Anda di halaman 1dari 31

PEMIJAHAN BUATAN PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

DENGAN PENYUNTIKAN OVAPRIM DAN HORMON OKSITOSIN

FENDY AGUSNANDI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemijahan Buatan


pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Penyuntikan Ovaprim dan
Hormon Oksitosin” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2017

Fendy Agusnandi
NIM C14120016
ABSTRAK
FENDY AGUSNANDI. Pemijahan Buatan pada Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) dengan Penyuntikan Ovaprim dan Hormon Oksitosin. Dibimbing oleh
MUHAMMAD ZAIRIN Jr. dan ALIMUDDIN.

Ikan nila merupakan salah satu komoditas penting dalam budidaya ikan air
tawar karena memiliki permintaan pasar dan nilai ekonomis yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan menguji keberhasilan pemijahan buatan pada induk ikan
nila dengan penyuntikan kombinasi ovaprim dan hormon oksitosin pada dosis
berbeda. Penelitian ini menggunakan metode pemijahan secara buatan dengan
perbandingan induk jantan dan betina 1:1. Induksi ovulasi dilakukan dengan
penyuntikan ovaprim yang dikombinasikan dengan hormon oksitosin, dan
pembuatan dilakukan secara buatan.Volume total hormon yang digunakan sebesar
0,4 mL/kg. Penyuntikan dilakukan dua kali; 30% dosis pada penyuntikan pertama,
dan sisanya pada penyuntikan kedua. Metode penyuntikan dilakukan secara
intramuskuler. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri
dari lima perlakuan dengan lima ulangan. Perlakuan P0 atau kontrol (100%
Ovaprim + 0% Oksitosin), P1 (75% Ovaprim + 25% Oksitosin), P2 (50%
Ovaprim + 50% Oksitosin), P3 (25% Ovaprim + 75% Oksitosin), dan P4 (0%
Ovaprim + 100% Oksitosin). Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat ovulasi
tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 dan P2 sebesar 80%, sedangkan nilai
terendah terdapat pada perlakuan P4 sebesar 20%. Jumlah telur yang diovulasikan
tertinggi diperoleh pada perlakuan P2 sebesar 546  69 butir telur, dan nilai
terendah diperoleh pada perlakuan P4 sebesar 210  22 butir telur (p<0,05).
Derajat pembuahan tertinggi (p<0,05) diperoleh pada perlakuan P2 sebesar 92,60
± 3,97%, sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan P4 sebesar 29,00 ±
3,53%. Nilai derajat penetasan telur hanya terdapat pada perlakuan P2 sebesar
95,5%, sedangkan pada perlakuan lainnya bernilai 0% karena tidak terjadi
penetasan. Nilai tingkat kelangsungan hidup larva hanya terdapat pada perlakuan
P2 sebesar 100%, sedangkan pada perlakuan lainnya bernilai 0%. Dengan
demikian, perlakuan P2 (Ovaprim 50% + Oksitosin 50%) memberikan hasil
terbaik berdasarkan nilai derajat ovulasi, jumlah telur yang diovulasikan, derajat
pembuahan, derajat penetasan, dan tingkat kelangsungan hidup larva.

Kata kunci: Oksitosin, Oreochromis niloticus, Ovaprim, Pemijahan buatan


ABSTRACT
FENDY AGUSNANDI. Artificial Spawning in Nile Tilapia (Oreochromis
niloticus) with Ovaprim and Oxytocin Hormone Injection. Supervised by
MUHAMMAD ZAIRIN Jr. and ALIMUDDIN.

Nile tilapia is one of the important freshwater fish commodities due to their
high market demand and economic value. This research aimed to examine the
success of artificial spawning in Nile tilapia using ovaprim and oxytocin hormone
injection at different dosages. This research used artificial spawning method with
1:1 ratio of male and female. Induced ovulation was done by injecting a
combination of ovaprime and oxytocin hormone, and eggs was artificially
fertilized. Total volume of hormone used was 0.4 mL/kg. Injection was done two
times; 30% of dosage used for the first injection, and the used for second injection.
The injection was done by intramuscular method. This research used completely
randomized design consisted of five treatments, namely: treatment P0 or control
(100% Ovaprim + 0% Oxytocin), P1 (75% Ovaprim + 25% Oxytocin), P2 (50%
Ovaprim + 50% Oxytocin), P3 (25% Ovaprim + 75% Oxytocin), and P4 (0%
Ovaprim + 100% Oxytocin). The results of this experiment showed that the
highest ovulation rate was achieved in treatment P1 and P2 with 80%,while the
lowest was in treatment P4 (20%). The highest count of ovulated eggs was
achieved in treatment P2 (546  69 eggs), and the lowest was in treatment P4 with
210  22 eggs (p<0.05). The highest fertilization rate (p<0.05) was achieved in
treatment P2 (92.60 ± 3.97%), while the lowest was treatment P4 (29.00 ± 3.53%).
Egg-hatching rate only existed in treatment P2 with 95.5%, while the others had
0% rate because no egg hatched. Survival rate for larval also only existed in
treatment P2 with 100% while the others had 0%. Therefore, treatment P2
(Ovaprim 50%+ Oxytocin 50%) gave the best result based on ovulation rate,
count of ovulated eggs, fertilization rate, egg-hatching rate, and larval survival
rate.

