FENDY AGUSNANDI
Fendy Agusnandi
NIM C14120016
ABSTRAK
FENDY AGUSNANDI. Pemijahan Buatan pada Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) dengan Penyuntikan Ovaprim dan Hormon Oksitosin. Dibimbing oleh
MUHAMMAD ZAIRIN Jr. dan ALIMUDDIN.
Ikan nila merupakan salah satu komoditas penting dalam budidaya ikan air
tawar karena memiliki permintaan pasar dan nilai ekonomis yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan menguji keberhasilan pemijahan buatan pada induk ikan
nila dengan penyuntikan kombinasi ovaprim dan hormon oksitosin pada dosis
berbeda. Penelitian ini menggunakan metode pemijahan secara buatan dengan
perbandingan induk jantan dan betina 1:1. Induksi ovulasi dilakukan dengan
penyuntikan ovaprim yang dikombinasikan dengan hormon oksitosin, dan
pembuatan dilakukan secara buatan.Volume total hormon yang digunakan sebesar
0,4 mL/kg. Penyuntikan dilakukan dua kali; 30% dosis pada penyuntikan pertama,
dan sisanya pada penyuntikan kedua. Metode penyuntikan dilakukan secara
intramuskuler. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri
dari lima perlakuan dengan lima ulangan. Perlakuan P0 atau kontrol (100%
Ovaprim + 0% Oksitosin), P1 (75% Ovaprim + 25% Oksitosin), P2 (50%
Ovaprim + 50% Oksitosin), P3 (25% Ovaprim + 75% Oksitosin), dan P4 (0%
Ovaprim + 100% Oksitosin). Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat ovulasi
tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 dan P2 sebesar 80%, sedangkan nilai
terendah terdapat pada perlakuan P4 sebesar 20%. Jumlah telur yang diovulasikan
tertinggi diperoleh pada perlakuan P2 sebesar 546 69 butir telur, dan nilai
terendah diperoleh pada perlakuan P4 sebesar 210 22 butir telur (p<0,05).
Derajat pembuahan tertinggi (p<0,05) diperoleh pada perlakuan P2 sebesar 92,60
± 3,97%, sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan P4 sebesar 29,00 ±
3,53%. Nilai derajat penetasan telur hanya terdapat pada perlakuan P2 sebesar
95,5%, sedangkan pada perlakuan lainnya bernilai 0% karena tidak terjadi
penetasan. Nilai tingkat kelangsungan hidup larva hanya terdapat pada perlakuan
P2 sebesar 100%, sedangkan pada perlakuan lainnya bernilai 0%. Dengan
demikian, perlakuan P2 (Ovaprim 50% + Oksitosin 50%) memberikan hasil
terbaik berdasarkan nilai derajat ovulasi, jumlah telur yang diovulasikan, derajat
pembuahan, derajat penetasan, dan tingkat kelangsungan hidup larva.
Nile tilapia is one of the important freshwater fish commodities due to their
high market demand and economic value. This research aimed to examine the
success of artificial spawning in Nile tilapia using ovaprim and oxytocin hormone
injection at different dosages. This research used artificial spawning method with
1:1 ratio of male and female. Induced ovulation was done by injecting a
combination of ovaprime and oxytocin hormone, and eggs was artificially
fertilized. Total volume of hormone used was 0.4 mL/kg. Injection was done two
times; 30% of dosage used for the first injection, and the used for second injection.
The injection was done by intramuscular method. This research used completely
randomized design consisted of five treatments, namely: treatment P0 or control
(100% Ovaprim + 0% Oxytocin), P1 (75% Ovaprim + 25% Oxytocin), P2 (50%
Ovaprim + 50% Oxytocin), P3 (25% Ovaprim + 75% Oxytocin), and P4 (0%
Ovaprim + 100% Oxytocin). The results of this experiment showed that the
highest ovulation rate was achieved in treatment P1 and P2 with 80%,while the
lowest was in treatment P4 (20%). The highest count of ovulated eggs was
achieved in treatment P2 (546 69 eggs), and the lowest was in treatment P4 with
210 22 eggs (p<0.05). The highest fertilization rate (p<0.05) was achieved in
treatment P2 (92.60 ± 3.97%), while the lowest was treatment P4 (29.00 ± 3.53%).
