankan alat ini adalah 125 watt.
meter. Pada kedalaman inlet 2 meter, laju
Hasil pengamatan pada saat air pelarutan oksigennya sebesar 1,98 (mgL
-

telah dikembalikan pada kedalaman semula 1


)/125W/menit atau 0,014256 kgO2/kW-jam,
adalah bahwa secara horinsontal persen sedangkan pada kedalaman 4 meter
saturasi oksigen cenderung lebih tinggi pada -1
sebesar 2,93 (mgL )/125W-menit atau
daerah yang lebih dekat dengan titik outlet 0,021096 kgO2/kW-jam dan pada kedalaman
aerasi. Selain itu, kandungan oksigen pada -1
6 meter sebesar 3,08 (mgL )/125W-menit
lapisan atas (-25 cm dari outlet aerasi) atau 0,022176 kgO2/kW-jam. Menurut Boyd
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan and Watten (1989) efisiensi alat aerasi
lapisan bawah (+25 cm outlet aerasi). Pola permukaan komersial tipe kincir dapat
persen saturasi tersebut sama untuk mencapai 1.17-2,25 kgO2/kW-h, sedangkan
kedalaman outlet 2, 4, maupun 6 meter. berdasarkan Bhuyar (2009) adalah 2,95
Sebagai perbandingan, persen saturasi kgO2/kW-h.
oksigen secara alami di KJA Waduk Perbandingan kemampuan alat
Saguling menurut Satria (2007) pada aerasi hipolimnion yang diujicoba di Danau
kedalaman 2 meter adalah 15-38%, Lido dengan alat-alat aerasi yang pernah
kedalaman 4 meter 5-28% dan 0-17% pada dibuat untuk aerasi atau destratifikasi danau
kedalaman 6 meter. (Seller and Markland 1987) adalah sebagai
Berdasarkan data dan pengamatan berikut:
selama penelitian, alat aerasi hipolimnion
Tabel 5. Perbandingan efisiensi alat-alat
yang dibuat masih dapat dikembangkan dan
aerasi danau
ditingkatkan kemampuannya untuk
Lokasi Tipe aerasi Kg Keterangan
menaikkan oksigen terlarut atau penelitian O2/
meningkatkan nilai saturasinya menjadi lebih kW-h
tinggi. Persen saturasi alat aerasi Sistem
aerasi
hipolimnion komersial yang ada saat ini Aerasi
Wahnbach 0,95 hipolimnion
sudah ada yang mampu meningkatkan hipolimnion
pertama
persen saturasi 90-100% dengan (1966)
-1 Aerasi Buatan
konsentrasi oksigen 8 mgL dari permukaan Jarlasjon 0,4
hipolimnion sendiri
danau hingga kedalaman 20 meter. “Limno”
Sedangkan Bhuyar LB et al. (2009) Aerasi
Jarlasjon 0,95 alat aerasi
hipolimnion
menyatakan bahwa aerator permukaan tipe komersial
curve blade rotor dapat menaikkan oksigen Situ Hartoto
Aerasi
-1 Bojongsari - Dede Irving
dari konsentrasi 0,0-8,2 mgL . hipolimnion
Bogor (1990)
Peningkatan kemampuan alat (2010)
“aerasi hipolimnion” ini di masa yang akan Danau Lido Aerasi
2 meter,
0,014 malam hari
dating, untuk menaikkan nilai persen saturasi Bogor hipolimnion
0,021 4 meter,
oksigen dapat diusahakan dengan cara malam hari
memodifikasi alat sehingga difusi oksigen
bisa lebih tinggi, menambah waktu kontak air

17
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

Berdasarkan Tabel 5, diketahui Perlu dilakukan modifikasi alat


bahwa efisiensi alat aerasi yang dibuat aerasi lebih lanjut, dengan memberikan
masih di bawah dari efisiensi alat aerasi perlakuan tertentu pada saat air berada di
danau yang lain. Alat aerasi hipolimnion ini dalam alat aerasi, sehingga nilai efisiensi
hanya mengandalkan aerasi secara alami alat dapat meningkat dan ekonomis untuk
dari aliran air pada saat berada di bak talang diterapkan pada lokasi budidaya ikan di
air, sehingga masih dimungkinkan upaya keramba jaring apung. Perlu dilakukan pula
untuk meningkatkan nilai efisiensinya pada penelitian tentang, pemanfaatan sumber
masa yang akan datang dengan energi listrik alternatif yang tersedia pada
memodifikasi agar oksigen lebih banyak lingkungan danau untuk kebutuhan energi
terdifusi kedalam air. alat aerasi.

Kualitas air hasil aerasi dan baku mutu air


DAFTAR PUSTAKA
untuk perikanan
Menurut Straskraba dan Tundisi Bhuyar LB, Thakre SB and Ingole NW. 2009.
(1999), aerasi hipolimnion merupakan salah Design characteristics of curved
satu cara untuk meningkatkan kualitas air blade aerator w.r.t. aeration
waduk dan danau. Berdasarkan efficiency and overall oxygen
pengamatan, secara umum kualitas air hasil transfer coefficient and comparison
dari pengunaan alat aerasi hipolimion di with CFD modelling. International
lokasi sekitar KJA Danau Lido terlihat Journal of Engineering, Science and
menjadi lebih baik daripada kualitas air Technology 1:1-15.
sebelumnya, sehingga alat aerasi Boyd, CE and CS Tucker. 1979. Emergency
hipolimnion ini layak digunakan dalam aeration of fish ponds. Transactions
membantu secara teknis pengelolaan of the American Fisheries Society
kualitas air di daerah KJA. 108:299-306.
Pada saat ujicoba di lapangan, alat
Boyd, CE and Watten BJ. 1989. Aeration
“aerasi hipolimnion” yang dibuat tidak
system in aquaculture. CRC Critical
mengakibatkan perpindahan atau
reviews in aquatic science 1:425-
teraduknya massa air sehingga tidak
472.
berbahaya pada ikan yang dipelihara di
Boyd Claude C. 1998. Pond water aeration
keramba jaring apung. Alat “aerasi
systems. Aquacultural Engineering
hipolimnion” ini layak digunakan dalam
18:9-40.
membantu secara teknis pengelolaan
kualitas air didaerah KJA, namun memang Chain EB, Paladino S, Callow DS, Ugolini F,
masih harus ditingkatkan kemampuannya Sluis JVD. 1952. Studies on
untuk pemakaian lebih lanjut pada masa aeration. Bull World Hlth Org 6: 73-
yang akan datang. 97.
Cole GA. 1983. Text Book of Limnology
Third Edition. Waveland Press Inc.
KESIMPULAN DAN SARAN
United States of America
Kesimpulan
Hartoto DI and Fakhrudin M. 1990.
Alat “aerasi hipolimnion” yang
Description of study site and
digunakan pada daerah KJA Danau Lido
injection reactor Limnotek 3.0.
mampu meningkatkan konsentrasi oksigen
Research and development center
terlarut (DO), serta menurunkan kandungan
for limnology. Indonesian Institute for
ammonia dan sulfida. Penggunaan alat
Science. 7-13.
“aerasi hipolimnion” dapat dijadikan sebagai
alternatif pengelolaan kualitas air di daerah Hartoto DI. 1994. Experimental aeration of
sekitar keramba jaring apung agar diperoleh Lake Bojongsari with LIMNOTEK
kualitas air yang lebih sesuai dengan baku 3.1. Impacts to Dissolve Oxygen
mutu perikanan. Level. Limnotek 1:33-43
Saran

18
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

Satria DK. 2007. Kajian oksigen terlarut


selama 24 jam pada lokasi karamba
jarring apung di Waduk Saguling,
Kabupaten Bandung [skripsi]. Bogor:
Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan. Institut
Pertanian Bogor.
Seller B Henderson and Markland HR. 1987.
Decaying Lakes. The Origins and
Control of Cultural Eutrophication.
John Willey & Son. New York.
Simarmata Asmika Harnalin. 2007. Kajian
keterkaitan antara kemantapan
cadangan oksigen dengan beban
masukan bahan organik di Waduk Ir.
H. Juanda Purwakarta, Jawa Barat
[Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Straskraba M and Tundisi JG. 1999.
Guidelines of lake management
Volume 9. Reservoir water quality
management. International Lake
Environment Committee.
Welch PS. 1952. Lymnologi. Mc. Graw - Hill
publication. New York.
Wheaton, F.W., (1977). Aquaculture
Engineering. John Wiley &. Sons Inc.
New York.
Widiyastuti E. 2004. Ketersediaan oksigen
terlarut selama 24 jam secara
vertikal pada lokasi perikanan
keramba jaring apung di Waduk Ir.
H. Juanda, Purwakarta [skripsi].
Bogor: Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan. Institut
Pertanian Bogor.
Willey Jefries and Mills D.1996. Fresh Water
Ecology, Principle and Applications.
John and Sons. UK

19
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

MORFOMETRIK KERANG Anadara granosa dan Anadara antiquata PADA WILAYAH


YANG TEREKSPLOITASI DI TELUK LADA PERAIRAN SELAT SUNDA
(1), (2 (2) (2)
Ratna Komala Fredinan Yulianda ), Djamar T.F Lumbanbatu dan Isdrajad Setyobudiandi
(1), (2),
Universitas Negeri Jakarta Institut Pertanian Bogor

Abstrak : Penelitian telah dilakukan di Teluk Lada Perairan Selat Sunda Pandeglang Banten,
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui morfometrik sebagai salah satu aspek
pertumbuhan kerang darah (Anadara granosa) dan Kerang bulu (Anadara antiquta), serta
parameter lingkungan yang mempengaruhinya. Hasil penelitian menunjukan bahwa A, granosa
mempunyai selang klas ukuran yang lebih banyak dibandingkan A. antiquate,. hubungan panjang
berat pada A. granosa dan , A. antiquata, pada seluruh zona mengikuti pola pertumbuhan
1.459 2.214
allometrik negatif, dengan model persamaan beturut-turut W=0.060L , , W=0.006L , ,. yaitu
pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan berat dan berdasarkan nilai faktor
kondisi, maka kerang tergolong kurus Parameter lingkungan A.granosa penciri utama yang dapat
- 3-
mempengaruhi komposisi adalah kecepatan arus, TSS, NO 2 dan NH . Untuk A. antiquate adalah
oksigen terlarut, suhu air, kedalaman dan TOM

KATA KUNCI : Anadara granosa, Anadara antiquata, Morfometrik, Moluska, Teluk Lada
Adanya penangkapan yang intensif serta
PENDAHULUAN banyaknya aktifitas penduduk disekitar Teluk
Bivalvia dikenal sebagai kelompok Lada diduga dapat menyebabkan
kerang yang merupakan. salah satu kelas perubahan sifat fisika-kimia maupun biologi
dari filum Mollusca yang mempunyai perairan, sehinggga akan mempengaruhi
beberapa peranan penting. Secara ekologis pertumbuhan kerang. . Oleh karena itu
bivalvia berperan dalam siklus rantai perlu dilakukan studi morfometrik terhadap
makanan, mempengaruhi struktur komunitas kerang khususnya kerang darah (Anadara
makrozoobentos dan sebagai bioindikator granosa) dan kerang bulu (Anadara
(Meadows dan Campbell, 1990 dalam antiquate) tersebut. Untuk mengetahui pola
Jamabo et al 2009)) . Secara ekonomi pertumbuhan kerang, distribusi frekuensi dan
beberapa spesies mempunyai kandungan faktor kondisi yang berada di alam dan
gizi yang cukup tinggi dan merupakan faktor-faktor lingkungan apa saja yang
sumberdaya perairan yang dapat dijadikan mempengaruhinya, sebagai dasar upaya
sebagai sumber mata pencaharian nelayan, pengelolaan sumberdaya kerang tersebut.
contohnya adalah jenis kerang darah
(Anadara granosa), kerang bulu (Anadara Metode Penelitian
antiquata) dan kerang hijau (Perna viridis). Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-
Keberadaan kerang sangat September 2010 di perairan Teluk Lada
dipengaruhi oleh parameter fisika- kimia Selat Sunda, Pandeglang Banten. Metode
maupun biologis perairan. Substrat penelitian yang digunakan adalah deskriptif
mempunyai peranan penting bagi kerang dengan teknik survey, penentuan Zona
karena selain sebagai tempat hidup dan pengambilan sampel dengan purposive
membenamkan diri juga sebagai tempat sampling.
penyedia sumber makanan. Beberapa Lokasi penelitian terdiri dari 3 Zona,
kerang hidup pada laut dangkal yang berdasarkan lokasi tempat penangkapan
berlumpur dan berpasir. kerang, yaitu zona I (Pantai Bama), zona II
Salah satu perairan yang cocok untuk ( Pantai Cibungur) dan zona III (Pantai
habitat kerang adalah di Teluk Lada yang Panimbang) Pada tiap zona terdiri dari 3
merupakan bagian wilayah Selat Sunda stasiun pengamatan, sehingga total terdapat
terletak di antara Pulau Sumatera dan Pulau 9 stasiun.
Jawa. Selat ini merupakan selat yang
dinamis, dimana massa air Laut Jawa Sampel kerang diambil pada setiap
bercampur dengan massa air yang berasal stasiun pengamatan selama 3 bulan dengan
dari Samudera Hindia (Hendiarti et al., interval waktu setiap satu bulan. dengan
2004). Wilayah ini merupakan sentra kerang metode sapuan (Swept Area) menggunakan
di Indonesia, dengan beberapa jenis kerang alat tangkap kerang (garok) yang ditarik
yang potensial antara lain Anadara dengan kapal motor. Penentuan titik stasiun
antiquata, Anadara granosa, Barbatia dengan bantuan alat GPS (Global
decussata dan Scapharca pilula. Positioning System).
.Sampel yang diperoleh diambil secara
acak dimasukan dalam wadah, dipilah-pilah,

20
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

dibersihkan, dimasukan dalam kantong


plastik serta diberi label kemudian Log y = a log x + log b
dimasukan ke dalam coolbox. Selanjutnya
diidentifikasi dengan bantuan buku
identifikasi dari Abbot (1982) dan Dharma
(1992)
Pengukuran morfometrik kerang Keterangan:
dengan menggunakan jangka sorong digital,
meliputi panjang cangkang yang diukur dari ∑ log y - N log b
bagian dorsal margin yaitu pada bagian Log b =
∑ log x
umbo sampai ventral margin sedangkan
lebar cangkang diukur dari bagian anterior
sampai dengan posterior kerang. Lebar Nilai b=3 menggambarkan
cangkang ini merupakan jarak vertikal pertumbuhan isometrik atau pertambahan
terpanjang dari cangkang kerang. penjang seimbang dengan pertambahan
Pengukuran berat total dan berat daging ini bobotnya. Nilai b≠3 menggambarkan
dengan menggunakan alat neraca digital. pertumbuhan allometrik. Jika b kurang dari 3
Berat total kerang diukur dengan cara menunjukan keadaan yang kurus dimana
menimbang kerang secara keseluruhan pertambahan panjang lebih cepat
beserta cangkangnya, sedangkan untuk dibandingkan pertambahan bobotnya. Jika b
berat daging diukur dengan cara menimbang lebih dari 3 menunjukan pertambahan
daging kerang yang telah dipisahkan dari bobot lebih cepat dibandingkan dengan
cangkangnya (penimbangan kerang tanpa pertambahan panjangnya (Effendie 1997).
menggunakan cangkang).. Untuk menguji b > 3 atau b < 3 dilakukan uji-
. Data parameter lingkungan fisik kimia t dengan hipotesis:
yang diukur meliputi: Suhu, salinitas, H0: b > 3, hubungan panjang dengan berat
kekeruhan, kecerahan, kedalaman, pH, adalah allometrik positif
kecepatan arus, substrat, Dissolved Oxygen H1: b < 3 hubungan panjang dengan berat
(DO),BOD5, bahan organik total (TOM), nitrat adalah allometrik negatif
(NO3), nitrit (NO2), Amoniak dan ortofosfat
(PO4) dan substrat.
b1 - b0
Analisis data meliputi : t hitung =
1. Distribusi frekuensi-panjang Sb1
Pendugaan kelompok ukuran b1 =nilai b (hubungan dari panjang dan
dilakukan dengan menganalisis berat), b0 = 3, dan sb1 = simpangan
frekuensi panjang. Distribusi frekuensi koefisien b. Selanjutnya nilai t hitung
panjang dikelompokan ke dalam dibandingkan dengan nilai ttabel pada
beberapa kelompok panjang yang selang kepercayaan 95%. Kemudian
diasumsikan menyebar normal. untuk mengetahui pola pertumbuhan,
Distribusi frekuensi panjang kaidah keputusan yang diambil
didapatkan dengan menentukan mengacu pada Nasoetion & Barizi
selang kelas, nilai tengah kelas, dan (1980) yaitu: jika thitung > ttabel maka
frekuensi dalam setiap kelompok terima H1 dan jika thitung < ttabel maka
panjang. gagal tolak H0 (hipotesis nol).
2. Hubungan Panjang-Berat Pengolahan data menggunakan
Analisis data pola pertumbuhan Microsoft Excel 2007.
kerang diketahui melalui hubungan 3. Faktor Kondisi
panjang cangkang dengan berat tubuh Menurut Effendie (1997) perumusan
kerang yang dianalisis melalui faktor kondisi dinyatakan sebagai berikut:
hubungan persamaan regresi kuasa
(power regression) sebagai berikut
(Hile 1963 dalam Effendie 1997):
Keterangan:
Kn = Faktor kondisi relatif
Keterangan: Wb = berat individu yang teramati
W = berat total (gr) L = panjang cangkang (mm)
L = panjang total (mm) a,b = konstanta
a,b = konstanta
Persamaan diatas dapat dirubah dalam
bentuk linier, yaitu sebagai berikut:

