Anda di halaman 1dari 125

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL


BEDAH PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
MUSKULOSKELETAL DENGAN PENERAPAN TEORI
ADAPTASI ROY DI RUSP FATMAWATI
JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

APRISUNADI
0906594186

PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, 2012

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL


BEDAH PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
MUSKULOSKELETAL DENGAN PENERAPAN TEORI
ADAPTASI ROY DI RUSP FATMAWATI
JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar


Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah

APRISUNADI
0906594186

PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, 2012

Analisis praktik..., Aprisunadi,


ii FIK UI, 2012 Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ilmiah akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Aprisunadi
NPM : 0906594186
Tanda tangan :

Tanggal : Juli 2012

Analisis praktik..., Aprisunadi,


iii FIK UI, 2012 Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN

Karya ilmiah akhir ini diajukan oleh:


Nama : Aprisunadi
NPM : 0906594186
Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
Judul Tesis : Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal
Bedah Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal dengan Penerapan Teori Adaptasi
Roy di RSUP Fatmawati Jakarta

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Spesialis
Keperawatan Medikal Bedah pada Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas
Indonesia

DEWAN PENGUJI

Ketua : Dr. Ratna Sitorus, S.Kp., M.App.Sc ( )

Anggota : Agung Waluyo, S.Kp., M.Sc, Ph.D ( )

Anggota : Umi Aisyiyah, M.Kep, Sp.KMB ( )

Anggota : dr. Iman Widya Aminata, Sp.OT ( )

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 12 Juli 2012

Analisis praktik..., Aprisunadi,


iv FIK UI, 2012 Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala atas
segala limpahan rahmat, taufik, hidayah dan karunia-Nya, sehingga saya dapat
menyelasaikan karya ilmiah akhir (KIA) yang berjudul “Analisis Praktik Residensi
Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal
dengan Penerapan Teori Adaptasi Roy di RUSP Fatmawati Jakarta”

Dalam penyusunan KIA ini, Saya banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari
berbagai pihak, untuk itu Peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Ibu DR. Ratna Sitorus, S.Kp., M.App.Sc, selaku supervisor utama yang penuh
kesabaran dalam memberikan masukan berharga, arahan, dukungan moril dan
bimbingan dalam menyelesaikan penyusunan KIA ini.
2. Bapak Agung Waluyo, S.Kp., M.Sc., Ph.D, selaku supervisor yang juga telah
memberikan masukan, arahan, dukungan moril dengan penuh kesabaran dan
ketelitian dalam pembimbingan selama penyusunan KIA ini.
3. Ibu Lestari Sukmarini, S.Kp., MNS, selaku Koordinator mata ajar Ners Spesialis
Keperawatan Medikal Bedah yang telah banyak memberikan masukan demi
kelancaran proses belajar mengajar.
4. Ibu Umi Aisyiyah, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB, selaku pembimbing klinik dan
penguji yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan penyusunan
KIA ini.
5. Bapak dr. Iman Widya Aminata, Sp.OT, selaku penguji KIA dan memberikan
banyak masukan demi kesempurnaan KIA
6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang
telah membantu menyediakan fasilitas yang dibutuhkan penulis.
7. Ibunda dan Ayahanda yang tidak pernah berhenti menghaturkan doa untuk
kelancaran dan kemudahan dalam menyelesaikan pendidikan.
8. Istri dan anak-anakku yang selalu bisa menjadi motivatorku.
9. Sahabat dan rekan-rekan kerja di Universitas Respati Indonesia Jakarta, yang
selalu memberikan dukungan pengembangan ilmu pengetahuan demi kemajuan
institusi.

Analisis praktik..., Aprisunadi,


v FIK UI, 2012 Universitas Indonesia
10. Sahabat dan rekan-rekan angkatan 2011 khususnya Program Ners Spesialis
Keperawatan Medikal Bedah yang selalu saling mendukung, saling memotivasi
dan saling mengingatkan dalam kebersamaan yang tidak akan terlupakan.
11. Semua pihak yang telah membantu Saya dalam menempuh pendidikan.

Semoga segala bantuan dan kebaikan serta dukungan yang telah diberikan kepada
saya, mendapatkan imbalan yang tak terhingga dari Allah Subhanahuwata’ala.

Selanjutnya, Saya mengharapkan masukan, saran dan kritik yang sifatnya


melengkapi penyusunan karya ilmiah akhir ini. Semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang selalu
mengamalkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi sesamanya, Amin.

Depok, Juli 2012


Penulis

Analisis praktik..., Aprisunadi,


vi FIK UI, 2012 Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:

Nama : Aprisunadi
NPM : 0906594186
Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Karya Ilmia Akhir (KIA)

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclsusive Royalty-
free right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien dengan


Gangguan Sistem Musculoskeletal dengan Penerapan Teori Adaptasi Roy di RSUP
Fatmawati Jakarta

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-
kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 12 Juli 2012

Yang menyatakan,

Aprisunadi

Analisis praktik..., Aprisunadi,


vii FIK UI, 2012 Universitas Indonesia
ABSTRAK

Nama : Aprisunadi
Program : Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, Fakultas Ilmu
Keperawatan, Universitas Indonesia
Judul : Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah Pada
Pasien Dengan Gangguan Sistem Musculoskeletal Dengan
Penerapan Teori Adaptasi Roy Di RSUP Fatmawati Jakarta

Penulisan karya ilmiah akhir bertujuan untuk menggambarkan empat peran perawat
dalam praktek keperawatan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Jakarta. Peran tersebut adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung,
sebagai penelitian pendidik dan inovator. Peran seabagai pemberi Asuhan
keperawatan dilakukan dengan menerapakan model Adaptasi Roy pada pasien yang
mengalami fraktur Shaft femur di Ruang Perawatan Orthopedi RSUP Fatmawati
Jakarta. Peran sebagai peneliti dijalankan dengan menerapkan praktik keperawatan
berdasarkan pembuktian dalam memberikan asuhan keperawatan. Praktek yang
dijalankan adalah dengan memberikan intervensi edukasi untuk menurunkan nyeri
dan kecemasan pada pasien pasca operasi akibat trauma muskuloskeletal ektremitas
bawah. Peran sebagai pendidik dilakukan dengan memberikan bimbingan langsung
kepada mahasiswa aplikasi, mahasiswa program profesi yang sedang praktik, dan
pendidikan berkelanjutan bagi perawat ruangan yang dilakukan melalui kerjasama
dengan staf manajemen RSUP. Penyuluhan kesehatan dilakukan untuk pasien dan
keluarganya.

Kata kunci : Perawat, Teori Adaptasi Roy, Sistem Muskuloskeletal, fraktur shaft
femur, intevensi edukasi

Analisis praktik..., Aprisunadi,


viii FIK UI, 2012 Universitas Indonesia
ABSTRACT

Name : Aprisunadi
Program : Specialist nurses Medical Surgical Nursing, Faculty of
Nursing, University of Indonesia.
Title : Analysis of Medical Surgical Nursing Practice Residency In
Patients With Musculoskeletal System Disorders With the
application of Roy's Adaptation Theory Fatmawati Hospital
in Jakarta

Analysis of Medical Surgical Nursing Practice Residency aimed to describe the four
roles of nurses in nursing practice conducted at the General Hospital Center
Fatmawati Jakarta. These Role are as a care provoder, as a researcher, educator and
innovator. The role as care giver was implemented by applying Roy Adaptation
Model in patients with femoral shaft fracture. The role as a researcher was carried
out by applying evidence-based nursing practice in providing nursing care. The
educational interventions to reduce pain and anxiety on patients after surgery at
lower limb. The role as an educator is done by providing direct assistance to the
nursing students and continuing education for nurses room is done in cooperation
with the department of management staff. Health education for patients and their
families.

Key words:
Nurses, Roy Adaptation Theory, Musculoskeletal system, femur shaft fracture,
educational intervention

Analisis praktik..., Aprisunadi,


ix FIK UI, 2012 Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i


HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................ vii
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii
DAFTAR SKEMA ................................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv

1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 5
1.3 Manfaat Penulisan ................................................................................... 6

2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7


2.1 Fraktur Shaft Femur ............................................................................... 7
2.1.1 Pengertian .................................................................................... 7
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi ................................................................. 7
2.1.3 Etiologi ......................................................................................... 8
2.1.4 Klasifikasi .................................................................................... 8
2.1.5 Proses Penyembuhan Fraktur ....................................................... 9
2.1.6 Patofisiologi ................................................................................. 10
2.1.7 Manifestasi Klinik ........................................................................ 10
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik ............................................................. 10
2.1.9 Penatalaksanaan ........................................................................... 11
2.1.10 Komplikasi ................................................................................. 12
2.2 Teori Adaptasi Roy ................................................................................. 12
2.2.1 Manusia ........................................................................................ 12
2.2.2 Lingkungan .................................................................................. 15

Analisis praktik..., Aprisunadi,


x FIK UI, 2012 Universitas Indonesia
2.2.3 Kesehatan ................................................................................... 15
2.2.4 Keperawatan ................................................................................ 16
2.3 Penerapan Asuhan Keperawatan pada Fraktur Shaft Femur dengan Model
Adaptasi Roy ............................................................................................. 17
2.3.1 Pengkajian Perilaku dan Stimulus ............................................... 17
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................ 21
2.3.3 Tujuan Keperawatan .................................................................... 21
2.3.4 Intervensi Keperwatan ................................................................. 21
2.3.5 Evaluasi Keperawatan .................................................................. 22

3. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


SISTEM MUSKULOSKELETAL .............................................................. 23
3.1 Deskripsi Kasus Kelolaan Utama ........................................................... 23
3.2 Penerapan Model Adaptasi Roy pada Kasus Kelolaan Utama ............... 24
3.2.1 Pengkajian Perilaku dan Stimulus ............................................... 24
3.2.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................ 28
3.2.3 Penetapan Tujuan ......................................................................... 29
3.2.4 Intervensi Keperawatan ............................................................... 29
3.2.5 Evaluasi Keperawatan .................................................................. 29
3.3 Pembahasan Berdasarkan Teori Model Adaptasi Roy ............................ 29
3.3.1 Mode Adaptasi Fisiologis ............................................................ 29
3.3.2 Mode Adaptasi Konsep Diri ........................................................ 34
3.4 Analisis Penerapan Model Adaptasi Roy pada 33 Kasus Kelolaan ......... 35
3.4.1 Kasus Keganasan pada Sistem Muskuloskeletal ......................... 35
3.4.2 Kasus Infeksi pada Gangguan Sistem Muskuloskeletal .............. 36
3.4.3 Kasus Trauma pada Gangguan Muskuloskeletal ......................... 37

4. PENERAPAN EVIDENCE-BASED NURSING PADA GANGGUAN


SISTEM MUSKULOSKELETAL ................................................................ 40
4.1 Hasil Journal Reading (Critical Review) ................................................. 41
4.2 Praktek Keperawatan Berdasarkan Pembuktian ...................................... 43
4.2.1 Penerapan EBN ............................................................................ 43
4.2.2 Hambatan dan Pemecahan ........................................................... 48
4.2.3 Rekomendasi ............................................................................... 48
4.3 Pembahasan ............................................................................................. 49

Analisis praktik..., Aprisunadi,


xi FIK UI, 2012 Universitas Indonesia
5. KEGIATAN INOVASI PADA GANGGUAN SISTEM KARDIO-
VASKULER .................................................................................................. 52
5.1 Analisis Situasi ........................................................................................ 52
5.2 Kegiatan Inovasi .................................................................................... 54
5.2.1 Persiapan ...................................................................................... 54
5.2.2 Pelaksanaan .................................................................................. 55
5.2.3 Evaluasi ........................................................................................ 55
5.3 Pembahasan ............................................................................................. 56

6. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 58


6.1 Simpulan .................................................................................................. 58
6.2 Saran ........................................................................................................ 58
6.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan ........................................................ 58
6.2.2 Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan ........................................ 59
6.2.3 Bagi Pengetahuan Keperawatan .................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 60

Analisis praktik..., Aprisunadi,


xii FIK UI, 2012 Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Femoral Shaft Femur ........................................................ 7

Gambar 2.2 Jenis Fraktur yang Dapat Terjadi pada Shaft Femur ..................... 8

Gambar 2.3 Jenis Pembedahan pada Shaft Femur ............................................. 11

Gambar 5.1 Rerata Penurunan Nyeri Kelompok Intervensi ............................... 45

Gambar 5.2 Rerata Penurunan Nyeri Kelompok Kontrol ................................... 45

Gambar 5.3 Perbandingan Nyeri Kelompok Kontrol dan Intervensi ................. 46

Gambar 5.4 Skor Ansietas Kelompok Intervensi ................................................ 47

Gambar 5.5 Skor Ansietas Kelompok Kontrol .................................................... 47

Gambar 5.6 Perbandingan Kecemasan antara Kelompok Kontrol & Intervensi 48

Analisis praktik..., Aprisunadi,


xiii FIK UI, 2012 Universitas Indonesia
DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Model Adaptasi Roy ................................................................................... 14

Skema 2.2. Proses Keperawatan Model Adaptasi Roy .................................................... 17

Analisis praktik..., Aprisunadi,


xiv FIK UI, 2012 Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Format Asuhan Keperawatan dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy

Lampitan 2 Rencana Asuhan Keperawatan Pasien Kelolaan Utama

Lampiran 3 Catatan Perkembangan Keperawatan Pasien Kelolaan Utama

Lampiran 4 Resume Asuhan Keperawatan Pasien Kelolaan

Lampiran 5 Leaflet Intervensi Edukasi

Lampiran 6 Skala Kecemasan Menurut State Trait Anxiety Inventory (STAI)

Lampiran 7 Skala Nyeri Visual Analogical Scale (VAS)

Lampiran 8 Lembar Evaluasi Dampak Pemberian Intervensi Edukasi

Analisis praktik..., Aprisunadi,


xv FIK UI, 2012 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasien orthopedi adalah individu yang mengalami gangguan muskuloskeletal yang


diakibatkan oleh gangguan degenerative, traumatic, inflamasi, kongenital, metabolic
ataupun onkologi (CONA, 2000). Dilaporkan bahwa satu dari empat orang Amerika
mengalami gangguan muskuloskeltal dan sekitar 40% gangguan muskuloskeletal ini
penyebab ketidakmampuan fisik (Orthopedic Research Foundation, 2010).

Di Indonesia, sekitar 13.000 pasien dengan kasus orthopedi datang ke Rumah Sakit
Cipto mangunkusumo, dimana jumlah kunjungan setiap tahunnya mencapai 168.000
pasien. Sekitar 80% diantara datang akibat trauma kecelakaan dan 20% lainya adalah
kasus non trauma (PERKI, 2001). Sedangkan di Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati, terdapat sebayak 1.155 pasien orthopedi yang dirawat sepanjang tahun
2011.

Dewasa ini pasien dengan gangguan muskuloskeletal semakin bertambah banyak.


Bertambahnya jumlah kendaraan bermotor dan pengguna jalan raya, menjadi
penyebab semakin bertambahnya angka kecelakaan yang menimbulkan cedera pada
organ tubuh termasuk cedera pada tulang. Meningkatnya angka kriminalitas dengan
tindak kekerasan juga menjadi faktor penyebab terjadinya cedera pada tulang. Selain
peningkatan angka gangguan muskuloskeletal ini juga diakibatkan faktor kecelakaan
kerja dan faktor-faktor lain seperti degenerative, congenital dan onkologi (Rasjad,
2007).

Menurut Rasjad (2007), komplikasi yang paling sering pada fraktur adalah
malunion. Malunion adalah kondisi penyambungan tulang yang tidak sesuai dengan
tempatnya sehingga menimbulkan deformitas; delay union adalah kondisi
keterlambatan penyambungan tulang; non union adalah kondisi tidak terjadinya
penyambungan tulang. Dampak dari kondisi ini dapat mempeerpanjang hari rawat
pasien di rumah sakit sehingga menyebabkan masalah psikologis pasien berupa
kecemasan, kejenuhan sampai menimbulkan depresi serta menimbulkan pula dampak
sosioekonomi pasien dan peningkatan biaya perawatan.

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012


2

Kasus orthopedi dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu faktor penyakit dan
faktor non penyakit. Kasus orthopedi sering terjadi karena faktor penyakit adalah
artritis, osteoartritis, nyeri punggung bawah, gangguan jaringan lunak, gangguan
diskus servikal dan intravertebral, miopati dan rematisme. Sedangkan kasus
orthopedi yang disebabkan oleh faktor non penyakit (karena kecelakaan, jatuh dan
atau cedera) antara lain adalah fraktur tengkorak dan dan tulang muka, fraktur leher,
toraks atau panggul, fraktur paha, fraktur tulang anggota gerak dan fraktur atau
cedera pada bagian tubuh lainya (Ignatavicius dan Workman, 2006; Lewis et al,
2007).

Fraktur paling sering diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dan
cedera olah raga, dimana pembedahan fiksasi interna (nail), sekrup, plat atau kawat
untuk memfiksasi ektrimitas menjadi terapinya. Seluruh prosedur ini danpat
mengakibatkan stress pada pasien. Pasien dengan fraktur shaft femur dapat
mengalami nyeri yang hebat setelah mengalami cedera atau telah menjalani operasi
(Wong, Chan, & Chair, 2010).

Penanganan untuk mencegah terjadinya komplikasi pada pasien dengan kasus fraktur
dibutuhkan keterampilan khusus perawat. Sehingga pasien mendapatkan pelayanan
professional dan memadai dalam rangka mencegah berbagai komplikasi baik secara
fisik maupun psikologis. Dampak komplikasi fisik pada pasien dengan fraktur
mengakibatkan dampak ringan sampai berat yang dangan dapat menyebabkan
kematian. Komplikasi fraktur tersebut antara lain adalah non union, malunion
(kehilangan aligment), infeksi, dan komplikasi medical seperti tromboemboli
(Buckley, 2007).

Pasien fraktur pada usia lanjut dan lama perawatan sehingga memerlukan tirah
baring yang lama sehingga dapat menyebabkan infeksi paru yang merupakan
komplikasi yang sering terjadi dan sangat berbahaya. Untuk mencegah terjadinya
komplikasi paru dapat diatasi dengan latihan nafas, perubahan posisi setiap 2 jam dan
penggunaan spirometer intensif sehingga komplikasi paru pada pasien fraktur tidak
akan mengacam kehidupan pasien (Smeltzer & Bare, 2004)

Berdasarkan uraian diatas tentang gangguan sistem musculoskeletal yang


diantaranya non union, malunion (kehilangan aligment), infeksi, dan komplikasi
medical seperti tromboemboli serta pada pernafasan, penulis tertarik untuk dapat

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
3

menerapkan secara langsung dalam pemberian asuhan keperawatan spesialis. Peran


ini sudah dilakukan selama residensi klinik keperawatan di RSUP Fatmawati
sehingga mempunyai pengalaman dan wawasan selama dalam menerapkan peran
sebagai pemberi asuhan. Pengaruh peran perawat sangat besar dalam menentukan
hasil asuhan keperawatan yang diharapkan. Kemandirian dan adaptasi yang baik
pada pasien adalah bentuk kontribusi besar perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan sehingga dapat membuat pasien menjadi kooperatif pasien dalam
program terapi atau pengobatan yang sedang dijalani.

Perawat yang bekerja pada unit orthopedi yang merawat pasien dengan gangguan
muskuloskeletal mempunyai peran yang sangat besar dalam meningkatkan efektifitas
pelayanan keperawatan dengan mengelola kasus yang ada. Dalam melakukan
praktek residensi keperawatan medikal bedah kekhususan orthopedi, secara garis
besar mempunyai peran antara lain sebagai pemberi asuhan keperawatan, peneliti,
pendidik bagi mahasiswa aplikasi, profesi, perawat dan pasien termasuk keluarga
pasien, disamping itu tak kalah pentingnya peran sebagai inovator yang diperlukan
untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu asuhan keperawatan.

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dilaksanakan secara langsung dengan


memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan masalah muskuloskletal.
Salah satunya adalah pasien dengan dengan fraktur shaft femur sinistra di ruang
perawatan pasien orthopedi di RSUP Fatmawati Jakarta. Asuhan keperawatan
dilaksanakan mulai dari pengkajian awal hingga pasien pulang.

Peran sebagai peneliti dijalankan dengan menerapkan praktik keperawatan


berdasarkan pembuktian dalam memberikan asuhan keperawatan. Praktek yang
dijalankan adalah dengan memberikan intervensi edukasi untuk menurunkan nyeri
dan kecemasan pada pasien pasca operasi akibat trauma muskuloskeletal ektrimitas
bawah (Wong, Chan, & Chair, 2010).

Peran perawat sebagai pendidik dilakukan dengan memberikan bimbingan langsung


kepada mahasiswa aplikasi, mahasiswa program profesi yang sedang praktik, dan
pendidikan berkelanjutan bagi perawat ruangan yang dilakukan melalui kerjasama
dengan staf managemen RSUP. Penyuluhan kesehatan dilakukan untuk pasien dan
keluarganya.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
4

Peran perawat sebagai inovator dilaksanakan bersama perawat ruangan dalam rangka
mempersiapkan perawat menjalankan intervensi edukasi untuk mengatasi nyeri dan
kecemasan pasca operasi ektrimitas bawah. Program inovasi ini dilakukan secara
bersama-sama dengan kepala instalasi, tim pokja nyeri yang sudah terbentuk
sebelunya dan seluruh perawat baik karu, wakaru, PN maupun perawat pelaksana.

Dengan perkembangan ilmu dan teknologi di bidang kesehatan maka pengetahuan


masyarakat semakin meningkat di bidang kesehatan dan banyaknya rumah sakit
diluar negeri yang dapat memberikan pelayanan yang bekualitas, sehingga menjadi
tantangan bagi tenaga kesehatan khususnya keperawatan untuk berbenah diri dalam
rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan sehingga perlu adanya terobosan-
terobosan baru dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dapat


ditempuh dengan meningkatkan pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki perawat,
sehingga perawat dituntut untuk semakin mempelajari bidang ilmu yang terkait
dengan pemberian asuhan keperawatan dan teori keperawatan yang dapat diterapkan
dalam pemberian asuhan keperawatan.

Salah satu teori yang dapat diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan adalah
Teori Adaptasi Roy. Teori Adaptasi Roy dikenal tahun 1964. Tujuan keperawatan
adalah untuk meningkatkan adaptasi bagi individu dan kelompok dalam empat mode
adaptif, sehingga memberikan kontribusi untuk memulihkan, mempetahankan atau
meningkatkan status kesehatan pasien. Penerapan Teori Adaptasi Roy telah
dilaksanakan baik pada setting akut maupun kronik. Teori Adaptasi Roy juga dapat
digunakan pada pasien yang mengalami gangguan muskuloskeletal.

Salah satu gangguan muskuloskelatal adalah fraktur shaft femur. Pasien dengan
fraktur shaft femur akan mengalami nyeri, perdarahan dan gangguan mobilisasi.
Sedangkan dari aspek psikososial, pasien dapat mengalami kecemasan dan pasien
yang akan menjalani amputasi dapat mengalami depresi. Gangguan mobilisasi yang
dialami oleh pasien akan membuat pasien tidak dapat lagi menjalankan peran yang
dimilikinya dan membutuhkan pertolongan serta dukungan dari keluarga sehingga
Teori Adaptasi Roy sangat cocok untuk digunakan dalam asuhan keperawatan
fraktur shaft femur.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
5

Fraktur shaft femur sangat spesifik dalam pemberian asuhan keperawatan. Hal ini
berkaitan dengan adanya pembuluh darah besar yang dapat mengakibatkan syok
pada pasien. Selain itu fraktur shaft femur terjadi pada batang tulang, dimana tulang
tersebut sangat potensial sebagai alat pergerakan untuk mobilisasi. Diharapkan
perawat spesialis dapat melakukan asuhan keperawatan secara maksimal sehingga
pasien dapat beradaptasi dengan kondisi yang dialaminya.

Karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat memberikan gambaran praktek klinik
keperawatan residensi medikal bedah dengan peran perawat sebagai pemberi asuhan
pelayan keperawatan, peneliti, pendidik dan inovator. Penulis mengharapkan
penulisan karya ilmiah akhir ini dapat dijadikan salah satu bukti peran serta perawat
spesialis medikal bedah kekhususan muskuloskeletal dalam mengembangkan ilmu
keperawatan di Indonesia.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1. Tujuan Umum


Memberikan gambaran tentang peran perawat resedensi spesialis muskuloskeletal
dalam melakukan penyelesaian kegiatan praktek keperawatan medikal bedah di
RSUP Fatmawati Jakarta

1.2.2. Tujuan Khusus


a. Menganalisa peran perawat residensi sebagai pemberi asuhan keperawatan
dengan menerapkan Teori Adaptasi Roy pada pasien closed fracture shaft femur.
b. Menganalisis peran perawat sebagai peneliti dalam keperawatan medikal bedah
spesialis muskuloskelatal
c. Menganalisis peran perawat sebagai pendidik yang terkait dengan pengelolahan
pasien closed fracture shaft femur.
d. Menganalisa peran perawat residensi sebagai inovator dalam praktik
keperawatan di RSUP Fatmawati Jakarta.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
6

1.3 Manfaat Penulisan

1.3.1 Bagi perawat


Hasil karya ilmiah akhir ini dapat dipakai sebagai acuan bagi perawat untuk
meningkatkan kemampuan pemahaman tentang Teori Adaptasi Roy dalam
memberikan asuhan keperawatan.
1.3.2 Bagi institusi rumah sakit
Hasil analisis karya ilmiah akhir ini memberikan gambaran dalam mengembangkan
asuhan keperawatan dengan penerapan model Teori Adaptasi Roy dan dapat menjadi
bahan pertimbangan dalam menyusun program-program pengembangan dalam
menyusun asuhan keperawatan.
1.3.3 Perkembangan ilmu pengetahuan
Hasil karya ilmiah akhir ini dapat menambah kekayaan keilmuan keperawatan
khususnya yang berhubungan dengan peran perawat sebagai pemberi asuhan,
peneliti, pendidik dan peran sebagai inovator.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
7

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai fraktur shaft femur yang terdiri dari
pengertian, tinjauan anatomi dan fisiologi, proses penyembuhan fraktur, etiologi,
manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaannya. Selain itu akan
diuraikan pula tentang Teori Adaptasi Roy yang menjadi kerangka acuan dalam
memberikan asuhan keperawatan.

2.1 Fraktur shaft femur

2.1.1 Pengertian
Fraktur shaft femur merupakan adalah diskontinuitas (fraktur) pada tulang femur
yang mengenai bagian shaft atau diafise tulang femur. masalah yang umumnya
terjadi pada dewasa muda yang diakibatkan trauma langsung dengan kekuatan tinggi
dan keras yang biasanya disebabkan oleh kecelakan lalu lintas, jatuh dari ketinggian
dan luka tembak (OTA, 2011; Lewis et al, 2007).

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi


Shaft femur adalah bagian dari tulang panjang yang berada di regio 5 cm dari
trokanter mayor dan berakhir 9 cm diatas sendi lutut. Secara anatomis dapat dilihat
pada gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Anatomi Femoral Shaft

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
8

2.1.3 Etiologi
Penyebab utama fraktur shaft femur adalah kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari
ketinggian (OTA, 2011) Penyebab lainnya adalah osteoporosis yang biasanya terjadi
pada usia di atas 65 tahun (Orthopaedia, 2011).

2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur shaft femur terdiri atas :
2.1.4.1 klasifikasi menurut OTA
Fraktur shaft femur terdiri dari 3 jenis yaitu:
a. Tipe A merupakan fraktur sederhana (melintang spiral atau obligue pendek)
b. Tipe B merupakan fraktur berbentuk kupu-kupu kecil atau berbentuk fragmen
yang melekung dan mendesak
c. Tipe C merupakan fraktur kominutif segmental

Gambar 2.2 Jenis Fraktur yang Dapat Terjadi pada Shaft Femur

2.1.4.2 Klasifikasi menurut Winquist


Klasifikasi menurut Winquist membagi fraktur shaft femur berdasarkan jumlah
patahan yaitu :
a. Tipe I merupakan fraktur shaft femur tanpa patahan atau kupu-kupu kecil
kurang dari 25 % tulang.
b. Tipe II merupakan fraktur shaft femur dengan fragmen kupu-kupu ≤ 50 % dari
lebar tulang

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
9

c. Tipe III merupakan fraktur shaft femur dengan fragmen kupu-kupu lebih dari 50
%
d. Tipe IV merupakan fraktur shaft femur yang berat dan mengenai seluruh
segmen tulang
e. Tipe V merupakan fraktur shaft femur dengan kehilangan fragmen tulang

2.1.5 Proses Penyembuhan Fraktur


Menurut Smeltzer & Bare (2004), tahapan penyembuhan tulang meliputi tahap
inflamasi, proliferasi sel, pembentukan kalus, osifikasi dan remodeling. Tiap tahap
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Inflamasi
Pada saat cedera terjadi pendarahan dan pembentukan hematom pada lokasi
fraktur. Ujung framen tulang mengalamai devitalisasi karena terputusnya suplai
darah. Tempat cedera akan diinvasi oleh makrofag yang akan membersihkan
daerah tersebut. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya edema dan nyeri.
b. Proliferasi Sel
Hematom akan mengalami organisasi dalam waktu sekitar 5 hari, terbentuk
benang-benang fibrin dalam gumpalan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast yang berdinding sel darah
putih pada lokasi dan melokalisir radang.
c. Pembentukan Kalus
Osteoblas masuk ke daerah fibrosis untuk mempertahankan penyambungan
tulang. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang
rawan dan tulang serat imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk
menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah gangguan
dan pergeseran tulang. Perlu 3 sampai 4 minggu agar fragmen tulang tergabung
dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis fragmen tulang tak bisa
digerakkan.
d. Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2 sampai 3 minggu
patah tulang melalui proses endokondral. Mineral terus menerus ditimbun
sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Penulangan memerlukan
waktu 3 sampai 4 bulan untuk patah tulang panjang bagi orang dewasa normal.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
10

e. Remodelling
Merupakan tahap akhir perbaikan patah tulang yang meliputi pengambilan
jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya.
Proses ini membutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang dan stress
fungsional pada tulang.

2.1.6 Patofisiologi
Saat fraktur shaft femur, maka sel-sel tulang mati fraktur sering menyebabkan
gangguan jaringan lunak. Gangguan ini dapat menimbulkan masalah yang serius
dibandingkan dengan cedera tulang. Pergeseran fragmen tulang yang fraktur dapat
menyebakan fraktur terbuka dan dapat meningkatkan gangguan jaringan lunak serta
menyebabkan pendarahan, biasanya terjadi 1 sampai 1,5 liter (Lewis et al, 2007).

Gangguan jaringan menyebabkan sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga
meningkatkan aliran darah. Proses fagositosis dimulai dan terjadi inflamasi,
pembengkakan dan nyeri. Reaksi peradangan hebat biasanya timbul setelah fraktur
(Corwin, 2000).

2.1.7 Manifestasi Klinik


Manifestasi klini fraktur shaft femur selalu jelas, biasanya terlihat deformitas,
angulasi, ektrimitas yang mengalami fraktur lebih pendek, ketidakmampuan
mengerakkan pinggul atau lutut (Lewis et al, 2007). Nyeri hebat dan ketidak
mampuan berjalan sering ditemukan. Perdarahan dapat terjadi pada fraktur shaft
femur yang tampak sebagai lebam di atas area fraktur (OTA, 2011).

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengetahui jenis fraktur dengan memakai
alat sebagai berikut:
a. Sinar X merupakan metode yang paling umum digunakan untuk mengevaluasi
fraktur. Sinar X dapat memberikan gambar yang jelas, sehingga dapat
menunjukan kondisi tulang. Sinar X juga dapat menunjukkan jenis fraktur dan
lokasi fraktur.
b. CT-Scan memberikan informasi yang penting tentang tingkat keparahan fraktur
dan garis fraktur yang sangat tipis yang sulit diidentifikasi dengan sinar X.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
11

2.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pasien yang mengalami farktur shaft femur adalah stabilisasi
dan immobilisasi. Pasien yang mengalami shaft femur hampir selalu membutuhkan
pembedahan. Biasanya terdapat tiga jenis pembedahan, yaitu:
a. Fiksasi eksternal dilakukan jika terdapat cedera jaringan lunak yang luas,
penanganan selanjutnya dapat dilanjutkan dengan pembedahan yang berbeda yaitu
dengan intermedular nail.
b. Intramedular nail sangat baik karena tindakannya hanya membutukan insisi kecil
untuk memasukan logam ke dalam saluran sumsum tulang paha. Screw
ditempatkan di kedua ujung logam untuk mencegah pemendekan atau rotasi
femur. Intermedular nail akan memberikan stabilitas yang baik, memiliki hasil
yang baik dengan tingkat keberhasilan 99%. Komplikasi seperti infeksi,
pemendekan kaki dan rotasi akan sangat jarang terjadi.
c. Plat digunakan untuk menstabilkan fraktur shaft terutama ketika frakturnya terjadi
di dekat hip tulang pinggul atau lutut plat memliki komplikasi yang lebih tinggi
termasuk infeksi, delayed union dan kehilangan fiksasi.