Egg-hatching rate only existed in treatment P2 with 95.5%, while the others had
0% rate because no egg hatched. Survival rate for larval also only existed in
treatment P2 with 100% while the others had 0%. Therefore, treatment P2
(Ovaprim 50%+ Oxytocin 50%) gave the best result based on ovulation rate,
count of ovulated eggs, fertilization rate, egg-hatching rate, and larval survival
rate.
FENDY AGUSNANDI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan
Fendy Agusnandi
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan komoditas utama dalam
budidaya air tawar dan termasuk produk penting dalam perdagangan internasional
(Altun et al. 2006). Potensi ikan nila sebagai komoditas akuakultur sangat besar
karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu dapat bereproduksi pada kondisi
terkontrol, pertumbuhan relatif cepat, kandungan protein tinggi, daya adaptasi
tinggi terhadap kisaran kualitas air yang luas dan resisten terhadap stres dan
penyakit, sehingga ikan nila merupakan kandidat komoditas akuakultur terbaik
pada daerah tropis dan subtropis (Stickney 2000; El Sayed 2006).
Kualitas dan performa ikan nila perlu ditingkatkan terkait tingginya potensi
ikan ini sebagai komoditas akuakultur. Peningkatan kualitas dapat dilakukan
melalui kegiatan pemuliaan. Beberapa contoh kegiatan pemuliaan yang dapat
dilakukan yaitu transgenesis dan manipulasi set kromosom. Kegiatan pemuliaan
tersebut umumnya membutuhkan gamet dan embrio pada fase awal, sedangkan
sebagian besar produksi benih ikan nila diperoleh melalui pemijahan secara alami,
sehingga sulit mendapatkan gamet dan embrio pada fase sesuai target yang
dibutuhkan. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan metode pemijahan dan
pembuahan secara buatan. Pemijahan buatan pada ikan biasanya dilakukan
dengan bantuan hormon.
Hormon yang digunakan dalam penelitian ini adalah ovaprim dan hormon
oksitosin. Ovaprim digunakan karena dapat memicu proses pematangan akhir dan
ovulasi telur ikan sehingga baik digunakan saat pemijahan semi-alami dan buatan.
Hormon oksitosin berfungsi untuk merangsang kontraksi yang kuat pada dinding
rahim/uterus yang dapat mempermudah dalam membantu proses kelahiran
(Caldwell dan Young 2006).
Penggunaan hormon oksitosin untuk menginduksi dalam proses pemijahan
pernah diteliti pada beberapa spesies ikan seperti ikan lele sangkuriang (Clarias
sp.) dengan volume total penyuntikan hormon 0,2 mL/kg (Mayyanti 2013), dan
ikan synodontis (Synodontis eupterus) dengan volume total penyuntikan 0,8
mL/kg (Ramad 2013). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hormon
oksitosin memiliki keterlibatan pada pemijahan dan proses melahirkan di induk
betina.
Menurut Viveiros et al. (2003), pada proses reproduksi ikan peran oksitosin
tidak sepenuhnya diketahui seperti pada kelas vertebrata lainnya, karena oksitosin
tidak pernah dievaluasi pada spesies ikan. Penelitian ini dilakukan untuk menguji
keberhasilan pemijahan buatan dengan penyuntikan kombinasi ovaprim dan
hormon oksitosin.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji keberhasilan pemijahan buatan
pada induk ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan penyuntikan kombinasi
ovaprim dan hormon oksitosin pada dosis berbeda.
2
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian dilaksanakan menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri
atas lima perlakuan dengan lima ulangan. Rancangan perlakuan disajikan dalam
Tabel 1.
Tabel 1 Rancangan perlakuan pemijahan buatan pada ikan nila (Oreochromis
niloticus) dengan penyuntikan ovaprim dan hormon oksitosin
Perlakuan Keterangan
P0 100% Ovaprim + 0% Oksitosin
P1 75% Ovaprim + 25% Oksitosin
P2 50% Ovaprim + 50% Oksitosin
P3 25% Ovaprim + 75% Oksitosin
P4 0% Ovaprim + 100% Oksitosin
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini terdiri dari persiapan wadah, pemeliharaan induk,
seleksi induk, pemijahan induk, dan sampling telur (Lampiran 1).
Persiapan Wadah
Wadah pemeliharaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak fiber
berdiameter 150 cm dengan kapasitas 1500 liter sebanyak dua buah. Sebelum
digunakan, bak dicuci dan dikeringkan selama satu hari. Bak pemeliharaan
kemudian diisi air setinggi 60 cm dan ditambahkan aerasi untuk supply oksigen.
