Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
LAPORAN KASUS
Oleh :
NAMA : Siti Nurul Muharrom
NIM : H1A 013 060
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah radang kronik mukosa telinga tengah
dan kavum mastoid dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya cairan dari
liang telinga (otore) lebih dari dua bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.OMSK dapat
dibagi dalam kasus-kasus tanpa atau dengan kolesteatoma. Jika OMSK disertai dengan
kolesteatoma sering disebut sebagai tipe bahaya..1,2
Otitis media supuratif kronik dianggap sebagai salah satu penyebab tuli yang
terbanyak, terutama di negara-negara berkembang, dengan prevalensi antara 1-46%. Di
Indonesia antara 2,10-5,20%, Korea 3,33% dan Madras India 2,25%. Prevalensi tertinggi
didapat pada penduduk Aborigin di Australia dan bangsa Indian di Amerika Utara.
Berdasarkan penelitian RSUP H. Adam Malik Medan, penderita OMSK tipe bahaya dari
Januari tahun 2006 sampai dengan Desember 2010, pasien termuda berusia 5 tahun dan tertua
71 tahun, penderita terbanyak pada tahun 2010 (34; 28,57%), sementara yang terendah pada
tahun 2006 (9,24%). Penderita terbanyak adalah kelompok umur 11-20 tahun (38;31,93%).
Proporsi terendah pada kelompok umur ≤ 10 tahun dan ≥ 41 tahun (7,56%). Berdasarkan
jenis kelamin, penderita OMSK tipe bahaya meliputi laki-laki (64 ;53,78%) dan penderita
perempuan (55; 46,22%).1
Gangguan pendengaran sering terjadi pada pasien dengan OMSK. Menurut laporan
WHO lebih dari 50% kasus OMSK mengalami penurunan pendengaran (tuli konduktif) baik
ringan sampai sedang. Penurunan pendengaran tersebut terjadi akibat kerusakan membran
timpani dan tulang pendengaran. Selain itu infeksi yang menyebar sampai ke telinga dalam
dapat pula menyebabkan tuli sensorineural.2.3
Penulisan laporan kasus ini bertujuan meningkatkan pengetahuan penulis serta
pembaca mengenai definisi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosa, serta
penatalaksanaan OMSK tipe aman. Diharapkan dengan pengetahuan yang baik terkait
penyakit ini dapat meningkatkan pemahaman cara penanganan penyakit tersebut sehingga
mengurangi timbulnya komplikasi yang berbahaya. Komplikasi dari penyakit OMSK di
bagian otak dapat menimbulkan kematian.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Telinga merupakan suatu organ yang berfungsi sebagai indera pendengaran dan
berperan dalam fungsi keseimbangan tubuh.Struktur telinga terbagi menjadi tiga, yaitu
bagiantelinga luar, telingatengah, dantelinga dalam. Telinga bagian luar terdiri atas daun
telinga (aurikula), liang telinga (meatus akustikus eksternus) hingga membrantimpani.
Telinga bagian tengah terletak di rongga berisi udara dalam bagian petrosus os temporal, dan
terdiri dari osikel auditori (malleus, inkus, stapes), dan pada telinga bagian dalam terdapat
organ sensori yang berfungsi dalam pendengaran dan keseimbangan. 4,5
Aurikula (daun telinga) terdiri dari kartilago elastis yang ditutupi oleh kulit.
Dauntelinga berfungsi untukmenangkap gelombang bunyi kemudianmeneruskan ke
meatus akustikus eksternus.4,5
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian
dalam hanya didapatkan sedikit kelenjar serumen.
Membran Timpani
4
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propia).
Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang
telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran
napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari
serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan
sirkuler pada bagian dalam.4
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
dengan umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah
yaitu pada pukul 7 pada membran timpani sebelah kiri dan pukul 5 pada membran
timpani sebelah kanan. Reflek cahaya merupakan cahaya dari luar yang dipantulkan
oleh membran timpani. Terdapat dua macam serabut di membran timpani, yaitu
sirkuler dan radier dan kedua serabut tersebut yang menyebabkan timbulnya refleks
cahaya yang berupa bentuk kerucut tersebut. Jika ditemukan refleks cahaya yang
mendatar, didapatkan gangguan pada tuba eustachius.4
Membran timpani terbagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di depan umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, serta bawah-
belakang. Bila melakukan miringotomi atau parasintesis, dibuat insisi di bagian
bawah belakang, sesuaidenganarahserabutmembran timpani karena pada bagian ini
tidak terdapat tulang pendengaran.4
5
Tulang-tulang pendengaran
Pada telinga tengah terdapat tiga osikel auditori, yaitu malleus, inkus, stapes,
yang menjalarkan getaran dari membran timpani menuju fenestra ovale. Malleus
menempel pada membran timpani dan membentuk synovial joint dengan inkus pada
salah satu ujung malleus. Ujung lain dari inkus juga membentuk synovial joint dengan
stapes dan bagian foot plate dari stapes akan di ikat dengan fenestra vestibuli oleh
ligament annular. Sehingga getaran pada membran timpani akan menggetarkan
malleusdan begitu seterusnya hingga getaran masuk ke dalam telinga tengah
(ossicular chain).Adanya gangguan pada ossikular chain dapat menyebabkan
gangguan pendengaran.4
6
Tuba eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk
seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani
dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke
bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah
17,5 mm. Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu: bagian tulang terdapat pada bagian
belakang dan pendek (1/3 bagian) dan tulang rawan terdapat pada bagian depan dan
panjang (2/3 bagian). Secara fisiologi tuba Eustachius melakukan tiga peranan
penting yaitu ventilasi dan mengatur tekanan telinga tengah,perlindungan reflux
sekresidarinasofaring, danpembersihansekresitelingatengah. 4
7
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibuli.4
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani
sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala
timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli
disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media
adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti. 4
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam,
sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.4
Koklea
Koklea merupakan suatu tuba yang melingkar-lingkar, pada potongan
melintang tampak tiga tuba melingkar yang saling bersisian: skala vestibuli, skala
media dan skala timpani. Skala vestibuli dan media di pisahkan satu sama lain oleh
membran reissner atau membran vestibular. Sedangkan skala timpani dan media di
pisahkan satu sama lain oleh membran basilaris. Pada permukaan membran basilaris
terletak organ Corti yang mengandung serangkaian sel yang sensitif secara
elektromagnetik dan membangkitkan impuls saraf sebagai respon terhadap getaran
suara, yaitu sel-sel rambut atau stereosilia. Sel-sel rambut ini akan mengeluarkan
potensial reseptor sewaktu tertekuk akibat gerakan cairan di koklea. Sel rambut ini
tidak memiliki akson, namun pada bagian basis dari tiap sel rambut terdapat terminal
sinaps dari neuron sensori yang nantinya akan berkumpul menjadi ganglion spiral dan
nantinya akan menjadi nervus vestibulocochlearis (VIII).
Di atas organ corti terdapat membran stasioner, membran tektorial tempat
stereosilia terbenam. Membran tektorial ini akan menekuk stereosilia apabila terjadi
getaran pada membran basilaris. Getaran yang datang dari telinga tengah akan masuk
ke dalam skala vestibuli melalui membran tipis, fenestra ovale (jendela oval) dan
getaran tersebut akan keluar dari koklea melalui fenestra rotundum (jendela bulat). 6
Vestibulum
8
2.3 OMSK
10
2.3.1 Definisi
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah menetap
atau berulang dan biasanya diikuti oleh penurunan pendengaran dalam beberapa tingkatan.
Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah1,4,5.
Tipe klinik OMSK dibagi atas dua, yaitu tipe tubotimpanal (tipe rinogen, tipe
sekunder, OMSK tipe jinak) dan tipe atikoantral (tipe primer, tipe mastoid, OMSK tipe
ganas). OMSK tipe ganas ini dapat menimbulkan komplikasi kedalam tulang temporal dan
ke intrakranial yang dapat berakibat fatal2.
2.3.2 Epidemiologi
OMSK adalah salah satu penyebab gangguan telinga pada berbagai negara, terutama
berkembang. Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden
OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering
dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang
kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat
OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan
beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan
kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar
untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang1,2.
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi
penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat
OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–200
juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di
Indonesia adalah 3,8% atau diperkirakan sekitar 6,6 juta penduduk Indonesia dan pasien
OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di
Indonesia2.
2.3.3 Etiologi
Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang tidak normal
atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga tengah, keadaan tuba
Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada waktu bayi. Terjadinya OMSK
hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah
dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis,
11
sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Proses infeksi ini sering
disebabkan oleh campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten
terhadap standar yang ada saat ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK
ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus aureus
25%. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai
pada anak2,6,7.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis
majemuk, antara lain :
Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
12
Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah
terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi sekunder
pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah misal
perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif
dari otitis media kronis. OMA dengan perforasi membran timpani menjadi OMSK
apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Sumbatan Tuba Eustachius merupakan
faktor penyebab utama terjadinya OMA3,6.