Gambar 2.3 Jenis Pembedahan pada Shaft Femur

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
12

2.1.10 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada fraktur shaft femur adalah sebagai berikut (OTA
2011) :
a. Mal union adalah penyambungan tulang tidak sesuai pada tempatnya sehingga
menimbulkan deformitas 5 -10 % dengan rotasi yang membutuhkan revisi.
b. Delayed union adalah kondisi keterlambatan penyambungan tulang
c. Non union adalah kondisi tidak terjadinya penyambungan tulang
d. Pendarahan dapat menimbulkan kolaps kardiovaskuler hal ini dapat dikoreksi
dengan transfusi darah yang memadai
e. Infeksi terutama jika luka terkontaminasi dan debridemen tidak memadai
f. Sindrom emboli lemak terjadi ditandai dengan hipoksia, perubahan status
mental, dan petikea. Sidrom ini tidak umum terjadi tapi dapat mengakibatkan
morbiditas dan motalitas yang signifikan
g. Sindrom kompartemen meningkatkan resiko koagulapati dan cedera vaskuler.
Sindrom kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang
terlalu kuat.
h. Nyeri panggul dengan aterograde dan nyeri lutut retrograde
i. Deep vein trombosis (DVT)

2.2 Teori Adaptasi Roy

2.2.1 Manusia
Roy mengemukakan bahwa manusia merupakan sebuah sistem dapat menyesuaikan
diri dan dapat digambarkan secara holistik (bio, psiko, sosial) sebagai satu kesatuan
yang mempunyai Input, Control, Feedback Processes dan Output. Proses kontrol
adalah mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan cara-cara penyesuaian diri.
Lebih spesifik, manusia didefinisikan sebagai sebuah sistem yang dapat
menyesuaikan diri dengan aktivitas kognator dan regulator untuk mempertahankan
adaptasi dalam empat cara penyesuaian diri yaitu Fungsi Fisiologis, Konsep diri,
Fungsi peran, dan Interdependensi.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
13

Roy menggambarkan manusia sebagai suatu sistem yang hidup, terbuka, perubahan
suatu unsur, zat, materi di lingkungannya. Sebagai sistem yang dapat menyesuikan
diri, manusia dapat digambarkan dalam karakteristik sistem, manusia dilihat sebagai
suatu kesatuan yang saling berhubungan antara unit-unit fungsional atau beberapa
unit fungsional yang mempunyai tujuan yang sama. Manusia dapat juga dijelaskan
dalam istilah Input, Control, Prosess Feedback dan Output.
a. Input
Manusia dapat menyesuaikan diri atau dengan kata lain dapat menerima masukan
dari lingkungan luar dan dalam diri individu itu sendiri (Faz Patrick & Wall,
1989). Input atau stimulus yang masuk, feedbacknya dapat berlawanan atau
responnya berubah-ubah dari suatu stimulus, sehingga menunjukkan manusia
mempunyai tingkat adaptasi yang berbeda-beda dan sesuai besarnya stimulus
yang bisa ditoleransi oleh manusia.
b. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang diupayakan dan diarahkan pada penatalaksanaan stress
dan penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan diri (Stuart &
Sundeen, 1995).

Manusia dapat melakukan penyesuaian diri terhadap stres dari lingkungan yang
disebut dengan mekanisme koping, dimana mekanisme koping itu dapat bersifat
bawaan bawaan atau dipelajari. Mekanisme koping bawaan/genetik bersifat
otomatis dan berlangsung tanpa dipikirkan sebelumnya oleh manusia. Sedangkan
mekanisme koping yang dipelajari, dikembangkan melalui pembelajaran atau
melalui pengalaman-pengalaman yang ditemui.

Respon adaptif adalah keseluruhan yang meningkatkan integritas dalam batasan


yang sesuai, sesuai respon maladaptif, yaitu segala sesuatu yang tidak
memberikan kontribusi yang sesuai dengan tujuan “human sistem”.

Mekanisme koping dapat diwujudkan dengan Subsistem Regulator dan Subsistem


Kognator. Regulator dan Kognator digambarkan sebagai cara penyesuaian diri
melaui 4 mode fungsi adaptasi yaitu fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran
dan interdependensi.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
14

c. Output
Faz Patrick & Wall (1989), manusia sebagai suatu sistem adaptif dapat
mempertahankan atau meningkatkan integritas, sedangkan respon maladaptf dapat
mengganggu integritas. Melalui proses feedback, respon-respon itu selanjutnya
akan menjadi input kembali pada manusia sebagai suatu sistem.

Perilaku adaptasi yang muncul bervariasi, perilaku seseorang berhubungan


dengan metode adaptasi. Koping yang tidak konstruktif atau tidak efektif
berdampak terhadap respon sakit (maladaptif).
d. Subsistem Regulator dan Kognator
Mekanisme adaptasi terhadap perubahan lingkungan, diperlihatkan melalui
perubahan biologis, psikologis dan sosial. Subsistem Regulator adalah gambaran
respon yang kaitannya dengan perubahan pada sistem saraf, kimia tubuh dan
organ endokrin. Subsistem regulator merupakan mekanisme kerja utama yang
berespon dan beradaptasi terhadap stimulus lingkungan. Subsistem kognator
digambarkan berkaitan respon dengan perubahan kognitif dan emosi, termasuk
didalamnnya persepsi, proses informasi, pembelajaran, membuat alasan dan
emosional. Secara keseluruhan konsep manusia sebagai sistem Adaptif dapat
digambarkan dengan skema dibawah ini.

Skema 2.1 Model Adaptasi Roy

Stimulus Proses Model Adaptasi


lingkungan Koping
Fokal Fisiologis
Kontekstual Regulator Konsep diri
Residual Kognator Fungsi Peran
Interdependensi

Manajemen
stimulus

Sumber : Fawcett. J. (2009). Using the Roy adaptation model to guide research and/or practice:
construction of conceptual-theoretical-empirical sistems of knowledge. Aquichan, 9 (3), 297-306

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
15

2.2.2 Lingkungan
Roy menjelaskan lingkungan sebagai stimulus internal dan eksternal manusia.
Stimuluis internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh manusia berupa
pengalaman, kemampuan emosional, kepribadian dan proses stressor biologis (sel
maupun molekul) yang berasal dari dalam tubuh individu. Stimulus external dapat
berupa fisik, kimiawi, maupun psikologis yang diterima individu sebagai ancaman
(Faz Patrick & Wall,1989).

2.2.3 Kesehatan
Kesehatan dipandang sebagai proses menjadi manusia secara utuh dan integrasi
secara keseluruhan. Intergrasi adalah sehat, tidak ada integrasi berarti kurang sehat.
Dalam model adaptasi keperawatan, konsep sehat dihubungkan dengan konsep
adaptasi. Adaptasi yang tidak memerlukan energi dari koping yang tidak efektif
sehingga memungkinkan manusia berespon terhadap stimulus yang lain, sehingga
meningkatkan penyembuhan dan mempertinggi kesehatan serta pembebasan energi
yang dihubungkan dengan konsep adaptasi dan kesehatan. Adaptasi ditentukan baik
oleh proses koping terhadap stressor maupun produk akhir dari koping. Proses
adaptasi termasuk fungsi holistik untuk mempengaruhi kesehatan secara positif dan
itu meningkatkan integritas. Bagian pertama dari proses dimulai dengan perubahan
dalam lingkungan internal dan eksternal yang membutuhkan sebuah respon.

Perubahan stressor dipengaruhi oleh stimulus fokal, kontekstual dan residual. Bagian
stresor menghasilkan interaksi yang biasanya disebut stres, bagian kedua dari stress
adalah mekanisme koping yang merangsang menghasilkan respon adaftif atau
inefektif. Produk adaptasi adalah hasil dari proses adaptasi dan digambarkan dalam
istilah kondisi yang meningkatkan tujuan-tujuan manusia yang meliputi kelang-
sungan hidup, pertumbuhan dan penguasaan yang disebut intergritas. Kondisi akhir
ini adalah kondisi keseimbangan dinamis yang meliputi peningkatan dan penurunan
respon. Setiap kondisi adaptasi baru dipengaruhi oleh tingkat adaptasi, sehingga
keseimbangan dinamis dari manusia berada pada tingkat yang lebih tinggi.

2.2.4 Keperawatan
Menurut Roy, keperawatan sebagai disiplin ilmu dan praktek. Sebagai ilmu,
keperawatan mengobservasi, mengklasifikasi dan menghubungkan proses yang
secara positif berpengaruh pada status kesehatan. Sebagai disiplin praktek,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
16

keperawatan menggunakan pendekatan pengetahuan secara ilmiah untuk dalam


memberikan pelayanan pada seseorang sehingga keperawatan dapat didefinisikan
sebagai ilmu dan praktek dari peningkatan adaptasi untuk tujuan mempengaruhi
kesehatan secara positif.

Roy menyetujui pendekatan holistik keperawatan sebagai suatu proses untuk


mempertahankan kondisi yang baik dan meningkatkan fungsi yang optimal. Tujuan
keperawatan adalah meningkatkan interaksi manusia dengan lingkungan melalui 4
mode adaptasi yaitu fungsi fisiologi, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.
Tujuan dari adaptasi adalah membantu perkembangan aktivitas keperawatan, yang
digunakan pada proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi dan evaluasi. Adaptasi model keperawatan ditetapkan data apa yang
dikumpulkan, bagaimana mengindentifikasi masalah dan tujuan utama, pendekatan
apa yang dipakai dan bagaimana mengevaluasi efektifitas proses keperawatan.

Analisis dari pengkajian keperawatan adalah interaksi manusia dengan lingkungan.


Proses pengkajian terdiri dari dua tingkat pengkajian. Tingkat pertama
mengumpulkan data tentang perilaku manusia, dalam tiap empat cara penyesuaian
diri. Data-data tersebut dikumpulkan dari hasil observasi penilaian respon dan
komunikasi dengan individu. Dari data tersebut perawat membuat alasan sementara
tentang apakah perilaku dapat menyesuaikan diri atau tidak efektif. Tingkat kedua
pengkajian adalah mengumpulkan data tentang stimulus fokal, kontekstual dan
residual.

Sebelum tingkat pengkajian ini, perawat mengidentifikasi faktor-faktor yang


mempengaruhi perilaku yang diobservasi pada pengkajian tingkat pertama.
Keterlibatan ini penting untuk menetapkan faktor-faktor utama yang memengaruhi
perilaku. Intervensi keperawatan dibawa dalam konteks proses keperawatan dan
meliputi pengelolaan atau manipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual.
Manipulasi atau pengaturan stimulus (baik internal dan eksternal) bisa termasuk
didalam penghilangan, peningkatan, pengurangan, pemeliharaan atau mengubah
stimulus. Melalui pengelolaan faktor-faktor stimulus, pencetus tidak efektifnya
perilaku diubah atau meningkatkan kemampuan individu untuk mengatasi masalah.
Itu adalah memperlebar penyesuaian diri. Intervensi keperawatan berikutnya,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
17

mengevaluasi hasil akhir perilaku dan memodifikasi pendekatan-pendekatan


keperawatan sesuai kebutuhan

Ini harus dicatat bahwa dalam model manusia dihormati sebagai individu yang
berpartisipasi aktif dalam perawatan dirinya. Pendekatan keperawatan dapat
digambarkan sebagai berikut:

Skema 2.2. Proses Keperawatan Model Adaptasi Roy

SISTEM Respon Proses Tujuan


keperawatan SEHAT
ADAPTASI Inefektif adaptasi
berdasarkan
Roy
Lingkungan

Stressor Internal Stressor Internal

Sumber: Dawson, S. (1998). Pre-amputation assessment using Roy‟s Adaptation Model. British
Journal of Nursing, 7 (9), 536-542.

2.3 Penerapan Asuhan Keperawatan pada Fraktur Shaft Femur dengan Model
Adaptasi Roy

2.3.1 Pengkajian Perilaku dan Stimulus


Perilaku menururut Roy adalah suatu aksi atau reaksi terhadap stimulus. Suatu
perilaku dapat di obesrvasi atau tidak dapat di observasi seperti perasaan pasien yang
dilaporkan keperawat. Pengkajian stimulus berasal dari lingkungan yang
diklasisfikasikan menjadi, stimulus fokal, kontektual dan residual Teori Model
Adaptasi Roy menuntun perawat mengaplikasikan proses keperawatan. Elemen
proses keperawatan menurut Roy meliputi: pengkajian perilaku, pengkajian stimulus,
diagnosa keperawatan rumusan tujuan, intervensi dan evaluasi (Tomey & Alligood,
2006). Stimulus fokal adalah stimulus internal dan ekternal yang langsung
mempengaruhi perilaku, stimulus kontekstual adalah seluruh stimulus yang ada
dalam suatu situasi yang mempengaruhi stimulus fokal sedangkan stimulus residual
adalah factor lingkungan internal maupun eksternal yang mempengaruhi tetapi

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
18

stiuasi tidak jelas (Roy & Andrews, 1999). Pengkajian perilaku dan stimulus pada
pasien fraktur adalah :
a. Pengkajian Fisiologis
a) Oksigenasi: menggambarkan pola penggunaan oksigen berhubungan dengan
respirasi dan sirkulasi. Respon perilaku tidak efektif pola oksigenisasi pada
fraktur femur dapat dilihat pada masalah sirkulasi. Tekanan darah meningkat
sebagai respon terhadap nyeri atau kecemasan, tekanan darah menurun karena
kehilangan darah. Dengut nadi meningkat sebagai respon stress dan
kekurangan volume cairan. Penurunan denyut nadi pada bagian distal
ektrimitas yang mengalami cedera pengisisan kapiler lambat dan pucat.
Pembengkakan jaringan atau masaa hematom pada sisi cedera (Doenges,
Moorhouse & Murr, 2010). Stimulus fokal pada masalah oksigenisasi pasien
fraktur adalah perdarahan, kekurangan volume cariran, stimulus kontekstual
adalah fraktur, cedera, nyeri stimulus residualnya adalah cemas
b) Nutrisi: pengkajian perilaku pada nutrisi termasuk pola makan, alergi terhadap
makanan dan proses pencernaan makanan (Roy & Andrews, 1999). kondisi
pasien dengan shaft femur membutuhkan makanan yang banyak menggadung
kalium, kalsium untuk penyembuhan tulangnya hal ini juga terlihat dari nutrisi
yang dikonsumsi sehari hari pola penggunaannya dalam rangka memperbaiki
fungsi tubuh dan perkembanganya.
c) Eliminasi menurut Roy meliputi eleminasi pencernaa dan eleminasi urine,
pasien fraktur femur dapat mengalami konstipasi dengan stimulus fokal
immobilisasi, stimulus fokal fraktur, dan stimulus residual perasaan takut dan
cemas
d) Aktivitas dan istirahat: merurut Roy meliputi proses mobilisasi dan tidur.
Respon perilaku tidak efektif pada pola aktivitas dan istirahat pasien fraktur
adalah ketebatasan fungsi ektrimitas yang mengalami fraktur, deformitas,
krepitasi, pembengkakan. Pemeriksaan ronsen menentukan lokasi dan luasnya
fraktur. Pasien fraktur juga dapat mengalami gangguan tidur akibat nyeri.
Stimulus fokal terhadap masalah aktifitas dan istirahat adalah fraktur,nyeri,
stimulus konstektual yaitu: pembengkakan jaringan sedangkan stimulus
residual adalah kecemasan dan perasaaan takut untuk bergerak.
e) Proteksi dan perlindungan merupakan proteksi secara fisiologis yang terdiri
dari proses pertahanan non spesifik dan proses pertahanan spesifik. Kulit dan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
19

membran mokusa adalah proses pertahanan pertama (Roy & Andrews, 1999),
respon perilaku tidak efektif peoteksi dan perlidungan pada fraktur yaitu
laserasi kulit, avulsi jaringan, peningkatan jumlah sel darah putih sebagai
respon stress normal, peneingkatan laju endap darah mengindikasikan respon
peradangan. Stimulus fokal cedera, fraktur terbuka, pemasangan traksi.
Stimulus kontekstual, perubahan sirkulasi, immobilisasi stimulus residual
adalah kurang pengetahuan, cemas
f) Rasa/senses: merupakan repon perilaku yang menggambarkan pengindraan dan
pengalaman sesoris termasuk nyeri. Pasien fraktur dapat mengalami nyeri
hebat yang terjadi secara tiba-tiba pada saat cedera, pasien juaga mungkin tidak
mengalami nyeri akibat gangguan syaraf, perasaan kesemutan, penurunan
sensasi kram otot dapat terjadi. Stimulus fokal gangguan jaringan cedera atau
luka oprasi. Stimulus kontekstual adalah immobilisasi dan stimulus residual
pengalaman mengalami cedera, budaya.
g) Cairan dan elektrolit: sistem tubuh yang memegang peranan penting dalam
keseimbangan cairan dan elektrolit. Ginjal memegang peranan utama untuk
mempertahankan keseimbangan melaluli proses filtrasi, reabsorsi dan sekresi.
Pada pasien fraktur mengalami kekurangan volume cairan akibat perdarahan,
cedera otot dapat meningkatkan beban creatinin untuk klirens ginjal. Sstimulus
fokal perdarahan. Stimulus konstektual fraktur atau cedera stimulus residual
kurang pengetahuan.
h) Fungsi neurologis memegang peranan penting dalam proses adaptasi. Kedua
subsistem regulator dan kognator didasarkan pada fungsi neurologis (Roy &
Andrews, 1999). Pasien fraktur kaki beresiko mengami cedera syaraf perinial.
Pemeriksaan sesasi syaraf perifer dengan menusuk pada kedua selaput ibu jari
pertama dan kedua dan kemampuan dorsofleksi ibu jari. Stimulus fokal cedera,
fraktur. Stimulus kontekstual penurunan aliran darah, kekurangan volume
cairan. Stimulus resisual kurang pengetahuan tentang pengaturan posisi,
keterlambatan dalam pengobatan
i) Fungsi endokrin menggambarkan kelenjar dan fungsi kelenjar endokrin, kelejar
akan melepaskan horman untuk mempertahankan fisiologis tubuh. Respon
perilaku pada pasien endokrin cendrung efektif. Perubahan fungsi endokrin
yang terjadi merupakan mekanisme adaptasi fisiologis.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
20

b. Pengkajian Konsep Diri


Model adaptasi konsep diri menurut roy terdiri dari fisik diri dan keperibadian
diri. Fisik diri meliputi sensasi diri dan sensasi tubuh dan citra tubuh. Sedangkan
keperibadian diri meliputi konsistensi diri, ideal diri, dan moral spiritual diri
(Christensen & Kenney, 2009). Respon perilaku konsep diri tidak efektif pada
pasien fraktur berupa kecemasan, ketakutan, marah dan menarik diri. Pasien yang
menjalani amputasi melaporkan perasaan negatif tentang tubuh, takut terhadap
penolakan atau reaksi orang lain, perasaan tidak berdaya, putus asa, berfokus pada
kehilangan bagian tubuh serta tidak mau menyentuh bagian tubuh. Stimulus fokal
meliputi perubahan bentuk tubuh atau kehilangan bagian tubuh. Stimulus
kontekstual gagangguan fungsi dan penampilan diri. Stimulus residual koping
tidak efektif dan usia produktif.
c. Pengkajian Fungsi Peran
Peran merupakan fungsi sesorang dalam masyarakat. Peran diklasisfikasikan
menjadi 3 yaitu primer, sekuder dan tersier. Peran perimer merupakan perilaku
utama sesorang selama proses kehidupan, meliputi, usia, jenis kelamin dan status
perkembangan. Peran sekuder merupakan peran pelengkap terhadap peran primer
dan status perkembangan seperti anak, istri dan cucu. Sedangan peran tersir
adalah aktivitas dan hobi seperti olah raga, memasak dan organisasi (Roy &
Andrews, 199). Fraktur sebagian besar terjadi pada laki-laki usia produktif dan
dalam tahap perkembangan usia dewasa muda.
Pasien dapat mengalami perubahan pola hidup, perubahan fungsi peran yang
berhubungan dengan penyakit atau kondisi yang dialami. Stimulus fokal masalah
fungsi peran yaitu fraktur atau cedera. Stimulus kontektual yaitu tidak
menjalankan peran di masyarakat dan stimulus residual takut, perasaan malu
menjalankan fungsi peran sehubungan dengan kondisi penyakitnya.
d. Pengkajian Interdpendensi
Pengkajian Interdependensi menggambarkan atau mengidentifikasi pola nilai
menusia, kehangatan, cinta dan memiliki. Proses tersebut terjadi melalui
hubungan interpersonal terhadap individu maupun kelompok. Pada pasien fraktur
dapat memiliki perasaan ketakutan meanarik diri tau timbul masalah reaksi orang
lain. Stimulus fokal cedera, fraktur, hubungan yang sulit dengan orang lain,
stimulus kontektual kurangnya dukungan social, stimulus residual kurangnya
harapan dan keterampilan dalam berintraksi.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
21

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan hasil proses pendapat dalam penyampaian
pernyataan status adapatasi seseorang (Roy & Andrews, 1999 dalam Aligood &
Tomey, 2006). Diagnosa keperawatan ditetapakan dengan cara menghubungkan
perilaku (Behavior) dan stimulus. Tiga hal yang mendukung penetapan diagnose
keperawatan 1) pernyatanaan perilaku dan dengan stimulus yang sangat
mempengaruhi, 2) Suatu ringkasan tentang stimulus yang relevan, 3) Penamaan atau
pemberian label yang meringkaskan pola perilaku ketika lebih dari satu model
dipengaruhi oleh stimulus yang sama.

Sebelum diagnosa keperawatan ditetapkan semua data sudah terkumpul, data


perilaku adalah pengamatan, pengukuran dan laporan subjektif. Disamping itu
pernyataan stimulus fokal, konstektual, dan residual yang mempengaruhi perilaku
tersebut. Setelah dibedakan antara dua hal yaitu data adaptif dan maldaptif.

Diagnose keperawatan yang sering muncul pada kasus pasien fraktur adalah resiko
trauma, nyeri akut, resiko disfunsi nurovaskuler perifer, resiko gangguan gas,
gangguan mobilitas fisik, gangguan integritas kulit/jaringan, resiko infeksi dan
kurang pengetahuan sedangkan pada pasien yang mengalami amputasi akibat fraktur
adalah harga diri rendah situasional, nyeri akut resiko ferfusi jaringan perifer tidak
efektif, resiko infeksi gangguan mobilitas fisik dan kurang pengetahuan (Doenges,
Moorhouse & Murr, 2010).

2.3.3 Tujuan Keperawatan


Tujuan keperawatan ditujukan terhadap perilaku akhir yang dapat dicapai oleh
seseorang. Adaptasi masalah pasien dengan masalah fraktur shaft femur dicatat untuk
indikasi perilaku masalah pasien. Dengan membuat pernyataan perilaku, perubahan
yang diharapkan dan waktu serta gambaran perkembangan individu terhadap proses
adapatasi yang dialaminya, jangka pendek dapat teridentifikasinya hasil perilaku
pasien setelah manajemen stimulus fokal dan kontektual. Keadaan perilaku pasien
diindikasikan dari koping dan subsistem regulator dan kognator.

2.3.4 Intervensi Keperawatan


Rencana intervensi keperawatan bertujuan untuk mengantisipasi stimulus fokal
kontektual dan residual, intervensi difokuskan ketidakmampuan koping manusia atau
tingkat adaptasi dan hilangnya seluruh stimulus dan manusia dalam kemampuan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
22

untuk beradaptasi. Perawat merencanakan intervensi untuk keperawatan spesifik


terhadap gangguan atau stimulus yang dialami pasien. Standar tindakan keperawatan
menurut teori adaptasi Roy.

Tujuan intervensi keperawatan adalah pencapaian kondisi yang optimal, dengan


menggunakan koping yang konstruktif (George, 1995). Intervensi ditujukan pada
peningktan kemampuan koping secara luas. Tindakan diarahkan pada subsistem
regulator (proses fisiologis/biologis) dan kognator (proses pikir, misalnya: perspesi,
pengetahuan, pembelajaran).

intervensi untuk mengurangsi nyeri dan mencegah cedera neurovaskuler dengan


reduksi dan immobilisasi. Bebeapa terapi alternatif yang digunakan untuk
mengurangi nyeri yaitu distraksi, imagery, terapi musik serta mengajarkan tehnik
relaksasi seperti relaksasi nafas. Intervensi terhadap gangguan mobilitas fisik
ditujukan untuk mencegah komplikasi dan membantu meningkatkan kemampuan
meningkatkan mobilisasi. penggunaan kruk dan walker dapat emembantu pasien
dalam meningkatkan pasien dalam ambulasi. (Black & Hawks, 2009). Sedangkan
keperawatan untuk mencegah infeksi pada pasien fraktur dengan menggunakan
tehnik asiptik saat ganti balutan dan irigasi luka. Tanda-tanda vital peniting
dimonitor setiap 4 sampai 8 jam karena peningkatkan suhu dan denyut nadi selalu
mengidikasikan sistemik (Black & Hawks, 2009).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi keperawatan dilakukan bila proses keperawatan telah selesai dilakukan
evaluasi bertujuan perubahan prilaku dibandingkan dengan respon-respon perilaku
yang dihasilkan, bagaimana pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Penetapan
keberhasilan suatu asuhan keperaweatan didasarkan pada perubahan perilaku dari
kriteria hasil yang ditetapkan. Perawat memperbaiki tujuan dan intervensi setelah
hasil evaluasi ditetapkan bila tidak berhasil dapat dilanjutkan. Efektif tidak intervensi
keperawatan tergantung pengkajian perilaku berkaitan dengan manajemen stimulus
pada intervensi keperawatan tersebut (Roy & Andrews, 1999 dalam Aligood &
Tomey, 2006)

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
23

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN SISTEM
MUSKULOSKELETAL

Bab 3 menggambarkan penerapan teori adaptasi Roy pada asuhan keperawatan Tn.W
dengan Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur. Neglected Closed
Fracture Proximal Shaft Femur yang dialami oleh Tn. W berdampak pada mode-
mode kognator dan regulator sebagai mekanisme koping pasien. Asuhan
keperawatan yang diberikan bertujuan untuk menjadikan proses koping bersifat
adaptif. Penulis dalam melakukan asuhan keperawatan pada Tn.W menggunakan
lima langkah asuhan keperawatan yang dimulai dengan melakukan pengkajian
perilaku dan pengkajian stimulus, perumusan diagnosa keperawatan, perumusan
tujuan dan intervensi, pelaksanaan dan evaluasi.

3.1. Deskripsi Kasus Kelolaan Utama


Tn. WA (laki-laki), usia 18 tahun 9 bulan dengan Neglected Closed Fracture
Proximal Shaft Femur, masuk rumah sakit tanggal 20 Maret 2012 dengan keluhan
nyeri dan bengkak pada paha kiri. Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan terjatuh
dari motor dan menabrak pohon 10 hari yang lalu (10 Maret 2012) kemudian pasien
berobat alternatif, akan tetapi tidak ada perubahan pada kaki kiri dan malah semakin
nyeri serta bengkak. Akhirnya pada tanggal 20 Maret 2012, orang tua membawa
pasien ke rumah sakit. Pasien baru tamat SMK, belum bekerja. Kegiatan sehari-hari
sebelum sakit hanya di rumah dan membantu kedua orang tuanya. Selama di rumah
sakit pasien hanya berbaring di tempat tidur dengan terpasang traksi (skin traksi)
dengan beban 4 kg pada kaki kiri. Skala nyeri 9, RR 18 x/menit, TD 110/80 mmHg,
HR 68x/ menit. Hasil laboratorium pada tanggal 20 Maret 2012 antara lain Hb 13.6
g/dL, Hct 42 %, APTT 36,3 detik, kontrol APTT 31,7 detik, leukosit 10.4 ribu/uL,
trombosit 694 ribu/uL, GDS 90 mg/dL, SGOT 23, SGPT 23, Na 148, K 1.94, GDS
90 mg/dL.

Terapi yang sudah didapatkan yaitu operasi pemasangan ORIF broad plate pada
tanggal 28 Maret 2012 pukul 11.00 Wib-15.00 Wib. Tn. W juga mendapatkan terapi
Ketorolac 3x30 mg, Ceftriaxone 2x1 gr, Ranitidine 2x1 ampul.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
24

3.2. Penerapan Model Adaptasi Roy pada Kasus Kelolahan Utama

Penerapan Model Adapatasi Roy pada Tn. W yang mengalami Neglected Closed
Fracture Proximal Shaft Femur dimulai dengan pengkajian saat pre operasi sampai
post operasi. Pengkajian pre operasi dengan menggunakan teori adaptasi Roy
dijabarkan sebagai berikut :
3.2.1. Pengkajian Perilaku dan Pengkajian Stimulus
3.2.1.1 Model Adaptasi Fisiologis
a. Oksigenasi dan Sirkulasi
a) Pengkajian Perilaku
Oksigenasi: bentuk dada simetris, gerakan dada simetris, irama nafas reguler,
retraksi interkosta (-), RR 18 x/menit, nyeri (-), krepitasi (-), emfisema
subkutan (-), bunyi perkusi redup, vesikuler. Sirkulasi: sianosis (-),
konjunktiva tidak anemis, thrill (-), akral hangat, pembesaran jantung (-),CRT
<2 detik, denyut arteri dorsalis pedis (+), bunyi perkusi redup, TD 110/80
mmHg, HR 68x/ menit, bunyi jantung 1, 2 normal. Hasil laboratorium (20
Maret 2012) : Hb 13.6 g/dl, Hematokrit: 42 %, APTT : 36,3, kontrol
APTT 31,7, Trombosit: 694 ribu/µl. Hasil radiologi thorax : normal.
b) Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak ada, stimuls residual
tidak ada. Semua perilaku adaptif.

b. Nutrisi
a) Pengkajian Perilaku
BB 60 kg, TB 160 cm, massa (-), turgor kulit normal, bunyi perkusi timpani,
peristaltik (+) 8 x/menit, mukosa lembab, diit TKTP 3 kali sehari habis
ditambah buah-buahan. Hasil laboratorium (20 Maret 2012) : GDS:90 mg/dL,
SGOT:23, SGPT:23
b) Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak ada, stimulus residual
tidak ada. Semua perilaku adaptif.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
25

c. Eliminasi
a) Pengkajian Perilaku
Pasien mengalami konstipasi, BAB terakhir pada hari Jumat 23 Maret 2011,
konsistensi normal. BAK normal, frekuensi normal, warna normal, pola
teratur, jumlah 700 cc/ hari. Hasil laboratorium fungsi ginjal (20.03.2011) :
Ureum darah:36 Creatinin darah:0.7
b) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal: imobilisasi yang lama. Stimulus kontekstual: pasien
mengeluh nyeri pada kaki kirinya apabila bergerak. Stimulus residual:
perasaan takut dan cemas yang dialami pasien menyebabkan dirinya tidak
mau mobilisasi.
d. Aktivitas dan Istirahat
a) Pengkajian Perilaku
Pasien hanya berbaring di tempat tidur dengan terpasang traksi sebesar 4 kg
pada kaki kiri. Pola tidur teratur 8 jam/ hari, gangguan tidur (-), rentang gerak
terbatas. Pasien mengeluh lelah. Pada pemeriksaan Look: deformitas (+),
shifting (+) Feel: tenderness (+), CRT < 2 detik, move: terbatas akibat nyeri.
Kekuatan otot: 5555 5555
5555 NA

Pemenuhan ADL parsial, makan dibantu, minum, dibantu, berdandan dibantu,


berpakaian dibantu, toileting dibantu.
b) Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal: fraktur tidak dapat memenuhi ADL secara mandiri karena
mengalami keterbatasan gerak dan nyeri. Stimulus kontekstual: terdapat traksi
pada kaki kiri sehingga bila pasien duduk akan mempengaruhi
kontratraksi.Stimulus residual : Perasan takut untuk melakukan aktivitas.
e. Proteksi dan perlindungan
a) Pengkajian perilaku
Suhu tubuh 36,5 oC, akral hangat, terdapat bulae pada tumit dan daerah
poplitea. Hasil laboratorium (20 Maret 2012) : Leukosit:10.4 ribu/µl
b) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal: adanya tekanan dan tarikan disebabkan oleh pemakaian traksi
yang terlalu rapat. Stimulus kontekstual: mengalami fraktur os. Femur sinistra

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
26

serta terpasang traksi 4 kg. Stimulus residual: menggunakan elesatis verban


adesif
f. Sensori
a) Pengkajian Perilaku
Pasien mengeluh nyeri apabila paha kirinya digerakkan, skala nyeri 6-7,
fungsi penglihatan normal, fungsi penciuman normal, fungsi pengecapan
normal.
b) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal: pasien mengalami fraktur pada os. Femur kiri. Stimulus
kontekstual: pergerakan pada kaki kiri menyebabkan kontraksi otot sehingga
mengakibatkan nyeri. Stimulus residual : kurang pengetahuan karena baru
pertama mengalami cedera.
g. Cairan dan Elektrolit
a) Pengkajian perilaku
Intake cairan ±700 cc, output ±800 cc, edema (-), balance cairan (+) 100 cc,
distensi vena jugularis (-). Hasil laboratorium (20 Maret 2012): Na 148
mmol/l, K 1.94 mmol/l. Pada saat operasi tanggal 28 Maret 2012, pasien
dipuasakan 8 jam sebelum pembedahan, intake cairan selama pembedahan
melalui IVFD NS 0.9% 500 cc, PRC 500 cc. Output urine 500 cc dan
perdarahan intraoperasi 600 cc. Produksi drain 600 cc.
b) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal pembatasan pemasukan cairan, stimulus kontekstual rencana
pembedahan, stimuls residual usia, kurang pengetahuan karena pertamakali
dioperasi.
h. Fungsi Neurologi
a) Pengkajian perilaku
Kesadaran compos mentis, GCS:15, kaku kuduk (-).
b) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak ada, stimuls residual
tidak ada. Semua perilaku adaptif.
i. Fungsi Endokrin
a) Pengkajian perilaku
Tiroid normal, pankreas normal, adrenal normal.Hasil pemeriksaan
laboratorium (20.03.12): GDS: 90 mg/dL

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
27

b) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak ada, stimuls residual
tidak ada. Semua perilaku adaptif.

