LP CDP Eli
LP CDP Eli
CEPHALOPELVIC DISPROPORTION
( CPD )
NIM : P07120116058
2016/2017
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
Menurut Hamilton (1999) :
1. Panggul ibu yang sempit
2. Ukuran janin yang terlalu besar
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai berikut :
satu anggota menyebabkan panggul sempit miring. e.fraktura dari tulang panggul yang
menjadi penyebab kelainan panggul.
5. Letak lintang
6. Letak bokong
8.Presentasi rangkap
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Persalinan lebih lama dari yang normal .
2. Janin belum masuk PAP pada usia kehamilan 36 minggu (primipara), 38 minggu.
D. PATOFISIOLOGI
Tulang – tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os koksigis. Os koksa dapat
dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang – tulang ini satu dengan lainnya
berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri, disebut simfisis.
Dibelakang terdapat artikulasio sakro- iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium.
Dibawah terdapat artikulasio sakro-koksigea yang menghubungkan os sakrum (tl panggul) dan os
koksigis (tl.tungging).
Pada wanita, di luar kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan pergeseran sedikit,
tetapi pada kehamilan dan waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar, misalnya
ujung koksigis dapat bergerak kebelakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm. Ha lini dapat
dilakukan bila ujung os koksigis menonjol ke depan pada saat partus, dan pada pengeluaran
kepala janin dengan cunam ujung os koksigis itu dapat ditekan ke belakang. Secara fungsional,
panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis mayor dan pelvis minor.
Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea terminalis, disebut juga
dengan false pelvis. Bagian yang terletak dibawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true
pelvis. Pada ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor terdapat organ –organ abdominal selain itu
pelvis mayor merupakan tempat perlekatan otot – otot dan ligamen ke dinding tubuh. Sedangkan
pada ruang yang dibentuk oleh pelvis minor terdapat bagian dari kolon, rektum, kandung kemih,
dan pada wanita terdapat uterus dan ovarium. Pada ruang pelvis juga kita temui diafragma pelvis
yang dibentuk oleh muskulus levatorani dan muskulus koksigeus.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Partus lama yang sering disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil dapat
menimbulkan dehidrasi serta asidosis dan infeksi intrapartum.
Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan dapat
timbul regangan segmen bawah uerus dan pembentukan lingkaran retrasi patologik (Bandl).
Keadaan ini terkenal dengan ruptura uteri mengancam. Apabila tidak segera diambil
tindakan untuk mengurangi regangan, akan timbul ruptur uteri.
Dengan persalinan tidak maju karena disproporsi sefalo pelvik jalan lahir pada
suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang panggul. Hal ini
meninbulkan gangguan sirkulasi dengan akibat terjadinya Iskemia dan kemudian nekrosis
pada tempat tersebut. Beberapa hari post partum akan terjadi fistula vesiko servikalis, atau
fitula vesiko vaginalis atau fistula rekto vaginalis
Patus lama dapat meningkatkan kematian Perinatal, apabila jika ditambah dengan
infeksi intrapartum.
Prolasus Funikuli, apabila terjadi, mengandung bahaya yang sangat besar bagi
janin dan memerlukan kelahiranya dengan apabila ia masih hidup.
Selanjutnya tekanan oleh promontorium atau kadang – kadang oleh simfiksi pada
panggul picak menyababkan perlukaan pada jaringan diatas tulang kepala janin, malahan
dapat pula meninbulakan fraktur pada Osparietalis
H. PENATALAKSANAN
1. Persalinan Percobaan
Cara ini merupakan tes terhadap kekuatan his, daya akomodasi, termasuk moulage karena
faktor tersebut tidak dapar diketahui sebelum persalinan.
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak bisa pada letak
sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya. Ketentuan lainnya adalah umur
keamilan tidak boleh lebih dari 42 mingu karena kepala janin bertambah besar sehingga sukar
terjadi maolage dan ada kemungkinan difungsi plasenta janin yang akan mempersulit
persalinan percobaan.
2. Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan kehamilan
aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata.Seksio juga dapat dilakukan pada
kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti primigravida tua dan kelainan letak
janin yang tak dapat di perbaiki.
3. Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada simfisis.
Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau kleidotomi. Apabila
panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan, maka dilakukan seksio
sesarea.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
b. Pada wanita yang tinggi badan < 145 cm, kemungkinan panggul kecil perlu diperhatikan.
2. Riwayat penyakit
a. Ibu yang mempunyai penyakit diabetes mellitus akan mempengaruhi besar janin.
b. Pada postpoliomyelitis masa kanak-kanak mengakibatkan panggul miring.
c. Fraktur pada ekstremitas timbul kallus atau kurang sempurna sembuhnya dapat mengubah
bentuk panggul.
d. Penyakit rankitis pada masa kanak-kanak, jika duduk tekanan badan pada panggul dengan
tulang-tulang atau sendi-sendi yang lembek menyebabkan sacrum dengan promontoriumnya
bergerak ke depan dan bagian bawahnya mendatar sehingga sacrum mendatar.
a. Apakah partus yang lalu berlangsung lama, ada riwayat letak lintang atau sunsang, persalinan
ditolong dengan alat atau operasi.
a. Nutrisi
b. Psikososial
Kecemasan akan Nampak karena takut apakah ibu dan janin dapat melalui proses
persalinan dengan lancar atau tidak, keduanya harus menyiapkan dana yang lebih jika harus
dilakukan secsio sesarea
6. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dengan tangan yang satu menekan kepala janin dari atas ke arah rongga
panggul sedang tangan lain yang diletakan pada kepala, menentukan apakah bagian ini menonjol
diatas symphisis atau tidak.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2. Ansietas berhubungan dengan kesulitan dalam persalinan, kurang pengetahuan tentang pola
persalinan normal.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan sekunder dari atony uterus.
NO DX Rencana
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. 1 NOC NIC
3 NOC NIC
Fluid management
- Fluid balance 1. Pertahankan catatan intake
- Hydration dan output yang akurat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien tidak 2. Monitor status hidrasi
mengalami kekurangan volume cairan dengan kritria (kelembaban membrane
hasil: mukosa)
- Mempertahankan urin output sesuai dengan 3. Monitor hasil lab yang
usia dan BB sesuai dengan retensi
- Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas cairan (BUN, Hmt,
normal osmolalitas urin, albumin,
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi total protein)
- Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal 4. Monitor vital sign setiap
- pH urin dalam batas normal 15 menit-1 jam
- Intake oral dan intravena adekuat 5. Monitor status nutrisi
6. Berikan penggantian
nasogatrik sesuai output
(50-100 cc/jam)
7. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
8. Atur kemungkinan tranfusi
9. Pasang kateter jika perlu
10. Monitor intake dan urin
output setiap 8 jam
NiC
4 NOC
1. Pertahankan teknik aseptif
- Immune status 2. Batasi pengunjung bila
- Knowledge: infection control perlu
- Risk control 3. Cuci tangan sebelum dan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien tidak sesudah tindakan
mengalami infeksi dengan kriteria hasil: keperawatan
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksI 4. Gunakan baju, sarung
- Menunjukan kemampuan untuk mencegah tangan sebagai alat
timbulnya infeksi pelindung
- Jumlah leukosit dalam batas normal. 5. Ganti letak IV perifer dan
Menunjukan prilaku hidup sehat dressing sesuai dengan
- Status imun, gastrointestinal dalam batas petunjuk umum
normal 6. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
7. Tingkatkan intake nutrisi
8. Berikan terapi antibiotic
9. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan local
10. Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
11. Monitor adanya luka
12. Dorong masukan cairan
D. IMPLEMENTASI
E. EVALUASI
1. Diagnosa I
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologik untuk mengurangi nyeri)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.
c. Mampu mengenali nyeri (skala intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
e. Tanda vital dalam rentan normal
f. Tidak mengalami gangguan tidur
2. Diagnosa II
a. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
b. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengotrol cemas
c. Vital sign dalam batas normal
d. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
3. Diagnosa III
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Saifuddin AB. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi Keempat. Jakarta: BP-SP, 2008.