Ujian Semester Landasan Kependidikan
Ujian Semester Landasan Kependidikan
DESENTRALISASI PENDIDIKAN
a. Paradigma dan tujuan mendasar kebijakan desentralisasi pendidikan
Paradigma desentralisasi pendidikan adalah penyerahan tanggung jawab pendidikan
dari pemerintah pusat (sentralistik) kepada pemerintah daerah lebih spesifik lagi kepada
masyarakat dan anggota masyarakat.
Landasan yuridis desentralisasi pendidikan adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (UU Pemerintahan Daerah). Secara garis besar UU tersebut
menekankan bahwa wewenang paling besar untuk sektor pendidikan sejak pendidikan pra-
sekolah sampai pendidikan menengah atas adalah urusan pemerintah kabupaten atau kota.
Pembagian secara lebih spesifik adalah tanggung jawab pengelolaan dan kurikulum untuk
satuan pendidikan dasar menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota, pengelolaan
pendidikan menengah menjadi kewenangan pemerintah provinsi, sementara untuk perguruan
tinggi menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Konsekuensi atas hadirnya undang -undang tersebut, maka peran gubernur, bupati dan
walikota lebih kokoh dalam melaksanaan otonomi pendidikan dengan mengacu pada empat
tujuan pokok dalam membuat kebijakan pendidikan, yakni:
1) peningkatan mutu;
2) efisiensi keuangan;
3) efisien administrasi; dan
4) perluasan kesempatan pendidikan.
Salah satu kendala yang muncul dalam implementasi MBS adalah adanya kebijakan
pemerintah tentang sekolah gratis. Ironisnya kebijakan pemerintah pusat dan daerah tersebut,
tidak diikuti dengan penyediaan dana yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan sekolah,
dan tidak memberikan fasilitas yang merata ke semua satuan pendidikan. Biaya Operasional
Sekolah (BOS) bisa dikatakan tidak pernah turun tepat waktu. Banyak sekolah yang keadaan
fisiknya memperihatinkan dan tidak memiliki fasilitas yang sesuai dengan tuntutan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini menyebabkan elemen-elemen dan komponen-
komponen MBS tidak mampu diterapkan secara optimal.
pengembangan kurikulum. Dengan kewenangan ini tentunya akan memberikan peluang bagi
sekolah untuk mengaktualisasikan diri sesuai dengan visi, misi dan tujuan serta karakteristik
masing-masing.
Selain itu, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan harus mengakomodasi penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang sudah mulai dilaksanakan sejak diberlakukannya
otonomi daerah sehingga dengan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di
daerah. Namun kebiasaan lama yang menganut sistem sentralistik belum sepenuhnya hilang,
menyebabkan banyak sekolah yang gagap dalam menyiapkan KTSP yang akhirnya banyak
muncul fenomena KTSP copy paste.
c. Isu implementatif kebijakan desentralisasi
DAFTAR PUSTAKA
Zamroni. 2005. Meningkatkan Mutu Sekolah: Teori, Strategi, Prosedur, Jakarta: PSAP
Muhammadiyah.
Solichin Abdul Wahab. 1997. Analisis Kebijaksanaan: dari Formulasi ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Rasiyo. 2005. Kebijakan Desentralisasi Manajemen Pendidikan Pada Era Otonomi Daerah.
Surabaya:Program Doktor Ilmu Adminitrasi,Universitas 17 Agustus 1945.
Mulyasa. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN
Globalisasi bisa memaksa sektor yang dulunya non-komersil menjadi komoditas dalam
pasar yang baru. Dengan alasan pasar bebas maka pendidikan yang sebenarnya non-komersil
dapat menjadi komersil. Lembaga pendidikan diperjualbelikan, sehingga makna pendidikan
hilang digantikan dengan untung rugi semata.
Dengan memanfaatkan internet sebagai media pencari informasi, bisa didapat banyak
keuntungan diantaranya adalah mendapatkan informasi yang lengkap dan dalam waktu
singkat. Namun hal ini justru memicu dampak negatif tersendiri bagi penggunanya terutama
bagi pelajar. Terlalu bergantung pada internet cenderung membuat mereka menjadi semakin
malas karena tinggal akses internet mereka mendapat informasi yang mereka mau, tanpa perlu
bersusah payah observasi secara langsung. Sehingga muncul fenomena pelajar/mahasiswa
copy paste. Kampanye gemar membaca dapat menjadi solusi bagi masalah ini.
Menurut undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah
ditegaskan bahwa yang dimaksud Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik dijalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru adalah
orang yang bertanggung jawab atas peningkatan moral pelajar dan kemerosotannya. Oleh
karena itu tugas guru tidak terbatas pada kegiatan mengajar, tapi yang terpenting adalah
mencetak karakter murid. Selain itu dengan berkembangnya bidang teknologi informasi, guru
harus memiliki kemampuan untuk memanfaatkannya semaksimal mungkin gunan menunjang
aktifitas mengajarnya di kelas. Jika peran guru dapat maksimal maka tantangan globalisasi
dapat tterminalisir efek negatifnya.
Memberikan kegiatan positif di sekolah di luar pelajaran seperti seni, pramuka, PMR,
karya tulis ilmiah, pecinta alam atau kegiatan positif lain dapat mencegah masuknya efek
negatif globalisasi
UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN
Orang tua atau keluarga sebagai tempat pendidikan awal bagi anak sebelum mereka
dikenalkan denga dunia luar harus memberikan dasar-dasar pendidikan kepada anak yang
nantinya akan menentukan pertumbuhan serta perkembangan anak di masa mendatang. Selain
itu orang tua juga wajib melakukan kontrol terhadap kegiatan anak, karena apabila tidak
diawasi akan mengarahkan anak menjadi suatu pribadi dan perilaku yang tak terkontrol.