21
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

4. Variasi Karakteristik Lingkungan


Perairan
Untuk mengkaji variasi karekteristik
lingkungan perairan antar waktu
pengamatan, digunakan suatu pendekatan
analisis statistic multivariable yang
didasarkan pada Analisis Komponen Utama
(Principal Component Analysis)
b
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
a. Berdasarkan Frekuensi panjang kerang
A. granosa dan A. Antiquata
pengukuran secara keseluruhan kerang A.
granosa dikelompokan ke dalam 13 kelas
ukuran panjang sedangkan untuk A.
Gambar 1. Sebaran frekuensi panjang
antiquata terdiri dari, 9 kelas ukuran
gabungan seluruh zona (a)
panjang. Ukuran terpanjang pada A.
A. granosa, (b) A. antiquata
granosa yaitu 31.84 mm, dengan frekuensi
tertinggi diperoleh pada kisaran ukuran
b. Hubungan panjang-berat
13.93-16.17 mm berasal dari zona 1
Kerang A. granosa dari zona 1, zona 2
sebanyak 601 individu dan frekuensi
dan zona 3 memiliki persamaan hubungan
terendah diperoleh pada ukuran 27.37-
panjang-berat berturut-turut zona yaitu
29.61 mm berasal dari zona 1 sebanyak 2 2.398 0.899
W=0.004L ; W=0.284L dan
individu. 0.841
W=0.339L . Pada A.antiquata dari dari
Ukuran terpanjang pada A.antiquata
zona 1, zona 2 dan zona 3 memiliki
yaitu 46.45 mm dengan Frekuensi tertinggi
persamaan hubungan panjang berturut-turut
diperoleh pada kisaran ukuran panjang 2.759 2.194
pada yaitu W=0.001L ; W=0.706L ;
13.93-16.17 mm berasal dari zona 1 2.169
dan W=0.008L . Persamaan hubungan
sebanyak 601 individu. Sedangkan frekuensi
panjang berat dari seluruh zona dari
terendah diperoleh pada ukuran 27.37-29.61
A.granosa dan A. antiquata mempunyai nilai
mm berasal dari zona 1 sebanyak 2 individu.
b kurng dari 3 sehingga pola pertumbuhan
Gambaran Data ukuran frekuensi panjang
allometrik negativ (Gambar 2)
cangkang dari seluruh zona pada A.
granosa dan A. antiquata terlihat pada
Gambar 1. a

b
a

Gambar 2. Persamaan hubungan panjang


berat kerang seluruh zona
(a) A. granosa, (b) A.
antiquata

22
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

Untuk nilai koefisien a dan b dapat dilihat pada Tabel 1.


Tabel 1. Hasil perhitungan hubungan panjang bobot total kerang A. granosa dan A. antiquata
di Perairan Teluk Lada

Jenis Zona n b r R2 T hit T tab Pola pertumbuhan


A.granosa 1 1616 2.398 0.768 0.590 12.0755 1.9614 allometrik negatif
2 368 0.899 0.469 0.220 23.795 1.9665 allometrik negatif
3 643 0.841 0.578 0.334 46.041 1.9637 allometrik negatif
Total 2627 1.459 0.625 0.390 43.332 1.9609 allometrik negatif
A.antiquata 1 6 2.759 0.763 0.953 0.7887 2.7764 allometrik negatif
2 195 2.194 0.840 0.706 7.9127 1.9723 allometrik negatif
3 66 2.169 0.972 0.945 12.805 1.9977 allometrik negatif
Total 267 2.214 0.878 0.772 10.649 1.969 allometrik negatif

Narasimham (1969) dalam Broom


c. Faktor Kondisi (Kn) (1982) menjelaskan bahwa panjang total
Berdasarkan hasil analisis terhadap nilai b kerang A. granosa dapat mencapai 49.5
pola pertumbuhan diperoleh nilai faktor mm. Dapat dikatakan bahwa kerang-kerang
kondisi (Kn) kerang A. granosa dan A. yang didapatkan di Teluk ini ukurannya
antiquate (Gambar 3). tergolong kecil-kecil dan kurus , Ukuran
maksimum pada setiap zona berbeda-beda
diduga kondisi lingkungan yang kurang
optimum khususnya substrat atau karena
adanya aktifitas penangkapan yang intensif,
Perbedaan frekuensi tersebut disebabkan
oleh beberapa faktor, seperti keturunan,
jenis kelamin, umur, parasit, penyakit,
makanan, suhu, kualitas air (Effendie, 1997).
Ada tiga faktor yang mempengaruhi
laju pertumbuhan kerang. yaitu temperatur
air. makanan. dan aktivitas reproduksi
(pemijahan) (Jamabo, et.al. 2009).
Perbedaan panjang maksimum yang
Gambar 3. Grafik faktor kondisi (Kn) A. diperoleh dapat disebabkan beberapa
granosa dan A. antiquate kemungkinanantara lain perbedaan lokasi,
berdasarkan ukuran selang keterwakilan contoh yang diambil dan
kelas adanya tekanan penangkapan yang tinggi
atau terdapat faktor yang sulit dikontrol
d .Parameter lingkungan seperti keturunan, umur, parasit, dan
Berdasarkan analisis PCA, parameter penyakit. Faktor luar yang utama
lingkungan di zona 1, 2 maupun 3 memiliki mempengaruhi pertumbuhan biota air yaitu
kemiripan yang yang sama dan berkorelasi suhu dan makanan (Aldrich, 1986)
positif dengan kecepatan arus, TSS, Secara uum pola pertumbuhan baik A
salinitas, NH3 da NO2 (zona 1), kedalaman, granosa maupun A. antiquata bersifat
oksigen terlarut dan TOM (zona 2) dan allometrik negatif yang berarti kerag dalam
kelembaban, pH, kecerahan dan pasang kondisi kuru. Berdasarkan grafik hubungan
surut (zona 3) panjang berat kerang A. granosa didapatkan
2
nilai koefisien determinasi (R ) adalah 0.334
Pembahasan menunjukan bahwa panjang kerang
Jika dibandingkan dengan A. granosa, mempengaruhi berat total kerang sebesar
walaupun selang ukuran A. antiquata lebih 33.4%. nilai koefisien korelasi (r) adalah
sedikit, namun ukuran makismum lebih 0.58, Sedangkan kerang A. antiquata
2
besar dengan frekuensi terpanjang berada didapatkan nilai koefisien determinasi (R )
pada kisaran 42.71-46.45 mm. sedangkan A adalah 0.945 menunjukan bahwa panjang
granosa selang kelas lebih banyak , namun kerang mempengaruhi berat total kerang
ukuran maksimal lebih kecil dengan sebesar 94.5%. Berdasarkan perhitungan
frekuensi terpanjang pada ukuran 29.61- didapatkan pula nilai koefisien korelasi (r)
31.84mm. adalah 97, hal ini berarti hubungan antara
Menurut Matsuura (2000) dalam panjang dengan berat kerang Anadara
Hendiati (2004) panjang cangkang pada A. antiquata pada zona 3 adalah sangat erat.
antiquata bisa mencapai 70 mm. Sedangkan Kerang yang berukuran kecil
mempunyai faktor kondisi yang lebih tinggi,

23
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

kemudian menurun ketika kerang tersebut Department of Zoology. Andhra


bertambah besar, serta peningkatan nilai University. Visakhapatnam. India
faktor kondisi dapat terjadi karena
perkembangan gonad yang akan mencapai Broom MJ. 1980. The effect of exposure and
puncak sebelum memijah (Broom, 1980). density on the growth and mortality of
Nilai indeks kondisi yang paling besar Anadara granosa with an extimate of
berada pada selang kelas 2.73-4.96 yaitu environmental carrying capacity. Asian
sebesar 2,274, dan terkecil pada selang symposium on mangrove environment
kelas 13.93-16.16 mm yaitu 1.061. Pada A. research and management Kuala
antiquata nilai Kn terbesar pada selang kelas Lumpur 25 th – 29 th augustus.
42.71-46.45 mm yaitu 1.215, sedangkan
terkecil pada selang kelas 38.96-42.70 mm Broom, M. J. 1982. Structure and
yaitu 0.877. Menurut Jamabo (2009) Seasonality in Malaysia Mud flat
A.granosa mulai berkembang pada ukuran Community, Estuarine Coastal and
15 sampai 16 mm. Perbedaan faktor kondisi Shelf Science (15): 1.
pada masing-masing selang kelas ini diduga
disebabkan oleh umur dan strategi Dharma, B. 1992. Siput dan Kerang
reproduksi dari setiap individu. karena Indonesia (Indonesian Shell II). PT.
menentukan apakah suatu individu mau Sarana Graha. Jakarta.
mengumpulkan energi untuk
pertumbuhannya ataukah untuk persiapan Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan.
reproduksi (Beesley, 1988). Yayasan Pustaka Nusatama.
Parameter lingkungan tiap zona dan Yogyakarta.
tiap bulan berfluktuasi sangat kecil, dan
mempunyai kemiripan antar stasiun. Hal ini Fresi E., MC. Gambi, S. Pocardi, R. Bagagli,
diduga karena penelitian dilakukan karena F. Badli and L. Falcial. 1983.
masih dalam satu musim Benthic community and sedimen
types : Stuktural analysis . Mar.
KESIMPULAN Ecol. 4(2) : 101-121
1. Ukuran maksimum kerang A.
antiquata lebih besar dibandingkan Hendiarti, N., H. Siegel, and T. Ohde. 2004.
dengan ukuan maksimum A, granosa Investif]gation of Different Coastal
2. Berdasarkan hubungan panjang berat Processes in Indonesia Waters Using
dan faktor kondisi pada A. grnosa dan Sea WiFS data. Deef Sea Res., Part
A. antiquate mempunyai . pola II. 51:85-97.
pertumbuhan allometrik negative, dan
kerang dalam keadaan kurus. Jamabo NA, AC Chindah and JF Alfred
3. Secara umum nilai parameter Ockiya. 2009. Length-Weight
lingkungan tiap stasiun mempunyai relationship of a mangrove
kemiripan dengan walaupun tidak Prosobranch Tympanotonus
optimum masih dalam kisaran yang fuscatus var fuscatus (Linnaeus
normal untuk mendukung kehidupan 1758) from the Bonny Estuary,
kerang A.granosa dan A. antiquate. Niger Delta. Nigeria. World Journal
of Agricultural Sciences 5(4) : 384-
DAFTAR PUSTAKA 388

Aldrich JC. And Crowley M. 1986.


Condition and variabiity in Mytilus
edulis (L.) from different habitat in
Ireland. Aquaculture, 52 : 273-286

Beesley, Pamela L & Graham B.J.B.Ross.


Allice Wells 1998. Mollusca The
Southern Syntesis. Csiko Publishing.
Australia.

Bharathi, C.H. 1994. Toxicity of Insectisidies


and effect on The Behavior of The
Blood Clam Anadara granosa.

24
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

KONDISI BIOLIMNOLOGI KOLONG BEKAS GALIAN PASIR CIMANGKOK KABUPATEN


SUKABUMI DAN KESESUAIANNYA BAGI KEGIATAN PERIKANAN

Pelita Octorina
Program Studi MSP Universitas Muhammadiyah Sukabumi

Abstrak : Penelitian mengenai kondisi Biolimnologi dan Status Trofik Kolong Bekas Galian Pasir
Cimangkok Kabupaten Sukabumi dan Kesesuaiannya Bagi Budidaya Perikanan telah dilakukan
pada bulan Maret – November 2009. Tujuan dari penelitian adalah menelaah parameter fisika,
kimia dan biologi dari perairan kolong bekas galian pasir. Sedangkan kondisi status trofik dari
kolong galian pasir digunakan untuk dapat mengetahui tingkat kesuburan. Hasil penelitian
menunjukan bahwa berdasarkan parameter fisika kondisi perairan kolong galian pasir memenuhi
kriteria air yang diperlukan untuk kegiatan perikanan. Berdasarkan keberadaan fitoplankton
stasiun 1 didominasi cyanophyceae dan stasiun 2 didominasi oleh chlorophyceae. Kelimpahan
plankton di stasiun 1 lebih tinggi dari stasiun 2. Produktivitas primer stasiun 1 lebih tinggi dari
stasiun 2. Berdasarkan parameter total P, total N , produktivitas primer, PO4 dan kecerahan maka
status trofik kedua stasiun adalah mesotrofik- eutrofik dimana stasiun 1 lebih subur dari stasiun 2.

Kata Kunci : Parameter fisika-kimia, Produktivitas Primer, Status Trofik, Budidaya Ikan.

PENDAHULUAN yang terdapat di perairan kolong bekas


Bekas galian pasir di Cimangkok galian pasir terbentur kondisi lingkungan
menimbulkan berbagai masalah pada perairan yang tidak menentu (Krismono dkk,
kehidupan masyarakat mulai dari minimnya 1998). Morfometri danau yang belum
kontribusi perusahaan penggali pasir pada diketahui dan sumber air masuk serta
kegiatan perekonomian rakyat hingga saluran pengeluaran yang tidak terlalu besar
kerusakan lingkungan. Namun dibalik dikhawatirkan tidak mampu menyediakan
dampak merugikan yang ditinggalkan bekas unsur hara yang cukup serta lingkungan
galian pasir cimangkok dapat dicari sebuah yang cocok untuk pembentukan biomassa
solusi yang diharapkan mampu untuk hayati perairan baik plankton maupun ikan.
menambah pendapatan masyarakat yaitu Kondisi ini menimbulkan pertanyaan apakah
dengan mengkonversi kolong bekas galian ekosistem perairan kolong tersebut cukup
pasir menjadi lokasi budidaya perikanan stabil sehingga dapat mendukung
(Gunardi dan Wardoyo, 2006). pemanfaatan sumberdaya ikan dengan
Dalam pemanfaatan sumberdaya produksi yang maksimal. Dengan demikian
perikanan dikolong galian pasir, kegiatan perlu dilakukan sebuah kajian mengenai
tersebut harus bersifat produktif, efisien dan kondisi biolimnologi dan status trofik kolong
berkelanjutan, keberhasilan dilihat bekas galian pasir.
berdasarkan besarnya produksi biomassa
ikan yang dihasilkan dan keberlanjutannya. METODE
Biomassa ikan sebagai bagian puncak dari Pengamatan kondisi biolimnogi
piramida makanan sangat ditentukan sumberdaya perairan bekas kolong galian
produksi primer di tingkat dasar, namun pasir di wilayah Cimangkok Kecamatan
produktvitas ikan tidak hanya tergantung Sukalarang Kabupaten Sukabumi dilakukan
pada ketersediaan pakan, tetapi juga oleh selama 8 bulan. Pengambilan sampel
kondisi lingkungan perairan yang dapat dilakukan pada bulan Maret - November
mendukung kenyamanan ikan. yang mewakili musim penghujan, musim
Kolong bekas galian pasir peralihan dan musim kering.
merupakan badan perairan baru yang tidak Pengambilan data dilakukan dengan
didesain untuk sebuah lingkungan usaha cara observasi dan pengukuran langsung
perikanan baik perikanan tangkap maupun serta wawancara. Metode sampling yang
perikanan budidaya (Wardoyo dan Ismail, digunakan merujuk pada stratified method
1998). Pemanfaatan sumberdaya hayati

