Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Banyak peranti atau alat (devices) yang operasinya sedikit banyak
bergantung pada prinsip-prinsip listrik dasar, dan hampir semua sistem
pengumpulan, transmisi, dan analisa data bergantung pada piranti elektronik.
Contohnya, pengukuran suhu jarak jauh dan perekamannya biasanya dilaksanakan
sebagai berikut. Pada lokasi yang menjadi perhatian dipasang sebuah transduser,
dan piranti ini mengubah suhu pada setiap waktu menjadi tegangan listrik
(voltase) yang setara. Tegangan ini lalu ditransmisikan ke stasiun penerima, di
mana ia kemudian dipanjangkan dengan suatu cara yang tepat. Setiap tahap proses
ini menggunakan perinti listrik.
Dalam pembahasan berikut ini, perhatian harus diberikan kepada masalah
kesesuaian impedans (impedance matching). Dimana dalam berbagai perangkat
eksperimen, untuk dapat melaksanakan tujuan pengukuran secara menyeluruh,
berbagai peralatan listrik perlu dihubungkan satu sama lain. Bila menghubungkan
berbagai peranti listrik, kita harus hati-hati agar tidaklah terjadi ketidak
seimbangan impedans.
Oleh karena elektronika telah merasuk ke mana-mana dalam segala segi
keteknikan. Maka pada tempatnyalah bila kita di sini membahas beberapa peranti
listrik yang dewasa ini banyak digunakan dan menjelaskan pemakaiannya dalam
proses pengukuran. Pertama-tama akan kita tinjau pengukuran besaran-besaran
listrik dasar, yaitu arus dan tegangan. Lalu, akan kita periksa beberapa rangkaian
(circuit) sederhana yang dapat digunakan untuk memodifikasi dan pengukuran
sinyal masukan (input signal). Dalam hal ini. Perhatian khusus akan kita berikan
pada penguatan (amplifikasi) sinyal, serta pada teknik-teknik untuk
meminimumkan pengaruh derau atau bising ( noise) yang tidak dikehendaki tetapi
selalu hadir. Akhirnya, akan dikaji pula prinsip-prinsip fisik dan karakteristik
operasi transduser listrik yang penting-penting dan ditinjau penerapannya.

1|Page
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu Pengukuran Gaya dan Torsi?
2. Apa itu Pengukuran Neraca Massa?
3. Apa itu Unsur Elastik Untuk Pengukuran Gaya?
4. Apa itu Tegangan dan Regangan?
5. Apa itu Pengukuran Regangan?
6. Apa itu Pengukuran Regangan?
7. Apa itu Pengukur Regangan Tahanan Listrik?
8. Apa itu Pengukuran Keluaran Tahanan?
9. Apa itu Kompensasi Suhu?
10. Apa itu Strain-Gage Rosettes?
11. Apa itu Pengukuran-Regangan Tahapan Tak Terikat?

2|Page
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengukuran Gaya dan Torsi (Cahya Mukhlisa Azdarani (H211 16 308))
Gaya adalah suatu besaran yang menyebabkan benda bergerak. Gaya dapat
mengakibatkan perubahan – perubahan sebagai berikut :
a. benda diam menjadi bergerak
b. benda bergerak menjadi diam
c. bentuk dan ukuran benda berubah
d. arah gerak benda berubah
Berdasarkan penyebabnya, gaya dikelompokkan sebagai berikut :
a. gaya mesin, yaitu gaya yang berasal dari mesin
b. gaya magnet, yaitu gaya yang berasal dari magnet
c. gaya gravitasi, gaya tarik yang diakibatkan oleh bumi
d. gaya pegas, yaitu gaya yang ditimbulkan oleh pegas
e. gaya listrik, yaitu gaya yang ditimbulkan oleh muatan listrik
Berdasarkan sifatnya, gaya dikelompokkan menjadi :
a. gaya sentuh, yaitu gaya yang timbul karena titik kerja gaya, langsung
bersentuhan dengan benda.
b. gaya tak sentuh, yaitu gaya yang timbul walaupun titik kerja gaya tidak
bersentuhan dengan benda
Dalam gerak rotasi, penyebab berputarnya benda merupakan momen gaya
atau torsi. Momen gaya atau torsi sama dengan gaya pada gerak tranlasi. Momen
gaya (torsi) adalah sebuah besaran yang menyatakan besarnya gaya yang bekerja
pada sebuah benda sehingga mengakibatkan benda tersebut berotasi. Besarnya
momen gaya (torsi) tergantung pada gaya yang dikeluarkan serta jarak antara
sumbu putaran dan letak gaya. Apabila Anda ingin membuat sebuah benda
berotasi, Anda harus memberikan momen gaya pada benda tersebut. Torsi disebut
juga momen gaya dan merupakan besaran vector.

