Anda di halaman 1dari 25

ANESTESI UMUM

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

1. Anestasi umum

Usaha menekan rasa nyeri pada tindakan operasi dengan menggunakan obat Telah dilakukan
sejak zaman dahulu termasuk pemberian alcohol dan opodium secara oral. Anestesi (pembiusan;
berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk
merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah
anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.

Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran
dan bersifat irreversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidak sadaran,
analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien. Tujuan dari
anastesi umum ini ialah menjamin hidup pasien yang memungkinan operator melakukan
tindakan bedah dengan leluasa dan menhilangkan rasa nyeri.

Eter ([CH3CH2]2O) adalah salah satu zat yang banyak digunakan sebagai anestesi dalam dunia
kedokteran hingga saat ini. Eter ditemukan seorang ahli kimia berkebangsaan Spanyol,
Raymundus Lullius pada tahun 1275. Lullius menamai eter "sweet vitriol". Eter pertama kali
disintesis Valerius Cordus, ilmuwan dari Jerman pada tahun 1640. Kemudian seorang ilmuwan
bernama W.G. Frobenius mengubah nama "sweet vitriol" menjadi eter pada tahun 1730.
Sebelum penemuan eter, Priestly menemukan gas nitrogen-oksida pada tahun [[1777], dan
berselang dua tahun dari temuannya itu, Davy menjelaskan kegunaan gas nitrogen-oksida dalam
menghilangkan rasa sakit.
Sebelum tahun 1844, gas eter maupun nitrogen-oksida banyak digunakan untuk pesta mabuk-
mabukan. Mereka menamai zat tersebut "gas tertawa", karena efek dari menghirup gas ini
membuat orang tertawa dan lupa segalanya.

Penggunaan eter atau gas nitrogen-oksida sebagai penghilang sakit dalam dunia kedokteran
sebenarnya sudah dimulai Horace Wells sejak tahun 1844. Sebagai dokter gigi, ia bereksperimen
dengan nitrogen-oksida sebagai penghilang rasa sakit kepada pasiennya saat dicabut giginya.
Sayangnya usahanya mempertontonkan di depan mahasiswa kedokteran John C. Warren di
Rumah Sakit Umum Massachusetts, Boston gagal, bahkan mendapat cemoohan. Usahanya
diteruskan William Thomas Green Morton.

Morton adalah sesama dokter gigi yang sempat buka praktik bersama Horace Wells pada tahun
1842. Ia lahir di Charlton, Massachusetts, Amerika Serikat pada tanggal 9 Agustus 1819. Pada
usia 17 tahun, ia sudah merantau ke Boston untuk berwirausaha. Beberapa tahun kemudian
mengambil kuliah kedokteran gigi di Baltimore College of Dental Surgery. Morton meneruskan
kuliah di Harvard pada tahun 1844 untuk memperoleh gelar dokter. Namun karena kesulitan
biaya, tidak ia teruskan. Pada tahun yang sama, ia menikah dengan Elizabeth Whitman dan
kembali membuka praktik giginya. Ia berkonsentrasi dalam membuat dan memasang gigi palsu
serta cabut gigi. Suatu pekerjaan yang membutuhkan cara menghilangkan rasa sakit.

Morton berpikir untuk menggunakan gas nitrogen-oksida dalam praktiknya sebagaimana yang
dilakukan Wells. Kemudian ia meminta gas nitrogen-oksida kepada Charles Jackson, seorang
ahli kimia ternama di sekolah kedokteran Harvard. Namun Jackson justru menyarankan eter
sebagai pengganti gas nitrogen-oksida.

Morton menemukan efek bius eter lebih kuat dibanding gas nitrogen-oksida. Bahkan pada tahun
1846 Morton mendemonstrasikan penggunaan eter dalam pembedahan di rumah sakit umum
Massachusetts. Saat pasien dokter Warren telah siap, Morton mengeluarkan gas eter (atau
disebutnya gas letheon) yang telah dikemas dalam suatu kantong gas yang dipasang suatu alat
seperti masker. Sesaat pasien yang mengidap tumor tersebut hilang kesadaran dan tertidur.
Dokter Warren dengan sigap mengoperasi tumor dan mengeluarkannya dari leher pasien hingga
operasi selesai tanpa hambatan berarti.
Tanggal 16 Oktober 1846 menjadi hari bersejarah bagi dunia kedokteran. Demonstrasi Morton
berhasil dengan baik dan memicu penggunaan eter sebagai anestesi secara besar-besaran.
Revolusi pembedahan dimulai dan eter sebagai anestesi dipakai hingga saat ini. Ia bukanlah yang
pertama kali menggunakan anestesia, namun berkat usahanyalah anestesia diakui dunia
kedokteran. Wajar jika Morton masuk dalam 100 orang paling berpengaruh dalam sejarah dunia
dalam buku yang ditulis William H. Hart beberapa tahun yang lalu.

Di balik kesuksesan zat anestesi dalam membius pasien, para penemu dan penggagas zat anestesi
telah terbius ketamakan mereka untuk memiliki dan mendapatkan penghasilan dari paten
anestesi yang telah digunakan seluruh dokter di seluruh bagian dunia.