Keywords: Oxytocin, Oreochromis niloticus, Ovaprim, Artificial Spawning


PEMIJAHAN BUATAN PADA IKAN NILA (Oreochromis
niloticus) DENGAN PENYUNTIKAN OVAPRIM DAN
HORMON OKSITOSIN

FENDY AGUSNANDI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul “Pemijahan Buatan pada Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) dengan Penyuntikan Ovaprim dan Hormon Oksitosin.”
Skripsi ini bersumber dari hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei
sampai September 2016 bertempat di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar
(BBPBAT) Sukabumi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Keluarga tercinta, Ibu Uliana, Bapak Ahmad, Deska Lidiansyah, Esylia
Astiana, Okto Yurisman, Syafira Yasmin, Akmal Gibran Khalifa, Raisa Putri,
atas dukungan, bantuan, doa dan kasih sayang yang diberikan.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Zairin Jr., M.Sc dan Bapak Dr. Alimuddin,
S.Pi., M.Sc selaku dosen pembimbing atas kesediaan untuk membimbing
dalam penyusunan skripsi ini mulai dari proses penyusunan proposal,
pelaksanaan penelitian, hingga penulisan skripsi.
3. Bapak Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc selaku penguji luar komisi dan Prof. Dr.
Ir. D. Djokosetiyanto, DEA sebagai wakil program studi dalam pelaksanaan
ujian skripsi.
4. Bapak Dian Hardhianto, S.Pi., M.Si, Ibu Nurli Faridah, S.Pi., M.Si, Bapak
Rusadi, Bapak Agus Sutisna, Ibu Dwi, Teh Nurlatifa Khairunnisa, Kang Marfu
dan seluruh pihak BBPBAT Sukabumi atas kesediaan untuk membantu dan
membimbing selama pelaksanaan penelitian.
5. Rekan-rekan di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik
BDP IPB atas kerjasamanya.
6. Alfianto Purnomo Aji, Mario Parasian Gabema, Iik Muslihul Hanif, Taqdir
Iskandar Simamora, Annisa Maulidza, Ulfa Dewi Hasnita, Fadhila Maharani
Putri dan rekan-rekan BDP angkatan 49 yang tidak bisa disebutkan satu per
satu atas dukungan dan kebersamaannya dalam menempuh studi.
7. Nurman Ramdhan Suherman, Ade Suryadi, Widi Kusnandi dan rekan-rekan
kontrakan atas bantuan, motivasi, dan kebersamaannya dalam menyelesaikan
skripsi.
8. Seluruh keluarga besar BDP angkatan 48, 50 dan 51 atas segala dukungan
dan doanya.
9. Kemenristekdikti melalui bantuan dana berupa beasiswa PPA (Peningkatan
Prestasi Akademik) untuk menempuh studi S1.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2017

Fendy Agusnandi
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii


DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 1
METODE PENELITIAN 2
Rancangan Penelitian 2
Prosedur Penelitian 2
Parameter Pengamatan 4
Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Hasil 5
Pembahasan 7
KESIMPULAN DAN SARAN 9
Kesimpulan 9
Saran 9
DAFTAR PUSTAKA 10
LAMPIRAN 12
RIWAYAT HIDUP 15
DAFTAR TABEL
1. Rancangan perlakuan pemijahan buatan pada ikan nila (Oreochromis
niloticus) dengan penyuntikan ovaprim dan hormon oksitosin 2
2. Derajat dan waktu ovulasi serta tingkat keberhasilan pemijahan buatan
ikan nila dengan penyuntikan ovaprim dan hormon oksitosin 5
3. Derajat penetasan dan kelangsungan hidup larva hasil pemijahan buatan
ikan nila dengan penyuntikan ovaprim dan hormon oksitosin 7
4. Data kualitas air selama pemeliharaan 7

DAFTAR GAMBAR

1. Wadah pemijahan ikan nila (Oreochromis niloticus) 2


2. Jumlah telur yang diovulasikan (JTYD) ikan nila (Oreochromis
niloticus) hasil dari pemijahan buatan dengan penyuntikan ovaprim dan
hormon oksitosin 6
3. Derajat pembuahan telur ikan nila (Oreochromis niloticus) hasil dari
pemijahan buatan dengan penyuntikan ovaprim dan hormon oksitosin 6