3|Page
Gambar II.1 Mekanisme Torsi
(https://id.scribd.com/doc/123702579/Makalah-Pengukuran-Gaya)
Adapun perumusan dari torsi adalah sebagai berikut. Apabila suatu benda
berputar dan mempunyai besar gaya sentrifugal sebesar F, benda berputar pada
porosnya dengan jari-jari sebesar b, dengan data tersebut torsinya adalah:
T = F x d (N.m) (2.1)
dimana: T = Torsi benda berputar (N.m)

F = adalah gaya sentrifugal dari benda yang berputar (N)

d = adalah jarak benda ke pusat rotasi (m)


Karena adanya torsi inilah yang menyebabkan benda berputar terhadap
porosnya, dan benda akan berhenti apabila ada usaha melawan torsi dengan besar
sama dengan arah yang berlawanan.
II.2 Pengukuran Neraca Massa (Cahya Mukhlisa Azdarani (H211 16 308))
Neraca massa merupakan perincian banyaknya bahan-bahan yang masuk,
keluar dan menumpuk dalam suatu alat pemroses. Perhitungan dan perincian
banyaknya bahan-bahan ini diperlukan untuk pembuatan neraca energi,
perhitungan rancangan dan evaluasi kinerja suatu alat atau satuan pemroses.
Untuk rancangan misalnya, diperlukan perhitungan jumlah hasil yang akan
diperoleh atau sebaliknya bahan baku dan bahan pembantu yang diperlukan untuk
mendapatkan hasil dalam jumlah tertentu. Jumlah energi atau panas yang
diperlukan bergantung pada jumlah bahan yang diproses. Demikian juga ukuran
peralatan, ditentukan jumlah bahan yang harus ditangani.
Bila kita menggunakan neraca untuk menenyukan massa, mungkin terdapat
kesalahan jika kita tidak memberikan koreksi terhadap gaya apung (buoyancy)
dari udara disekeliling contoh itu. Biasanya massa yang tak diketahui diimbangi

4|Page
dengan bobot-bobot kuningan standar. Gaya yang diindera oleh instrumen itu
bukanlah gaya bobot massa yang tak diketahui dan bobot kuningan, tetapi ialah
gaya bobot dikurangi dengan apung pada masing-masing massa. Jika pengukuran
dilakukan didalam vakum, atau jika kuningan yang tak diketahui dan massa itu
mempunyai volume yang sama, gaya-gaya apung itu akan saling menghapus
sehingga tidak aka nada kesalahan. Jika tidak demikian halnya, kesalahan itu
harus dikoreksi dengan analisa dibawah ini. Kedua gaya yang bekerja pada lengan
neraca ialah :
W1 = (Pu-Pa) Vu (2.2)
W2 = (Ps-Pa) Vs (2.3)
Dimana Pu = densitas bobot yang tak diketahui
Ps = densitas bobot standar
Pa = densitas udara sekitar
Vu = Volume bobot yang tak diketahui
Vs = volume bobot standar
Pada keadaan seimbang w1 = w2 dan karena itu
𝑃𝑎𝑃𝑠−𝑃𝑢
Wu = Ws (1 + 𝑃𝑠𝑃𝑢−𝑃𝑎) (2.4)

II.3 Unsur Elastik Untuk Pengukuran Gaya (Cahya Mukhlisa Azdarani


(H211 16 308))
Unsur-unsur elastik sering digunakan untuk mendapatkan petunjuk tentang
orde besaran gaya yang bekerja, yaitu dengan jalan mengukur anjakan. Contoh
tranduser anjakan gaya jenis ini ialah pegas sederhana. Dalam hal ini gaya
diberikan oleh
F = ky (2.5)
Dimana k ialah konstanta pegas dan y anjakan dari posisi seimbang. Untuk
batangan sederhana dalam gambar 2.2, gaya itu ialah

Gambar II.2 Unsur Elastik Sederhana


(McGraw-Hill Series in Mechanical Engineering)

5|Page
𝐴𝐸
F= 𝑦 (2.6)
𝐿

Dimana A = ialah luas penampang


L = Panjang
E = modulus Young untuk bahan batangan
Suatu peranti elastic lain yang sering digunakan untuk pengukuran gaya
ialah gelang tipis seperti terliha pada gambar 2.3.

