APRISUNADI
0906594186
APRISUNADI
0906594186
Nama : Aprisunadi
NPM : 0906594186
Tanda tangan :
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 12 Juli 2012
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala atas
segala limpahan rahmat, taufik, hidayah dan karunia-Nya, sehingga saya dapat
menyelasaikan karya ilmiah akhir (KIA) yang berjudul “Analisis Praktik Residensi
Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal
dengan Penerapan Teori Adaptasi Roy di RUSP Fatmawati Jakarta”
Dalam penyusunan KIA ini, Saya banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari
berbagai pihak, untuk itu Peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Ibu DR. Ratna Sitorus, S.Kp., M.App.Sc, selaku supervisor utama yang penuh
kesabaran dalam memberikan masukan berharga, arahan, dukungan moril dan
bimbingan dalam menyelesaikan penyusunan KIA ini.
2. Bapak Agung Waluyo, S.Kp., M.Sc., Ph.D, selaku supervisor yang juga telah
memberikan masukan, arahan, dukungan moril dengan penuh kesabaran dan
ketelitian dalam pembimbingan selama penyusunan KIA ini.
3. Ibu Lestari Sukmarini, S.Kp., MNS, selaku Koordinator mata ajar Ners Spesialis
Keperawatan Medikal Bedah yang telah banyak memberikan masukan demi
kelancaran proses belajar mengajar.
4. Ibu Umi Aisyiyah, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB, selaku pembimbing klinik dan
penguji yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan penyusunan
KIA ini.
5. Bapak dr. Iman Widya Aminata, Sp.OT, selaku penguji KIA dan memberikan
banyak masukan demi kesempurnaan KIA
6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang
telah membantu menyediakan fasilitas yang dibutuhkan penulis.
7. Ibunda dan Ayahanda yang tidak pernah berhenti menghaturkan doa untuk
kelancaran dan kemudahan dalam menyelesaikan pendidikan.
8. Istri dan anak-anakku yang selalu bisa menjadi motivatorku.
9. Sahabat dan rekan-rekan kerja di Universitas Respati Indonesia Jakarta, yang
selalu memberikan dukungan pengembangan ilmu pengetahuan demi kemajuan
institusi.
Semoga segala bantuan dan kebaikan serta dukungan yang telah diberikan kepada
saya, mendapatkan imbalan yang tak terhingga dari Allah Subhanahuwata’ala.
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
Nama : Aprisunadi
NPM : 0906594186
Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Karya Ilmia Akhir (KIA)
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-
kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 12 Juli 2012
Yang menyatakan,
Aprisunadi
Nama : Aprisunadi
Program : Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, Fakultas Ilmu
Keperawatan, Universitas Indonesia
Judul : Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah Pada
Pasien Dengan Gangguan Sistem Musculoskeletal Dengan
Penerapan Teori Adaptasi Roy Di RSUP Fatmawati Jakarta
Penulisan karya ilmiah akhir bertujuan untuk menggambarkan empat peran perawat
dalam praktek keperawatan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Jakarta. Peran tersebut adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung,
sebagai penelitian pendidik dan inovator. Peran seabagai pemberi Asuhan
keperawatan dilakukan dengan menerapakan model Adaptasi Roy pada pasien yang
mengalami fraktur Shaft femur di Ruang Perawatan Orthopedi RSUP Fatmawati
Jakarta. Peran sebagai peneliti dijalankan dengan menerapkan praktik keperawatan
berdasarkan pembuktian dalam memberikan asuhan keperawatan. Praktek yang
dijalankan adalah dengan memberikan intervensi edukasi untuk menurunkan nyeri
dan kecemasan pada pasien pasca operasi akibat trauma muskuloskeletal ektremitas
bawah. Peran sebagai pendidik dilakukan dengan memberikan bimbingan langsung
kepada mahasiswa aplikasi, mahasiswa program profesi yang sedang praktik, dan
pendidikan berkelanjutan bagi perawat ruangan yang dilakukan melalui kerjasama
dengan staf manajemen RSUP. Penyuluhan kesehatan dilakukan untuk pasien dan
keluarganya.
Kata kunci : Perawat, Teori Adaptasi Roy, Sistem Muskuloskeletal, fraktur shaft
femur, intevensi edukasi
Name : Aprisunadi
Program : Specialist nurses Medical Surgical Nursing, Faculty of
Nursing, University of Indonesia.
Title : Analysis of Medical Surgical Nursing Practice Residency In
Patients With Musculoskeletal System Disorders With the
application of Roy's Adaptation Theory Fatmawati Hospital
in Jakarta
Analysis of Medical Surgical Nursing Practice Residency aimed to describe the four
roles of nurses in nursing practice conducted at the General Hospital Center
Fatmawati Jakarta. These Role are as a care provoder, as a researcher, educator and
innovator. The role as care giver was implemented by applying Roy Adaptation
Model in patients with femoral shaft fracture. The role as a researcher was carried
out by applying evidence-based nursing practice in providing nursing care. The
educational interventions to reduce pain and anxiety on patients after surgery at
lower limb. The role as an educator is done by providing direct assistance to the
nursing students and continuing education for nurses room is done in cooperation
with the department of management staff. Health education for patients and their
families.
Key words:
Nurses, Roy Adaptation Theory, Musculoskeletal system, femur shaft fracture,
educational intervention
1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 5
1.3 Manfaat Penulisan ................................................................................... 6
Gambar 2.2 Jenis Fraktur yang Dapat Terjadi pada Shaft Femur ..................... 8
Di Indonesia, sekitar 13.000 pasien dengan kasus orthopedi datang ke Rumah Sakit
Cipto mangunkusumo, dimana jumlah kunjungan setiap tahunnya mencapai 168.000
pasien. Sekitar 80% diantara datang akibat trauma kecelakaan dan 20% lainya adalah
kasus non trauma (PERKI, 2001). Sedangkan di Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati, terdapat sebayak 1.155 pasien orthopedi yang dirawat sepanjang tahun
2011.
Menurut Rasjad (2007), komplikasi yang paling sering pada fraktur adalah
malunion. Malunion adalah kondisi penyambungan tulang yang tidak sesuai dengan
tempatnya sehingga menimbulkan deformitas; delay union adalah kondisi
keterlambatan penyambungan tulang; non union adalah kondisi tidak terjadinya
penyambungan tulang. Dampak dari kondisi ini dapat mempeerpanjang hari rawat
pasien di rumah sakit sehingga menyebabkan masalah psikologis pasien berupa
kecemasan, kejenuhan sampai menimbulkan depresi serta menimbulkan pula dampak
sosioekonomi pasien dan peningkatan biaya perawatan.
Kasus orthopedi dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu faktor penyakit dan
faktor non penyakit. Kasus orthopedi sering terjadi karena faktor penyakit adalah
artritis, osteoartritis, nyeri punggung bawah, gangguan jaringan lunak, gangguan
diskus servikal dan intravertebral, miopati dan rematisme. Sedangkan kasus
orthopedi yang disebabkan oleh faktor non penyakit (karena kecelakaan, jatuh dan
atau cedera) antara lain adalah fraktur tengkorak dan dan tulang muka, fraktur leher,
toraks atau panggul, fraktur paha, fraktur tulang anggota gerak dan fraktur atau
cedera pada bagian tubuh lainya (Ignatavicius dan Workman, 2006; Lewis et al,
2007).
Fraktur paling sering diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dan
cedera olah raga, dimana pembedahan fiksasi interna (nail), sekrup, plat atau kawat
untuk memfiksasi ektrimitas menjadi terapinya. Seluruh prosedur ini danpat
mengakibatkan stress pada pasien. Pasien dengan fraktur shaft femur dapat
mengalami nyeri yang hebat setelah mengalami cedera atau telah menjalani operasi
(Wong, Chan, & Chair, 2010).
Penanganan untuk mencegah terjadinya komplikasi pada pasien dengan kasus fraktur
dibutuhkan keterampilan khusus perawat. Sehingga pasien mendapatkan pelayanan
professional dan memadai dalam rangka mencegah berbagai komplikasi baik secara
fisik maupun psikologis. Dampak komplikasi fisik pada pasien dengan fraktur
mengakibatkan dampak ringan sampai berat yang dangan dapat menyebabkan
kematian. Komplikasi fraktur tersebut antara lain adalah non union, malunion
(kehilangan aligment), infeksi, dan komplikasi medical seperti tromboemboli
(Buckley, 2007).
Pasien fraktur pada usia lanjut dan lama perawatan sehingga memerlukan tirah
baring yang lama sehingga dapat menyebabkan infeksi paru yang merupakan
komplikasi yang sering terjadi dan sangat berbahaya. Untuk mencegah terjadinya
komplikasi paru dapat diatasi dengan latihan nafas, perubahan posisi setiap 2 jam dan
penggunaan spirometer intensif sehingga komplikasi paru pada pasien fraktur tidak
akan mengacam kehidupan pasien (Smeltzer & Bare, 2004)
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
3
Perawat yang bekerja pada unit orthopedi yang merawat pasien dengan gangguan
muskuloskeletal mempunyai peran yang sangat besar dalam meningkatkan efektifitas
pelayanan keperawatan dengan mengelola kasus yang ada. Dalam melakukan
praktek residensi keperawatan medikal bedah kekhususan orthopedi, secara garis
besar mempunyai peran antara lain sebagai pemberi asuhan keperawatan, peneliti,
pendidik bagi mahasiswa aplikasi, profesi, perawat dan pasien termasuk keluarga
pasien, disamping itu tak kalah pentingnya peran sebagai inovator yang diperlukan
untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu asuhan keperawatan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
4
Peran perawat sebagai inovator dilaksanakan bersama perawat ruangan dalam rangka
mempersiapkan perawat menjalankan intervensi edukasi untuk mengatasi nyeri dan
kecemasan pasca operasi ektrimitas bawah. Program inovasi ini dilakukan secara
bersama-sama dengan kepala instalasi, tim pokja nyeri yang sudah terbentuk
sebelunya dan seluruh perawat baik karu, wakaru, PN maupun perawat pelaksana.
Salah satu teori yang dapat diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan adalah
Teori Adaptasi Roy. Teori Adaptasi Roy dikenal tahun 1964. Tujuan keperawatan
adalah untuk meningkatkan adaptasi bagi individu dan kelompok dalam empat mode
adaptif, sehingga memberikan kontribusi untuk memulihkan, mempetahankan atau
meningkatkan status kesehatan pasien. Penerapan Teori Adaptasi Roy telah
dilaksanakan baik pada setting akut maupun kronik. Teori Adaptasi Roy juga dapat
digunakan pada pasien yang mengalami gangguan muskuloskeletal.
Salah satu gangguan muskuloskelatal adalah fraktur shaft femur. Pasien dengan
fraktur shaft femur akan mengalami nyeri, perdarahan dan gangguan mobilisasi.
Sedangkan dari aspek psikososial, pasien dapat mengalami kecemasan dan pasien
yang akan menjalani amputasi dapat mengalami depresi. Gangguan mobilisasi yang
dialami oleh pasien akan membuat pasien tidak dapat lagi menjalankan peran yang
dimilikinya dan membutuhkan pertolongan serta dukungan dari keluarga sehingga
Teori Adaptasi Roy sangat cocok untuk digunakan dalam asuhan keperawatan
fraktur shaft femur.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
5
Fraktur shaft femur sangat spesifik dalam pemberian asuhan keperawatan. Hal ini
berkaitan dengan adanya pembuluh darah besar yang dapat mengakibatkan syok
pada pasien. Selain itu fraktur shaft femur terjadi pada batang tulang, dimana tulang
tersebut sangat potensial sebagai alat pergerakan untuk mobilisasi. Diharapkan
perawat spesialis dapat melakukan asuhan keperawatan secara maksimal sehingga
pasien dapat beradaptasi dengan kondisi yang dialaminya.
Karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat memberikan gambaran praktek klinik
keperawatan residensi medikal bedah dengan peran perawat sebagai pemberi asuhan
pelayan keperawatan, peneliti, pendidik dan inovator. Penulis mengharapkan
penulisan karya ilmiah akhir ini dapat dijadikan salah satu bukti peran serta perawat
spesialis medikal bedah kekhususan muskuloskeletal dalam mengembangkan ilmu
keperawatan di Indonesia.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
6
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai fraktur shaft femur yang terdiri dari
pengertian, tinjauan anatomi dan fisiologi, proses penyembuhan fraktur, etiologi,
manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaannya. Selain itu akan
diuraikan pula tentang Teori Adaptasi Roy yang menjadi kerangka acuan dalam
memberikan asuhan keperawatan.