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan
akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan
udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang
relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi
saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga
lebih sering menimbulkan OMA daripada dewasa. Pada anak dengan infeksi saluran
nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah
yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah.
Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada
telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan
leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi
tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran
sekret di telinga tengah.
13
1. Tipe tubotimpanal
Tipe tubotimpanal disebut juga sebagai tipe jinak (benigna) dengan perforasi
yang letaknya sentral. Biasanya tipe ini didahului dengan gangguan fungsi tuba yang
menyebabkan kelainan di kavum timpani. Tipe ini disebut juga dengan tipe mukosa
karena proses peradangannya biasanya hanya pada mukosa telinga tengah, dan
disebut juga tipe aman karena tidak menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
2. Tipe atikoantral
Beberapa nama lain digunakan untuk tipe ini OMSK tipe tulang karena
penyakit menyebabkan erosi tulang, tipe bahaya ataupun sering disebut sebagai
chronic supurative otitis media with cholesteatoma. Perforasi membran timpani yang
terjadi pada tipe ini biasanya perforasi yang marginal yang dihasilkan dari suatu
kantong retraksi dan muncul di pars plasida, merupakan perforasi yang menyebabkan
tidak ada sisa pinggir membran timpani (annulus timpanikus). Oleh sebab itu dinding
bagian tulang dari liang telinga luar, atik, antrum, dan sel-sel mastoid dapat terlibat
dalam proses inflamasi sehingga tipe ini disebut ‘penyakit atikoantral’.
Kolesteatoma pada OMSK tipe atikoantral adalah suatu kantong retraksi yang
dibatasi oleh epitel sel skuamosa yang diisi dengan debris keratin yang muncul dalam
14
Gejala Klinis yang sering ditemukan pada pasien dengan OMSK adalah sebagai berikut :
2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe
maligna biasanya didapat tuli konduktif berat.
4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin
akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan
vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan
15
1. Anamnesis
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada
tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak
berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit,
berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka
sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan
keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.
2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan
pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna
untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan untuk
memperbaiki pendengaran.
4. Pemeriksaan radiologi
Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk
menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif
menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.
2.3.8 Penatalaksanaan
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang.
Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain
disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu (1) Adanya perforasi membran timpani
16
yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar, (2) infeksi di
faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal (3) sudah terbentuk jaringan patologik yang
ireversibel dalam rongga matoid, dan (4) gizi dan higiena yang kurang3.
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selam 2
bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan
untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang
perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat,
serta memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya
infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga
perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.
2.3.9 Komplikasi
Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis, mempunyai potensi untuk
menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat
menyebabkan kematian. Bentuk patologik ini tergantung kelainan yang menyebabkan
otore. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya, tetapi OMSK tipe
aman pun dapat menyebabkan suatu komplikasi, bila terinfeksi kuman yang purulen.
Klasifikasi otitis media menurut adams dkk (1989) adalah sebagai berikut3 :
3. Komplikasi ekstradural :
Abses ekstradural
Thrombosis sinus lateralis
Petrositis
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 18 tahun
Agama : Islam
Alamat : Sesele
Suku : Sasak
Pekerjaan :-
ANAMNESIS
Keluhan utama :
Nyeri dan keluar cairan pada telinga kiri dan kanan
Pasien tidak pernah mengalami hal serupa. Pasien tidak memiliki riwayat kencing manis
dan hipertensi.
Riwayat alergi :
Tidak ada alergi terhadap obat-obatan ataupun makanan.
Riwayat Pengobatan :
Sebelumnya 1 minggu yang lalu pasien berobat ke Poli THT RSUP dan sekarang pasien
dan diberikan obat tetes telinga dan sekarang pasien datang untuk control
Riwayat Sosisal
Pasien tidak kuliah dan mengaku bahwa keluhan yang dialami sekarang karena sudah
mengalami kecelakaan motor.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
o Keadaan umum : Baik
o Kesadaran : Compos mentis
o GCS : E4V5M6
o Tanda vital :
TD : 120/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR: 18 x/menit
Suhu: 37.5 0C
Status Lokalis
Pemeriksaan telinga
Pemeriksaan
No. Telinga kanan Telinga kiri
Telinga
1. Daun telinga Bentuk dan ukuran dbn, Bentuk dan ukuran dbn,
edema (-), hiperemi (-), edema (-), hiperemi (-),
hematoma (-), fistula (-), hematoma (-), fistula (-),
massa (-), nyeri pergerakan massa (-), nyeri pergerakan
20
Pemeriksaan hidung
Pemeriksaan Tenggorokan
DIAGNOSIS
- Otitis media supuratif kronis tipe bahaya fase aktif
o Ciprofena 2 x 500 mg
o Ranitidine 2X 1
22
Pembedahan
Timpanoplasti
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang dideritanya ini bernama OMSK tipe
aman, dan menjelaskan kepada pasien bahwa kedua gendang teinga (membrane
timpaninya) sudah perforasi.