Mencari kegiatan anak tidak harus mlakukan pengawasan setiap detik, namun dapat dilakukan
dengan menanyakan siapa teman bermai, menanyakan keadaan anak pada guru di sekolah dan
lain sebagainya.
5) Lingkungan.
6) Nilai-nilai spiritual
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Dari pengertian di atas, sangat jelas bahwa profesionalisme pendidik dan tenaga
kependidikan penting dan harus selalu dikembangkan. Pendidik/guru dan tenaga kependidikan
adalah dua profesi yang saling berkaitan dalam dunia pendidikan, keduanya harus sinergi dan
selalu dikembangkan profesionalisme agar pendidikan dapat berjalan dengan baik. Setiap
individu yang berprofesi dibidang keduanya harus sadar dan disadarkan akan pentingnya
profesi mereka, karena apa yang mereka lakukan akan berdampak secara langsung bagi
generasi penerus di masa mendatang. Sehingga masing-masing individu secara mempunyai
kemauan untuk menjalani dan mengembangkan profesinya dengan seoptimal mungkin.
Salah satu permasalahan yang sekarang muncul dari profesionalisme pendidik dan
tenaga kependidikan bermula dari pembedaan perlakuan dan perhatian dari pemerintah selaku
pengambil kebijakan terhadap keduanya. Adanya setifikasi guru sebagai tenaga pendidik
profesional tidak diikuti dengan sertifikasi tenaga kependidikan atau yang semacamnya.
Adanya perbedaan penghasilan akibat tunjangan profesi mempengaruhi kinerja keduanya.
UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN
Apalagi ada sinyalemen bahwa tunjangan sertifikasi guru tidak menjadikan guru menjadi lebih
baik dalam mengajar.
UU ini Guru dan Dosen memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum. Hal itu
seharusnya juga diterima oleh tenaga kependidikan karena kegiatan belajar-mengajar tanpa
peran tenaga kependidikan akan mengalami gangguan. Dengan adanya regulasi tersebut
tenaga kependidikan mendapat ”pengakuan” dan penghargaan atas kinerjanya. Tenaga
kependidikan – sebagaimana pendidik – juga perlu kejelasan hukum yang mengatur mereka.
Tenaga kependidikan tidak akan berfungsi selama penghargaan tidak sesuai dengan usaha
yang dilakukan.
Jika kontroversi antara pendidik dan tenaga kependidikan tidak segera dituntaskan
maka permasalahan pendidikan tidak akan terselesaikan. Bahkan akan menciptakan
kesenjangan antara keduanya. Akhirnya menghambat percepatan peningkatan mutu
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Fatah, Nanang. 2004. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewam Sekolah.
Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Mulyasa, E. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Rosda Karya.
Pidarta, Made. 2009. Landasan Kependidikan. Bandung: Rineka Cipta.
Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf.
UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN
pemikir yang mandiri. Sedangkan dalam segi proses lebih menekankan pada proses belajar
bagaimana belajar itu sendiri.
c. Kelebihan dan kelemahan model pembelejaran konstruktivisme di Indonesia
1) Kelebihan
a) Proses belajar mengajar menjadi lebih hidup penuh motivasi dan tidak monoton,
karena terjadi proses dialogis antara siswa dan guru. Pendidik sedikit berbicara di
dalam kelas, tidak seperti model pembelajaran konvensional yang berlangsung
monologis
b) Pembelajaran tidak banyak ditekankan pada penggunaan buku teks, namun
penggalian pengalaman dan pengetahuan pribadi siswa dan di asimilasikan dengan
materi pembelajaran yang disampaikan
c) Pendidik memberikan kesempatan kepada murid untuk bekerja sama –dalam arti
positif- menyelesaikan tugas-tugas yang dapat diselesaikan bersama oleh siswa,
dengan menggunakan prinsip yang lebih tahu mengajari, yang kurang tahu aktif
bertanya kepada temannya.
d) Peserta didik mampu mengerjakan tugas mandiri walaupun tugasnya menuntut
kemampuan berpikir rumit, hal ini dikarenakan siswa dituntut untuk dapat
merekonstruksi pengalamannya dan digabungkan dengan materi pembelajaran
yang disampaikan
e) Guru lebih menghargai kemampuan berpikir peserta didik sehingga membantu
siswa membangun kepercayaan dirinya.
2) Kelemahan
Secara prinsip kelemahan model pembelajaran konstruktivisme jika diterapkan di
Indonesia terletak pada perubahan pola model pembelajaran dari behavioristik ke
konstruktivisme. Hampir semua model pendidikan di Indonesia menggunakan behavioristik
yang bersistem stimulus-respon, terjadwal, teksbook, dan seperangkat materi pelajaran yang
harus dikuasai peserta didik dalam waktu tertentu. Peserta dianggap “botol kosong” yang siap
diisi oleh guru. Tata ruang kelas yang monoton dari sejak bangku SD hingga bahkan
perguruan tinggi. Kelas kurang mengakomodir perbedaan kecenderungan model belajar
individu peserta didik karena guru cenderung monologis alias ceramah, siswa yang cenderung
auditory lah yang paling pintar.
UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN
DAFTAR PUSTAKA