2.1.1 Pengertian
Fraktur shaft femur merupakan adalah diskontinuitas (fraktur) pada tulang femur
yang mengenai bagian shaft atau diafise tulang femur. masalah yang umumnya
terjadi pada dewasa muda yang diakibatkan trauma langsung dengan kekuatan tinggi
dan keras yang biasanya disebabkan oleh kecelakan lalu lintas, jatuh dari ketinggian
dan luka tembak (OTA, 2011; Lewis et al, 2007).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
8
2.1.3 Etiologi
Penyebab utama fraktur shaft femur adalah kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari
ketinggian (OTA, 2011) Penyebab lainnya adalah osteoporosis yang biasanya terjadi
pada usia di atas 65 tahun (Orthopaedia, 2011).
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur shaft femur terdiri atas :
2.1.4.1 klasifikasi menurut OTA
Fraktur shaft femur terdiri dari 3 jenis yaitu:
a. Tipe A merupakan fraktur sederhana (melintang spiral atau obligue pendek)
b. Tipe B merupakan fraktur berbentuk kupu-kupu kecil atau berbentuk fragmen
yang melekung dan mendesak
c. Tipe C merupakan fraktur kominutif segmental
Gambar 2.2 Jenis Fraktur yang Dapat Terjadi pada Shaft Femur
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
9
c. Tipe III merupakan fraktur shaft femur dengan fragmen kupu-kupu lebih dari 50
%
d. Tipe IV merupakan fraktur shaft femur yang berat dan mengenai seluruh
segmen tulang
e. Tipe V merupakan fraktur shaft femur dengan kehilangan fragmen tulang
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
10
e. Remodelling
Merupakan tahap akhir perbaikan patah tulang yang meliputi pengambilan
jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya.
Proses ini membutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang dan stress
fungsional pada tulang.
2.1.6 Patofisiologi
Saat fraktur shaft femur, maka sel-sel tulang mati fraktur sering menyebabkan
gangguan jaringan lunak. Gangguan ini dapat menimbulkan masalah yang serius
dibandingkan dengan cedera tulang. Pergeseran fragmen tulang yang fraktur dapat
menyebakan fraktur terbuka dan dapat meningkatkan gangguan jaringan lunak serta
menyebabkan pendarahan, biasanya terjadi 1 sampai 1,5 liter (Lewis et al, 2007).
Gangguan jaringan menyebabkan sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga
meningkatkan aliran darah. Proses fagositosis dimulai dan terjadi inflamasi,
pembengkakan dan nyeri. Reaksi peradangan hebat biasanya timbul setelah fraktur
(Corwin, 2000).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
11
2.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pasien yang mengalami farktur shaft femur adalah stabilisasi
dan immobilisasi. Pasien yang mengalami shaft femur hampir selalu membutuhkan
pembedahan. Biasanya terdapat tiga jenis pembedahan, yaitu:
a. Fiksasi eksternal dilakukan jika terdapat cedera jaringan lunak yang luas,
penanganan selanjutnya dapat dilanjutkan dengan pembedahan yang berbeda yaitu
dengan intermedular nail.
b. Intramedular nail sangat baik karena tindakannya hanya membutukan insisi kecil
untuk memasukan logam ke dalam saluran sumsum tulang paha. Screw
ditempatkan di kedua ujung logam untuk mencegah pemendekan atau rotasi
femur. Intermedular nail akan memberikan stabilitas yang baik, memiliki hasil
yang baik dengan tingkat keberhasilan 99%. Komplikasi seperti infeksi,
pemendekan kaki dan rotasi akan sangat jarang terjadi.
c. Plat digunakan untuk menstabilkan fraktur shaft terutama ketika frakturnya terjadi
di dekat hip tulang pinggul atau lutut plat memliki komplikasi yang lebih tinggi
termasuk infeksi, delayed union dan kehilangan fiksasi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
12
2.1.10 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada fraktur shaft femur adalah sebagai berikut (OTA
2011) :
a. Mal union adalah penyambungan tulang tidak sesuai pada tempatnya sehingga
menimbulkan deformitas 5 -10 % dengan rotasi yang membutuhkan revisi.
b. Delayed union adalah kondisi keterlambatan penyambungan tulang
c. Non union adalah kondisi tidak terjadinya penyambungan tulang
d. Pendarahan dapat menimbulkan kolaps kardiovaskuler hal ini dapat dikoreksi
dengan transfusi darah yang memadai
e. Infeksi terutama jika luka terkontaminasi dan debridemen tidak memadai
f. Sindrom emboli lemak terjadi ditandai dengan hipoksia, perubahan status
mental, dan petikea. Sidrom ini tidak umum terjadi tapi dapat mengakibatkan
morbiditas dan motalitas yang signifikan
g. Sindrom kompartemen meningkatkan resiko koagulapati dan cedera vaskuler.
Sindrom kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang
terlalu kuat.
h. Nyeri panggul dengan aterograde dan nyeri lutut retrograde
i. Deep vein trombosis (DVT)
2.2.1 Manusia
Roy mengemukakan bahwa manusia merupakan sebuah sistem dapat menyesuaikan
diri dan dapat digambarkan secara holistik (bio, psiko, sosial) sebagai satu kesatuan
yang mempunyai Input, Control, Feedback Processes dan Output. Proses kontrol
adalah mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan cara-cara penyesuaian diri.
Lebih spesifik, manusia didefinisikan sebagai sebuah sistem yang dapat
menyesuaikan diri dengan aktivitas kognator dan regulator untuk mempertahankan
adaptasi dalam empat cara penyesuaian diri yaitu Fungsi Fisiologis, Konsep diri,
Fungsi peran, dan Interdependensi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
13
Roy menggambarkan manusia sebagai suatu sistem yang hidup, terbuka, perubahan
suatu unsur, zat, materi di lingkungannya. Sebagai sistem yang dapat menyesuikan
diri, manusia dapat digambarkan dalam karakteristik sistem, manusia dilihat sebagai
suatu kesatuan yang saling berhubungan antara unit-unit fungsional atau beberapa
unit fungsional yang mempunyai tujuan yang sama. Manusia dapat juga dijelaskan
dalam istilah Input, Control, Prosess Feedback dan Output.
a. Input
Manusia dapat menyesuaikan diri atau dengan kata lain dapat menerima masukan
dari lingkungan luar dan dalam diri individu itu sendiri (Faz Patrick & Wall,
1989). Input atau stimulus yang masuk, feedbacknya dapat berlawanan atau
responnya berubah-ubah dari suatu stimulus, sehingga menunjukkan manusia
mempunyai tingkat adaptasi yang berbeda-beda dan sesuai besarnya stimulus
yang bisa ditoleransi oleh manusia.
b. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang diupayakan dan diarahkan pada penatalaksanaan stress
dan penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan diri (Stuart &
Sundeen, 1995).
Manusia dapat melakukan penyesuaian diri terhadap stres dari lingkungan yang
disebut dengan mekanisme koping, dimana mekanisme koping itu dapat bersifat
bawaan bawaan atau dipelajari. Mekanisme koping bawaan/genetik bersifat
otomatis dan berlangsung tanpa dipikirkan sebelumnya oleh manusia. Sedangkan
mekanisme koping yang dipelajari, dikembangkan melalui pembelajaran atau
melalui pengalaman-pengalaman yang ditemui.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
14
c. Output
Faz Patrick & Wall (1989), manusia sebagai suatu sistem adaptif dapat
mempertahankan atau meningkatkan integritas, sedangkan respon maladaptf dapat
mengganggu integritas. Melalui proses feedback, respon-respon itu selanjutnya
akan menjadi input kembali pada manusia sebagai suatu sistem.
Manajemen
stimulus
Sumber : Fawcett. J. (2009). Using the Roy adaptation model to guide research and/or practice:
construction of conceptual-theoretical-empirical sistems of knowledge. Aquichan, 9 (3), 297-306
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
15
2.2.2 Lingkungan
Roy menjelaskan lingkungan sebagai stimulus internal dan eksternal manusia.
Stimuluis internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh manusia berupa
pengalaman, kemampuan emosional, kepribadian dan proses stressor biologis (sel
maupun molekul) yang berasal dari dalam tubuh individu. Stimulus external dapat
berupa fisik, kimiawi, maupun psikologis yang diterima individu sebagai ancaman
(Faz Patrick & Wall,1989).
2.2.3 Kesehatan
Kesehatan dipandang sebagai proses menjadi manusia secara utuh dan integrasi
secara keseluruhan. Intergrasi adalah sehat, tidak ada integrasi berarti kurang sehat.
Dalam model adaptasi keperawatan, konsep sehat dihubungkan dengan konsep
adaptasi. Adaptasi yang tidak memerlukan energi dari koping yang tidak efektif
sehingga memungkinkan manusia berespon terhadap stimulus yang lain, sehingga
meningkatkan penyembuhan dan mempertinggi kesehatan serta pembebasan energi
yang dihubungkan dengan konsep adaptasi dan kesehatan. Adaptasi ditentukan baik
oleh proses koping terhadap stressor maupun produk akhir dari koping. Proses
adaptasi termasuk fungsi holistik untuk mempengaruhi kesehatan secara positif dan
itu meningkatkan integritas. Bagian pertama dari proses dimulai dengan perubahan
dalam lingkungan internal dan eksternal yang membutuhkan sebuah respon.
Perubahan stressor dipengaruhi oleh stimulus fokal, kontekstual dan residual. Bagian
stresor menghasilkan interaksi yang biasanya disebut stres, bagian kedua dari stress
adalah mekanisme koping yang merangsang menghasilkan respon adaftif atau
inefektif. Produk adaptasi adalah hasil dari proses adaptasi dan digambarkan dalam
istilah kondisi yang meningkatkan tujuan-tujuan manusia yang meliputi kelang-
sungan hidup, pertumbuhan dan penguasaan yang disebut intergritas. Kondisi akhir
ini adalah kondisi keseimbangan dinamis yang meliputi peningkatan dan penurunan
respon. Setiap kondisi adaptasi baru dipengaruhi oleh tingkat adaptasi, sehingga
keseimbangan dinamis dari manusia berada pada tingkat yang lebih tinggi.
2.2.4 Keperawatan
Menurut Roy, keperawatan sebagai disiplin ilmu dan praktek. Sebagai ilmu,
keperawatan mengobservasi, mengklasifikasi dan menghubungkan proses yang
secara positif berpengaruh pada status kesehatan. Sebagai disiplin praktek,
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
16
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
17
Ini harus dicatat bahwa dalam model manusia dihormati sebagai individu yang
berpartisipasi aktif dalam perawatan dirinya. Pendekatan keperawatan dapat
digambarkan sebagai berikut:
Sumber: Dawson, S. (1998). Pre-amputation assessment using Roy‟s Adaptation Model. British
Journal of Nursing, 7 (9), 536-542.
2.3 Penerapan Asuhan Keperawatan pada Fraktur Shaft Femur dengan Model
Adaptasi Roy
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
18
stiuasi tidak jelas (Roy & Andrews, 1999). Pengkajian perilaku dan stimulus pada
pasien fraktur adalah :
a. Pengkajian Fisiologis
a) Oksigenasi: menggambarkan pola penggunaan oksigen berhubungan dengan
respirasi dan sirkulasi. Respon perilaku tidak efektif pola oksigenisasi pada
fraktur femur dapat dilihat pada masalah sirkulasi. Tekanan darah meningkat
sebagai respon terhadap nyeri atau kecemasan, tekanan darah menurun karena
kehilangan darah. Dengut nadi meningkat sebagai respon stress dan
kekurangan volume cairan. Penurunan denyut nadi pada bagian distal
ektrimitas yang mengalami cedera pengisisan kapiler lambat dan pucat.
Pembengkakan jaringan atau masaa hematom pada sisi cedera (Doenges,
Moorhouse & Murr, 2010). Stimulus fokal pada masalah oksigenisasi pasien
fraktur adalah perdarahan, kekurangan volume cariran, stimulus kontekstual
adalah fraktur, cedera, nyeri stimulus residualnya adalah cemas
b) Nutrisi: pengkajian perilaku pada nutrisi termasuk pola makan, alergi terhadap
makanan dan proses pencernaan makanan (Roy & Andrews, 1999). kondisi
pasien dengan shaft femur membutuhkan makanan yang banyak menggadung
kalium, kalsium untuk penyembuhan tulangnya hal ini juga terlihat dari nutrisi
yang dikonsumsi sehari hari pola penggunaannya dalam rangka memperbaiki
fungsi tubuh dan perkembanganya.
c) Eliminasi menurut Roy meliputi eleminasi pencernaa dan eleminasi urine,
pasien fraktur femur dapat mengalami konstipasi dengan stimulus fokal
immobilisasi, stimulus fokal fraktur, dan stimulus residual perasaan takut dan
cemas
d) Aktivitas dan istirahat: merurut Roy meliputi proses mobilisasi dan tidur.