3.2.1.2 Model Adaptasi Konsep Diri


a. Pengkajian perilaku
Pasien berusia 18 tahun yang merupakan tahapan perkembangan usia dewasa,
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dan pasien tinggal bersama orang
tuanya. Pasien yakin bisa sembuh. Pasien berharap supaya cepat sembuh dan
bisa berjalan kembali. Setelah pembedahan, Tn. W direncanakan untuk
ambulasi. Pasien menolak karena takut patah lagi, menolak untuk ambulasi dini.
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal ambulasi dini, stimulus kontekstual aktivitas, stimuls residual
kurang pengetahuan, cemas.

3.2.1.3 Model Adaptasi Fungsi Peran


a. Pengkajian perilaku
Pasien baru tamat SMK, belum mendapatkan pekerjaan. Kegiatan sehari-hari
sebelum sakit hanya di rumah dan membantu kedua orang tuanya. Setelah sakit
pasien harus istirahat sehigga tidak bisa membantu orang tuanya lagi.
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak ada, stimuls residual tidak
ada. Semua perilaku adaptif

3.2.1.4 Model Adaptasi Interdependen


a. Pengkajian perilaku
Pasien tinggal bersama dengan orang tuanya. Orang yang paling dekat dengan
pasien adalah ibu dan adiknya.
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak ada, stimuls residual tidak
ada. Semua perilaku adaptif.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
28

3.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan pada Tn. W berdasarkan teori adaptasi Roy adalah:

3.2.2.1 Model adaptasi fisiologis


Diagnosa keperawatan preoperasi adalah:
a. Gangguan mobilitas fisik b.d kehilangan integritas struktur tulang; nyeri
b. Konstipasi b.d ketidakcukupan aktivitas fisik, ditandai dengan: pasien mengeluh
tidak bisa BAB selama 4 hari
c. Gangguan integritas kulit b.d tekanan, ditandai dengan pasien mengeluh nyeri
pada area sekitar traksi, terdapat bulae pada tumit dan daerah poplitea, nyeri (+)
d. Nyeri b.d cedera, ditandai dengan: pasien mengeluh nyeri bila kaki kirinya
digerakkan,skala nyeri 6-7, gelisah (+).

Setelah menjalani pembedahan tanggal 28 Maret 2012, berdasarkan catatan


perkembangan maka diagnosa keperawatan post operasi pada Tn. W berdasarkan
Teori Adapatasi Roy adalah:

a. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif; perdarahan, pasien


mengeluh haus dan pusing muntah >10 x (50 cc), intake cairan pd tgl 28.03.2012
±500 cc, output ±500 cc, hasil pemeriksaan laboratorium (29.03.2012): Hb:10.1
mg/dL
b. Resiko infeksi b.d gangguan mobilitas fisik, kehilangan integritas struktur tulang
dan nyeri, ditandai dengan: pasien mengeluh nyeri apabila kaki kirinya
digerakkan, pasien mengeluh lelah. skala nyeri 6-7, deformitas (+),
c. Nyeri b.d. cedera, ditandai dengan: pasien mengeluh nyeri bila kaki kirinya
digerakkan skala nyeri 6-7, gelisah (+)

3.2.2.2 Model Adaptasi Konsep diri


Diagnosa yang muncul berdasarkan teori adaptasi roy pada mode konsep diri adalah
sebagai berikut :
Ansietas b.d perubahan status kesehatan ditandai dengan: pasien takut bergerak
karena takut bila tulang kakinya patah lagi, pasien menolak untuk mobilisasi dini.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
29

3.2.3 Penetapan Tujuan


Tujuan yang ingin dicapai terhadap masalah keperawatan yang dialami oleh Tn. W
adalah pasien dapat beradapatasi terhadap gangguan mobilitas fisik, konstipasi,
nyeri, difisit perawatan diri, gangguan integeritas kulit dan cemas. Tujuan jangka
panjang dan jangka pendek yang ingin dicapai pada asuhan keperawatan pada Tn. W
dapat dilihat pada lampiran 2.

3.2.4 Intervensi keperawatan


Intervensi keperawatan terhadapa masalah keperawatan yang dialami Tn. W terdiri
dari intervensi regulator dan kognator, hal ini dapat dilihat pada rencana keperawatan
di lampiran 2

3.2.5 Evaluasi keperawatan


Evaluasi keperawatan untuk melihat perkembangan hasil asuhan keperawatan pada
Tn.W disusun pada di catatan perkembangan hal ini dapat dilihat pada lampiran 3

3.3 Pembahasan berdasarkan Teori Adaptasi Roy

Berdasarkan teori adaptasi roy, masalah keperawatan yang ditemukan pada Tn.W
dijelaskan sebagai berikut:

3.3.1 Model Adaptasi Fisiologis


3.3.1.1 Gangguan mobilitas fisik b.d kehilangan integritas struktur tulang, nyeri.
Respon perilaku yang tidak efektif yang ditemukan pada Tn.W sebagai manifestasi
gangguan mobilitas fisik yaitu pasien mengeluh nyeri apabila kaki kirinya
digerakkan, skala nyeri 6 - 7, deformitas (+), shifting (+), tenderness (+), kekuatan
5555 5555
otot: 5555 NA Gejala yang sering ditemukan pada pasien yang mengalami
gangguan muskuloskeletal yaitu nyeri, kelemahan deformitas, keterbatasan
pergerakan, kekakuan dan krepitasi (Lewis, Heitkemper, Diikssen, O‟Brien &
Bucher, 2007).

Gangguan mobilitas fisik dialami pasien pre operasi dan post operasi, stimulus yang
mempengaruhi gangguan mobilitas sebelum operasi adalah penggunaan traksi yang
mengharuskan pasien immobilisasi sedangkan stimulus gangguan mobilitas fisik
setelah operasi adalah perasaan takut menjalani rehabilitasi sehingga pasien
cenderung untuk tidak melakukan mobilisasi. Salah satu aktivitas regulator untuk

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
30

mengatasi gangguan mobilitas fisik pada Tn. W adalah dengan melakukan latihan
range of motion.

Latihan range of motion dilakukan pada ektrimitas yang sehat maupun yang sakit.
Latihan ROM untuk ektrimitas yang mengalami fraktur dengan dorso fleksi, plantar
fleksi, inversi, eversi, fleksi dan ekstensi jari-jari kaki. Pelaksanaan latihan ROM
dapat meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang, meningkatkan tonus otot,
mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur, atropi, dan resorpsi kalsium
karena tidak digunakan (Doenges, Moorhouse & Murr, 2010).

Pelaksanaan ROM pada Tn. W perlu memperhatikan posisi dan mempertahankan


body alignment tetap baik. Area yang perlu mendapat perhatian adalah area fraktur
yang terpasang skeletal maupun skin traksi. Hal ini dilakukan untuk membantu
untuk membantu penyatuan/ penyambungan tulang yang fraktur (Ignatavicius &
Workmann, 2006).

Aktitifitas lain yang digunakan untuk mengatasi gangguan mobilitas fisik adalah
mengkaji derajat imobilitas, mengajurkan pasien untuk tetap melakukan rentang
gerak pada ektrimitas yang sakit maupun tidak sakit, mengajurkan latihan isometrik,
merubah posisi secara periodik dan mengajarkan nafas dalam serta batuk efektif.
Sebelum operasi, Tn. W dapat melakukan aktifitas range of motion (ROM),
mendemontrasikan ROM yang dilakukan sendiri sampai hari pembedahan. Setelah
menjalani pembedahan, Tn.W dapat mengikuti tahapan mobilisasi mulai dari miring
kiri dan kanan, duduk dalam 24 jam pertama dan duduk dengan kaki menjuntai
(Non Weight Bering). selanjutnya pasien berjalan dengan menggunakan kruk mulai
jarak 2 meter dan ditingkatkan 4 meter dan 6 meter sampai pasien pulang.

3.3.1.2 Konstipasi b.d ketidakcukupan aktivitas fisik.

Respon perilaku tidak efektif sebagai manifestasi konstipasi pada Tn.W yaitu pasien
mengeluh tidak bisa buang air besar selama 4 hari. Stimulus fokal terjadinya
konstipasi pada TN W adalah kurangnya aktivitas. Kurangnya aktifitas fisik dan
pemenuhan akitifitas ditempat tidur dapat mempenyaruhi fungsi gatro intestinal
seperti kehilangan nafsu makan, penurunan peritaltik usus dan penurunan
kemampuan makan dalam posisi supine (Flatcher, 2005).

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
31

Aktivitas regulator terhadap masalah konstipasi pada Tn. W adalah mengkaji pola
eleminasi, mendengarkan bising usus, kolaborasi pemberian obat supositoria dengan
aktifitas kognator menganjurkan diet tinggi serat dan meningkatkan intake cairan.
Diet tinggi serat dapat meningkat konsistensi feces dan meningkatkan pengeluaran
feces (Doenges, Moorhouse & Murr, 2010).

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2 hari, pasien dapat beradaptasi


dengan masalah konstipasi. Pasien buang air besar dengan konsistensi feses lunak,
bising usus 12 x per menit dan pasien melaporkan perasaan nyaman setelah buang air
besar. Konstipasi pada Tn. W hanya dialami saat pre operasi.

3.3.1.3 Gangguan integritas kulit b.d tekanan.

Respon perilaku tidak efektif sebagai manifestasi gangguan integeritas kulit pada
Tn.W yaitu pasien mengeluh nyeri disekitar area traksi, terdapat bulae pada tumit
dan daerah poplitea. Stimulus fokal gangguan integritas kulit adalah tekanan dan
tarikan akibat pemasangan traksi adhessive. Traksi kulit biasanya menggunkan
plester yang direkatkan sepanjang ektrimitas kemudian dibalut dan ujung plester
dihubungkan dengan tali untuk ditarik dengan beban tarikan tidak melebihi 5 kg,
kulit yang lebih tipis dibutuhkan tarikan beban yang lebih kecil (Sjamsuhidajat &
Win de Jong, 2004).

Intervensi yang dilakukan melakukan perawatan kulit dan kemudian mengganti


verban elastisnya dengan noan adhessive, melakukan palpasi jaringan yang di plaster
sebelum dan setalah tindakan, melakukan insfeksi dan perawatan kulit. Bila terdapat
perasaan nyeri tekan dibawa plester menunjukan/diduga adanya iritasi. Infeksi dan
perawatan kulit dilakukan untuk mempertahankan intergeritas kulit (Doenges.
Moorhouse & Murr, 2010).

Setelah dilakukan intervensi selama 2 hari, kondisi kulit mulai kering, tidak ada
bulae, keluahan nyeri tidak ada, pasien dapat beradaptasi terhadap gangguan
integeritas kulit.

3.3.1.4 Nyeri b.d cedera.


Respon perilaku tidak efektif sebagai manifestasi nyeri Tn.W yaitu pasien mengeluh
nyeri bila kaki kirinya digerakkan, skala nyeri 6-7, gelisah (+). adanya keluhan nyeri

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
32

pada area fraktur. pada palpasi dan pergerakan nyeri meningkat, edema (+) di regio
femur sinistra.

Nyeri adalah fenomena universal, dimana hampir setiap orang pernah mengalaminya
(Davis, 2000). Pengalaman nyeri merupakan proses yang komplek, melibatkan
berbagai kejadian baik biokimia (biochemical) maupun elektrikal (electrical) dimulai
dengan: gangguan jaringan (tissue damage), transduksi (transduction), transmisi
(transmission), persepsi (perception), dan modulasi (modulation). Gangguan jaringan
pada pasien ini terjadi akibat suatu gaya/energi mengenai jaringan tubuh. Pada proses
ini jaringan tubuh yang cedera melepaskan zat kimia inflamatori (excitatory
neurotransmitters), seperti histamine dan bradykinin (sebagai vasodilator yang kuat)
yang menyebabkan edema, kemerahan dan nyeri. Selain itu bradykinin juga
menstimulasi pelepasan prostaglandins and substance P, suatu neurotransmitter yang
meningkatkan pergerakan impuls nyeri melewati sinap saraf (Hamilton, 2007).

Akitifitas regulator untuk mengatasi nyeri pre operasi yaitu kaji skala nyeri,
melakukan skin traksi, mempertahankan efektifitas skin traksi, kolaborasi pemberian
anagetik. Aktivitas kognator menjelaskan penanganan nyeri non farmakologik
dengan intervensi edukasi dan menurunkan nyeri. Intervensi edukasi memgang peran
yang sangat baik dalam menontrol nyeri pasien pada 7 hari pertama setelah
pembedahan pada fraktur ektrimitas (Wong, Chan & Chair, 2010). Setelah
pembedahan dilakukan evaluasi dan motivasi pasien untuk melakukan tehnik
relaksasi nafas. Hasil yang didapat pasien dapat beradaptasi terhadap nyeri selama
dalam perawatan.

3.3.1.5 Resiko kekurangan volume cairan. b.d kehilangan cairan aktif; perdarahan.
Respon perilaku tidak efektif pada Tn.W sehingga beresiko mengalami kekurangan
volume cairan setelah menjalani pembedahan yaitu pasien kehilangan darah lebih
dari 500cc selama pembedahan dan adanya muntah 50 cc diikuti dengan intake dan
output 500 cc, pemeriksaan Hb 10.1 mg/dl. Stimulus fokal resiko kekurangan
volume cairan pada Tn.W adalah pendarahan intra operasi, sttimulus kontektual
pasien puasa saat mau operasi dan stimulus residual adalah pengaruh anesthesi
umum.

Penyebab tersering kekurangan volume cairan adalah akibat perdarahan serta muntah
atau diare yang berkepanjangan. Kehilangan volume cairan meyebabkan mekanisme

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
33

kompensasi berupa fase kontriksi dan peningkatan kardiak output. Mekanisme


konpensasi ini terjadi akibat stimulasi sistem saraf simpatis, pelepasan renin
angiotensin, aldesteron, anti diuretic hormone untuk mempertahankan perfusi
jaringan (Black & Hawks, 2009).

Aktivitas regulator untuk mempertahankan adaptasi pada Tn. W yaitu dengan


mengkaji tanda-tanda dehidrasi, monitor intake output, memberikan transfusi PRC
500 cc, minum ±430 cc, memberikan infus ± 1000cc, dan monitor drainase. Cairan
kristaloid berupa normal salin atau RL merupakan terapi pengganti pilihan pada
pasien yang mengalami kekurangan volume cairan, pasien yang mengalami
kehilangan darah yang aktual tidak diberikan 2-3 liter cairan kristaloid sebagai
pengganti tetapi langsung diberikan darah (Black & Hawks, 2009). Hasil yang
didapatkan setelah dilakukan evaluasi, Tn W tidak mengalami kukurangan cairan dan
pasien dapat beradaptasi terhadap resiko kekurangan volume cairan.

3.3.1.6 Resiko infeksi b.d gangguan mobilitas fisik kehilangan integritas struktur
tulang, nyeri.

Respon perilaku tidak efektif pada Tn.W sebagai manifestasi resiko infeksi yaitu
tidak adekuatnya pertahanan primer karena adanya luka pembedahan, adanya
gangguan jaringan akibat dampak pembedahan, dimana pembedahan meninggalkan
luka dengan luas 18 cm di femur sinistra.

Aktivitas regulator untuk mencegah infeksi adalah melakukan insfeksi kulit, merawat
luka, pemberian obat antibiotik. Sedangkan aktifitas kognator menganjurkan pasien
untuk tidak membasahi luka saat mandi dan tidak menyentuh luka dengan tangan.

Perawatan luka secara steril dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan
infeksi. Aktivitas kognator dengan menjurkan untuk tidak membasahi dan tidak
menyentuh luka bertujuan untuk meminimalkan kontaminasi sedangkan pemberian
antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaksis atau dapat ditujukan pada
mikroorganisme khusus (Doenges, Moorhouse & Murr, 2010).

Setelah menjalani perawatan selama 7 hari luka mengalami penyembuhan tidak


terdapat tanda-tanda infeksi dan pasien dapat beradapatasi dengan masalah resiko
infeksi.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
34

3.3.2 Mode Adaptasi Konsep Diri


3.3.2.1 Kecemasan b.d perubahan status kesehatan.
Respon perilaku tidak efektif sebagai manifesestasi kecemasan pada Tn.W yaitu
pasien takut bergerak karena takut bila tulang kakinya patah lagi, pasien menolak
untuk mobilisasi dini. Stimulus fokal kecemasan pada Tn.W yaitu Rehabilitasi post
operasi, stimulus kontekstual post operasi ORIF, stimulus residual kurang
pengetahuan.

Kecemasan pasca operasi merupakan konsekuensi yang sering dialami oleh pasien
yang dapat mempengaruhi tingkat nyeri dan penyembuhan pasien. Kecemasan dapat
berkaitan dengan ketakutan terlibat dalam aktivitas yang memicu nyeri, sehingga
pasien cenderung menghindari aktivitas, fisioterapi dan perawatan diri. Kondisi ini
dapat memperlambat proses rehabilitasi, penyusutan otot (muscle wasting),
kelemahan dengan penurunan daya tahan fisik, kecemasan, depresi dan penurunan
kualitas hidup (Ponzer et al, 2000; Scaf-Klomp et al, 2003; Carr et al, 2005).

Aktivitas regulator untuk mengatasi masalah kecemasan pada Tn. W adalah


mengakaji tingkat kecemasan dengan STAI, sedangkan aktivitas kognator dengan
mengajarkan teknik relaksasi napas dalam dan memberi kesempatan kepada klien
untuk mendiskusikan perasaan/kekuatirannya. Eksplorasi perasaan/kehawatiran akan
membuat pasien merasa berbagi dengan yang lain. Selain itu melalui eksplorasi
perasaan akan dapat diketahui berbagai miskonsepsi/misinterpretasi dan kemudian
meluruskannya, sehingga pasien akan lebih tenang dan menurun kecemasaannya.

Setelah intervensi selama 3 hari, pasien dapat beradaptasi dengan kecemasan. Pasien
mengungkapkan perasaan lebih rileks dan mengikuti program rehabilitasi.

3.4 Analisis Penerapan Teori Adaptasi Roy pada 33 Kasus Kelolaan

Penerapan model adaptasi Roy pada 33 kasus dengan masalah Gangguan sistem
Muskuloskletal telah penulis laksanakan di ruang perawatan GPS Lt 1 dan IV RSUP
F Jakarta. Ketiga puluh tiga kasus tersebut terdiri dari 4 kasus kegansan, 6 kasus
infeksi, 23 kasus trauma yang terdiri dari 18 tauma tanpa komplikasi dan 5 kasus
trauma dengan komplikasi.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
35

3.4.1 Kasus Keganasan pada Gangguan Muskuloskeletal

Keempat pasien yang mengalami kegansan pada kusus gangguan sistem gangguan
muskuloskeltal terdapat pada empat pasien mengalami osteosarkoma di bagian distal
femur berusia, 15 tahun, 16 tahun, 35 tahun dan 53 tahun. Dua orang berjenis
kelamin laki-laki dan 2 orang berjenis kelamin perempuan. Osteosarkoma
merupakan tumor primer maligna, terbentuk pada tulang khusunya dibagian distal
femur kemudian prosimal tibia dan humerus serta di daerah intramedular usia
penderita osteo sarkoma berusia 10- 30 tahun (Black & Hawks, 2009).

Respon perilaku tidak efektif adalah nyeri dengan skala 7-8, pasien mengalami
keterbatsan mobilitas, pembengkakan, teraba hangat pada daerah tumor. Lesi yang
luas pada osteo sarkoma meyebabkan nyeri dan pemebengkakan yang berlansung
singkat, area yang terkena teraba hangat karena terjadi peningkatan vasukarisasi,
bagian pusat dari masa terjadi sklerotik akibat peningkatan aktivitas oteoblast
sedangkan bagian ferifer lembut merupakan pelebaran dari kortek tulang akibat
neoplasma (Ignatavicius & Workman, 2006).

Respon perilaku yang tidak efektif pada pasien keganasan juga ditemukan pada pola
nutrisi. Nafsu makan berkurang, porsi makan tidak dihabiskan, rerata penurunan
berat badan 15 % atau 10-15 kg dari berat badan ideal, pasien mengalami kadar
albumin rerata 3,3 gr/dl dengan kadar HB rerata 6.7 gr. Penurunan berat badan 5-10
persen atau lebih terjadi dalam 6 bulan akibat sindrom metabolik selain itu dapat
disebabkan oleh kurang nya asupan nutrisi, gangguan arsopsi gatrointentinal karena
pengobatan, atau gejala tumor serta kateabolik serti penyakit kronis. Penurunan berat
badan, hemoglobin dan albumin merupakan gejala ketidakseimbangan nutrisi.
Malnutrisi yang berkepanjangan merupakan prediktor terhadap outcome yang jelek
terhadap pasien kanker termasuk oteosarkoma (Cameron atal;2010)

Selain perilaku adaptasi fisiologis yang tidak efektif, pasien juga menunjukkan
respon perilaku yang tidak efektif pada mode adaptasi psikologis. Pasien mengalami
cemas karena tindakan amputasi yang akan dijalani. Masalah keperawatan yang
ditemukan pada pasien yang mengalami keganasan pada gangguan muskuluskeletal
adalah nyeri akut, gangguan mobilitas fisik, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, gangguan fungsi peran, dan kecemasan. Pasien tidak dapat
beradaptasi dengan kondisi yang dialami.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
36

3.4.2 Kasus Infeksi pada Gangguan Sistem Muskuloskeletal


Kasus infeksi pada gangguan sistem muskuloskeletal terdiri dari 2 kasus oteo atritis
dan 4 kasus spondiilitis TB. Pada kedua pasien yang mengalami oeteoatritis, kedua
pasien berjenis kelamin laki-laki masing masinga mempunyai riwayat fraktur terbuka
1.5 dan dua tahun yang lalu. hal ini disebabkan pasien sewaktu akan dilakukan
operasi di rumah sakit terbentur masalah biaya sehingga memutuskan untuk
menjalani pengobatan alternatif

Respon perilaku yang tidak efektif pada pasien yang mengalami osteo atritis post
trauma adalah nyeri, keterbatasan aktivitas, luka menahun, penojonan tulang pada
luka terbuka. Pasien yang mengalami oteoatritis yang besipat menahun, kadang
mengeluhkan cairan yang keluar dari luka kadang disertai demam dan nyeri local
yang hilang timbul pada daerah ektrimitas (Rasjad,(2007).

Stimulus yang mempengaruhi nyeri dan gangguan mobilitas fisik pada pasien yang
mengalmi osteo atritis adalah cedera traumatic, proses infeksi, kurang pengetahuan
dan kecemasan. Proses infeksi pada tulang akan menghambat terjadinya resulosi dan
penyembuhan tulang yang normal, infeksi akibat fraktur terbuka merupakan infeksi
yang paling sering ditemukan pada orang dewasa, terjadi kerusakan jaringan,
kerusakan pembuluh darah, edema, hematom dan adanya hubungan fraktur dengan
dunia luar (Rasjad, 2007). Atritis traumatik biasanya berkembang setelah
menagalami fraktur atau cedera sendi yang terbuka, (Black & Hawks, 2009).

Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien osteoatritis dalam karya ilmiah
ini yaitu nyeri, gangguan mobilitas fisik, kecemasan, resiko infeksi, gangguan peran.
Selain oteoatritis, infeksi pada gangguan sistem muskuloskelatal yang ditemukan
adalah spondilitis.

Respon perilaku tidak efektif yang dialami oleh pasien dengan spondilitis yaitu
pasien mempunyai riwayat batuk, spastic, konstipasi,restensi urine dan paraplegi.
Gangguan saraf sensoris dan motorik disertai gangguan defikasi dan miksi lebih
mudah terjadi pada spondilitis yang mengenai vertebra torakalis karena mempunyaai
kanalis spinalis yang lebih kecil (Rasyad, 2007). Salah satu gangguan motorik adalah
paraplegi. Gangguan parapelegi kebanyakan pada traktus motorik yang diawali
dengan keluhaan kaki terasa kaku, lemah dan penurunan koordinasi tungkai.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
37

Paraplegi terjadi karena odem sekitar abses para spinal atau karena kompresi
(Sjamsuhidayat & Wim de Jong, 2004).

Hasil pengkajian stimulus yang ditemukan pada pasien yang mengalami spondilitis
yaitu terjadi nyeri akibat spondilitis, imobilisasi dan infeksi kronis yang bersifat
destruktif yang sering terjadi pada tulang belakang adalah spondidlitis tuberkulosa
yang merupakan infeksi sekuder dari tempat lain. Tuburkolosis spondilitis umumnya
terjadi pada daerah verterbera torakal bawah dan lumbal atas sehingga diduga adanya
infeksi sekunder traktus urinarius yang penyembarannya melalui fleksus Batsoon
pada vena paravetbralis (Rasyad, 2007).

Diagnose keperawatan yang ditemukan pada pasien infeksi musculoskeletal karena


spondilitis adalah selain diagnosa tersebut, juga ditemukan diagnose resiko infeksi,
gangguan eliminasi urine dan bowel, ketidak seimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, cemas dan kurang pengetahuan

3.4.3. Kasus trauma pada gangguan muskuloskeletal

Kasus trauma muskuloskeletal meliputi 23 kasus yang terdiri dari 18 kasus tauma
tanpa komplikasi yang seluruhnya merupakan fraktur ektrimitas bawah, sebagian
besar fraktur femur dan 5 kasus trauma dengan komplikasi yang merupakan cedera
medula sepenalis. Seluruh kasus taruma dalam karya ilmiah ini disebabkan oleh
kecelakan lalu lintas.

Respon perilaku yang tidak efektif pada pasien yang mengalami fraktur yaitu nyeri,
ROM terbatas, adanya luka akibat cedera atau post operasi, edema, takut akan
menghadapi operasi, sering mengeluh ketidaknyaman dalam posisi tidur akaibat
fraktur, tidur kurang, adanya perdarahan. Pasien fraktur biasanya datang kerumah
sakit dengan keluahan nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak,
kelainan gerak, deformitas, krepitasi atau datang dengan gejala yang lain (Rajad,
2007).

Respon perilaku nyeri pada fraktur terjadi akibat cedera jaringan lunak adalah cedera
otot dan ligamen atau akibat perdarahan dan edema pada sisi cedera. Nyeri dapat
dievaluasi dengan menggunakan skala nyeri 0-10. Pasien yang mengalami nyeri

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
38

dianjurkan untuk istirahat, kompres es pada area cedera, kompresi dan elevasi
ekstremitas yang mengalami cedera (LeMone & Burke, 2006).

Nyeri hebat yang dialami pasien fraktur menyebabkan penilaian pergerakan tidak
boleh dilakukan secara kasar. Selain itu, perherakan dapat menyebabakan kerusakan
jaringan lunak seperti pembuluh darah dan syaraf. ROM terbatas pada pasien fraktur
dinilai dengan mengajurkan pasien untuk menggerakan secara aktif dan pasif sendi
bagian proximal dan distal daerah yang mengalami cedera (rasjad, 2007). Cedera
tulang panjang dapat menyebabkan perdarahan.

Perdarahan yang banyak pada fraktur tulang panjang dapat mengakibatkan shcok.
Shok hipovolemik merupakan salah satu komplikasi dari shafrft femur akibat
kehilanganan darah 1-1,5 liter. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah emboli
lemak, dislokasi pinggul atau lutut, atropi otot dan kerusakan ligamen (LeMone,
Burke, 2006), penganan fraktur dengan traksi untuk memisahkan fragmen tulang dan
imobilisasi fraktur tergantung pada lokasi, beratnya fraktur (LeMone & Burke,
2006). Jenis traksi tergantung pada lokasi dan beratnya fraktur. Fraktur yang dapat
diatasi dengan traksi ialah patah tulang introhanter, subtrokanter, fraktur diafisis,
oblik, segmental, dan komunitif, serta patah tulang supracondiler tampa dislokasi
berat, dan patah tulang kondilius femur, cara ini biasanya berhasil mempertautkan
fraktur femur yang paling penting adalah latihan otot dan gerakan sendi.(
Sjamsuhidajat dan Wim de jong, 2004)

Respon perilaku tidak efektif pada pasien yang mengalami cedera medula spinalis
yaitu parapelgi, incontenesia urin, ganggauan BAB. Spinal cord merupakan alat
penghubung antara pons dengan sakral untuk mengontrol eliminasi urine. Spinal
yang intak akan menyebakan eleminasi urine yang normal ketika terjadi injuri pada
spinal cord maka pola eminasi urine akan mengalami gangguan.

Sebagian besar pasien yang mengalami trauma muskuloskletal membutuhan transfusi


darah akibat kehilangan darah post trauma. Pemberian transfuse darah dapat
menyelamatkan klien dari kematian karena dengan adanya tranfusi darah berarti
oksigenasi dan penyembuhan luka baik (DeChristopher et al, 2010).

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
39

Stimulus yaang ditemukan pada kasus trauma muskuloskletal yaitu fraktur, cedera,
perdarahan, diaganosa keperawatan pada kasus trauma muskuloskeltal yaitu nyeri,
gangguan mobilitas fisik, cemas propse operasi, resiko infeksi.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
40

BAB 4
PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PADA GANGGUAN SISTEM
MUSKULOSKELETAL

Bab ini menguraikan tentang evendince based nursing tentang intervensi idukasi
untuk mengurangi nyeri dan kecemasan pada pasien dengan trauma muskulosekletal.
Trauma muskuloskeletal merupakan penyebab umum pasien dirawat di rumah sakit.
Fraktur paling sering diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dan
cedera olahraga, dimana pembedahan fiksasi internal berupa paku (nail), sekrup, plat
atau kawat untuk memfiksasi ekstremitas menjadi terapinya. Seluruh prosedur ini
dapat mengakibatkan stres pada pasien. Pasien dengan fraktur ekstremitas dapat
mengalami nyeri dan kecemasan yang hebat setelah mengalami cedera atau telah
menjalani operasi. Kecemasan yang timbul akibat trauma, biasanya melampaui batas
kendali pasien, dapat dapat mengakibatkan ketidakstabilan psikologis (Wong, Chan
& Chair, 2010).

Beberapa penelitian seperti penelitian dari Ponzer et al, 2000; Scaf-Klomp et al,
2003; Carr et al, 2005) telah menegaskan bahwa kecemasan pasca operasi
merupakan konsekuensi yang sering dialami oleh pasien dan mempengaruhi tingkat
nyeri dan kesembuhan pasien. Kecemasan dapat berkaitan dengan ketakutan terlibat
dalam aktivitas yang memicu nyeri. Sehingga pasien cenderung menghindari
aktivitas, fisioterapi dan perawatan dirinya. Hal ini dapat mengarah kepada
perlambatan proses rehabilitasi, penyusutan otot (muscle wasting), kelemahan
dengan penurunan daya tahan fisik, kecemasan, depresi dan penurunan kualitas
hidup. Sehingga timbul tuntutan dan kebutuhan untuk membantu pasien mengatasi
nyeri dan kecemasan yang dialaminya setelah operasi.

Kecemasan sangat sering terjadi pada pasien yang mengalami trauma dan
pembedahan muskuloskeltal, dimana edukasi (pendidikan) preoperatif sangat
bermanfaat untuk memperbaiki kondisi fisik dan psikologis pasien. Tujuan intervensi
edukasi preoperatif pada pembedahan orthopedi adalah untuk mempersiapkan pasien
menjalani operasi dan memperbaiki outcome pasien, meliputi pengetahuan tentang
program pembedahan dan rehabilitasi, kontrol nyeri, penurunan kecemasan, dan
masa rawat (length of stay) di rumah sakit. Metode untuk memberikan edukasi
preoperatif sangat bermacam-macam, bahkan ada yang berupa informasi audio-tape

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
41

atau video-tape. Beberapa penelitian sebelumnya telah menfokuskan penigkatan


pengetahuan tentang pembedahan, komplikasi yang mungkin terjadi, latihan,
rehabilitasi bagi pasien yang menjalani operasi seperti operasi penggantian paha atau
lutut. Belum banyak penelitian yang melaporkan tentang kerangka teori intervensi,
oleh karea itu cukup sulit untuk menginterpretasi temuan-temuan penelitian tersebut
(Wong, Chan & Chair, 2010)

4.1 Hasil Journal Reading (Critical Review)

Berdasarkan hasil penelusuran literatur didapatkan jurnal tentang intervensi edukasi


untuk mengurangi nyeri dan kecemasan. Hasil penelusuran tersebut diuraikan
sebagai berikut:

a. Artikel 1 dengan judul : ”The effect of educational intervention on pain beliefs


and post operative pain relief among Chinese with fractured limbs” oleh Wong,
Chan & Chair (2010). Penelitian ini dilaksanakan pada dua rumah sakit regional
terbesar di Hongkong yang memberikan perawatan akut pada 1.600.000 populasi.
Enam ruangan orthopedi dan trauma dari kedua rumah sakit tersebut dilakukan
randomisasi dengan melakukan penarikan lot, dengan tiga rungan pada setiap
kelompok. Ruangan-ruangan ini memiliki karakteristik pasien yang sama, staf,
protokol terapi dan protokol manajemen nyeri yang sama sebagaimana diatur
oleh Peraturan Rumah Sakit Hongkong.

Pasien yang dilibatkan dalam penenlitian ialah pasien yang mampu ambulasi
sebelum operasi, memiliki diagnosis media trauma muskuloskeletal pada salah
satu ekstremitas yang akan menjalani operasi. Pasien dieksklusi dari penelitian
jika mengalami fraktur tulang kepala, fraktur iga, status hemodinamik tidak
stabil, memiliki riwayat nyeri kronik sebelumnya atau mengalami gangguan
mental dan kognitif. Sampel pada penelitian ini sebesar 226, dimana hanya 125
yang mengikuti seluruh rangkaian penelitian, 62 pasien pada kelompok
eksperimen dan 63 pasien pada kelompok kontrol.