Terjadilah perseteruan di antara Morton, Wells, dan Jackson. Masing-masing mengklaim zat
anestesi adalah hasil penemuannya. Di tempat berbeda, seorang dokter bernama Crawford W.
Long telah menggunakan eter sebagai zat anestesi sejak tahun 1842, empat tahun sebelum
Morton memublikasikan ke masyarakat luas. Ia telah mengunakan eter di setiap operasi
bedahnya. Sayang, ia tidak memublikasikannya, hanya mempraktikkan untuk pasien-pasiennya.
Sementara ketiga dokter dan ilmuwan yang awalnya adalah tiga sahabat itu mulai besar kepala,
dokter Long tetap menjalankan profesinya sebagai dokter spesialis bedah.

Wells, Morton, dan Jackson menghabiskan hidupnya demi pengakuan dari dunia bahwa zat
anestesi merupakan hasil temuannya. Morton selama dua puluh tahun menghabiskan waktu dan
uangnya untuk mempromosikan hasil temuannya. Ia mengalami masalah meskipun ia telah
mendaftarkan hak patennya di lembaga paten Amerika Serikat (U.S. Patent No. 4848, November
12, 1846). Ketika tahun 1847 dunia kedokteran mengetahui, zat yang digunakan adalah eter yang
telah digunakan sejak abad 16, Morton tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk mendapat
keuntungan dari patennya. Jackson juga mengklaim, dirinya juga berhak atas penemuan tersebut.

Ketika Akademi Kedokteran Prancis menganugerahkan penghargaan Monthyon yang bernilai


5.000 frank di tahun 1846, Morton menolak untuk membaginya dengan Jackson. Ia mengklaim,
penemuan tersebut adalah miliknya pribadi. Sementara itu, Wells mencoba eksperimen dengan
zat lain (kloroform) sebagai bahan anestesi.
Selama bertahun-tahun Morton menghabiskan waktu dan materi untuk mengklaim patennya. Ia
mulai stres dan tidak memedulikan lagi klinik giginya. Morton meninggal tanggal 15 Juli 1868 di
usia 49 tahun di Rumah Sakit St. Luke's, New York. Begitu juga dengan Jackson yang
meninggal dalam keadaan gila dan Wells yang meninggal secara mengenaskan dengan cara
bunuh diri.(Dewi Marthaningtyas:"Terbius Memburu Paten Gas Tertawa", Cakrawala, 2005).

.
BAB II
ANESTESI UMUM

A. Jenis obat anestesi umum

Umumnya obat anestesi umum diberikan secara inhalasi atau suntikan intravena.

1. Anestesi inhalasi

Anastesia inhalasi menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah menguap
(volatile agent) sebagai zat anestetika melalui dara pernafasan. Zat anestetika yang
dipergunakan berupa suatu campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetika
tersebut tergantung dari tekanan parsial dalam jaringan otak menentukan kekuatan
daya Anastasia, zat anastetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial rendah sudah
mampu memberi anastesia yang adekuat. Anestetik inhalasi berbentuk gas atau cairan
yang menguap berbeda-beda dalam hal potensi, keamanan dan kemampuan untuk
menimbulkan analgesia dan relaksasi otot rangka.Anastesia inhalasi masuk dengan
inhalasi atau inspirasi melalui peredaran darah sampai ke jaringan otak. Inhalasi gas
(N2O etilen siklopropan) anestetika menguap (eter, halotan, fluotan, metoksifluran,
etilklorida, trikloretilen dan fluroksen) , Factor-faktor lain seperti respirasi, sirkulasi
dan sifat-sifat. Fisik zat anestetika mempengaruhi kekuatan manapun kecepatan
anastesia.

2. Anestesi intravena

Beberapa obat anestesi diberikan secara intravena baik tersendiri maupun dalam
bentuk kombinasi dengan anestetik lainnya untuk mempercepat tercapainya stadium
anestesi atau pun sebagai obat penenang pada penderita gawat darurat yang
mendapat pernafasan untuk waktu yang lama, Yang termasuk :
 Barbiturat (tiopental, metoheksital)
 Benzodiazepine (midazolam, diazepam)
 Opioid analgesik dan neuroleptik
 Obat-obat lain (profopol, etomidat)
 Ketamin, arilsikloheksilamin yang sering disebut disosiatif anestetik.

3. Macam-Macam Teori Anastesi :

Teori Membran

Kerja dari anastetika umum atas dasar perubahan struktur molekul membran. Tak
ada reseptor spesifik, tak ada antagonis yg bekerja secara langsung.perubahan
sturktur membran, tak dapat cepat merubah konfigurasi protein untuk transmisi
rangsang (impuls) syarafà perpindahan ion, pelepasan neuro transmiter dengan
reseptor.

Teori Neurofisiologis

Timbulnya teori ini teori membran tak dapat jelaskan perubahan selektif kesadaran,
persepsi nyeri, dan relaksasi otot.Teori ini bicara tentang titik tangkap kerja di jalur
syaraf yg dipengaruhi. Laminadorsalis dari sumsum tulang belakang (substansia
gelatinosa), sistim retikuler, dan nukleus pemancar sensorik talamus merupakan
daerah yang peka terhadap nucleus.

Teori Lipid

Hubungan antara kelarutan zat anestetik dalam lemak dan timbulnya anesthesia.
Makin larut anestetik dalam lemak, makin kuat sifat anestetiknya.