Gambar II.3 Unsur Elastik Gelang Tipis


(McGraw-Hill Series in Mechanical Engineering)
Gelang pembukti (provig ring) ialah tranduser gelang yang menggunakan
micrometer peka untuk pengukuran defleksi, seperti terlihat pada gambar 2.4.
untuk mendapatkan pengukuran yang tepat, salah satu sisi mikroeter itu dipasang
pada peranti batang bergetar R yang ditarik untuk memberikan gerakan getar.
Kontak micrometer itu lalu digerakkan ke depan hingga terlihat adanya
peredaman atas getaran itu. Dengan metode ini, pengukuran defleksi bisa
dilakukan sampai ± 0,00002 in (0,5 𝜇𝑚). Sebagai standar kalibrasi untuk mesin-
mesin uji tarik biasa digunakan gelang pembukti.

Gambar II.4 Gelang Pembukti


(McGraw-Hill Series in Mechanical Engineering)

6|Page
Regangan permukaan (deformasi) unsure elastic seperti dibahas di atas
tentulah merupakan ukuran defleksi dari kondisi tanpa beban. Regangan
permukaan itu dapat diukur dengan cepat dengan pengukuran regangan tahanan
listrik.
II.4 Pengukuran Momen-Puntir (Indriani (H211 16 311))
“Momen puntir atau torsi adalah suatu ukuran kemampuan motor untuk
menghasilkan kerja. Didalam prakteknya torsi motor berguna pada waktu
kendaraan akan bergerak (start) atau sewaktu mempercepat laju kendaraan, dan
tenaga berguna untuk memperoleh kecepatan tinggi. Besarnya torsi ( T ) akan
sama, berubah-ubah atau berlipat, torsi timbul akibat adanya gaya tangensial pada
jarak dari sumbu putaran (Wiratmaja, 2010).” Untuk sebuah mesin yang
beroperasi dengan kecepatan tertentu dan meneruskan daya, maka akan timbul
gaya ( F ) dan jari - jari ( R ) dalam keadaan konstan, yang besarnya dapat
ditentukan dari persamaan:
T = 2fR = w.L
dimana: t = torsi (Nm)
w = gaya berat (N)
r = jari – jari (m)
g = gravitasi (m/s2)
m = massa beban dynamometer (kg)
Momen-puntir atau torsi atau momen (torque atau moment) dapat diukur
dengan mengamati deformasi sudut sebuah batangan atau silinder bolong seperti
terlihat pada gambar 10.7.

Gambar 1I.5 Silinder bolong sebagai unsur 7unter7 untuk


pengukuran momen 7unter

7|Page
Momen diberikan oleh:
𝜋𝐺(𝑟𝑜 4 −𝑟1 4 )
M= 𝜙 (2.7)
2𝐿

Dimana, G = modulus elastisitas geser


r1 = jari-jari dalam
ro = jari-jari luar
L = panjang silinder
𝛷 = defleksi sudut
Dua pengukur regangan yang dipasang pada sudut 45o satu sama lain seperti pada
gambar 10.7 akan menunjukkan regangan sebesar:
𝑀𝑟𝑜
𝜖45 = ± 𝜋𝐺((𝑟 4 −𝑟 4 )
(2.8)
𝑜 1

Baik pengukuran defleksi maupun pengukuran regangan dapat dugunakan sebagi


petunjuk sebagai momen yang bekerja. Beberapa pengukur regangan dapat
dipasang dan saling dihubungkan sehingga deformasi karena beban aksial atau
transversal (lintang) akan saling menghapus pada rangkaian baca akhir.
1. Rem Prony
Suatu alat yang agak kuno untuk pengukuran beban 8unter dan
pembuangan daya dari mesin iyalah rem prony. Skema alat itu ditunjukkan
pada gambar 10.8. pada suatu pita fleksibel atau tali dipasang balok-balok
kayu yang dihubungkan dengan lengan. Tali itu dapat dikencangkan
dengan suatu cara, sehingga meningkatkan tahanan gesek antara balok dan
roda daya mesin itu yang berputar.