DAFTAR LAMPIRAN

1. Prosedur penelitian pemijahan buatan ikan nila (Oreochromis niloticus)


dengan penyuntikan ovaprim dan hormon oksitosin 12
2. Ciri morfologi induk siap memijah 13
3. Pengamatan diameter telur ikan nila (Oreochromis niloticus) hasil dari
pemijahan buatan dengan penyuntikan ovaprim dan hormon oksitosin 13
4. Telur terbuahi dan telur tidak terbuahi 13
5. Telur terkontaminasi jamur 14
6. Analisis statistik terhadap jumlah telur yang diovulasikan ikan nila
(Oreochromis niloticus) hasil dari pemijahan buatan dengan
penyuntikan ovaprim dan hormon oksitosin 14
7. Analisis statistik terhadap derajat pembuahan ikan nila (Oreochromis
niloticus) hasil dari pemijahan buatan dengan penyuntikan ovaprim dan
hormon oksitosin 14
1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan komoditas utama dalam
budidaya air tawar dan termasuk produk penting dalam perdagangan internasional
(Altun et al. 2006). Potensi ikan nila sebagai komoditas akuakultur sangat besar
karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu dapat bereproduksi pada kondisi
terkontrol, pertumbuhan relatif cepat, kandungan protein tinggi, daya adaptasi
tinggi terhadap kisaran kualitas air yang luas dan resisten terhadap stres dan
penyakit, sehingga ikan nila merupakan kandidat komoditas akuakultur terbaik
pada daerah tropis dan subtropis (Stickney 2000; El Sayed 2006).
Kualitas dan performa ikan nila perlu ditingkatkan terkait tingginya potensi
ikan ini sebagai komoditas akuakultur. Peningkatan kualitas dapat dilakukan
melalui kegiatan pemuliaan. Beberapa contoh kegiatan pemuliaan yang dapat
dilakukan yaitu transgenesis dan manipulasi set kromosom. Kegiatan pemuliaan
tersebut umumnya membutuhkan gamet dan embrio pada fase awal, sedangkan
sebagian besar produksi benih ikan nila diperoleh melalui pemijahan secara alami,
sehingga sulit mendapatkan gamet dan embrio pada fase sesuai target yang
dibutuhkan. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan metode pemijahan dan
pembuahan secara buatan. Pemijahan buatan pada ikan biasanya dilakukan
dengan bantuan hormon.
Hormon yang digunakan dalam penelitian ini adalah ovaprim dan hormon
oksitosin. Ovaprim digunakan karena dapat memicu proses pematangan akhir dan
ovulasi telur ikan sehingga baik digunakan saat pemijahan semi-alami dan buatan.
Hormon oksitosin berfungsi untuk merangsang kontraksi yang kuat pada dinding
rahim/uterus yang dapat mempermudah dalam membantu proses kelahiran
(Caldwell dan Young 2006).
Penggunaan hormon oksitosin untuk menginduksi dalam proses pemijahan
pernah diteliti pada beberapa spesies ikan seperti ikan lele sangkuriang (Clarias
sp.) dengan volume total penyuntikan hormon 0,2 mL/kg (Mayyanti 2013), dan
ikan synodontis (Synodontis eupterus) dengan volume total penyuntikan 0,8
mL/kg (Ramad 2013). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hormon
oksitosin memiliki keterlibatan pada pemijahan dan proses melahirkan di induk
betina.
Menurut Viveiros et al. (2003), pada proses reproduksi ikan peran oksitosin
tidak sepenuhnya diketahui seperti pada kelas vertebrata lainnya, karena oksitosin
tidak pernah dievaluasi pada spesies ikan. Penelitian ini dilakukan untuk menguji
keberhasilan pemijahan buatan dengan penyuntikan kombinasi ovaprim dan
hormon oksitosin.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji keberhasilan pemijahan buatan
pada induk ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan penyuntikan kombinasi
ovaprim dan hormon oksitosin pada dosis berbeda.
2

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian dilaksanakan menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri
atas lima perlakuan dengan lima ulangan. Rancangan perlakuan disajikan dalam
Tabel 1.
Tabel 1 Rancangan perlakuan pemijahan buatan pada ikan nila (Oreochromis
niloticus) dengan penyuntikan ovaprim dan hormon oksitosin
Perlakuan Keterangan
P0 100% Ovaprim + 0% Oksitosin
P1 75% Ovaprim + 25% Oksitosin
P2 50% Ovaprim + 50% Oksitosin
P3 25% Ovaprim + 75% Oksitosin
P4 0% Ovaprim + 100% Oksitosin

Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini terdiri dari persiapan wadah, pemeliharaan induk,
seleksi induk, pemijahan induk, dan sampling telur (Lampiran 1).

Persiapan Wadah
Wadah pemeliharaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak fiber
berdiameter 150 cm dengan kapasitas 1500 liter sebanyak dua buah. Sebelum
digunakan, bak dicuci dan dikeringkan selama satu hari. Bak pemeliharaan
kemudian diisi air setinggi 60 cm dan ditambahkan aerasi untuk supply oksigen.
Wadah untuk perlakuan pemijahan dan penetasan telur yang digunakan adalah
akuarium kaca sebanyak 10 buah dengan ukuran 60×40×40 cm3. Pemijahan
dilakukan dengan metode time series menggunakan lima buah akuarium yang
masing-masing berisi sepasang induk jantan dan betina yang dipisahkan dengan
penyekat (Gambar 1), dan sisanya digunakan untuk wadah penetasan. Sebelum
digunakan, akuarium dicuci bersih dan dibilas terlebih dahulu, kemudian
dikeringkan selama satu hari. Setelah itu, diisi air hingga ketinggian 30 cm. Lalu
dimasukkan kalium permanganat (PK) ke dalam air dengan dosis 0,3 mg/L untuk
sterilisasi, kemudian air yang mengandung PK didiamkan selama beberapa jam,
setelah itu air dibuang dan diganti dengan air baru, terakhir ditambahkan aerasi
untuk supply oksigen ke dalam air untuk media pemeliharaan.

T = 40 cm T. air = 30 cm

L = 40 cm
P = 60 cm
Penyekat

Gambar 1 Wadah pemijahan ikan nila (Oreochromis niloticus)

Pemeliharaan induk
Induk jantan dan betina dipelihara dalam bak fiber secara terpisah selama 14
hari dan diberi pakan sebanyak dua kali sehari pada pukul 08.00 WIB dan 15.00
WIB secara at satiation (sekenyangnya). Pakan yang digunakan untuk
3

pemeliharaan induk adalah pakan buatan berupa pelet dengan kadar protein 30%.
Pergantian air dilakukan sebanyak satu kali dalam seminggu untuk menjaga
kualitas air. Pengukuran kualitas air dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan.

Seleksi induk
Seleksi induk dilakukan dengan melihat ciri morfologi ikan dan proses
kanulasi. Secara morfologi, induk ikan yang siap untuk memijah memiliki lubang
genital bewarna kemerahan dan cenderung menonjol, dan pada induk betina
ukuran perut nampak lebih besar (Lampiran 2). Proses kanulasi dilakukan
menggunakan kateter berdiameter 10 mm. Telur diambil secukupnya kemudian
dimasukkan ke dalam cawan petri. Setelah itu, telur diamati dengan melihat
diameter, warna telur, dan keseragaman telur. Telur yang berkualitas baik akan
berwarna kuning kecoklatan dan memiliki ukuran yang cenderung seragam.