Wadah untuk perlakuan pemijahan dan penetasan telur yang digunakan adalah
akuarium kaca sebanyak 10 buah dengan ukuran 60×40×40 cm3. Pemijahan
dilakukan dengan metode time series menggunakan lima buah akuarium yang
masing-masing berisi sepasang induk jantan dan betina yang dipisahkan dengan
penyekat (Gambar 1), dan sisanya digunakan untuk wadah penetasan. Sebelum
digunakan, akuarium dicuci bersih dan dibilas terlebih dahulu, kemudian
dikeringkan selama satu hari. Setelah itu, diisi air hingga ketinggian 30 cm. Lalu
dimasukkan kalium permanganat (PK) ke dalam air dengan dosis 0,3 mg/L untuk
sterilisasi, kemudian air yang mengandung PK didiamkan selama beberapa jam,
setelah itu air dibuang dan diganti dengan air baru, terakhir ditambahkan aerasi
untuk supply oksigen ke dalam air untuk media pemeliharaan.
T = 40 cm T. air = 30 cm
L = 40 cm
P = 60 cm
Penyekat
Pemeliharaan induk
Induk jantan dan betina dipelihara dalam bak fiber secara terpisah selama 14
hari dan diberi pakan sebanyak dua kali sehari pada pukul 08.00 WIB dan 15.00
WIB secara at satiation (sekenyangnya). Pakan yang digunakan untuk
3
pemeliharaan induk adalah pakan buatan berupa pelet dengan kadar protein 30%.
Pergantian air dilakukan sebanyak satu kali dalam seminggu untuk menjaga
kualitas air. Pengukuran kualitas air dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan.
Seleksi induk
Seleksi induk dilakukan dengan melihat ciri morfologi ikan dan proses
kanulasi. Secara morfologi, induk ikan yang siap untuk memijah memiliki lubang
genital bewarna kemerahan dan cenderung menonjol, dan pada induk betina
ukuran perut nampak lebih besar (Lampiran 2). Proses kanulasi dilakukan
menggunakan kateter berdiameter 10 mm. Telur diambil secukupnya kemudian
dimasukkan ke dalam cawan petri. Setelah itu, telur diamati dengan melihat
diameter, warna telur, dan keseragaman telur. Telur yang berkualitas baik akan
berwarna kuning kecoklatan dan memiliki ukuran yang cenderung seragam.
Pemijahan induk
Pemijahan induk dilakukan sehari setelah proses seleksi induk. Induk
jantan dan betina dipelihara dalam satu akuarium dengan perbandingan 1:1 yang
dipisahkan dengan kaca penyekat, kemudian induk betina disuntik menggunakan
ovaprimTM (Syndel, Kanada) yang dikombinasikan dengan hormon oxytocin-10TM
(Interchemie, Belanda), sedangkan induk jantan hanya disuntik menggunakan
ovaprim. Volume total hormon yang digunakan sebesar 0,4 mL/kg. Penyuntikan
dilakukan secara intra-muskuler menggunakan syringe berukuran 1 mL,
selanjutnya dilakukan pengenceran menggunakan larutan akuabides dengan
perbandingan 1:2, lalu dihomogenkan dan dilakukan proses penyuntikan.
Penyuntikan dilakukan dua kali; 30% dosis pada penyuntikan pertama, dan
sisanya pada penyuntikan kedua. Jarak waktu antar penyuntikan adalah 12 jam.
Setelah penyuntikan kedua, dilakukan pengamatan setiap 30 menit selama 10 jam
hingga induk betina ovulasi, kemudian dilakukan stripping untuk pengambilan
telur, lalu telur dicampurkan dengan sperma kemudian ditambahkan air untuk
proses pembuahan, selanjutnya campuran tersebut diaduk dengan bulu ayam
secara perlahan selama 5-10 menit, kemudian dibilas dengan air hingga bersih,
terakhir telur dimasukkan ke dalam wadah inkubasi. Setelah proses pemijahan
terjadi maka dilakukan pencatatan hasil berupa waktu ovulasi, jumlah telur yang
diovulasikan, derajat pembuahan telur/fertilization rate (FR), derajat penetasan
telur/hatching rate (HR), dan tingkat kelangsungan hidup/ survival rate (SR) larva
hingga berumur 2 minggu.
Sampling Telur
Sampling telur dilakukan menggunakan mikroskop untuk mengecek
diameter telur dan posisi inti telur (Lampiran 3). Telur diambil sebelum dan
setelah pemijahan dengan cara kanulasi menggunakan kateter berdiameter 10 mm.