25
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

sampling (Nielson dan Johnson dalam daratan. Selain itu penutupan eceng gondok
Mariyam, 2007) yaitu : yang nyaring 60% juga menghalang
1. Stratifikasi secara horizontal, penentuan kesempatan tumbuhnya fitoplankton yang
stasiun pengamatan mulai dari inlet, juga dapat mempengaruhi tingkat kecerahan
bagian tengah sampai outlet sebanyak suatu perairan.
tiga stasiun yang dianggap mewakili.
Nilai kecerahan 30 – 60 pada
2. Stratifikasi secara horizantal, yaitu
pengamatan strata kedalaman umumnya masih baik untuk produksi
3. Stratifikasi musim yaitu pengambilan perikanan (Kordi dan Tancung, 2007). Rata-
sampel dan pengamatan di setiap lokasi rata situ bekas galian pasir memiliki tingkat
pada musim hujan, musim peralihan dan kecerahan yang cukup baik untuk kegiatan
musim kering. budidaya yaitu lebih dari 40 cm.
Setiap stasiun penelitian dilakukan Hasil pengukuran mengenai padatan
pengambilan contoh air pada setiap tersuspensi (total suspended solids/ TSS) di
kedalaman dengan menggunakan water stasiun 1 berkisar antara 10 – 18 mg/l dan
sampler , kemudian analisa kualitas air pada stasiun 2 antara 1,4-12 mg/l, pada
dilakukan secara insitu dan di laboratorium. bagian dasar nilai TSS cukup tinggi karena
Pengambilan contoh plankton mengandung sediment dasar. Sedangkan
dilakukan dengan plankton net. Penentuan nilai padatan terlarut (total dissolved solids)
status trofik perairan menggunakan pada stasiun 1 berkisar antara 86-260 mg/l
parameter O2, total N, P-PO4, total P, dan di stasiun 2 berkisar antara 116 – 840
Produktivitas primer dan kecerahan. mg/l. Nilai TSS di stasiun 1 lebih tinggi jika
dibandingkan dengan stasiun 2, jika
HASIL DAN PEMBAHASAN dihubungkan dengan tingkat kecerahan
Parameter Fisika dan Kimia maka kedua nilai ini berhubungan.
Suhu perairan bekas galian pasir Alabaster dan Llyod (1980) dalam
pada stasiun 1 selama penelitian berkisar Wardianto, dkk (2003) menyebutkan bahwa
o
antara 24 – 26 C, sedangkan pada stasiun 2 muatan tersuspensi sebesar 25-80 mg/l
o
berkisar antara 22 – 23 C. Suhu pada menunjukan pengaruh sedang hingga baik
stasiun 1 relatif lebih tinggi jika dibandingkan (sedikit berpengaruh) untuk kegiatan
dengan suhu di stasiun 2, hal ini disebabkan perikanan, sedangkan muatan padatan
pada stasiun 2 hampir seluruh permukaan tersuspensi antara 80-400 mg/l kurang
tertutupi oleh eceng gondok sehingga menunjang usaha perikanan. Nilai TDS yang
penetrasi cahaya matahari terhalang dan disarankan untuk perairan golongan tiga
tidak dapat memanaskan perairan. Selain itu adalah 1000 mg/l (PP No 82 tahun 2001).
pun jumlah inlet yang lebih banyak dan Secara umum pada permukaan
berukuran besar dan outlet yang juga cukup stasiun 1 memiliki pH antara 7 hingga 9
besar membawa air masuk dan air keluar berarti perairan tersebut cenderung alkalis,
yang cukup banyak air cukup cepat sehingga sedangkan Stasiun 2 memiliki pH sekitar 6
cahaya matahari tidak sempat memanaskan hingga 7 yang berarti normal cenderung
secara maksimal. Kecerahan perairan asam. Distribusi vertikal pH berdasarkan
di stasiun 1 pada saat penelitian berkisar kedalaman pada Stasiun 1 menunjukan
antara 44-80 cm. Pada daerah inlet dan penurunan yaitu bernilai 7 hal ini disebabkan
outlet yang dangkal kecerahan mencapai sisa basa yang berasal dari limbah kegiatan
100%. Sedangkan pada substasiun tengah penduduk tidak mencapai dalam perairan
memiliki rata-rata kecerahan sekitar 68,8 cm. terutama bagian hipolimnion, sedangkan
Pada stasiun 2 tingkat kecerahan lebih tinggi pada Stasiun 2 tetap yaitu 6 hingga 7.
jika dibandingkan dengan stasiun 1. Pada Fluktuasi nilai pH pada masing-masing
substasiun tengah kecerahan dapat stasiun pada setiap waktu pengamatan tidak
mencapai 220 cm. Tingginya kecerahan di menampakan perbedaan yang mencolok.
stasiun dua dapat disebabkan oleh tingginya Tingginya nilai pH pada Stasiun 1
populasi eceng gondok baik di derah inlet, disebabkan oleh minimnya konsentrasi CO 2
outlet maupun tengah yang dapat menyaring dan dipergunakannya perairan tersebut
prtikel-partikel yang masuk ke perairan dari

26
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

sebagai lokasi tempat pencucian kendaraan pengamatan selanjutnya ketika musim hujan.
sehingga bagian permukaan banyak Hal ini disebabkan saat musim hujan terjadi
mendapat masukan ion-ion OH- yang pengenceran air sehingga kadar bahan
bersifat basa. organic berkurang dengan demikian
Nilai DO di stasiun 1 berkisar antara kebutuhan oksigen untuk penguraian sedikit
1,17-13,27 mg/ldan di stasiun 2 berkisar berkurang.
antara 0-9,83 mg/l. Pada stasiun 1 rata- rata Hasil analisis di lapangan pada saat
memiliki nilai DO yang lebih tinggi di stasiun penelitian menunjukan bahwa perairan
2 hal ini berkaitan dengan jumlah fitoplankton stasiun 1 pada bagian permukaan umumnya
yang melakukan fotosintesis sebagai sumber memiliki kadar CO2 bebas 0 mg/l namun
O2 di stasiun 1 lebih banyak dari pada di pada kedalaman 5 meter kebawah mulai
stasiun 2. Umumnya konsentrasi DO terdeteksi kandungan CO2 yang cukup tinggi,
dipermukaan relatif lebih besar dari pada konsentrasi yang tertinggi ditemukan pada
lapisan yang lebih dalam. Penurunan dasar perairan. Pada stasiun dua
konsentrasi DO berdasarkan kedalaman konsentrasi CO2 terdeteksi pada permukaan
berkaitan dengan semakin kedasar maka baik inlet, outlet maupun di daerah tengah.
kandungan bahan-bahan organik semakin Pada stasiun 1 kelimpahan fitoplankton yang
meningkat sehingga diperlukan lebih banyak tinggi pada kolom epilimnion menyebabkan
okigen untuk mengurai bahan-bahan organik konsentrasi CO2 tidak terdeteksi. Pada
tersebut. stasiun 2 tingginya konsentrasi CO2
Effendi (2003) melaporkan bahwa disebabkan sediitnya fitoplankton yang dapat
perairan dengan kelarutan oksigen antara memanfaatkan CO2 di perairan dan
4,5-6,4 mg/l merupakan perairan dengan banyaknya sisa-sisa eceng gondok yang
kondisi tercemar sangat ringan, berdasarkan membusuk dan menjadi bahan organic yang
hal tersebut kolong galian pasir merupakan penguraiannya menghasilkan CO2.
perairan dengan tingkat pencemaran yang Tingginya konsentrasi CO2 di
sangat ringan. Beberapa ikan mampu perairan dapat mengganggu kehidupan biota
bertahan hidup pada perairan dengan air. Konsentrasi CO2 lebih dari 12 mg/l dapat
konsentrasi oksigen terlarut sekitar 3 ppm, menyebabkan tekanan pada ikan karena
namun sebagian besar organisme air menghambat pernafasan dan pertukaran
budidaya hidup optimal pada konsentrasi gas. Kandungan CO2 ayang aman dalam air
oksigen 5- 7 ppm. tidak boleh melebihi 25 mg/l sedangkan
Nilai BOD yang didapat dari stasiun konsentrasi diatas 100 mg/l dapat
1 berkisar antara 0,9- 5,01 mg/l, sedangkan menyebabkan kematian pada seluruh biota.
di stasiun 2 berkisar antara 0 – 3,24 mg/l. Nilai CO2 yang tinggi di stasiun 2 umumnya
Nilai BOD di kedua perairan cenderung kecil melebihi ambang batas konsentrasi yang
diduga berhubungan dengan nilai TOM yang disarankan, namun pada permukaan kadar
juga kecil sehingga tidak banyak oksigen CO2 masih dapat ditolelir ikan sehingga
yang diperlukan untuk merombak bahan perairan ini masih dapat dijadikan lokasi
organic menjadi nutrient. Umumnya nilai budidaya ikan.
BOD di dasar perairan lebih tinggi dari pada Nilai COD yang terukur di stasiun 1
di daerah lainnya hal ini disebabkan berkisar antara 6,32 – 13,43 mg/l sedangkan
konsentrasi bahan organic cukup tinggi di stasiun 2 sekitar 0,2 – 7,90 mg/l. Nilai
sehingga diperlukan oksigen yang lebih COD di kedua stasiun pengamatan termasuk
banyak untuk mengurainya. kecil yaitu dan berada dibawah ambang
Lee et al, (1978) dalam Widhiasari batas nilai COD yang diperuntukan bagi
(2003) menyatakan bahwa perairan dengan kegiatan perikanan yaitu 50 mg/l (Effendi,
nilai BOD 3-5 mg/l memiliki status tercemar 2003).
ringan sedangkan nilai di bawah 2,9 mg/l Kisaran kadar nitrit perairan adalah
memiliki status tidak tercemar. Pada sekitar 0,019-0.330 mg/l dan stasiun 2
pengamatan pertama saat musim kemarau sekitar 0,01 – 0,098 mg/l. Tingginya
nilai BOD lebih tinggi jika dibandingkan konsentrasi nitrit disebabkan oleh tingginya

27
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

kandungan bahan organik dengan unsur ortofosfat yan tinggi di daerah inlet
nitrogen yang masuk ke perairan. disebabkan beban masukan dari limbah
Pada umumnya konsentrasi nitrit di pertanian dan limbah pemukiman yang
alam sangat kecil berkisar antara 0,0 – 0,01 masuk terbawa saluran irigasi dan aliran
mg/l dan dapat mencapai 1 mg/l pada batas sungai Cisalopa. Lebih rendahnya
air – sedimen. Nitrit bersifat sangat toksik kandungan ortofosfat di daerah tengah dan
bagi hewan perairan yang sangat sensitif jika outlet stasiun 2 disebabkan tingginya
kandunganya lebih dari 0,05 mg/l dimana populasi eceng gondok yang langsung dapat
jenis toksisitasnya dipengaruhi oleh stadia memanfaatkan ortofosfat dalam perairan.
organisme, suhu perairan dan bahan toksik Nilai ortofosfat dalam kisaran tersebut
lainnya yang dapat bersifat sinergis maupun menurut Wetzel (2001) digolongkan ke
antagonis (Boyd, 1990). Prescod (1973) juga dalam perairan mesotrofik sampai eutrofik.
menyatakan bahwa kandungan nitrit dan Besarnya total bahan organik yang
amonia perairan di bawah 1 mg/l tidak masuk ke situ bekas galian pasir baik
membahayakan untuk kegiatan perikanan. Stasiun 1 maupun Stasiun 2 berasal dari
Berdasarkan kandungan nitrit aktivitas masyarakat sekitar situ. Inlet di
perairan kolong galian pasir terutama stasiun Stasiun 1 meskipun cukup kecil namun
1 dapat dikatagorikan tercemar yaitu lebih menyumbang bahan organic yang cukup
dari 0,014 mg/l (Wardoyo, 1998) namun banyak sebab inlet merupakan saluran
masih memungkinkan untuk kegiatan pembuangan limbah rumah tangga. Pada
budidaya ikan dengan intensitas yang cukup Stasiun 2 bahan organic yang masuk ke
terbatas. perairan melalui inlet 1 cukup banyak karena
Nilai nitrat yang terukur di stasiun 1 inlet satu merupakan saluran irigasi yang
pada saat pengamatan adalah sebesar juga merupakan cabang sungai Cisalopa
0,034 – 0,175 mg/l sedangkan pada stasiun yang telah melewati pemukiman sehingga
2 sekitar 0,041 – 0,453 mg/l. Kandungan nilai membawa cukup banyak bahan organik
nitrat yang bervariasi tergantung dari limbah yang berasal dari kegiatan penduduk. Nilai
buangan organic yang mengandung unsur TOM yang berkisar antara 8 – 29,07 mg/l
nitrogen. pada kedua stasiun menggambarkan
Nilai total nitrogen yang terukur di kecilnya bahan organic dari luar yang masuk
stasiun 1 berkisar antara 0 – 3,02 mg/l ke perairan (1-30 mg/l) (Wetzel, 2001).
sedangkan pada stasiun2 berkisar antara 0 – Berdasarkan nilai kesadahan yang
2,43 mg/l. di perairan alami kadungan terukur pada stasiun 1 yang berkisar antara
nitrogen organic diperairan berkisar antara 45,05-51,05 mg/l dan nilai pada stasiun 2
0,1 – 5 mg/l, sedangkan di perairan tercemar yang berkisar antara 33,03 – 57,06
dapat mencapai 100 mg/l (Dojlido dan Best, menggambarkan bahwa kedua perairan
1992). Berdasarkan nilai tersebut maka termasuk memiliki air yang lunak. Dengan
kandungan nitrogen di kedua perairan masih demikian dapat disebutkan bahwa kedua
berada dalam batasan yang normal. perairan tersebut mengandung garam-garam
Nilai kandungan ortofosfat perairan Ca dan Mg yang relative sedikit.
di stasiun 1 berkisar antara 0,019 – 0,271 Alkalinitas yang terukur merupakan
mg/l dimana kandungan ortofosfat di daerah alkalinitas total dari persenyawaan antara
inlet dan dasar lebih tinggi jika dibandingkan kation Ca2+ dan Mg 2+ dengan karbonat
dengan di daerah outlet. Tingginya atau bikarbonat. Hasil penggukuran di
kandungan ortofosfat di daerah inlet stasiun 1 mendapatkan kisaran alkalinitas
disebabkan beban masukan ke dalam antara 35-71 mg/l dan di stasiun 2
perairan yang berasal dari limbah mendapatkan kisaran antara 43 – 52 mg/l.
pemukiman sedangkan nilai tinggi di dasar Kisaran alkalinitas ini cukup tinggi sehingga
perairan sesuai dengan salah satu sumber perairan dapat dikatakan cenderung alkali,
ortofosfat di alam yaitu tanah. Nilai sebab Boyd (1990) menyatakan bahwa
kandungan ortofosfat pada stasiun 2 perairan alami memiliki nilai alkalinitas
berkisar antara 0,01 – 0,039 mg/l. nilai

28
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

sekitar 40 mg/l. tingginya nilai alkalinitas primer dari zat organik dalam jaringan
menggambarkan besarnya kadar CaCO3. tumbuhan termasuk yang digunakan untuk
Kadar besi yang terukur pada respirasi. NPP adalah laju produktivitas
masing-masing stasiun adalah pada primer zat organik dikurangi dengan yang
permukaan berkisar antara 0,042 – 0,069 digunakan untuk proses respirasi.
mg/l sedangkan pada bagian dasar Nilai rata-rata produktivitas primer di
kandungan Fe lebih tinggi yaitu 0,32 – 0,485 stasiun 1 adalah sebesar 1440 – 5760
2
mg/l. tingginya kandungan Fe pada bagian mgC/m /hari dan di stasiun 2 adalah 480 –
2
dasar perairan disebabkan sumber Fe 960 mgC/m /hari. Nilai produktivitas primer
berasal dari sediment pasir. Pada bagian stasiun1 lebih tinggi jika dibandingkan
permukaan nilai Fe masih berada di bawah dengan stasiun 2 sehingga dapat dikatakan
ambang batas yaitu 0,3 mg/l (PP No 84 bahwa stasiun 1 lebih subur dari pada
tahun 2001). stasiun 2. Hal ini disebabkan kelimpahan
fitoplankton pada stasiun 1 lebih tinggi jika
Parameter Biologi dibandingkan stasiun 2. Pada stasiun 2
Fitoplankton yang ditemukan pada padatnya populasi eceng gondok
kolong bekas galian pasir kebanyakan mengurangi kesempatan munculnya
merupakan anggota filum chlorophyceae, biomassa fitoplankton karena menutupi
cyanophyceae dan diatom. Pada Stasiun 1 penetrasi cahaya matahari dan mengambil
ditemukan lebih banyak (kelimpahan) nutrient yang tersedia di perairan sehingga
fitoplankton jika dibandingkan dengan pertumbuhan fitoplankton terhambat.
Stasiun 2. Hal ini disebabkan ketersediaan
nutrien dan cahaya matahari pada Stasiun 2 Status Trofik
tidak mendukung kehidupan fioplankton Kesuburan perairan tergenang
karena terhalang oleh eceng gondok yang umumnya disebabkan oleh pengkayaan
menutupi hampir 70% permukaan perairan. unsur hara.Status trofik atau status nutrient
Microcistis sp dan Anabaena sp dapat dijadikan indikasi kesuburan suatu
merupakan fitoplankton dengan kelimpahan badan air. Kondisi stastus trofik suatu
sangat tinggi di stasiun 1. Pratiwi (2003) perairan tergantung pada ketersediaan
menyebutkan jika suatu perairan telah nitrogen dan fosfat sebab kedua unsur
didominasi oleh filum Cyanofita (Microcistis tersebut akan mempengaruhi biomassa
sp dan Anabaena sp) maka perairan tersebut fitoplankton dan sturasi oksigen. Status
memiliki status eutrofik. Selain itu Cyanofita trofik atau tingkat kesuburan dapat
pun mampu beradaftasi dengan perairan dinyatakan berdasarkan kandungan total
yang memiliki penetrasi cahaya rendah nitrogen, total fosfat, khlorofil a dan
seperti di stasiun 1 (Widhiasari, 2003). biomassa fitoplankton (Jorgensen, 1990).
Anabaena sp merupakan fitoplakton yang Jika dilihat dari kandungan P-PO4
banyak ditemukan di perairan agak basa dan tingkat kecerahan, total P dan total N
sehingga menjelaskan kehadirannya dalam dari kedua stasiun maka dapat ditentukan
jumlah banyak di stasiun 1.Stasiun 2 bahwa status trofik kedua stasiun itu adalah
fitoplankton dari filum Chlorofita yang banyak eutrofik Sedangkan berdasarkan
ditemukan yaitu Oodogonium dan produktivitas primer kedua perairan tersebut
Ankistrodesmus sehingga dapat disebutkan bersifat mesotrofik (Wetzel, 2001).
perairan berada dalam status oligotrofik - Tabel 1. Status Trofik Stasiun Pengamatan
mesotrofik (Pratiwi, 2003) Parameter Stasiun 1 Stasiun 2
P-PO4 (mg/l) 0,019 – 0,271 0,01 – 0,039
Total P (mg/l) 0,023 – 0,082 0,05 – 0,142
Produktivitas Primer Perairan Total N (mg/l) 0,45 – 3,02 0,0 – 2,43
Dalam konsep produktivitas primer Produktivitas Primer 1440 – 5760 480 – 960
dikenal istilah Produktivitas Primer Kotor (mgC/m2/hr)
atau Gross Primery Productivity (GPP) dan Kecerahan Secchidisk 70 220
(m)
Produktivitas Primer Bersih atau Net Primery Status trofik Mesotrofik- Mesotrofik-
Productivity (NPP). GPP adalah laju produksi eutrofik Eutrofik