Pemijahan induk
Pemijahan induk dilakukan sehari setelah proses seleksi induk. Induk
jantan dan betina dipelihara dalam satu akuarium dengan perbandingan 1:1 yang
dipisahkan dengan kaca penyekat, kemudian induk betina disuntik menggunakan
ovaprimTM (Syndel, Kanada) yang dikombinasikan dengan hormon oxytocin-10TM
(Interchemie, Belanda), sedangkan induk jantan hanya disuntik menggunakan
ovaprim. Volume total hormon yang digunakan sebesar 0,4 mL/kg. Penyuntikan
dilakukan secara intra-muskuler menggunakan syringe berukuran 1 mL,
selanjutnya dilakukan pengenceran menggunakan larutan akuabides dengan
perbandingan 1:2, lalu dihomogenkan dan dilakukan proses penyuntikan.
Penyuntikan dilakukan dua kali; 30% dosis pada penyuntikan pertama, dan
sisanya pada penyuntikan kedua. Jarak waktu antar penyuntikan adalah 12 jam.
Setelah penyuntikan kedua, dilakukan pengamatan setiap 30 menit selama 10 jam
hingga induk betina ovulasi, kemudian dilakukan stripping untuk pengambilan
telur, lalu telur dicampurkan dengan sperma kemudian ditambahkan air untuk
proses pembuahan, selanjutnya campuran tersebut diaduk dengan bulu ayam
secara perlahan selama 5-10 menit, kemudian dibilas dengan air hingga bersih,
terakhir telur dimasukkan ke dalam wadah inkubasi. Setelah proses pemijahan
terjadi maka dilakukan pencatatan hasil berupa waktu ovulasi, jumlah telur yang
diovulasikan, derajat pembuahan telur/fertilization rate (FR), derajat penetasan
telur/hatching rate (HR), dan tingkat kelangsungan hidup/ survival rate (SR) larva
hingga berumur 2 minggu.

Sampling Telur
Sampling telur dilakukan menggunakan mikroskop untuk mengecek
diameter telur dan posisi inti telur (Lampiran 3). Telur diambil sebelum dan
setelah pemijahan dengan cara kanulasi menggunakan kateter berdiameter 10 mm.
Proses kanulasi dilakukan dengan memasukkan ujung selang ke dalam genital
pore induk menuju kantong telur. Kemudian dilakukan penghisapan alat kanulasi
untuk menarik sampel telur. Sampel telur yang diambil sebanyak 10 butir lalu
disimpan dalam cawan petri. Pengamatan posisi inti telur dilakukan dengan
larutan Sera. Larutan Sera digunakan sebagai larutan pengawet telur agar posisi
inti telur ikan secara jelas dapat diamati dengan mikroskop. Larutan ini
mengandung 10% asam asetat, 30% formalin dan 60% etanol.
4

Parameter Pengamatan

Derajat Ovulasi
Perhitungan derajat ovulasi dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
X (%) = (ΣXi / n) x 100
Keterangan:
X : derajat ovulasi (%)
Xi : jumlah ikan yang ovulasi
n : jumlah induk ikan yang diamati

Jumlah Telur Yang Diovulasikan (JTYD)


Jumlah telur yang diovulasikan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
JTYD (butir/induk) =bobot total telur yang keluar (g) x Σ telur sampel (butir)
bobot telur sampel (g)

Derajat Pembuahan
Derajat pembuahan atau fertilization rate (FR), pengamatan FR dilakukan
12 jam setelah pembuahan. Telur yang dibuahi berwarna kuning kecoklatan dan
cerah, sedangkan yang tidak dibuahi berwarna putih susu dan pucat (Lampiran 4).
FR dihitung dengan rumus sebagai berikut:
FR (%) = Qt/Qo x 100
Keterangan :
FR : fertilization rate (%)
Qt : jumlah telur yang dibuahi
Qo : jumlah telur total

Derajat Penetasan
Derajat penetasan atau hatching rate (HR) dihitung setelah semua telur
menetas. Penghitungan HR dilakukan tiga sampai empat hari setelah pembuahan.
HR dihitung dengan rumus sebagai berikut:
HR (%) = Pt/Po x 100
Keterangan :
HR : hatching rate (%)
Pt : jumlah telur yang menetas
Po : jumlah telur yang dibuahi

Tingkat Kelangsungan Hidup Larva


Tingkat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) larva selama dua
minggu dihitung dengan rumus sebagai berikut:
SR (%) = Nt/No x 100
Keterangan :
SR : survival rate (%)
Nt : jumlah larva hidup akhir
No : jumlah larva yang menetas

Kualitas Air
Kualitas air diukur sebanyak dua kali pada awal dan akhir pemeliharaan.
Parameter yang diukur adalah suhu, oksigen terlarut/ dissolved oxygen (DO), dan
5

pH. Suhu diukur menggunakan termometer, DO diukur menggunakan DO meter


dan pH diukur menggunakan pH meter.

Analisis Data
Data diuji secara statistik dengan ANOVA pada selang kepercayaan 95%,
lalu dilakukan uji lanjut Duncan. Tabulasi data dilakukan menggunakan bantuan
perangkat MS. Excel 2010 dan analisis data menggunakan perangkat SPSS 16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil

Derajat Ovulasi
Nilai derajat dan waktu ovulasi ikan nila tersaji pada Tabel 2. Nilai derajat
ovulasi tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 dan P2 sebesar 80%, sedangkan
nilai terendah terdapat pada perlakuan P4 sebesar 20%. Waktu rata-rata ovulasi
tercepat terdapat pada perlakuan P2 selama 6 jam, sedangkan waktu rata-rata
ovulasi terlama terdapat pada perlakuan P3 selama 9 jam.