Proses kanulasi dilakukan dengan memasukkan ujung selang ke dalam genital
pore induk menuju kantong telur. Kemudian dilakukan penghisapan alat kanulasi
untuk menarik sampel telur. Sampel telur yang diambil sebanyak 10 butir lalu
disimpan dalam cawan petri. Pengamatan posisi inti telur dilakukan dengan
larutan Sera. Larutan Sera digunakan sebagai larutan pengawet telur agar posisi
inti telur ikan secara jelas dapat diamati dengan mikroskop. Larutan ini
mengandung 10% asam asetat, 30% formalin dan 60% etanol.
4
Parameter Pengamatan
Derajat Ovulasi
Perhitungan derajat ovulasi dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
X (%) = (ΣXi / n) x 100
Keterangan:
X : derajat ovulasi (%)
Xi : jumlah ikan yang ovulasi
n : jumlah induk ikan yang diamati
Derajat Pembuahan
Derajat pembuahan atau fertilization rate (FR), pengamatan FR dilakukan
12 jam setelah pembuahan. Telur yang dibuahi berwarna kuning kecoklatan dan
cerah, sedangkan yang tidak dibuahi berwarna putih susu dan pucat (Lampiran 4).
FR dihitung dengan rumus sebagai berikut:
FR (%) = Qt/Qo x 100
Keterangan :
FR : fertilization rate (%)
Qt : jumlah telur yang dibuahi
Qo : jumlah telur total
Derajat Penetasan
Derajat penetasan atau hatching rate (HR) dihitung setelah semua telur
menetas. Penghitungan HR dilakukan tiga sampai empat hari setelah pembuahan.
HR dihitung dengan rumus sebagai berikut:
HR (%) = Pt/Po x 100
Keterangan :
HR : hatching rate (%)
Pt : jumlah telur yang menetas
Po : jumlah telur yang dibuahi
Kualitas Air
Kualitas air diukur sebanyak dua kali pada awal dan akhir pemeliharaan.
Parameter yang diukur adalah suhu, oksigen terlarut/ dissolved oxygen (DO), dan
5
Analisis Data
Data diuji secara statistik dengan ANOVA pada selang kepercayaan 95%,
lalu dilakukan uji lanjut Duncan. Tabulasi data dilakukan menggunakan bantuan
perangkat MS. Excel 2010 dan analisis data menggunakan perangkat SPSS 16.0.
Derajat Ovulasi
Nilai derajat dan waktu ovulasi ikan nila tersaji pada Tabel 2. Nilai derajat
ovulasi tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 dan P2 sebesar 80%, sedangkan
nilai terendah terdapat pada perlakuan P4 sebesar 20%. Waktu rata-rata ovulasi
tercepat terdapat pada perlakuan P2 selama 6 jam, sedangkan waktu rata-rata
ovulasi terlama terdapat pada perlakuan P3 selama 9 jam.
Tabel 2 Derajat dan waktu ovulasi serta tingkat keberhasilan pemijahan buatan
ikan nila dengan penyuntikan ovaprim dan hormon oksitosin
Waktu Ovulasi (jam) Rata-rata Waktu Keterangan Derajat Ovulasi
Perlakuan
Pasca Induksi II Ovulasi (jam) Pemijahan (%)
9 YA
- TIDAK
P0 8 8,5 YA 40
- TIDAK
- TIDAK
9 YA
7 YA
P1 - 8,25 TIDAK 80
8 YA
9 YA
10 YA
6 YA
4 6 YA 80
P2
4 YA
- TIDAK
- TIDAK
9 YA
P3 9 9 YA 40
- TIDAK
- TIDAK
- TIDAK
- TIDAK
P4 8 8 YA 20
- TIDAK
- TIDAK
Keterangan: P0 (100% Ovaprim + 0% Oksitosin), P1 (75% Ovaprim + 25% Oksitosin), P2 (50%
Ovaprim + 50% Oksitosin), P3 (25% Ovaprim + 75% Oksitosin), P4 (0% Ovaprim + 100%
Oksitosin)
Gambar 2 Jumlah telur yang diovulasikan oleh induk ikan nila (Oreochromis
niloticus) hasil dari pemijahan buatan dengan penyuntikan ovaprim
dan hormon oksitosin. P0 (100% Ovaprim + 0% Oksitosin), P1 (75%
Ovaprim + 25% Oksitosin), P2 (50% Ovaprim + 50% Oksitosin), P3
(25% Ovaprim + 75% Oksitosin), P4 (0% Ovaprim + 100%
Oksitosin)
Gambar 3 Derajat pembuahan telur ikan nila (Oreochromis niloticus) hasil dari
pemijahan buatan dengan penyuntikan ovaprim dan hormon oksitosin.
P0 (100% Ovaprim + 0% Oksitosin), P1 (75%Ovaprim + 25%
Oksitosin), P2 (50% Ovaprim + 50% Oksitosin), P3 (25% Ovaprim +
75% Oksitosin), P4 (0% Ovaprim + 100% Oksitosin)
7
Tabel 3 Derajat penetasan dan kelangsungan hidup larva hasil pemijahan buatan
ikan nila dengan penyuntikan ovaprim dan hormon oksitosin
Perlakuan
Parameter
P2
95
Derajat Penetasan (%)
96
Rata-rata 95,5
Tingkat Kelangsungan 100
Hidup Larva (%) 100
Rata-rata 100
Keterangan: P2 (50% Ovaprim + 50% Oksitosin)
Kualitas Air
Data kualitas air (Tabel 4) menunjukkan bahwa media pemeliharaan ikan
nila berada dalam kisaran optimal. Suhu penetasan dan suhu pemeliharaan
berkisar antara 25,5-30C, DO berkisar antara 7,4-7,6 mg/L, dan pH berkisar
antara 6,50 – 7,70.
Tabel 4 Data kualitas air selama pemeliharaan
No. Parameter Hasil Kisaran optimal*)
1 Suhu Penetasan (°C) 28 25-30
2 Suhu Pemeliharaan Induk (°C) 25,5-30,0 25-30
3 DO (mg/L) 7,4-7,6 5,6-9
4 pH 6,50-7,70 6,5-9
* Boyd (1990)
Pembahasan
Pengukuran nilai derajat ovulasi ikan dilakukan untuk mengetahui
persentase dari ikan yang ovulasi dengan ikan yang diamati pada masing-masing
perlakuan. Hasil derajat ovulasi yang diperoleh (Tabel 2) menunjukkan bahwa
perlakuan P1 dan P2 menghasilkan nilai tertinggi yaitu 80%, sedangkan nilai
terendah terdapat pada perlakuan P4 sebesar 20%. Hal tersebut menunjukkan
bahwa induksi ovulasi yang mendukung pemijahan buatan pada ikan nila dapat
dilakukan menggunakan 50-75% ovaprim dikombinasikan dengan 25-50%
oksitosin.
Kemampuan ovulasi ikan dipengaruhi oleh efektivitas dari penggunaan
hormon misalnya dosis dan jenis hormon (Head et al. 1996). Waktu rata-rata
ovulasi tercepat terdapat pada perlakuan P2 selama 6 jam, sedangkan waktu rata-
rata ovulasi terlama terdapat pada perlakuan P3 selama 9 jam.Perbedaan waktu
ovulasi terjadi karena perbedaan jumlah luitenizing hormone (LH) pada setiap
induk. Selain itu, lamanya ovulasi juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,
tingkat stres, nutrisi pakan, kesehatan dan tingkat kematangan gonad induk yang
8
Saran
Perlakuan P2 (Ovaprim 50% + Oksitosin 50%) sebaiknya digunakan untuk
merangsang pemijahan buatan tetapi pada induk ikan nila betina yang sudah
matang sempurna.
10
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Prosedur Penelitian
Lampiran 1 Prosedur penelitian pemijahan buatan ikan nila (Oreochromis
niloticus) dengan penyuntikan ovaprim dan hormon oksitosin
1. Persiapan wadah
2. Pemeliharaan induk
3. Seleksi induk
4. Pemijahan induk
5. Sampling telur
Betina ♀ Jantan ♂
Lampiran 6 Analisis statistik terhadap jumlah telur yang diovulasikan ikan nila
(Oreochromis niloticus) hasil dari pemijahan buatan dengan
penyuntikan ovaprim dan hormon oksitosin
a. ANOVA nilai jumlah telur yang diovulasikan ikan nila
Derajat Kuadrat
Jumlah kuadrat Nilai F Nilai P
bebas tengah
Perlakuan 396481,600 4 99120,400 24,543 0,000
Galat 80774,400 20 4038,720
Total 477256,000 24
RIWAYAT HIDUP