Respon perilaku tidak efektif pada pola aktivitas dan istirahat pasien fraktur
adalah ketebatasan fungsi ektrimitas yang mengalami fraktur, deformitas,
krepitasi, pembengkakan. Pemeriksaan ronsen menentukan lokasi dan luasnya
fraktur. Pasien fraktur juga dapat mengalami gangguan tidur akibat nyeri.
Stimulus fokal terhadap masalah aktifitas dan istirahat adalah fraktur,nyeri,
stimulus konstektual yaitu: pembengkakan jaringan sedangkan stimulus
residual adalah kecemasan dan perasaaan takut untuk bergerak.
e) Proteksi dan perlindungan merupakan proteksi secara fisiologis yang terdiri
dari proses pertahanan non spesifik dan proses pertahanan spesifik. Kulit dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
19
membran mokusa adalah proses pertahanan pertama (Roy & Andrews, 1999),
respon perilaku tidak efektif peoteksi dan perlidungan pada fraktur yaitu
laserasi kulit, avulsi jaringan, peningkatan jumlah sel darah putih sebagai
respon stress normal, peneingkatan laju endap darah mengindikasikan respon
peradangan. Stimulus fokal cedera, fraktur terbuka, pemasangan traksi.
Stimulus kontekstual, perubahan sirkulasi, immobilisasi stimulus residual
adalah kurang pengetahuan, cemas
f) Rasa/senses: merupakan repon perilaku yang menggambarkan pengindraan dan
pengalaman sesoris termasuk nyeri. Pasien fraktur dapat mengalami nyeri
hebat yang terjadi secara tiba-tiba pada saat cedera, pasien juaga mungkin tidak
mengalami nyeri akibat gangguan syaraf, perasaan kesemutan, penurunan
sensasi kram otot dapat terjadi. Stimulus fokal gangguan jaringan cedera atau
luka oprasi. Stimulus kontekstual adalah immobilisasi dan stimulus residual
pengalaman mengalami cedera, budaya.
g) Cairan dan elektrolit: sistem tubuh yang memegang peranan penting dalam
keseimbangan cairan dan elektrolit. Ginjal memegang peranan utama untuk
mempertahankan keseimbangan melaluli proses filtrasi, reabsorsi dan sekresi.
Pada pasien fraktur mengalami kekurangan volume cairan akibat perdarahan,
cedera otot dapat meningkatkan beban creatinin untuk klirens ginjal. Sstimulus
fokal perdarahan. Stimulus konstektual fraktur atau cedera stimulus residual
kurang pengetahuan.
h) Fungsi neurologis memegang peranan penting dalam proses adaptasi. Kedua
subsistem regulator dan kognator didasarkan pada fungsi neurologis (Roy &
Andrews, 1999). Pasien fraktur kaki beresiko mengami cedera syaraf perinial.
Pemeriksaan sesasi syaraf perifer dengan menusuk pada kedua selaput ibu jari
pertama dan kedua dan kemampuan dorsofleksi ibu jari. Stimulus fokal cedera,
fraktur. Stimulus kontekstual penurunan aliran darah, kekurangan volume
cairan. Stimulus resisual kurang pengetahuan tentang pengaturan posisi,
keterlambatan dalam pengobatan
i) Fungsi endokrin menggambarkan kelenjar dan fungsi kelenjar endokrin, kelejar
akan melepaskan horman untuk mempertahankan fisiologis tubuh. Respon
perilaku pada pasien endokrin cendrung efektif. Perubahan fungsi endokrin
yang terjadi merupakan mekanisme adaptasi fisiologis.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
20
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
21
Diagnose keperawatan yang sering muncul pada kasus pasien fraktur adalah resiko
trauma, nyeri akut, resiko disfunsi nurovaskuler perifer, resiko gangguan gas,
gangguan mobilitas fisik, gangguan integritas kulit/jaringan, resiko infeksi dan
kurang pengetahuan sedangkan pada pasien yang mengalami amputasi akibat fraktur
adalah harga diri rendah situasional, nyeri akut resiko ferfusi jaringan perifer tidak
efektif, resiko infeksi gangguan mobilitas fisik dan kurang pengetahuan (Doenges,
Moorhouse & Murr, 2010).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
22
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
23
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN SISTEM
MUSKULOSKELETAL
Bab 3 menggambarkan penerapan teori adaptasi Roy pada asuhan keperawatan Tn.W
dengan Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur. Neglected Closed
Fracture Proximal Shaft Femur yang dialami oleh Tn. W berdampak pada mode-
mode kognator dan regulator sebagai mekanisme koping pasien. Asuhan
keperawatan yang diberikan bertujuan untuk menjadikan proses koping bersifat
adaptif. Penulis dalam melakukan asuhan keperawatan pada Tn.W menggunakan
lima langkah asuhan keperawatan yang dimulai dengan melakukan pengkajian
perilaku dan pengkajian stimulus, perumusan diagnosa keperawatan, perumusan
tujuan dan intervensi, pelaksanaan dan evaluasi.
Terapi yang sudah didapatkan yaitu operasi pemasangan ORIF broad plate pada
tanggal 28 Maret 2012 pukul 11.00 Wib-15.00 Wib. Tn. W juga mendapatkan terapi
Ketorolac 3x30 mg, Ceftriaxone 2x1 gr, Ranitidine 2x1 ampul.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
24
Penerapan Model Adapatasi Roy pada Tn. W yang mengalami Neglected Closed
Fracture Proximal Shaft Femur dimulai dengan pengkajian saat pre operasi sampai
post operasi. Pengkajian pre operasi dengan menggunakan teori adaptasi Roy
dijabarkan sebagai berikut :
3.2.1. Pengkajian Perilaku dan Pengkajian Stimulus
3.2.1.1 Model Adaptasi Fisiologis
a. Oksigenasi dan Sirkulasi
a) Pengkajian Perilaku
Oksigenasi: bentuk dada simetris, gerakan dada simetris, irama nafas reguler,
retraksi interkosta (-), RR 18 x/menit, nyeri (-), krepitasi (-), emfisema
subkutan (-), bunyi perkusi redup, vesikuler. Sirkulasi: sianosis (-),
konjunktiva tidak anemis, thrill (-), akral hangat, pembesaran jantung (-),CRT
<2 detik, denyut arteri dorsalis pedis (+), bunyi perkusi redup, TD 110/80
mmHg, HR 68x/ menit, bunyi jantung 1, 2 normal. Hasil laboratorium (20
Maret 2012) : Hb 13.6 g/dl, Hematokrit: 42 %, APTT : 36,3, kontrol
APTT 31,7, Trombosit: 694 ribu/µl. Hasil radiologi thorax : normal.
b) Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak ada, stimuls residual
tidak ada. Semua perilaku adaptif.
b. Nutrisi
a) Pengkajian Perilaku
BB 60 kg, TB 160 cm, massa (-), turgor kulit normal, bunyi perkusi timpani,
peristaltik (+) 8 x/menit, mukosa lembab, diit TKTP 3 kali sehari habis
ditambah buah-buahan. Hasil laboratorium (20 Maret 2012) : GDS:90 mg/dL,
SGOT:23, SGPT:23
b) Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak ada, stimulus residual
tidak ada. Semua perilaku adaptif.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
25
c. Eliminasi
a) Pengkajian Perilaku
Pasien mengalami konstipasi, BAB terakhir pada hari Jumat 23 Maret 2011,
konsistensi normal. BAK normal, frekuensi normal, warna normal, pola
teratur, jumlah 700 cc/ hari. Hasil laboratorium fungsi ginjal (20.03.2011) :
Ureum darah:36 Creatinin darah:0.7
b) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal: imobilisasi yang lama. Stimulus kontekstual: pasien
mengeluh nyeri pada kaki kirinya apabila bergerak. Stimulus residual:
perasaan takut dan cemas yang dialami pasien menyebabkan dirinya tidak
mau mobilisasi.
d. Aktivitas dan Istirahat
a) Pengkajian Perilaku
Pasien hanya berbaring di tempat tidur dengan terpasang traksi sebesar 4 kg
pada kaki kiri. Pola tidur teratur 8 jam/ hari, gangguan tidur (-), rentang gerak
terbatas. Pasien mengeluh lelah. Pada pemeriksaan Look: deformitas (+),
shifting (+) Feel: tenderness (+), CRT < 2 detik, move: terbatas akibat nyeri.
Kekuatan otot: 5555 5555
5555 NA
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
26
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
27
b) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak ada, stimuls residual
tidak ada. Semua perilaku adaptif.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
28
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
29
Berdasarkan teori adaptasi roy, masalah keperawatan yang ditemukan pada Tn.W
dijelaskan sebagai berikut:
Gangguan mobilitas fisik dialami pasien pre operasi dan post operasi, stimulus yang
mempengaruhi gangguan mobilitas sebelum operasi adalah penggunaan traksi yang
mengharuskan pasien immobilisasi sedangkan stimulus gangguan mobilitas fisik
setelah operasi adalah perasaan takut menjalani rehabilitasi sehingga pasien
cenderung untuk tidak melakukan mobilisasi. Salah satu aktivitas regulator untuk
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
30
mengatasi gangguan mobilitas fisik pada Tn. W adalah dengan melakukan latihan
range of motion.
Latihan range of motion dilakukan pada ektrimitas yang sehat maupun yang sakit.
Latihan ROM untuk ektrimitas yang mengalami fraktur dengan dorso fleksi, plantar
fleksi, inversi, eversi, fleksi dan ekstensi jari-jari kaki. Pelaksanaan latihan ROM
dapat meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang, meningkatkan tonus otot,
mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur, atropi, dan resorpsi kalsium
karena tidak digunakan (Doenges, Moorhouse & Murr, 2010).
Aktitifitas lain yang digunakan untuk mengatasi gangguan mobilitas fisik adalah
mengkaji derajat imobilitas, mengajurkan pasien untuk tetap melakukan rentang
gerak pada ektrimitas yang sakit maupun tidak sakit, mengajurkan latihan isometrik,
merubah posisi secara periodik dan mengajarkan nafas dalam serta batuk efektif.
Sebelum operasi, Tn. W dapat melakukan aktifitas range of motion (ROM),
mendemontrasikan ROM yang dilakukan sendiri sampai hari pembedahan. Setelah
menjalani pembedahan, Tn.W dapat mengikuti tahapan mobilisasi mulai dari miring
kiri dan kanan, duduk dalam 24 jam pertama dan duduk dengan kaki menjuntai
(Non Weight Bering). selanjutnya pasien berjalan dengan menggunakan kruk mulai
jarak 2 meter dan ditingkatkan 4 meter dan 6 meter sampai pasien pulang.
Respon perilaku tidak efektif sebagai manifestasi konstipasi pada Tn.W yaitu pasien
mengeluh tidak bisa buang air besar selama 4 hari. Stimulus fokal terjadinya
konstipasi pada TN W adalah kurangnya aktivitas. Kurangnya aktifitas fisik dan
pemenuhan akitifitas ditempat tidur dapat mempenyaruhi fungsi gatro intestinal
seperti kehilangan nafsu makan, penurunan peritaltik usus dan penurunan
kemampuan makan dalam posisi supine (Flatcher, 2005).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
31
Aktivitas regulator terhadap masalah konstipasi pada Tn. W adalah mengkaji pola
eleminasi, mendengarkan bising usus, kolaborasi pemberian obat supositoria dengan
aktifitas kognator menganjurkan diet tinggi serat dan meningkatkan intake cairan.
Diet tinggi serat dapat meningkat konsistensi feces dan meningkatkan pengeluaran
feces (Doenges, Moorhouse & Murr, 2010).
Respon perilaku tidak efektif sebagai manifestasi gangguan integeritas kulit pada
Tn.W yaitu pasien mengeluh nyeri disekitar area traksi, terdapat bulae pada tumit
dan daerah poplitea. Stimulus fokal gangguan integritas kulit adalah tekanan dan
tarikan akibat pemasangan traksi adhessive. Traksi kulit biasanya menggunkan
plester yang direkatkan sepanjang ektrimitas kemudian dibalut dan ujung plester
dihubungkan dengan tali untuk ditarik dengan beban tarikan tidak melebihi 5 kg,
kulit yang lebih tipis dibutuhkan tarikan beban yang lebih kecil (Sjamsuhidajat &
Win de Jong, 2004).
Setelah dilakukan intervensi selama 2 hari, kondisi kulit mulai kering, tidak ada
bulae, keluahan nyeri tidak ada, pasien dapat beradaptasi terhadap gangguan
integeritas kulit.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
32
pada area fraktur. pada palpasi dan pergerakan nyeri meningkat, edema (+) di regio
femur sinistra.