Tabel 2 Derajat dan waktu ovulasi serta tingkat keberhasilan pemijahan buatan
ikan nila dengan penyuntikan ovaprim dan hormon oksitosin
Waktu Ovulasi (jam) Rata-rata Waktu Keterangan Derajat Ovulasi
Perlakuan
Pasca Induksi II Ovulasi (jam) Pemijahan (%)
9 YA
- TIDAK
P0 8 8,5 YA 40
- TIDAK
- TIDAK
9 YA
7 YA
P1 - 8,25 TIDAK 80
8 YA
9 YA
10 YA
6 YA
4 6 YA 80
P2
4 YA
- TIDAK
- TIDAK
9 YA
P3 9 9 YA 40
- TIDAK
- TIDAK
- TIDAK
- TIDAK
P4 8 8 YA 20
- TIDAK
- TIDAK
Keterangan: P0 (100% Ovaprim + 0% Oksitosin), P1 (75% Ovaprim + 25% Oksitosin), P2 (50%
Ovaprim + 50% Oksitosin), P3 (25% Ovaprim + 75% Oksitosin), P4 (0% Ovaprim + 100%
Oksitosin)

Jumlah Telur Yang Diovulasikan (JTYD)


Nilai JTYD ikan nila yang didapatkan tersaji pada Gambar 2. Nilai
tertinggi (p<0,05) diperoleh pada perlakuan P2 (546  69 butir telur), sedangkan
6

yang terendah adalah perlakuan P4 (210  22 butir telur).

Keterangan : huruf superscript yang berbeda pada grafik menunjukkan perlakuan


berbeda nyata (p<0,05)

Gambar 2 Jumlah telur yang diovulasikan oleh induk ikan nila (Oreochromis
niloticus) hasil dari pemijahan buatan dengan penyuntikan ovaprim
dan hormon oksitosin. P0 (100% Ovaprim + 0% Oksitosin), P1 (75%
Ovaprim + 25% Oksitosin), P2 (50% Ovaprim + 50% Oksitosin), P3
(25% Ovaprim + 75% Oksitosin), P4 (0% Ovaprim + 100%
Oksitosin)

Derajat Pembuahan/fertilization rate (FR)


Nilai FR telur ikan nila tersaji pada Gambar 3. Nilai tertinggi (p<0,05)
diperoleh pada perlakuan P2 (92,60 ± 3,97%), sedangkan nilai terendah terdapat
pada perlakuan P4 sebesar (29,00 ± 3,53%).

Keterangan : huruf superscript yang berbeda pada grafik menunjukkan perlakuan


beda nyata (p<0,05)

Gambar 3 Derajat pembuahan telur ikan nila (Oreochromis niloticus) hasil dari
pemijahan buatan dengan penyuntikan ovaprim dan hormon oksitosin.
P0 (100% Ovaprim + 0% Oksitosin), P1 (75%Ovaprim + 25%
Oksitosin), P2 (50% Ovaprim + 50% Oksitosin), P3 (25% Ovaprim +
75% Oksitosin), P4 (0% Ovaprim + 100% Oksitosin)
7

Derajat Penetasan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Larva


Nilai derajat penetasan dan kelangsungan hidup larva ikan nila tersaji pada
Tabel 3. Nilai derajat penetasan telur hanya terdapat pada perlakuan P2 sebesar
95,5%, sedangkan pada perlakuan lainnya tidak terjadi penetasan. Nilai tingkat
kelangsungan hidup larva hanya terdapat pada perlakuan P2 sebesar 100%,
sedangkan perlakuan lainnya tidak ada karena tidak ada juga telur yang menetas.

Tabel 3 Derajat penetasan dan kelangsungan hidup larva hasil pemijahan buatan
ikan nila dengan penyuntikan ovaprim dan hormon oksitosin
Perlakuan
Parameter
P2
95
Derajat Penetasan (%)
96
Rata-rata 95,5
Tingkat Kelangsungan 100
Hidup Larva (%) 100
Rata-rata 100
Keterangan: P2 (50% Ovaprim + 50% Oksitosin)

Kualitas Air
Data kualitas air (Tabel 4) menunjukkan bahwa media pemeliharaan ikan
nila berada dalam kisaran optimal. Suhu penetasan dan suhu pemeliharaan
berkisar antara 25,5-30C, DO berkisar antara 7,4-7,6 mg/L, dan pH berkisar
antara 6,50 – 7,70.
Tabel 4 Data kualitas air selama pemeliharaan
No. Parameter Hasil Kisaran optimal*)
1 Suhu Penetasan (°C) 28 25-30
2 Suhu Pemeliharaan Induk (°C) 25,5-30,0 25-30
3 DO (mg/L) 7,4-7,6 5,6-9
4 pH 6,50-7,70 6,5-9
* Boyd (1990)