29
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

Kesesuaian Bagi Budidaya Perikanan KESIMPULAN DAN SARAN


Berasarkan parameter fisika dan Berdasarkan hasil pengamatan
kimia yang diamati di kedua stasiun secara aspek fisika dan kimia dari kolong bekas
umum kedua perairan yang dijadikan stasiun galian pasir yang rata-rata memang melebihi
pengamatan dapat dijadikan lokasi kegiatan ambang batas kualitas air yang disarankan ,
perikanan namun pengelolaan yang akan namun perairan tersebut masih layak untuk
diterapkan pada kedua perairan berbeda. dipertimbangkan sebagai lokasi
Kondisi perairan di stasiun 1 telah pengembangan budidaya ikan. Hal ini
menunjukan gejala eutrofikasi maka harus ditunjang dari parameter biologi yang
hati-hati dalam memutuskan jenis kegiatan menunjukan bahwa kolong galian pasir
perikanan yang akan dilakukan. Untuk termasuk perairan yang subur dan memiliki
kegiatan penangkapan maka dapat potensi pakan alami yang dapat
dilakukan introduksi ikan terutama ikan-ikan dimanfaatkan oleh ikan serta kelarutan
pemakan fitoplankton agar dapat oksigen yang masih baik.
memanfaatkan kelimpahan fitoplankton yang Usaha perikanan yang dapat
cukup banyak. Meskipun beberapa dilakukan di kolong galian pasir adalah
parameter kimia melebihi ambang batas introduksi ikan-ikan bernilai ekonomis
kesesuaian air bagi kegiatan budidaya, di penting seperti nila (Oreocromis niloticus) di
stasiun satu dapat di pasang karamba jaring stasiun 1 atau stasiun 2.
apung sebab kelarutan oksigen masih cukup Sehubungan dengan terbatasnya
tinggi, tetapi harus mempertimbangkan kemampuan kolong galian pasir untuk
jumlah karamba dan ikan yang akan di mendukung kegiatan budidaya ikan, maka
budidayakan agar tidak melebihi daya diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai
dukung perairan terhadap karamba jaring daya dukung kolong galian pasir dalam
apung. menopang usaha perikanan terutama usaha
Kondisi stasiun 2 jika dilihat dari karamba jaring apung. Hal ini diperlukan
dimensi situ lebih cocok untuk dijadikan agar usaha karamba jaring apung yang
lokasi budidaya ikan karena stasiun dua diterapkan di kolong galian pasir bersifat
memiliki sumber air yang baik dan tempat ramah lingkungan dan berkelanjutan.
pengeluaran air yang cukup. Namun
permasalah yang muncul dari stasiun 2 DAFTAR PUSTAKA
adalah populasi eceng gondok yang
menutupi perairan hingga hampir 70% akan Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi
menyulitkan kegiatan penangkapan maupun Pengelolaan Sumberdaya dan
usaha karamba jaring apung. Sebagai Lingkungan Perairan. Kanisius,
langkah awal dari pengelolaan stasiun 2 Yogyakarta.
adalah mengurangi populasi eceng gondok Gunadi, B. dan S.E. Wardoyo. 2006. Kajian
dengan melakukan penebaran ikan koan Aspek Fisika Kimia dan Biologi
sehingga diperoleh dua keuntungan yaitu Perairan Situ Rawabebek,
produksi ikan koan dan berkurangnya Karawang, Dalam Rangka
presentase penutupan permukaan air oleh Pengelolaan Berbasis Perikanan.
eceng gondok. Jurnal Riset Aquakultur 1(1).
Kondisi stasiun 2 yang masih Jorgensen, S.E. 1980. Lake Management.
berstatus mesotrofik memungkinkan pada Water Development, Supply and
lokasi tersebut dilakukan kugiatan budidaya Management Vol 14. Pergamon
intensif seperti pen culture atau KJA, namun Press.
tetap harus memperhatikan daya dukung Kordi, K. M.G.H dan A.B. Tancung. 2007.
perairan dalam mendukung kegiatan budiaya Pengelolaan Kualitas Air Dalam
agar perairan tersebut mampu memberikan Budidaya Perikanan. Penerbit
fungsi ekologis dan fungsi ekonomis secara Rineka Cipta. Jakarta.
berkelanjutan. Krismono, A.S.N., S. Nuroniah dan E.S.
Kartamiharja. 1998. Kondisi

30
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

Biolimnologi Sumberdaya Perairan


Kolong Bekas Galian Pasir di Jawa
Barat dan Kesesuainya Bagi
Budidaya Perikanan. Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia IV
(1).
Mariyam, Siti. 2007. Monitoring Kualitas Air
Di Waduk Ir. H. Juanda. Buletin
Teknik Litkayasa Akuakultur 2(2).
Pescod,M.B. 1973. Investigation of Rational
Effluent and Stream Standart for
Tropical Countries. AIT. BAngkok
Pratiwi, N T M. 2003. Peran Plankton Dalam
Mengevaluai Kualitas Air.
Manajemen Regional Jabodetabek :
Profil dan Statrgi Pengelolaan
Danau. Puslit Biologi. LIPI
Wardiatno Y, Anggreni, R. Ubaidillah dan
Maryanto. 2003. Profil dan
Permasalahan Perairan Tergenang
(Situ, Rawa dan Danau). Manajemen
Regional Jabodetabek : Profil dan
Statrgi Pengelolaan Danau. Puslit
Biologi. LIPI
Widhiasari, Rahma. 2003. Kandungan Unsur
Hara N dan P Serta Struktur
Komunitas Fitoplankton di Perairan
Litoral Danau Montano, Sulawesi
selatan. Skripsi. IPB. Bogor
Wardoyo, S.E dan Wardana Ismail. 1998.
Aspek Fisika Kimia dan Biologi
Kolong-kolong Di Pulau Bangka
Untuk Pengembangan Perikanan.
Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia IV(2).
Wetzel, R.G. 2001. Lymnology. W.B
Saunders Co. Philadelphia

31
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

Distribusi Spasial dan Kondisi Lingkungan Perairan Ikan Endemik


Rasbora Tawarensis (Weber dan de Beaufort 1916)
Di Danau Laut Tawar, Aceh Tengah
1 2 2
Iwan Hasri , M. Mukhlis Kamal , Zairion
1
Jurusan Budidaya Perairan, Universitas Gajah Putih Takengon
2
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK IPB

Abstrak :Rasbora tawarensis merupakan ikan endemik yang ditemukan di Danau Laut Tawar
Kabupaten Aceh Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan distribusi spatial dan konsisi
lingkungan perairan ikan R. tawarensis. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan
Mei 2010 di 5 stasiun yang mewakili seluruh zona di Danau Laut Tawar. Ikan ditangkap
menggunakan jaring insang eksperimental (stasiun I, II, III, dan IV) dan perangkap (didisen)
(stasiun V). Ukuran mata jaring yang digunakan 3/8, 5/9, 5/8 dan 3/4 inchi. Analisis yang
digunakan yaitu distribusi spasial menggunakan uji non parametric Kruskal-Wallis program Minitab
14 dan kondisi lingkungan perairan menggunakan PCA program Statistica 6.0. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ikan R. tawarensis jantan maupun betina menyebar luas di seluruh Danau
Laut Tawar (α=0.05) dan menunjukkan tidak adanya perbedaan kelimpahan ikan R. tawarensis
baik jantan maupun betina antar stasiun (α=0.05). Nilai rata-rata kualitas air di semua stasiun di
Danau Laut Tawar selama penelitian berfluktuasi relatif sempit dan antar stasiun tidak berbeda
nyata (α=0.05). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ikan endemik R. tawarensis
memiliki karateristik lingkungan perairan yaitu : alkalinitas, kecerahan, oksigen terlarut dan pH
yang tinggi serta suhu yang rendah.
Kata kunci : distribusi spasial, kondisi lingkungan perairan, Rasbora tawarensis, Danau Laut
Tawar

PENDAHULUAN data Dinas Perikanan Provinsi D.I Aceh


Danau Laut Tawar merupakan salah (1989) hasil tangkapan ikan di Danau Laut
satu perairan tergenang alami yang terletak Tawar pada tahun 1988 sebesar 455 ton.
di utara pulau Sumatera. Memiliki luas 5 472 Pada tahun 1994, produksi menurun menjadi
Ha, panjang 17 km, lebar 3.2 km, dan 223 ton (Kartamihardja et al. 1995). Tahun
kedalaman rata-rata 51.13 m (Saleh 2000). 2006 menjadi 79,1 ton (Bappeda Aceh
Danau Laut Tawar terletak pada ketinggian Tengah 2007) dan terus menurun menjadi
1200 diatas permukaan laut dan memiliki 25 74,5 ton tahun 2008 (Bappeda Aceh Tengah
inlet dan 1 outlet (Bappeda Kab. Aceh 2009). Penurunan hasil tangkapan ini diduga
Tengah 2004). disebabkan oleh laju eksploitasi yang tinggi
Ikan R. tawarensis merupakan ikan (Hasri 2010) dan peningkatan status perairan
endemik karena penyebarannya yang menjadi eutraof (Nurfadillah 2010).
terbatas ditemukan di Danau Laut Tawar Pengelolaan perikanan bertujuan
(Weber dan de Beaufort 1916) dan bersifat untuk meningkatkan produksi ikan dan
pelagis (Muchlisin dan Azizah 2009). memeliharanya pada tingkat hasil yang stabil
Berdasarkan Muchlisin et al. (2010) bahwa mendekati produksi optimumnya. Sehingga
R. tawarensis di Danau Laut Tawar data dan Informasi mengenai distribusi
merupakan ikan yang dikenal masyarakat spasial dan kondisi lingkungan perairan
dengan nama depik dan eyas. Kedua ikan ini sangat diperlukan untuk optimalisasi
memiliki haplotype yang sama di Gen-Bank pemanfaatan sumber daya ikan tersebut
dengan nomor akses (HM100243- pada suatu perairan dan usaha domestifikasi
HM100250, dan HM345923-HM345928). ikan R. tawarensis. Penelitian ini bertujuan
Penangkapan ikan R. tawarensis dilakukan untuk menentukan distribusi spasial dan
sepanjang tahun. Alat tangkap yang konsisi lingkungan perairan ikan R.
digunakan yaitu jaring insang, anco, dan tawarensis.
perangkap. Ikan R. tawarensis merupakan
ikan tangkapan utama karena memiliki nilai BAHAN DAN METODE
ekonims tinggi. Pengumpulan data
Keanekaragaman biologi, kepadatan Penelitian dilakukan di perairan
atau biomassa populasi merupakan hasil dari Danau Laut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah
sejumlah besar variabel lingkungan dan (Gambar 1). Pengamatan dilakukan setiap
sepanjang tahun besaran variable ini bulan selama tiga bulan dari bulan Maret
bervariasi karena berpengaruh radiasi sinar sampai dengan Mei 2010. Stasiun
matahari dan curah hujan (Matthews 1990; pengambilan ikan contoh dibagi kedalam 5
Meador dan Mattews 1992). Berdasarkan stasiun yaitu Stasiun I (One-one) merupakan

32
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

kawasan keramba jaring apung, II (Mepar) Tabel 1. Parameter, metode, dan alat
merupakan kawasan yang menerima limbah pengukuran contoh kualitas air
dari kota Takengon, III (Gegarang) Parameter Sat Metode dan Alat Lokasi
merupakan fishing ground, IV (Bewang) uan
Fiska
merupakan kawasan yang aktivitas Suhu ◦C Pembacaan skala (water in situ
manusianya sedikit dan V (didisen) checker)
merupakan salah satu inlet yang dipasang Kedalaman M Visual, tongkat berskala in situ
alat tangkap didisen. Kecerahan m Visual, keping secchi in situ
Kimia
pH Unit Sensorik, pH meter in situ
DO ppm Sensorik, DO meter in situ
ST I
ST IV Alkalinitas mg/l Titrimetri, titrasi Lab.
ST II
ST III N-Nitrat mg/l Spektrofotometer/Brucine Lab.
ST V
N-Nitrit mg/l Spektrofotometer/ Lab.
Colorimetric
N-Amonium mg/l Spektrofotometer/ Phenate Lab.
Orthoposfat mg/l Spektrofotometer/amonium Lab.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Danau molybdate
Laut Tawar
HASIL
Pengambilan ikan contoh dilakukan Distribusi Spasial
dengan tinggi 4 m, panjang jaring 200 m Jumlah ikan R. tawarensis yang
menggunakan jaring insang eksperimental tertangkap di Danau Laut Tawar selama
dengan ukuran mata jaring ¾, 5/8, 5/9 dan penelitian 1 211 ekor yang terdiri dari 581
3/8 inchi. Jaring dipasang pada sore hari dan ekor ikan jantan dan 630 ekor ikan betina.
kemudian diangkat pada pagi hari. Sampel Ikan yang tertangkap disusun berdasarkan
ikan juga dikumpulkan dari alat tangkap kelimpahan terendah hingga tertinggi yaitu
didisen (trap) di salah satu inlet danau pada stasiun I (ikan jantan = 41 ekor, ikan
karena diduga ikan R. tawarensis memijah di betina = 82 ekor), stasiun II (ikan jantan = 94
daerah ini. Ikan yang ditangkap segera ekor, ikan betina = 140 ekor), stasiun V (ikan
diawetkan dengan formalin 10% dan jantan = 173 ekor, ikan betina = 98 ekor),
dikelompokkan berdasarkan daerah stasiun IV (ikan jantan = 108 ekor, ikan
penangkapannya. Panjang ikan total ikan betina = 120 ekor), dan stasiun III (ikan
contoh diukur dari ujung kepala terdepan jantan = 167 ekor, ikan betina = 154 ekor).
sampai ujung sirip ekor paling belakang Uji non parametrik Kruskal-Wallis
menggunakan penggaris. terhadap kelimpahan ikan R. tawarensis
Sebagai data penunjang dilakukan masing-masing antar stasiun menunjukan
pengukuran terhadap karateristik habitat. bahwa, kelimpahan ikan R. tawarensis baik
2
Pengamatan dan pengukuran dilakukan jantan (H=2.54 dan X hitung= 9.4877 dengan
bersamaan dengan pengambilan contoh α=0.05) maupun ikan R. tawarensis betina
2
ikan. Pegamatan dan pengukuran (H=1.87 dan X hitung= 9.4877 dengan α=0.05)
parameter kualitas air yang diamati beserta tidak berbeda nyata (Lampiran 4). Dapat
metode dan alat yang digunakan dalam disimpulkan bahwa ikan R. tawarensis jantan
penelitian disajikan pada Table 1. maupun betina menyebar luas diseluruh
Analisis Data Danau Laut Tawar. Uji non parametrik
Data hasil tangkapan contoh ikan Kruskal-Wallis juga menunjukkan tidak
Rasbora tawarensis tiap stasiun dianalisis adanya perbedaan kelimpahan ikan R.
secara diskriptif analitik bardasarkan tawarensis baik jantan maupun betina antar
tabulasi data dan histogram kemudian stasiun.
dilakukan uji menggunakan uji non Kelimpahan ikan di stasiun III
parametrik Kruskal-Wallis Program Minitab merupakan yang tertinggi dibanding stasiun
14. Data kondisi lingkungan perairan yang lain dengan ukuran panjang ikan yang
dianalisis menggunakan Principal Camponen didapatkan lebih lebar. Ukuran ikan yang
Analysis (PCA) dengan menggunakan tertangkap di stasiun III mulai dari ukuran 54
program Statistica 6.0. hingga 110 mm untuk betina dan 61 hingga
103 mm untuk jantan. Kelimpahan terkecil
terdapat pada stasiun I dengan ukuran

33
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

panjang ikan yang didapatkan sedikit sempit untuk betina 75 hingga 124 mm dan 75
hingga 103 mm untuk jantan.