Teori Koloid

Pemberian zat anestetik terjadi penggumpalan sel koloid yang menimbulkan


anesthesia yang bersifat reversible diikuti dengan proses pemulihan.
B. Tanda dan stadium anestesi

Sejak obat anestesi umum di perkenalkan, telah diusahakan mengkorelasikan efek dan
tandanya untuk mengetahui dalamnya anestesi. Gambaran tradisional tanda dan stadium
anestesi (tanda guedel) berasal terutama dari penilitian efek diatil eter, yang mempunyai
mula kerja sentral yang lambat karena kelarutannya yang tinggi didalam darah. Stadium
dan tanda ini mungkin tidak mudah terlihat pada pemakaian anestetik modern dan anestetik
intravena yang bekerja cepat. Karenanya, pemakaian anestetik dipergunakan dalam bentuk
kombinasi antara anestetik inhalasi dengan anestetik intravena. Namun tanda-tanda
anesthesia dietil eter masih memberikan dasar untuk menilai efek anestetik untuk semua
anestetik umum. Banyak tanda-tanda anestetik ini menunjukkan pada efek obat anestetik
pernafasan, aktivitas refleks, dan tonus otot.
Secara tradisional, efek anestetik dapat dibagi 4 stadium peningkatan dalamnya depresi
susunan saraf pusat, yaitu :

I. Stadium analgesi

Pada stadium awal ini, penderita mengalami analgesi tampa disertai kehilangan kesadaran.
Pada akhir stadium 1, baru didapatkan amnesia dan analgesi.

II. Stadium terangsang

Pada stadium ini, penderita tampak delirium dan gelisah, tetapih kehilangan kesadaran.
Volume dan kecepatan pernafasan tidak teratur, dapat terjadi mual. Inkontinensia urin dan defekasi
sering terjadi. Karena itu, harus diusahakan untuk membatasi lama dan berat stadium ini, yang
ditandai dengan kembalinya pernafasan secara teratur.

III. Stadium operasi

Stadium ini ditandai dengan pernafasan yang teratur. Dan berlanjut sampai berhentinya
pernafasan secara total. Ada empat tujuan pada stadium III digambarkan dengan perubahan
pergerakkan mata, dan ukuran pupil, yang dalam keadaan tertentu dapat merupakan tanda
peningktan dalamnya anestesi.

IV. Stadium depresi medula oblongata

Bila pernafasan spontan berhenti, maka akan masuk kedalam stadium IV. Pada stadium ini
akan terjadi depresi berat pusat pernafasan dimedula oblongata dan pusat vasomotor. Tampa
bantuan respirator dan sirkulasi, penderita akan cepat meninggal.
Pada praktek anestesi modern, perbedaan tanda pada masing-masing stadium sering tidak
jelas. Hal ini karena mula kerja obat anestetik modern relatife lebih cepat dibandingkan dengan
dietil eter disamping peratan penunjang yang dapat mengontrol ventilasi paru secara mekanis
cukup tersedia. Selain itu, adanya obat yang diberikan sebelum dan selama operasi dapat juga
berpengaruh pada tanda-tanda anestesi. Atropin, digunakan untuk mengurangi skresi, sekaligus
mendilatasi pupil; obat-obatnya seperti tubokurarin suksinilkolin yang dapat mempengaruhi tonus
otot; serta obat analgetik narkotik yang dapat menyebabkan efek depresan pada pernafasan.tanda
yang paling dapat diandalkan untuk mencapai stadium operasi adalah hilangnya refleks kelopak
mata dan adanya pernapasan yang dalam dan teratur.

C. MACAM-MACAM OBAT ANESTESI UMUM


Obat anestesi dibedakan menjadi 5, yaitu:

1. Obat Premedikasi
2. Obat Pelumpuh Otot
3. Obat Anestesi Inhalasi
4. Obat Anestesi Intravena
5. Obat Anestesi Regional/Lokal

1. OBAT PREMEDIKASI
Pemberian obat premedikasi bertujuan:
1. Manimbulkan rasa nyaman pada pasien
2. Memperlancar induksi, rumatan, dan sadar dari anestesi.
3. Mengurangi timbulnyahipersalivasi, bradikardi, mual, dan muntah pascaanestesi.
4. Mnegurangi jumlah obat-obatan anestesi.
5. Mengurangi stress fisiologis (takikardia, napas cepat dll.
6. Mengurangi keasaman lambung.
Obat-obat yang dapat diberikan sebagai premedikasi pada tindakan anestesi sebagai berikut:
a. Anelgetik Narkotik
Morfin

Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg intramuskular diberikan untuk mengurangi kecemasan dan
ketegangan pasien menjelang operasi, menghindari takipnu pada pemberian trikloroetilen, dan
agar anestesi berjalan dengan tenang dan dalam. Kerugiannya adalah terjadi perpanjangan waktu
pemulihan, timbul spasme serta kolik biliaris dan ureter. Kadang-kadang terjadi konstipasi, retensi
urin, hipotensi, dan depresi napas.

Petidin
Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg intravena diberikan untuk menekan tekanan darah dan
pernapasan serta merangsang otot polos. Dosis induksi 1-2 mg/kgBB intravena.