Pembahasan
Pengukuran nilai derajat ovulasi ikan dilakukan untuk mengetahui
persentase dari ikan yang ovulasi dengan ikan yang diamati pada masing-masing
perlakuan. Hasil derajat ovulasi yang diperoleh (Tabel 2) menunjukkan bahwa
perlakuan P1 dan P2 menghasilkan nilai tertinggi yaitu 80%, sedangkan nilai
terendah terdapat pada perlakuan P4 sebesar 20%. Hal tersebut menunjukkan
bahwa induksi ovulasi yang mendukung pemijahan buatan pada ikan nila dapat
dilakukan menggunakan 50-75% ovaprim dikombinasikan dengan 25-50%
oksitosin.
Kemampuan ovulasi ikan dipengaruhi oleh efektivitas dari penggunaan
hormon misalnya dosis dan jenis hormon (Head et al. 1996). Waktu rata-rata
ovulasi tercepat terdapat pada perlakuan P2 selama 6 jam, sedangkan waktu rata-
rata ovulasi terlama terdapat pada perlakuan P3 selama 9 jam.Perbedaan waktu
ovulasi terjadi karena perbedaan jumlah luitenizing hormone (LH) pada setiap
induk. Selain itu, lamanya ovulasi juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,
tingkat stres, nutrisi pakan, kesehatan dan tingkat kematangan gonad induk yang
8

digunakan. Perlakuan P4 atau perlakuan 100% oksitosin merupakan perlakuan


yang menghasilkan derajat ovulasi terendah, hal tersebut diduga karena hormon
oksitosin tidak berperan pada proses pematangan akhir telur, melainkan hanya
membantu proses pengeluaran telur saat ovulasi (Haraldsen et al. 2002). Oksitosin
adalah hormon peptida yang disekresi olah pituitari posterior yang menyebabkan
ejeksi air susu pada wanita dalam masa laktasi (Hopfer et al. 2004). Hormon
oksitosin merupakan hormon yang berfungsi untuk merangsang kontraksi yang
kuat pada dinding rahim/uterus yang dapat mempermudah dalam membantu
proses kelahiran (Caldwell dan Young 2006), sedangkan proses percepatan
pematangan akhir telur dan ovulasi dipengaruhi oleh kerja dari ovaprim.
Ovaprim adalah hormon hasil kombinasi antara LHRH-a dan antidopamin
(Yaron dan Sivan 2006). LHRH-a mempengaruhi kelenjar pituitari untuk
melepaskan hormon LH yang kemudian diterima oleh sel teka, kemudian sel teka
akan melepaskan 17α-hidroksiprogesterone lalu masuk ke sel granulosa untuk
diubah menjadi 17α,20β-dihidroksiprogesterone (Maturating inducing hormone /
MIH) oleh enzim 20β-hidroksi steroiddehidrogenase. Inti telur akan bermigrasi ke
tepian oosit sebelum ovulasi terjadi, proses migrasi inti dipengaruhi oleh
maturation promoting factor yang dihasilkan oleh MIH. Lapisan folikel kemudian
pecah dan sel telur akan bergerak keluar menuju rongga ovari dan terjadilah
ovulasi (Zairin 2003).
Antidopamin berperan besar dalam pematangan akhir gonad dan
pemijahan buatan. Barnier et al. (2009) menyatakan bahwa sinyal lingkungan
akan diterima oleh otak dan disampaikan ke syaraf pusat untuk diteruskan ke
hipotalamus. Hipotalamus akan merespons dengan melepaskan gonadatropin
releasing hormone (GnRH). GnRH berfungsi merangsang hipofisis anterior untuk
mensekresikan hormon gonadotropin (Gth). Antidopamin berfungsi mencegah
kerja dopamin sebagai substansi penghambat pelepasan Gth agar proses
pematangan akhir dan pemijahan ikan tidak terhambat (Zairin 2003). Peningkatan
Gth secara mendadak dalam proses pemijahan diperlukan untuk merangsang
terjadinya ovulasi pada induk betina (Zairin 2013).
Nilai rata-rata jumlah telur yang diovulasikan tertinggi diperoleh pada
perlakuan P2 sebesar 546 butir telur, sedangkan nilai terendah diperoleh pada
perlakuan P4 sebesar 210 butir telur. Hasil yang diperoleh pada perlakuan P2
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (p<0,05; Gambar 2). Ikan yang
digunakan pada penelitian ini memiliki umur antara 4-6 bulan dengan panjang
rata-rata antara 21-23 cm dan bobot rata-rata antara 180-300 gram, serta berasal
dari induk yang berbeda. Perbedaan jumlah telur yang diovulasikan oleh masing-
masing individu, terjadi karena nilai jumlah telur yang diovulasikan oleh suatu
spesies ikan bergantung pada umur, panjang, bobot, jumlah makanan dan faktor-
faktor lingkungan lainnya seperti suhu dan musim (Adi 2005). Induk muda yang
baru mulai bertelur mempunyai jumlah telur yang sedikit (Lam 1985), artinya
perbedaan umur berpengaruh pada jumlah telur yang dihasilkan meskipun ukuran
induk relatif sama.
Pembuahan atau fertilisasi adalah bersatunya sel telur dengan sel sperma
untuk membentuk zigot. Derajat pembuahan sering digunakan sebagai parameter
untuk mendeteksi kualitas telur. Telur ikan nila yang baik memiliki karakteristik
yaitu berwarna kuning kecoklatan, tenggelam, tidak lengket dan berbentuk bulat
atau oval. Telur yang terbuahi akan berwarna cerah, sedangkan yang tidak
9