Intervensi edukasi bertujuan untuk mengurangsi nyeri dan kecemasan. Tingkat


nyeri diukur dengan visual analogue scale (VAS) berupa garis 100 mm pada
selembar kertas dengan kata „tidak nyeri pada salah satu ujung garis dan “nyeri
sekali” pada satu ujungnya lagi. VAS ialah alat ukur valid untuk menilai nyeri

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
42

dan sensitif terhadap perubahan persepsi nyeri. Sedangkan tingkat kecemasan


diukur dengan menggunakan State-Trait Anxiety Inventory (STAI). Instrumen ini
terdiri atas 20 item pernyataan bertipe Likert rentang 4 poin, dimana skor
penilaian mulai dari tidak cemas sama sekali hingga sangat cemas. Total skor
dimulai dari 20 sampau 80, dengan skor yang tinggi menunjukkan tingkat
kecemasan yang lebih tinggi pula.

Jumlah pasien yang mengikuti penelitian ini hingga tuntas sebanyak 125 pasien
(kontrol, n=63; eksperimen, n=62). Kelompok eksperimen dilaporkan secara
signifikan mengalami penurunan tingkat nyeri, penurunan kecemasan dan yang
lebih baik selama menjalani hospitalisasi (sebelum operasi hingga hari ke-7), jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Tidak terdapat kebermaknaan secara
statistik efek pada lama rawat antara kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen. Pada evaluasi bulan ke-3, secara statistik tingkat kecemasan
ditemukan lebih rendah pada kelompok eksperimen.

b. Artikel 2 dengan judul: “ Effect of preoperative education on patient outcomes


after joint replacement surgery” oleh Kearney, Jennrich, Lyons, Robinson &
Berger (2011) yang bertujuan untuk membedakan lama hari rawat, komplikasi,
rentang waktu ambulasi dan skor nyeri. Penelitian ini dilakukan terhadap 150
yang terdiri dari 60 persen laki dengan usia rata-rata 60 tahun. 77 partisipan (51
%) mengikuti edukasi pre operasi di ruangan dan 73 (49 %) tidak berada di
suangan. Metode alternative pre operasi yang digunakan adalah pencarian secara
online melalui websaite, kursus online menuliskan informasi yang di dapat dari
dokter, informasi pre operasi dari perawat dan lain-lain.

Usia, jenis kelamin dan jenis pembedahan homogen diantara kedua kelompok.
Hasil analisis melaporkan bahwa terdapat dua perbedaan yang signifikan antara
pasien yang mengikuti edukasi di ruangan dan yang tidak mengikuti edukasi
didalam ruangan, pasien yang yang mengikuti eduksi pre operasi di ruangan
merasakan persiapkan oprrasi lebih baik (p=0,002) dan mereka juga merasa
mampu mengontrol nyeri setelah pembedahan (p=0,001).

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pasien yang mendapatkan edukasi pre
operasi diruangan merasakan persiapan opersi lebih baik dan kemapuan
mengontrol nyeri yang lebih baik setelah pembedahan Tidak ditemukan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
43

perbedaaan yang signifikan lama hari rawat, waktu ambulasi dan tingkat nyeri
antara kelompok yang mendapatkan intervensi edukasi preoperasi di ruangan dan
di luar ruangan.

c. Artikel 3 dengan judul “ Efectiveness of an educational intervention on levels of


pain, anxiety and self-efficacy for patients with musculoskeletal trauma” oleh
Wong, Chan & Chair (2009) yang meneliti tentang intervensi idukasi terhadap
125 pasien fraktur ektrimitas di dua rumah sakit regional di hongkong.
Responden dibagi menjadi 2 kelompok yang terdiri dari 62 orang kelomnpok
eksperimen dan 63 kelompok control yang semuanya mempunyai data
karateristik demograpi yang homogen, menggunakan metode pretes dan postest.

Intervensi edukasi dilakukan selama 30 menit yang memberikan informasi


tentang nyeri, strategi koping dan latihan relaksasi napas. Pengkajian nyeri,
kecemasan, self-efficacy, analgetik yang digunakan dan lama hari rawat dinilai
sebelum pembedahan, hari ke-2, hari ke-4, hari ke-7, 1 bulan dan 3 bulan setelah
pembedahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi edukasi selama 30
menit dapat menurunkan nyeri, kecemasan dan meningkatkan kualitas tidur
selama minggu pertama setelah pembedahan.

Berdasarkan ketiga artikel diatas, penulis memilih unutuk menerapkan EBN dengan
judul ”The effect of educational intervention on pain beliefs and post operative pain
relief among Chinese with fractured limbs” oleh Wong, Chan & Chair (2010) dengan
pertimbangan penelitian ini menggunakan quasi-experimental design, perekrutan
subyek menggunakan randomisasi baik subyek yang menjadi kelompok intervensi
maupun kelompok kontrol. Metode intervensi edukasi mudah diaplikasikan dan
terbukti secara signifikan dapat mengurangi nyeri dan kecemasan pada pasien yang
mengalami fraktur ekstremitas bawah.

4.2 Praktek Keperawatan Berdasarkan Pembuktian

4.2.1 Penerapan EBN

Penerapan evidence based nursing (EBN) ini akan dipilih pasien dengan trauma
muskuloskeletal yang akan menjalani operasi orthopedi dengan beberapa kriteria
yaitu pasien mampu berkomunikasi dengan baik, pasien yang mampu ambulasi
sebelum cedera, memiliki diagnosis medis trauma muskuloskeletal pada salah satu

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
44

ekstremitas dan akan menjalani pembedahan serta bersedia dievaluasi pada hari ke-2,
ke-4 dan ke-7 setelah menjalani pembedahan.

Pasien yang mengalami mengalami fraktur tulang kepala, fraktur iga, status
hemodinamik tidak stabil, memiliki riwayat nyeri kronik sebelumnya atau
mengalami gangguan mental dan kognitif tidak diikutsertakan dalam penerapan EBN
ini.Penerapan EBN dilakukan di ruang rawat inap Orthopedi Rumah Umum Pusat
Fatmawati Jakarta yang pelaksanaannya minggu ke 1 bulan april s/d minggu ke 1
bulan Mei 2012. Penerapan EBN ini dilakukan setelah mengajukan proposal ke
ruangan yang dituju, mengadakan sosialisasi di ruangan dan memeproleh izin untuk
melakukan penerapan EBN.

Intverensi edukasi ini dilakukan terlebih dahulu dengan mengdentifikasi pasien yang
akan dilakukan operasi orthopedi, melakukan pengkajian/pengukuran tingkat nyeri
dan kecemasan, memberikan intervensi edukasi selama 30 menit, dimana materi
terdiri atas : pendahuluan selama 5 menit, manfaat manajemen nyeri selama 10
menit, demonstrasi dan redemonstrasi teknik menurunkan kecemasan selama 10
menit, memberikan reinforcement positive terhadap kemempuan pasien dalam
mengontrol nyeri dan kecemasan selama 5 menit. Pengkajian ulang nyeri dan
kecemasan dilakukan pada paska operasi hari ke 2, hari ke 4 dan hari ke 7.

Hasil penerapan evidence-based nursing (EBN) terhadap 14 orang pasien terdiri


dari 7 orang yang dilakukan intervensi dan 7 orang kasus kontrol. Semua responden
mengalami fraktur ekstrimitas bawah karna mengalami kecelakaan lalu lintas. Umur
rerata kelompok kontrol 25.57 tahun sedangkan pada kelompok intervensi rerata
umur 30.86 tahun. Sebagian besar kelompok kontrol berjenis kelamin laki-laki
(71,5%) dan seluruh kelompok intervensi berjenis kelamin laki-laki. Seluruh
responden kelompok kontrol berpendidikan SMA sedangkan pada kelompok
intervensi sebesar 71,4 % yang berpendidikan SMA. Status perkawinan antara
kelompok kontrol dan intervensi memiliki proposi yang sama dan sebagaian besar
belum menikah yaitu 57,1%. Status pekerjaan reponden bervariasi sebagian besar
kelompok kontrol bekerja sebagai tukang ojek yaitu 28,6 % sedangkan kelompok
intervensi sebagaian besar pegawai swasta yaitu 57.1 %.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
45

Rerata penurunan nyeri pada kelompok intvensi dan kontrol dapat dilihat sebagai
berikut :
Gambar 5.1 Rerata Penurunan Nyeri Kelompok Intervensi

Gambar 5.1 menunjukan bahwa skor nyeri pada kelompok intervensi hari pertama
sehari sebelum pembedahan sebesar 54.8 mengalami penurunan pada hari kedua post
operasi menjadi 45, dan terus mengalami penurunan pada hari ke 4 sebesar 27.6
hingga mencapai 23.6 pada hari ke 7 setelah pembedahan.

Gambar 5.2 Rerata Penurunan Nyeri Kelompok Kontrol

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
46

Gambar 5.2 menunjukan bahwa skor nyeri pada kelompok kontrol hari pertama
sehari sebelum pembedahan sebesar 59.8 mengalami penurunan pada hari kedua post
operasi menjadi 43, namun mengalami peningkatan pada hari ke 4 sebesar 46.6 dan
kembali mengalami penurunan pada hari ketujuh.

Gambar 5.3 Perbandingan Nyeri Kelompok Kontrol dan Intervensi

Gambar 5.3 menujukan perbandingan nyeri kelopok kontrol dengan intervensi.


Rerata skor nyeri pada kelompok intervensi dan kontrol pre operasi dan dua hari
setelah pembedahan hampir sama tetapi pada hari ke empat dan ketujuh menujukan
bahwah skor nyei pada kelompok intervensi lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok kontrol

Selain menurunkan nyeri , tehnik relaksasi nafas juga dapat menurunkan kecemasan.
Hal ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
47

Gambar 5.4 skor Ansietas kelompok intervensi

Gambar 5.4 menujukan skor kecemasan pada kelompok intervensi pada pre op
sebesar 51.6 mengalami penurunan pada hari ke dua 43.97 dan hari ke 4 sebesar 37,9
pada hari ke tujuh sebesar 35.5. data ini menujukkan bahwa terjadi penurunan skor
kecemasan dari hari pre operasi sampai dengan hari ke 7 setelah pembedahan.

Gambar 5.5 skor Ansietas kelompok kontrol

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
48

Gambar 5.5 menunjukan skor kecemasan pada kelompok kontrol pada pre operasi
sebesar 55.37, mengalami penurunan pada hari ke 2 sebesar 52.38, mengalami
penurunan pada hari ke3 samapi dengan ke tujuh.

Gambar.5.6 Perbandingan Kecemasan antara Kelompok Kontrol dan Intervensi

Gambar 5.6 menunjukan perbandingan kecemasan antara kelompok kontrol dan


kelompok intervensi. Rerata skor kecemasan pada kedua kelompok mengalami
penurunan tetapi skor kecemasan pada kelompok intervensi mengalmi penurunan
yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol.

4.2.2 Hambatan dan Pemecahan


Intervensi edukasi sulit diberikan pada pasien kondisi akut karena pasien belum siap
menerima informasi akibat nyeri berat, sehingga intevensi edukasi sebaiknya
diberikan bersamaan dengan pemberian analgetik. Pemahaman pasien tentang tehnik
relaksasi nafas kurang, sehingga tehnik relaksasi diajarkan secara berulang dan
membutuhkan pendampingan dalam melakukan tehnik relaksasi

4.2.3 Rekomendasi
Penggunaan tehnik relaksasi nafas sangat berguna dalam penurunan nyeri dan
kecemasan sehingga dapat dijadikan intervensi keperawatan dalam menurunkan
nyeri dan kecemasan dan dapat digunakan dalam membuat asuhan keperawatan.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
49

Tehnik relaksasi nafas ini dapat digunakan oleh perawat dalam mengatasi nyeri dan
kecemasan pada pasien yang akan mengalami pembedahan pada kasus
muskuloskletal.

4.3 Pembahasan

Reponden yang berpatisipasi dalam penerapan EBN ini, semuanya mengalami


fraktur ekstrimitas bawah karena kecelakanan lalu lintas, hal ini sesuai dengan data
dari PERKI (2001), sebayak 80 % pasien yang masuk ke rumah sakit karena
kecelakaan lalu lintas. Rerata usia masih tergolong usia produktif yang memiliki
mobilitas tinggi dan menggunkan kendaraan bermotor unutuk berbagai kepentingan
termasuk bekerja.kecelakaan lalu lintas menyebabkan fraktur. Fraktur paling sering
diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dan cedera olahraga, dimana
pembedahan fiksasi internal berupa paku (nail), sekrup, plat atau kawat untuk
memfiksasi ekstremitas menjadi terapinya. Seluruh prosedur ini dapat
mengakibatkan stres pada pasien. Pasien dengan fraktur ekstremitas dapat
mengalami nyeri dan kecemasan yang hebat setelah mengalami cedera atau telah
menjalani operasi. Kecemasan yang timbul akibat trauma, biasanya melampaui batas
kendali pasien, dapat dapat mengakibatkan ketidakstabilan psikologis (Wong, Chan
& Chair, 2010).

Nyeri yang dialami responden kelompok kontrol dan kelompok intervensi cukup
tinggi walaupun sudah di kontrol dengan anagesik. nyeri pada ektrimitas bawah
selain disebabkan oleh cedera jaringan juga dapat disebabkan oleh asam laktat akibat
metabolime an aerob yang terjadi karena penurunan sirkulasi dan oksigen jaringan.
Relaksasi nafas merupakan tindakan yang secara tidak langsung dapat menurunkan
asam laktat dengan cara meningkatkan suplai oksigen dan menurunkan kebutuhan
oksigen di ektrimitas, sehingga terjadi keseimbangan oksigen di daerah ektrimitas.
relaksasi nafas dapat menstimulasi respon syaraf otonom melaluli pengeluaran
neurotransmitter endotropin yang berefek pada penurunan syaraf simpatis dan
peningkatan respon parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis meningkatkan aktivitas
tubuh, sedangkan repon parasimpatis lebih banyak menurunkan aktivitas tubuh atau
relaksasi sehingga dapat menurunkan metabolic (velkumary &madanmohan, 2004).
Peningkatan situmasi saraf simpatis dan penghambatan stimulasi syaraf simpatis
pada relaksasi nafas juga berdampak pada vasodilatasi pembuluh darah ke ektrimitas

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
50

cedera yang memungkinkan suplai oksigen lebih banyak sehingga perfusi jaringan ke
ektremitas yang cedera diharapkan lebih adekuat (Denise, 2009)

Upaya yang dilakukan untuk mengurangi nyeri pada pasien adalah tehnik relaksasi
nafas. Hasil penerapan EBN ini menunjukan pasien dengan kelompok intervensi
penurunan nyeri lebih baik dari kelompok kontrol pada hari ke tujuh setelah
mengalami pembedahan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
McDonald et al (2004) dan Johansson et al (2004) menunjukkan bahwa intervensi
edukasi memiliki efek yang positif terhadap manajemen nyeri setelah pasien
menjalani pembedahan pada kelompok eksperimen mengalami penurunan nyeri dan
kecemasan yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol pada hari ke 7
pertama setelah pembedahan. menjalani pembedahan. Penelitian yang dilakukan
oleh Havener (2004) untuk melihat efek intervensi edukasi perawat pada persepsi
nyeri dan kepuasan pasien yang dirawat di ruang pasca operasi, menunjukkan bahwa
pasien yang diberi intervensi edukasi mengalami skor nyeri yang lebih rendah dan
tingkat kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Penelitian yang dilakukan oleh Wong, Chan dan Chair (2010) pada 125 pasien
fraktur tungkai (62 pasien eksperimen dan 63 pasien kontrol) dengan metode quasi-
experimental untuk menilai efektifitas intevensi edukasi terhadap kepercayaan nyeri
penurunan nyeri pasca operatif, menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen
mengalami penurunan nyeri yang signifikan (p=0,03).

Hal yang berbeda ditemukan pada kelompok kontrol yang mengalami peningkatan
nyeri pada hari ke 4 post operasi, hal ini dipengaruhi efek analgetik dan rehabilitasi
tampa disertai dengan manajemen nyeri. Respon nyeri juga dapat dipengaruhi oleh
kecemasan.

Kecemasan sangat sering terjadi pada pasien yang mengalami trauma dan
pembedahan muskuloskeletal. Hal ini juga ditemukan pada pasien yang
berpartisipasi dalam penenerapan EBN. Hasil yang ditemukan pada kelompok
iuntervensi mengalami penurunan kecemasan yang lebih baik dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Relaksasi nafas dapat menurunkan stressyang pada saat stress dan
cemas saraf simpatis akan disetimulasi sehingga meningkatkan produksi kortisol dan
adrenalin yang dapat mengganggu metobolisme ektrimitas dan endokrin. Relaksasi
nafas merupakan jalan yang cepat untuk mengaktifkan saraf parasimpatis yang

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
51

disebut respon relaksasi (Pick,1998). Hasil penelitian Burke and marconett (2008)
juga menunjukkan rekasasi nafas meningkatkan aktivasi saraf parasimpatis yang
mempunayai efek yang signifikan untuk menurunkan repiratory rate, konsumsi
oksigen, pengeluran karbondioksida.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
52

BAB 5
KEGIATAN INOVASI PADA GANGGUAN SISTEM
MUSKULOSKELTAL

Bab ini menguraikan tentang kegiatan inovasi yang dilakukan di ruang perawatan
GPS lantai I Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.

5.1 Analisis Situasi

Inovasi keperawatan dalam karya ilmiah merupakan lanjutan dari kegiatan EBN
tentang intervensi edukasi dalam menurunkan nyeri dan kecemasan pada pasien
trauma ekstremitas bawah pada gangguan sistem muskuloskeletal. Intervensi edukasi
menggunakan pendekatan pembelajaran untuk meningkatkan pengetahuan dan
merubah perilaku. Penggunaan pendekatan pembelajaran yang menguatkan
(empowerment) memungkinkan pasien menjadi lebih percaya diri terhadap
kemampuannya untuk menjalankan tugas-tugas perioperatif dan menjadikan pasien
menjadi bagian yang lebih terintegrasi dalam proses pengajaran (Pellino et al, 1998).

Pendidikan (edukasi) pasca operasi yang dilakukan oleh perawat harus diperbaiki,
karena edukasi dibutuhkan untuk pencapaian manajemen pasca operasi yang lebih
baik. Edukasi yang diperlukan meliputi tiga area yaitu: (1) pengetahuan, sikap dan
pemberian analgesik, (2) pengkajian manajemen pasca operasi dan (3) variasi budaya
dan etnik dalam menyikapi nyeri (Grinstein-Cohen, 2009).

Fenomena di ruang perawatan orthopedi di Rumah Sakit Fatmawati ditemukan


perawat telah melakukan pendidikan keperawatan kepada pasien orthopedi yang
akan menjalani operasi, namun outcome yang diharapkan berupa penurunan tingkat
nyeri dan kecemasan tidak tercapai dengan optimal. Pendidikan kesehatan diberikan
berbeda-beda antar setiap perawat tanpa standar metode dan materi yang baku.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Watson-Miller (2004) bahwa perawat dapat
saja memiliki interpretasi yang berbeda dalam pengkajian pasca-operasi sehingga
tindakan yang mereka berikan pun bisa jadi sangat berbeda. Pengetahuan yang
dimiliki oleh perawat akan mengarahkan perawat dalam mengkaji maupun
memberikan tindakan pasien posca operatif, termasuk dalam hal pemberian
pendidikan kesehatan, dimana setiap perawat akan memberikan pendidikan
kesehatan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu ditemukan pula,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
53

pasien-pasien tidak terlibat secara maksimal terhadap aktivitas pengobatan dan


perawatan yang sedang dijalaninya, karena ketakutan untuk bergerak karena rasa
nyeri yang dialami, kekurangtahuan tentang apa yang harus dilakukan setelah
operasi, dan keterampilan/prosedur apa yang bisa dilakukan untuk menurunkan nyeri
dan kecemasan.

Temuan fenomena ini, dibenarkan oleh Chetty dan Ehlert (2009) bahwa pasien yang
menjalani operasi orthopedi akan mengalami ketakutan dan kecemasan karena pasien
tidak mengetahui apa yang akan dijalaninya. Informasi preoperatif membantu pasien
menjadi lebih paham tentang apa yang bakal dijalaninya dan memungkinkan perawat
untuk belajar tentang pasien dan membangun hubungan dan kepercayaan dan baik ke
pasien sebelum pasien diantar ke ruang operasi. Pembelajaran preoperatif
menurunkan kecemasan dan ketakutan pasien, meningkatkan kerjasama dan
partisipasi pasien selama perawatan dan menurunkan insiden komplikasi pasca
operasi. Sehingga informasi preoperatif harus diberikan melalui instruksi yang jelas
untuk menyiapkan pasien menghadapi prosedur pembedahan dan perawatan setelah
menjalani operasi.

Hasil identifikasi awal yang dilakukan terhadap 16 pasien yang akan menjalani
pembedahan di gedung GPS lantai 1 RSU. Fatmawati Jakarta pada bulan Januari
2011 untuk mengkaji pelaksanaan intervensi edukasi dalam menurunkan nyeri dan
kecemasan pasaca operasi, diperoleh hasil bahwa pelaksanaan intervesi edukasi
dalam meurunkan nyeri dan kecemasan yang dilakukan perawat belum dilakukan
(99%) dan hasil pertemuan dengan kepala instalasi, kepala ruangan dan PN pada
tanggal 26 Februari 2012 yang membicarakan tentang kebutuhan inovasi yang
meliputi intervensi edukasi dalam menurunkan nyeri dan kecemasan dalam
menetapkan rencana asuhan keperawatan, kepala instalasi dan kepala ruangan
mengharapkan perlunya hal tersebut berguna dalam menurunkan nyeri pada trauma
muskuloskletal. Berikut diuraikan alisis situasi berdasarakan SWOT:

5.1.1 Strength
Kekuatan yang dimuiliki ruang perawatan orthopedi lantai 1 memiliki tenaga
perawat spesialisas, dengan kekhususan merawat pasien dengan kasus khusus
orthopedic, setiap pagi mediskusikan permasalahan yang terjadi di pasien, sistem

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
54

operan sudah dilakukan setiap ganti dinas, penyegaran dilakukan bergilir oleh
perawat 1 minggu sekali
.
5.1.2 Weakness
Kelemahan yang dimiliki oleh ruang rawat inap orthopedic perawat belum
melaksanakan pendidikan kesehatan secara optimal, hanya sebatas anjuran dan
belum dilakukan secara terprogram.

5.1.3 Oppotunities
Peluang yang dimiliki rumah sakit pusat fatmawati adalah merupakan rumah sakit
rujukan dengan unggulan khusus orthopedi, sebagai rumah sakit pendidikan,
merupakan salah satu rumah sakit rujukan nasional

5.1.4 Treath
Banyaknya RSUP Fatmatwati Jakarta yang mulai mengembangkan pusat rehabitiasi
dan sistem perawatan sejenis merupakan acaman yang dapat terjadi pada rumah sakit
umum pusat fatmawati jakarata

5.2 Kegiatan Inovasi

5.2.1 Persiapan
Inovasi ini terlebih dahulu dibuktikan oleh residence dalam melakukan Evidece Base
Nursing, dalam pembuktian tersebut didapatkan bahwa intervensi edukasi dapat
menurunkan nyeri dan kecemasan. Disamping itu dengan menganlis situasi yang ada
intervesi edukasi ini mudah dan dapat dilaksanakan oleh semua perawat sehingga
atas persetujuan pembimbing EBNP ini dapat dilanjutkan dan bisa dilanjutkan
sebagai bentuk kegiatan inovasi residence.

Dalam melakukan kegitan ini residence terlebih dahulu melakukan menyiapkan


proposal kegiatan penggunaan intervensi edukasi nyeri dan kecemasan untuk
menurunkan nyeri dan kecemasan. Kemudian menentukan Time schedule
pelaksanaan inovasi intervensi edukasi yang dilaksanakan pada minngu ke 3 selama
4 minggu. melakukan konsultasi dan perbaikan proposal dan menentukan fasilitas
pendukung dan sumber daya termasuk team work dalam pelaksanaan inovasi.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
55

5.2.2 Pelaksanaan
Pelaksanaan diawali dengan sosialisasi program inovasi pada tanggal 26 April 2012
yang dihadiri oleh case manager irna C, Kepala Komite keperawatan, Kepala
Instalasi irna C, Kepala Ruangan Lt 1 dan IV, Wakil kepala ruangan, PN dan perawat
pelaksana. Pada saat sosialisasi residen menyampaikan program yang akan dilakukan
dilanjutkan dengan pre test pada perawat untuk menilai pegetahuan perawat tentang
intervensi edukasi dan teknik relaksasi nafas. Setelah pre test, perawat diberikan
pejelasan tentang langkah intervensi edukasi dan teknik relaksasi nafas untuk
menurunkan nyeri.

Bedside teaching dilaksanakan kesokan harinya untuk mengimplimentasikan


intervensi edukasi tehnik relaksasi nafas pada pasien. Setelah perawat mengikuti
sosialisasi dan bedsaide teaching perawat diberikan kesempatan atan untuk
melakukan sendiri tehnik relaksasi nafas pada pasien fraktur ektrimitas bawah sehari
sebelum pembedahan dan dilajutkan dengan evaluasi hari ke 2, 4 dan ke 7.

5.2.3 Evaluasi
Evaluasi inovasi keperawatan meliputi pengetahuan perawat tentang intervensi
edukasi, kemampuan perawat melaksanakan intervensi edukasi dan evaluasi diri.
Evaluasi terhadap pengetahuan perawat tentang intervensi edukasi tehnik relaksasi
nafas sebelum diberikan penjelasan memiliki rerata skor 53,25 dengan nilai terendah
30 dan tertinggi 69. Pengetahuan perawat mengalami peningkatan setelah
mendapatkan penjelasan dan mendemontrasikan tehnik relaksasi nafas pada pasien.
Hasil post test yang dilakukan tanggal 10 mei 2012 menunjukan rerata skor
pengetahuan perawat tentang relaksasi nafas sebesar 89.31 dengan nilai terrendah 80
dan tertinggi 98.

Evaluasi terhadap kemampuan perawat melakukan intervensi edukasi relaksasi nafas


dilakukan selama proses berlangsung. Evaluasi dilakukan terhadap 16 orang perawat
dengan hasil 100% perawat mampu melakukan intervensi edukasi namun masih
terdapat dua orang (12.5%) perawat yang belum melakukan secara maksimal dan
tidak menyampaikan bahwa nyeri dapat menimbulkan perasaan tertekan dan pasien
akan mendapatkan obat anti nyeri setelah pembedahan. Selain itu, 100% perawat
melakukan evaluasi terhadap nyeri dan kecemasan yang dialami pasien pada hari 2,4
dan ke 7 serta mengevaluasi kemampuan pasien teknik relaksasi nafas.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
56

Pasien yang berpartisipasi dalam inovasi ini sebayak 5 orang dan terdapat dua orang
pasien lupa untuk melakukan tehnik relaksasi nafas dan harus didampingi oleh
perawat.

5.3 Pembahasan

Hasil inovasi keperawatan menunjukan bahwa pengetahuan perawat mengalami


peningkatan setelah diberikan intervensi edukasi dalam menurunkan nyeri dan
kecemasan yang dilakukan perawat. Intervensi edukasi dikembangkan berdasarkan
teori perilaku dan kognitif yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan (Wong,
Chan, & Chair, 2010)

Pengetahuan perawat terdiri dari dua kategori yaitu pengetahuan praktek dan
pengetahuan teori. Pengetahuan ini dapat digunakan perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan. Perawat menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk
mengidentifikasi perubahan yang signifikan terhadap status kesehatan pasien pada
saat pre operasi maupun post operasi termasuk nyeri dan kecemasan. Pengetahuan
yang dimiliki perawat dapat diaplikasikan dalam praktek sehari-hari (Miller, 2005).

Hasil inovasi juga menunjukan bahwa perawat dapat mendemontrasikan intervensi


edukasi yang sudah diajarkan. Pengetahuan teori yang sudah dimiliki perawat
merupakan dasar untuk melakukan praktek. Pengetahuan teori dan pengetahuan
praktek yang dimiliki perawat dapat didemontrasikan dalam menerapkan asuhan
keperawatan termasuk pengkajian dan intervensi keperawatan (Miller, 2005)

Pengkajian nyeri dan kecemasan dalam inovasi ini dimulai pada saat preoperasi dan
dilanjutkan setelah pasca operasi. Pendidikan (edukasi) pasca operasi yang dilakukan
oleh perawat harus diperbaiki, karena edukasi dibutuhkan untuk pencapaian
manajemen pasca operasi yang lebih baik. Edukasi yang diperlukan meliputi tiga
area yaitu: (1) pengetahuan, sikap dan pemberian analgesik, (2) pengkajian
manajemen pasca operasi dan (3) variasi budaya dan etnik dalam menyikapi nyeri
(Grinstein-Cohen, 2009).

Pada waktu kegiatan inovasi ini residence sudah mengundang pokja kelompok nyeri
sehingga hasil dan brosur yang sudah dibuat disosialisasikan ke ketua pokja nyeri

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
57

yang pada waktu sosialisasi baru saja terbentuk, dan disetiap ruangan ada
perwakilannya termasuk diruangan unit orthopedi.

Diunit perawatan orthopedic intervensi edukasi akan dijadikan standar oprasional


prosedur diruangan untuk menurunkan nyeri dan kecemasan pasien sebelum dan
setelah pembedahan terutama fraktur ekstrimitas bawah. Hal ini akan disampaikan
pada saat pasien akan operasi sebagai tambahan terhadap standar operasioanal yang
ada bagi pasien pre operasi.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
58

BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Setelah melakukan analisis seluruh rangkaian residensi terhadap penatalaksanaan


keperawatan pasien dengan pendekatan teori keperawatan dan model adaptasi roy
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Pelaksanaan asuhan keperawartan Model Adaptasi Roy pada pasien dengan


gangguan sistem muskuloskelatal menunjukan bahwa pada model ini bertujuan
memampukan pasien untuk merubah perilaku maladaptif ke perilaku yang
adaptif. Pada teori keperawatan dengan Model Adapatsi Roy, pengkajian pasien
dilakukan secara komperehensif, dikaji dan dianalisa secara bersamaan.
Pengkajian perilaku dan stimulus serta pengkajian fisik digabung menjadi satu.
Penegakan diagnosis, penetuan tujuan, intervensi, implementasi dan evaluasi
pada dasarnya dapat dilakukan dengan baik.
b. Pelaksanaan penerapan keperawatan pada pasien dengan ganggauan sistem
muskuloskeletal berbasis pembuktian (evidence based nursing practice),
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyeri dan kecemasan pada kelompok
yang mendapatkan intervensi edukasi dibandingkan dengan pasien yang tidak
dilakukan intervensi edukasi. Nyeri dan kecemasan pada kelompok intervensi
lebih rendah.
c. Pelaksananan kegiatan inovasi pada tatanan layanan kepearwatan
muskuloskelaetal dilaksanakan di rung orthopedic lantai 1 rumah sakit umum
pusat fatmawati Jakarta. Kegiatan yang dilakukan melanjutkan kegiatan inovasi
yang ada. Hasil inovasi yang di dapatkan menunjukan100% perawat mampu
melakukan intervensi edukasi dan 100 % perawat melakukan evaluasi terhadap
nyeri dan kecemasan pada hari 2,4,7.dari hasil inovasi bahwa tehnik relaksasi ini
mudah untuk diterapkan.

6.2 Saran

6.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan


Perlu mempertimbangkan penggunaan teori keperawatan dalam asuhan keperawatan
khususnya penerapan Model Adaptasi Roy pada fraktur shaft femur. Pendekatan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
59

Model Adaptasi Roy dapat digunakan untuk memaksimalkan prilaku sehingga


pasien dapat beradapatasi.

6.2.2 Bagi Institusi Pendidikan


Menjadikan Model Adaptasi Roy sebagai kerangka acuan dalam pelaksaaan praktik
klinik oleh mahasiswa.

6.2.3 Bagi Pengetahuan Keperawartan


Hasil analisis kasus gangguan sistem muskuloskeltal dapat di jadikan bahan rujukan
dan menjadi dasar analisis asuhan keperawatan pada gangguan sistem
muskuloskeletal dengan menggunkan teori Adaptasi Roy.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
60

DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M. & Hawk, J. H. (2009). Medical Surgical Nursing : Clinical Management


for Positive Outcomes. Vol 2. 8th Ed. St.Louis, Missouri : Saunders Elsevier

Brunner LS, Suddharth DS (2002). Medical Surgical Nursing s. 6th ed. London:
Mosby

Bukley R, (2007), General Principles of Fraktur Care.


(http://www.emedicine.com/orthoped/ortho TRAUMA.htm) di unduh pada
tanggal 18 Juni 2012

Burke, A., & Marconett, S. (2008). The Role of Breathing in Yogic Traditions :
Alternate Nostril Breathing. Association for Applied Psychophysiology &
Biofeedback, 36 (2), 67-69.

C Chetty, M. C., VJ Ehlers, D. L. P. (2009). Orthopaedic patients' perceptions about


their pre-operative information. Research Article, 32(4), 55-60.

Cameron,ct.g.,Demele,D.,Lynch,M.P.,Huntsetinger,C.,Alcorn,t.,lepicoff,j.,et.al.2010,
Aninterdisplenery approach to manage cancer cachexia, clinical journal of
oncology nursing, 14(1-72,72-81)

Canadian Orthopaedic Nurses Association. (2000). Standards for Canadian Orthopaedic


Nursing. Canada: Authors

Carr E., Thomas N. & Wilson-Barnet J. (2005). Patient experiences of anxiety,


depression and acute pain after surgery: a longitudinal perspective.
International Journal of Nursing Studies 42(5), 521–530.