Nilai Tengah Kelas Panjang (mm)


Gambar 2. Distribusi spasial ikan R. tawarensis jantan dan betina berdasarkan stasiun penelitian
di Danau Laut Tawar

Hubungan Kualitas Air dengan antar stasiun tidak berbeda nyata (H=1.18
2
Kelimpahan Ikan dan X hitung= 9.4877 dengan α=0.05). ini
Nilai rata-rata kualitas air di semua menunjukkan bahwa secara spasial bahwa
stasiun di Danau Laut Tawar selama parameter yang diukur bukan merupakan
penelitian berfluktuasi relatif sempit. faktor yang mempengaruhi perbedaan
Berdasarkan uji Kruskal-Wallis terhadap kelimpahan ikan R. tawarensis yang tidak
perameter kualitas air menunjukkan nilai merata di Danau Laut Tawar.
perbandingan masing-masing parameter

34
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

Tabel 2. Nilai rata-rata kualitas air masing-masing stasiun selama penelitian


Stasiun
Parameter Satuan
I II III IV V

Suhu °C 25.63±0.87 25.50±0.66 25.63±0.67 25.10±0.44 17.30±0.46


Kecerahan cm 401.7±0.7 455.00±93.3 546.7±47.5 546.7±88.1 73.3±2.9
Kedalaman m 5.5-39 19-52.5 8.5-42 50-67 0.25-0.75
pH 8.36±0.37 8.28±0.16 8.42±0.20 8.17±0.30 7.82±0.19
DO ppm 6.60±0.43 6.50±0.26 6.61±0.18 6.06±0.05 -
Alkalinitas mg/lCaCO3 86.61±1.03 86.60±2.59 79.84±2.10 81.20±0.69 131.63±1.38
N-Nitrat mg/l 0.09±0.15 0.30±0.43 0.02±0.03 0.04±0.03 -
N-Nitrit mg/l 0.0022±0.0008 0.0024±0.0009 0.0023±0.0008 0.0019±0.0005 0.0011±0.00
N-Amonia mg/l 0.0240±0.0046 0.0510±0.0096 0.0329±0.0092 0.0452±0.0015 0.0669±0.00
Orthoposfat mg/l 0.0163±0.0053 0.0215±0.0145 0.0110±0.0029 0.0139±0.0077 0.0190±0.00
Keterangan : stasiun V kecerahan 100% terdapat di salah satu inlet Danau Laut Tawar

Projection of the variables on the factor-plane ( 1 x 2) Projection of the cases on the factor-plane ( 1 x 2)
Cases with sum of cosine square >= 0.00
3,0
1,0
2,5

Kelimpahan 2,0 3

1,5
0,5
1,0
4
Factor 2 : 21.11%

0,5 5
Factor 2: 21.11%

Kecerahan
pH 0,0
Alkalinitas
0,0 Suhu
DO 1
N-Amonia -0,5
N-Nitrit
-1,0

-1,5
-0,5
-2,0 2

-2,5
Ortofosfat N-Nitrat
-3,0
-1,0
-3,5
-7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
-1,0 -0,5 0,0 0,5 1,0 Active
Active Factor 1: 66.72%
Factor 1 : 66.72%

Keterangan : 1=St I; 2=St II; 3=St III; 4=St IV; 5=St V


Gambar 3. Grafik hasil analisis komponen utama kondisi lingkungan perairan pada sumbu 1 dan
2 (F1XF2)

Distribusi ikan di suatu perairan (0.991) dan alkalinitas (-0.98). Faktor dua
dipengaruhi oleh interaksi dengan faktor komponen yang berpengaruh adalah N-Nitrat
lingkungan (Bhukaswan 1980). Untuk (0.89) dan ortofospat (-0.87). Hubungan
mengetahui kondisi lingkungan perairan korelasi dapat dilihat dari gambar 3.
pada habitat ikan R. tawarensis dilakukan
pengamatan masing-masing stasiun selama
PEMBAHASAN
pengamatan kecuali stasiun V. Nilai rata-rata
Penyebaran ikan Rasbora
kualitas air masing-masing stasiun dari bulan
tawarensis di masing-masing stasiun diduga
Maret hingga Mei 2010 (Tabel 2).
bahwa habitat yang ada masih baik untuk
pertumbuhan dan perkembangan ikan ini.
Hasil komponen utama karateristik
Bhukaswan (1980) menyatakan bahwa
fisika kimia lingkungan menunjukan bahwa
distribusi spasial ikan dipengaruhi oleh
sebagian berpusat pada dua sumbu utama,
berbagai faktor antara lain seperti tingkah
dengan kontribusi masing-masing sumbu
laku dalam memilih habitat. Tingkah laku
sebesar 66,72% untuk faktor satu; 21,11%
pemilihan habitat menyebabkan adanya
untuk faktor dua. Faktor yang berpengaruh
perbedaan kelimpahan ikan R. tawarensis di
pada faktor satu adalah DO (0.992), suhu
Danau Laut Tawar. Tingkah laku pemilihan

29
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

habitat menurut Hartoto (1998) ditentukan mempengaruhi suhu air di perairan sungai
oleh aktivitas ikan yang dikelompokkan dan rawa banjiran adalah derajat penyinaran,
antara lain dalam aktivitas mencari makan komposisi substrat, kekeruhan, aliran air
(feeding) dan pemijahan (spawning). bawah tanah dan air hujan, angin serta
Berdasarkan Hasri (2010) ikan R. tawarensis penutupan oleh vegetasi. Suhu perairan
yang tertangkap di daerah inlet bagian utara dalam penelitian ini masih mendukung
ukurannya relatif lebih besar dan merupakan proses biologis organisme khusunya ikan R.
ikan yang siap untuk memijah. tawarensis.
Ikan R. tawarensis yang ditemukan Kecerahan merupakan suatu
pada stasiun II dan III memiliki penyebaran parameter yang sangat menentukan tingkat
yang lebih merata karena pada stasiun ini produktivitas fitoplankton di suatu perairan.
ditemukan ukuran Kecerahan rata-rata perairan Danau Laut
Panjang maksimum ikan R. Tawar selama penelitian yaitu 73.33±2.89
tawarensis yang tertangkap (125 mm) lebih sampai dengan 546.67±88.08 cm (Tabel 3).
besar dengan yang ditemukan oleh Kottelat Tingkat kecerahan tertinggi terdapat pada
et al. (1993) sebesar 120 mm dan Brojo et stasiun III dan IV. Stasiun V memiliki nilai
al. (2001) 110 mm. Besarnya ukuran ikan R. kecerahan yang rendah disebabkan oleh
tawarensis yang ditemukan mencerminkan kedalaman yang relatif rendah sehingga nilai
bahwa perairan Danau Laut Tawar kecarahan sama dengan kedalaman. Pada
mengalami perubahan status tropik stasiun I relatif rendah disebabkan karena
(Kartamihardja et al. 1995) dari oligotropik pada stasiun ini merupakan daerah keramba
menjadi mesotropik dan berubah menjadi apung. Berdasarkan nilai kecerahan yang
eutrofik (Nurfadilla 2010). Perubahan status didapat perairan Danau Laut Tawar
perairan disebabkan meningkatnya limbah tergolong dalam perairan yang memiliki
antropogenik yang masuk kedalam perairan, tingkat kesuburan sedang (mesotrofik) (Lowe
hal ini meningkatkan produktivitas primer dan Cowel 1966 diacu dalam Effendi 2003).
fitoplankton sehingga ketersediaan pakan Hasil pengukuran pH selama
alami tinggi. Menurut Winnemiller dan penelitian berkisar 7.82±0.19 hingga
Jeppsen (1998) perubahan lingkungan 8.42±0.20 (Tabel 3). Tingkat keasaman
perairan yang baik bagi ikan, masih Danau Laut Tawar tergolong basa hal ini
menyediakan kondisi yang baik untuk disebabkan oleh pembentukan danau
pertumbuhan ikan seperti ketersediaan melalui proses vulkanik. Kondisi perairan
sumberdaya makanan alami dan tingginya basa juga disebabkan oleh masukan aliran
heterogenitas habitat. Berdasarkan Edwards air permukaan yang bersifat basa yang
et al. (2010) perbedaan ukuran ikan pada masuk kedalam danau. Nilai pH hasil
danau disebabkan oleh perbedaan musim. pengukuran merupakan kisaran optimum
Kondisi ukuran tubuh relatif menurun dari bagi ikan khusunya ikan R. tawarensis.
musim panas hingga musim dingin dan Berdasarkan Boyd dan Licthkopper (1982)
meningkat kembali pada saat musim semi. nilai pH yang optimum bagi kehidupan ikan
Suhu perairan yang diperoleh dalam adalah 6.5 sampai dengan 9.
penelitian berkisar antara 17.30±0.46 hingga Kelarutan oksigen merupakan salah
25.63±0.67 °C (Tabel 3). Berdasarkan Boyd satu faktor kualitas air yang paling kritis
dan Licthkopper (1982) suhu perairan yang untuk kehidupan ikan. Hasil pengukuran
sesuai untuk kehidupan ikan dan biota air oksigen terlarut selama penelitian memiliki
lainnya di daerah tropis rata-rata 25-30 °C. kisaran yang sempit yaitu antara 6.06±0.05
Perbedaan suhu antar stasiun tidak terlalu sampai dengan 6.61±0.18 (Tabel 3).
bervariasi, perbedaan nilai suhu ditemukan Kebutuhan oksigen bagi ikan bervariasi
pada stasiun V hal ini disebabkan oleh di tergantung kepada jenis ikan, umur, ukuran
stasiun ini merupakan daerah inlet danau. ikan dan faktor lingkungan seperti temperatur
Stasiun V banyak ditemukan ikan yang (Beveridge 1996). Berdasarkan hasil
bergerombol dan matang gonad diduga penelitian bahwa kelarutan oksigen di Danau
bawa ikan R. tawarensis membutuhkan suhu Laut Tawar mendukung untuk kehidupan
yang relatif rendah untuk siklus hidupnya. ikan karena kadarnya lebih besar dari 5 mg/l.
Suhu perairan ini relatif rendah juga Alkalinitas adalah gambaran
disebabkan oleh ketinggian Danau Laut kapasitas air untuk menetralkan asam, atau
Tawar 1 200 di permukaan laut (altitude). kuantitas anion di dalam air yang dapat
Berdasarkan Said dan Triyanto (2010) menetralkan kation hidrogen. Nilai alkalinitas
bahwa ikan R. argyrotaenia tidak mampu tertinggi terdapat pada stasiun V yaitu
hidup pada suhu 32-34 °C. Menurut 131.63±1.38 mg/lCaCO3 dan terendah
Welcomme (1985) faktor yang 79.84±2.10 mg/lCaCO3. Perbedaan nilai

30
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

alkalinitas disebabkan oleh perbedaan dilakukan pada pagi hari jadi ammonia tinggi
kandungan karbonat dari batuan dan tanah akibat ikan terperangkap melakukan eksresi.
oleh air serta sedimen dasar perairan. Pada Berdasarkan Boyd (1982) bahwa konsentrasi
stasiun V sumber inlet berasal dari bebatuan ammonia yang bersifat toksik bagi sebagian
tebing yang ada di tepi danau. Bebatuan ini besar biota perairan berkisar 0.6 sampai
mengalami pelapukan kemudian dilarutkan dengan 2.0 mg/l. Kandungan amonia di
oleh karbondioksida dan air sehingga Danau Laut Tawar masih aman bagi
menambah nilai alkalinitas dalam air. Nilai kehidupan biota perairan.
alkalinitas Danau Laut Tawar masih dalam Hasil rata-rata kisaran konsentrasi
batas yang dapat di tolelir oleh ikan ortofosfat (PO4-P) berkisar antara
Berdasarkan Boyd (1981) nilai alkalinitas 0.0110±0.0029 mg/l sampai dengan
yang baik dalam penyediaan CO2 adalah 20- 0.0215±0.0145 mg/l. Stasiun II memiliki nilai
150 mg/l. yang tinggi akibat stasiun ini dekat dengan
Nitrat (NO3-N) merupakan bentuk pemukiman penduduk. Nilai orthofospat di
nitrogen utama di perairan alami, sangat Danau Laut Tawar tergolong rendah.
mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Kelimpahan ikan memiliki korelasi
Hasil dari pengamatan nitrat diperoleh nilai positif dengan kecerahan. hal ini
nitrat diperoleh bervariasi berkisar antara mengindikasikan semakin tinggi kecerahan
0.04±0.03 mg/l sampai dengan 0.30±0.43 semakin tinggi kelimpahan ikan. kondisi ini
mg/l. Stasiun II nilai nitral relatif tinggi diduga berkaitan dengn intensitas cahaya
disebabkan karena stasiun ini merupakan yang masuk kedalam kolom perairan. Ikan R.
stasiun yang dekat dengan pemukiman tawarensis merupakan ikan yang bersifat
masyarakat. Stasiun I juga relatif tinggi hal ini plankton feeder dan pelagik (Muchlisin et al.
disebabkan karena bahan organik yang 2009), diduga sangat tergantung pada
masuk berasal dari keramba apung. Pada keberadaan plankton sebagai makanannya.
stasiun IV memiliki nilai relatif rendah akibat Studi individu memperlihatkan
pada lokasi ini relatif tertutup dan sedikit (Gambar 3) stasiun IV berkorelasi erat
terdapat aktivitas oleh manusia. Nilai NO3-N dengan sumbu satu positif, maka stasiun ini
di Danau Laut Tawar masih dalam kisaran dicirikan dengan kecerahan yang relatif
yang baik bagi pertumbuhan ikan. tinggi. Kemudian stasiun II berkorelasi positif
Berdasarkan Vollenweider (1974) diacu dengan Nitrat dan stasiun I dicirikan dengan
dalam Effendi (2003) bahwa perairan yang N-Nitrit. Bila dilihat dari sumbu dua positif
memiliki kandungan nitrat 0.0 sampai 1.0 stasiun V dicirikan dengan Alkalinitas yang
mg/l merupakan perairan yang dikategorikan tinggi. Selanjutnya bila dihubungkan dengan
sebagai perairan kurang subur. ciri stasiun stasiun V dicirikan dengan
Kandungan Nitrit (NO2-N) pada Akalinitas yang tinggi hal ini disebabkan
penelitian ini berkisar antara 0.0011±0.00 karena pada stasiun ini merupakan salah
mg/l sampai dengan 0.0024±0.0009 mg/l. satu inlet Danau Laut Tawar yang memiliki
Nilai Nitrit di waduk Kuto Panjang pada substrat batu dan air yang masuk melalui
permukaan lebih rendah dibandingkan tebing tepi danau, diduga aliran air ini
dengan bagian yang lebih dalam hal ini membawa banyak karbonat yang berasal
disebabkan sifat nitrit yang tidak stabil dari pelapukan bebatuan yang ada. Stasiun
sehingga kemungkinannya sebagian NO2-N III tidak memiliki penciri, artinya memiliki
telah teroksidasi menjadi NO3-N (Hatta karakter yang relatif sama.
2007). Kandungan nitrit di Danau Laut Tawar Kondisi lingkungan yang berbeda
masih aman bagi ikan karena nilai nitrit yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan
aman bagi kehidupan organisme adalah kecil komunitas dan komponen penyusun suatu
dari 0.5 mg/l. ekosistem. Berdasarkan informasi data
Hasil pengamatan ammonia selama kondisi lingkungan Danau Laut Tawar dapat
penelitian di kelima stasiun diperoleh kisaran diduga bahwa, ikan endemik R. tawarensis
0.0240±0.0046 mg/l sampai dengan memiliki karateristik habitat yaitu : alkalinitas,
0.0669±0.00 mg/l. Boyd (1982) menyatakan kecerahan, oksigen terlarut dan pH yang
keberadaan ammonia di perairan merupakan tinggi serta suhu yang rendah. Terutama di
hasil proses dekomposisi dari bahan organik stasiun V berdasarkan informasi nelayan dan
yang banyak mengandung senyawa nitrogen hasil pengamatan selama penelitian
oleh mikroba, ekskresi organisme, reduksi merupakan tempat memijah ikan R.
nitrit oleh bakteri, dan kegiatan pemupukan. tawarensis ditemukan karateristik lingkungan
Tingginya nilai ammonia di stasiun V diduga yang berbeda walaupun perbedaan tersebut
karena pada stasiun ini merupakan prangkap tidak berbeda nyata berdasarkan uji statistik.
ikan R. tawarensis dan pengukuran