Gambar 1I.6 Skema rem Prony


Momen 8unter yang bekerja pada rem proni diberikan oleh:
T = FL (2.9)

8|Page
Gaya F dapat diukur dengan neraca platform yang konvensional atau dengan
metode-metode lain. Daya yang dilesap pada rem itu dihitung dari:
2𝜋𝑇𝑁
𝑃= ph (2.10)
33.000

Dimana momen puntir dalam kaki-pon-gaya (foot-pund-force) dan N kecepatan


putar dalam putaran per menit.
Berbagai jenis rem digunakan untuk mengukur daya pada alat-alat mekanik.
Rem air (water brake), umpamanya, membuang energi buangan melalui gesek
fluida antara pola dayung yang terpasang pada bagian dalam suatu ruang berisi
air. Ruang itu terpasang bebas di atas bantalan sehingga momen puntir ysng
sampai padanya dapat diukur dengan lengan momen seperti yang digunakan
dengan rem prony.
2. Dinamometer Pangku
Dinamometer pangku arus searah (dc cradled dynamometer) agaknya
merupakan peranti yang paling banyak digunakan untuk mengukur daya (power)
dan momen puntir pada motor bakar, pompa dan turbin uap yang kecil-kecil dan
alat-alat mekanik lainnya. Susunan dasar peranti ini ialah seperti pada gambar
10.9. Generator motor arus searah dipasang di atas bantalan seperti pada gambar,
dengan lengan momen menjulur dari badan motor ke peranti pengukuran gaya,
yang biasanya berupa neraca pendulum. Bila peranti ini dihubungkan dengan
mesin yang menghasilkan daya, ia berfungsi sebagai generator arus searah, yang
keluarannya dapat diubah-ubah dengan membuang daya itu pada rak-rak tahanan.
Momen puntir yang bekerja pada dinamometer itu diukur dengan lengan momen
dan daya keluarannya dihitung dengan persamaan (10.21).

Gambar 1I.7 Skema dinamometer pangku

9|Page
Diamometer itu dapat pula digunakan sebagai motor listrik untuk
menggerakkan peranti penyerap daya seperti pompa. Dalam hal ini, peranti itu
merupakan alat untuk mengukur beban puntir dan daya masukan ke mesin itu.
Dinamometer yang terdapat dipasaran dilengkapi dengan kendali-kendali untuk
memberikan variasi yang presisi mengenai beban dan kecepatan mesin, dengan
daya teruji sampai setinggi 3700 kW (5000 hp).

II.5 Tegangan dan Regangan (Indriani (H211 16 311))


Analisa tegangan (stress) menyangkut penentuan distribusi tegangan di
dalam bahan-bahan dari berbagai bentuk dan kondisi muat yang berbeda. Analisa
teganagn dengan eksperimen dilaksanakan dengan mengukur deformasi benda uji
karena beban dan dari pengukuran itu menafsirkan tegangan-tegangan setempat
yang ada.
Perhatikan batangan pada gambar 10.10 yang mendapat beban aksial
sebesar T . pada kondisi tanpa beban, panjang batangan itu adalah L dan
diameternya D. Luas penampang ditandai dengan A. Jika kita berikan beban
sedemikian rupa sehingga tegangan tidak melebihi limit elastik bahan itu,
tegangan aksial adalah:
𝑇/𝐴 𝜎𝑎
𝜖= = (2.11)
𝐸 𝐸

Dimana 𝜎𝑎 ialah tegangan aksial E modulus young bahan itu. Satuan tegangan
aksial 𝜖𝑎 didefinisikan dengan hubungan:
𝑑𝐿
𝜖𝑎 = (2.12)
𝐿

Artinya deformasi aksial per satuan panjang.

Gambar 1I.8 Batangan sederhana dengan batangan aksial

10 | P a g e
Akibat dari deformasi menurut arah sumbu ini ialah terjdinya deformasi pada
penampang batangan itu. Perubahan luas terkihat pada diameter, atau lebih jelas,
dari perubahan dimensi melintang. Rasio regangan satuan dalam arah lintang
terhadap regangan dalam arah sumbu didefinisikan oleh rasio poisson (poisson’s
ratio) dan harus ditentukan secara eksperimen untuk berbagai bahan.
𝜖 𝑑𝐷/𝐷
= -𝜖 𝑡 = - (2.13)
𝑎 𝑑𝐿/𝐿

Nilai khas dari rasio Poisso 𝜇 n untuk kebanyakan bahan ialah 0,3. Jika
bahan itu berada dlam keadaan 11lastic, volumenya tetap konstan walaupun ada
perubahan karena regangan, sehingga:
Dv = L Da + A Dl = 0
𝑑𝐴 𝑑𝐿
atau, = − (2.14)
𝐴 𝐿

dinyatakan dengan diameter, hubungan itu adalah,


𝑑𝐷 𝑑𝐿
2 = − (2.15)
𝐷 𝐿

Sehingga 𝜇 = 0,5 dalam kondisi ini.