Christensen, P.J., & Kenney,J.W.(2009) Proses Keperawatan,. Aplikasi Model


Konseptual. ( Yutun Yuningsih & Yasmin Asih, Penerjemah). Jakarta :
EGC

Craven, Ruth F, (2000). Fundamentals of Nursing: Human Health and Function, 3rd ed,
DLMN/DLC

Dawson, S. (1998). Pre-amputation assessment using Roy‟s Adaptation Model.


British Journal of Nursing, 7 (9), 536-542.

Denise, M.L. (2007). Sympathetic Storning After Severe Traumatic Brain Injury.
Critical Care Nurse Journal, 27 (1), 30-37.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
61

Doenges, M. E., Moorhaouse, M. F., & Muur, A. C. (2000). Rencana Asuhan


keperawatan. (I Made Kariasa & Ni Made Sumarwati, Penerjemah). Jakarta:
EGC.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Muur, A. C. (2010). Nursing Care Plans,
Guideline for Individualizing Client Care Across Life Span. Philadelphia:
F.A. Davis Company.

Fawcett. J. (2009). Using the Roy adaptation model to guide research and/or
practice: construction of conceptual-theoretical-empirical sistems of
knowledge. Aquichan, 9 (3), 297-306.

George. (1995). Nursing Theories (The Base for Profesional Nursing Practice),
Fourth Edition. USA : Appleton & Lange.

Grinstein-Cohen, O., Sarid, O., Attar, D., Pilpel, D., Elhayany, A. (2009).
Improvements and Difficulties in Postoperative Pain Management,
Orthopaedic Nursing, 28(5), 232

Havener, J. M (2004). The Effects of a Nursing Education Intervention on


Perceptions of Pain and Patient Satisfaction in a Post-Operative Setting.
Sigma Theta Tau International.

Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2006). Medical Surgical Nursing, Critical


Thinking for Collaborative Care. 5th Ed. St.Louis, Missouri : Elsevier
Saunders

Immobility : geriatric selft learning module, Flatcher,k metsurg nursing 14(1,3537)


untuk daftar pustaka.

Johansson, K., Salantera, S., Heikkinen, K., Kuusisto, A., Virtanen H. & Leino-Kilpi
H. (2004). Surgical patient education: Assessing the interventions and
exploring the ourcomes from experimental and quasiexperimental studies
from 1990 to 2003. Clinical Effectiveness in Nursing 8(2), 81–92.

Lewis, S. L., Heitkemper, M. M., Bucher, L., et al. (2007). Medical Surgical
Nursing: Assesment and Management of Clinical Problems. Vol. 2. 7th Ed.
St.Louis : Mosby Elsevier.

LeMone,P., & Burke.K (2006) Medical Surgical Nursing;.Critical thingking in client


care, , new Jersey pearson education, Inc.

McDonald S., Green S. & Hetrick S. (2004). Pre-operative education for hip or knee
replacement. The Cochrane Database of Sistematic Reviews.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
62

Orthopaedic Research Foundation (2004). Supporting a New Generation of


Orthopaedic Medicine, Commitment Today for a Better Tomorrow.
Steadman Hawkins Clinic of the Carolinas, 501(c)(3)

Pellino, T., Tluczek, A., Collins, M., Trimborn, S., Norwick, H., Engelke, Z. K,
Broad, J (1998). Increasing self-efficacy through empowerment:
Preoperative education for orthopaedic patients. Orthopaedic Nursing,17, 4,
48.

DeChristopher, et.al (2010). Reducing Blood Transfusions Improves Patient Safety


and Cuts Costs. Science News : USA

PERKI (2001). Indonesia akan Canangkan Dekade Tulang dan Sendi. April 12,
2012.
http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=579&tbl=cakrawal

Pick, M. (1998). Deep breathing the truly essential exercise. htt :www.women
towomen.com/fatiqueandstress/deepbreathing.aspt, diakses tanggal 3 Maret
2012.

Ponzer, S., Molin, U., Johanson, S., Bergman, B. & Tornkvist, H. (2000).
Psychosocial support in rehabilitation after orthopaedic injuries. The
Journal of Trauma, Injury, Infection, and Critical Care 48(2), 273–279.

Rackley,R,(2009), Neurogenic Bladder, Glickman Urological Institute, Cleveland


ClinicFoundation

Rasjad, Chairuddin (2007). Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Jakarta : PT. Yarsif
Watampone

Roy,S.C.,& Andrews,H.A.(1999). The Roy Adaptation Model. Second Edition.


Unaited States of America; Appleton& Lange

Scaf-Klomp, W., Sanderman, R., Ormel, J. & Kempen, G. (2003). Depression in


older people after fall-related injuries: a prospective study. Age and Ageing
32, 88–94.

Smeltzer S.C., Bare B.G (2004). Medical Surgical Nursing,10 th ed. Philadelphia:
Lippincott Willliams & Wilkins

Swann, J. (2010). Explaining the symptoms of pain. British Journal of Healthcare


Assistants, 04 (09), 424-429.

Tomey & Alligood M.R (2006). Nursing theoriest, utilization and application.
Mosby : Elsevier.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
63

Tomey Ann Marriner and Alligood M.R.(2006). Nursing Theorists and Their work. 6
ed. USA : Mosby Inc.

Velkumary, G.K.P.S., & Madanmohan. (2004). Effect of Short-term Practice of


Breathing Exercise on Autonomic Function in Normal Human Volunteers.
Indian Journal Respiration, (120), 115-121.

Watson-Miller, S. (2005). Assessing the postoperative patient: Philosophy,


knowledge and theory International Journal of Nursing Practice, 11, 46–51.

Wong, E.M. -L., Chan, S.W. -C. & Chair, S. -Y. (2009). Effectiveness of an
educational intervention on levels of pain, anxiety and self-efficacy for
patients with muskuloskeletal trauma. Journal of Advanced Nursing 66(5),
1120–113

Wong, E.M. -L., Chan, S.W. -C. & Chair, S. -Y. (2010). The effectiveness of
educational intervention on pain beliefs and postoperative pain relief among
Chinese with fracture limbs . Journal of Clinical Nursing 19, (2652–2655)

R. Sjamsuhidayat & Wim de Jong (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Lampiran 1: Format Askep dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELTAL
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
IDENTITAS
Nama : ……….…………………….………………... Ruang Rawat : ……………………………...…...........
Umur : ………. Th No. Rekam Medik : ……………………………...…...........
Pendidikan : SD SLTP SLTA S1/S2 Tgl/jam masuk : ………………………………..............
Suku : …...………………………………………….. Tgl/jam pengkajian : ………………………………..............
Agama : I K P B H Diagnosa masuk : …………………..…………….............
Status Perkawinan : S K J D Informan : ..........................................................
Hubungan dengan Pasien : ...........................................................

RIWAYAT KESEHATAN
Keluhan Utama dan Riwayat Kesehatan Sekarang :
……………………………………………………………………………………………………………………………………........................
............................................................................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................................................................
Riwayat Kesehatan Masa Lalu :
............................................................................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................................................................
Riwayat Kesehatan Keluarga :
............................................................................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................................................................

1. MODE FISIOLOGIS-FISIK
PERILAKU
Ventilasi : Frekuensi : ...........x/menit, irama : teratur tidak teratur
Sputum, karakteristik : .............................................................................................................................
Respirasi : sesak napas krakles ronchi wheezing batuk hemoptisis
napas cuping hidung retraksi dada
Pertukaran Gas: AGD (tgl :.............................) : pH : ........... PaO2 : ............mmHg PaCO2 : ............ mmHg
HCO3 : ........... mEq/L BE : ........... Saturasi O2 : .................. %
Transport Gas: Nadi : ............... x/menit, irama : reguler irreguler TD : ................... mmHg
OKSIGENASI

nyeri dada, karakteristik : ........................................................................................................................


anemis pucat sianosis Akral : hangat dingin
distensi vena jugularis clubbing finger
:

Bunyi Jantung : normal abnormal, jelaskan ....................................................................................................


EKG (tgl ...................................) : ..............................................................................................................................................
Foto thoraks (tgl .................................) : ....................................................................................................................................
Lain-Lain : ..................................................................................................................................................................................

STIMULUS
....................................................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................................................

Masalah Keperawatan :
● Bersihan jalan nafas tdk efektif ● Intoleransi aktivitas ● Pola nafas tidak efektif
● Kerusakan pertukaran gas ● Penurunan curah jantung ● Gangguan perfusi jaringan

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 1


Lampiran 1: Format Askep dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy (Lanjutan)

PERILAKU
TB : …...…. cm BB : ….…Kg Kebiasaan makan : ….... x/hari, teratur tidak teratur
Keluhan : tidak nafsu makan mual muntah sukar menelan stomatitis
nyeri ulu hati Porsi makanan yang dihabiskan : …………………………………......................
NUTRISI

Diet : …………………………………………………………………….............................................................................................
Hasil Lab (tgl ...................................) : Glukosa darah : .............. mg/dl, Hb : ........... g/dl, Albumin : ............ mg/dl

STIMULUS
....................................................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................................................

Masalah Keperawatan : ● Kerusakan menelan ● Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan


● Ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan ● Risiko ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan

PERILAKU
Kebiasaan BAB : ................ x/hari Kebiasaan BAK : ................. cc/hari
Keluhan BAB : diare konstipasi distensi nyeri tekan hemoroid ostomi
Keluhan BAK : retensi inkontinensi disuria urgensi keseringan nokturia
keruh hematuria
ELIMINASI

Penggunaan Obat : Laksan tidak ya, jenis ............... Diuretik : tidak ya, jenis .................
Peristaltik Usus : tidak ada ada, ............ x/menit
Selang Drainase : tidak ada kateter indweling kateter intermitten chest tube ostomi
Uraikan drainase ..........................................................................................................................................

STIMULUS
....................................................................................................................................................................................................

Masalah Keperawatan : ● Diare ● Konstipasi ● Inkontinensia bowel ● Retensi urine


● Perubahan pola eliminasi urin ● Inkontinesia urine ( stres, fungsional, refleks, urgensi, total)

PERILAKU
Kebiasaan Tidur : Malam, ........... jam Siang, ........... jam
Kesulitan tidur : tidak ada ya, jelaskan .................................................................................................................
Penggunaan alat bantu : tidak gips traksi kruk/tongkat lainnya .................................
Toleransi aktivitas : tak kelelahan vertigo jalan oleng angina diapnea
AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT

Keluhan : gerak terbatas, di ...................................................................................................................................


kelainan bentuk ektremitas, di ...............................................................................................................
nyeri otot nyeri sendi kaku otot lemah otot bengak sendi
parese paralisis amputasi, di ..................................................................................
Pelaksanaan aktivitas: mandiri partial total
Jenis aktivitas yg perlu dibantu : ……………………..........................................................................................…………………
Lain-lain : ...................................................................................................................................................................................

STIMULUS
....................................................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................................................

Masalah Keperawatan : ● Hambatan mobilitas fisik ● Intoleransi aktivitas ● Risiko intoleransi aktivitas
● Kelelahan ● Gangguan pola tidur ● Risiko disuse syndrome ● Defisit perawat diri

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 2


Lampiran 1: Format Askep dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy (Lanjutan)

PERILAKU Tandai lokasi :


Kulit : luka, karakteristik ...........................................................................

insisi operasi, karakteristik ............................................................


drainase, karakteristik ....................................................................

lainnya: ..........................................................................................

Rambut dan Kuku : bersih kotor


PROTEKSI

Suhu : ............ ºC Leukosit : ................../ml (tgl .................................)

Membran Mukosa : ...........................................................................................

Respon Inflamasi : kemerahan panas bengkak nyeri

Sensitifitas nyeri/temperatur : baik menurun tidak ada

Alergi : tidak ada ada, jenis .........................................

STIMULUS
....................................................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................................................

Masalah Keperawatan : ● Kerusakan integritas kulit ● Risiko kerusakan integritas kulit ● Risiko infeksi
● Risiko trauma ● Risiko cedera ● Hipotermi ● Hipertermi ● Inefektif termoregulasi

PERILAKU
INDERA / SENSE

Penglihatan : tak kacamata/lensa kontak katarak glaukoma buta, ka / ki

Pendengaran : tak alat bantu dengar tuli total, ka / ki tuli parsial, ka / ki

STIMULUS
....................................................................................................................................................................................................

Masalah Keperawatan : ● Perubahan persepsi sensori visual ● Perubahan persepsi sensori auditori

PERILAKU
Minum : .................. cc/hari , jenis : ................................. Infus : tidak ya , jenis ...................., .............tts/mnt
Turgor kulit : elastis tidak elastis Mukosa mulut : kering lembab
Pengisian kapiler : ....... detik JVP : ............ cmH2O Mata cekung : tidak ya, ka / ki
CAIRAN

Edema : tidak ya, di .................................. Asites : tidak ya, .............. cm


Hasil Lab (tgl ................) : Ht .............., Ur ......... mg/dl, Kr ........ mg/dl , Na .......... mEq/L, K ........ mEq/L, Cl .......... mEq/L
Lain-lain : ...................................................................................................................................................................................

STIMULUS
....................................................................................................................................................................................................
Masalah Keperawatan : ● Kelebihan volume cairan ● Defisit volume cairan ● Risiko defisit volume cairan
● Perubahan perfusi jaringan (renal, serebral, kardiopulmonal, ,gastrointestinal, perifer)

PERILAKU
Kesadaran : E ....... M....... V ....... kompos mentis letargi stupor koma
Status Mental : terorientasi disorientasi gelisah halusinasi kehilangan memori
NEUROLOGI

Ukuran/Reaksi Pupil : Kanan : ..........mm / ........... Kiri : ..........mm / ...........


Kaku kuduk : tidak ya Kernig Sign: tidak ya Laseque : tidak ya
Brudzinnsky I : tidak ya Brudzinsky II tidak ya Babinsky: tidak ya
Nervus Kranialis : .......................................................................................................................................................................
Refleks : ........................................................................................ Lain-lain : ..........................................................................

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 3


Lampiran 1: Format Askep dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy (Lanjutan)

STIMULUS :............................................................................................................................................................................

Masalah Keperawatan :

PERILAKU
Riwayat DM : tidak ya, sejak ............... Pembesaran kelenjar : tidak ya, .........................
ENDOKRIN

Periode Menstruasi Terakhir : tak perdarahan abnormal riwayat payudara bengkak drainase vagina
Lain-lain : ...................................................................................................................................................................................

STIMULUS
....................................................................................................................................................................................................

Masalah Keperawatan : ● Keterlambatan tumbuh kembang ● Risiko pertumbuhan disproporsional

2. MODE KONSEP DIRI


PERILAKU
Sensasi tubuh : ......................................................................................................................................................................
SENSASI & CITRA TUBUH

Citra tubuh : .....................................................................................................................................................................


Konsistensi Diri : .....................................................................................................................................................................
Ideal Diri : ......................................................................................................................................................................
Moral Etik-Spiritual Diri : ............................................................................................................................................................

STIMULUS
....................................................................................................................................................................................................

Masalah Keperawatan : ● Kecemasan ● Ketakutan ● Koping tidak efektif ● Isolasi diri


● Keputusasaan ● Spiritual distress ● Risiko merusak diri ● Harga diri rendah

3. MODE FUNGSI PERAN


PERILAKU
Apakah memiliki cukup energi untuk melakukan aktivitas di rumah? : tidak ya
Apakah bekerja di luar rumah : tidak ya, jelaskan .....................................................................................................
Jika tidak, apakah pernah bekerja di luar rumah : : tidak pernah
Jika pernah, apakah penyakit ini yang membuat tidak lagi bekerja : : ya bukan
Berpartisipasi dalam kegiatan di masyarakat : tidak ya, sebutkan ................................................................................
Berpartisipasi pada terapi: selalu kadang-kadang jarang tidak pernah

STIMULUS
....................................................................................................................................................................................................

Masalah Keperawatan : ● Perubahan penampilan peran ● Inefektif manajemen regimen terapi


● Lain-lain : .......................................................................................

4. MODE INTERDEPENDENSI
PERILAKU
Orang lain yang bermakna : ...............................................................................................................................................................
Sikap memberi : .................................................................................................................................................................................
Sikap menerima : ...............................................................................................................................................................................
Sistem pendukung : ...........................................................................................................................................................................

STIMULUS
............................................................................................................................................................................................................

Masalah Keperawatan : ● Isolasi sosial ● Risiko merusak diri / orang lain ● Risiko kesendirian ● Koping defensif

Nama Perawat : Tanda Tangan : Hari/Tanggal :

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 4


Lampiran 1: Format Askep dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy (Lanjutan)

RENCANA KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY

Nama Pasien : Umur : thn No. RM :

Intervensi Keperawatan
No Diagnosis Keperawatan Tujuan Keperawatan
Regulator Kognator

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 5


Lampiran 1: Format Askep dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy (Lanjutan)

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY

Nama Pasien : Umur : thn No. RM :

Tanggal/Jam No. Dx Implmentasi dan Hasil

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 6


Lampiran 1: Format Askep dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy (Lanjutan)

EVALUASI KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY

Nama Pasien : Umur : thn No. RM :

Tanggal/Jam No. Dx Evaluasi

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 7


Lampiran 2: Rencana Asuhan Keperawatan pada Pasien Kasus Kelolaan

RENCANA KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY

Nama Pasien : Tn.W Umur :18 thn No. RM : 01134545 Diagnosa Medis: Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur
Intervensi Keperawatan
No Diagnosis Keperawatan Tujuan Keperawatan
Regulator Kognator
1. Gangguan mobilitas fisik b.d kehilangan Tujuan jangka panjang : Setelah Terapi latihan : ambulasi
integritas struktur tulang; nyeri, ditandai dilakukan tindakan keperawatan a. Monitoring vital sign sebelum/sesudah a. Ajarkan pasien dan
dengan: selama dirawat (14 hari) pasien latihan dan lihat respon pasien saat keluarga tentang
dapat beradapatasi terahadap latihan teknik ambulasi
Perilaku kognator : pasien mengeluh kerusakan mobitas fisik. b. Konsultasikan dengan terapis fisik b. Ajarkan pasien
nyeri apabila kaki kirinya digerakkan,
tentang rencana ambulasi sesuai dengan bagaimana merubah
pasien mnegeluh lelah. Tujuan jangka pendek :
a. Mampu mengontrol nyeri kebutuhan posisi dan berikan
Perilaku regulator : skala nyeri 6-7, (skala 1-3) c. Bantu klien untuk menggunakan bantuan jika
deformitas (+), shifting (+), tenderness b. Melaporkan bahwa nyeri tongkat saat berjalan dan cegah diperlukan
(+), Kekuatan otot: 5555/5555 berkurang terhadap cedera c. Motivasi pasien
5555/ NA c. Mampu mengenali nyeri d. Kaji kemampuan pasien dalam untuk tetap
(skala 1-2) mobilisasi melkakukan rom
Stimulus fokal: konstipasi yang dialami e. Latih pasien dalam pemenuhan d. Ajarkan pasien
oleh pasien bisa terjadi akibat d. RR dan Nadi normal (RR
16-24 kpm, Nadi 80-84 kebutuhan ADL secara mandiri sesuai menggunkan kruk
imobilisasi yang lama. kemampuan untuk ambulasi
Stimulus kontekstual: pasien mengeluh kpm)
e. Dapat melakukan ambulasi f. Dampingi dan Bantu pasien saat jalan saat post
nyeri pada kaki kirinya apabila bergerak.
dengan kruk mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan operasi
Stimulus residual: perasaan takut dan ADLs ps.
cemas yang dialami pasien g. Berikan alat Bantu jika klien
menyebabkan dirinya tidak mau memerlukan.
mobilisasi. h. Latih range of motion pada daerah yang
sakit maupun yang sehat
i. Koaborasi pemberian antibiotik

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012


Lampiran 2: Rencana Asuhan Keperawatan pada Pasien Kasus Kelolaan

RENCANA KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY

Nama Pasien : Tn.W Umur :18 thn No. RM : 01134545 Diagnosa Medis: Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur
2. Konstipasi b.d ketidakcukupan aktivitas Tujuan jangka panjang : Setelah Manajemen konstipasi
fisik, ditandai dengan: dilakukan tindakan keperawatan a. Indetifikasi faktor resiko a. Anjurkan tetap
Perilaku kognator: pasien mengeluh selama dirawat 5 hari perawatan b. Auskultasi lokasi dan karateristik bunyi melakukan aktifitas
tidak bisa BAB selama 4 hari pasien dapat beradapatasi usus dan latihan
terahadap eleminasi BAB c. Kaji dan dokumentasikan frekwensi dan b. Ajarkan kepada pasien
Perilaku regulator : BAB terakhir pada Tujuan jangka pendek : karateristik feces tentang efek diet
tanggal jumat 23 maret 2011, traksi (+), a. Pasien BAB dengan feces d. Evaluasi intake cairan dan makanan (cairan dan serat
rentang gerak terganggu. lunak dan berbentuk e. Kolaborasi pemeberian laksatif terhadap eleminasi
b. Melaporkan bahwa telah c. Anjurkan diet tinggi
Stimulus fokal: konstipasi yang dialami BAB dan tidak ada serat
oleh pasien bisa terjadi akibat keseulitan d. Ajurkan untuk minun
imobilisasi yang lama. minimal 1500 ml/hari
c. Mampu BAB seperti pola
Stimulus kontekstual: pasien mengeluh sebelumnya
nyeri pada kaki kirinya apabila bergerak.

Stimulus residual: perasaan takut dan


cemas yang dialami pasien
menyebabkan dirinya tidak mau
mobilisasi

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012


Lampiran 2: Rencana Asuhan Keperawatan pada Pasien Kasus Kelolaan

RENCANA KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY

Nama Pasien : Tn.W Umur :18 thn No. RM : 01134545 Diagnosa Medis: Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur
3 Kerusakan integritas kulit b.d tekanan. Tujuan jangka panjang : Setelah Perawatan luka dan pengawasan kulit
bulae pada tumit dan daerah poplitea, dilakukan tindakan keperawatan a. Infeksi kemerahan, pembengkakan pada a. Ajarkan pasien tanda
nyeri (+) selama 3 hari perawatan pasien daerah luka dan gejala infeksi
Perilaku kognator : pasien mengeluh dapat beradapatasi terahadap b. Lakukan perawatan luka b. Ajurkan
nyeri pada area sekitar traksi kerusakan integritas kulit c. Insfeksi kulit setiap ganti balutan mempertahankan luka
d. Pertahankan jaringan sekitar dari drainase tetap kering saat mandi
Perilaku regulator : bulae pada tumit dan Tujuan jangka pendek : dan kelembaban yang berlebihan
daerah poplitea, nyeri (+) a. Luka kering tampa ada tanda e. ganti verban elastisnya dengan non
infeksi adeshessif
Stimulus fokal: adanya tekanan dan b. Keluhan nyeri tidak f. lakukan palpasi jaringan yang di plaster
tarikan disebabkan oleh pemakaian ada,kemerah tidak ada panas setiap hari
traksi yang terlalu rapat. Stimulus c. Penyembuhan luka baik
kontekstual: mengalami fraktur os. d. Tidak ada tanda-tanda infeksi
Femur sinistra serta terpasang traksi 4 lokal
kg. Stimulus residual: menggunakan e. Granulasi baik
elesatis verban adhesif f. Paisen melaporkan bila tanda-
tanda infeksi pada kulit

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012


Lampiran 2: Rencana Asuhan Keperawatan pada Pasien Kasus Kelolaan

RENCANA KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY

Nama Pasien : Tn.W Umur :18 thn No. RM : 01134545 Diagnosa Medis: Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur
4 Nyeri b.d cedera, ditandai dengan pasien Tujuan jangka panjang : Setelah Manajemen nyeri
mengeluh nyeri bila kaki kirinya dilakukan tindakan keperawatan a. Lakukan pengkajian nyeri secara a. Ajarkan dan
digerakkan, skala nyeri 6-7, gelisah (+). selama dirawat (14 hari ) pasien komprehensif termasuk lokasi, demontrasikan
dapat beradapatasi dengan nyeri karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas tentang teknik non
Perilaku Kognator: pasien mengeluh dan faktor presipitasi farmakologi
nyeri bila kaki digerakan
b. Observasi reaksi nonverbal dari b. Motivasi pasien
Kriteria Hasil :
Perilaku regulator: Skala nyeri 6-7, a. Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan untuk melakukan
gelisah + (skala 1-3) c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik tehnik relaksasi
b. Melaporkan bahwa nyeri untuk mengetahui pengalaman nyeri nafas
Stimulus fokal: fraktur tidak dapat berkurang pasien c. Beri reinforment
memenuhi ADL secara mandiri karena c. mampu mengenali nyeri (skala d. Lakukan skin traksi, dan pertahankan positif tentang
mengalami keterbatasan gerak dan nyeri. 1-2) efektifitas skin traksi pencapaian yang
d. R dan Nadi normal (RR 16-24 e. Evaluasi pengalaman nyeri masa dilakukan pasien
Stimulus kontekstual: terdapat traksi kpm, Nadi 80-84 kpm) lampau
pada kaki kiri sehingga bila pasien f. Kontrol lingkungan yang dapat
duduk akan mempengaruhi kontratraksi. mempengaruhi nyeri seperti suhu
Stimulus residual : Perasan takut untuk
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
melakukan aktivitas.
g. Kurangi faktor presipitasi nyeri
h. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan
inter personal) tehni relaksasi nafas
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
i. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
j. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
k. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012


Lampiran 2: Rencana Asuhan Keperawatan pada Pasien Kasus Kelolaan

RENCANA KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY

Nama Pasien : Tn.W Umur :18 thn No. RM : 01134545 Diagnosa Medis: Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur
5 Resiko Kekurangan volume cairan b.d Setelah dilakukan tindakan Managemen cairan
kehilangan cairan aktif.perdarahan. keperawatan selama 7 hari post a. Kaji tanda-tanda dehidrasi a. Laporkan kepda
Perilaku kognator: pasien mengeluh operasi pasien tidak terjadi b. Monitor tanda-tanda vital perawat jika pasien
haus dan pusing Perilaku regulator: kekurang volume cairan c. Monitor intake output haus
muntah >10 x (50 cc), intake cairan pd d. Pemberian transfusi PRC 500 cc b. Anjurkan untuk
tgl 28.03.2012 ±500 cc, output ±500 cc, Tujuan jangka pendek : e. Berikan minum ±430 cc, meningkatkan ncairan
hasil pemeriksaan laboratorium a. Tugor kulit baik f. Monitor infuse cairan 1000cc oral setelah pasien
(29.03.2012): Hb:10.1 mg/dL b. Tada vital dalam batas normal g. Monitor pengeluran drainase pengeluaran sadar
c. Intake out put balance 200 cc
Stimulus fokal : perdarahan intra operasi h. Periksa ulang eletrolit terutama natrium,
Stimulus kontekstual : pasien puasa kalium, klorida dan kriatinin
untuk persiapan operasi i. Kolaborasi jika terdapat abnormalitas
cairan elektrolit
Stimulus residual : pengaruh anestesi
umum saat pembedahan

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012


Lampiran 2: Rencana Asuhan Keperawatan pada Pasien Kasus Kelolaan

RENCANA KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY

Nama Pasien : Tn.W Umur :18 thn No. RM : 01134545 Diagnosa Medis: Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur
6 Kecemasan b.d perubahan status Tujuan jangka panjang: setelah Menjemen cemas dan ambulasi dini
kesehatan ditandai dengan pasien takut dilakukan tindakan keperawatan a. Kaji tingkat kecemasan dengan STAI, a. Ajarkan teknik
bergerak karena takut bila tulang selama tujuh hari pasien dapat b. Beri kesempatan kepada klien untuk relaksasi napas
kakinya patah lagi, pasien menolak mengontrol kecemasan mendiskusikan perasaan/kekuatirannya. dalam
untuk mobilisasi dini c. Eksplorasi perasaan/kehawatiran pasien b. Motivasi pasien
Perilaku kognator : pasien takut Tujuan jangka pendek: merasa berbagi dengan yang lain. untuk melakukan
bergerak karena takut bila tulang a. Pasien melaporkan lebih relek d. Diskusikan program rehabilitasi
program rehabilitasi
kakinya patah lagi, pasien menolak b. Pasien dapat berpartisipasi pascabedah untuk menghindari
untuk mobilisasi dini dalam ambulasi dini miskonsepsi /misinterpretasi post operasi
c. Pasien dapat berjalan e. Dampingi pasien saat melakukan ambulasi c. Berikan
Perilaku regulator : ekpresi muka pasien menggunkan kruk dini reinforment
terlihat tegang, pasien cendrung menetap d. Skor kecemasan 20 dengan f. Lakukan ambulasi dini secara bertahap terhadap
untuk tidak melakukan mobilisasi STAI sesuai kemampuan pasien pencapaian yang
Stimulus fokal: rehabilitasi post operasi e. Tanda-tanda vital dalam batas g. Kolaborasi untuk pemberian analgesik dilakukan pasien
Stimulus kontekstual: post operasi orif normal
Stimulus residual :kurang pengethauan
tentang pentingnya mobilisasi

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012


Lampiran 3: Catatan Perkembangan Kasus Kelolaan Utama

EVALUASI KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tn. W Umur : 18 thn 9 bulan No. RM : 01134545

Tanggal/Jam No. Dx Catatan perkembangan


Selasa/27 Maret I S : Pasien mengatakan nyeri berkurang, skala nyeri 1-3
2012 O : Pasien dapat mendemonstrasikan ROM aktif maupun pasif
09.00 A : Pasien belum beradapatasi terhadap kerusakan mobilitas fisik
P : Pertahankan intervensi untuk meningkakan adapatasi mobilitas
fisik, persiapkan pasien mobilitas fisik setelah pembedahan

Jumat I S : Pasien mengeluh pusing lelah, nyeri pasien masih dibantu


30 Maret 2012 untuk mobilisasi, pasien masih dibantu untuk melakukan
mobilisasi
O : TD 100/60 mmHg, nadi 88x/menit, RR:24 x/menit
A : Pasien belum beradaptasi gangguan mobilitas fisik
P : Pertahankan intervensi dan motivasi pasien untuk melakukan
ambulasi dini

Senin S : Pasien mengatakan sudah siap untuk melakukan ambulasi dini,


2 April 2012 tidak merasa pusing
O : TD 120/80 mmHg, napas 20 x/menit, nadi 72 x/menit,
mendapatkan obat analgensik
A : Pasien dapat beradapatasi terhadap mobilitas fisik
P : Pertahankan intervensi

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012


Lampiran 3: Catatan Perkembangan Kasus Kelolaan Utama

EVALUASI KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tn. W Umur : 18 thn 9 bulan No. RM : 01134545

Tanggal/Jam No. Dx Catatan perkembangan


28 Maret 2012 II S : Pasien mengatakan pasien melaporkan telah BAB pada malam
hari.
O : Feces lunak, dan berbentuk.
A : Pasien dapat beradaptasi dengan eleminasi BAB
P : Pertahankan intervensi member makan tinggi serat dan minum

28 Maret 2012 III S : Pasien tidak merasakan adanaya demam,


O : Luka kering, tidak terdapat pus, tidak ada tanda-tanda infeksi,
balutan kering
A : Paisen dapat beradapatasi terhadap kerusakan integritas kulit
P : Intervensi dihentikan
27 Maret 2012 IV S : Pasien mengatakan nyeri berkurang setelah pemasangan traksi
O : Skala nyeri : 3-4 bila digerakan, TD120/80 mmHg, Nadi 72x
menit, napas 16 x/menit
A : Pasien belum dapat beradapatasi dengan nyeri yang
dialaminya
P : Lanjutkan intervensi untuk nmeningkatkan adapatasi terhadap
nyeri.

29 Maret 2012 S : Pasien melaporkan nyeri dan pusing


O : Skala nyeri 9, dapat obat analgesic keterolac
A : Pasien belum dapat beradapatasi dengan nyerinya
P : Intervensi dan latihan nafas di pertahankan

02 April 2012 S : Pasien mengatakan tidak mengeluh pusing dan nyeri


berkurang, pasien melaporkan dapat mendemontrasikan teknik
napas dalam.

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012


Lampiran 3: Catatan Perkembangan Kasus Kelolaan Utama

EVALUASI KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tn. W Umur : 18 thn 9 bulan No. RM : 01134545

Tanggal/Jam No. Dx Catatan perkembangan


O : Nyeri skala 3-4, nadi normal
A : Pasien beradapatasi terhadap nyeri
P : Pertahankan penggunanan tehnik napas dalam

29 Maret 2012 V S : Pasien mengatakan pusin dan mual dan malam hari muntah 10
kali keluar cairan berwarna kuning kurang 50 cc, pasien
merasa haus dan muntah setiap kali minum
O : Perdarahan post operasi, kurang lebih 600 cc, drain, 200 cc,
Hb 10,1 ml/ dl, hemtokrit 31%, trombosit : 324 ribu/ul,
eritrosit 36,5 juta/ul
A : Pasien berreiko mengalami kekurangan volume cairan.
P : Lanjutkan intervensi dan pertahankan intake melalui oral dan
intravena.