Nyeri adalah fenomena universal, dimana hampir setiap orang pernah mengalaminya
(Davis, 2000). Pengalaman nyeri merupakan proses yang komplek, melibatkan
berbagai kejadian baik biokimia (biochemical) maupun elektrikal (electrical) dimulai
dengan: gangguan jaringan (tissue damage), transduksi (transduction), transmisi
(transmission), persepsi (perception), dan modulasi (modulation). Gangguan jaringan
pada pasien ini terjadi akibat suatu gaya/energi mengenai jaringan tubuh. Pada proses
ini jaringan tubuh yang cedera melepaskan zat kimia inflamatori (excitatory
neurotransmitters), seperti histamine dan bradykinin (sebagai vasodilator yang kuat)
yang menyebabkan edema, kemerahan dan nyeri. Selain itu bradykinin juga
menstimulasi pelepasan prostaglandins and substance P, suatu neurotransmitter yang
meningkatkan pergerakan impuls nyeri melewati sinap saraf (Hamilton, 2007).
Akitifitas regulator untuk mengatasi nyeri pre operasi yaitu kaji skala nyeri,
melakukan skin traksi, mempertahankan efektifitas skin traksi, kolaborasi pemberian
anagetik. Aktivitas kognator menjelaskan penanganan nyeri non farmakologik
dengan intervensi edukasi dan menurunkan nyeri. Intervensi edukasi memgang peran
yang sangat baik dalam menontrol nyeri pasien pada 7 hari pertama setelah
pembedahan pada fraktur ektrimitas (Wong, Chan & Chair, 2010). Setelah
pembedahan dilakukan evaluasi dan motivasi pasien untuk melakukan tehnik
relaksasi nafas. Hasil yang didapat pasien dapat beradaptasi terhadap nyeri selama
dalam perawatan.
3.3.1.5 Resiko kekurangan volume cairan. b.d kehilangan cairan aktif; perdarahan.
Respon perilaku tidak efektif pada Tn.W sehingga beresiko mengalami kekurangan
volume cairan setelah menjalani pembedahan yaitu pasien kehilangan darah lebih
dari 500cc selama pembedahan dan adanya muntah 50 cc diikuti dengan intake dan
output 500 cc, pemeriksaan Hb 10.1 mg/dl. Stimulus fokal resiko kekurangan
volume cairan pada Tn.W adalah pendarahan intra operasi, sttimulus kontektual
pasien puasa saat mau operasi dan stimulus residual adalah pengaruh anesthesi
umum.
Penyebab tersering kekurangan volume cairan adalah akibat perdarahan serta muntah
atau diare yang berkepanjangan. Kehilangan volume cairan meyebabkan mekanisme
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
33
3.3.1.6 Resiko infeksi b.d gangguan mobilitas fisik kehilangan integritas struktur
tulang, nyeri.
Respon perilaku tidak efektif pada Tn.W sebagai manifestasi resiko infeksi yaitu
tidak adekuatnya pertahanan primer karena adanya luka pembedahan, adanya
gangguan jaringan akibat dampak pembedahan, dimana pembedahan meninggalkan
luka dengan luas 18 cm di femur sinistra.
Aktivitas regulator untuk mencegah infeksi adalah melakukan insfeksi kulit, merawat
luka, pemberian obat antibiotik. Sedangkan aktifitas kognator menganjurkan pasien
untuk tidak membasahi luka saat mandi dan tidak menyentuh luka dengan tangan.
Perawatan luka secara steril dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan
infeksi. Aktivitas kognator dengan menjurkan untuk tidak membasahi dan tidak
menyentuh luka bertujuan untuk meminimalkan kontaminasi sedangkan pemberian
antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaksis atau dapat ditujukan pada
mikroorganisme khusus (Doenges, Moorhouse & Murr, 2010).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
34
Kecemasan pasca operasi merupakan konsekuensi yang sering dialami oleh pasien
yang dapat mempengaruhi tingkat nyeri dan penyembuhan pasien. Kecemasan dapat
berkaitan dengan ketakutan terlibat dalam aktivitas yang memicu nyeri, sehingga
pasien cenderung menghindari aktivitas, fisioterapi dan perawatan diri. Kondisi ini
dapat memperlambat proses rehabilitasi, penyusutan otot (muscle wasting),
kelemahan dengan penurunan daya tahan fisik, kecemasan, depresi dan penurunan
kualitas hidup (Ponzer et al, 2000; Scaf-Klomp et al, 2003; Carr et al, 2005).
Setelah intervensi selama 3 hari, pasien dapat beradaptasi dengan kecemasan. Pasien
mengungkapkan perasaan lebih rileks dan mengikuti program rehabilitasi.
Penerapan model adaptasi Roy pada 33 kasus dengan masalah Gangguan sistem
Muskuloskletal telah penulis laksanakan di ruang perawatan GPS Lt 1 dan IV RSUP
F Jakarta. Ketiga puluh tiga kasus tersebut terdiri dari 4 kasus kegansan, 6 kasus
infeksi, 23 kasus trauma yang terdiri dari 18 tauma tanpa komplikasi dan 5 kasus
trauma dengan komplikasi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
35
Keempat pasien yang mengalami kegansan pada kusus gangguan sistem gangguan
muskuloskeltal terdapat pada empat pasien mengalami osteosarkoma di bagian distal
femur berusia, 15 tahun, 16 tahun, 35 tahun dan 53 tahun. Dua orang berjenis
kelamin laki-laki dan 2 orang berjenis kelamin perempuan. Osteosarkoma
merupakan tumor primer maligna, terbentuk pada tulang khusunya dibagian distal
femur kemudian prosimal tibia dan humerus serta di daerah intramedular usia
penderita osteo sarkoma berusia 10- 30 tahun (Black & Hawks, 2009).
Respon perilaku tidak efektif adalah nyeri dengan skala 7-8, pasien mengalami
keterbatsan mobilitas, pembengkakan, teraba hangat pada daerah tumor. Lesi yang
luas pada osteo sarkoma meyebabkan nyeri dan pemebengkakan yang berlansung
singkat, area yang terkena teraba hangat karena terjadi peningkatan vasukarisasi,
bagian pusat dari masa terjadi sklerotik akibat peningkatan aktivitas oteoblast
sedangkan bagian ferifer lembut merupakan pelebaran dari kortek tulang akibat
neoplasma (Ignatavicius & Workman, 2006).
Respon perilaku yang tidak efektif pada pasien keganasan juga ditemukan pada pola
nutrisi. Nafsu makan berkurang, porsi makan tidak dihabiskan, rerata penurunan
berat badan 15 % atau 10-15 kg dari berat badan ideal, pasien mengalami kadar
albumin rerata 3,3 gr/dl dengan kadar HB rerata 6.7 gr. Penurunan berat badan 5-10
persen atau lebih terjadi dalam 6 bulan akibat sindrom metabolik selain itu dapat
disebabkan oleh kurang nya asupan nutrisi, gangguan arsopsi gatrointentinal karena
pengobatan, atau gejala tumor serta kateabolik serti penyakit kronis. Penurunan berat
badan, hemoglobin dan albumin merupakan gejala ketidakseimbangan nutrisi.
Malnutrisi yang berkepanjangan merupakan prediktor terhadap outcome yang jelek
terhadap pasien kanker termasuk oteosarkoma (Cameron atal;2010)
Selain perilaku adaptasi fisiologis yang tidak efektif, pasien juga menunjukkan
respon perilaku yang tidak efektif pada mode adaptasi psikologis. Pasien mengalami
cemas karena tindakan amputasi yang akan dijalani. Masalah keperawatan yang
ditemukan pada pasien yang mengalami keganasan pada gangguan muskuluskeletal
adalah nyeri akut, gangguan mobilitas fisik, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, gangguan fungsi peran, dan kecemasan. Pasien tidak dapat
beradaptasi dengan kondisi yang dialami.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
36
Respon perilaku yang tidak efektif pada pasien yang mengalami osteo atritis post
trauma adalah nyeri, keterbatasan aktivitas, luka menahun, penojonan tulang pada
luka terbuka. Pasien yang mengalami oteoatritis yang besipat menahun, kadang
mengeluhkan cairan yang keluar dari luka kadang disertai demam dan nyeri local
yang hilang timbul pada daerah ektrimitas (Rasjad,(2007).
Stimulus yang mempengaruhi nyeri dan gangguan mobilitas fisik pada pasien yang
mengalmi osteo atritis adalah cedera traumatic, proses infeksi, kurang pengetahuan
dan kecemasan. Proses infeksi pada tulang akan menghambat terjadinya resulosi dan
penyembuhan tulang yang normal, infeksi akibat fraktur terbuka merupakan infeksi
yang paling sering ditemukan pada orang dewasa, terjadi kerusakan jaringan,
kerusakan pembuluh darah, edema, hematom dan adanya hubungan fraktur dengan
dunia luar (Rasjad, 2007). Atritis traumatik biasanya berkembang setelah
menagalami fraktur atau cedera sendi yang terbuka, (Black & Hawks, 2009).
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien osteoatritis dalam karya ilmiah
ini yaitu nyeri, gangguan mobilitas fisik, kecemasan, resiko infeksi, gangguan peran.
Selain oteoatritis, infeksi pada gangguan sistem muskuloskelatal yang ditemukan
adalah spondilitis.
Respon perilaku tidak efektif yang dialami oleh pasien dengan spondilitis yaitu
pasien mempunyai riwayat batuk, spastic, konstipasi,restensi urine dan paraplegi.
Gangguan saraf sensoris dan motorik disertai gangguan defikasi dan miksi lebih
mudah terjadi pada spondilitis yang mengenai vertebra torakalis karena mempunyaai
kanalis spinalis yang lebih kecil (Rasyad, 2007). Salah satu gangguan motorik adalah
paraplegi. Gangguan parapelegi kebanyakan pada traktus motorik yang diawali
dengan keluhaan kaki terasa kaku, lemah dan penurunan koordinasi tungkai.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
37
Paraplegi terjadi karena odem sekitar abses para spinal atau karena kompresi
(Sjamsuhidayat & Wim de Jong, 2004).
Hasil pengkajian stimulus yang ditemukan pada pasien yang mengalami spondilitis
yaitu terjadi nyeri akibat spondilitis, imobilisasi dan infeksi kronis yang bersifat
destruktif yang sering terjadi pada tulang belakang adalah spondidlitis tuberkulosa
yang merupakan infeksi sekuder dari tempat lain. Tuburkolosis spondilitis umumnya
terjadi pada daerah verterbera torakal bawah dan lumbal atas sehingga diduga adanya
infeksi sekunder traktus urinarius yang penyembarannya melalui fleksus Batsoon
pada vena paravetbralis (Rasyad, 2007).
Kasus trauma muskuloskeletal meliputi 23 kasus yang terdiri dari 18 kasus tauma
tanpa komplikasi yang seluruhnya merupakan fraktur ektrimitas bawah, sebagian
besar fraktur femur dan 5 kasus trauma dengan komplikasi yang merupakan cedera
medula sepenalis. Seluruh kasus taruma dalam karya ilmiah ini disebabkan oleh
kecelakan lalu lintas.
Respon perilaku yang tidak efektif pada pasien yang mengalami fraktur yaitu nyeri,
ROM terbatas, adanya luka akibat cedera atau post operasi, edema, takut akan
menghadapi operasi, sering mengeluh ketidaknyaman dalam posisi tidur akaibat
fraktur, tidur kurang, adanya perdarahan. Pasien fraktur biasanya datang kerumah
sakit dengan keluahan nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak,
kelainan gerak, deformitas, krepitasi atau datang dengan gejala yang lain (Rajad,
2007).
Respon perilaku nyeri pada fraktur terjadi akibat cedera jaringan lunak adalah cedera
otot dan ligamen atau akibat perdarahan dan edema pada sisi cedera. Nyeri dapat
dievaluasi dengan menggunakan skala nyeri 0-10. Pasien yang mengalami nyeri
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
38
dianjurkan untuk istirahat, kompres es pada area cedera, kompresi dan elevasi
ekstremitas yang mengalami cedera (LeMone & Burke, 2006).
Nyeri hebat yang dialami pasien fraktur menyebabkan penilaian pergerakan tidak
boleh dilakukan secara kasar. Selain itu, perherakan dapat menyebabakan kerusakan
jaringan lunak seperti pembuluh darah dan syaraf. ROM terbatas pada pasien fraktur
dinilai dengan mengajurkan pasien untuk menggerakan secara aktif dan pasif sendi
bagian proximal dan distal daerah yang mengalami cedera (rasjad, 2007). Cedera
tulang panjang dapat menyebabkan perdarahan.
Perdarahan yang banyak pada fraktur tulang panjang dapat mengakibatkan shcok.
Shok hipovolemik merupakan salah satu komplikasi dari shafrft femur akibat
kehilanganan darah 1-1,5 liter. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah emboli
lemak, dislokasi pinggul atau lutut, atropi otot dan kerusakan ligamen (LeMone,
Burke, 2006), penganan fraktur dengan traksi untuk memisahkan fragmen tulang dan
imobilisasi fraktur tergantung pada lokasi, beratnya fraktur (LeMone & Burke,
2006). Jenis traksi tergantung pada lokasi dan beratnya fraktur. Fraktur yang dapat
diatasi dengan traksi ialah patah tulang introhanter, subtrokanter, fraktur diafisis,
oblik, segmental, dan komunitif, serta patah tulang supracondiler tampa dislokasi
berat, dan patah tulang kondilius femur, cara ini biasanya berhasil mempertautkan
fraktur femur yang paling penting adalah latihan otot dan gerakan sendi.(
Sjamsuhidajat dan Wim de jong, 2004)
Respon perilaku tidak efektif pada pasien yang mengalami cedera medula spinalis
yaitu parapelgi, incontenesia urin, ganggauan BAB. Spinal cord merupakan alat
penghubung antara pons dengan sakral untuk mengontrol eliminasi urine. Spinal
yang intak akan menyebakan eleminasi urine yang normal ketika terjadi injuri pada
spinal cord maka pola eminasi urine akan mengalami gangguan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
39
Stimulus yaang ditemukan pada kasus trauma muskuloskletal yaitu fraktur, cedera,
perdarahan, diaganosa keperawatan pada kasus trauma muskuloskeltal yaitu nyeri,
gangguan mobilitas fisik, cemas propse operasi, resiko infeksi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
40
BAB 4
PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PADA GANGGUAN SISTEM
MUSKULOSKELETAL
Bab ini menguraikan tentang evendince based nursing tentang intervensi idukasi
untuk mengurangi nyeri dan kecemasan pada pasien dengan trauma muskulosekletal.
Trauma muskuloskeletal merupakan penyebab umum pasien dirawat di rumah sakit.
Fraktur paling sering diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dan
cedera olahraga, dimana pembedahan fiksasi internal berupa paku (nail), sekrup, plat
atau kawat untuk memfiksasi ekstremitas menjadi terapinya. Seluruh prosedur ini
dapat mengakibatkan stres pada pasien. Pasien dengan fraktur ekstremitas dapat
mengalami nyeri dan kecemasan yang hebat setelah mengalami cedera atau telah
menjalani operasi. Kecemasan yang timbul akibat trauma, biasanya melampaui batas
kendali pasien, dapat dapat mengakibatkan ketidakstabilan psikologis (Wong, Chan
& Chair, 2010).
Beberapa penelitian seperti penelitian dari Ponzer et al, 2000; Scaf-Klomp et al,
2003; Carr et al, 2005) telah menegaskan bahwa kecemasan pasca operasi
merupakan konsekuensi yang sering dialami oleh pasien dan mempengaruhi tingkat
nyeri dan kesembuhan pasien. Kecemasan dapat berkaitan dengan ketakutan terlibat
dalam aktivitas yang memicu nyeri. Sehingga pasien cenderung menghindari
aktivitas, fisioterapi dan perawatan dirinya. Hal ini dapat mengarah kepada
perlambatan proses rehabilitasi, penyusutan otot (muscle wasting), kelemahan
dengan penurunan daya tahan fisik, kecemasan, depresi dan penurunan kualitas
hidup. Sehingga timbul tuntutan dan kebutuhan untuk membantu pasien mengatasi
nyeri dan kecemasan yang dialaminya setelah operasi.
Kecemasan sangat sering terjadi pada pasien yang mengalami trauma dan
pembedahan muskuloskeltal, dimana edukasi (pendidikan) preoperatif sangat
bermanfaat untuk memperbaiki kondisi fisik dan psikologis pasien. Tujuan intervensi
edukasi preoperatif pada pembedahan orthopedi adalah untuk mempersiapkan pasien
menjalani operasi dan memperbaiki outcome pasien, meliputi pengetahuan tentang
program pembedahan dan rehabilitasi, kontrol nyeri, penurunan kecemasan, dan
masa rawat (length of stay) di rumah sakit. Metode untuk memberikan edukasi
preoperatif sangat bermacam-macam, bahkan ada yang berupa informasi audio-tape
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
41
Pasien yang dilibatkan dalam penenlitian ialah pasien yang mampu ambulasi
sebelum operasi, memiliki diagnosis media trauma muskuloskeletal pada salah
satu ekstremitas yang akan menjalani operasi. Pasien dieksklusi dari penelitian
jika mengalami fraktur tulang kepala, fraktur iga, status hemodinamik tidak
stabil, memiliki riwayat nyeri kronik sebelumnya atau mengalami gangguan
mental dan kognitif. Sampel pada penelitian ini sebesar 226, dimana hanya 125
yang mengikuti seluruh rangkaian penelitian, 62 pasien pada kelompok
eksperimen dan 63 pasien pada kelompok kontrol.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
42
Jumlah pasien yang mengikuti penelitian ini hingga tuntas sebanyak 125 pasien
(kontrol, n=63; eksperimen, n=62). Kelompok eksperimen dilaporkan secara
signifikan mengalami penurunan tingkat nyeri, penurunan kecemasan dan yang
lebih baik selama menjalani hospitalisasi (sebelum operasi hingga hari ke-7), jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Tidak terdapat kebermaknaan secara
statistik efek pada lama rawat antara kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen. Pada evaluasi bulan ke-3, secara statistik tingkat kecemasan
ditemukan lebih rendah pada kelompok eksperimen.
Usia, jenis kelamin dan jenis pembedahan homogen diantara kedua kelompok.
Hasil analisis melaporkan bahwa terdapat dua perbedaan yang signifikan antara
pasien yang mengikuti edukasi di ruangan dan yang tidak mengikuti edukasi
didalam ruangan, pasien yang yang mengikuti eduksi pre operasi di ruangan
merasakan persiapkan oprrasi lebih baik (p=0,002) dan mereka juga merasa
mampu mengontrol nyeri setelah pembedahan (p=0,001).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pasien yang mendapatkan edukasi pre
operasi diruangan merasakan persiapan opersi lebih baik dan kemapuan
mengontrol nyeri yang lebih baik setelah pembedahan Tidak ditemukan
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
43
perbedaaan yang signifikan lama hari rawat, waktu ambulasi dan tingkat nyeri
antara kelompok yang mendapatkan intervensi edukasi preoperasi di ruangan dan
di luar ruangan.
Berdasarkan ketiga artikel diatas, penulis memilih unutuk menerapkan EBN dengan
judul ”The effect of educational intervention on pain beliefs and post operative pain
relief among Chinese with fractured limbs” oleh Wong, Chan & Chair (2010) dengan
pertimbangan penelitian ini menggunakan quasi-experimental design, perekrutan
subyek menggunakan randomisasi baik subyek yang menjadi kelompok intervensi
maupun kelompok kontrol. Metode intervensi edukasi mudah diaplikasikan dan
terbukti secara signifikan dapat mengurangi nyeri dan kecemasan pada pasien yang
mengalami fraktur ekstremitas bawah.
Penerapan evidence based nursing (EBN) ini akan dipilih pasien dengan trauma
muskuloskeletal yang akan menjalani operasi orthopedi dengan beberapa kriteria
yaitu pasien mampu berkomunikasi dengan baik, pasien yang mampu ambulasi
sebelum cedera, memiliki diagnosis medis trauma muskuloskeletal pada salah satu
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
44
ekstremitas dan akan menjalani pembedahan serta bersedia dievaluasi pada hari ke-2,
ke-4 dan ke-7 setelah menjalani pembedahan.
Pasien yang mengalami mengalami fraktur tulang kepala, fraktur iga, status
hemodinamik tidak stabil, memiliki riwayat nyeri kronik sebelumnya atau
mengalami gangguan mental dan kognitif tidak diikutsertakan dalam penerapan EBN
ini.Penerapan EBN dilakukan di ruang rawat inap Orthopedi Rumah Umum Pusat
Fatmawati Jakarta yang pelaksanaannya minggu ke 1 bulan april s/d minggu ke 1
bulan Mei 2012. Penerapan EBN ini dilakukan setelah mengajukan proposal ke
ruangan yang dituju, mengadakan sosialisasi di ruangan dan memeproleh izin untuk
melakukan penerapan EBN.
Intverensi edukasi ini dilakukan terlebih dahulu dengan mengdentifikasi pasien yang
akan dilakukan operasi orthopedi, melakukan pengkajian/pengukuran tingkat nyeri
dan kecemasan, memberikan intervensi edukasi selama 30 menit, dimana materi
terdiri atas : pendahuluan selama 5 menit, manfaat manajemen nyeri selama 10
menit, demonstrasi dan redemonstrasi teknik menurunkan kecemasan selama 10
menit, memberikan reinforcement positive terhadap kemempuan pasien dalam
mengontrol nyeri dan kecemasan selama 5 menit. Pengkajian ulang nyeri dan
kecemasan dilakukan pada paska operasi hari ke 2, hari ke 4 dan hari ke 7.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
45
Rerata penurunan nyeri pada kelompok intvensi dan kontrol dapat dilihat sebagai
berikut :
Gambar 5.1 Rerata Penurunan Nyeri Kelompok Intervensi
Gambar 5.1 menunjukan bahwa skor nyeri pada kelompok intervensi hari pertama
sehari sebelum pembedahan sebesar 54.8 mengalami penurunan pada hari kedua post
operasi menjadi 45, dan terus mengalami penurunan pada hari ke 4 sebesar 27.6
hingga mencapai 23.6 pada hari ke 7 setelah pembedahan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
46
Gambar 5.2 menunjukan bahwa skor nyeri pada kelompok kontrol hari pertama
sehari sebelum pembedahan sebesar 59.8 mengalami penurunan pada hari kedua post
operasi menjadi 43, namun mengalami peningkatan pada hari ke 4 sebesar 46.6 dan
kembali mengalami penurunan pada hari ketujuh.
Selain menurunkan nyeri , tehnik relaksasi nafas juga dapat menurunkan kecemasan.
Hal ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
47
Gambar 5.4 menujukan skor kecemasan pada kelompok intervensi pada pre op
sebesar 51.6 mengalami penurunan pada hari ke dua 43.97 dan hari ke 4 sebesar 37,9
pada hari ke tujuh sebesar 35.5. data ini menujukkan bahwa terjadi penurunan skor
kecemasan dari hari pre operasi sampai dengan hari ke 7 setelah pembedahan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
48
Gambar 5.5 menunjukan skor kecemasan pada kelompok kontrol pada pre operasi
sebesar 55.37, mengalami penurunan pada hari ke 2 sebesar 52.38, mengalami
penurunan pada hari ke3 samapi dengan ke tujuh.
4.2.3 Rekomendasi
Penggunaan tehnik relaksasi nafas sangat berguna dalam penurunan nyeri dan
kecemasan sehingga dapat dijadikan intervensi keperawatan dalam menurunkan
nyeri dan kecemasan dan dapat digunakan dalam membuat asuhan keperawatan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
49
Tehnik relaksasi nafas ini dapat digunakan oleh perawat dalam mengatasi nyeri dan
kecemasan pada pasien yang akan mengalami pembedahan pada kasus
muskuloskletal.
4.3 Pembahasan
Nyeri yang dialami responden kelompok kontrol dan kelompok intervensi cukup
tinggi walaupun sudah di kontrol dengan anagesik. nyeri pada ektrimitas bawah
selain disebabkan oleh cedera jaringan juga dapat disebabkan oleh asam laktat akibat
metabolime an aerob yang terjadi karena penurunan sirkulasi dan oksigen jaringan.
Relaksasi nafas merupakan tindakan yang secara tidak langsung dapat menurunkan
asam laktat dengan cara meningkatkan suplai oksigen dan menurunkan kebutuhan
oksigen di ektrimitas, sehingga terjadi keseimbangan oksigen di daerah ektrimitas.
relaksasi nafas dapat menstimulasi respon syaraf otonom melaluli pengeluaran
neurotransmitter endotropin yang berefek pada penurunan syaraf simpatis dan
peningkatan respon parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis meningkatkan aktivitas
tubuh, sedangkan repon parasimpatis lebih banyak menurunkan aktivitas tubuh atau
relaksasi sehingga dapat menurunkan metabolic (velkumary &madanmohan, 2004).
Peningkatan situmasi saraf simpatis dan penghambatan stimulasi syaraf simpatis
pada relaksasi nafas juga berdampak pada vasodilatasi pembuluh darah ke ektrimitas
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
50
cedera yang memungkinkan suplai oksigen lebih banyak sehingga perfusi jaringan ke
ektremitas yang cedera diharapkan lebih adekuat (Denise, 2009)
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi nyeri pada pasien adalah tehnik relaksasi
nafas. Hasil penerapan EBN ini menunjukan pasien dengan kelompok intervensi
penurunan nyeri lebih baik dari kelompok kontrol pada hari ke tujuh setelah
mengalami pembedahan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
McDonald et al (2004) dan Johansson et al (2004) menunjukkan bahwa intervensi
edukasi memiliki efek yang positif terhadap manajemen nyeri setelah pasien
menjalani pembedahan pada kelompok eksperimen mengalami penurunan nyeri dan
kecemasan yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol pada hari ke 7
pertama setelah pembedahan. menjalani pembedahan. Penelitian yang dilakukan
oleh Havener (2004) untuk melihat efek intervensi edukasi perawat pada persepsi
nyeri dan kepuasan pasien yang dirawat di ruang pasca operasi, menunjukkan bahwa
pasien yang diberi intervensi edukasi mengalami skor nyeri yang lebih rendah dan
tingkat kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Penelitian yang dilakukan oleh Wong, Chan dan Chair (2010) pada 125 pasien
fraktur tungkai (62 pasien eksperimen dan 63 pasien kontrol) dengan metode quasi-
experimental untuk menilai efektifitas intevensi edukasi terhadap kepercayaan nyeri
penurunan nyeri pasca operatif, menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen
mengalami penurunan nyeri yang signifikan (p=0,03).
Hal yang berbeda ditemukan pada kelompok kontrol yang mengalami peningkatan
nyeri pada hari ke 4 post operasi, hal ini dipengaruhi efek analgetik dan rehabilitasi
tampa disertai dengan manajemen nyeri. Respon nyeri juga dapat dipengaruhi oleh
kecemasan.
Kecemasan sangat sering terjadi pada pasien yang mengalami trauma dan
pembedahan muskuloskeletal. Hal ini juga ditemukan pada pasien yang
berpartisipasi dalam penenerapan EBN. Hasil yang ditemukan pada kelompok
iuntervensi mengalami penurunan kecemasan yang lebih baik dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Relaksasi nafas dapat menurunkan stressyang pada saat stress dan
cemas saraf simpatis akan disetimulasi sehingga meningkatkan produksi kortisol dan
adrenalin yang dapat mengganggu metobolisme ektrimitas dan endokrin. Relaksasi
nafas merupakan jalan yang cepat untuk mengaktifkan saraf parasimpatis yang
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
51
disebut respon relaksasi (Pick,1998). Hasil penelitian Burke and marconett (2008)
juga menunjukkan rekasasi nafas meningkatkan aktivasi saraf parasimpatis yang
mempunayai efek yang signifikan untuk menurunkan repiratory rate, konsumsi
oksigen, pengeluran karbondioksida.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
52
BAB 5
KEGIATAN INOVASI PADA GANGGUAN SISTEM
MUSKULOSKELTAL
Bab ini menguraikan tentang kegiatan inovasi yang dilakukan di ruang perawatan
GPS lantai I Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
Inovasi keperawatan dalam karya ilmiah merupakan lanjutan dari kegiatan EBN
tentang intervensi edukasi dalam menurunkan nyeri dan kecemasan pada pasien
trauma ekstremitas bawah pada gangguan sistem muskuloskeletal. Intervensi edukasi
menggunakan pendekatan pembelajaran untuk meningkatkan pengetahuan dan
merubah perilaku. Penggunaan pendekatan pembelajaran yang menguatkan
(empowerment) memungkinkan pasien menjadi lebih percaya diri terhadap
kemampuannya untuk menjalankan tugas-tugas perioperatif dan menjadikan pasien
menjadi bagian yang lebih terintegrasi dalam proses pengajaran (Pellino et al, 1998).
Pendidikan (edukasi) pasca operasi yang dilakukan oleh perawat harus diperbaiki,
karena edukasi dibutuhkan untuk pencapaian manajemen pasca operasi yang lebih
baik. Edukasi yang diperlukan meliputi tiga area yaitu: (1) pengetahuan, sikap dan
pemberian analgesik, (2) pengkajian manajemen pasca operasi dan (3) variasi budaya
dan etnik dalam menyikapi nyeri (Grinstein-Cohen, 2009).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
53
Temuan fenomena ini, dibenarkan oleh Chetty dan Ehlert (2009) bahwa pasien yang
menjalani operasi orthopedi akan mengalami ketakutan dan kecemasan karena pasien
tidak mengetahui apa yang akan dijalaninya. Informasi preoperatif membantu pasien
menjadi lebih paham tentang apa yang bakal dijalaninya dan memungkinkan perawat
untuk belajar tentang pasien dan membangun hubungan dan kepercayaan dan baik ke
pasien sebelum pasien diantar ke ruang operasi. Pembelajaran preoperatif
menurunkan kecemasan dan ketakutan pasien, meningkatkan kerjasama dan
partisipasi pasien selama perawatan dan menurunkan insiden komplikasi pasca
operasi. Sehingga informasi preoperatif harus diberikan melalui instruksi yang jelas
untuk menyiapkan pasien menghadapi prosedur pembedahan dan perawatan setelah
menjalani operasi.
Hasil identifikasi awal yang dilakukan terhadap 16 pasien yang akan menjalani
pembedahan di gedung GPS lantai 1 RSU. Fatmawati Jakarta pada bulan Januari
2011 untuk mengkaji pelaksanaan intervensi edukasi dalam menurunkan nyeri dan
kecemasan pasaca operasi, diperoleh hasil bahwa pelaksanaan intervesi edukasi
dalam meurunkan nyeri dan kecemasan yang dilakukan perawat belum dilakukan
(99%) dan hasil pertemuan dengan kepala instalasi, kepala ruangan dan PN pada
tanggal 26 Februari 2012 yang membicarakan tentang kebutuhan inovasi yang
meliputi intervensi edukasi dalam menurunkan nyeri dan kecemasan dalam
menetapkan rencana asuhan keperawatan, kepala instalasi dan kepala ruangan
mengharapkan perlunya hal tersebut berguna dalam menurunkan nyeri pada trauma
muskuloskletal. Berikut diuraikan alisis situasi berdasarakan SWOT:
5.1.1 Strength
Kekuatan yang dimuiliki ruang perawatan orthopedi lantai 1 memiliki tenaga
perawat spesialisas, dengan kekhususan merawat pasien dengan kasus khusus
orthopedic, setiap pagi mediskusikan permasalahan yang terjadi di pasien, sistem
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
54
operan sudah dilakukan setiap ganti dinas, penyegaran dilakukan bergilir oleh
perawat 1 minggu sekali
.
5.1.2 Weakness
Kelemahan yang dimiliki oleh ruang rawat inap orthopedic perawat belum
melaksanakan pendidikan kesehatan secara optimal, hanya sebatas anjuran dan
belum dilakukan secara terprogram.
5.1.3 Oppotunities
Peluang yang dimiliki rumah sakit pusat fatmawati adalah merupakan rumah sakit
rujukan dengan unggulan khusus orthopedi, sebagai rumah sakit pendidikan,
merupakan salah satu rumah sakit rujukan nasional
5.1.4 Treath
Banyaknya RSUP Fatmatwati Jakarta yang mulai mengembangkan pusat rehabitiasi
dan sistem perawatan sejenis merupakan acaman yang dapat terjadi pada rumah sakit
umum pusat fatmawati jakarata
5.2.1 Persiapan
Inovasi ini terlebih dahulu dibuktikan oleh residence dalam melakukan Evidece Base
Nursing, dalam pembuktian tersebut didapatkan bahwa intervensi edukasi dapat
menurunkan nyeri dan kecemasan. Disamping itu dengan menganlis situasi yang ada
intervesi edukasi ini mudah dan dapat dilaksanakan oleh semua perawat sehingga
atas persetujuan pembimbing EBNP ini dapat dilanjutkan dan bisa dilanjutkan
sebagai bentuk kegiatan inovasi residence.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
55
5.2.2 Pelaksanaan
Pelaksanaan diawali dengan sosialisasi program inovasi pada tanggal 26 April 2012
yang dihadiri oleh case manager irna C, Kepala Komite keperawatan, Kepala
Instalasi irna C, Kepala Ruangan Lt 1 dan IV, Wakil kepala ruangan, PN dan perawat
pelaksana. Pada saat sosialisasi residen menyampaikan program yang akan dilakukan
dilanjutkan dengan pre test pada perawat untuk menilai pegetahuan perawat tentang
intervensi edukasi dan teknik relaksasi nafas. Setelah pre test, perawat diberikan
pejelasan tentang langkah intervensi edukasi dan teknik relaksasi nafas untuk
menurunkan nyeri.
5.2.3 Evaluasi
Evaluasi inovasi keperawatan meliputi pengetahuan perawat tentang intervensi
edukasi, kemampuan perawat melaksanakan intervensi edukasi dan evaluasi diri.
Evaluasi terhadap pengetahuan perawat tentang intervensi edukasi tehnik relaksasi
nafas sebelum diberikan penjelasan memiliki rerata skor 53,25 dengan nilai terendah
30 dan tertinggi 69. Pengetahuan perawat mengalami peningkatan setelah
mendapatkan penjelasan dan mendemontrasikan tehnik relaksasi nafas pada pasien.
Hasil post test yang dilakukan tanggal 10 mei 2012 menunjukan rerata skor
pengetahuan perawat tentang relaksasi nafas sebesar 89.31 dengan nilai terrendah 80
dan tertinggi 98.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
56
Pasien yang berpartisipasi dalam inovasi ini sebayak 5 orang dan terdapat dua orang
pasien lupa untuk melakukan tehnik relaksasi nafas dan harus didampingi oleh
perawat.
5.3 Pembahasan
Pengetahuan perawat terdiri dari dua kategori yaitu pengetahuan praktek dan
pengetahuan teori. Pengetahuan ini dapat digunakan perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan. Perawat menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk
mengidentifikasi perubahan yang signifikan terhadap status kesehatan pasien pada
saat pre operasi maupun post operasi termasuk nyeri dan kecemasan. Pengetahuan
yang dimiliki perawat dapat diaplikasikan dalam praktek sehari-hari (Miller, 2005).
Pengkajian nyeri dan kecemasan dalam inovasi ini dimulai pada saat preoperasi dan
dilanjutkan setelah pasca operasi. Pendidikan (edukasi) pasca operasi yang dilakukan
oleh perawat harus diperbaiki, karena edukasi dibutuhkan untuk pencapaian
manajemen pasca operasi yang lebih baik. Edukasi yang diperlukan meliputi tiga
area yaitu: (1) pengetahuan, sikap dan pemberian analgesik, (2) pengkajian
manajemen pasca operasi dan (3) variasi budaya dan etnik dalam menyikapi nyeri
(Grinstein-Cohen, 2009).
Pada waktu kegiatan inovasi ini residence sudah mengundang pokja kelompok nyeri
sehingga hasil dan brosur yang sudah dibuat disosialisasikan ke ketua pokja nyeri
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
57
yang pada waktu sosialisasi baru saja terbentuk, dan disetiap ruangan ada
perwakilannya termasuk diruangan unit orthopedi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
58
BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
6.2 Saran
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
59
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
60
DAFTAR PUSTAKA
Brunner LS, Suddharth DS (2002). Medical Surgical Nursing s. 6th ed. London:
Mosby
Burke, A., & Marconett, S. (2008). The Role of Breathing in Yogic Traditions :
Alternate Nostril Breathing. Association for Applied Psychophysiology &
Biofeedback, 36 (2), 67-69.
Cameron,ct.g.,Demele,D.,Lynch,M.P.,Huntsetinger,C.,Alcorn,t.,lepicoff,j.,et.al.2010,
Aninterdisplenery approach to manage cancer cachexia, clinical journal of
oncology nursing, 14(1-72,72-81)
Craven, Ruth F, (2000). Fundamentals of Nursing: Human Health and Function, 3rd ed,
DLMN/DLC
Denise, M.L. (2007). Sympathetic Storning After Severe Traumatic Brain Injury.
Critical Care Nurse Journal, 27 (1), 30-37.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
61
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Muur, A. C. (2010). Nursing Care Plans,
Guideline for Individualizing Client Care Across Life Span. Philadelphia:
F.A. Davis Company.
Fawcett. J. (2009). Using the Roy adaptation model to guide research and/or
practice: construction of conceptual-theoretical-empirical sistems of
knowledge. Aquichan, 9 (3), 297-306.
George. (1995). Nursing Theories (The Base for Profesional Nursing Practice),
Fourth Edition. USA : Appleton & Lange.
Grinstein-Cohen, O., Sarid, O., Attar, D., Pilpel, D., Elhayany, A. (2009).
Improvements and Difficulties in Postoperative Pain Management,
Orthopaedic Nursing, 28(5), 232
Johansson, K., Salantera, S., Heikkinen, K., Kuusisto, A., Virtanen H. & Leino-Kilpi
H. (2004). Surgical patient education: Assessing the interventions and
exploring the ourcomes from experimental and quasiexperimental studies
from 1990 to 2003. Clinical Effectiveness in Nursing 8(2), 81–92.
Lewis, S. L., Heitkemper, M. M., Bucher, L., et al. (2007). Medical Surgical
Nursing: Assesment and Management of Clinical Problems. Vol. 2. 7th Ed.
St.Louis : Mosby Elsevier.
McDonald S., Green S. & Hetrick S. (2004). Pre-operative education for hip or knee
replacement. The Cochrane Database of Sistematic Reviews.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
62
Pellino, T., Tluczek, A., Collins, M., Trimborn, S., Norwick, H., Engelke, Z. K,
Broad, J (1998). Increasing self-efficacy through empowerment:
Preoperative education for orthopaedic patients. Orthopaedic Nursing,17, 4,
48.
PERKI (2001). Indonesia akan Canangkan Dekade Tulang dan Sendi. April 12,
2012.
http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=579&tbl=cakrawal
Pick, M. (1998). Deep breathing the truly essential exercise. htt :www.women
towomen.com/fatiqueandstress/deepbreathing.aspt, diakses tanggal 3 Maret
2012.
Ponzer, S., Molin, U., Johanson, S., Bergman, B. & Tornkvist, H. (2000).
Psychosocial support in rehabilitation after orthopaedic injuries. The
Journal of Trauma, Injury, Infection, and Critical Care 48(2), 273–279.
Rasjad, Chairuddin (2007). Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Jakarta : PT. Yarsif
Watampone
Smeltzer S.C., Bare B.G (2004). Medical Surgical Nursing,10 th ed. Philadelphia:
Lippincott Willliams & Wilkins
Tomey & Alligood M.R (2006). Nursing theoriest, utilization and application.
Mosby : Elsevier.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
63
Tomey Ann Marriner and Alligood M.R.(2006). Nursing Theorists and Their work. 6
ed. USA : Mosby Inc.
Wong, E.M. -L., Chan, S.W. -C. & Chair, S. -Y. (2009). Effectiveness of an
educational intervention on levels of pain, anxiety and self-efficacy for
patients with muskuloskeletal trauma. Journal of Advanced Nursing 66(5),
1120–113
Wong, E.M. -L., Chan, S.W. -C. & Chair, S. -Y. (2010). The effectiveness of
educational intervention on pain beliefs and postoperative pain relief among
Chinese with fracture limbs . Journal of Clinical Nursing 19, (2652–2655)
R. Sjamsuhidayat & Wim de Jong (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Lampiran 1: Format Askep dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELTAL
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
IDENTITAS
Nama : ……….…………………….………………... Ruang Rawat : ……………………………...…...........
Umur : ………. Th No. Rekam Medik : ……………………………...…...........
Pendidikan : SD SLTP SLTA S1/S2 Tgl/jam masuk : ………………………………..............
Suku : …...………………………………………….. Tgl/jam pengkajian : ………………………………..............
Agama : I K P B H Diagnosa masuk : …………………..…………….............
Status Perkawinan : S K J D Informan : ..........................................................
Hubungan dengan Pasien : ...........................................................
RIWAYAT KESEHATAN
Keluhan Utama dan Riwayat Kesehatan Sekarang :
……………………………………………………………………………………………………………………………………........................
............................................................................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................................................................
Riwayat Kesehatan Masa Lalu :
............................................................................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................................................................
Riwayat Kesehatan Keluarga :
............................................................................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................................................................
1. MODE FISIOLOGIS-FISIK
PERILAKU
Ventilasi : Frekuensi : ...........x/menit, irama : teratur tidak teratur
Sputum, karakteristik : .............................................................................................................................
Respirasi : sesak napas krakles ronchi wheezing batuk hemoptisis
napas cuping hidung retraksi dada
Pertukaran Gas: AGD (tgl :.............................) : pH : ........... PaO2 : ............mmHg PaCO2 : ............ mmHg
HCO3 : ........... mEq/L BE : ........... Saturasi O2 : .................. %
Transport Gas: Nadi : ............... x/menit, irama : reguler irreguler TD : ................... mmHg
OKSIGENASI
STIMULUS
....................................................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................................................
Masalah Keperawatan :
● Bersihan jalan nafas tdk efektif ● Intoleransi aktivitas ● Pola nafas tidak efektif
● Kerusakan pertukaran gas ● Penurunan curah jantung ● Gangguan perfusi jaringan
PERILAKU
TB : …...…. cm BB : ….…Kg Kebiasaan makan : ….... x/hari, teratur tidak teratur
Keluhan : tidak nafsu makan mual muntah sukar menelan stomatitis
nyeri ulu hati Porsi makanan yang dihabiskan : …………………………………......................
NUTRISI
Diet : …………………………………………………………………….............................................................................................
Hasil Lab (tgl ...................................) : Glukosa darah : .............. mg/dl, Hb : ........... g/dl, Albumin : ............ mg/dl
STIMULUS
....................................................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................................................
PERILAKU
Kebiasaan BAB : ................ x/hari Kebiasaan BAK : ................. cc/hari
Keluhan BAB : diare konstipasi distensi nyeri tekan hemoroid ostomi
Keluhan BAK : retensi inkontinensi disuria urgensi keseringan nokturia
keruh hematuria
ELIMINASI
Penggunaan Obat : Laksan tidak ya, jenis ............... Diuretik : tidak ya, jenis .................
Peristaltik Usus : tidak ada ada, ............ x/menit
Selang Drainase : tidak ada kateter indweling kateter intermitten chest tube ostomi
Uraikan drainase ..........................................................................................................................................
STIMULUS
....................................................................................................................................................................................................
PERILAKU
Kebiasaan Tidur : Malam, ........... jam Siang, ........... jam
Kesulitan tidur : tidak ada ya, jelaskan .................................................................................................................
Penggunaan alat bantu : tidak gips traksi kruk/tongkat lainnya .................................
Toleransi aktivitas : tak kelelahan vertigo jalan oleng angina diapnea
AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT
STIMULUS
....................................................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................................................
Masalah Keperawatan : ● Hambatan mobilitas fisik ● Intoleransi aktivitas ● Risiko intoleransi aktivitas
● Kelelahan ● Gangguan pola tidur ● Risiko disuse syndrome ● Defisit perawat diri
lainnya: ..........................................................................................
STIMULUS
....................................................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................................................
Masalah Keperawatan : ● Kerusakan integritas kulit ● Risiko kerusakan integritas kulit ● Risiko infeksi
● Risiko trauma ● Risiko cedera ● Hipotermi ● Hipertermi ● Inefektif termoregulasi
PERILAKU
INDERA / SENSE
STIMULUS
....................................................................................................................................................................................................
Masalah Keperawatan : ● Perubahan persepsi sensori visual ● Perubahan persepsi sensori auditori
PERILAKU
Minum : .................. cc/hari , jenis : ................................. Infus : tidak ya , jenis ...................., .............tts/mnt
Turgor kulit : elastis tidak elastis Mukosa mulut : kering lembab
Pengisian kapiler : ....... detik JVP : ............ cmH2O Mata cekung : tidak ya, ka / ki
CAIRAN
STIMULUS
....................................................................................................................................................................................................
Masalah Keperawatan : ● Kelebihan volume cairan ● Defisit volume cairan ● Risiko defisit volume cairan
● Perubahan perfusi jaringan (renal, serebral, kardiopulmonal, ,gastrointestinal, perifer)
PERILAKU
Kesadaran : E ....... M....... V ....... kompos mentis letargi stupor koma
Status Mental : terorientasi disorientasi gelisah halusinasi kehilangan memori
NEUROLOGI
STIMULUS :............................................................................................................................................................................
Masalah Keperawatan :
PERILAKU
Riwayat DM : tidak ya, sejak ............... Pembesaran kelenjar : tidak ya, .........................
ENDOKRIN
Periode Menstruasi Terakhir : tak perdarahan abnormal riwayat payudara bengkak drainase vagina
Lain-lain : ...................................................................................................................................................................................
STIMULUS
....................................................................................................................................................................................................
STIMULUS
....................................................................................................................................................................................................
STIMULUS
....................................................................................................................................................................................................
4. MODE INTERDEPENDENSI
PERILAKU
Orang lain yang bermakna : ...............................................................................................................................................................
Sikap memberi : .................................................................................................................................................................................
Sikap menerima : ...............................................................................................................................................................................
Sistem pendukung : ...........................................................................................................................................................................
STIMULUS
............................................................................................................................................................................................................
Masalah Keperawatan : ● Isolasi sosial ● Risiko merusak diri / orang lain ● Risiko kesendirian ● Koping defensif
RENCANA KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Intervensi Keperawatan
No Diagnosis Keperawatan Tujuan Keperawatan
Regulator Kognator
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
EVALUASI KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
RENCANA KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tn.W Umur :18 thn No. RM : 01134545 Diagnosa Medis: Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur
Intervensi Keperawatan
No Diagnosis Keperawatan Tujuan Keperawatan
Regulator Kognator
1. Gangguan mobilitas fisik b.d kehilangan Tujuan jangka panjang : Setelah Terapi latihan : ambulasi
integritas struktur tulang; nyeri, ditandai dilakukan tindakan keperawatan a. Monitoring vital sign sebelum/sesudah a. Ajarkan pasien dan
dengan: selama dirawat (14 hari) pasien latihan dan lihat respon pasien saat keluarga tentang
dapat beradapatasi terahadap latihan teknik ambulasi
Perilaku kognator : pasien mengeluh kerusakan mobitas fisik. b. Konsultasikan dengan terapis fisik b. Ajarkan pasien
nyeri apabila kaki kirinya digerakkan,
tentang rencana ambulasi sesuai dengan bagaimana merubah
pasien mnegeluh lelah. Tujuan jangka pendek :
a. Mampu mengontrol nyeri kebutuhan posisi dan berikan
Perilaku regulator : skala nyeri 6-7, (skala 1-3) c. Bantu klien untuk menggunakan bantuan jika
deformitas (+), shifting (+), tenderness b. Melaporkan bahwa nyeri tongkat saat berjalan dan cegah diperlukan
(+), Kekuatan otot: 5555/5555 berkurang terhadap cedera c. Motivasi pasien
5555/ NA c. Mampu mengenali nyeri d. Kaji kemampuan pasien dalam untuk tetap
(skala 1-2) mobilisasi melkakukan rom
Stimulus fokal: konstipasi yang dialami e. Latih pasien dalam pemenuhan d. Ajarkan pasien
oleh pasien bisa terjadi akibat d. RR dan Nadi normal (RR
16-24 kpm, Nadi 80-84 kebutuhan ADL secara mandiri sesuai menggunkan kruk
imobilisasi yang lama. kemampuan untuk ambulasi
Stimulus kontekstual: pasien mengeluh kpm)
e. Dapat melakukan ambulasi f. Dampingi dan Bantu pasien saat jalan saat post
nyeri pada kaki kirinya apabila bergerak.
dengan kruk mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan operasi
Stimulus residual: perasaan takut dan ADLs ps.
cemas yang dialami pasien g. Berikan alat Bantu jika klien
menyebabkan dirinya tidak mau memerlukan.
mobilisasi. h. Latih range of motion pada daerah yang
sakit maupun yang sehat
i. Koaborasi pemberian antibiotik
RENCANA KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tn.W Umur :18 thn No. RM : 01134545 Diagnosa Medis: Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur
2. Konstipasi b.d ketidakcukupan aktivitas Tujuan jangka panjang : Setelah Manajemen konstipasi
fisik, ditandai dengan: dilakukan tindakan keperawatan a. Indetifikasi faktor resiko a. Anjurkan tetap
Perilaku kognator: pasien mengeluh selama dirawat 5 hari perawatan b. Auskultasi lokasi dan karateristik bunyi melakukan aktifitas
tidak bisa BAB selama 4 hari pasien dapat beradapatasi usus dan latihan
terahadap eleminasi BAB c. Kaji dan dokumentasikan frekwensi dan b. Ajarkan kepada pasien
Perilaku regulator : BAB terakhir pada Tujuan jangka pendek : karateristik feces tentang efek diet
tanggal jumat 23 maret 2011, traksi (+), a. Pasien BAB dengan feces d. Evaluasi intake cairan dan makanan (cairan dan serat
rentang gerak terganggu. lunak dan berbentuk e. Kolaborasi pemeberian laksatif terhadap eleminasi
b. Melaporkan bahwa telah c. Anjurkan diet tinggi
Stimulus fokal: konstipasi yang dialami BAB dan tidak ada serat
oleh pasien bisa terjadi akibat keseulitan d. Ajurkan untuk minun
imobilisasi yang lama. minimal 1500 ml/hari
c. Mampu BAB seperti pola
Stimulus kontekstual: pasien mengeluh sebelumnya
nyeri pada kaki kirinya apabila bergerak.
RENCANA KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tn.W Umur :18 thn No. RM : 01134545 Diagnosa Medis: Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur
3 Kerusakan integritas kulit b.d tekanan. Tujuan jangka panjang : Setelah Perawatan luka dan pengawasan kulit
bulae pada tumit dan daerah poplitea, dilakukan tindakan keperawatan a. Infeksi kemerahan, pembengkakan pada a. Ajarkan pasien tanda
nyeri (+) selama 3 hari perawatan pasien daerah luka dan gejala infeksi
Perilaku kognator : pasien mengeluh dapat beradapatasi terahadap b. Lakukan perawatan luka b. Ajurkan
nyeri pada area sekitar traksi kerusakan integritas kulit c. Insfeksi kulit setiap ganti balutan mempertahankan luka
d. Pertahankan jaringan sekitar dari drainase tetap kering saat mandi
Perilaku regulator : bulae pada tumit dan Tujuan jangka pendek : dan kelembaban yang berlebihan
daerah poplitea, nyeri (+) a. Luka kering tampa ada tanda e. ganti verban elastisnya dengan non
infeksi adeshessif
Stimulus fokal: adanya tekanan dan b. Keluhan nyeri tidak f. lakukan palpasi jaringan yang di plaster
tarikan disebabkan oleh pemakaian ada,kemerah tidak ada panas setiap hari
traksi yang terlalu rapat. Stimulus c. Penyembuhan luka baik
kontekstual: mengalami fraktur os. d. Tidak ada tanda-tanda infeksi
Femur sinistra serta terpasang traksi 4 lokal
kg. Stimulus residual: menggunakan e. Granulasi baik
elesatis verban adhesif f. Paisen melaporkan bila tanda-
tanda infeksi pada kulit
RENCANA KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tn.W Umur :18 thn No. RM : 01134545 Diagnosa Medis: Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur
4 Nyeri b.d cedera, ditandai dengan pasien Tujuan jangka panjang : Setelah Manajemen nyeri
mengeluh nyeri bila kaki kirinya dilakukan tindakan keperawatan a. Lakukan pengkajian nyeri secara a. Ajarkan dan
digerakkan, skala nyeri 6-7, gelisah (+). selama dirawat (14 hari ) pasien komprehensif termasuk lokasi, demontrasikan
dapat beradapatasi dengan nyeri karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas tentang teknik non
Perilaku Kognator: pasien mengeluh dan faktor presipitasi farmakologi
nyeri bila kaki digerakan
b. Observasi reaksi nonverbal dari b. Motivasi pasien
Kriteria Hasil :
Perilaku regulator: Skala nyeri 6-7, a. Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan untuk melakukan
gelisah + (skala 1-3) c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik tehnik relaksasi
b. Melaporkan bahwa nyeri untuk mengetahui pengalaman nyeri nafas
Stimulus fokal: fraktur tidak dapat berkurang pasien c. Beri reinforment
memenuhi ADL secara mandiri karena c. mampu mengenali nyeri (skala d. Lakukan skin traksi, dan pertahankan positif tentang
mengalami keterbatasan gerak dan nyeri. 1-2) efektifitas skin traksi pencapaian yang
d. R dan Nadi normal (RR 16-24 e. Evaluasi pengalaman nyeri masa dilakukan pasien
Stimulus kontekstual: terdapat traksi kpm, Nadi 80-84 kpm) lampau
pada kaki kiri sehingga bila pasien f. Kontrol lingkungan yang dapat
duduk akan mempengaruhi kontratraksi. mempengaruhi nyeri seperti suhu
Stimulus residual : Perasan takut untuk
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
melakukan aktivitas.
g. Kurangi faktor presipitasi nyeri
h. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan
inter personal) tehni relaksasi nafas
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
i. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
j. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
k. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
RENCANA KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tn.W Umur :18 thn No. RM : 01134545 Diagnosa Medis: Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur
5 Resiko Kekurangan volume cairan b.d Setelah dilakukan tindakan Managemen cairan
kehilangan cairan aktif.perdarahan. keperawatan selama 7 hari post a. Kaji tanda-tanda dehidrasi a. Laporkan kepda
Perilaku kognator: pasien mengeluh operasi pasien tidak terjadi b. Monitor tanda-tanda vital perawat jika pasien
haus dan pusing Perilaku regulator: kekurang volume cairan c. Monitor intake output haus
muntah >10 x (50 cc), intake cairan pd d. Pemberian transfusi PRC 500 cc b. Anjurkan untuk
tgl 28.03.2012 ±500 cc, output ±500 cc, Tujuan jangka pendek : e. Berikan minum ±430 cc, meningkatkan ncairan
hasil pemeriksaan laboratorium a. Tugor kulit baik f. Monitor infuse cairan 1000cc oral setelah pasien
(29.03.2012): Hb:10.1 mg/dL b. Tada vital dalam batas normal g. Monitor pengeluran drainase pengeluaran sadar
c. Intake out put balance 200 cc
Stimulus fokal : perdarahan intra operasi h. Periksa ulang eletrolit terutama natrium,
Stimulus kontekstual : pasien puasa kalium, klorida dan kriatinin
untuk persiapan operasi i. Kolaborasi jika terdapat abnormalitas
cairan elektrolit
Stimulus residual : pengaruh anestesi
umum saat pembedahan
RENCANA KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tn.W Umur :18 thn No. RM : 01134545 Diagnosa Medis: Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur
6 Kecemasan b.d perubahan status Tujuan jangka panjang: setelah Menjemen cemas dan ambulasi dini
kesehatan ditandai dengan pasien takut dilakukan tindakan keperawatan a. Kaji tingkat kecemasan dengan STAI, a. Ajarkan teknik
bergerak karena takut bila tulang selama tujuh hari pasien dapat b. Beri kesempatan kepada klien untuk relaksasi napas
kakinya patah lagi, pasien menolak mengontrol kecemasan mendiskusikan perasaan/kekuatirannya. dalam
untuk mobilisasi dini c. Eksplorasi perasaan/kehawatiran pasien b. Motivasi pasien
Perilaku kognator : pasien takut Tujuan jangka pendek: merasa berbagi dengan yang lain. untuk melakukan
bergerak karena takut bila tulang a. Pasien melaporkan lebih relek d. Diskusikan program rehabilitasi
program rehabilitasi
kakinya patah lagi, pasien menolak b. Pasien dapat berpartisipasi pascabedah untuk menghindari
untuk mobilisasi dini dalam ambulasi dini miskonsepsi /misinterpretasi post operasi
c. Pasien dapat berjalan e. Dampingi pasien saat melakukan ambulasi c. Berikan
Perilaku regulator : ekpresi muka pasien menggunkan kruk dini reinforment
terlihat tegang, pasien cendrung menetap d. Skor kecemasan 20 dengan f. Lakukan ambulasi dini secara bertahap terhadap
untuk tidak melakukan mobilisasi STAI sesuai kemampuan pasien pencapaian yang
Stimulus fokal: rehabilitasi post operasi e. Tanda-tanda vital dalam batas g. Kolaborasi untuk pemberian analgesik dilakukan pasien
Stimulus kontekstual: post operasi orif normal
Stimulus residual :kurang pengethauan
tentang pentingnya mobilisasi
EVALUASI KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tn. W Umur : 18 thn 9 bulan No. RM : 01134545
EVALUASI KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tn. W Umur : 18 thn 9 bulan No. RM : 01134545
EVALUASI KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tn. W Umur : 18 thn 9 bulan No. RM : 01134545
29 Maret 2012 V S : Pasien mengatakan pusin dan mual dan malam hari muntah 10
kali keluar cairan berwarna kuning kurang 50 cc, pasien
merasa haus dan muntah setiap kali minum
O : Perdarahan post operasi, kurang lebih 600 cc, drain, 200 cc,
Hb 10,1 ml/ dl, hemtokrit 31%, trombosit : 324 ribu/ul,
eritrosit 36,5 juta/ul
A : Pasien berreiko mengalami kekurangan volume cairan.
P : Lanjutkan intervensi dan pertahankan intake melalui oral dan
intravena.
EVALUASI KEPERAWATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tn. W Umur : 18 thn 9 bulan No. RM : 01134545
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
22 fraktur tertutup shaft Pengkajian perilaku : pasien mengatakan 1 hari yang lalu
femur. pasien mengalami kecelakaan lalu lintas jatuh kesisi kiri
Ny .As, perempuan 34 dan tertimpa oleh sepeda motor yang dikendarainya. Pada
tahun 8 bulan, islam kaki kiri: nyer (+) dengan skala 5-6, tidak dapat digerakan
penndidikan SLTA (+), luka (-). Di kirim ke IGD RSUPF dan dilakukan ro’
pekerjanan ibu rumah femur didapatkan fraktur tertutup shaft femur. Rencana
tangga, alamat jl.lubuk akan dilakukan pemasangan skin traksi 5 kg untuk
desa libido ciputat immobilisasi fraktur. Pulsasi arteri femoralis (+), kuat.ROM
kKab tanggerang terbatas karena nyeri, Pulsasi arteri tibialis posterior (+),
tanggal masuk rumah terapi yang diberikan Ketorolac 2 x 30 mg, intravenaSkin
sakit 15 Nopember traction dengan beban 5 kg, Rencana ORIF: interlocking
2012, RM : 01104556 nail, Mengatakan tidak bisa jalan, Menanyakan kepada
perawat tentang rencana operasi dan kemungkinan
hasilnya, Ekspresi wajah tegang, TD 110/80 mmHg, N:
80x/mnt, P: 20x/mnt Pengkajian stimulus: fraktur, cedera,
nyeri, edema, Hilangnya pertahanan primer sekunder
terhadap adanya vulnus laseratum. Diagnosa keperawatan :
nyeri, kerusakan mobilitas fisik, kecemasan, resiko infeksi.
Implementasi keperawatan: Kaji nyeri (lokasi, onset, durasi,
intensitas, faktor yang meringankan/memperberat), Jelaskan
dan ajarkan menajemen nyeri nonfarm (relaksasi, imagery,
distrakasi, music th/) , Lakukan skin traction (beban 5 kg),
Pertahankan efektivitas skin traksi. Kolaborasi terapi
ketorolac 2x30 mg, iv (jika perlu). Jelaskan tujuan dan
manfaat tehnik relaksasi. Lakukan AAROM paa ekstremitas
yang sakit, Lakukan active ROM pada ekstremitas sehat
Ajarkan penggunaan trapeze (Monkey pull) yang tepat,
Lakukan isometric exercise. Eksplorasi penyebab cemas,
Jelaskan operasi akan dilakukan oleh tim ahli , Tunjukan
video tentang ORIF: interlocking nail, Jawab/jelaskan tiap
pertanyaan, Rawat luka aseptik/antiseptik tiap hari,
Pertahankan luka moist, Observasi hasil lab: leukosit,
Anjurkan mengkonsumsi makanan bergizi, Anjurkan
menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat tidur.
Evaluasi keperawatan pasien dapat beradapatasi setalah
perawatan 9 hari
23 Fraktur Dislokasi Pengkajian perilaku: pasien mengalmi kecelakaan lalu
lumbal I, SCI lintas 6 september 2011 kemudian masuk rumaskit koja,
lantaran biya msuk dan berubat di alternatif,ektermitas
TN AK, 20 tahun, bawah paraplegi, ada dekubitus panjang, 15x 12 cm,
Agam islam Pekerjaan mengeluarkan bau, pus tanda vital 37.8 derajat celicius,
: pegawai swasta, infus RL, pengobatan luka dengan madu, kesulitan
ststus lajang alamat : beraktivitas sehubungan kelemahan pada ektrimitas, pasien
Kav.tipor timur sering mengungkapkan kesediannya terhadap apa yang
20
21
22
23
24
25
5 menit terakhir
Perawat akan mengu-
langi informasi-informasi
penting
Praktik Residensi KMB
Peminatan Sistem Muskuloskeletal
1 2 3 4
No Pernyataan Ya Tidak