Barbiturat

Pentobarbital dan Sekobarbital. Diberikan untuk menimbulkan sedasi. Dosis dewasa 100-200 mg,
pada anak dan bayi 1 mg/kgBB secara oral atau intramuskular. Keuntungannya adalah masa
pemulihan tidak diperpanjang dan kurang menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Yang mudah
didapat adalah fenobarbital dengan efen depresan ayng lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi
serta jarang menyebabkan mual dan muntah.

b. Antikoligernik
Atropin.
Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan bronkus selama 90 menit. Dosis 0,4-
0,6 mg intramuskular bekerja setelah 10-15 menit.

c. Obat Penenang (transquillizier)


Diazepam.

Diazepam merupakan golongan benzodiazepin. Pemberian dosis rendah, bersifat sedatif


sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi dewasa 10 ms intramuskular atau 5-10 mg oral
dengan dosis maksimal 15 mg. Dosis sedasi pada analgesi regional 5-10 mg intravena.

Midazolam.

Midazolam mempunyai awal dan lama kerja lebih pendek daripada diazepam. Midazolam lebih
disukai dibandingkan dengan diazepam. Dosis 50% dari dosis diazepam.

2. OBAT PELUMPUH OTOT


Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuskular sehingga menimbulkan kelumpuhan
pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya, obat ini dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat
penghamb at secara depolarisasi resisten dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi.
Pada anestesi umum obat ini memudahkan dan mengurangi cidera tindakan laringoskopi dan
intubadi trakhea, serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi
kendali.
Perbedaan obat pelumpuh otot depolarisasi dan nondepolarisasi.
 Depolarisasi : ada fasikulasi otot, berpotensi dengan antikolinesterase, tidak menunjukkan
kelumpuhan yang beertahap pada perangsangan tunggal atau tetanik, belum dapat diatasi dengan
obat spesifik, kelumpuhan berkurang dengan pemberian obat pelumpuh otot nondepolarisasi dan
asidosis.

 Nondepolarisasi : tidak ada fasikulasi otot, berpotensi dengan (hipokalemia, hipotermia, obat
anestetik inhalasi, eter, halotan, enfluran, isofluran), menunjukkan kelumpuhan yang bertahap
pada perangsangan tunggal atau tetanik, dapat diantagonis oleh antikolin esterase.
a. Obat Pelumpuh Otot Nondepolarisasi
Pavulon
Pavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan. Mulai kerja pada menit kedua-ketiga
untuk selama 30-40 menit. Memiliki efek akumulasi pada pemberian berulang sehingga dosis
rumatan harus dikurangi dan selamg waktu diperpanjang. Dosis awal untuk relaksasi otot 0,08
mg/kgBB intravena pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis Intubasi trakea 0,15
mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 2 ml berisi 4 mg pavulon.

Trakrium.

Trakrium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice


Leontopeltalum. Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di dalam darah, tidak bergantung
oada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang.

Vekuronium

Vekuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang berkekuatan lebih besar dan lama
kerjanya singkat Zat anestetik ini tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang dan
tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.

Rekuronium
Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat. Keuntungannya adalah tidak
mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya adalah terjadi gangguan fungsi hati dan efek
kerja yang lebih lama

b. Obat Pelumpuh Otot Depolarisasi.


Suksametonium
Mula kerja 1-2 menit dengan lama kerja 3-5 menit.Kemasan berupa bubuk putih 0,5-1 gram dan
larutan suntik intravena 20,50 atau 100 mg/ml.
c. Antagonis Pelumpuh Otot Nondepolarisasi
Prostigmin
Prostigmin merupakan antikolinesterase yang dapat mencegah hidrolisis dan menimbulkan
akumulasi asetilkolin. Prostigmin mempunyai efek nikotinik, muskarirnik dan merupakan
stimulan otot langsung. Efek musakrinik diantaranya bradikardia, hiperperistaltik, spasme saluran
cerna, pembentukan sekret jalan napas dan liur, bronkospasme, berkeringat, miosis dan kontraksi
vesika urinaria.

3. OBAT ANESTESI INHALASI


Teknik pemberian obat inhalasi :
a.sistem terbuka
Cairan terbang(eter,kloroform,trikloretilen) diteteskan tetes demi tetes ke atas helai kain kasa
dibawah suatu kap dari kawat yang menutupi mulut dan hidung pasien
b.sistem tertutup
Suatu mesin khusus menyalurkan suatu campuran gas dengan oksigen ke dalam suatu kap dimana
sejumlah CO2 dari ekshalasi dimasukkan kembali.
c.insuflasi
Gas atau uap ditiupkan kedalam mulut atau tenggorok dengan perantaraan suatu mesin.