terbuahi berwarna pucat. Tinggi rendahnya pembuahan telur dipengaruhi oleh


kondisi lingkungan saat inkubasi, kualitas induk, adanya jamur/penyakit, dan
tingkat kematangan telur. Nilai FR tertinggi diperoleh pada perlakuan P2 sebesar
92,60%, sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan P4 sebesar 29,00%.
Hasil yang diperoleh pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan perlakuan P4, akan
tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (p<0,05; Gambar 3). Dengan
demikian, berdasarkan parameter FR, perlakuan P2 adalah perlakuan terbaik.
Derajat penetasan telur hanya terdapat pada perlakuan P2 sebesar 95,5%,
sedangkan pada perlakuan lainnya bernilai 0% karena tidak terjadi penetasan
(Tabel 3). Dengan demikian, berdasarkan parameter derajat penetasan perlakuan
terbaik adalah perlakuan P2. Derajat penetasan telur berhubungan erat dengan
derajat pembuahan telur. Menurut Oyen et al. (1991), daya tetas telur selalu
ditentukan oleh tingkat pembuahan, kecuali ada faktor lingkungan yang
mempengaruhinya. Semakin tinggi derajat pembuahan akan semakin tinggi pula
derajat penetasannya ataupun sebaliknya (Masrizal dan Efrizal 1997). Salah satu
penyebab daya tetas telur yang rendah diduga karena adanya pengaruh lingkungan
yaitu kontaminasi dari dari jamur pada telur ketika diinkubasi (Lampiran 5). Hifa
jamur akan menghambat proses respirasi telur sehingga supply air yang membawa
oksigen telarut dalam air menjadi terganggu (Astuti 2006). Telur yang diinkubasi
akan menetas menjadi larva dalam kurun waktu 24-36 jam, larva yang dihasilkan
berjumlah 482 ekor. Pengamatan tingkat kelangsungan hidup larva dilakukan
pada 14 hari pasca tetas. Nilai tingkat kelangsungan hidup larva hanya terdapat
pada perlakuan P2 sebesar 100%, sedangkan pada perlakuan lainnya bernilai 0%.
Oleh karena itu, berdasarkan parameter derajat ovulasi, FR, HR dan SR larva,
maka perlakuan terbaik adalah P2.
Menurut Boyd (1990), pH yang sesuai untuk kelayakan hidup ikan
budidaya berkisar antara 6,5-9,0, DO 5,6-9 mg/L, suhu 25-30°C. Data kualitas air
pada Tabel 4 menunjukkan bahwa media pemeliharaan ikan nila berada dalam
kisaran optimal. Suhu penetasan dan suhu pemeliharaan berkisar antara 25,5-30°C,
DO berkisar antara 7,4-7,6 mg/L, dan pH berkisar antara 6,50 – 7,70.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Pemijahan buatan ikan nila dengan kombinasi ovaprim dan hormon
oksitosin berhasil dilakukan. Perlakuan P2 (Ovaprim 50%+ Oksitosin 50%)
merupakan perlakuan dengan hasil terbaik berdasarkan derajat ovulasi, jumlah
telur yang diovulasikan, derajat pembuahan, derajat penetasan, dan tingkat
kelangsungan hidup larva.

Saran
Perlakuan P2 (Ovaprim 50% + Oksitosin 50%) sebaiknya digunakan untuk
merangsang pemijahan buatan tetapi pada induk ikan nila betina yang sudah
matang sempurna.
10

DAFTAR PUSTAKA

Adi S, Prihartono RE.2005. Pembesaran Nila merah Bangkok. Jakarta (ID).


Penebar Swadaya. 155 hal.
Altun T, Tekelioglu N, Danabas D. 2006. Tilapia culture and its problems in
Turkey. Fish Aquat Sci. 23(3-4):473-478.
Astuti W. 2006. Penggunaan Formalin untuk Pengendalian Saprogleniasis pada
Telur Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.). Biologi, FMIPA, Unair,
Surabaya (ID). 167-171.
Barnier NJ, Kraak GV, Farrel, Brauner CJ. 2009. Fish Neuroendocrinology. In :
Fish hysilogy Vol 28. By : Farrel AP and Brauner CJ. London (UK): First
Edition Academic Press.
Boyd CE. 1990. Water Quality Management in Pond Fish. Research and
Development Series No. 22. International for Aquaculture. Agriculture
Experiment Station, Auburn Alabama (USA). 482 p.
Caldwell HK, Young WS.2006. Oxytocin and Vasopressin: Genetics and
Behavioral Implications in Lim, R. (ed.) Handbook of Neurochemistry and
Molecular Neurobiology, 3rd edition, Springer, New York (USA), pp.
573-607.
El-Sayed A-FM. 2006. Tilapia Culture. Cambridge [US]: CABI Publishing. 277
hlm.
Haraldsen L, Veronica SL, Goran E. 2002. Oxytocin stimulates cerebral blood
flow in rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) through a nitric oxide
dependent mechanism. Brain Research. 929: 10–14.
Head WD, Watanabe WO, Ellis SC, Ellis EP. 1996. Hormone induced multiple
spawning of captive nassau grouper broodstock.The Progessive Fish
Culturist. 58(1):65-69.
Hopfer, Pharmd JD. Hazand, Vallerand A. 2004. Pedoman Obat untuk Perawat
Edisi 4. Jakarta (ID): Penerbit EGC.
Lam TJ. 1985. Induce spawning in fish. in: Lee CS, Liao IC, editor. Reproduction
culture of milk fish; 1985 April 22-24; Taiwan (TW): Oceanic Institute
and Tukang Marine Laboratory.
Masrizal, Efrizal. 1997. Pengaruh rasio pengenceran mani terhadap fertilitas
sperma dan daya tetas telur ikan mas (Cyprinus carpio). Fish J. Garing
6(1):1-9.
Mayyanti. 2013. Efisiensi hormon oksitosin dan ovaprim pada dosis berbeda
dalam pemijahan buatan ikan lele sangkuriang (Clarias sp.).[Skripsi].
Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor.
Oyen FGF, Camps LFCMM, Bongo ESW.1991 Effect on acid stress on
embryonic development of common carp (Cyprinus carpio). Aquaculture.
19:1-12.
Ramad TF. 2013. Penggunaan hormon oksitosin dan ovaprim dengan nisbah
kombinasi yang berbeda pada induksi ovulasi ikan synodontis (Synodontis
eupterus).[Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Stickney RR. 2000. Tilapia culture. Di dalam: Stickney RR, editor. Encyclopedia
of Aquaculture. New York [US]: John Wiley. hlm. 934-941.
11