II.6 Pengukuran Regangan (Indriani (H211 16 311))
Setiap pengukuran regangan (strain) harus dilakukan terhadap panjang
berhingga benda uji. Makin pendek panjang ini, makin mendekati pula
pengukuran itu pada panjang regangan satuan. Panjang yang digunakan untuk
pengukuran regangan rerata disebut panjang dasar (base length). Sensitivitas
deformasi didefinisikan bebagai deformasi minimum yang dapat ditunjukkan oleh
pengukur per satuan panjang dasar.
“Teori menyatakan bahwa suatu bahan berkelakuan secara elastis dan
memperlihatkan suatu hubungan liniear antara tegangan regangan yang disebut
elastis secara linier (Maryanti, 2011)” Hubungan linier antara tegangan regangan
untuk suatu batang yang mengalami tarik atau tekan sehingga diperoleh modulus
elastisitas material dinyatakan sebagai:
σ = E.ɛ (2.16)
“Besarnya regangan adalah jumlah pertambahan panjang karena
pembebanan dibandingkan dengan panjang daerah ukur (gage length). Nilai
regangan ini adalah regangan proporsional yang didapat dari garis Pada daerah
proporsional yaitu daerah dimana tegangan regangan yang terjadi masih

11 | P a g e
sebanding, defleksi yang terjadi masih bersifat elastis dan masih berlaku hukum
Hooke (Maryanti, 2011).”
II.7. Pengukur Regangan Tahanan Listrik (Mawar (H211 16 508))
Pengukur regangan tahanan listrik (electrical-ressitance strain gage)
merupakan peranti yang paling banyak dipakai untuk pengukuran regangan.
Operasinya berdasar pada prinsip bahwa tahanan listrik suatu konduktor
(penghantar) berubah bila mengalami deformasi mekanik. Biasanya pengahantar
listrik itu disatukan dengan spesimen itu dengan bantuan semen isolasi pada
kondisi tanpa beban. Kemudian diberi beban, yang menyebabkan terjadinya
deformasi pada spesimen maupun pada unsur tahanan. Deformasi ini ditunjukkan
dengan pengukuran perubahan tahanan unsur dan prosedur perhitungan yang
diuraikan dibawah ini:

Marilah kita kembangkan hubungan dasar untuk pengukur-regangan


tahanan. Tahanan konduktor ialah:

𝐿
𝑅 = 𝜌𝐴 (2..17)

dimana L = panjang
A = luas penampang7
𝜌 = resistivitas bahan

bila persamaan 2.1 dideferensasi, kita dapat:

𝑑𝑅 𝑑𝜌 𝑑𝐿 𝑑𝐴
= + − (2.18)
𝑅 𝜌 𝐿 𝐴

luas dapat pula kita hubungkan dengan kuadrat suatu dimensi lintang, seperti
diameter dan tahanan. Bila dimensi ini kita namakan D, kita dapat:

𝑑𝐴 𝑑𝐷
=2 (2.19)
𝐴 𝐷

Dengan menggunakan definisi regangan aksial dan rasio Polson kita peroleh:

𝑑𝑅 𝑑𝜌
= ∈𝑎 (1 + 2𝜇) + (2.20)
𝑅 𝜌

12 | P a g e
Faktor pengukur (gage factor) F didefinisikan dengan:

𝑑𝑅/𝑅
𝐹= (2.21)
∈𝑎

Sehingga

1 𝑑𝜌
𝐹 = (1 + 2𝜇) + ∈ (2.22)
𝑎 𝜌

Dengan demikian regangan lokal dapat kita isyaratkan dengan faktor pengukur,
tahanan pengukur, dan perubahan tahanan karena regangan:

1 𝑑𝑅
∈= (2.23)
𝐹 𝑅

Nilai faktor pengukur dan tahanan biasanya diberikan oleh pembuat alat,
sehingga pemakai hanya perlu mengukur nilai ∆𝑅 untuk dapat menentukan
regangan lokal. Pada kebanyakan pengukur, nilai F konstan untuk jangkau
regangan yang cukup luas. Namun, ada baiknya kita memeriksa pengaruh
berbagai sifat fisik bahan tahananan itu terhadap nilai F. Jika resistivitas bahan
tidak berubah dengan regangan, kita dapat dari persamaan 2. ,

𝐹 = 1 + 2𝜇 (2.24)

Dengan mengambil nilai khas 𝜇 0,3 , kita dapat F = 1,6. Dalam hal ini perubahan
tahanan bahan terjadi semata-mata karena perubahan dimensi fisik. Jika
resistivitas berkurang dengan regangan, nilai F akan lebih rendah dari 1,6. Bila
resistivitas bertambah dengan regangan, nilai F akan lebih besar dari 1,6. Faktor
pengukur untuk berbagai bahan menurut pengamatan berkisar antara -140 sampai
+ 175. Jika bahan tahanan itu diregang hingga sampai beroperasi di daerah plastik,
𝜇 = 0,5 , dan resistivitas pada dasarnya tetap sama. Pada kondisi ini faktor
pengukur nilai 2. Untuk kebanyakan pengukur-regangan dalam niaga, faktor-
pengukur in sama baik untuk regangan tekan maupun regangan tarik. Faktor
pengukur yang tinggi lebih dikehendaki dalam praktek, karena menghasilkan
perubahan tahanan ∆𝑅 yang lebih besar untuk suatu masukan regangan tertentu,
dan karena itu tidak memerlukan rangkaian baca yang terlalu peka.

13 | P a g e
Bila tahanan jenis (p) tidak berubah terhadap regangan, dapatdilihat
bahwa, faktor gage hanya merupakan fungsi dari bilangan Poisson saja yang
berarti untuk daerah elastic harganya sekitar = I + 2 (0.3) = 1, 6.
Pada gambar 2.1 ditunjukkan tiga jenis pengukur-regangan tahanan yang
biasa. Pengukur kawat terikat (bonded wire gage) menggunakan kawat yang
ukurannya berkisar antara 0,0005 sampai 0,001 in (12 sampai 25 𝜇𝑚). Pengukur
bilah tipis (foil gage) menggunakan bilah yang tebalnya kurang darii 0,001 in dan
tersedia dalam berbagai konfigurasi yang dapat diterapkan pada berbagai situasi
pengukuran regangan. Oleh karna fleksibilitasnya ini, alat ini paling banyak
dipakai.
Pengukur semikonduktor menggunakan bahan dasar silikon yang peka-
regangan dan menguntungkan karena dapat memberikan nilai F yang sangat besar
( 𝐹 ~ 100 ). Bahan itu biasanya menghasilkan struktur lapis yang rapuh, dengan
ketebalan kira-kira 0,01 in (0,25 mm). Disamping itu, pengukur semikonduktor
mempunyai tahanan dengan koefisien suhu yang sangat tinggi. Pada Gambar II.10
disajikan rangkuman karateristik beberapa bahan pengukur-regangan.
Kebanyakan pengukur komersial dibuat dengan menggunakan konstantan (atau
bahan paduan lain) atau isoelastik.
Pengukur kawat dan pengukur bilah dapat dibuat dengan berbagai cara,
tetapi yang penting ialah bahwa unsur tahann harus terikat satu pada dudukannya.
Penting sekali bahwa ikatan antara unsur tahanan dan semen yang menyatukannya
dengan beda uji harus lebih kuat dari kawat tahanan itu sendiri. Dengan demikian,
kekuatan unsur tahanan lebih kecil, dan karena itu deformasi keseluruhan
pengukur itu ditentukan oleh deformasi unsur tahanan. Kebanyakan pengukur
regangan kawat menggunakan semen resin nitroselulosa atau fenol sebagai bahan
pengikat, dengan punggung kertas untuk menjaga konfigurasi kawat. Pengukur-
pengukur dapat digunakan sampai suhu 150°𝐶 (300°𝐹). Untuk suhu lebih tinggi,
sampai 260°𝐶 (500°𝐹) biasa digunakan dudukan Bakelite. Pengukur bilah dibuat
dengan proses etsa serupa dengan yang digunakan untuk membuat papan
rangkaian cetak (printed circuit) dan menggunakan bahan dasar kertas, Bakelite,
dan film epoksi. Semen epoksi juga digunakan untuk pengukur kawat maupun
pengukur bilah.