2 April 2012 S : Tidak ada keluhan haus mual dan muntah


O : Intake dan output balance, tidak ada perdarahan, drain sudah
aff
A : Pasien dapat berdapatasi terhadap volume cairan
P : Intervensi dihentikan

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012


Lampiran 3: Catatan Perkembangan Kasus Kelolaan Utama

EVALUASI KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tn. W Umur : 18 thn 9 bulan No. RM : 01134545

Tanggal/Jam No. Dx Catatan perkembangan


30 maret 2012 S : Pasien merasa cemas dan takut tulangnya patah bilah dipakai
VI
berjalan, pasien beranggapan dengan istirahat dan bwerlama-
alama ditempat tidur tulang dapat tersambung kembali
O : Pasien memilih beristirahat dan berlama-lama ditempat tidur,
ambulasi belum dilakukan saat hari kedua post oprasi, pasien
terlihat tegang
A : Pasien mengalami kecemasan
P : Lanjutkan intervensi dan dorong pasien melakukan ambulasi
dan tehnik relaksasi

02 April 2012 S : Pasien mengatakan siap untuk melakukan ambulasi dini,


pasien senang dapat berjalan menggunakan kruk
O : Pasien mengikuti latihan berjalan, pasien pucat, berkeringat
dan kelelahan, pasien berjalan kurang lebih 10 meter selama 5
menit menggunakan kruk dengan bantuan perawat, pasien
terlihat lebih releks, post operasi ahri ke 5
A : Pasien dapat beradapatasi dengan kecemasan
P : Motivasi pasien unutk meningkatakan ambulasi dan
mempertahankan tehnik relaksasi

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN KASUS KELOLAAN


DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


1. Multiple fracture, Pengkajian perilaku: aktivitas/pergerakannya klien sangat
closed fracture shaft terbatas karena nyeri dan fraktur yang dialami serta skin
femur sinistra, closed traksi pada kedua ektrimitas bawah dengan beban masing-
fracture distal ulna masing 6 kg. Terdapat edema pada femur dextra.
sinistra dan close Sedangkan ektrimitas atas sinistra masih bisa digerakan dan
fracture tidak ada masalah dengan ektrimitas atas dextra. Klien
supracondiler femur mengatakan belum pernah mengalami fracture dan belum
dextra pernah menjalani operasi, klien mengatakan sebenarnya
takut dan khawatir dengan keadaanya serta operasi yang
Tn. S. 49 th, Alamat: akan dijalaninya.
Pondok Pinang, DKI. Pengkajian stimulus fokal: nyeri. Stimulus kontekstual:
Suku: Jawa, beragama fraktur. Stimulus residual: perasaan takut dan cemas untuk
Islam, Pendidikan bergerak.
SLTP bekerja sebagai Diagnosa keperawatan: nyeri akut, gangguan mobilitas fisik
supir, status dan ansietas.
perkawinan: Kawin, Implementasi yang dilakukan adalah pertahankan
Tanggal masuk RSUP: imobilisasi dan monitor skin traksi, motivasi untuk
07/04/2012, dirawat di melakukan relaksasi nafas dalam dan berikan posisi dan
Gedung Prof. Soelarto lingkungan yang nyaman bagi pasien, lakukan ROM
(GPS) Lantai 1 kamar aktif/pasif pada angkle dan monitor sirkulasi pada
105, dengan No RM ektrimitas, menganjurkan untuk melakukan kegiatan
01138466. spiritual ditempat tidur (sholat dan dzikir).
Hasil evaluasi klien mengatakan gerakannya sangat terbatas
dan merasakan nyeri pada kedua ektrimitas dengan skala 3,
CM, bedrest dengan terpasang kasur dekubitus, Post orif
kedua femur H1. Terpasang drainase dengan produk kiri:
220 cc dan kanan: 230 cc dengan Akral teraba hangat, CRT
< 3 det, asianosis, dapat melakukan pergerakan, dilakukan
pemasangan cast pada ekstrimitas atas sinistra dengan Akral
teraba hangat, CRT < 3 det, dapat melakukan pergerakan
pasien dapat beradapatasi. Setelah menjalani perawatan
selama 10 hari
2. Closed fracture Pengkajian perilaku: nyeri pada pangkal paha dan lutut
condilus femur kedua tungkai yang terpasang skin traksi terutama saat
sinistra, closed melakukan gerakan, nyeri ringan pada pada luka
fracture acetabullum laparatomi. Klien mengatakan dirinya lebih banyak tidur
femur dextra dan terlantang dan sulit miring kiri dan kanan karena kedua
trauma tumpul tungkai menggunakan traksi degan beban 4 kg. Klien tidak
abdomen. dapat istirahat dengan baik. Tidur malam 2-3 jam sering
terbangun karena merasa tidak nyaman dengan posisi
Tn. MM, 35 tahun, terlantang yang terus menerus. Terdapat luka post
tidak tamat SMA, laparatomy, leukosit tgl 26 maret 2012 adalah 12.300,
pekerjaan lepas/tidak albumin 2,6 g/dl klien terpasang skin traksi di kedua
tetap, menikah, agama tungkai.
Islam, alamat gang Stimulus fokal trauma tumpul abdomen, fraktur acetabulum
Harmas no 21 RT 003 dan kondilus femur, stimulus kontekstual immobilisasi,
RW 015 Beji Depok. terpasang traksi, stimulus residual kurang pengetahuan,
Tanggal masuk RS 12 kebutuhan dipenuhi ditempat tidur.
Maret 2012 Pk. 10.30 Diagnosa keperawatan: kerusakan mobilitas fisik,

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


WIB, No. RM ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
1131927, konstipasi, nyeri, risiko kerusakan integritas kulit, defisit
perawatan diri: makan, mandi, berpakaian dan eliminasi.
Implementasi keperawatan monitor tanda vital, kolaborasi
tentang rencana ambulasi, mengajarkan ROM dan kontraksi
isometric, kolaborasi dengan gizi untuk diet TKTP dengan
ekstra telur 8 butir/hari, memberikan informasi kebutuhan
diet, menganjurkan minum 2500 cc dan diet tinggi serat,
mengajarkan teknik relaksasi, memberi bantuan sesuai
kebutuhan. Evaluasi Pasien dapat beradaptasi dengan
kondisi yang dialami setelah menjalani perawatan selama 6
minggu.
3. Post Traumatic Pengkajian perilaku: 18 Februari 2012 jam 10.00 WIB. Saat
Osteoartritis Hip ini kondisi klien membaik, nyeri pada luka post operasi
tn A Umur 24 tahun, berkurang, skala nyeri 4, ekspresi wajah tampak tenang,
Pendidikan luka tidak merembes. Mobilisasi klien berjalan di sekitar
SLTP,Pekerjaan tempat tidur, saat ini klien akan melakukan mobilisasi
Swasta, Alamat dengan kruk dengan menggunakan kruk. RR : 16 x/menit.
Cilobak Taman Sari Tekanan darah 120/80 mmHg, frekwensi nadi 76 x/menit,
RT 03 RW 07 Tanggal kondsi luka baik, Sukrafat 2 x1, Laxadin 2 x1, Farmadol 3 x
masuk RS 17 Februari 1, Ranitidin 3 x 1 amp, Hb:11,6 klien mengeluh sakit pada
2012 jam 17.00, No. luka post operasi, ada 4 luka insisi di daerah pantat,
RM 01113517 sepanjang 12 cm, 8 cm, 5 cm, dan 3 cm. Luka masih basah,
mengeluarkan cairan.
Stimulus fokal: Cedera yang diakibatkan oleh traumatik,
adanya peradangan, stimulus kontektual: nyeri karena
adanya proses peradangan stimulus residual kurang
pengetahuan dan cemas akibat dilakukan proses penyakit
yang dialaminya.
Diagnosa keperawatan: Nyeri berhubungan dengan agen
cidera fisik, Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
kehilangan integritas tulang, Resiko infeksi berhubungan
dengan pertahanan tubuh primer yang kurang adekuat.
Implemetasi keperawatan: mengkaji skala nyeri dengan
PQRST, jarkan tehnik relaksasi dan distraksi, Ciptakan
suasana yang nyaman, Batasi pengunjung, wajah klien
rileks, skala nyeri 1, tanda-tanda vital dalam batas normal.
S : 36 C, N : 76 x/menit, R : 16 x/menit, TD : 120/80
mmHg, Ajarkan klien untuk melakukan aktifitas secara
bertahap menajarkan klien, melakukan ambulasi dengan
menggunakan kruk. Obsevasi kemapuan pasien dalam
mobilisasi (Duduk sendiri tanpa di bantu, ke kamar mandi
dengan menggunakan kruk), Menerapkan tehnik antiseptic
saat injeksi obat-obatan. Menerapakan universal precaution
dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan klien, memkai masker, memakai handscoen.
Memberikan antibiotik meropenem 1 gram (pemberian 3x1
gram), Memonitor status imunitas melalui hasil
pemeriksaan leukosit dan hitung jenisnya. Evaluasi Pasien
dapat beradaptasi dengan kondisi yang dialami setelah
menjalani perawatan selama 14 minggu.

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


4. Open Fractur Shaft Pengkajian Perilaku: pengkajian ditemukan pada kaki kiri
Tibia Sinistra 1/3 terdapat nyeri (+) dengan skala 4-5, durasi 3-5 menit
medial gr. III A dan dengan sifat hilang timbul, tidak dapat digerakan (+), luka
Closed Fractur tampat tertutup elastic verband dan hypavix. Selain itu,
Olecranon Dextra terpasang backslap elbow kanan. Kekuatan otot 2222/5555
distal post operative untuk ekstremitas atas dan 5522/5555 untuk ekstremitas
OREF Hari IV. bawah, aktivitas pasien hanya di sekitar tempat tidur, belum
dapat melakukan mobilitas turun dari tempat tidur,
Tn. SH, 52 th, terpasang external fixasi pada bagian tibia sinistra dan
Pekerjaan : Swasta, terasa nyeri pada area itu. Nyeri bertambah saat digerakkan
Status : Menikah maupun ditekan, skala 4-5, hygiene kulit baik, pasien dapat
beragama Islam, tidur malam 7-8 jam/hari, tidur siang 1-2 jam, kualitas tidur
pendidikan Tamat menurun karena merasa sakit dan terpasang alat pada
SLTA; Alamat : Kp. tungkai bawah kiri. HB: 9,5 g/dl, Sebelumnya klien tidak
Jontok, Lewiu Liang, pernah mengalami fraktur, tidak ada riyawat cedera, pasien
Kab. Bogor. Masuk dapat menerima kondisi yang dialaminya saat ini dan
RS tgl : 18/04/12 jam menyerahkan kepada Tuhan. Klien berharap cepat sembuh
22.30, post operative dan dapat bekerja kembali seperti biasa setelah menjalani
OREF Hari IV. perawatan. Klien menanyakan kepada perawat tentang
aktivitas yang dilakukan setelah kejadian ini dan dia merasa
optimis penyakitnya segera sembuh.
Pengkajian stimulus : Stimulus fokal: fraktur, stimulus
kontekstual: nyeri, stimulus residual; kurang pengetahuan
dan perasaan takut untuk bergerak perilaku maladaptif.
Diagnosa keperawatan: nyeri, Kerusakan mobilitas fisik,
Resiko infeksi.
Implemintasi keperawatan:Mengkaji nyeri dengan lokasi
kaki kiri, seperti tertusuk-tusuk, skala 4-5 dengan durasi 3-5
menit, mengatur posisi baring semifowler 450 dengan kaki
kiri diganjal dengan bantal,mengajarkan tehnik relaksasi
nafas dalam, mengatur dan merapikan tempat tidur pasien,
penatalaksanaan terapi Ketorolac 30 mg/iv tiap 12 jam,
mengidentifikasi kemampuan klien untuk ambulasi,
membimbing klien untuk melakukan active ROM pada
ekstremitas yang sehat, mendampingi klien untuk
melakukan active ROM pada ekstremitas sakit sesuai
kemampuan, mengajarkan penggunaan trapeze (Monkey
pull) yang tepat, melakukan isometric exercise, observasi
tanda-tanda infeksi, merawat luka dengan tehnik
aseptik/antiseptik tiap hari, mempertahankan luka
moist,observasi hasil lab: leukosit, menganjurkan klien
untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat tidur.
Evaluasi Pasien dapat beradaptasi dengan kondisi yang
dialami setelah menjalani perawatan selama 08 hari
5. Open Fractur Femur Pengkajian perilaku : Kekuatan otot 5555/5522 untuk
grade III A ekstremitas atas dan 5555/2255 untuk ekstremitas bawah,
aktivitas pasien terbatas di tempat tidur, hanya bisa miring
Tn. KR, 24 th, kiri/kanan dilakukan dengan bantuan, terpasang external
beragama Islam, fixasi pada bagian femur kanan dan terasa nyeri pada area
pendidikan Tamat itu. Nyeri bertambah saat digerakkan, skala 7-8, hygiene
SLTA; Alamat : Ds. kulit baik, pasien tidak dapat tidur malam 7-8 jam/hari,
Kerandon Talon, tidur siang 1-2 jam, kualitas tidur kurang karena merasa

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


Cirebon ; Pekerjaan : sakit pada daerah yang patah. Pengkajian stimulus: adanya
Pedagang ; Status : fraktur, nyeri kurang pengetahuan dan perasaan takut untuk
belum menikah. bergerak. tidak dapat beraktivitas, kurang pengetahuan dan
Masuk RS tgl : stress.
08/04/12 jam 01.00, Diagnosa keperawatan : Nyeri, Kerusakan mobilitas fisik,
dirawat di Gedung Resiko infeksi, Kurang pengetahuan. Implementasi
Prof. Soelarto (GPS) keperawatan : Mengkaji nyeri dengan lokasi paha kanan,
Lantai 1, kamar 103, seperti tertusuk-tusuk, skala 7-8 dengan durasi 5-10 menit,
mengatur posisi baring semifowler 450 dengan kaki kanan
diganjal dengan bantal, mengajarkan tehnik relaksasi nafas
dalam,mengatur dan merapikan tempat tidur pasien,
pemberian anagesik terapi Ketorolac 30 mg/iv tiap 12 jam,
mengidentifikasi kemampuan klien untuk ambulasi,
membimbing klien untuk melakukan active ROM pada
ekstremitas yang sehat, melakukan isometric exercise,
observasi tanda-tanda infeksi, merawat luka dengan tehnik
aseptik/antiseptik tiap hari, pemberikan terapi Ceftriaxone 1
gr/iv/12 jam, mengeksplorasi pengetahuan pasien tentang
penyakitnya, mendorong klien untuk mengungkapkan
perasaan tentang penyakitnya menjelaskan tentang kondisi
penyakit saat ini dan proses penyembuhannya evaluasi
pasien dapat beradaptasi selama perawatan 7 hari
6 Open Fraktur Fibula Pengkajian perilaku : Klien mengeluh Nyeri pada lutut
Dextra Comunite kanan, post debridement dengan fiksasi external. Nyeri
Grade III A pada lutut kanan sejak 3 jam SMRS. Awalnya pasien
sedang bediri diluar gerbong kereta lalu kaki pasien yang
Tn. An, umur 41 kanan posisinya berada diluar pintu kereta tertabrak peron
tahun, pendidikan kereta distasiun, terjadi luka pada lutut dan pasien tidak
tidak tamat SMA, dapat berdiri lagi. Selama Di IGD luka dikaki klien banyak
pekerjaan tukang mengalami perdarahan dan klien mendapatkan transfusi
bangunan, status PRC 250 cc dengan Hb tanggal 20/2/2012 : 12.3 g/dl.
marital menikah, Kemudian pada tanggal yang sama pukul 19.00 pasien
Agama Islam, alamat dilakukan operasi debridement dan fiksasi external. Terapi
Kampung Gembong post operasi : awasi TTV (riwayat syok +), IVFD RL : D5 =
Cikupa RT.001 2:2/ 24 jam, Cefrtiaxon 2x1 gr, Ketorolac 3 x 1 amp,
RW.001 Cikupa Ranitidin 2 x 1 amp.
Tangerang. Tanggal
masuk RS 20 Feburari Kekuatan otot , aktivitas klien terbatas di
2012 Pk. 09.00 WIB, tempat tidur, hanya bisa posisi ½ duduk. Kaki yang fraktur
5555/5555
No. RM 01127388 terpasang fiksasi externa. Nyeri meningkat saat digerakkan
Fraktur/5555
dan saat dilakukan ganti balutan, skala 5-6, hygiene kulit
baik, pasien dapat tidur malam 7-8 jam/hari, tidur siang 1-2
jam, kualitas tidur baik. Pasien banyak bedrest, belum
berani ke kamar mandi karena luka masih merembes darah.
mandi lap dibantu istri. Pengkajian Stimulus : fraktur, nyeri
kurang pengetahuan dan perasaan takut untuk bergerak,
luka fraktur dengan perdarahan, luka flebitis pada
penusukan infuse tidak ada luka fraktur dengan perdarahan,
Nilai Hb tgl 21/2/2012 : 7,4 g/dl. Diagnosa keperawatan:
Hipertermi, Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera,
kerusakan mobilitas Fisik berhubungan dengan penurunan
kendali otot, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


imobilitas, Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan
pertahanan primer. Implementasi Keperawatan: Memonitor
suhu tubuh klien (axillaris) (jam 12.30, suhu tubuh jam
WIB 38,8 0 C), memonitor adanya tanda-tanda hipertermi
(meraba akral, melihat warna kulit, pukul 09.20 akral teraba
panas), memberikan program terapi parasetamol 500 mg
(pukul 12.45 WIB), menganjurkan klien banyak minum 2,5
liter/hari, mengintrusikan kepada pasien membatasi aktifitas
(aktifitas banyak dilakukan di tempat tidur), mengintrusikan
untuk memakai pakaian yang tidak menahan panas
mencatat gambaran lengkap terhadap nyeri dan lokasinya,
mengobservasi dan lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital.
mengajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri dengan
relaksasi, musik terapi, Analgetik : ketorolac 3 x 1 ampul
Mengimobilisaasikan bagian kaki kanan yang sakit,
memberikan posisi elevasi pada bagian kaki yang fraktur,
melakukan latihan ROM pasif pada ektermitas yang sehat,
melepas DC dan menganjurkan mobilisasi duduk,
mengimobilisaasikan bagian kaki kanan yang sakit,
memberikan posisi elevasi pada bagian kaki yang fraktur,
memberikan latihan ambulasi jalan bertahap menggunakan
kruk, mengidentifikas penyebab perdarahan, memonitor
pasien thdp perdarahan,mengecek Hb/Ht, memberikan
transfusi darah ke -4 : 250 cc, memberikan antibiotic
ceftriaxon 1 gram, melakukan perawatan luka pada tungkai
yang fraktur disebelah kanan, memberikan antibiotic
ceftriaxon 1 gram, melakukan perawatan luka pada tungkai
yang fraktur disebelah kanan. evaluasi pasien dapat
beradapatasi selama perawatan 8 hari
7 SCI complete AIS A Pengkajian perilaku : Klien mengalami Inkontinensia urin
SL Fraktur dan inkontinensia bowel akibat paraplegi pada kedua
Kompresi T8 e.c tungkainya, Klien mengalami inkontinensia urin dan bowel
Spondilitis TB Paru semenjak 5 bulan yang lalu, semenjak umur 8 tahun klien
menderita TB paru dengan pengobatan yang tidak tuntas.
NN MM, umur 14 Sebelumnya tahun 2010 klien pernah menjalani operasi
tahun, pelajar SMP, laminektomi di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta, klien
Agama Islam, alamat dibawa ke RS dengan keluhan kaki tidak bisa digerakaan
Jl. Mawar Rt 11/01 dan mengeluh dari paha kiri sakit. Pada tanggal 17 Oktober
Rempoa Bintaro, 2011 periksa radiologi dengan hasil Soft Tissue mas regio
Ciputat Tanggal gluteal sinistra dengan sklerotik, lalu dioperasi pada tanggal
masuk RS 28 25Januari 2012 dan jaringan dibiopsi dengan hasil
Nopember 2011, No. neurofibroma. Klien mengalami inkontinensia urin dan
RM 89622 inkontinensia bowel, klien mengalami paraplegi pada kedua
tungkai akibat fraktur kompresi T8 e.c Spondilitis TB Paru.
Selama sakit, buang air besar (BAB) dibantu perawat
dengan merangsang daerah duburnya, Buang air kecil
(BAK) dilakukan dengan program ICP (Intermintten
Cateter Program) yang dilakukan selama 5x/hari, urin
kuning pekat dan tidak ada endapan, luka dekubitus
didaerah sacrum seluas 4 x 1 cm didaerah dermis, luka
sudah mulai mengering, aktivitas klien dibantu penuh oleh
keluarga dan perawat karena kaki tidak bisa digerakkan.

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
5555/5555
1111/1111
6

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


Aktivitas ditempat tidur miring kanan, miring kiri dan
tengkurap dengan dibantu. Paraplegia/Kelemahan kedua
tungkai pada keduanya. hygiene kulit baik, pasien dapat
tidur malam 7-8 jam/hari, tidur siang 1-2 jam, kualitas tidur
baik. makan dan minum dapat melakukan sendiri (tanpa
disuapi), mandi lap dibantu ibu atau perawat.
Pengkajian stimulus: Imobilisasi, paraplegia,fraktur
kompresi T8 e.c Spondilitis TB Paru, tirah baring lama,
cemas, kurang pengetahuan, Fraktur kompresi T8 e.c
Spondilitis TB Paru.
Diagnosa keperawatan: Inkontinensia urinarius reflex
berhubungan dengan gangguan neurologis, Inkontinensia
defekasi berhubungan dengan kerusakan saraf motorik
bawah, kerusakan obilitas Fisik berhubungan dengan
gangguan neuromuscular, Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan imobilisasi fisik, Gangguan citra
tubuh berhubungan dengan penyakit, Risiko ketidak
berdayaan berhubungan dengan regimen terkait penyakit.
Implementasi Keperawatan: Urinari Incontinence Care:
Memberikan privacy untuk eliminasi, memonitor eliminasi
urin meliputi frekuensi, konsistensi, volume dan warna
(Frekuensi 5 x hari melalui program Intermintten Cateter
Program, volume 140 cc dengn warna kuning pekat),
memberikan perawatan vulva hygine, mengajarkan kepada
klien dan keluarga untuk melakukan Intermitten Cateter
Program (ICP) mandiri, meminta kepada keluarga untuk
mencatat keluaran urin, menginstruksikan pada pasien
untuk minum minimal 1500 cc/hari Mencuci area sekitar
dubur dengan sabun dan air kemudian keringkan setelah
mengeluarkan feses, memonitor diet dan cairan,
memberikan program training bowel menginstruksikan
kepada klien atau keluarga untuk mencatat keluaran feses,
melindungi klien dari trauma selama latihan, memberikan
latihan ROM Pasif pada kedua tungkai, menganti posisi
klien tiap 2 jam dengan miring kiri , miring kanan, dna
tengkurap mengobservasi karakteristik luka meliputi luas,
grade, lokasi, eksudat,granulasi atau jaringan nekrotik dan
epitelisasi, membersihkan luka dengan carian NaCl 0,9%
dan mengolesi dengan salep kemicetin, Jaga luka agar tetap
kering, memonitor tanda dan gejala infeksi pada luka,
memonitor status nutrisi mengkaji pasien untuk
mendiskusikan penyebab penyakitnya, mengkaji pasien
untuk menjelaskan pengaruh peer group pada persepsi
pasien terhadap citra tubuh, mengidentifikasi strategi
koping yang digunakan orang tua pada perubahan respon di
penampilan anaknya, mengidentifikasi kelompok motivasi
yang tepat untuk pasien, membantu kebiasaan pasien ketika
membuat kegiatan perawatan diri, memonitor kemampuan
pasien untuk perawatan diri secara mandiri, memberikan
pertolongan sampai pasien mampu penuh untuk melakukan
perawatan dirinya
Evaluasi pasien dapat beradapatasi selama perawatan 16

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


minggu
8 SCI Complete, AIS Pengkajian perilaku : Klien mengatakan, nafsu makannya
A, fraktur Thorakal baik, makanan yang disediakan terasa enak, klien selalu
5-6 menghabiskan menu dietnya, menu diet nasi biasa. Perut
datar, peristaltic intestinal terdengar 8 x/menit, peristaltic
kolon 5 x/menit, perkusi abdomen pada semua lapangnya
Tn. S, Laki-laki Umur hipertympani, palpasi perut teraba masa faces, Konjungtiva
49 th, Agama Islam, tampak pucat (anemis), tinggi badan 168 cm, menurut
PendidikanSLTP, Tgl keteranga klien berat badan terakhir 65 kg, Lila : 27 cm. Hb
masuk : 25-3-2012, : 10,0 g/dl, albumin : 2,8 g/dl, Klien mengatakan, sudah 3
Alamat Jl.Damai, RT hari belum BAB, reflek kontraksi spinkter ani negative.
08/2, Bambu Apus BAK : terpasang dower cateter sejak 2-4-2012 (7 hari), uri
Cipayung Jaktim No. keluar warna kuning jernih. Urin analisa : leukosit +1,
MR01135517 sedimen leukosit 6-8, eritrosit 2,4/lp. klien mengatakan
belum BAB 2 hari, SCI complete, AIS A, thorakal 5-6,
Peristaltik intestinal 8 x/mnt, Respon spinkter ani negative,
intake nutrisi selalu habis. Therapy laksadine 1 x 1 cdth.
thorakal 5-6, Peristaltik intestinal 8 x/mnt, terpasang kateter
hari ke 7, besok rencana intermiten cateter program.
Pengkajian Stimulus: resiko nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh, konstipasi dan retensi urine SCI thorakal 5-6, AIS A,
Paralegia (inferior), resiko kerusakan integritas kulit, nyeri
akif jika berganti posisi, skala nyeri 6, klien, immobilisasi,
kerusakan syaraf, Kerusakan control neuro muscular,
Diagnosa keperawatan : Resiko kerusakan integritas kulit,
Konstipasi, Kerusakan eiminasi urin (Retensi urine),
Implementasi Keperawatan monitor peristaltic pencernaan,
monitor intake dan output makanan dan cairan, menjelaskan
mekanisme konstipasi yang terjadi pada klien.menjelaskan
pentingnya makanan tinggi serat dan cairan dalam
membantu proses BAB, melakukan stimulasi rectal guna
membantu pergerakan feces.melakukan manual fekal
evakuasi, memberikan laxadine 1x1 sendok teh, Jelaskan
mekanisme retensi urine yang terjadi pada klien.
menjelaskan pentingnya program manajemen cairan
sebelum dan selama kegiatan ICP.men elasan tujuan dari
pelaksanaan ICP, melakukan ICP sesuai program dengan
prinsip steril.monitor balance cairan setiap 24 jam. Monitor
integritas jaringan pada daerah punggung dan sacrum.
menjelaskan pentingnya program alih baring setiap 2
jam.membantu dan motivasi klien dalam program alih
baring setiap 2 jam.melakukan pemberian bantalan pada
daerah yang tertekan seperti mata kaki.menjaga alat tenun
tetap kering dan bersih serta kencang.memberikan lotion
pada permukaan kulit yang kering bukan pada sela-sela jari.
evaluasi pasien dapat beradapatasi selama perawatan 16
minggu
9 SCI Complete AIS A Pengkajian perilaku: Keluhan masuk klien mengatakan
C5 ec. Trauma kedua tangan dan kedua kakinya tidak dapat digerakkan,
sebelum masuk rumah sakit, pada saat klien akan ke
Tn. MN, umur 53 mushola untuk menunaikan sholat maghrib dari rumah,

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


tahun, Laki-laki, klien terjatuh dari tangga rumahnya saat turun menginjak
agama islam, anak tangga ke-3 yang ternyata sudah kropos dari 5 anak
Menikah Pendidikan tangga yang ada, klien mengatakan jarak anak tangga satu
SD Pekerjaan dengan lainnya berdekatan, pada saat jatuh kepala klien
Pedagang Alamat Jl. membentur bangku kayu, klien sadar dan mencoba untuk
Kalibata Pulo berdiri, tapi klien tidak mampu menggerakkan kedua tangan
Pancoran, tanggal dan kakinya, istri klien dibantu dengan beberapa tetangga
Masuk RS 20 membawa klien ke ruang tamu, kurang lebih jam 20.00
Februari 2012 klien dibawa ke rumah sakit Fatmawati, klien mengatakan
BAK dan BAB tidak terasa, Klien mengatakan dirumah
biasanya BAK 4-6 kali/hari. Sejak trauma klien tidak
merasakan jika ingin BAK, terpasang DC, warna urine
jernih. x-ray servical menunjukkan adanya kompresi
minimal C5 dan penyempitan C5-6, sebenarnya dokter
menganjurkan dilakukannya CT-Scan dan Operasi tulang
belakang, tetapi sampai saat ini klien dan keluarga tidak
mempunyai biaya. Anak klien mengatakan kepala bagian
depan klien sedikit memar walaupun klien menyangkalnya
Wajah agak pucat, Hb : 10 mg/dl. Analisa gas darah
dilakukan pada tanggal 07-03-2012 dengan hasil : pH:
7.416, PCO2 : 29.9 mmhg, PO2 : 100.3 Mmhg, HCO3 :
18.8 Mmol/L, base exces : -4, O2 saturasi : 97.7%.
Kemerahan pada pressure area (-). Kulit klien tampak
kering, dilakukan miring kanan dan miring kiri dengan
menggunakan tehnik logg roll tiap 2 jam sekali sehingga
resiko terjadi luka tekan minimal, dilakukan back rubb
dengan menggunakan minyak kelapa pada bagian belakang
dan pada bagian tubuh yang tertekan, Fungsi Motorik: klien
menderita tetraplegia
Kekuatan otot 33333 33333
00000 00000 klien kasihan melihat istrinya
bekerja dan kesal kepada klien karena tidak bekerja, tidak
jarang keperluan sehari-hari dibantu oleh anak-anaknya
yang sudah menikah.
Pengkajian Stimulus:Kerusakan pada syaraf spinal,
Kompresi C5 dan penyempitan C5-C6. Perubahan posisi,
Integumen : Ulkus karena tekanan/pressure ulcer: tidak
ada Bedrest.penekanan yang terus menerus pada daerah
yang mengalami tekanan. Imobilisas, tirah baring.
Hospitalisasi, disfungsi peran, kurangnya komunikasi,
Cemas, kurang pengetahuan Diagnosa keperawatan:
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular, Retensi urinarius berhubungan dengan
gangguan sensori motorik, Inkontinesia defekasi
berhubungan dengan kerusakan saraf motorik bawah,
Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
Imobilisasi fisik, Disfungsi proses keluarga berhubungan
dengan pergeseran peran keluar. Implemetasi keperawatan:
Memandikan klien di atas tempat tidur dibantu dengan
perawat lain, memonitor kondisi kulit klien, memasangkan
collar neck kembali, memberikan posisi yang dibutuhkan
dengan tehnik log roll, melakukan pemeriksaan tanda-tanda

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


vital, melakukan pemeriksaan nervus cranialis , melakukan
pemeriksaan kekuatan otot, melakukan pemeriksaan AIS,
melakukan perubahan posisi dengan tehnik logg rol,
membantu klien untuk minum, mengajarkan ROM passive
dan aktif Memonitor volume dan warna urine. mengukur
intake-output, menganjurkan klien untuk banyak minum
kurang lebih 2000 cc/hari, Melakukan bowel evakuasi,
mengobservasi warna, konsistensi, bau, memonitor diet dan
kebutuhan cairan klien, melakukan perawatan pada daerah
anal setelah klien BAB, Merubah posisi klien miring kiri
dengan tehnik log roll, memberikan minyak kelapa pada
bagian tubuh yang tertekan, melakukan masage minimal
bagian tubuh yang tertekan, mengobservasi kelembaban,
tekstur dan turgor kulit klien, menganjurkan klien banyak
minum tetapi disesuaikan program cairannya, Memberikan
penjelasan tentang kondisi klien pada keluarga,
menganjurkan keluarga untuk memberikan support pada
klien, memberikan support pada keluaga, menjadi perantara
komunikasi antara klien dengan anggota keluarga,
melibatkan keluarga dalam setiap prosedur keperawatan
yang akan dilakukan mengenalkan klien pada klien lainnya
dalam satu ruangan
Evaluasi keperawatan pasien dapat beradaptasi setelah 16
minggu
10 Multipel Fraktur Pengkajian perilaku : Klien mengatakan tertabrak mobil
femur dextra, radius pada saat menyebrang jalan, dibawa ke rumah sakit oleh
ulna dextra Pegawai Dinas Sosial Pem-Prof DKI, Tinggi badan terukur
diatas Tempat tidur, 155 cm, Lila : 21 Cm, status nutrisi
Tn. R, Laki-laki 44 terkesan kurang. Pola nutrisi nutrisi di rumah sakit selalu
th , Islam Pendidikan dihabiskan setiap penyajian, SGOT : 64 u/l, SGPT : 33 u/l,
SMEA Tgl masuk 3- terapi kurkuma 3 x 1 tablet/hari, Norton scale : 11,
4-2012 MR 01137626 imobilisasi diatas tempat tidur, kebersihan kulit kurang,
BAB diatas tempat tidur. skin traksi dilepaskan, fraktur
femur dextra, radius ulna dextra, . Kurang kooperatif dalam
keperawatan. Tidak ada penunggu. 3-4-2012 : HB : 11,1,
d/dl, ht : 35 %,Leukosit : 11,9 ribu/ul, trombosit : 303
ribu/ul, eritrosit 4,03juta/u, Makan mandiri, mandi dengan
bantuan, kebersihan setelah BAB dengan bantuan,
kebersihan lingkungan tetap diatas tempat tidur, Program
mobilisasi klien mampu duduk sendiri diatas tempat tidur
tanpa ada keluhan nyeri. Tangan kanan terpasang spalek
gips sampai dengan sebatas distal humerus.Kaki kanan
panjang : 96 cm, kaki kiri panjang 100 cm
(deformitas).Skin traksi dilepas oleh klien dan belum
terpasang lagi.Kekuatan otot : tangan kanan 3-35/ kiri 5555,
kaki kanan 4 - - -/kiri 5555.
Pengkajian stimulus Kebutuhan nutrisi kurang, Fraktur
multiple, gangguan kejiwaan (psikosis), imobilitas, resiko
kerusakan jaringan kulit, resiko injuri. Terpasang gips spalk
pada lengan bawah kanan, skin traksi femur kanan belum
terpasang (lepas), resiko injuri, Ketidakkooperatifan dalam
perawatan.