31
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

KESIMPULAN Effendi H.. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi


1. Ikan R. tawarensis menyebar secara Pengelolaan Sumeberdaya dan
merata di seluruh stasiun penelitian Lingkungan Perairan. Bogor : Penerbit
2. Kondisi lingkungan perairan masih Kanasius.
mendukung pertumbuhan ikan R. Hatta M. 2007. Hubungan antara
tawarensis dengan karateristik produktivitas primer fitoplankton
lingkungan perairan yaitu : alkalinitas, dengan unsur hara pada kedalaman
kecerahan, oksigen terlarut dan pH yang secchi di perairan Waduk PLTA Koto
tinggi serta suhu yang rendah. Panjang, Riau [tesis]. Bogor. Program
Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor.
DAFTAR PUSTAKA
Hartoto DI, Sarniat AS, Sjafei DS, Satya A,
[Bappeda] Badan Perencanaan Syawal Y, Sulastri, Kamal MM, dan
Pembangunan Daerah Kabupaten Siddik Y. 1998. Kriteria Evaluasi
Aceh Tengah. 2004. Laut Tawar Suaka Perikanan Darat. Pusat
Selayang Pandang (Karateristik Penelitian dan Pengembangan
Danau Laut Tawar). Brosur. Limnologi LIPI. Cibinong.
Takengon. 9 hal. Hasri I. 2010. Pertumbuhan, reproduksi,
[Bappeda] Badan Perencanaan tingkat eksploitasi dan alternative
Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh pengelolaan ikan endemic Rasbora
Tengah. 2007. Aceh Tengah dalam tawarensis (Weber dan de Beaufort
angka.Takengon. 1916) di danau Laut Tawar, Aceh
[Bappeda] Badan Perencanaan Tengah [tesis]. Bogor. Program
Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor.
Tengah. 2009. Aceh Tengah dalam
Kartamihardja ES, Satria H, Sarnita AS.
angka.Takengon. 1995. Limnologi dan potensi produksi
Bhukaswan T. 1980. Management of Asian ikan Danau Laut Tawar, Aceh Tengah.
Reservoir Fisheries. FAO Fish Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia
Technical paper 207:69. 1(3) : 11-25.
Boyd CE. 1981. Water Qualityfor in Warm Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN,
Water Fish Pond. Auburn University. Wiryoatmodjo S. 1993. Ikan Air Tawar
Auburn. Alabama. 358p Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi.
Boyd CE. 1982. Water Quality in Ponds for Periplus Edition. 293 hal.
Aquaculture. Elsevier Scientific Matthews WJ. 1990. Spatoal and temporal
Publishing Company. Amsterdam. variation in fishes of riffele habitats; a
312p. comparison of analytical approaches
Boyd CE dan Litchkopler. 1982. Water for Roanoke River. American Midland
Quality Management in Pond Fish Naturalist 124:31-45.
Culture. Auburn University. Auburn Meador MR and Matthews WJ. 1992. Spatial
Alabama. 30p and temporal patterns in fish
Brojo M, Sukimin S, dan Mutiarsih I. 2001. assemblage structure of an intermitten
Reproduksi ikan depik (Rasbora Texas stream. American Midland
tawarenisis) di perairan Danau Laut Naturalist 127: 106-114.
Tawar, Aceh Tengah. Iktiologi Muchlisin ZA dan MNS Azizah. 2009.
Indonesia 1( 2) : 19-23. Diversity and distribution of freshwater
[Diskan] Dinas Perikanan Daerah Istimewa fishers in Aceh waters. Nortern-
Aceh. 1989. Laporan Tahun 1989 Dinas Sumatra, Indonesia. International
Perikanan Provinsi Daerah Istimewa Journal of Zoological Research 1-8
Aceh. Banda Aceh. Muchlisin ZA dan Azizah SMN, Rudi E, Fadli
N. 2009. Danau Laut Tawar dan
Edwars TM, Toft G, Louis J, Guillette Jr.
Permasalahannya. Seminar Danau
2010. Seasonal reproductive patterns
Laut Tawar “Save Depik”. Paper. 1-10
of female Gambusia holbrooki from
Muchlisin ZA, M Musman dan MNS Azizah.
two Florida lakes. WWW J Science of
2010. Depik, eyas, dan relo manakah
the Total Environment . [terhubung
Rasbora tawarensis?. Prosiding
berkala].
Seminar Nasional Ikan VI dan Kongres
http://www.elsevier.com/located/
Masyarakat Iktiologi III. Cibinong, 8-9
scitotenv. [10 Desember 2009]
Juni 2010. siap terbit.

32
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

Nurfadillah. 2010. Dinamika struktur


komunitas fitoplankton dan status
trofik perairan Danau laut tawar
kabupaten Aceh Tengah [tesis].
Bogor. Program Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor.
Said DS dan Triyanto. 2010. Respon biologis
ikan hias endemis terhadap
perubahan lingkungan keasaman dan
suhu perairan. Prosiding Seminar
Nasional Ikan VI dan Kongres
Masyarakat Iktiologi III. Cibinong, 8-9
Juni 2010.
Saleh M. 2000. Ekosistem Danau Laut
Tawar Tahun 2000. Yayasan Abdi
Lingkungan Hidup D.I. Aceh. Banda
Aceh.
Welcomme RL. 1985. River Fisheries. FAO
Technical Paper. Rome. p 262
Weber M dan de Beaufort LF. 1916. The
Fishes Of The Indo-Australian
Archipelago. Vol. III Ostariophysi: II
Cyprinoidae, Apodes, Synbranchi. E-J-
Brill Ltd. Leiden.
Winemiller KO dan DB Jepsen. 1998.
Effects of seasonality and fish
movement on tropical river food webs.
J of Fish Biology . Texas. p 267–296 .

33
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

ASPEK BIOLOGI IKAN LAYANG DELES (Decapterus macrosoma)


DI PERAIRAN BANDA NEIRA, MALUKU

1 2 2
Budiono Senen , Sulistiono , dan Ismudi Muchsin
1
Sekolah Tinggi Perikanan Hatta-Sjahrir, Banda Neira
2
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, FPIK IPB

Abstrac : Shortfin Scad (Decapterus macrosoma) is one of the fish resource found in Banda Neira
waters, which at the moment is being commercially exploited by mini purse seine. This research was
carried out from February to August 2010 to investigate growth and reproduction. Method used in this
research was descriptive analysis. Samples were randomly taken once a week for as many as 50-100
individual of fish (N = 1937, male = 979, female = 958). The result obtained from this study shows that
sex ratio of the fish was of 1:1. The total body length ranged between 75 and 315 mm. In general, the
fish is spawned between February and March. The size of the first male and female mature gonad was
250 mm total body length. The highest gonad somatic index was 2.19% (February) and the lowest one
was 1.7% (June).
Keywords: Gonado maturity, gonado somatic index and sex ratio.

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE


Banda Neira merupakan bagian dari Penelitian dilakukan di Perairan Banda
gugusan pulau-pulau yang terdapat di Propinsi Neira (Gambar 2) selama tujuh bulan
Maluku. Daerah ini secara administratif masuk (Februari-Agustus) 2010. Pengambilan ikan
dalam Kabupaten Maluku. Sumberdaya sampel setiap satu kali dalam seminggu dari
Perikanan pelagis kecil di Perairan Banda Neira hasil tangkap nelayan mini purse seine.
pada umumnya didominasi oleh ikan layang Ikan sampel dibedah dengan
deles (Decapterus macrosoma). Ikan ini menggunakan gunting bedah, dimulai dari anus
mempunyai peranan yang sangat penting tidak menuju bagian atas perut dibawah garis sisi dan
saja sebagai sumber makanan bergizi tetapi menyusuri garis sisi sampai kebagian belakang
juga sebagai sumber mata pencaharian dan operculum dilanjutkan sampai ke arah ventral
sumber lapangan kerja bagi banyak penduduk. hingga ke dasar perut. Daging dibuka sehingga
Nama lokal ikan layang (Decapterus sp.) di organ dalam dapat terlihat. Jenis kelamin
Banda Neira adalah ikan ”tali-tali” (Burhanuddin dilakukan dengan cara mengamati gonadnya.
1975).
Ikan layang D.macrosoma pada
awalnya dieksploitasi menggunakan pancing
ulur dan jaring insang (gill net). Namun akhir-
akhir ini penangkapan D.macrosoma telah
menggunakan mini purse seine. Sampai saat
ini penangkapan ikan layang dengan armada
mini purse seine dilakukan tanpa mengikuti
kaidah-kaidah pengelolaan sumberdaya
perikanan sehingga timbul kecenderungan
penangkapan ikan-ikan berukuran kecil dan
muda terus dilakukan (Atmadja & Haluan 2003).
Penelitian ini bertujuan sebagai Gambar 2. Lokasi penelitian di Perairan
informasih dasar untuk menjelaskan aspek Banda Neira
biologi diantaranya nisbah kelamin, tingkat
kematangan, ukuran pertama kali matang Penentuan tingkat kematangan gonad
gonad dan musim pemijahan di Perairan Banda ikan jantan dan betina ditentukan secara
Neira. morfologis mencakup warna, bentuk, dan
ukuran gonad. Gonad dipisahkan dari organ
dalam lainnya kemudian diawetkan dengan
formalin 4%. Kemudian dilakukan analisis

34
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

terhadap aspek reproduksi ikan, meliputi perhitungan dengan menggunakan metode


tingkat kematangan goad, indeks kematangan Bathacarya ditemukan dua kelompok ukuran
gonad, ukuran pertama kali matang gonad. ikan jantan maupun betina dari seluruh
Analisis hubungan panjang berat ikan sampel yang ada. Kelompok ukuran
menggunakan uji regresi, dengan rumus pertama ikan jantan pada kelas panjang 75–
b
sebagai berikut: W = aL dengan W adalah 95 mm sampai dengan 138–158 mm
berat ikan (gram), L adalah panjang tubuh ikan sebanyak 493 ekor. Kelompok ukuran
(mm), serta a dan b adalah konstanta (Effendie kedua pada kelas panjang 159–179 mm,
1979). Analisis rasio kelamin dihitung dengan sebanyak 486 ekor. Kelompok ukuran
cara membendingkan jumlah ikan jantan dan pertama untuk ikan betina pada kelas
ikan betina yang menggunakan rumus: , panjang 75–95 mm sampai dengan 138–158
mm, sebanyak 446 ekor dan jumlah rata-rata
dengan X adalah rasio kelamin, J adalah
148 ekor, kelompok ukuran kedua pada
jumlah ikan jantan (ekor) dan B adalah jumlah
kelas panjang 159–179 mm sampai dengan
ikan betina (ekor).
306-326 mm, sebanyak 512. Jumlah individu
Faktor kondisi (K) dianalisis terbanyak berada pada ukuran 136.5 mm
berdasarkan persamaan Ponderal Index, untuk dan terendah pada ukuran 304.5 mm
pertumbuhan isometric (b=3) faktor kondisi (Gambar 3).
(K ) dengan menggunakan rumus (Effendie Jantan
TL

1979): . Untuk pertumbuhan bersifat


allometrik (b≠3) faktor kondisi dihitung
menggunakan rumus; dengan K adalah
faktor kondisi, W adalah berat ikan (gram), L
Frekuensi

panjang baku (gram) dan a,b konstanta


regresi.

Tingkat kematangan gonad (TKG) Betina


ditentukan secara morfologi gonad ikan
contoh. Indeks kematangan gonad (IKG)
dihitung dengan rumus:

dengan Bg adalah berat


gonad (gram), Bt adalah berat tubuh (gram)
(Effendie 1979).
Panjang total (mm)
Ukuran pertama kali matang gonad,
dianalisis dengan menggunakan fungsi
logistik (Arocha & Barrios 2009), sebagai Gambar 3. Sebaran ukuran panjang ikan
berikut : , dengan Mf proporsi layang D.macrosoma Jantan,
N = 979 dan ikan D.
dari induk yang matang gonad, Li adalah
macrosoma betina, N = 958
panjang total, a dalah kemiringan dari kurva
Mr dan b panjang pada saat 50% matang Banyaknya ikan yang berukuran
gonad (L50). 136.5 mm, diduga berasal dari populasi ikan-
ikan muda yang masuk di kawasan
HASIL DAN PEMBAHASAN
penangkapan yang terjadi pada bulan Mei
Sebaran Frekuensi Panjang dan Juli. Manik (2003), melaporkan bahwa
kelompok umur ikan layang D.macrosoma
Ikan layang deles (Decapterus yang pertama tertangkap pada bulan April
macrosoma) yang dianalisis selama dengan panjang rata-rata 99.5 mm. Hal yang
penelitian berjumlah 1937 ekor yang terdiri sama seperti yang ditemukan di sepanjang
dari 979 jantan dan 958 betina. Berdasarkan pantai utara Karimun Jawa dari bula April

35
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

sampai Agustus banyak ditemukan ikan-ikan sekitar Perairan Kepulauan Banda Neira setiap
(Decapterus spp.) Muda Hendiarti et al. bulan berfluktuasi seperti yang dicantumkan
(2005). pada Tabel 1. Pola pertumbuhan alometrik
positif yaitu pada ikan layang bulan Februari,
Hubungan panjang berat
Mei, Juli dan Agustus; kemudian pada bulan
Hasil uji-t nilia-nilai b baik ikan jantan Maret, April dan Juni menunjukan pola
maupun betina terhadap nilai 3 menunjukkan alometrik negatif.
bahwa pola pertumbuhan ikan layang deles di

Tabel 1. Nilai hubungan panjang berat ikan D.macrosoma

Persamaan Kisaran Nilai b


2
Bulan r Hasil n α 0.05
Panjang berat (α 0.05)

3.435
Februari W = 9E-07L 0.771 3.3282–3.5418 b>3 111 Alometrik Positif

2.693
Maret W = 5E-05L 0.934 2.6305–2.7554 b<3 48 Alometrik Negatif
2.326
April W = 0.00037L 9.949 2.2731–2.3789 b<3 30 Alometrik Negatif
3.097
Mei W = 5E-06L 0.986 3.0858–3.1082 b>3 380 Alometrik Positif
2.618
Juni W = 8E-05L 0.796 2.5679–2.6681 b<3 116 Alometrik Negatif
3.187
Juli W = 4E-06L 0.993 3.1812–3.1928 b>3 1134 Alometrik Positif
3.054
Agustus W = 7E-06L 0.902 2.9953–3.1127 b>3 118 Alometrik Positif

sedikit menyimpang dari hukum kubik


(b ≠ 3). Secara biologis nilai b berhubungan
Tingginya nilai b tersebut karena dengan kondisi ikan; sementara kondisi ikan
sebagian besar (90,5%) contoh ikan pada bergantung pada makanan, umur, jenis kelamin
bulan-bulan tersebut mulai matang gonad dan dan kematangan gonad (Effendie 1979).
hanya 9,5% sampel yang dalam kondisi baru
selesai memijah. Faktor kondisi

Sementara dari hasil penelitian Faktor kondisi ikan dipengaruhi


Bustaman dan Badarudin (1993) di Perairan oleh berbagai faktor eksternal lingkungan
Maluku, Irian Jaya dan Laut Banda termasuk dan faktor biologis diantaranya
Halmahera pada ikan yang sama menemukan kematangan gonad untuk reproduksi.
pola allometrik negatif (b < 3), yaitu b = 2.4200- Rata-rata faktor kondisi ikan layang
2.5478; yang sama seperti di Teluk Ambon, D.macrosoma berfluktuasi setiap bulan.
yaitu b = 2.30 (Syahailatua 2004). Adapun Berdasarkan hasil penelitian faktor kondisi
perbedaan nilai b seperti ini menurut Ricker ikan betina lebih tinggi dibandingkan
(1975), tidak saja antara populasi dari spesies jantan. Kisaran rata-rata
yang sama, tetapi juga antar populasi yang faktor kondisi ikan layang jantan antara
sama pada tahun-tahun yang berbeda yang 0.91-1.06 dengan nilai tertinggi (1.06)
diduga dapat diasosiasikan dengan kondisi ditemukan pada bulan Juni dan terendah
nutrisi mereka. Hal ini bisa terjadi karena pada bulan Juli (0.91), dan ikan betina
pengaruh faktor ekologis dan biologis. Merta memiliki kondisi 0.92-1.11, nilai tertinggi
(1993), menyatakan karena sering keadaan ditemukan pada bulan Maret dan terendah
lingkungan berubah dan atau kondisi ikannya pada bulan Juli. Faktor kondisi yang tinggi
berubah, maka hubungan panjang berat akan merupakan indikasi terjadinya

36
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

peningkatan aktivitas reproduksi. memijah hampir setiap bulan dengan puncak


Menurut Weatherley dan Gill (1987), pemijahan terjadi antara bulan Februari dan
selain bisa menggambarkan kondisi Maret (Gambar 4).
aktivitas reproduksi, nilai faktor kondisi
juga menggambarkan kondisi kelimpahan Terjadi pemijahan ikan layang deles di
makanan di Alam. Selanjutnya Hukom et Perairan Banda yang ditandai oleh adanya
al. (2006) juga mengatakan bahwa peningkatan jumlah ikan yang matang gonad
peningkatan nilai kondisi ikan berkaitan (TKG IV) yaitu pada bulan Februari dan maret.
erat dengan tingkat kematangan gonad. Menurut Sumadhiharga (1991;1994), ikan
layang di Teluk Ambon memijah sepanjang
Aspek reproduksi tahun dan puncak pemijahan D. macrosoma
terjadi pada bulan Agustus - Februari. Kondisi
Rasio Kelamin
serupa seperti yang dilaporkan oleh Widodo
Berdasarkan uji Chi-kuadrat terhadap (1988), dari hasil penelitian terhadap musim
rasio kelamin jantan dan betina diperoleh rasio pemijahan ikan layang di Laut Jawa, bahwa
kelamin tidak berbeda nyata pada taraf nyata tingkat kematangan gonad IV banyak terdapat
2 2
0.05 (95%) (X hitung (0.23) < X tabel (v=(7-1)*(2-1)) pada bulan Maret dan Juli dan puncak
(3.81). Rasio kelamin antara jantan dan betina pemijahan terjadi pada bulan April sampai Mei
setiap bulan penelitian seimbang (1:2) ini dan bulan Agustus sampai dengan September.
diduga karena ikan jantan dan betina Selain melakukan penelitian tingkat
keduanya aktif sehingga peluang kematangan gonad, musim pemijahan ikan
tertangkapnya kedua jenis ikan tersebut dilakukan pada suatu perairan dapat diteliti
seimbang. Setiap bulan rasio kelamin berkisar melalui penelitian terhadap jumlah telur yang
antara 0.87-1.40. Menurut Ganisa (1998). D. sudah masak sebelum dikeluarkan pada waktu
macrosoma di Perairan Tegal jantan dan ikan memijah (Batts 1972).
betina seimbang dan di Selat Makasar D. J antan
macrosoma jantan dan betina seimbang. 100

Sumadhiharga (1991;1994) mengatakan 80


bahwa perbandingan rasio kelamin antara Jantan
ikan jantan dan betina di Teluk Ambon selalu 60
seimbang. Keseimbangan jumlah ikan jantan
40
dan betina mengindikasikan bahwa satu ikan
layang deles jantan akan membuahi satu ikan 20
layang betina. Berdasarkan Ball dan Rao
0
(1984) in Sulistiono et al. (2009),
F eb Mar Apr Mei J un J ul Ags
perbandingan (1:1) merupakan kondisi ideal. B etina
Frekuensi (%)

100
Penyimpangan rasio kelamin dari pola TK G I
(1:1) dapat timbul dari berbagai faktor yang 80
TK G II
mencakup perbedaan distribusi, aktivitas dan 60
TK G III
gerakan ikan (Turkmen et al. 2002);
40
pergantian dan variasi seksual jantan dan TK G IV
betina dalam masa pertumbuhan, mortalitas 20 TK G V
dan lama hidup (Sadovy 1996, in 0
Simanjuntak 2007). F eb Mar Apr Mei J un J ul Ags

Tingkat Kematangan Gonad Bulan pengamatan


TKG dan IG dapat dipergunakan
Gambar 4. Tingkat kematangan gonad
unatuk menduga musim pemijahan. Ikan
(TKG) ikan layang D.macrosoma
layang deles jantan dan betin dengn TKG III
dan IV dapat ditemukan hampir setiap bulan
penelitian. Meningkatnya TKG III dan IV
menunjukkan bahwa ikan layang deles diduga

37
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

Ukuran pertama kali matang gonad reproduksinya. Ikan yang mengalami tekanan
karena tangkap lebih, cendrung matang gonad
Penelitian ukuran ikan pertama kali
pada ukuran lebih kecil (Trippel et al. 1997).
matang gonad secara berkala dapat dijadikan
sebagai indikator adanya tekanan terhadap Indeks Kematangan Gonad
populasi. Berdasarkan hasil perhitungan
dengan menggunakan fungsi logistik dalam Berdasarkan hasil penelitian secara
penelitian ini, ditemukan ukuran pertama kali keseluruhan nilai indeks kematangan gonad
matang gonad ikan jantan dan betina pada ikan layang bervariasi pada setiap bulan
ukuran panjang total yang sama yaitu 250 mm. penelitian. Nilai indeks kematangan gonad
Sementara penelitian yang dilakukan di Teluk jantan berkisar antara 0.38-2.19%, nilai banyak
Ambon ditemukan ukuran pertama kali matang dicapai pada bulan Februari (2.19%) dan
gonad pada ukuran panjang total D.macrosoma terendah pada bulan Juni 0.38%. IKG ikan
jantan (163 mm) dan betina (155 mm) layang betina berkisar antara 0.51-1.70%
(Syahailatua 2008). Najamuddin et al. (2004) dengan nilai banyak pada bulan Februari (1.7%)
melaporkan ikan layang deles (D.macrosoma) dan terendah bulan Juni 0.51%. Menurut
jantan pertama kali matang gonad pada kisaran Bagenal (1978), bahwa ikan betina yang
panjang cagak antara 196-201 mm dan untuk mempunyai nilai IKG lebih kecil dari 20%, dapat
ikan betina 198-203 mm. Ukuran melakukan pemijahan beberpa kali sepanjang
D.macrosoma pertama kali matang kelamin tahun (Gambar 6).
148.6-148.9 mm (Widodo 1988). Keadaan
ini terjadi akibat tangkapan yang berlebih
(over fishing). Ukuran pertama kali matang
gonad ikan layang D.macrosoma ditampilkan
pada Gambar 5.
Indeks kematangan gonad (%)

Bulan pengamatan
Gambar 5. Ukuran panjang ikan layang
D. macrosoma pertama kali
matang gonad Gambar 6. Indeks kematangan gonad
(IKG) ikan layang deles
Menurut Sulistiono et al. (2009) ukuran
berdasarkan bulan penelitian
setiap ikan pertama kali matang gonad berbeda,
bahkan spesies yang sama namun berbeda
habitatnya dapat matang gonad pada ukuran Berdasarkan tingkat kematangan
yang berbeda pula. Ukuran pertama kali gonad, nilai IKG layang deles jantan dan
matang gonad memiliki hubungan dengan betina cendrung meningkat sejalan dengan
pertumbuhan dan pengaruh lingkungan bertambahnya TKG, kemudian nilai IKG
terhadap pertumbuhan serta strategi menurun pada saat mencapai TKG V, hal ini
terjadi akibat proses pemijahan yang

38
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

menyebabkan berat gonad berkurang. Kondisi Genisa, AS. 1998. Beberapa catatan tentang
ini terjadi pada setiap stasiun penelitian selama biologi ikan layang marga Deacpterus.
penelitian. Tamsil (2000) menyatakan bahwa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
umumnya gonad ikan akan terus berkembang Pusat penenlitian dan pengembangan
dan akan mencapai nilai maksimum pada TKG osionologi Jakarta. Oseana, Volume
IV, kemudian menurun saat memasuki TKG V, XXIII. No. 2. 1998 : 27-36.
karena ikan telah melakukan pemijahan.
Hendiarti, N.; Suwarso.; Aldrian, E.; Amri, K.;
Andiastuti, R.; Sachoemar, S.I.;
KESIMPULAN
Wahyono, I.B. 2005. Seasonal
Rasio kelamin ikan jantan dan betina variation of pelagic fish catch, around
setiap bulan pengamatan seimbang (1:2). Java. Fishery Oceanography I Vol. 18,
Ukuran ikan layang D.macrosoma pertama No.4, Dec. 2005.
kali matang gonad pada panjang 250 mm, Hukom, FD.; Purnama, DR. dan Rahardjo,
baik ikan jantan maupun ikan betina. Musim MF. 2006. Tingkat kematangan gonad,
pemijahan terjadi antara bulan Februari dan faktor kondisi, dan hubungan panjang
Maret. berat ikan tajuk (Aphareus rutilans
Cuvier, 1830) di perairan laut dalam
Pelabuhanratu, Jawa Barat. Jurnal
Ikhtiologi Indonesia, 6(1): 1-9.
DAFTAR PUSTAKA
Manik, N. 2003. Beberapa parameter
Arocha, F, Barios A. 2009. Sex rations, populasi ikan layang (Decapterus
spawning seasonality, sexual maturity, russelli) di Perairan Maluku Utara.
and fecundity of white marlin Oseanologi dan Limnologi di Indonesia.
(Tetrapturus albidus) from the western No. 35: 65-74.
central Atlantic. WWW J Fish Res
95:98-111. [terhubung berkala]. Merta, IGS. 1993. Hubungan panjang – berat
http://www.elsevier.com/located/fishres. dan faktor kondisi ikan lamuru,
Sardinella lemuru BLEEKER, 1853 dari
Atmaja, SB. dan Haluan, J. 2003. Perubahan perairan Selat Bali. Jur. Pen. Per. Laut
hasil tangkapan lestari Ikan pelagis kecil (73) : 35-44.
Di Laut Jawa dan sekitarnya. Buletin PSP
Volume XII No.2 /10/20. Najamuddin, M.; Achmar.; Budimawan dan
Indar, M. 2004. Pendugaan ukuran
Bagenal, TB. 1978. Aspects of fish fecundity. pertama kali matang gonad ikan layang
Ecology of freshwater fish production. deles (Decapterus macrosoma Bleker)
Blackwell scientific publications. Oxford. J. Sains & Teknologi. No. 1. Vol. 4 : 1-8.
P 77-101.
Ricker, WE. 1975. Comutation and
Betts, BS. 1972. Sexsual maturity, fecundity interpretation of biological statistics of
and Sex ratio of skipjack tuna fish population. Ottawa: Departemen of
(Katsuwonus pelamis, Linn.) in North the environment. Fisheries and marine
Carolina waters trans. Amer.fish.Soc., service. Pacific Biological Station. 382
101 (4) : 626-637. p.
Burhanuddin. 1975. Tali-tali ikan layang Simanjuntak, CPH. 2007. Reproduksi ikan
“Raksasa” dari Pulau Banda. Oseane 2 selais, Ompok hypopthalmus (Bleeker)
(2) : 6-8. berkaitan dengan perubahan
Bustaman, S. dan M. Badaruddin. 1993. hidromorfologi perairan di rawa banjiran
Pengusahaan ikan layang (Decapterus Sungai Ampar Kiri [tesis]. Bogor.
spp.) di Perairan Maluku-Irian Jaya. Program Pascasarjana. Institut
Jurnal Pen. Perik. Laut 76 : 44-49. Pertanian Bogor.

Effendie, MI. 1997. Metode Biologi Sulistiono.; Soenanthi, KD,; Ernawati, Y.


Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 2009. Aspek reproduksi ikan lidah,

39
Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

Cynoglossus linguna H.B. 1822 di VENEMA, J.M. CHRISTENSEN, dan D.


perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. PAULY (eds.) Contributions to tropical
Jurnal Iktilogi Indonesia, 9(2): 175-185, fisheris biology. FAO Fish. Rep. 389 :
2009. 308 – 323.
Sumadhiharga, OK. 1991. Struktur populasi
dan reproduksi ikan momar marah
(Decapterus russelli) di Teluk Ambon.
Dalam: Perairan Maluku dan sekitarnya
(Editor: Praseno, et al.) Balai penelitian
dan pengembangan sumberdaya laut,
Puslitbang Oseanologi–LIPI: 39-47.
Sumadhiharga, OK. 1994. Reproduksi dan
makanan ikan momar puti (Decapterus
macrosoma) di Teluk Ambon. Perairan
Maluku dan sekitarnya 6 : 27 – 40.
Syahailatua, A. 2008. Aspek biologi dan
eksploitasi sumberdaya perikanan ikan
layang Decapterus russelli dan D.
macrosoma di Teluk Ambon.
Tamsil, A. 2000. Studi beberapa kerakteristik
reproduksi pemijahan dan kemungkinan
pemijahan buatan ikan bungo
(Glossogobius cf aureus di Danau
Tempe dan di Danau Sidenreng
Sulawesi Selatan. Disertasi. Tidak
dipublikasikan. Program Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 177 p.
Trippel, EA.; Kjesbu, OS.; dan Solemial, P.
1997. Effects of adult age and size
structure on reproductive output in
marine fishes. In R. Christopher
Chambers and Edward A. Trippel (eds.).
Early life history and recruitment in fish
populations. Fish and Fisheries Series
21, Chapman and Hall. p 31-62.
Turkmen, M.; Erdogan, O.; Yildirim, A. dan
Akhyurt, I. 2002. Reproductive tactics,
age and growth of Capoeta capoeta
umla Heckel 1843 from the Askale
Region of the Karasu River, Turkey.
WWW J Fish Res 54:317-328.
[terhubung berkala].
http://www.elsevier.com/located/fishres.
Weatherly, AH. dan Gill, HS. 1987. The
biology of fish growth. Academic Press,
London.433 p.
Widodo, J. 1988. Population biology of
Russell’s scad (Decapterus russelli) in
the Java sea, Indonesia. In : S.C.

40
[Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

Distribusi Spasial Udang Mantis Harpiosquilla raphidea dan Oratosquillina gravieri


di Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi
Ali Mashar dan Yusli Wardiatno
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor

Abstrak :Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji habitat dan pola distribusi spasial udang mantis
Harpiosquilla raphidea dan Oratosquillina gravieri sebagai salah satu dasar untuk upaya
pengelolaan udang mantis secara optimal dan berkelanjutan. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-
Juli 2010 di Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa udang mantis jenis H. raphidea dan O. gravieri mempunyai habitat dan pola
distribusi spasial yang sama. Habitat kedua jenis udang mantis tersebut adalah dasar perairan
berlumpur dengan tipe substrat lempung berpasir. Daerah pasang surut merupakan habitat dari
udang mantis muda atau ukuran kecil. Adapun pola distribusi kedua jenis udang mantis tersebut
adalah mengelompok sempurna.
Kata Kunci: habitat, distribusi spasial, Harpiosquilla raphidea, Oratosquillina gravieri, Kuala
Tungkal

PENDAHULUAN
Udang mantis, juga dikenal dengan udang
ronggeng, udang nenek dan udang ketak,
merupakan salah satu sumberdaya
perikanan ekonomis penting dan juga
merupakan komoditas ekspor, diantaranya
ke Hongkong dan Taiwan (Kompas 27 Juli
2004). Udang mantis banyak dijumpai di
perairan laut Indonesia, salah satunya di
perairan Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Jambi. Kuala Tungkal terkenal
sebagai penghasil utama udang mantis,
terutama jenis Harpiosquilla raphidea di
Indonesia dan menyuplai sekitar 60% dari
total volume ekspor udang mantis. Kegiatan
penangkapan udang mantis di Kuala (A) (B)
Tungkal dilakukan setiap saat (tidak Gambar 1. Udang mantis yang ditemukan di
mengenal musim). lokasi penelitian: (A)
Selain jenis H. raphidea, di Kuala Tungkal Harpiosquilla raphidea; (B)
juga ditemukan jenis udang mantis lain Oratosquillina gravieri
dalam jumlah tidak sedikit, yaitu
Oratosquillina gravieri, namun sampai saat
ini belum menjadi target tangkapan (Gambar METODE PENELITIAN
1). Udang mantis cenderung memilih habitat 1. Waktu dan Lokasi Penelitian
yang sesuai untuk kehidupannya. Namun Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei
demikian, hingga saat ini belum diketahui hingga Juli 2010 di Kuala Tungkal,
secara pasti sebaran habitat jenis-jenis Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi
udang mantis di Kuala Tungkal. Oleh karena
(Gambar 2). Analisis sampel tanah dilakukan
itu, perlu dikaji distribusi udang mantis
secara spasial agar upaya pemanfaatan di Laboratorium Analisis Tanah, Departemen
udang mantis tersebut dapat efektif dan Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas
optimal dengan tetap menjaga Pertanian, IPB.
kelestariannya.
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk
mengkaji jenis habitat dan pola distribusi
udang mantis secara spasial sebagai salah
satu dasar untuk upaya pengelolaan udang
mantis secara optimal dan berkelanjutan.

41
[Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

Sedangkan tipe substrat udang mantis dilihat


dengan menggunakan Segitiga Miller
(Brower et al. 1990) (Gambar 3).

Gambar 2. Lokasi penelitian (Diadopsi dari


Wardiatno & Mashar 2010)
Gambar 3. Segitiga miller
2. Pengambilan Contoh Udang Mantis dan Pola distribusi populasi udang mantis
Substrat dihitung dengan menggunakan Indeks
Lokasi pengamatan terdiri dari 3 stasiun, Sebaran Morisita (Brower et al. 1990), yaitu:
2
yaitu Stasiun 1 dan 2 terletak di sebelah kiri xi N
Muara Sungai Pangabuan, dan stasiun 3 Id
nN ( N 1)
terletak di sebelah kanan Muara Sungai
Pangabuan. Adapun lokasi pengambilan Keterangan:
contoh, yaitu udang mantis contoh dan Id = Indeks Sebaran Morista
contoh substrat, pada masing-masing n = Jumlah stasiun pengambilan contoh
stasiun pengamatan dilakukan secara acak xi = Jumlah individu pada setiap stasiun
dengan bantuan alat GPS untuk menandai pengambilan contoh
lokasi pengamatan. N = Jumlah total individu pada seluruh
Penangkapan udang mantis contoh dan stasiun
pengambilan contoh substrat dilakukan Kriteria hasil perhitungan Indeks Sebaran
dengan bantuan nelayan udang mantis di Morisita:
lokasi penelitian dengan menggunakan alat Id = 0  Pola sebaran bersifat seragam
tangkap sondong. Udang mantis yang sempurna
tertangkap dipisahkan per jenis per stasiun Id = 1  Pola sebaran bersifat acak
pengamatan dan kemudian masing-masing Id = n  Pola sebaran bersifat
dihitung jumlahnya. Pengambilan contoh mengelompok sempurna
substrat dilakukan dengan menggunakan Untuk menguji kebenaran Indeks Sebaran
pipa yang ditancapkan ke dalam lumpur. Morisita, digunakan Uji Chi-Kuadrat (Brower
Kedalaman lumpur berkisar antara 2-5 cm. et al. 1990) sebagai berikut:
2
Contoh substrat dimasukkan ke dalam 2
Xi
kantong plastik lalu diberi label untuk X
nN N
masing-masing stasiun pengamatan,
Keterangan:
kemudian dianalisis di Laboratorium 2
χ = Nilai Chi-Kuadrat
Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan,
n = Jumlah unit pengambilan contoh
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB
Xi = Jumlah individu tiap stasiun
untuk mengetahui komposisi (%) liat, debu,
N = Jumlah total individu yang diperoleh
pasir serta tipe substrat.
i = 1, 2, 3,…, s
Nilai Chi-Kuadrat Perhitungan dibandingkan
3. Analisis Data
dengan nilai Chi-Kuadrat Tabel Statistika
a. Analisis Distribusi Udang Mantis
pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05).
Kelompok ukuran udang ini diperoleh
dengan menggunakan software FISAT II.

42
[Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

HASIL menyatakan bahwa udang ronggeng


Habitat Udang Mantis menyenangi dasar perairan yang terdiri dari
Substrat di perairan dipengaruhi oleh pasir atau pasir campur lumpur dan udang
beberapa faktor antara lain, masukan yang ini juga hidup pada dasar perairan atau
berasal dari sungai dan laut serta kecepatan celah-celah batu-batuan, sehingga perairan
arus. Perairan yang arusnya kuat lebih yang dasarnya terdiri dari pasir dan berbatu
banyak ditemukan substrat pasir, karena merupakan habitat utama udang ronggeng.
partikel yang berukuran kecil akan terbawa Udang ronggeng hidup terutama di pantai
ke tempat yang lebih jauh oleh aktivitas arus berlumpur dan juga kawasan terumbu
dan gelombang. Habitat udang mantis yang karang. H. raphidea memiliki kisaran
ditemukan di Kabupaten Tanjung Jabung toleransi yang luas terhadap tipe substrat. H.
Barat berada pada daerah pasang surut raphidea dapat hidup dasar perairan dengan
(intertidal). Daerah ini menyebar sepanjang tipe substrat lempung berpasir, lempung liat
pantai dan pesisir Kuala Tungkal. Secara berpasir dan lempung. Sedangkan O.
visual, daerah intertidal ini mempunyai gravieri lebih menyukai dasar perairan
substrat dasar berupa lumpur. Di daerah dengan tipe substrat lempung berpasir.
intertidal ini, udang mantis berlindung dalam Distribusi Udang Mantis
lubang di dalam substrat lumpur dengan Jumlah udang mantis yang teramati selama
diameter dan kedalaman lubang yang penelitian berdasarkan kelompok ukuran
bervariasi sesuai dengan ukuran udang secara ringkas disajikan pada Gambar 4
mantis. Hasil pengamatan langsung di lokasi untuk H. raphidea dan Gambar 5 untuk O.
penelitian ini memperkuat pernyataan squillina.
Edyson (1986) in Wardiatno et al. (2009)
bahwa udang mantis cenderung
membenamkan diri ke dasar perairan untuk
berlindung.
Untuk mengetahui tipe substrat dasar
perairan tersebut secara lebih pasti, maka
dilakukan analisis fraksi penyusun substrat
yang secara ringkas hasilnya disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi fraksi penyusun tanah
pada habitat udang mantis Stasiun 1 Stasiun 2
Stasiu Fraksi Penyusun Substrat Tipe
n Pasir Debu Liat Substrat
Tahun
2010
Stasiun 46,97- 26,34- 15,74- Lempung
1 51,94 34,63 21,72 Berpasir
Stasiun 57,57- 23,42- 12,49- Lempung
2 59,73 27,78 19,01 Berpasir
Stasiun 51,37- 21,17- 16,02- Lempung
3 59,90 32,61 18,94 Berpasir
Tahun
2009
Stasiun 43,08- Lempung
1,27-4,85 4,48-9,77
1 69,54 Berpasir
Stasiun 47,94- Lempung
1,46-4,75 6,41-10,14
2 56,50 Berpasir
Stasiun 3 Jarak dari
Stasiun
- - - - Pantai (meter)
3
Berdasarkan analisis terhadap fraksi
penyusun substrat dengan menggunakan Gambar 4. Jumlah Harpiosquilla raphidea
Segitiga Miller didapatkan hasil bahwa tipe berdasarkan kelompok ukuran
substrat udang mantis, baik Harpiosquilla Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat
raphidea maupun Oratosquillina gravieri kelompok ukuran udang mantis jenis H.
adalah lempung berpasir. Hal ini sesuai raphidea yang didapatkan pada penelitian
dengan pendapat Aziz et al. (2001)

43
[Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

ini, yaitu 3,75-8,75 cm; 8,75 -13,75 cm; habitat dari jenis udang-udangan yang lain
13,75-18,75; >18,75 cm. Dari seluruh kelompok muda atau ukuran kecil sebagai
kelompok ukuran tersebut, jumlah udang daerah pengasuhan dan mencari makan.
mantis H. raphidea paling banyak ditemukan Setelah dewasa udang-udang tersebut akan
pada kelompok ukuran 8,75-13,75 cm; menuju ke laut untuk mencari perairan
sedangkan paling sedikit ditemukan pada dengan salinitas yang lebih tinggi untuk
kelompok ukuran >18,75 cm. Kemudian dari kebutuhan kehidupannya.
sisi jumlah udang yang tertangkap, udang Kemudian berdasarkan Gambar 5 dapat
mantis H. raphidea paling banyak ditemukan dilihat kelompok ukuran udang mantis jenis
pada stasiun 3, yaitu sejumlah 344 individu. O. gravieri yang didapatkan pada penelitian
Kemudian disusul pada stasiun 2 dan ini, yaitu <5,3 cm; 5,3-7,8 cm; 7,9-10,3 cm;
stasiun 3 masing-masing sejumlah 132 >10,3 cm. Dari seluruh kelompok ukuran
individu dan 91 individu. tersebut, jumlah udang mantis O. gravieri
Dari Gambar 4 terlihat bahwa di stasiun 1 paling banyak ditemukan pada kelompok
udang mantis H. raphidea kelompok ukuran ukuran 7,9-10,3 cm. Hal ini diduga karena
3,75–8,75 cm banyak ditemukan pada jarak kelompok ukuran ini merupakan ukuran yang
970-1170 meter dari pantai, yaitu sekitar sudah mampu beradaptasi terhadap kondisi
muara Sungai Pangabuan, Kuala Tungkal lingkungannya. Adapun udang mantis O.
dan dekat dengan ekosistem mangrove. Hal gravieri paling sedikit ditemukan pada
ini menunjukkan bahwa daerah tersebut kelompok ukuran >10,3 cm. Hal ini dapat
merupakan habitat yang cocok bagi udang disebabkan karena udang mantis kelompok
mantis muda atau ukuran kecil. Pada daerah ukuran besar banyak yang ikut tertangkap
ini diduga banyak pasokan makanan alami oleh nelayan ketika para nelayan
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan berasal menangkap udang mantis H. raphidea,
dari arah daratan, termasuk dari ekosistem walaupun udang mantis O. gravieri ini bukan
mangrove. Setelah dewasa, udang mantis target tangkapan.
akan bermigrasi menuju ke perairan dengan
salinitas yang lebih tinggi. Fakta ini sesuai
dengan pendapat Yusuda in Suwandi (1978)
bahwa secara umum, kelompok udang muda
banyak terdapat di daerah payau dekat
pantai, sedangkan kelompok udang dewasa
banyak terdapat pada perairan laut yang
lebih jauh dari pantai dengan kadar garam
yang lebih tinggi untuk memijah.
Kemudian pada stasiun 2, udang mantis
Stasiun 1 Stasiun 2
kelompok ukuran 3,75–8,75 cm lebih banyak
ditemukan pada jarak 2.860–3.060 m dan
jarak 3.160–3.460 m dibandingkan jarak
2.560–2.760 m. Hal ini dapat diakibatkan
adanya arus yang kuat sehingga udang
mantis yang berukuran kecil terbawa ke arah
laut.
Pada stasiun 3, udang mantis yang
paling banyak ditemukan adalah udang
mantis kelompok ukuran 3,75–8,75 cm dan
8,75–13,75 cm. Jika dilihat dari keberadaan
stasiun tersebut, hal tersebut disebabkan
oleh kondisi habitatnya. Stasiun 3 terletak di
sepanjang muara Sungai Pangabuan. Muara
sungai ini banyak mendapatkan pasokan Gambar 5. Jumlah Oratosquillina gravieri
makanan dari daratan dan merupakan
berdasarkan kelompok ukuran

44
[Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

Sedangkan pada stasiun 1 dan 2 dapat kisaran toleransi yang lebih sempit
dilihat bahwa udang mantis O. gravieri dibandingkan H. raphidea sehingga lebih
kelompok ukuran <5,3 cm banyak ditemukan sulit beradaptasi terhadap lingkungan.
pada jarak yang lebih jauh mengarah ke laut.
Hal ini disebabkan udang mantis ukuran Pola Distribusi Udang Mantis
kecil tersebut terbawa arus Sungai Untuk mengetahui pola distribusi kedua jenis
Pangabuan atau arus pasang surut menuju udang mantis, digunakan Indeks Sebaran
ke arah laut. Morisita (Id) dan kemudian dilanjutkan
Kemudian dari sisi jumlah udang yang dengan Uji Chi-Kuadrat. Hasil perhitungan Id
tertangkap, udang mantis O. gravieri paling tersebut didapatkan hasil bahwa nilai Id
banyak ditemukan juga pada stasiun 3, yaitu untuk H. raphidea adalah 1,2043-1,6678;
sejumlah 112 individu. Kemudian disusul sedangkan nilai Id untuk O. gravieri adalah
pada stasiun 2 dan stasiun 3 masing-masing 1,0561-2,2208. Berdasarkan kriteria pada
sejumlah 46 individu dan 30 individu. Hal ini Indeks Sebaran Morisita, maka udang
disebabkan karena di stasiun 3 merupakan mantis H. raphidea dan O. gravieri
habitat yang sesuai untuk udang mantis ini mempunyai pola distribusi yang sama, yaitu
dan merupakan daerah yang selama ini Mengelompok Sempurna.
jarang dilakukan penangkapan. Pada stasiun Udang mantis hidup mengelompok sesuai
3 tersebut, arusnya kecil sehingga udang dengan jenisnya. Pola sebaran bersifat
mantis lebih dapat beradaptasi. Hal ini mengelompok diduga berkaitan dengan
sesuai dengan pernyataan Moore (1978) in kondisi lingkungan, ketersediaan makanan,
Martanti (2001) bahwa arus yang cepat akan dan tipe substrat. Ketersediaan makanan
membahayakan tempat hidup biota yang yang tinggi pada suatu tempat
biasanya hidup di dalam lumpur dan hewan memungkinkan suatu jenis organisme akan
perayap di dasar perairan. Aziz (1986) mengelompok pada tempat tersebut. Tipe
melaporkan distribusi dan kepadatan substrat berpengaruh terhadap pola sebaran
(jumlah) udang di suatu perairan dipengaruhi karena udang mantis akan berkumpul pada
oleh faktor lingkungan perairan, seperti arus, tipe substrat yang disukainya.
salinitas, pasang surut, serta tindakan Pola sebaran mengelompok berarti kedua
manusia di sekitar perairan tersebut, seperti jenis udang mantis H. raphidea dan O.
pembuangan sisa-sisa industri atau limbah gravieri ditemukan ditempat tertentu sesuai
rumah tangga yang dapat menimbulkan dengan preferensi habitatnya. Faktor fisik
pencemaran perairan. Berdasarkan terpenting yang bereaksi pada komunitas
wawancara terhadap nelayan bahwa stasiun dasar adlah turbulensi atau gerakan ombak
3 belum mengalami penangkapan. Hal ini (Nybakken 1988). Pada perairan yang
dikarenakan stasiun 3 berada pada lokasi dangkal interaksi ombak, arus, up welling
yang sempit sehingga mengakibatkan akan menimbulkan gerakan turbulensi. Pada
nelayan tidak melakukan penangkapan di dasar yang lunak, ombak ini dapat
daerah tersebut. menimbulkan gerakan bergelombang besar
Secara keseluruhan, berdasarkan Gambar 4 di dasar perairan yang sangat berpengaruh
dan Gambar 5, jumlah udang mantis jenis terhadap stabilitas subsrat. Hewan infauna
Harpiosquilla raphidea yang tertangkap yang hidup di dasar substrat sangat
selama penelitian di semua stasiun dipengaruhi oleh partikel substrat yang
pengamatan lebih banyak dibanding jenis teraduk. Selain itu, pergerakan ombak juga
Oratosquillina gravieri. Hal ini diduga karena dapat menentukan tipe partikel yang
H. raphidea bersifat superior atau pemangsa terkandung dan apabila pergerakan ombak
karena ukuran tubuh dan capitnya tersebut kuat maka akan memindahkan
(propundus) lebih besar dari O. gravieri partikel halus sebagai suspensi dan
sehingga O. gravieri kalah bersaing dengan menyisakan pasir.
H. raphidea, baik dalam kompetisi ruang Pola sebaran mengelompok berkaitan erat
maupun makan. Selain itu, juga dapat dengan kemampuan larva hewan bentik
disebabkan karena O. gravieri memiliki untuk memilih daerah yang akan

45
[Jurnal Pertanian-UMMI Volume 1 Nomor 1, Agustus 2011 ISSN : 2088-8848

ditempatinya. Kebanyakan hewan larva lebih Martanti D. 2001. Pola distribusi dan struktur
senang menetap di tempat yang terdapat populasi keong macan (Babylonia
spesies dewasanya. Hal ini menunjukkan spirata L.) di Teluk Pelabuhan Ratu
bahwa daerah tersebut cocok unyuk habitat pada musim timur. [skripsi].
hidupnya. Kemampuan larva memilih daerah Departeman Manajemen Sumberdaya
untuk menetap serta kemampuannya untuk Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
menunda metamorfosis membuat Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
penyebarannya tidak acak. Penyebaran Bogor.
secara acak relatif jarang terjadi di alam Nybakken JW. 1988. Biologi laut: suatu
(Nybakken 1988). pendekatan ekologis. [Terjemahan dari
Marine Biology: An ecological
KESIMPULAN approach, 3 rd edition]. Eidman HM,
Udang mantis jenis Harpiosquilla raphidea Koesoebiono, Bengen DG, Hutomo M,
dan Oratosquillina gravieri yang ditemukan di & Sukardjo S (penerjemah). PT
Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Gramedia. Jakarta. xv + 443 hlm.
Barat, Provinsi Jambi mempunyai habitat Suwandi E.1978. Beberapa aspek bilogi
dan pola distribusi yang sama. Habitat kedua udang penaeid yang tertangkap oleh
jenis udang mantis tersebut adalah dasar trawl di laut Arafura, Irian Jaya, dan
perairan berlumpur dengan tipe substrat Teluk Carpentaria, Australia [tesis].
lempung berpasir. Daerah penelitian, yang Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
merupakan daerah pasang surut, adalah Institut Pertanian Bogor. Bogor. 70
habitat dari udang mantis muda atau ukuran hlm.
kecil. Adapun pola distribusi kedua jenis Wardiatno Y, A Farajallah, & A Mashar.
udang mantis tersebut adalah mengelompok 2009. Kajian aspek reproduksi dan
sempurna. genetika udang mantis (Harpiosquilla
raphidea Fabricius, 1798) di Kuala
UCAPAN TERIMA KASIH Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Barat, Jambi sebagai upaya lanjutan
Sdr/i Elin Pratiwi, Novi Ariyanti, Adrian domestifikasi udang mantis. Institut
Damora, dan Wahyu Muzammil, alumni Pertanian Bogor. Bogor.
Departemen Manajemen Sumberdaya Wardiatno Y & A Mashar. 2010. Biological
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu information on the mantis shrimp,
Kelautan IPB angkatan 43 yang telah Harpiosquilla raphidea (Fabricius 1798)
membantu Penulis dalam kegiatan penelitian (Stomatopoda, Crustacea) in Indonesia
ini. with a highlight of its reproductive
aspects. Journal of Tropical and
DAFTAR PUSTAKA Conservation, 7: 63-73.
Aziz KA. 1986. Distribusi dan komposisi
udang palaemonidae yang tertangkap
di Perairan Teluk Banten. Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Aziz KA, Boer M, Widodo J, Djamali A, Gofar
A, & Rahmawati R. 2001. Perikanan
udang di Perairan Indonesia. Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Brower JE, JH Zar, & CN von Ende. 1990.
Field and Laboratory methods for
rd
general ecology. 3 edition. Wm. C.
Brown Publishers.

46

Anda mungkin juga menyukai