Viveiros ATM, Jatzkowski, Komen J. 2003. Effect of oxytocin on semen release


response in African catfish (Clarias gariepinus). Theriogenology. 59:
1905-1917.
Yaron Z, Sivan B. 2006. Reproduction: The Physiology of Fishes D. H. Evans and
J. B. Claiborne (Eds.) Edisi ke-3. 1 Sisipan 10:343-386.
Zairin M Jr. 2003. Endokrinologi dan perannya bagi masa depan perikanan
Indonesia. Orasi ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Fisiologi Reproduksi
danEndokrinologi Hewan Air, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
InstitutPertanian Bogor; 13 September 2003; Bogor (ID). hal 11-12.
Zairin M Jr. 2013. Kiat Memijahkan Ikan Hias Secara Teratur. Bogor (ID):
Digreat Publishing.
12

LAMPIRAN
Prosedur Penelitian
Lampiran 1 Prosedur penelitian pemijahan buatan ikan nila (Oreochromis
niloticus) dengan penyuntikan ovaprim dan hormon oksitosin

1. Persiapan wadah

Bak fiber Akuarium


(wadah pemeliharaan induk) (Wadah pemijahan dan penetasan telur)

2. Pemeliharaan induk

Induk dipelihara dalam akuarium dengan sekat dan dalam bak


fiber secara terpisah

3. Seleksi induk

Seleksi dengan proses kanulasi dan melihat morfologi induk

4. Pemijahan induk

Penyuntikan Induk Stripping induk


13

5. Sampling telur

Pengamatan telur Sampel telur

Lampiran 2 Ciri morfologi induk siap memijah

Betina ♀ Jantan ♂

Lampiran 3 Pengamatan diameter telur ikan nila (Oreochromis niloticus) hasil


dari pemijahan buatan dengan penyuntikan ovaprim dan hormon
oksitosin

Proses pengamatan telur Diameter telur yang diamati

Lampiran 4 Telur terbuahi dan tidak terbuahi

Telur terbuahi Telur tidak terbuahi


14

Lampiran 5 Telur terinfeksi jamur

Lampiran 6 Analisis statistik terhadap jumlah telur yang diovulasikan ikan nila
(Oreochromis niloticus) hasil dari pemijahan buatan dengan
penyuntikan ovaprim dan hormon oksitosin
a. ANOVA nilai jumlah telur yang diovulasikan ikan nila
Derajat Kuadrat
Jumlah kuadrat Nilai F Nilai P
bebas tengah
Perlakuan 396481,600 4 99120,400 24,543 0,000
Galat 80774,400 20 4038,720
Total 477256,000 24

b. Uji lanjut Duncan


 = 0.05
Perlakuan N
1 2 3
P4 5 2,1000
P1 5 2,2360
P3 5 2,3100 2,3100
P0 5 3,1440
P2 5 5,4600
Sig. 0,628 0,051 1,000

Lampiran 7 Analisis statistik terhadap derajat pembuahan ikan nila (Oreochromis


niloticus) hasil dari pemijahan buatan dengan penyuntikan ovaprim
dan hormon oksitosin
a. ANOVA nilai derajat pembuahan ikan nila
Jumlah Derajat Kuadrat Nilai F Nilai P
kuadrat bebas tengah
Perlakuan 10519,360 4 99120,400 2,685 0,047
Galat 19590,000 20 4038,720
Total 30109,360 24

b. Uji lanjut Duncan


 = 0.05
Perlakuan N
1 2
P4 5 29,0000
P1 5 51,8000 51,8000
P0 5 58,6000 58,6000
P3 5 63,8000 63,8000
P2 5 92,6000
Sig. 0,121 0,072
15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dayamurni, Lampung pada tanggal 14 Agustus 1994.


Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari Bapak Ahmad dan Ibu
Uliana. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SDN 1 Tumijajar,
Lampung (2000-2006), SMPN 1 Tumijajar, Lampung (2006-2009), SMAN1
Tumijajar, Lampung (2009-2012). Penulis diterima di Program Studi Teknologi
dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2012 melalui
jalur undangan.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi dan mendapat
amanah menjadi ketua Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) pada
tahun 2015. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Dasar-Dasar
Akuakultur, Dasar-Dasar Genetika Ikan, Prinsip Bioteknologi Akuakultur,
Engineering Akuakultur, Ikan Hias dan Akuaskap, Manajemen Marikultur,
Manajemen Budidaya Air Tawar, dan koordinator asisten praktikum Industri
Pembenihan Organisme Akuatik. Penulis pernah melakukan praktik lapangan
akuakultur di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut
(BBPPBL) Gondol, Bali. Penulis juga pernah magang di Balai Budidaya Air
Payau (BBAP) Situbondo, Jawa Timur.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, penulis
melakukan penelitian yang berjudul “PEMIJAHAN BUATAN PADA IKAN
NILA (Oreochromis niloticus) DENGAN PENYUNTIKAN OVAPRIM
DAN HORMON OKSITOSIN” dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad
Zairin Jr., M.Sc dan Bapak Dr. Alimuddin, S.Pi., M.Sc.

Anda mungkin juga menyukai