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

10

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


Diagnosa keperawatan: Resiko kerusakan integritas kulit.
Resiko injuri, Defisit perawatan diri toileting. Deficite
perawatan diri toileting.Implementasi Keperawatan:
Timbang berat badan setiap hari/lila. Kaji kekuatan dan
ketebalan otot.Berikan oral hygiene untuk kebersihan dan
kesegaran mulut. Jelaskan fungsi makan secara sederhana.
Motivasi klien untuk selalu menghabiskan porsi makannya,
Motivasi klien untuk meminta bantuan saat ada dorongan
untuk BAB. Bantu klien dalam program kebersihan diri dan
toileting sesuai toleransi klien. Bersihkan lingkungan dan
ganti alat tenun setiap hari. Rawat kateter setiap hari.
Monitor integritas kulit. Monitor kondisi nadi perifer dan
bandingkan.Monitor adanya keluhan nyeri bagian distal
fraktur. Motivasi klien dalam imobilisasi fraktur sebelum
fiksasi.Motivasi klien untuk ambulasi dini setelah proses
fiksasi. Lakukan latihan ROM secara bertahap. Lakukan
positioning per 2jam. Potong kuku yang panjang. Monitor
posisi baring klien secara berkala. Motivasi klien untuk
tidak turun dari tempat tidur. Ganti alat tenun setiap hari.
Potong kuku yang panjang. Kaji integritas kulit pada area
fraktur. Kolaboratif obat anti psikosis.Evaluasi
keperawatan: klien dapat beradapatasi setalah perawatan 21
hari
11 Fraktur kompresi Pengkajian perilaku:Klien mengalami kecelakaan lalulintas
torakal 11-12 di Jln. Tb. Simatupang saat akan menyeberang jalan klien
tertabrak mobil, dengan posisi jatuh kepala dahulu dan
Tn. U, 34 Th, Laki- terjatuh kembali dengan posisi terlentang. Hematom pada
laki Menikah Islam, daerah torakolumbal, terdapat luka robek pada telinga
Pendidikan tamat smp kanan, luka lecet pada bahu kanan, luka bakar pada bahu
Pekerjaan pemulung kiri dan luka lecet pada kaki kiri bawah, Setelah hari ke 3
Alamat :padang, dirawat di RS klien belum BAB. Dilakukan colok dubur
Sumatra barat, di pada tanggal 14 maret feses tidak teraba. klien mengatakan
Jakarta hidup di jalan tidak ada gangguan dalam tidur dan klien lebih sering
Tanggal masuk RS : terlihat tidur. Pemenuhan ADL dibantu oleh perawat,
11: Maret 2012 jam : tingkat ketergantungan total. Suhu tubuh: 370C, akral
15.40 RM 100342 hangat terdapat luka lecet pada bahu kanan, telinga kanan,
luka bakar derajat 1 pada bahu kiri, luka lecet pada kaki kiri
bawah. kondisi luka terlihat sudah mulai mengering.
Terpasang infuse NaCl + ketorolac 20 tts/mnt. Koordinasi
baik, klien tidak gelisah, Terdapat nyeri, panas dan pegal
pada daerah punggung bawah Klien mengatakan ingin cepat
sembuh dan segera pulang kampung halamannya di
5555/5555
padang. Pasien terus bertanya tentang penyakitnya apakah
5555/Frakt dia akan cacat dan tidak bisa berdiri lagi. Klien
ur menanyakna kapan dia akan semuh dan bisa pulang, klien
tidak terlihat murung tidak ada keluarga yang mendampingi
klien. Klien takut menjadi cacat karena dia merasa tidak
mampu berdiri. Pengkajian stimulus penurunan motilitas
gastrointestinal, imobilisasi, perubahan pada makanan
biasanya, meminimalkan pergerakan pada tulang belakang
pembatasan pergerakan penekanan pada area luka dan luka
terbuka, tirah baring, manajemen terapi : imobilisasi pada

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

11

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


kasur keras, penekanan pada daerah sekitar fraktur fraktur
kompresi torakal 11-12, posisi tubuh supine takut akan
kehilangan fungsi gerak, ketidakmampuan untuk berdiri,
tidak ada anggota keluarga yang menemani. Diagnosa
keperawatan :Nyeri (akut) berhubungan dengan Penekanan
area sekitar fraktur dan respon cidera ditandai dengan klien
mengatakan masih terasa nyeri, panas dan pegal didaerah
punggung belakang, Resiko konstipasi, Defisit perawatan
diri, Resiko infeksi, Resiko kerusakan integritas kulit,
Resiko ketidakberdayaan. Implementasi keperawatan
Ajarkan prinsip prinsip manajemen nyeri, Identifikasi obat
anti nyeri yang sering digunakan pasien. Ajarkan teknik
manajemen nyeri non farmakologis seperti relaksasi,
distraksi. Identifikasi dan diskusikan dengan pasien hal hal
yang dapat memicu dan meringankan nyeri. Kontrol faktor
faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi rasa nyeri
pasien (misal: kebisingan, cahaya, suhu). Jelaskan pada
pasien tentang sebab timbulnya nyeri, berapa lama nyeri
akan bertahan, dan bagaimana mengantisipasinya. Libatkan
pasien dalam penggunaan analgesik. Jelaskan pada pasien
dan keluarganya sumber sumber bantuan yang dapat
digunakan. Monitor kemampua klien untuk melakukan
perawatan diri secara mandiri. Berikan bantuan perawatan
diri: mandi dan berhias, makan, toileting. Motivasi klien
untuk berpartisipasi dalam pemenuhan ADL sesuai tingkat
kemampuan. Berikan bantuan pada pasien dalam memenuhi
ADL sampai klien mampu mandiri. Dekatkan peralatan
makan dan minum untuk meningkatkan kemampun klien
secara bertahap memenuhi kebutuhan diri.Catat waktu
terakhir BAB.Monitor BAB meliputi : frekuensi,
konsistensi, volume, warnaMonitor bising usus. Laporkan
jika ada peningkatan bising ususMonitor tanda dan gejala
adanya konstipasi. Ajarkan pasien tentang makanan yang
dapat meningkatkan keteraturan dalam BAB. Instruksikan
pada pasien untuk mencatat warna, frekuensi dan
konsistensi dari feses. Anjurkan untuk menurunkan asupan
makana yang mengandung gas. Evaluasi terhadap efek
samping dari pemberian obat-obatan. Kolaborasi pemberian
laxative. Lakukan enema jika memungkinkan. Tingkatkan
pemberian cairan jika tidak ada kontraindikasi. Monitor
keadaan kulit setiap hari. Lakukan mobilisasi setiap 2 jam.
Jauhkan pemakaian alat tenun yang kasar. Anjurkan pasien
tidak berpakaian ketat. Berikan lubrikan pada mukosa dan
bibir bila diperlukan. Lakukan pemijatan pada daerah yang
rentan kerusakan. Tetap menjaga kebersihan linen. Bantu
klien mengidentifikasi harapan tentang kehidupan. Gali
perasaan klien tentang penyakit/situasi yang dihadapi.
Berikan kesempatan pada klien mengungkapkan
harapannya. Beritahu klien tentang keadaan penyakitnya.
Hindari menyembunyikan kebenaran pada pasien tentang
kondisi penyakitnya Berikan dukungan pada pasien untuk
menghadapi kehidupan dengan optimis. Ajarkan pada

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

12

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


pasien untuk selalu berpikir positif. Bantu klien untuk
meningkatkan keyakinan akan tuhan. Evaluasi keperawatan
pasien dapat beradapatasi selama 8 minggu
12 Open Fraktur Tibia Pengkajian perilaku: Pasien hendak pergi membayar
Fibula tagihan listrik jam 08.00 WIB, pasien menunggu angkutan
di pinggir jalan dan dari arah yang sama sebuah kendaraan
Tn J. Umur 69 tahun bermotor yang melaju menabarak pasien, pasien jatuh dan
Laki-laki, Duda Islam tidak mampu bangkit dan bergerak, tidak pingsan. Oleh
Pendidikan SMA orang setempat dilarikan ke rumah sakit terdekat, namun
Pekerjaan Pedagang, Jl karena kondisi RS kurang lengkap maka pasien dirujuk ke
Hud. Sukabumi 26 RS Fatmawati, tiba di IGD jam 11.05 wib, dan jam 21.30
Maret 2012 jam : sampai jam 23.00 dilakukan operasi. Tggl 27 Maret Jam
11.05 RM 1135882 01.00 wib pasien dipindahkan ke ruang GPS kamar 102.
Pasien mengatakan belum ada BAB sampai 24 jam setelah
post operasi Pasien mengalami keterbatasan gerak karena
adanya fraktur terbuka pada daerah tibia fibula kanan.
Aktivitas pasien sebagian masih dibantu oleh keluarga;
kebutuhan untuk makan, toilet, mandi, berpakaian dan
berpindah. Pemenuhan ADL partial care. Kekuatan otot
pada ektramitas atas normal: 5 5 5 5 / 5 5 2 2 untuk ROM
tidak ada masalah kecuali pada ektremitas kanan yang
terkena. Terdapat luka fraktur terbuka pada tibia fibula
kanana,dengan terpasangnya fiksasi eksternal. Luka bersih,
kondisi jahitan utuh sebanyak 15 jahitan ( 6 jahitan pada
daerah anterior, dan 9 jahitan melingkar pada pergelangan
kaki) masih keluar sedikit darah saat melakukan ganti
balutan. Klien mengatakan nyeri pada daerah fraktur
dengan skala 7, nyeri dirasakan bertambah saat mengganti
balutan sampai skala 10 dan merasa lelah sampai balutan
selesai diganti. pasien mengatakan belum paham akan
tindakan selanjutnya terhadap kondisinya, pasien juga
bertanya tentang berapa lama waktu pemasangan fiksasi
ekternal dan apa tindakan selanjutnya. Pasien juga bertanya
bagaimana ia akan berjalan menggunakan tongkat/kruk.
Pengkajian stimulus pusing Penurunan HB, pendarahan
post operasi, konstipasi, kurang mobilisasi, nyeri pada
daerah fraktur intoleransi aktivitas open fraktur tibia fibula
dektra dengan fiksasi eksternal, usia lanjut, resiko infeksi,
fiksasi eksternal, nutrisi, imunitas. : nyeri, resiko tinggi
disfungsi nuerovaskular perifer. spasme otot, gerakan
fragmen tulang, open fraktur tibia fibula dengan fiksasi
eksternal. kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis
dan pengobatan open fraktur tibia fibula dengan fiksasi
ektsternal ansietas Diagnosa: nyeri, kerusakan mobilitas
fisik, cemas proses tidakan operasi, resiko infeksi
Implementasi keperawatan: latihan relaksasi nafas, berikan
anti analgesik, rawat luka dengan aseptik dan antiseptik,
eplorasi perasan pasien untuk mempersiapakan pasien
menerima proses pengobatan
Evaluasi keperawatan pasien beradapatas dengan
penyakitnya setelah diberikan asuhan keperawatan selama
10 hari.

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

13

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


13 Multiple fracture; Pengkajian perilaku : aktivitas/pergerakannya klien sangat
closed fracture shaft terbatas karena nyeri dan fraktur yang dialami serta skin
femur sinistra, closed traksi pada kedua ektrimitas bawah dengan beban masing-
fracture distal ulna masing 6 kg, Terdapat edema terutama pada femur dextra.
sinistra dan close Sedangkan ektrimitas atas sinistra masih bisa digerakan dan
fracture tidak ada masalah dengan ektrimitas atas dextra. Klien
supracondiler femur mengatakan untuk istirahat/tidur tidak ada masalah, klien
dextra dapat tidur sekitar 7-8 jam. Klien mengatakan belum pernah
mengalami fracture dan belum pernah menjalani operasi,
Tn. S. 49 th, Alamat: klien mengatakan sebenarnya takut dan khawatir dengan
Pondok pinang, DKI. keadaanya serta operasi yang akan dijalaninya. Namun
Suku: Jawa, beragama yang bisa dilakukan adalah pasrah dengan keadaan yang
Islam, Pendidikan megharuskan dilakukannya operasi, klien berharap agar
SLTP bekerja sebagai cepat pulih dan sembuh seperti keadaan semula, karena dia
supir, status adalah tulang punggung bagi keluarganya (istri dan 2 orang
perkawinan: Kawin, anaknya), Ekpresi terkadang menahan nyeri jika ada
Tanggal masuk RSUP: pergerakan, dan tampak meminimalkan gerakan. TD:
07/04/2012, No RM 140/80 mmHg, N:94 x/m RR: 20 x/m
01138466, Tampak mencoba latihan nafas dalam. Edema di femur
dextra (+).Terpasang skin traksi kedua ektimitas bawah,
Terpasang RL + tramadol Pengkajian stimulus: nyeri,
fraktur. perasaan takut dan cemas untuk bergerak, rencana
operasi. kurang pengetahuan Diagnosa keperawatan:
cemas sehubungan dengan tindak operasi yang akan
dijalani, nyeri karena terputusnya kontinus tulang,
kerusakan mobilitas fisik,
Implementasi keperawatan: Beri dukungan Anjurkan untuk
melakukan kegiatan spiritual ditempat tidur, Pertahankan
imobilisasi dan monitor skin traksi
Motivasi untuk melakukan relaksasi nafas dalam dan
berikan posisi dan lingkungan yang nyaman bagi pasien,
latihan relaksasi nafas, Lakukan ROM aktiv/pasif pada
angkle dan monitor sirkulasi pada ektrimitas,Awasi keadaan
umum klien post operasi, Lakukan ROM aktiv/pasif dan
monitor sirkulasi pada ektrimitas, Lakukan cast care,
Monitor tanda infeksi Lakukan perencanaan untuk
mobilisasi klien (kolaborasi dengan phisioteraphy)
Evaluasi pasien dapat beradapatsi 9 hari
14 Osteosarkoma Pengkajian perilaku: Mual , makan 3x/hari, ½ porsi, diet
nasi, TKTP + ekstra putih telur 2 butir/hari. Jarang gosok
Tn.SM, 15 tahun, gigi, gigi dan gusi tampak kotor, halitosis . Conjunctva
laki-laki, beragama: anemis , BU  normoactive. TB 159 cm,, LILA: 21 cm.
Islam, pendidikan: Hasil laboratorium (24): Hb 9.8 g/dL; albumin 2.14 g/dL
Kelas 1 SMA, alamat: Terpasang skin traksi dg BB 5 kg. Mobiliasi duduk dengan
Jl.Mawaro Ciputat, bantuan monkey full. Nyeri positif , skala 3-5, meningkat
suku: Betawi, dengan pergerakan.Tidur malam 5-6 jam, tidur siang 1-2
pekerjaan: pelajar, jam. rontgen femur (18/11/11): osteomielitis froksimal
status perkawinan: femur. Hasil biopsi (17/11/11): osteosarcoma Kaki kanan:
belum menikah. skin traksi positif, BB 5 kg, akral hangat, pulse posif,
Tanggal masuk RSF: capily. refill <3 detik, luka 17x2.5 cm, pus (+). Kesulitan
27/10/11 WIB. dalam melakukan ADL: higiene, toileting dan berpakaian.

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

14

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


terhadap rencana amputasi, dimana keluarga belum dapat
mengambil keputusan, dan klien masih belum diberitahu
rencana tersebut.Pengkajian stimulus oteosarkoma
mual.anoreksia anemia, nyeri,takut, kecemasan dan stress,
kurang pengetahuan tentang rencana amputasi. Diagnosa
keperawatan Nyeri berhubungan dengan invasi langsung
tumor ke jaringan lunak, pembedahan dan kemungkinan
progresivitas penyakit. Kerusakan mobilitas fisik b.d. nyeri.
isiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
hipertermia. Resiko perluasan infeksi berhubungan dengan
pembedahan atau supresi sumsum tulang. Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, nausea, muntah. Kecemasan klien/orang tua
berhubungan dengan diagnosis dan rencana
pembedahan/amputasi. Implementasi keperawatan :
pengkajian nyeri dilakukan managemen nyeri yang
dilakukan baik managemen nonfarmakologik maupun
managemen farmakologi (penggunaan analgesik). lakukan
pengaturan posisi yang memungkinkan klien lebih nyaman
(dengan mensupport bagian kaki kanan menggunakan
bantal). mempertahankan beban skin traksi.
Mempertahankan stabilitas posisi ekstremitas kanan saat
mereposisi/mengganti linen, diberikan adalah Ketorolac
(3x30 mg). teknik relaksasi, dan distraksi , Mengkaji ROM
sendi ekstremitas yang sakit dan yang sehat. Tindakan ini
dilakukan selain untuk mendapatkan data tentang
kemampuan ROM sendi terkait, juga dimaksudkan sebagai
pembanding dalam mengevaluasi kemajuan kemampuan
ROM selanjutnya. Selain itu mengkaji area pemasangan
traksi juga dilakukan untuk mengetahui kemungkinan
komplikasi seperti kerusakan kulit dan dermatitis di bawah
traksi kulit dan komplikasi akibat immobilisasi yaitu:
penumonia stasis, tromboplebitis, Melakukan latihan ROM
pasif dan aktif Evaluasi keperawtan pasien dapat
beradaptasi dengan kondisinya setelah 14 hari.
15 Closed fracture shaft Pengkajian perilaku:Pasien mengalami KLL, masuk melalui
femur UGD 1 hari yang lalu pasien mengalami kecelakaan lalu
lintas jatuh kesisi kiri dan tertimpa oleh sepeda motor yang
Tn.Ps 28 th, beragama dikendarainya. Pada kaki kiri: nyeri (+) dengan skala 5-6,
Islam, pendidikan tidak dapat digerakan (+), luka (-). Di kirim ke IGD RSUPF
SLTP; Alamat: Jl. dan dilakukan ro’ femur didapatkan fraktur tertutup shaft
Masjid Rt 002/002 femur. Rencana akan dilakukan pemasangan skin traksi 5
Pangkalan jati Cinere kg untuk immobilisasi fraktur. Kekuatan otot ,
Depok Jawa Barat . aktivitas psien terbatas di tempat tidur, hanya bisa miring
Suku: Jawa ; kiri/kanan dilakukan dengan bantuan trapezium bar
pekerjaan: pegawai direncanakan akan dipasang skin traksi, nyeri meningkat
swasta; status saat digerakkan, skala 5-6, pasien merasa cemas dan
perkawinan: belum. menanyakan kepada perawat tentang rencana operasi dan
Tanggal masuk RSUP: kemungkinan hasilnya, ekspresi wajah tegang. Pengkajian
09/11/11, No RM stimulus: fraktur, nyeri kurang pengetahuan dan perasaan
01103121 takut untuk bergerak, rencana operasi tidak ada,
pengetahuan dan stress

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

15

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


Diagnosa keperawatan: Nyeri, Kerusakan mobilitas fisik,
cemas,ditemukan pada saat pasien menjalani pembedahan
Resiko infeksi, ditemukan setelah menjalani pembedahan.
Implemetasi keperawata: Kaji nyeri (lokasi, onset, durasi,
intensitas,faktor yang meringankan/memperberat), Jelaskan
dan ajarkan menajemen nyeri nonfarmakologi (relaksasi,
imagery, distrakasi, music th/) ,Lakukan skin traction
(beban 5 kg), Pertahankan efektivitas skin traksi,
Kolaborasi terapi ketorolac 2x30 mg, iv (jika perlu),
Jelaskan tujuan dan manfaat tehnik relaksasi., Lakukan
AAROM pada ekstremitas yang sakit, Lakukan active
ROM pada ekstremitas sehat, Ajarkan penggunaan trapeze
(Monkey pull) yang tepat, Lakukan isometric exercise,
Eksplorasi penyebab cemas, Jelaskan operasi akan
dilakukan oleh tim ahli, Tunjukan video tentang ORIF:
interlocking nail Jawab/jelaskan tiap pertanyaan , Obs
tanda-tanda infeksi, Rawat luka aseptik/antiseptik tiap hari,
Pertahankan luka moist, Observasi hasil lab: leukosit.
Anjurkan mengkonsumsi makanan bergizi. Anjurkan
menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat
tidur.Ajarkan tanda-tanda infeksi dan cara pencegahannya
Evaluasi keperawatan pasien dapat beradapatasi selamna 14
hari
16 Neglected infektif Pengkajian perilaku: Klien mengalami patah tulang terbuka,
fraktur tibia dextra akibat kecelakaan lalu lintas, menabrak orang gila yang
tiba-tiba melompat ke tengah jalan, saat klien mengendarai
Tn. S, umur: 49 tahun, sepeda motor dalam kecepatan tinggi. Diobati didukun,
laki-laki, beragama: namun tidak ada perbaikan, dan luka semakin memburuk.
Protestan, pendidikan: Kaki kanan: luka  di area tibia, 15x11 cm, kemerahan,
SMA. alamat: krusta  kehitaman ditepian luka, kemerahan disekeliling
Sukmajaya-Depok, luka, pus  minimal. Ankle: kulit merah kehitaman, edema
suku: Manado,  di dorsalis pedis, plantar pleksi < 50º, dorsi pleksi < 20º,
pekerjaan: swasta, ROM digiti baik. Knee: edema , fleksi terbatas, nyeri .
status perkawinan: Sensasi menurun jika dibandingkan kaki kiri. Akral hangat
menikah. Tanggal dan capillary refil < 3 dtk. mobilisasi terbatas di tempat
masuk RSPF: 10/12/11 tidur, miring kiri/kanan dan duduk.nyeri  bila kaki kanan
MR 01111201 digerakan pasien ampak berhati-hati, dan membatasi
pergerakan saat mobilisasi. Kulit terdapat luka  di area
tibia dextra, 15x11 cm, krusta  kehitaman ditepian luka
dan kemerahan di didaerah luka pus postif, hb cenderung
menurun, lekosit 6.8, eosinofil 7.0, ada pembengkakan dan
kemerahan, suhu 36.3 derajat. tidak ada allergi obat
maupun makanan. Pengkajian stimulus: fraktur, nyeri,
perasaan takut dan cemas untuk bergerak , neglected
fraktur, kurang pengetahuan dan stress tidak ada, adanya
pus postif. rencana operasi fraktur kurang pengetahuan
dan stress.Diagnosa keperawatan Cemas berhubungan
dengan rencana operas ditandai dengan: menanyakan
kemungkinan hasil operasi yang akan dilakukan, dan
menanyakan dan mengklarifikasi apa maksud yang
dikatakan dokter tentang pemotongan tulang saat operasi,

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

16

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


Nyeri akut berhubungan dengan disrupsi tulang, kerusakan
jaringan lunak, spasme otot, edema.Kerusakan mobilitas
fisik b.d. nyeri, Risiko infeksi b.d. kerusakan pertahanan
primer (adanya luka akibat trauma); efek penggunaan
invasif. Implementasi keperawatan. Memberi kesempatan
kepada klien untuk mendiskusikan
perasaan/kehawatirannya, Memberikan gambaran tentang
pasien dengan kasus serupa yang dialami klien.Kaji
intensitas nyeri (gunakan skala 0-10), onset, durasi dan
faktor yang meringankan atau meningkatkan
nyeri.Meninggikan bagian fraktur, Berikan ketorolac 3 x 30
mg (kalu perlu), evaluasi efektivitas dan efek sampingnya.
Lakukan ROM aktif pada ekstremitas yang tidak cedera dan
ROM pasif pada kaki kanan. pertahankan body alignment
tubuh tetap baik saat mereposisi. Observasi komplikasi
immobilisasi: decubitus, konstipasi, kontraktur sendi,
pneumonia, trombosis vena, latihan mobilisasi duduk,
lakukan berjalan dengan menggunakan kruk. Evaluasi
keperawatan pasien dapat beradapatasi stelah 10 hari
perawatan
17 Open Fractur Tibia Pengkajian perilaku : Klien MRS karena mengalami KLL,
Fibula Dextra 1/3 sementara naik motor tiba-tiba tabrakan dengan sepeda
medial post operative motor dari arah yang berlawanan. Kejadian dialami pada
OREF Hari I tanggal 14 April 2012 jam 21.00. Sebelumnya klien sempat
dirawat di RSUD Depok selama 10 jam, kemudian dirujuk
Tn. JNP, 27 th, ke RSUF dengan alasan fasilitas lebih lengkap. klien post
beragama Kristen operative OREF Hari I lebih kurang 6 jam yang lalu. Pada
Protestan, pendidikan pengkajian ditemukan pada kaki kiri terpasang External
Tamat SLTA, Alamat Fixasi dan terdapat nyeri (+) dengan skala 4-5, durasi 3-5
: Kp. Sanja, Kec. menit dengan sifat hilang timbul, tidak dapat digerakan (+),
Citeureup, Bogor ; luka tampat tertutup elastic verband dan terpasang drain
Pekerjaan : Swasta ; dengan volume 25 cc. Kekuatan otot 5555/5555 untuk
Status : Belum ekstremitas atas dan 5522/5555 untuk ekstremitas bawah,
Menikah. Masuk RS aktivitas pasien hanya di sekitar tempat tidur, belum dapat
tgl : 15/04/12 jam melakukan mobilitas turun dari tempat tidur, terpasang
13.00, external fixasi pada bagian tibia dextra dan terasa nyeri
pada area itu. Nyeri bertambah saat digerakkan maupun
ditekan, skala 4-5, hygiene kulit baik, pasien dapat tidur
malam 7-8 jam/hari, tidur siang 1-2 jam, kualitas tidur
menurun karena merasa sakit dan terpasang alat pada
tungkai bawah kanan. Pengkajian stimulus: fraktur, nyeri,
kurang pengetahuan dan perasaan takut untuk bergerak,
tidak dapat beraktivitas, Diagnosa keperawatan:kerusakan
mobilitas fisik, nyeri, resiko infeksi. Implementasi
keperawatan: managemen nyeri, therapi latihan, kontrol
infeksi,Evaluasi keperawatan pasien dapat berhadaptasi
setelah perawatan 7 hari

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

17

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


18 Osteosarkoma Pengkajian perilaku : Sebelum masuk rumah sakit
mobilisasi terbatas sejak 3 bulan yang lalu karena fraktur
Tn. EA, umur: 36 yang dialaminya setalah masuk rumah sakit mobilisasi
tahun, laki-laki, terbatas di tempat tidur, miring kiri/kanan dan duduk.nyeri
beragama: Islam,  bila kaki kanan digerakan pasien tampak berhati-hati, dan
pendidikan: SD. membatasi pergerakan saat mobilisasi , Kaki kanan: luka 
alamat: Bojong pulo di area tibia, 15x11 cm, kemerahan, krusta  kehitaman
Rt 03 Rw 03 ditepian luka, kemerahan disekeliling luka, pus  minimal.
Kecamatan cipayung Ankle: kulit merah kehitaman, edema  di dorsalis pedis,
Jaya Depok, suku: plantar pleksi < 50º, dorsi pleksi < 20º, ROM digiti baik.
Betawi, pekerjaan: Knee: edema , fleksi terbatas, nyeri . Sensasi menurun
tukang ojek, status jika dibandingkan kaki kiri. Akral hangat dan capillary refil
perkawinan: menikah < 3dtk. Pengkajian stimulus: fokal; osetosarkoma nyeri,
punya anak 2, Tanggal perasaan takut dan cemas untuk bergerak, ada bengak.
masuk RSPF: 10/12/11 Diagnosa keperawatan: kerusakan mobilitas fisik, nyeri
WIB, MR: 01111201 berhubungan dengan penekanan syaraf ditandai dengan
pembengkakan masa.Implementasi keperawatan:
manajemen nyeri, latihan aktif dan pasif, merawat luka
dengan aseptik, ekplosri perasan dan anjurkanunutk
ekplorasi atau sering dengan pasien kasusu yang
samaEvaluasi keperawatan:15 hari pasien dapat
beradapatasi.
19 Primery bone tumor Pengkajian perilaku : pasien mengatakan penyakit yang
of proksimal tibia didertanya cukup lama, karena biaya dan takut untuk
susp. Maligna menjalani operasi, tapi saat ini pasien mengatakan takut
kehilangan, albumin. 3,2, pasien mengatakan nyeri pada
Tn.umur: 33 tahun, kaki kiri bila digerakan, ada luka didaerah proxsimal seluas
laki-laki, beragama: 2x2 bila diganti balutan kelaur darah bila ganti balutan,
islam, pendidikan: SD. bengkak daerah ekterimitas, pasien cemas rencana amputasi
alamat: Indogren Blok pada derah kaki kiri, Kaki kiri: luka  di area proximal
D9 no 3 Citereup tibia, 15x11 cm, kemerahan, kemerahan disekeliling luka,
Bogor, suku: Sunda, pus  minimal. Akral hangat dan capillary refil < 3dtk.
pekerjaan: Buruh, HB: 6.0 (25/04/2012), Menanyakan kemungkinan hasil
status perkawinan: operasi yang akan dilakukan, dan menanyakan dan
menikah punya anak mengklarifikasi apa maksud yang dikatakan dokter tentang
2,. Tanggal masuk pemotongan tulang saat operasi dilakukan nanti.Pengkajian
RSPF: 24/01/12 WIB, stimulus: osteosarkoma, rencana operasi, nyeri saat
MR: 01084911 pergerakan, ada luka daerah proksimal, pasien cemas akan
tindak operasi, kurang pengetauan, stressDiagnosa
keperawatan: nyeri, kerusakan mobilitas fisik, resiko
gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
resiko perluasan luka
Implemintasi keperawatan: Memberi kesempatan kepada
klien untuk mendiskusikan perasaan/kehawatirannya.
Memberikan gambaran tentang pasien dengan kasus serupa
yang dialami klien. Kaji intensitas nyeri (gunakan skala 0-
10), onset, durasi dan faktor yang meringankan atau
meningkatkan nyeri.Lakukan intervensi nyeri
nonfarmakologik: distraksi, relaksasi, guided imagey, terapi
musik.Meninggikan bagian kaki kiri.Berikan ketorolac 3 x
30 mg (kalu perlu), evaluasi efektivitas dan efek

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

18

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


sampingnya, Lakukan ROM aktif pada ekstremitas yang
tidak cedera dan ROM pasif pada kaki kiri. Pertahankan
body alignment tubuh tetap baik saat mereposisi. Observasi
komplikasi immobilisasi: decubitus, konstipasi,kontraktur
sendi, pneumonia, trombosis vena. Latihan mobilisasi
duduk Latihan berjalan menggunakan kruk. Evaluasi
keperawatan pasien dapat beradaptasi stelah 14 hari
perawatan.
20 Open fraktur femur Pengkajiaan perilaku : pasien mengatakan pergerakan
dektra terbatas dengan nilai kekuatan otot Kekuatan otot
5555/5555
Tn AB, 41 tahun, laki- Aktivitas terbatas di tempat
NT/5555tidur . Nyeri meningkat dengan
laki, SMA Pendidikan pergerakan, ROM sendi hip dan knee dan ankle dextra
Pekerjaan pedagang terbatas Hygiene kulit baik, aktivitas dengan bantuan.
tanggal masuk rumah Menyakan kemungkinan penyembuhan Hb: 7.0, luka
sakit fatmawati :20 daerah operasi sepanjang 15 cm, takut bila mobilisasi
Februari 2012 alamat: Pengkajian stimulus:adanya fraktur, nyeri saat digerakan,
kP.gebang cikupa pasien cemas, kurang pengetahuan terahadap proses
tanggerang banten penyakitnya. Urine: DC (+) hari ke 2, urine kuning
MR:01127388 kecoklatan (seperti teh botol), jumlah 1000 cc/24 jam.
Diagnosa keperawatan: nyeri post operasi saat mnelakukan
mobilitasi dengan kruk, kerusakan mobilitas fisik, cemas
progeram proses rehabitasi ambulasi dini
Implementasi keperawatan: latihan ambulasi dini secara
bertahap sesuai kemampuan pasien dimulai dengan
miringkanak kiri, duduk dan melakukan proses berjalan
dengan kruk, mengkaji skala nyeri, intentitas adan ajarkan
tehnik relaksasi nafas, ekplosi perasan pasien tentang
rehabilatasi post operaasi, berikan pasien ekspresi dengan
pasien yang sama dengan penyakitnya
Evaluasi pasien dapat beradapatsi dengan penyakitnya
selama perawatan 7 hari.
21 Spondilitis Vertebra Pengkajian perilaku: sebelum masuk rumah sakit tiga
Thorakal 8 ec Suspect bulan yang lalu pasien mengalami batuk-batuk selama ±3
TB minggu. Batuk terutama malam hari. Kira-kira ±2 bln
Tn SP.laki-laki, pasien mengeluhkan sakit pinggang, dan sekitar 2 mg,
islam,36 tahun alamat pasien mengalami kelemahan di kedua tungkai bawah. ± 1
jl.salak rt.003/002 hari SMRS pasien tidak bisa b.a.k. dan b.a.b, DC (+), urine
pondok beda kuning jernih, 1000 cc/24 jam, direncakanan dilakukan ICP.
pamulang kab Eliminasi bowel: tidak dapat b.a.b. spontan; menggunakan
Tanggerang Selatan, laxadine syr, dan evakuasi manual. Aktivitas/istirahat:
masuk rumah sakit 14 kedua tungkai bawah lemah dan tidak dapat beraktivitas,
nopember 2011 NM Kekuatan otot , miring kiri/kanan dilakukan dengan
011111989 bantuan, spastik (+) di kedua tungkai bawah, nyeri ringan di
area vertebra thorakal 8-9, evakuasi manual 5555/5555 bowel,

intermitten catheter program (icp), pencegahan2222/2222.


komplikasi
immobilisasi, ROM exercise aktif dan pasif. Pengkajian
stimulus: spondiliti, nyeri, imobilisasi, infeksi. Diagnosa
keperawatan: gangguan mobilitas fisik; gangguan eliminasi
urine dan bowel, gangguan nutrisi: kurang; dan kurang
pengetahuan. Implementasi keperawatan : menjelaskan dan

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

19

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


mengatasai kontrol nyeri, pencegahan dekubitus, nutrisi,
pencegahan infeksi, konstipasi.ajarkan jelasan dan ambulasi
dini dalam pelaksanaan ambulasi, ROM exercise (isometric
exercise, AAROM, dan active ROM), evaluasi keperawatan
pasien 12 minggu dapat beradapati dengan kondisi
penyakitnya.