5. Menjaga agar air tidak masuk ke telinga sewaktu mandi dan dilarang berenang
7. Kontrol jika obat habis dan bila sebelum obat habis timbul keluhan lain segera kontrol
kembali
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
23
Diagnosis otitis media supuratis kronis (OMSK) ditegakkan dari hasil anamnesis serta
pemeriksaan fisik dimana pasien mengeluh keluarnya cairan kental dari kedua telinga
bewarna kuning kehijauan sejak 2 minggu yang lalu. Pasien mengatakan pendengaran
berkurang pada kedua telinga apabila sudah keluar cairan tersebut. Pasien juga mengeluhkan
batuk berdahak.
Pemeriksaan fisik, pada telinga kiri dan kanan didapatkan sekret berwarna merah, kental
dan tidak berbau yang keluar terus menerus, setelah darah dibersihkan tampak perforasi pada
membran timpani kedua telinga. Keterbatasan data menyebabkan tidak dapat diketahui
perjalanan penyakit pasien hingga saat ini, apakah perforasi sudah mengalami resolusi atau
menjadi persisten dan menyebabkan penyakit menjadi kronis. Kemungkinan terjadi perforasi
persiten dari membran timpani sehingga pendengaran pasien berkurang. Terdapat beberapa
faktor pada pasien yang dapat menyebabkan OMA menjadi OMSK yaitu terapi yang
terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh
pasien rendah (gizi kurang), atau hygiene buruk. Pada pemeriksaan hidung tenggorokan yang
dilakukan tidak didapatkan adanya suatu kelainan.
Pada pasien perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa kultur dan uji resistensi
kuman dari sekret telinga, pemeriksaan Radiologi berupa radiologi konvensional/posisi
schuller, pemeriksaan pendengaran dengan tes penala atau audiometric.
Pada pasien direncanakan terapi dengan memberikan obat Ranitidin 3x1. Antibiotic
ciprofena 2x 500 mg dan pengobatan simptomatis untuk nyeri kepalanya yaitu demacolin
3x1.
DAFTAR PUSTAKA
1. Asroel AH, Siregar DR, & Aboet A. Profil Penderita Otitis Media Supuratif Kronis.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional,2013:7(12);567-571.
25
2. WHO. Chronic Supurative Otitis Media Burden Illness and Management Option. Geneva:
2004.
3. Chalise SR, & Bhandary S. Chronic Suppurative Otitis Media “Unsafe Type”: an
Experience at a Tertiary Care Hospital. Nepalese Journal of ENT Head & Neck Surgery,
2013:4(1);23-25
4. Zainul, A, Djaafar, Z.A, Helmi dan Restuti, R.D. Kelainan Telinga Tengah. Dalam
Soepardi, Efiaty Arsyad, et al., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala & Leher. Sixth ed. Jakarta. FKUI, 2007: p. 65-72
5. Soetirto, Indro. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Ed. Bukuajarilmukesehatantelingahidungtenggorokkepalaleher.
Edisikeenam. Jakarta: FKUI, 2007. p. 10-16.
6. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam
Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Sixth Ed. Jakarta.
EGC Jakarta: p. 88-113
7. Benson J & Mwanri L. Chronic Suppurative Otitis Media and Cholesteatoma in
Australia’s Refugee Population. Australian Family Physician, 2012: 41(12); 978-980.
8. Asroel AH, Siregar DR, & Aboet A. Profil Penderita Otitis Media Supuratif Kronis.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional,2013:7(12);567-571.
9. Borton C, & Knott L. Chronic Suppurative Otitis Media. Patient, 2013:1960(25);1-6.
Available from: patient.info/doctor/chronic-suppurative-otitis-media.
10. Ramakrishnan, K. Diagnosis and Treatment of Otitis Media. American Family Physician,
2007:76(11); 1650-1658.
11. Maniu a, et al. Molecular Biology of Cholesteatoma. Rom J Morphol Embryol 2014,
55(1):7–13.
12. Edward Y, & Mulyani S. Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya. E-
Journal FK USU, 2013:1(1);1-6.