14 | P a g e
Gambar II.9 Tiga jenis pengukur-tegangan tahanan

Gambar II.10 Karateristik beberapa bahan pengukur-tegangan tahanan.

Bila kita memasang pengukur regangan pada spesimen, ada dua hal yang
harus selalu diperhatikan: (1) Permukaan harus benar-benar bersih. Pembersihan
dengan ampelas diikuti dengan aseton biasanya cukup memadai. (2) Harus dijaga
agar diberikan cukup waktu untuk semen itu mengering dan menjadi keras benar.
Walaupun semen disekeliling pengukur mungkin kelihatan sudah kering, dibawah
pengukur mungkin masih basah. Jika mungkin, pengeringan dilakukan selama 24
jam pada suhu kamar. Waktu untuk pengeringan ini bisa lebih pendek pada suhu
yang lebih tinggi.

15 | P a g e
Untuk penerapan pada suhu rendah (-100°𝐶 sampai + 100°𝐶) semen Duco
(nitroselulosa) biasa dipakai dengan pengukur berbalut kertas dan Eastman 910
(sinoakrilat) dengan pengukur bilah yang dipasang di atas epoksi.

Masalah yang biasanya muncul bersama instalasi pengukur regangan dapat


dikelompokkan dalam tiga kategori: (1) efek suhu, (2) efek kelembaban, dan (3)
masalah kawat rangkaian. Kita andaikan pengukur itu terpasang sebagaimana
mestinya. Masalah suhu timbul karena adanya perbedaan ekspansi termal antara
unsur tahanan dan bahan tempat mengikatkannya. Pengukur semikonduktor
mempunyai keuntungan karena mempunyai koefisien ekspansi yang lebih rendah
dari pengukur kawat ataupun pengukur bilah. Disamping masalah ekspansi, ada
pula perubahan tahanan pengukur karena suhu, yang harus pula dikompensasi
secukupnya.

Pengukur-regangan tahanan-listrik tidak mudah dikalibrasi, karena jika ia


telah dipasangkan ke benda uji kalibrasi, ia tidak dapat dilepas lagi tanpa merusak
pengukur. Oleh karena itu, dalam praktek, faktor pengukur diambil dari nilai yang
diberikan oleh pabrik pembuat dan semikalibrasi dilakukan dengan memeriksa
sistem pengukuran jembatan dan sistem baca.

II.8. Pengukuran Keluaran Tahanan (Mawar (H211 16 508))

Perhatikan rangkaian jembatan dalam gambar II.11 . Tegangan listrik yang


terdapat dalam detektor diberikan oleh persamaan (4-26) sebagai:

𝑅1 𝑅2
𝐸𝑔 = 𝐸𝐷 = 𝐸 ( 𝑅 −𝑅 ) (2.25)
1 +𝑅4 2 + 𝑅3

Jika jembatan itu berada dalam keadaan seimbang, 𝐸𝐷 = 0. Umpamakan


pengukur tahanan itu menunjukkan R1 dalam rangkaian ini, dan kita menggunakan
peranti baca berimpedans tinggi sehingga jembatan itu beroperasi sebagai
rangkaian defleksi peka regangan. Kita andaikan bahwa jembatan itu seimbang
pada kondisi tanpa regangan dan bahwa sebagai akibat regangan sebesar ∈ pada
pengukur terhadu perubahan tahanan ∆𝑅1. R1 akan kita gunakan untuk
menunjukkan tahanan pengukur pada kondisi regangan-nol. Tegangan listrik
karena regangan langsung bisa kita dapatkan sebagai:

16 | P a g e
∆𝐸𝐷 𝑅1 + ∆𝑅1 𝑅2
= −𝑅 (2.26)
𝐸 𝑅1 +∆𝑅1 +𝑅4 2 + 𝑅3

Penyelesaian untuk mendapatkan perubahan tahanan memberikan:

𝑅 ∆𝐸 𝑅2
∆𝑅1 ( 4 )[ 𝐷 + ]
𝑅1 𝐸 𝑅2 + 𝑅3
= ∆𝐸𝐷 𝑅2 (2.27)
𝑅1 1− −
𝐸 𝑅2 + 𝑅3

Persamaan 2.26 memberikan perubahan sebagai fungsi ketakseimbangan tegangan


pada detektor ∆𝐸𝐷 .