22 fraktur tertutup shaft Pengkajian perilaku : pasien mengatakan 1 hari yang lalu
femur. pasien mengalami kecelakaan lalu lintas jatuh kesisi kiri
Ny .As, perempuan 34 dan tertimpa oleh sepeda motor yang dikendarainya. Pada
tahun 8 bulan, islam kaki kiri: nyer (+) dengan skala 5-6, tidak dapat digerakan
penndidikan SLTA (+), luka (-). Di kirim ke IGD RSUPF dan dilakukan ro’
pekerjanan ibu rumah femur didapatkan fraktur tertutup shaft femur. Rencana
tangga, alamat jl.lubuk akan dilakukan pemasangan skin traksi 5 kg untuk
desa libido ciputat immobilisasi fraktur. Pulsasi arteri femoralis (+), kuat.ROM
kKab tanggerang terbatas karena nyeri, Pulsasi arteri tibialis posterior (+),
tanggal masuk rumah terapi yang diberikan Ketorolac 2 x 30 mg, intravenaSkin
sakit 15 Nopember traction dengan beban 5 kg, Rencana ORIF: interlocking
2012, RM : 01104556 nail, Mengatakan tidak bisa jalan, Menanyakan kepada
perawat tentang rencana operasi dan kemungkinan
hasilnya, Ekspresi wajah tegang, TD 110/80 mmHg, N:
80x/mnt, P: 20x/mnt Pengkajian stimulus: fraktur, cedera,
nyeri, edema, Hilangnya pertahanan primer sekunder
terhadap adanya vulnus laseratum. Diagnosa keperawatan :
nyeri, kerusakan mobilitas fisik, kecemasan, resiko infeksi.
Implementasi keperawatan: Kaji nyeri (lokasi, onset, durasi,
intensitas, faktor yang meringankan/memperberat), Jelaskan
dan ajarkan menajemen nyeri nonfarm (relaksasi, imagery,
distrakasi, music th/) , Lakukan skin traction (beban 5 kg),
Pertahankan efektivitas skin traksi. Kolaborasi terapi
ketorolac 2x30 mg, iv (jika perlu). Jelaskan tujuan dan
manfaat tehnik relaksasi. Lakukan AAROM paa ekstremitas
yang sakit, Lakukan active ROM pada ekstremitas sehat
Ajarkan penggunaan trapeze (Monkey pull) yang tepat,
Lakukan isometric exercise. Eksplorasi penyebab cemas,
Jelaskan operasi akan dilakukan oleh tim ahli , Tunjukan
video tentang ORIF: interlocking nail, Jawab/jelaskan tiap
pertanyaan, Rawat luka aseptik/antiseptik tiap hari,
Pertahankan luka moist, Observasi hasil lab: leukosit,
Anjurkan mengkonsumsi makanan bergizi, Anjurkan
menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat tidur.
Evaluasi keperawatan pasien dapat beradapatasi setalah
perawatan 9 hari
23 Fraktur Dislokasi Pengkajian perilaku: pasien mengalmi kecelakaan lalu
lumbal I, SCI lintas 6 september 2011 kemudian masuk rumaskit koja,
lantaran biya msuk dan berubat di alternatif,ektermitas
TN AK, 20 tahun, bawah paraplegi, ada dekubitus panjang, 15x 12 cm,
Agam islam Pekerjaan mengeluarkan bau, pus tanda vital 37.8 derajat celicius,
: pegawai swasta, infus RL, pengobatan luka dengan madu, kesulitan
ststus lajang alamat : beraktivitas sehubungan kelemahan pada ektrimitas, pasien
Kav.tipor timur sering mengungkapkan kesediannya terhadap apa yang

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

20

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


rt.03/04 semper dialaminya, pasien direncanakan operasi pro orif,
baratkec.cilicing kebutuhan sehari-hari klien dibantu terutama saat buang air
jakarta utara tanggal besar dan buang air kecil, rencana rehap pasien akan di
masuk 14 september lakukan terapi ICP, pasien terus diajarkan secara bertahap
2011 RM 01097616 tentang mobilisasi, saat ini miring kiri dan kana setiap 2
jam, Hb : 6 dan sudah menjalani tranfusi darah 500 CC
rencana akan pindah ruangan setelah reposisi lumbal.
Pengkaian stimuklus fraktur/cedera lumbal, hilangannya
sensasi saraf, kelemahan ektrimitas bawah, dekubitus,
kerusakan mobilitas, perdarahan, cemas dan kurang
pengetahuan. Diagnosa keperawatan:nyeri, gangguan
mobilitas fisik, cemas terhadap proses penyakit dan
pengobatan, gangguan citra diri, harga diri rendah,
gangguan fungsi peran. Implemetasi keperawatan :
management nyeri, managemen latihan, perawatan luka
dengan aseptik dan antiseptik, kerja sama dengan keluarga
untuk mendorong dan meeksploritasi perasaaan pasien dan
harapan yang di inginkan, beri lingkungan yang nyaman,
buat tempat sering sesama penderita yang dialami pasien.
Dorong keluarga untuk memberikan pujian terhadap
pencapaian yang dilakukan pasie. Evaluasi keperawatan
pasien bisa beradapataasi setelah perawatan4 bulan.
24 Open Fraktur Fibula Pengkajian perilaku : Nyeri pada lutut kanan sejak 3 jam
Dextra Comunite SMRS. Awalnya pasien sedang bediri5555/5555
diluar gerbong kereta
Grade III A. lalu kaki pasien yang kanan posisinya berada diluar pintu
Fraktur/5555
kereta tertabrak peron kereta distasiun, terjadi luka pada
Tn. AN, umur 41 lutut dan pasien tidak dapat berdiri lagi. Pasien langsung
tahun, pendidikan dibawa ke RS Fatmawati. Selama Di IGD luka dikaki klien
tidak tamat SMA, banyak mengalami perdarahan dan klien mendapatkan
pekerjaan tukang transfuse PRC 250 cc dengan Hb tanggal 20/2/2012 : 12.3
bangunan, status g/dl. Kemudian pada tanggal yang sama pukul 19.00 pasien
marital menikah, dilakukan operasi debridement dan fiksasi external. Terapi
Agama Islam, alamat post operasi : awasi TTV (riwayat syok +), IVFD RL : D5 =
Kampung Gembong 2:2/ 24 jam, Cefrtiaxon 2x1 gr, Ketorolac 3 x 1 amp,
Cikupa RT.001 Ranitidin 2 x 1 amp, Cek DPL, Ganti balutan. Pengkajian
RW.001 Cikupa stimulus : Imobilisasi, nyeri, cedera, fraktur, perdarahan,
Tangerang. Tanggal cemas dan kurang pengetahuan. mengeluh pusing, nyeri
masuk RS 20 Feburari pada luka post operasi. Diagnose keperawatan : Hipertermi
2012 Pk. 09.00 WIB, berhubungan dengan penyakit (meningkatnya produksi
No. RM 01127388 leukosit yang mengakibatkan kerentanan timbulnya
infeksi). Perilaku yang mendukung: suhu bapak ES 38,8 0
C, luka fraktur merembes darah, luka penusukan infuse
(flebitis), Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
(fisik). Perilaku yang mendukung : klien mengeluh nyeri
dengan skala 5 – 6 saat digerakan dan saat mengganti
balutan. gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan
penurunan kendali otot. Data-data yang mendukung adalah
kekuatan klie aktivitas klien terbatas di tempat tidur, hanya
bisa posisi ½ duduk. Kaki yang fraktur terpasang fiksasi
externa .Klien belum berani kekamar mandi karena luka
masih merembes perdarahan Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan imobilitas. Data- data yang

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

21

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


mendukung adalah klien mengeluh pusing, lemah dan Hb
tanggal 20/2/2012 : 12,3 g/dl, Hb tanggal 21/2/2012 : 7,4
g/dl. Risiko tinggi infeksi, implementasi keperawatan :
Monitor suhu tubuh tiap 2 jam.Monitor adanya tanda-tanda
hipertermi.Atur suhu lingkungan lebih rendah dari panas
rata-rata ruangan biasa .Programkan pemberian antiperatik
dan analgetik (parasetamol dan tramadol). pantau/catat
karakteristik nyeri baik verbal maupun non verbal, misalnya
meringis, menangis, gelisah, mengcengkeram. Catat
gambaran lengkap terhadap nyeri dan lokasinya.. Observasi
dan lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital. Ajarkan
penggunaan teknik manajemen nyeri dengan relaksaski,
guided imagery, music terapi, distraksi.Berikan lingkungan
yang nyaman dan tenang.Kolaborasi pemberian Analgetik.
Proteksi terhadap infeksi, terapi mobilisasi. Pasien dapat
beradaptasisetelah tindakan keprawatan 12 hari.
25 Spondilitis TB Pengkajian perilaku :pasien mengatakan mudah lelah dan
merasa kelemahan pada kedua kaki, suhu 36.0 c, pasien
Tn.A, 41 thn, agama bedrest, kebutuhan sehari-hari dibantu, istirahat kurang
islam, pekerjaan peg
rata-rata 4 jam sehari, recana akan debridement pada
swasta, tanggal masuk
rumah sakit 12 Maret posterior . pada usia 17 th, pernah menderita peyakit TBC
2012, SLTA alamat : dan melakukan pengobatan untuk TBC selam 6 bulan
jl. Lurah desa limbato sampai dengan selesai.Menurut keterangan klien 4 tahu
ciputat kab.tanggerang yang lalu menderita penyakit ashma, kambuh jika udara
MR 0114556 dingin dan mengalami kelelahan fisik , melakukan
perawatan jalan di rumahsakit Polri Kramat Jati hingga
sekarang Pengkajin stimulus : spondilitis, aktivitas terbatas,
kurang pengetahuan diagnosa keperawatan: nyeri,
gangguan mobilitas fisik sehungna dengan kelemahan,
intoleransi aktivitas, resiko penyebaran infeksi,
implementasi keperawatan kaji nnyri lama, durasi,dan
ajarkan tehnik relaksasi nafas, latih mobilisasi fsik dengan
membuat jadwal sesuai kemampuan pasien, beri penjelasan
tentang proses penyakitnya, pasien dapat berdapatasi
selama 14 minggu

26 SCI Complete, AIS Pengkajian perilaku Klen mengatakan mengalami


A, fraktur Thorakal kecelakaan lalu lintas tunggal, motor yang ditumpanginya
6 terperosok edalam lubang jalan dank lien terjatuh terguling-
guling sampai beberapa kali, saat kecelakaan klien
Tn. SH, Laki-laki 51 dalamkondisi sadar, klien mengatakan saat mau bangun
th,Islam,SLTP tidak bisa, kakinya terasa melayang (hilang). klien
Alamat :Jl.Sukaraja , mengatakan tidak pernah miring ke arah kiri karena terasa
Rt 02/14, pondok sesak,konjungtiva tampak pucat (anemis), tinggi badan 168
bambu Jakarta Timur cm, menurut keteranga klien berat badan terakhir 65 kg,
Lila:27 cm. Pemeriksaan laboratorium : Hb:10,0 g/dl,
Tanggal masuk : 22
albumin : 2,8 g/dl, Kontekstual stimuli:resiko nutrisi kurang
Maret 2012 RM : dari kebutuhan tubuh. AIS A (komplit), kekuatn otot
ekstremitas atas 5555/5555, ekstremitas bawah 0000/0000,

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

22

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


01135417 klien hanya berbaring diatas tempat tidur yang sudah
terpasang rile side, aktifitas dibantu istrinya, SCI complete,
AIS A, thorakal 5-6, Peristaltik intestinal 8 x/mnt, Respon
spinkter ani negative, intake nutrisi selalu habis. Therapy
laksadine 1 x 1 cdth. . Pengkajian stimulus: fraktur thorakal
5-6i, kelemahan fisik, aktifitas terbas, kelemhan fisik
diaagnosa keperawatan gangguan mobilitas, Konstipasi,
Kerusakan eliminasi urin (Retensi urine). Implementasi
keperawatan, monitor peristaltic pencernakan, monitor
intake dan output makanan dan cairan. menjelaskan
mekanisme konstipasi yang terjadi pada klien. menjelaskan
pentingnya makanan tinggi serat dan cairan dalam
membantu proses BAB. Melakukan stimulasi rectal guna
membantu pergerakan feces. Melakukan akukan manual
fekal evakuasi, Jelaskan mekanisme retensi urine yang
terjadi pada klien. menjelaskan pentingnya program
manajemen cairan sebelum dan selama kegiatan ICP.
menjelasan tujuan dari pelaksanaan ICP hitung blader
capacity klien. melakukan ICP sesuai program dengan
prinsip steril, monitor balance cairan setiap 24
jam.Kolaboratif dalam memberikan laxadine 1x1 sendok
teh. Evaluasi pasien dapat beradapatasi setelah 16 minggu
perawatan.
27. Bust Fraktur TH 5-6 Pengkajian perilaku: pasien jatuh ketika pulang kerja,
terprosok ke lubang, dirujuk kerumah sakit dari perahabatan
Tn.SS, 49 Th, Islam, karena tidak ada dokter yang menangani maka di rujuk ke
pegawai swasta, laki- rumah sakit fatmawati, saat ini pasien di istirahatkan, NGT
laki alamat jl.damai II terpasang, kekuatan otot para plegi di ektrimitas bawah,
RT 08/02 Cipinang suhu 37 derajat celicius, nyeri dengan skala nyeri 5-6, saat
muara Jakarta timur ini di puasakan pasien di immobilisasikan, rencana akan
Tanggal masuk 26 dilakukan reposisi dengan ORIF diagnosa keperawatan
Maret 2012 MR gangguan Imobilisasi fisik, nyeri, resiko infeksi, kecemasan
01113201 dengan proses penyakitnya. Implementasi keperawatan :
bantu pasien dalam melakukan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari , pertahankan immobilisasi pasien selama 24
jam, pantau cairan yang keluar dari NGT, diberikan infus
RL 20 tetes/menit, pasien dapat beradaptasi setelah 4
minggu perawatan
28 Trauma torak iga I Pengkajian perilaku :pasien terserempet kereta api senin
dan II , 3,4,5,5,6,8,9 jam 5 sore, pasien tepasang WSD, keluar darah 200 cc,
transfusi prc 500 cc, TD 110/70 pernafasan 24 x/menit,
Tn KK, lali-laki 27 dada nyeri, obat-obat diberikan, Vit k, Vit C, transamin,
tahun pekerjaan RL, terpasang 02 delapan liter, Hb 9.1 gr/dl.Pengkajian
pegawai swasta, islam, stimulus: fraktur iga1-8, nyeri, sesak, terpasang WSD
alamat Jl. Haji Somali diagnosa keperawatan gangguan pola nafas, gangguan
kelurahan jurang imobilisasi, perdarahan. Diagnosa keperawatan nyeri,
mangu timur pondok gangguan pola nafas, resiko infeksi, resiko kekuarangan
aren tangsel tanggal volume cairan dan elektroli, cemas dengan proses penyakit
masuk 01 Desember yany dialaminya. Implementasi keperawatan pasien berikan
2011 MR.01107286 prc 500-750 cc dengan kolaborasi dengan dokter yang
merawat, posisi semi fowler, cek, dl terutama Hb untuk

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

23

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


melihat adekuatnya darah. Pantau dan pastikan adekuatnya
oksigen pada pasien dapat beradaptasi dengan setelah
perawatan 16 hari.
29 Fraktur Humerus Pengkajian perilaku:nyeri pada daerah operasi post operasi
dektra hari 2 skala nyeri 5-6 therapi yang didapat keterolak 3x1,
mobilisasi di tempat tidur, ceftriaxon 2x1,ADL masih di
Tn. EN 38 tahun, bantu, pengkaian stimulus fraktur, nyeri, cemas dan kurang
Islam, pekerjaan pengetahuan. Diagnosa keperawatan gangguan pemenuhan
pegawai swasta, SLTA kebutuhan sehari-hari. Nyeri, resiko infeksi Implemintasi
Jl.Garda bintaro 8 keperawatan: kaji kemampuan pasien untuk memenuhi
no.09 RT 03/07 kebutuhan sehari-hari. Bantu pasien untuk mandiri dalam
pondok kacang, Kab. memenuhi kebutuhan sehari-hari sesuai dengan kemampuan
Tanggerang, Bintaro pasien latih pasien unutk beraktifitas, monitor skala, durasi
tanggal masuk 24 intensitas nyeri, latih pasien untuk menggunakan tehnik
Maret 2012 nyeri dengan non farmakologi seperti tehnik relaksasi nafas.
MR.01135797 Evaluasi pasien dapat beradaptasi setelah perawatan 6 hari
30 Fraktur terbuka Pengkajian perilaku: pasien mengatakan nyeri pada daerah
OS.Tibia fibula, post operasi, luka sepanjang 25 cm, terpasang alat fiksasi
ekternal fiksasi interna, ada rembesan daerah operasi, drein terpasang
produksi 200 cc, dibantu keluarga dan perawat, pasien takut
Tn.M.R 58 tahun, untuk beraktivitas,takut tulanngnya patah lagi, perilaku
islam, pekerjaan stimulus, fraktur yang menyebabkan nyeri, cemas untuk
pedagang alamat jl. beraktivitas program therapi rehab, pendarahan dengan
Bahri rt.03/07 gandaria adanya rebesan. Diagnosa keperawatan nyeri, gangguan
selatan cilandak mobilitas fisik, cemas berhubungan dengan proses
Jakarta selatan tanggal rehabiliatsi. Implementasi keperawatan manajemen nyeri,
masuk 2 napember manajemen latihan aktif,pasif dan parsial, monitor tanda-
2011 RM 01101708 tanda infeksi seperti pembengkakan, kemerahan, panas dan
pus. Pasien dapat beradapatsi setelah 12 hari
31 Open fraktur tibia Pengkajian perilaku : pasien mengatakan sewaktu naik
fibula dektra kresta api pasien berdiri di depan pintu dan terpental nyeri
area fraktur, dipasang ekternal fiksasi, therapi yang didapat
TN.AN 41 tahun, cefriaxson 2x1, keterolac, 30 mg, ranitidin 2x1, hb 7.0
islam, SMA, alamat gr/dl, terpasang ekternal fiksas, mobiliaai di bantu, saat
KP.Gedong-Cikupa melakukan perawatan luka, luka merah ada bengkak daerah
rt.001/001 luka, pasien bertanya kapan bisa pulang, pengkajian
Kab.tanggerang stimulus : fraktur , cedera, nyeri, aktivitas dibantu diagnosa
Selatan Banten tanggal keperawatan,: nyeri, gangguan mobilitas fisik, luka post
masuk 20 Februari operasi ekternal fiksasi, cemas dan kurang pengetahuan
2012 MR 01127388 proses rehabilitasi, resiko infeksi. Implementasi
keperawatan, monitor dan cek hb setiap post transfusi,
monitor intake dan output cairan pada pasien, bantu pasien
untuk melakukan mobilisasi secara bertahap dan
disesuaikan dengan kemampuan pasien dalam melakukan
ambulasi dini, gunakan kruk unutk latihan berjalan pasien,
rawat luka pasien dengan tehnik aseptik dan anti septik,
evaluasi pasien dapat beradapatasi dengan kondisinya
setelah perawatan 12 hari
32 Fracture acetabullum Pengkajian perilaku : Keluhan utama saat ini adalah nyeri
femur dextra pada pangkal paha dan lutut kedua tungkai yang terpasang
skin traksi terutama saat melakukan gerakan. Klien juga

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

24

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


Tn MM, 35 tahun, sudah terpasang skin traksi pada kedua ekstremitas dengan
SMA, pekerjaan beban 4 kg. Klien tampak terbaring dengan keadaan lemah
lepas/tidak tetap, dan kedua kaki terpasang skin traksi. Klien mengatakan
menikah, Islam, dirinya lebih banyak tidur terlantang dan sulit miring kiri
alamat gang Harmas dan kanan karena kedua tungkai menggunakan traksi. Klien
no 21 RT 003 RW 015 tidak dapat istirahat dengan baik. Tidur malam 2-3 jam
Beji Beiji Depok. sering terbangun karena merasa tidak nyaman dengan posisi
Tanggal masuk RS 12 terlantang yang terus menerus. BAB dan BAK. dilakukan di
Maret 2012 Pk. 10.30 tempat tidur. Makan dan minum dapat melakukan sendiri
WIB, No. RM namun dengan bantuan.
1131927, Pengkajian stimulus: fraktur acetabulul dan kondilus femur
sehinga mengalami imobilisasi terpasangnya traksi,
imobilisasi, diagnose keperawatan gangguan imobilisasi
fisik, Nyeri berhubungan dengan diskuntinunitas jaringan
tulang dan kulit, Resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan immobilisasi, Defisit perawatan diri.
Implementasi keperawatan Kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan
dan lihat respon pasien saat latihan. Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi
Ajarkan dan motivasi pasien tentang tehnik mobilisai ;
ROM dan kontraksi otot isometrik. Ajarkan pasien
bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan, Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi,Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan, Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien, Kontrol
lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan, Kurangi faktor
presipitasi nyeri, Ajarkan tentang teknik non farmakologi,
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri, Tingkatkan istirahat
Mengobservasi tanda-tanda infeksi dan inflamasi seperti
peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit. Menjaga
teknik aseptik untuk prosedur invasif, (pemasangan infus,
pemberian obat, dll). Mencegah infeksi silang atau infeksi
nosokomial (menggunakan alat pelindung diri setiap kontak
dengan klien, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan klien, dll). Memonitor status imunitas klien.
Melakukan perawatan luka setiap hari menggunakan salep
gentamicin. Eevaluasi pasien dapat beradapatasi setelag 8
minggu perawatan.
33 Fraktur ankle Pengkajian perilaku: mengalami kecelakaan lalu lintas
dekstra ketika sedang mengendarai motor, klien jatuh karena
terserempet taksi dan pergelangan kaki klien patah tidak
Tn. T, 20 tahun utuh di daerah pergelangan kaki kanan sisi luar dan dalam,
Laki-laki, Tamat dan juga bawah lutut kanan. Luka klien mengeluarkan pus,
SLTP bau (+), berdarah (+), nyeri (+), kemerahan, bengkak. Klien
Tanggal masuk : 16 mengeluh nyeri di luka dan pergelangan kaki kanan yang
Februari 2012 jam patahnya, dan juga di jari kaki kelingking kanannya yang
23.30 WIB RM : bengkak.Intensitas nyeri 3-4, nyeri tidak menjalar, nyeri

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan

25

No Identitas Pasien Penerapan Asuhan Keperawatan


01126884 semakin terasa ketika di sentuh dan ketika berjalan,
lamanya kurang lebih 3 menit, Hb.10.7.
Pengkajian stimulus: fraktur/cedera. Diagnosa keperawatan
risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas
kulit, Nyeri berhubungan dengan fraktur terbuka, spasme
otot, kerusakan jaringan lunak. Implementasi keperawatan:
Pengkajian yang tepat, tentang tanda-tanda penyebaran
infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya,
Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses
penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan
selanjutnya, Kebersihan diri yang baik merupakan salah
satu cara untuk mencegah infeksi kuman, Merawat luka
dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan
larutan yang iritasi akan merusak jaringan granulasi tyang
timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat
proses granulasi, antibiotika dapat menbunuh kuman. Untuk
mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien ,
Pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi
akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan
pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan
tindakan, Rangsangan yang berlebihan dari lingkungan
akan memperberat rasa nyeri. Teknik distraksi dan relaksasi
dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien. Posisi
yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan
pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin. Obat –obat
analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
Evaluasi keperawatan pasien dapat beradapatsi setelah 8
hari perawatan.

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012 Universitas Indonesia


Langkah-langkah Intervensi Edukasi TEKNIK RELAKSASI NAPAS
Intervensi
Edukasi Untuk
 Duduk tegak atau berbaring datar, hem-
buskan napas melalui mulut (bibir men-
Intervensi edukasi ini berlangsung seki-
cucu dan tiupkan udara), tarik napas me-
tar 10 menit, yang terbagi menjadi 3
bagian yaitu:
lalui hidung sambil berhitung sampai 4
dengan perlahan
Menurunkan
5 menit pertama
 Perawat akan memperkenalkan diri
 Tahan napas, berhitung sampai 3 den-
gan perlahan, hem- Nyeri dan
buskan napas me-
dan menjelaskan tujuan dan manfaat
dari intervensi edukasi
lalui mulut dengan
sikap rileks. Ke-
Kecemasan
mudian, rebahkan
10 menit berikutnya
bahu dan rileks,
 Perawat akan mengajarkan tentang
ratakan perut Pada Pasien Pasca Operasi
nyeri dan teknik relaksasi napas un-
tuk menurunkan nyeri.
Anda, menyusut Tungkai Bawah
sedikit demi sedikit, teruskan hingga 6
 Beberapa manfaat yang akan
siklus
diperoleh pasien jika teknik menu-
 Praktikkan 4 kali (6 siklus sekali) dalam
runkan nyeri dilakukan yaitu:
sehari, pada pagi hari, siang, sore dan
1. Penurunan nyeri yang berlangsung
sebelum tidur. Prosedur ini membantu
baik dapat meningkatkan kemam-
merelaksasikan tubuh Anda
puan melakukan aktivitas dan
mempercepat penyembuhan.
2. Nyeri mendorong ke arah
perasaan ketidaknyamanan psiko-
logis, yang mengakibatkan
perasaan tertekan dan nyeri ber-
tambah
3. Pilihan penurun nyeri diberikan
setelah pembedahan

5 menit terakhir
 Perawat akan mengu-
langi informasi-informasi
penting
Praktik Residensi KMB
Peminatan Sistem Muskuloskeletal

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012


melakukan pemulihan pada jaringan tubuh yang APA MANFAAT INTERVENSI EDUKASI?
Intervensi Edukasi Untuk mengalami perlukaan. Pada proses pemulihan
inilah terjadi reaksi kimia dalam tubuh sehingga
Menurunkan Nyeri dan nyeri dirasakan oleh pasien. Beberapa penelitian di Cina melaporkan
bahwa intervensi edukasi efektif untuk
Pada proses operasi digunakan anestesi agar
Kecemasan setelah pasien tidak merasakan nyeri pada saat dibedah.
mengurangi nyeri pada pasien yang
mengalami fraktur ekstremitas bawah
Namun setelah operasi selesai dan pasien mulai
Menjalani Operasi sadar, pasien akan merasakan nyeri pada bagian
Intervensi edukasi tentang nyeri, strategi
koping dan latihan napas efektif mengurangi
tubuh yang mengalami pembedahan. nyeri dan kecemasan pada pasien cedera
Rasa nyeri yang timbul akibat pembedahan bila tulang dan otot pada tungkai bawah.
tidak diatasi dapat menimbulkan efek yang Dikemukakan pula bahwa kecemasan pasca
Operasi atau pembedahan merupakan membahayakan yang mengganggu proses operasi merupakan konsekuensi yang sering
semua tindakan pengobatan yang penyembuhan. dialami oleh pasien dan mempengaruhi
menggunakan cara invasif dengan tingkat nyeri dan kesembuhan pasien.
membuka atau menampilkan bagian Kecemasan dapat berkaitan dengan
tubuh yang akan ditangani. Pembukaan Apa dampak nyeri bagi pasien dan ketakutan untuk berpartisipasi dalam aktivitas
bagian tubuh ini umumnya dilakukan yang memicu nyeri, sehingga pasien
apa manfaat menurunkan nyeri? cenderung menghindari aktivitas, fisioterapi
dengan membuat sayatan, setelah bagian
yang akan ditangani ditampilkan, Nyeri mendorong ke arah perasaan ketidaknya- dan perawatan dirinya. Hal ini dapat
dilakukan tindak perbaikan yang diakhiri manan, yang mengakibatkan perasaan tertekan mengarah kepada perlambatan proses
dengan penutupan dan penjahitan luka. dan membuat nyeri bertambah rehabilitasi, penyusutan otot, kelemahan
Perawatan selanjutnya akan termasuk dengan penurunan daya tahan fisik,
dalam perawatan pasca bedah. Tindakan kecemasan, depresi dan penurunan kualitas
Penurunan nyeri yang berlangsung baik dapat hidup. Sehingga timbul tuntutan dan
pembedahan atau operasi dapat meningkatkan kemampuan melakukan aktivitas
menimbulkan berbagai keluhan dan kebutuhan untuk membantu pasien mengatasi
dan mempercepat penyembuhan nyeri dan kecemasan yang dialaminya setelah
gejala. Keluhan dan gejala yang sering
adalah nyeri. operasi.
Dapat menurunkan kon-
Tindakan operasi menyebabkan terjadinya sumsi/dosis obat penu- Kecemasan sangat sering terjadi pada pasien
perubahan kontinuitas jaringan tubuh. run nyeri, dan memakai yang mengalami trauma dan pembedahan
Untuk menjaga keseimbangan, tubuh obat hanya jika perlu. muskuloskeltal, dimana edukasi (pendidikan)
melakukan mekanisme untuk segera
preoperatif sangat bermanfaat untuk
memperbaiki kondisi fisik dan psikologis
Nyeri pasca operasi pasien. Tujuan intervensi edukasi preoperatif
sering menjadi masalah pada pembedahan ortopedi adalah untuk
bagi pasien dan merupakan hal yang paling mempersiapkan pasien menjalani operasi dan
mengganggu, sehingga perlu dilakukan intervensi memperbaiki outcome pasien, meliputi
keperawatan untuk menurunkan nyeri. Salah satu pengetahuan tentang program pembedahan
bentuk intervensi tersebut adalah intervensi dan rehabilitasi, kontrol nyeri, penurunan
edukasi. kecemasan, dan masa rawat di rumah sakit
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Lampiran 6: Skala Cemas Menurut State Trait Anxiety (STAI)
Inventory

State Trait Anxiety Inventory


Bacalah setiap pernyataan dan pilihlah jawaban yang paling tepat menunjukkan
bagaimana perasaan Anda saat ini. Tidak ada jawaban yang benar atau salah. Anda tidak
perlu menghabiskan terlalu banyak waktu untuk menentukan pilihan jawaban pada
setiap pernyataan. Tapi tentukanlah pilihan secara langsung yang paling sesuai
menggambarkan perasaa Anda setelah membaca pilihan jawaban.

1 2 3 4

Tidak sama sekali Sedikit Kadang-kadang Sangat sering

1. Saya merasa tenang 1 2 3 4


2. Saya merasa aman 1 2 3 4
3. Saya merasa tertekan 1 2 3 4
4. Saya merasa tegang 1 2 3 4
5. Saya merasa lega 1 2 3 4
6. Saya merasa sedih 1 2 3 4
7. Saya saat ini mengkuatirkan
kemalangan yang mungkin terjadi 1 2 3 4

8. Saya merasa puas 1 2 3 4


9. Saya merasa takut 1 2 3 4
10. Saya merasa tidak nyaman 1 2 3 4
11. Saya merasa percaya diri 1 2 3 4
12. Saya merasa gugup 1 2 3 4
13. Saya merasa gelisah 1 2 3 4
14. Saya merasa ragu 1 2 3 4
15. Saya santai 1 2 3 4
16. Saya merasa senang 1 2 3 4
17. Saya kuatir 1 2 3 4
18. Saya merasang bingung 1 2 3 4
19. Saya merasa mantap 1 2 3 4
20. Saya merasa menyenangkan 1 2 3 4

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012


VISUAL ANALOGUE PAIN SCALE

Sumber: Swann, J. (2010). Explaining the symptoms of pain.


British Journal of Healthcare Assistants, 04 (09), 424-429

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012


Lampiran 8: Lembar Evaluasi Observasi Dampak Pemberian Intervensi Edukasi

LEMBAR EVALUASI OBSERVASI

DAMPAK PEMBERIAN INTERVENSI EDUKASI

No Pernyataan Ya Tidak

1 Perawat menjelaskan bahwa penurunan nyeri dapat


meningkatkan kemampuan melakukan aktifitas

2 Perawat menjelaskan bahwa penurunan nyeri yang berlangsung


baik dapat mempercepat penyembuhan

3 Perawat menjelaskan bahwa nyeri yang dialami dapat


menimbulkan perasaan tertekan

4 Perawat menjelaskan bahwa perasaan cemas yang dialami


dapat meningkatkan nyeri

5 Perawat menyampaikan setelah pembedahan akan mendapatkan


obat penurun nyeri

6 Perawat menjelaskan tindakan yang dilakukan jika nyeri


muncul

7 Perawat mengajarkan dan memperagakan relaksasi nafas dalam

8 Perawat mengajarkan relaksasi nafas dalam sebayak 4 kali


sehari

9 Perawat memberikan penilaian postif terhadap pencapaian yang


dihasilkan pasien tentang tehnik relaksasi nafas.

10 Perawat melakukan penilaian pada hari ke 2,4 dan 7

Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai