Anda di halaman 1dari 9

 

 
KEKUATAN TARIK LAMINASI
 
BILAH PERSEGI PANJANG
  BAMBU PETUNG
 
Oleh:
 
Mujiman*)
 

  Abstrak
 

 
Kekuatan tekan sejajar serat bambu bulat jenis Kao Zhu (Bambusa pervariabilis) dan
  Mao Zhu (Phyllostachys heterocycla) bagian ujung lebih besar dibandingkan dengan
bagian pangkal (Tommy Y. Lo, dkk, 2004 : 2596). Kekuatan tarik sejajar serat bagian
internodia lebih besar dibandingkan dengan bagian nodia dan kekuatan tarik tanpa nodia
setengah tebal dinding bambu bagian luar (kulit) lebih besar dibanding dengan kuat tarik pada
bagian dalam (Morisco, 2006 : 41).
Berdasarkan dari hasil penelitian tersebut, dilakukan penelitian kekuatan tarik sejajar serat
laminasi bambu Petung. Dalam penelitian ini digunakan bilah bentuk persegi panjang tebal 2 mm
lebar sesuai dengan tebal dinding bambu, direkat menggunakan perekat Urea Formaldehyde jenis
UF-104 dengan tekanan kempa 2,5 MPa sistem kempa dingin. Berdasarkan SNI 2002 : 16, dimensi
penampang melintang benda uji tarik 2 mm lebar sesuai tebal dinding bambu. Pengujian dilakukan
menggunakan UTM.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kekautan tarik bagian nodia lebih kecil dibandingkan
dengan kekuatan tarik bagian internodia. Benda uji tarik dengan nodia maupun tanpa nodia
mengalami perilaku runtuh getas

Kata kunci: tebal dinding, bambu Petung, runtuh tarik, perilaku tarik.

-1-
 
 
 

 
Pendahuluan
 
Kayu adalah salah satu bahan bangunan yang telah lama digunakan sejak jaman
 
dahulu. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan
semakin meningkat.
  Hal tersebut memicu aktivitas penebangan kayu secara besar-besaran, dengan
realita tanpa
  diikuti aktivitas penanaman kembali. Akibatnya, banyak hutan gundul dan rusak yang
kemudian secara menyeluruh berdampak terhadap kerusakan bumi. Untuk menghentikan dan
 
memperbaiki kerusakan hutan, yang berarti juga menyelamatkan bumi, aktivitas penebangan kayu
  harus dihentikan. Oleh karena itu, bahan bangunan sebagai bahan pengganti kayu sangat
diperlukan.
 
Bambu merupakan salah satu hasil alam yang potensial untuk dijadikan bahan
 
bangunan pengganti kayu karena memiliki banyak keunggulan. Menurut Siopongco dan Munandar
  (1987), dalam Morisco (1999) bambu adalah salah satu anggota rumput rumputan yang
pertumbuhannya sangat cepat. Bambu dengan kualitas yang baik dapat diperoleh dalam kurun
waktu yang relatif singkat pada umur 3~5 tahun. Bambu mudah ditanam dan tidak memerlukan
perawatan khusus. Bambu memiliki kekuatan tarik sejajar serat yang tinggi dan dapat mencapai
dua kali lipat dari kuat tarik baja tulangan (Morisco, 1999).
Pemakaian bambu sebagai bahan bangunan menemui berbagai kendala baik teknis
maupun non teknis. Kendala teknis antara lain adalah teknik penyambungan bambu dan
keterbatasan dimensi bambu untuk struktur-struktur yang memerlukan bentang panjang dan
dimensi lebih besar. Diameter bambu berkisar antara (75~175) mm dan panjang efektif berkisar
antara (7500~2500) mm merupakan keterbatasan dimensi bambu. Kendala non teknis adalah
rendahnya tingkat apresiasi masyarakat terhadap bambu karena adanya stigma masyarakat
pengguna bambu sebagai masyarakat miskin.
Kendala tersebut dapat dieliminasi dengan mengolah batang bambu menjadi bentuk
balok bambu laminasi yang memiliki sifat mekanika lebih baik dibandingkan dengan sifat
mekanika batang bambu. Balok laminasi bambu Petung sebagai balok struktural mengalami
pembebanan geser maupun lentur, akibatnya serat bagian cekung mengalami tekan dan serat bagian
cembung mengalami tarik. Untuk mengetahui seberapa besar kekuatan tarik yang dimanfaatkan
pada sisi tarik, dilakukan pengujian tarik sejajar serat laminasi bambu Petung yang direkat
menggunakan perekat Urea Formaldehyda jenis UF-104.

Tujuan Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mempersiapkan data tegangan regangan


tarik sejajar serat laminasi bambu Petung sebagai dasar dalam menghitung momen dalam
dengan metode pias (per segmen).

-2-
 
 
 

 
Adapun tujuan penelitian ini yaitu:
 
1. Mengetahui kekuatan dan perilaku tarik laminasi bambu Petung bilah persegi panjang dengan
  lem
2. Mengetahui
  pola runtuh laminasi bambu Petung menggunakan bilah persegi panjang dengan
lem
 

  Tinjauan Pustaka

  Diskripsi Bambu

Bambu
  cepat tumbuh, dapat tumbuh di lahan sangat kering seperti di Nusa Tenggara
atau di lahan
  banyak disirami air seperti di Parahyangan, mudah ditanam dan tidak
memerlukan pemeliharaan secara khusus. Bambu dengan kualitas baik dapat ditebang pada
 
umur berkisar antara (3 ~ 5) tahun (Morisco, 2006 : 1)”, bahkan menurut T.A. Prayitno
(2012 : 12), bambu dengan kualitas baik dapat ditebang pada umur berkisar antara (3 ~ 4)
tahun. Kurun waktu tunggu masa tebang yang relatif cepat dibandingkan dengan kurun
waktu tunggu masa tebang pohon kayu hutan alam dan pohon kayu Jati yang sudah
dibudidayakan di pulau Jawa
Bambu mempunyai bentuk tidak prismatis, diameter, tebal dinding dan jarak nodia
tidak seragam sepanjang batang, menjadikan bambu sangat unik dan artistik, namun
demikian aplikasi bambu sebagai batang struktural menjadi sulit. Semakin besar diameter
bambu, semakin tebal dinding bambu (Tommy Y., dkk, 2008 : 2596)”. Internodia semakin
panjang dari pangkal ke tengah dan semakin pendek dari tengah ke ujung batang bambu
(Tommy Y., dkk, 2008 : 2596 ; Khosrow Ghavami, 2004 : 640). Struktur serat semakin
padat dari bagian pangkal ke bagian ujung batang bambu (Khosrow Ghavami, 2004 : 639).
Struktur serat semakin padat seiring dengan bertambah umur bambu, kepadatan optimum
struktur serat terjadi pada umur 4 tahun (Gan Xiaohong, dkk, 2005 : 19).

Sifat Mekanika Bambu

Bambu memiliki sifat mekanika sangat baik. Kekuatan tarik sejajar serat bagian kulit
bambu Ori mencapai dua kali lipat dibandingkan dengan kuat tarik baja tulangan, dan kuat
tarik rata-rata bambu Petung lebih besar dibandingkan dengan kuat tarik baja tulangan.
Kekuatan tarik sejajar serat tanpa nodia setengah tebal dinding bagian kulit bambu Petung
tiga kali lipat dibandingkan dengan kuat tarik sejajar serat setengah tebal dinding bambu
bagian dalam (Morisco 2006 : 40~42). Modulus Elastisitas lentur semakin besar dari

-3-
 
 
 

 
dinding bambu bagian dalam ke dinding bambu bagian luar (kulit) (Jian, dkk, 2008 : 235).
 
Kekuatan tekan sejajar serat bambu bulat bagian ujung lebih besar dibandingkan dengan
  bagian pangkal (Tommy, dkk, 2008 : 1533).

  Kulit Bambusa arundinaceae


Bagian kulit
Dendroccalamus asper
 
Tegangan (MPa)

Bagian tengah
 

  Bagian dalam
Baja

  Regangan (%)

Gambar 1. Diagram tegangan-regangan Gambar 2. Modulus Elastisitas Lentur


Bambu dan baja tulangan Bambu bagian luar ke dalam
(Morisco, 2006 : 40) (Jian dkk, 2008 : 235)

Kekuatan tarik sejajar serat tanpa nodia setengah tebal dinding bambu bagian luar
dan bagian dalam jenis bambu Ori, Petung, Hitam, dan Tutul telah diteliti oleh Morisco
(2006). Hasil penelitian disajikan di dalam Tabel 1. berikut.

Tabel 1. Kuat tarik sejajar serat bambu tanpa nodia kering oven
Kuat tarik sejajar serat (MPa) Rasio (%)
Jenis bambu
Bagian dalam (D) Bagian luar (L) (L)/(D)
Ori 164 417 254
Petung 97 285 294
Hitam 96 237 247
Tutul 146 286 196
(Morisco, 2006 : 41)

Kekuatan tekan sejajar serat tanpa nodia bambu bulat jenis Petung, Tutul, Galah, dan
Apus bagian ujung lebih besar dibandingkan dengan bagian pangkal (Morisco, 2006 : 41).
Besarnya nilai kekuatan tekan sejajar serat disajikan dalam Tabel 2. berikut.
Tabel 2. Kuat tekan rata-rata bambu bulat
Kuat tekan (MPa) Rasio (%)
Jenis Bambu
Pangkal (P) Tengah (T) Ujung (U) (P/T) (P/U)
Bambu Petung 277 409 548 67,73 50,55
Bambu Tutul 532 543 464 97,97 114,66
Bambu Galah 327 399 405 81,95 80,74
Bambu Apus 215 288 335 74,65 64,18
(Morisco, 2006 : 41)

-4-
 
 
 

 
Perekatan
 
Perekatan (adhesion) adalah kondisi ikatan dua permukaan bahan menjadi satu oleh
  gaya-gaya pengikat permukaan. Gaya-gaya dapat berupa gaya valensi atau gaya ikatan ion

yang saling
  mencengkam antara perekat dengan bahan direkat atau interlocking. Perekatan
dapat dianalisis
  sebagai suatu sistem yang terdiri dari lima buah gaya ikatan yang berbeda
satu sama lain yang berasosiasi bersama membentuk suatu ikatan antara garis perekat
 
dengan bahan direkat. Teori perekatan yang meninjau jumlah lingkaran gaya valensi saling
 
mencengkeram menurut Brown, dkk (1952) dan Marra (1992) dalam Prayitno (1996 : 6).
  Terjadi extension

1 1 -- 2 dan 2a.
  Adanya perubahan sifat
Bahan direkat 2 permukaan bahan kayu atau
substrat berada di bawah
  2a permukaan bahan
Bahan direkat 1
1. Gaya kohesi bahan direkat 3a
2 2. Gaya adhesi molekul bahan
direkat dan perekat 3b 3a -- 3b dan 3 atau 3 -- 3b dan 3a.
3 3. Gaya kohesi antara molekul Adanya bahan tambahan seperti
3
perekat bahan pengembang atau
4 4. Gaya adhesi molekul bahan bahan pengisi
3b
direkat dan perekat
Bahan direkat 5
5. Gaya kohesi bahan direkat 3a

4a 4a -- 4 dan 5.
(a) Adanya perubahan sifat
Bahan direkat 4 permukaan bahan kayu atau
substrat berada di bawah
5
permukaan bahan

Terjadi extension
(b)
Gambar 3.
(a) Lima Lingkaran Garis Perekat (LLGP) (Five-Chain Glue Line)
Brown dkk, (1952) dalam Prayitno, (1996 : 6)
(b) Lima Lingkaran Garis Perekat (LLGP) (Five-Chain Glue Line)
Marra (1992) dalam Prayitno, (1996 : 6)

Jumlah Perekat Terlabur


Jumlah perekat yang dilaburkan menggambarkan banyaknya perekat terlabur agar
dicapai garis perekat pejal, kuat, dan kaku. Satuan luas permukaan rekat ditentukan
menggunakan satuan Inggris yaitu seribu kaki persegi (1000 square feet) disebut dengan
MSGL (Multilayer Single Glue Line) dinyatakan dalam satuan pound (Lbs). Bila kedua
bidang permukaan dilabur maka disebut MDGL (Multilayer Double Glue Line) atau
pelaburan dua sisi (Prayitno, 1996 : 12-16). Dalam praktik di Laboratorium satuan perekat
dikonversikan menjadi satuan berat dalam (gram) dan luas salam (inci2) disebut GPU
(Gram Pick Up). Apabila luas bidang rekat dihitung menggunakan satuan sentimeter
persegi (cm2), maka untuk menghitung jumlah kebutuhan perekat digunakan persamaan
sebagai berikut

-5-
 
 
 

 
S∗A
  GPU                                                          1
2048,3
dimana:
 
GPU = Gram Pick Up (gram)
 
S = jumlah perekat yang dilaburkan dalam pound / MDGL
  A = luas bidang yang direkat (cm2)

 
Metodologi Penelitian
 
Tahap penelitian meliputi studi literatur, survei bahan dan alat, penentuan variabel
 
penelitian, perencanaan benda uji, pembuatan benda uji, sett-up benda uji dan pengujian.
  bentuk benda uji ditentukan berdasarkan SNI 2002 bagian 13 halaman 16.
Dimensi dan 10 mm
5 mm
 

200 mm 100 mm 100 mm 100 mm 200 mm 5 mm


700 mm

5 mm
Tampak Depan

Tebal bilah
5 mm

Tampak Samping
200 mm 100 mm 100 mm 100 mm 200 mm
700 mm
Tampak Atas
Gambar 4. Benda uji tarik bambu sejajar serat internodia dan nodia
(ISO/TR/2257-2-2004 E : 19, Modifikasi : Zhou 1981, Arce 1993, Onou, dan NSPM 2002 : 7)

Pembuatan Benda Uji


a. Pemotongan dan pembelahan batang bambu
b. Pengawetan dengan cara direbus menggunakan cairan boraks-boriks konsentrasi 5%
c. Pengeringan secara alami dan dilanjutkan dioven
d. Pembentukan bilah asli menjadi bilah persegi panjang dimensi 7/20 mm
e. Pengeleman dan pengempaan
f. Pengetaman blok uji hingga diperoleh ukuran sesuai yang telah ditentukan
g. Pemotongan panjang menjadi 700 mm dan penghalusan
h. Pembentukan

-6-
 
 
 

 
Setting up benda uji
 

 
Gambar 5.
  Setting up benda uji
Hasil Pengujian dan Pembahasan
 
Gambar hasil pengujian
 

Data hasil pengujian disajikan Tabel 4. berikut.


Tabel 4. Kode benda uji, dimensi dan beban maksimum
Data pengujian
BU mm mm P (KN) Retak awal
TN-1 1.38 7.26 2.1 1.8
TN-2 1.18 8.64 2.1 1.9
TN-3 1.38 8.72 2.8 2.6
TN-4 1.18 8.54 2.1 2
DN-1 1.58 7.22 1 0.9
DN-2 1.58 8.34 0.6 0.5
DN-3 1.18 7.54 0.3 0.25
DN-4 1.24 8.08 0.75 0.5

-7-
 
 
 

 
Analisa hasil pengujian disajikan di dalam Tabel 5 berikut.
 
Tabel 5. Analisa hasil pengujan
  Analisa data pengujian
P (N)
  A (mm²) σ (MPa) P (N) A (mm²) σ (MPa)
1800 10.02 179.66 2100 10.02 209.61
1900
  10.20 186.36 2100 10.20 205.98
2600 12.03 216.06 2800 12.03 232.68
 
2000 10.08 198.47 2100 10.08 208.39
  900 11.41 78.89 1000 11.41 87.66
500 13.18 37.94 600 13.18 45.53
 
250 8.90 28.10 300 8.90 33.72
500 10.02 49.90 750 10.02 74.86
 

  Tegangan tarik tanpa nodia berkisar antara (205,98~209,61) MPa dan tegangan tarik
dengan nodia berkisar antara (33,72~87,66) MPa. Tegangan tarik bagian nodia jauh lebih
kecil dibandingkan dengan tegangan tarik tanpa nodia (internodia) karena pada nodia
terjadi diskontinyuitas arah serat bambu.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
 Tegangan tarik tanpa nodia berkisar antara (205,98~209,61) MPa
 Tegangan tarik dengan nodia berkisar antara (33,72~87,66) MPa
Saran
 Untuk memperoleh hasil yang lebih akurat, harus dilakukan penelitian lanjutan dengan
jumlah benda uji lebih banyak
 Harus dilakukan pengujian lanjutan untuk berbagai macam jenis bambu

-8-
 
 
 

 
Daftar Pustaka
 
……………………….Anonim, SNI 2002, Pusat Penelitian dan Pengembangan Bahan
 
Bangunan Bandung
 
Gan Xiaohong, and Din Yulong, Bamboo Science and Culture, The Journal of the
 
American Bamboo Society 19 (1) 2005 : 16-22
 
Jian-feng Ma, Wu-yi Chen, Ling Zhao, and Da-hai Zhao, Elastic Buckling of Bionic
 
Cylindrical Shells Based on Bamboo, Journal of Bionic Engeering 5 (2008 : 231-238)
 
Kazuya Okubo, Toru Fujii, and Yuzo Yamamoto, Development of Bamboo-Based Their
 
Mechanical Properties, Compsites Part A 35 Applied Science and Manufacturing,
  2004 : 377-383

Kazuya Okubo, Toru Fujii, Yuzo Yamamoto, Development of bamboo-based polymer


composites and their mechanical properties, Composites : Part A 35, 2004 : 377~383

Khosrow Ghavami, Bamboo as reinforcement in structural concrete elements, Cement &


Concrete Composites 27 (2005) 637–649

Morisco, Teknologi Bambu, Program Studi S2 Teknik Sipil UNiversitas Gadjah Mada
Yogyakarta, 2006

Rubin Shmulsky, Effect of Lamina Thickness on Parallel-to-Grain Strength in Small


Douglas-Fir Samples, Journal of Bridge Engeering ASCE 2004 : 308-309

Russell C. Moody and Roland Hernandez, Glued-Laminated Timber, Engineered wood


products-A guide for specifiers, Chapter 1, 1997.

Seema Jain, Rakesh Kumar, Mechanical Behaviour of Bamboo and Bamboo Composite,
Journal of Material Science 27 (1992 : 4598-4604)

Shigeyasu A, et all., Fracture Properties of Bamboo, Composites Engineering, Part B 32


(2001) 451 - 459.

Tommy Y. Lo, et. al, Strength Analysis of Bamboo by Microscopic Investigation of


Bamboo Fibre, Construction and Building Material 22 (2004 : 1532-1535)

Tommy Y. Lo, et. al, The Effect of Fiber Density on Strength Capacity of Bamboo,
Construction and Building Material 58, 2004 : 2595-2598

-9-
 
 

Anda mungkin juga menyukai