Bab I
Bab I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Frakur Suprakondiler humerus merupakan fraktur yang terjadi pada 1/3 distal humerus
tepat di proksimal troklea dan kapitulum humeri yang melewati fossa olekranon. Fraktur ini
merupakan salah satu jenis fraktur yang mengenai daerah siku.1
1
osifikasi endokhondral, dimana proses pertumbuhan terjadi secara longitudinal, kolom tulang
rawan yang mengandung vaskularisasi diganti dengan massa tulang. Ketika mencapai
panjang dewasa, proses ini berakhir dan terjadi penutupan epifisis, sehingga tulang menjadi
benar-benar kaku. Osifikasi endokondral bertanggung jawab pada pembentukan sebagian
besar tulang manusia.13
Osifikasi pertama kali terjadi di diafisis, yang merupakan pusat osifikasi primer, pada
masa embrionik. Pada waktu lahir, sebagian besar diafisis telah mengalami osifikasi, sedang
epififisis masih berupa kartilago. Osifikasi sekunder baru berlangsung pada tahun pertama
masa bayi. Karena osifikasi berasal dari dua arah, yaitu dari epifisis dan diafisis, maka hanya
daerah di tengah kedua arah (lempeng epifisis) yang masih berupa kartilago.13
Humerus distal tampak seperti segitiga apabila dilihat dari sisi anterior atau posterior
(gambar 1.1) diafisis humerus terbagi menjadi dua, yaitu medial dan lateral. Troklea
terbungkus oleh tulang rawan artikuler di bagian anterior, posterior, dan inferior, yang
kemudan membentuk lengkungan kira-kira sebesar 270⁰.4
Bagian posterior kolum lateralis dari humerus distal dilindungi oleh origo distal dari
medial head otot trisep dan bagian distal oleh origo Anconeus. Brachioradialis dan ekstensor
carpii radialis longus berasal dari ridge suprakondiler lateral. Common extensor mass terdiri
dari extensor carpii radalis brevis, extensor digitorum communis, dan extensor carpi
ulnaris,serta bagian cephal otot Anconeus yang berasal dari lateral epikondilus lateralis,
posterior terhadap lateral kolateral ligament kompleks.4
Pendekatan posterior paling banyak dilakukan dalam pembedahan distal humerus, karena
aman untuk saraf radalis dan ulnaris (Gambar 1.2). pada bagian lateral dari tulang humerus,
saraf radialis bercabang menjadi tiga, yaitu medial head triceps, lower lateral brachial
cutaneous nerve, dan sambungan saraf radialis di lengan bawah (posterior intraosseus nerve
2
dan superficial cutaneous nerve). Setelah bercabang, posterior intraosseus nerve menembus
septum intermuskularis lateralis (Gambar 1.3).4
Gambar 1.3. Tampak Posterior Fokus pada Humerus terhadap Sendi Siku
3
Pada tingkat perlekatan distal daripada korakobrakhialis terhadap humerus, saraf ulnaris
berjalan dari kompartemen anterior menuju kompartemen posterior dari lengan atas dengan
menembus septum intermuskularis medial. Saraf berjalan sepanjang batas anteromedial dari
medial head of triceps sepanjang septum intermuskularis medialis.4
1.5 Klasifikasi
Fraktur Supra kondiler Humeri (transkondiler) merupakan fraktur yang paling sering
ditemukan pada anak-anak setelah fraktur antebrakhi. Dikenal dua tipe Fraktur Suprakondiler
Humeri berdasarkan pergeseran fragmen distal, yaitu:
4
a. Tipe Posterior (Tipe Ekstensi) ; merupakan 99% dari seluruh jenis fraktur suprakondiler
humeri. Pada tipe ini fragmen distal bergeser ke arah posterior.
b. Tipe Anterior (Tipe Fleksi) ; hanya merupakan 1-2% dari seluruh Fraktur Suprakondiler
Humeri. Pada tipe ini fragmen distal bergeser ke arah anterior
5
d. Tipe IV
Gartland tipe IV ditandai dengan instabilitas multidireksional, yaitu pergeseran kedua
fragmen dan tidak ada kontak sama sekali, yang disebabkan terjadinya inkompetensi
sirkumferensial dari periosteal hinge dan terjadinya instabilitas pada fleksi dan ekstensi.
Instabilitas multidireksional ini ditemukan pada saat pasien dalam kondisi teranastesi saat
dilakukan operasi. Instabilitas ini dapat disebabkan oleh cedera yang terjadi maupun
iatrogenik, yaitu pada saat dilakukan reduksi.
6
Ekstremitas yang cedera harus diperiksa, yaitu pemeriksaan pembengkakan
jaringan lunak, laserasi, abrasi, ataupun kerutan pada kulit, serta penilaian ada atau
tidaknya patah pada ekstremitas tersebut. Kerutan pada kulit disebabkan karena fragmen
proksimal daripada fraktur menusuk otor brakhialis dan menyebabkan tertariknya dermis
bagian dalam. Hal ini menandakan terjadinya kerusakan jaringan lunak. Adanya
perdarahan pada luka di daerah terjadinya fraktur, merupakan salah satu indikasi
terjadinya suatu fraktur terbuka.10,11
Penilaian status vaskuler juga merupakan hal yang penting. Indikator klinis
adanya perfusi yang cukup di bagian distal meliputi pengisian kapiler yang normal, suhu,
dan warna kulit. Status vaskuler dapat dikategorikan menjadi 3 kategori, yaitu:7,8
- Kategori I, mengindikasikan bahwa tangan memiliki perfusi yang baik, dan a.radialis
teraba
- Kategori II, mengindikasikan bahwa tangan memiliki perfusi yang baik, namun
a.radialis tidak teraba
- Kategori III, mengindikasikan bahwa tangan mengalami perfusi yang sangat buruk
dan tidak terabanya a.radialis
7
Gambar 1.4. Baumann’s angle
Sudut humeral ulnar adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan diafisis humerus dan
ulna. Sudut ini berguna untuk menentukan carrying angle. Medial epicondylar epiphyseal
angle adalah alternatif dalam pemeriksaan AP selain sudut Baumann. Sudut ini dibentuk oleh
perpotongan sumbu humerus dengan garis sepanjang medial epicondylar epiphyseal plate.
Baik sudut Baumann dan medial epicondylar epiphyseal angle berguna untuk menentukan
kecukupan reduksi fraktur suprakondiler.2,3,5
Pada proyeksi lateral, sebaiknya humerus diambil sesuai posisi anatomis dan tidak
eksternal rotasi. Pada proyeksi ini dapat dilihat anterior humeral line, yaitu garis yang
memotong pusat osifikasi kapitelium dengan bagian anterior humerus. Pada fraktur
suprakondiler tipe ekstensi, capitellium terletak posterior dari garis ini. Fat-pad sign, sebagai
suatu tanda adanya efusi intraartikuler dapat juga terlihat dalam proyeksi lateral.2,3,5
Pada proyeksi lateral juga ditemukan teardrop atau bayangan radiografis yang dibentuk
oleh batas posterior fossa koronoid pada bagian depan, batas anterior fossa olekranon pada
bagian belakang, dan batas superior pusat osifikasi capitellar pada bagian bawah. Selain itu
ditemukan pula garis koronoid dan sudut diafisis-kondiler. Garis koronoid adalah garis yang
bersinggungan antara anterior prosessus koronoid dengan anterior kondilus lateralis.
Sedangkan nilai normal sudut diafisis-kondiler adalah 30-45⁰.2,3,5
8
Adapun hasil proyeksi oblique mungkin berguna untuk melihat pergeseran fraktur yang
minimalis. Dapat pula membantu membedakan fraktur suprakondiler dengan kondilus yang
tersembunyi, yang tidak dapat terlihat pada proyeksi AP dan lateral. Proyeksi oblique tidak
rutin dilakukan dalam pemeriksaan cedera siku.2,3,5
1.8 Penatalaksanaan
1.8.1 Manajemen Awal
Fraktur suprakondler yang mengalami pergeseran memerlukan penanganan awal
berupa pemasangan splint, dengan siku berada dalam posisi yang nyaman, yaitu 20-40⁰
dalam posisi fleksi dan hindari pemasangan splint yang terlalu ketat. Fleksi dan ekstensi
yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya gangguan pada aliran vaskular dan
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan kompartemen. Namun, perlu dievaluasi
lebih lanjut karena sering terjadi kekakuan sendi bahu dan kerusakan fisis. Adapun
pertimbangan penatalaksanaan fraktur suprakondiler adalah bagaimana mencegah
kerusakan seperti sindrom kompartemen dan mengurangi komplikasi seperti cubitus
varus dan kekakuan.12
Dameron mencatat, berdasarkan jenis fraktur, terdapat 4 macam penanganan,
yaitu:5
- Side-arm skin traction
- Overhead skeletal traction
- Closed reduction and casting with or without percutaneous pinning
- Open reduction and internal fixation
9
Pada penelitian uji klinis acak yang dilakukan oleh Kuzma, yang membandingkan
antara skin traction dan skeletal traction dalam menangani fraktur suprakondiler
humerus, bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan dalam hal gambaran klinis, mobilitas
bahu, dan prevalensi terjadinya deformitas cabitus varus. Namun, skin traction memiliki
kelebihan yaitu mudah dan tidak mempersiapkan peralatann seperti ruang operasi
ataupun bius. Penelitian yang dilakukan oleh Gadgil dk, bahwa skin traction efektif dan
aman untuk dilakukan pada anak dengan umur kurang dari 10 tahun.13
1.8.3 Reduksi tertutup dengan Penggunaan Casting dengan atau tanpa Fiksasi Pinning
Perkutan
Penggunaan casting digunakan untuk patah tulang dengan pergeseran minimal.
Awalnya, reduksi tertutup dan penggunaan casting merupakan pilihan untuk fraktur yang
mengalami pergeseran, karena didapatkan hasil yang baik pada 90% pasien dan tidak
ditemukan masalah vaskularisasi atau malunion. Apabila ditemukan pergeseran fraktur
yang sedang disertai adanya hematom yang terfiksir dengan fasia antecubital yang intak,
fleksi cenderiung akan mengakibatkan iskemik Volkmann. Menurut Rang, fiksasi casting
adalah metode lampau merujuk pada dua kasus kontraktur Volkmann komplit tipe
lambat.12
Reduksi tertutup dan fiksasi pinning merupakan pilihan terapi fraktur
suprakondiler yang paling banyak digunakan. AAOS menyarankan reduksi tertutup dan
fiksasi pinning pada pasien dengan fraktur suprakondiler humerus tertutup yang
mengalami pergeseran.14
10
pendekatan lateral, 10% mengalami gangguan pergerakan sendi tingkat sedang, namun
tidak ada infeksi, nonunion, atau myositis osifikan.2,5
1.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi, antara lain:
- Komplikasi Akut (Early complications), misalnya cedera saraf, cedera pembuluh
darah, sindrom kompartemen, heamoartrosis, infeksi, pembentukan gas gangrene
- Komplikasi Kronis (Late complications), misalnya delayed-union, non-union,
malunion, nekrosis avaskular, gangguan pertumbuhan (growth disturbance), myositis
ossificans, kontraktur otot, lesi tendon,
1.9.1 Cedera Saraf
Cedera saraf adalah komplikasi yang sering muncul berkaitan dengan fraktur
displaced suprakondiler, dengan prevalensi sekitar 5-19%. Pada tahun 1995, Campbell
dkk menemukan kerusakan saraf medianus dalam 52% kasus dan kerusakan saraf radialis
sebanyak 28% kasus. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Spinner dan Schreiber
melaporkan bahwa yang paling sering mengalami cedera pada fraktur suprakondiler
humerus tipe ekstensi adalah saraf interosseus anterior yang ditandai dengan paralisis
fleksor longus ibu jari dan jari telunjuk tanpa disertai perubahan sensorik.2
1.9.3 Deformitas
Deformitas berupa angulasi pada humerus distal sering terjadi pada pasien dengan
fraktur suprakondiler. Keterbatasan remodeling yang terjadi pada humerus distal hanya
berkontribusi sebesar 20% terhadap pertumbuhan tulang humerus. Penyebabnya yaitu
11
karena adanya malunion dibandingkan terjadina growth arrest. Remodeling dapat terjadi
pada bagian posterior, namun tidak dapat terjadi angulasi pada bidang koronal, sehingga
mengakibatkan terjadinya deformitas cubitus varus atau valgus.2
12