Zat-zat yang tergolong obat Anestesi Inhalasi adalah:


Dinitrogen Oksida (N2O)
N2O merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis, tidak iriatif, tidak berasa, lebih berat dari
udara, tidak mudah terbakar, dan tidak bereaksi dengan soda lime absorber (pengikat CO2).
Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O:O2 yaitu 60%: 40%,
70%:30%, dan 50%:50%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan dengan
perbandingan 20%:80%, untuk induksi 80%:20%, dan pemeliharaan 70%:30%. N2O sangat
berbahaya bila digunakan pada pasien pneumotoraks, pneumomediastinum, obstruksi,emboli
udara dan timpanoplasti.
Halotan

Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, mudah menguap, tidak
mudah terbakar,tidak bereaksi dengan soda lime, dan mudah diuraikan cahaya. Halotan
merupakan obat anestetik dengan kekuatan 4-5 kali eter atau 2 kali kloroform.Keuntungan
pengguanaan halotan adalah induksi cepat dan lancar, tidak mengiritasi jalan napas,
bronkodilatassi, pemulihan cepat, proteksi terhadap syok, jarang menyebabkan mual, tidak
mudah. Kerugian adalag sangat poten, relatif mudah terjadi overdosis, analgesi dan relaksasi yang
kurang, harus dikombinasi dengan obat analgetik dan relaksan, harga mahal, menimbulkan
hipotensi, aritmia, meningkatkan tekanan intrakranial, menggigil pasca anestesi dan hepatotoksik.
Overdosis relatif mudah terjadi dengan gejala gagal napas dan sirkulasi yang dapat menyebabkan
kematian.

Etil klorida.
etil klorida merupakan cairan tidak berwarna, sangat mudah menguap, dan mudah terbakar.
Anestesi dengan etil klorida cepat terjadi namun juga cepat hilang. Induksi dapat dicapai dalam
0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anestesi dihentikan. Etil
klorida sudah tidak dianjurkan lagi untuk digunakan sebagai anestesi umum, namun hanya untuk
induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30 detik. Pada sistem tetes terbuka
(open drop), etil klorida disemprotkan ke sungkup dengan volume 3-20 ml yang menghasilkan
uap ± 3,5-5% sehingga pasien tidak sadar dan kemudian dilanjutkan dengan penggunaan obat lain
seperti eter. Etil klorida juga digunakan sebagai anestetik local dengan cara menyemprotkannya
pada kulit sampai beku

Etil (dietil eter).


Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas, mengiritasi saluran napas,
mudah terbakar/meledak, tidak bereaksi dengan soda lime absorber, dan dapat terurai oleh udara
serta cahaya. Eter merupakan obat anestetik yang sangat kuat sehingga pasien dapat memasuki
setiap tingkat anestesi. Eter merupakan obat anestetik yang sangat kuat sehingga pasien dapat
memasuki setiap tingkat anestesi.
Eter dapat digunakan dengan berbagai metoda anestesi. Pada penggunaan secaraopen drop uap
eter akan turun ke bawah karena 6-10 kali lebih berat dari udara. Penggunaan secara semi closed
method dalam kombinasi dengan oksigen dan N2O tidak dianjurkan pada operasi dengan tindakan
kauterasi. Keuntungan penggunaan eter adalah murah dan mudah didapat, tidak perlu digunakan
bersama dengan obat-obat lain karena telah memenuhi trias anestesi, cukup aman dengan batas
keamanan yang lebar, dan alat yang digunakan cukup sederhana. Kerugiannya adalah mudah
meledak/terbakar, bau tidak enak, mengiritasi jalan napas, menimbulkan hipersekresi kelenjar
ludah, menyebabkan mual dan muntah, serta dapat menyebabkan hiperglikemia. Jumlah eter yang
dibutuhkan tergantung dari berat badan dan kondisi penderita, kebutuhan dalamnya anestesi dan
teknik yang digunakan. Dosis induksi 10-20% volume uap eter dalam oksigen atau campuran
oksigen dan N2O. dosis pemeliharaan stadium III 5-15% volume uap eter.

Enfluran (ethran).
Enfluran merupakan obat anestetik eter berhalogen berbentuk cairan, mudah menguap, tidak
mudah terbakar, tidak bereaksi dengan soda lime. Induksi dengan enfluran cepat dan lancar. Obat
ini jarang menimbulkan mual dan muntah serta masa pemulihannya cepat. Dosis induksi 2-4,5%
dikombinasi dengan O2atay campuran N2-O2. Dosis rumatan 0,5-3%.

Isofluran (forane)

Isofluran merupakan eter berhalogen, berbau tajam, dan tidak mutdah terbakar. Keuntungan
penggunaan isofluran adalah irama jantung stabil dan tidak terangsang oleh adrenalin serta induksi
dan masa pulih anestesi cepat. Namun, harga obat ini mahal. Dosis induksi 3-3,5% dalam O2 atau
campuran N2-O2. Dosis rumatan 0,5-3%.

Sevofluran
Obat anestetik ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai intuk induksi inhalasi.
Induksinya enak, dan cepat terutama pada anak. Dosis induksi 6-8 vol%. Dosis rumatan 1-2 vol%.
4. OBAT ANESTESI INTRAVENA
Natrium Tiopental (thiopental, pentotal).
Thiopental berupa bubuk kuning yang bila akan digunakan dilarutkan dalam air menjadi larutan
2,5% atau 5%. Indikasi pemberian tiopental adalah induksi anestesi umum, operasi/tindakan yang
singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka, dilatasi serviks, kuretase), sedasi pada anelgesi regional,
dan untuk mengatasi kejang-kejang eklampsia atau epilepsy. Kontra indikasinya adalah status
asmatikus, porfiria, syok, anemia, disfungsi hepar, dispnu berat, asma bronchial, versi ekstraksi,
miastemia gravis, dan riwayat alergi terhadap tiopental. Keuntungan penggunaan tiopental adalah
induksi mudah dan cepat, tidak ada delirium masa pemulihan cepat, tidak ada iritasi mukosa jalan
napas, sedangkan kerugiannya adalah dapat menyebabkan depresi pernapasan, depresi
kardiovaskuler, cenderung menyebebkan spasme laring, relaksasi otot perut kurang, dan bukan
analgetik. Dosis induksi tiopental 2,5% adalah 3-6 mg/kgBB intravena. Dosis sedasi 0,5-1,5
mg/kgBB.

Ketamin.

Ketamin adalah suatu rapid acting nonbarbiturat general anaesthetic. Indikasi pemakaian
kentamin adalah prosedur dengan pengendalian jalan napas yang sulit, prosedur diagnosis,
tindakan ortopedi, pasien resiko tinggi, tindakan operasi sibuk, dan asma. Kontra indikasinya
adalah tekanan sistolik 160 mmHg dan diastolic 100 mmHg. Riwayat penyakit serebrovaskular,
dan gagal jantung. Dosis induksi 1-4mg/kgBB intravena dengan dosis rata-rata 2 mg/kgBB untuk
lama kerja 15-20 menit, dosis tambahan 0,5 mg/kgBB sesuai kebutuhan. Dosis pemberian
intramuscular 6-13 mg/kgBB, rata-rata 10 mg/kgBB untuk lama kerja 10-25 menit.

Droperidol (dehidrobenzperidol, droleptan).


Droperidol adalah turunan butirofenon dan merupakan antagonis reseptor dopamine. Droperidol
digunakan sebagai premedikasi (antiemetic yang baik) dan sedasi pada anestesi regional. Obat
anestetik ini juga dapat digunakan untuk membantu prosedur intubasi, broskoskopi, esofagoskopi,
dan gastroskopi. Droperidol dapat menimbulkan reaksi ekstrapiramidal yang dapat diatasi dengan
pemberian difenhidramin. Dosis antimuntah droperidol 0,05 mg/kgBB (1,25-2,5 mg) intravena.
Dosis premadikasi 0,04-o,07 mg/kgBB intravena. Dosis analgesi neuroleptik 0,02-0,07 mg/kgBB
intravena.

Dripivan (diisopropil fenol, propofol).


Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi berisi 10% minyak kedelai, 2,25%
gliserol, dan lesitin telur. Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA.
Dosis induksi 1-2,5 mg/kgBB . Dosis rumatan 500 ug/kgBB/menit infus. Dosis sedasi 25-100
ug/kgBB/menit infus. Sebaiknya menyuntikkan obat anestetik ini pada vena besar karena dapat
menimbulkan nyeri pada pemberian intravena.

5. OBAT ANESTESI REGIONAL


Obat anestesi regional/local adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikennakan
secara local. Anestesi local ideal adalah yang tidak mengiritasi atau merusak jaringan secara
permanen, batas keamanan lebar, mula kerja singkat, masa kerja cukup lama, larut dalam air, stabil
dalam larutan, dapat disterikan tanpa mengalami perubahan, dan efeknya reversible.

Lidokain.
Lidokain (lignokain, xylocain) adalah anestetik local kuat yang digumakan secara topkikal atau
suntikan. Efek anestesi terjadi lebih cepat, kuat, dan ekstensif dibandingkan prokain. Larutan
lidokain 0,25-0,5% dengan atau tanpa adrenalin digunakan untuk anestesi infiltrasi sedangkan
larutan 1-2% untuk anestesi blok dan topical. Untuk anestesi permukaan tersedia lidokain gel 2%,
sedangkan pada analgesi/anestesi lumbal digunakan larutan lidokain 5%.

Bupivakain.
Bupivakain adalah anestetik golongan amida dengan mula kerja alambat dan masa kerja panjang.
Untuk anestesi blok digunakan larutan0,25-0,50% sedangkan untuk anestesi spinal dipakai larutan
0,5%.

1. Desfluran (suprane)
Cairan: 240 mL untuk inhalasi

2. Diazepam (generic,valium,dll)
Oral; tablet 2,5, 10 mg ; cairan 5 mg/ 5 mL
Oral lepas lambat; kapsul 15 mg
Parenteral; 5 mg/ mL untuk suntikan

3. Enfluran (ethrane)
Cairan : 125,250 mL untuk inhalasi

4. Etomizad (amidate)
Parenteral ;2 mg/ mL untuk suntikan

5. Halutan (generic, fluothane)


Cairan 125, 250 mL untuk inhalasi

6. Isofluran (floren )
Cairan 100mL untuk inhalasi

7. Ketamin (ketalan)
Parenteral; 10,15,100 mg/mL untuk suntikan

8. Lorazepam (generek, aktivam, alzavam)


Ora, tablet 0,5;1,2mg
Parenteral;2,4mg/ mL untuk sutikan

9. Meto hek sital (brevital sodium)


Parenteral: 0,5; 2,5;5 g, serbuk untuk suntikan
10. Mektoksifluran (penthrane)
Cairan ; 15,125 mL untuk inhalasi

Cara pemberian anestesi umum:


a. Parenteral (intramuskular/intravena)
Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anestesi. Umumnya diberikan tiopental,
namun pada kasus tertentu dapat digunakan ketamin,dizepam dll. Untuk tindakan yang lama
anestesi parenteral dikombinasikan dengan cara lain.
b. Perektal
Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan singkat.
c. Anestesi Inhalasi
Anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah menguap sebagai zat anestesi
melalui udara pernapasan.
Metode pemberian obat
a. Oral
Cara paling mudah,tidak nyeri dan dapat diandalkan.Kadang-kadang kita harus memberikan
obat peri-anestesia,misalnya obat anti hipertensi,obat penurun gula darah dan sebagainya.Sebagian
besar obat diabsorbsi oleh usus halus bagian atas.Beberapa obat dihancurkan oleh asam lambung
.Pengososngan lambung yang terlambat akam menyebabkan terkumpulnya obat di
lambung.Sebelum obat masuk sirkulasi sistemik,obat harus melewati sirkulasi portal dan apabila
obat dimetabolisme oleh efek hepar efeknya akan berkurang dan ini dikenal sebagai efek sirkulasi
portal.Dengan sendirinya dosis oral harus lebih besar dari dosis intramuskular,contohnya
petidin,dopamin,isoprenalin dan propanolol.

b. Lidah dan Mukosa pipi


Absorbsi obat lewat lidah dan mukosa pipi akan menghindari efek sirkulasi portal.Obat jenis
ini biasanya larut dalam lemak,fentanil lolipop untuk anak buprenorfi.

c. Intramuskular
Metoda ini sangat populerdalam praktek anestesi,karena teknis mudah,relatif aman karena
kadar plasma tidak mendadak tinggi.Keburukanya ialah absorbsi kadan-kadang diluar
perkiraan,menimbulkan nyeri dibenci anak-anak dan beberapa obat bersifat iritan.

d. Subkutan
Metoda ini jarang digunakan dalam praktek anesthesia

e. Intravena
1.Bolus : Kekurangan cara ini ialah lajak takar(overdosis) sering terjadi terutama pada obat-
obatan dengan indeks terapetik sempit.Setelah pemberian intravena dosis tidak
dapat dikurangi.Rekomendasi penghasil obat dalam hal ini sering
mengejutkan,bahwa obatnya harus diberikan secara intravena dalam waktu 1-2
menit.

2.Infus : Dengan infus obat dapat diberika secara perlahan dengan laju tetap,misalnya
pelumpuh otot,analgetik.a
3.AKP (Analgesia Kendali Pasien) : Cara ini biasanya untuk mengendalikan nyeri pasca
bedah dengan opioid dosis kecil.

f. Rektal
Cara ini sering diberikan pada anak yang sulit secara oral dan takut disuntik.

g. Transdermal
Misalnya krem EMLA (eutetic mixture of local anesthetic),campuran lidokain-prokain
masing-masing 2,5%.Krem ini dioleskan ke kulit intak dan setelah 1-2jam baru dilakukan tusukan
jarum atau tindakan lain.

h. Inhalasi
Obat berupa gas atau uap cairan ,misalnya N2O,O2,bronkodilator,steroid.Pada keadaan
darurat atropin dan adrenalin dapat disemprotkan ke bronkus.
i. Epidural
Obat dimasukkan ke ruang epidural (ekstradural,peridural),yaitu ruang antara duramater dan
ligamentum flavum.Cara ini banyak dilakukan pada anestesia regional.

j. Spinal
Obat dimasukkan ke ruang subaraknoid (intratekal).

Syarat Ideal Anastesi Umum:

Ø Memberi induksi yg halus dan cepat.

Ø Timbul situasi pasien tak sadar / tak berespons


Ø Timbulkan keadaan amnesia

Ø Hambat refleks-refleks

Ø Timbulkan relaxasi otot skeletal, tp bukan otot pernafasan.

Ø Hambat persepsi rangsang sensorik shg timbul analgesia yg cukup unt Tx operasi.

Ø Berikan keadaan pemulihan yg halus cepat dan tak timbulkan ESO yg berlangsung lama

Kontra Indikasi Anastesi Umum

Tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan, (harus hindarkan
pemaiakaian obat)

Ø Hepar obat hepatotoksik, dosis dikurangi/ obat yang toksis terhadap

hepar/dosis obat diturunkan

Ø Jantung obat-obat yang mendespresi miokard/ menurunkan aliran darah koroner

Ø Ginjal obat yg diekskresi di ginjal

Ø Paru obat yg merangsang sekresi Paru

Ø Endokrin hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian obat yang
merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes penyakit basedow, karena bias
menyebabkan peninggian gula darah

Komplikasi

Komplikasi (penyulit) kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun tindakan anestesi


sudah dilaksanakan dengan baik. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anesthesia sendiri
atau kondisi pasien. Penyulit dapat timbl pada waktu pembedahan atau kemudian segera ataupun
belakangan setelah pembedahan (lebih dari 12jam).

1. Komplikasi Kardiovasklar

a) Hipotensi : tekanan systole kurang dari 70mmHg atau turun 25% dari sebelumnya.

b) Hipertensi : umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode induksi dan
pemulihan anestesia. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada
penyakit jantung, karena jantung akan bekerja keras dengan kebutuhan o2 mokard
yang meningkat, bila tak tercukupi dapat timbl iskemia atau infark miokard.
Namun bila hipertensi karena tidak adekuat dapat dihilangkan dengan menambah
dosis anestetika.

c) Aritmia Jantung : anestesi ringan yang disertai maniplasi operasi dapat merangsang
saraf simpatiks, dapat menyebabkan aritmia. Bradikardia yang terjadi dapat
diobati dengan atropin

d) Payah Jantung : mungkin terjadi bila pasien mendapat cairan IV berlebihan.

2. Penyulit Respirasi

a) Obstruksi jalan nafas

b) Batuk

c) Cekukan (Hiccup)

d) Intubasi endobronkial

e) Apnu (Henti Nafas)

f) Atelektasis

g) Pnemotoraks
h) Muntah dan Regurgitas

3. Komplikasi Mata

a) Laserasi Kornea

b) Menekan bola mata terlalu kuat

4. Perubahan Cairan Tubuh

a) Hipovolemia

b) Hipervolemia

5. Komplikasi Neurologi

a) KonvulsiTerlambat sadar

b) Cidera saraf tepi (perifer)

6. Komplikasi Lain-Lain

a) Menggihil

b) Gelisah setelah anestesi

c) Mimpi buruk

d) Sadar selama operasi

e) Kenaiakn suhu tubuh

f) Hipersensitif
Metode anastesi umum dilihat dari cara pemberian obat

I.Parenteral

Anastesi umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun intra muscular biasanya
digunakan untuk tindakan yang singkat/ untuk tindakan yang singkat atau untuk indikasi
anesthesia. Keuntungan pemberian anestetik intravena adalah cepat dicapai induksi dan
pemulihan, sedikit komplikasi pasca anestetikjarang terjadi, tetapi efek analgesic dan relaksasi
otot rangka sangat lemah. Obat yang umum dipakai adalah thiopental, barbiturat, ketamin,
droperidol dan fentanil. Kecuali untuk kasus-kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam,
dll. Untuk tindakan yang lama biasanya dikombinasi dengan obat anestetika lain.

II.Perektal

Anastesi umum yang diberikan melalui rectal kebanyakan dipakai pada anak, terutama untuk
induksi anesthesia atau tindakan singkat.

III. Perinhalasi, melalui pernafasan

Anastesia inhalasi ialah anesthesia dengan menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah
menguap (volatile agent) sebagai zat anestetika melalui dara pernafasan. Zat anestetika yang
dipergunakan berupa suatu campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetika tersebut
tergantung dari tekanan parsial dalam jaringan otak menentukan kekuatan daya Anastasia, zat
anastetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial rendah sudah mampu memberi anastesia yang
adekuat. Anestetik inhalasi berbentuk gas atau cairan yang menguap berbeda-beda dalam hal
potensi, keamanan dan kemampuan untuk menimbulkan analgesia dan relaksasi otot rangka.

Anastesia inhalasi masuk dengan inhalasi atau inspirasi melalui peredaran darah sampai ke
jaringan otak. Inhalasi gas (N2O etilen siklopropan) anestetika menguap (eter, halotan, fluotan,
metoksifluran, etilklorida, trikloretilen dan fluroksen)

Factor-faktor lain seperti respirasi, sirkulasi dan sifat-sifat. Fisik zat anestetika mempengaruhi
kekuatan manapun kecepatan anastesia.
DAFTAR PUSTAKA

- Ganiswara, Silistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology). Alih
Bahasa: Bagian Farmakologi F K U I. Jakarta
- Gunawan s, dkk. (2007). Farmakologi Dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Gaya Gon
- Katzung G, Betram. (1997). Farmakologi Dasar Dan Klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC
- Purwanto H, dkk. (2008). Data Obat Di Indonesia. Edisi 11. jakarta: PT Muliapurna jaya terbit.

Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. 1989. Anestesiologi. Jakarta : CV. Info
Medika

Ganiswara, Silistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology). Alih
Bahasa: Bagian Farmakologi F K U I. Jakarta

Katzung, Bertram G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik (Basic Clinical Pharmacology). Alih
Bahasa: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Salemba
Medika

DAFTAR PUSTAKA
Ebong.Makalah Anestesi Lokal Maksila. 6 Mei
2009.http://www.myspace.com/restiebongschizoprenz/blog/487522508. (24 Maret
2011).
Sunaryo. Kokain dan Anestetik Lokal Sintetik.Dalam : ed. Ganiswarna SG. Farmakologi dan
Terapi. Jakarta: Gaya Baru, 1995:
234-47.
Gunawan, Sulistia Gan. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
Staf pengajar departemen farmakologi fakultas kedokteran universitas
sriwijaya.2009.Kumpulan Kuliah Farmakologi edisi 2.Jakarta
: EGC
http://www.doktergigionline.com/2011/05/lidokain.html
http://yukiicettea.blogspot.com/2009/09/introduction-local-anaesthesia-in.html
http://email-dentin.blogspot.com/2011/02/anestesi-lokal-dalam-kedokteran-gigi.html
http://farmakologi.files.wordpress.com/2009/09/anestesi-lokal.pdf diakses pukul 23.11 pada
29 April 2012 melalui Mozila firefox
http://www.scribd.com/doc/83931191/Anestesi-Umum-Materi-Obat-Neuromuskulardiakses
pukul 21.34 pada 28 April 2012 melalui
mozila firefox

Anda mungkin juga menyukai