Rangkaian jembatan dapat pula digunakan sebagai peranti peka arus,


dengan menggunakan persamaan (4-24) dan (4-26) kita dapat:

𝐸 (𝑅1 𝑅3 −𝑅2 𝑅4 )
𝑖𝑔 = 𝑅1 𝑅2 𝑅4 + 𝑅1 𝑅3 𝑅4 +𝑅1 𝑅2 𝑅3 +𝑅2 𝑅3 𝑅4 +𝑅𝑔 (𝑅1 +𝑅4 )(𝑅2 (2.28)
+𝑅3 )

Disinipun kita andaikan jembatan itu diseimbangkan pada keadaan tanpa-regang


dan kita ambil R1 sebagai tahanan pengukur pada kondisi ini. Jadi,

𝑅1 𝑅3 = 𝑅2 𝑅4 (2.28)

Arus galvanometer ∆𝑙𝑔 ialah nilai yang terjadi dari perubahan tahanan ∆𝑅1 dari
kondisi seimbang. Dapat dibuktikan bahwa denominator dalam persamaan 2.28
tidak terlalu peka terhadap perubahan kecil 𝑅1 dan karena itu hampir mendekati
konstan yang akan kita tandai dengan C. Jadi,

𝐸
∆𝐼𝑔 = [(𝑅1 + ∆𝑅1 )𝑅3 − 𝑅2 𝑅4 ] (2.30)
𝐶

Dengan menerapkan kondisi seimbang kita dapat:

𝐸
∆𝐼𝑔 = 𝑅3 ∆𝑅1 (2.31)
𝐶

Dengan memasukkan faktor pengukur

𝐸
∆𝐼𝑔 = 𝑅3 𝑅1 𝐹∈ = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎 𝑥 ∈ (2.32)
𝐶

Jadi, arus defleksi dapat dianggap memberi petunjuk langsung megenai tegangan
yang diberikan pada pengukur itu.

17 | P a g e
Telah kita singgung tadi rangkaian penguat jembatan dalam hubungan
dengan termometer tahanan listrik. Pengaturan seperti itu dapat pula digunakan
dengan rangkaian jembatan pengukur-tegangan.
Resistance Strain Gage (jenis tahanan) paling penting/banyakdigunakan.
Prinsip sederhana : bila suatu kawat ditarik, kawat akan memanjang dan
penampang mengecil sehingga tahanan listriknya bertambah. Sehingga bila kawat
diletakkan pada suatu benda yang dibebani maka kawat akan memanjang atau
memendek sesuai dengan regangan yang dialami benda. Perubahan tahanan
tersebut dapat dikalibrasi menjadi regangan.

Gambar II.11 Contoh konstruksi strain gage dari


jenis tahanan listrik.
Bila panjang kawat konduktor mula-mula L, clan luas penampangnya
CD2, C = konstanta proporsionalitas, D = diameter kawat. Bila kawat tersebut
ditarik, maka panjang akanbertambah sedang ukuran lateral akanmengecil sesuai
angka Poisson.Tahanan listrik R dapat dihitung dengan:
𝐿
𝑅 = 𝜌𝐴 (2.33)

ρ : tahanan jenis, L : panjang kawat, A: luas penampang.

18 | P a g e
II.9 Kompensasi Suhu (La Farras (H211 16 507))
Hal ini umumnya tidak mungkin untuk menghitung koreksi untuk suhu efek
dalam ketegangan gages. Akibatnya, kompensasi dilakukan langsung dengan
percobaan setup. Seperti pengaturan kompensasi yang ditampilkan dalam Gambar
II.12 Gage 1 diinstal pada tes spesimen, sementara gage 2 diinstal pada sepotong
seperti bahan yang tersisa unstrained seluruh tes, tetapi pada suhu yang sama
sebagai potongan uji. Setiap perubahan dalam perlawanan gage 1 karena suhu
yang dengan demikian dibatalkan oleh perubahan-perubahan serupa dalam
perlawanan gage 2, dan sirkuit jembatan mendeteksi seimbang kondisi yang
dihasilkan hanya dari ketegangan dikenakan pada gage 1. Tentu saja, perawatan
harus diberikan untuk memastikan bahwa kedua gages diinstal dengan cara yang
sama pada mereka masing-masing benda kerja.

Gambar II.12 Susunan Kompensasi suhu resistansi listrik strain gages


II.10 Strain-Gage Rosettes (La Farras (H211 16 507))
Instalasi strain gage pada bar spesimen adalah sebuah aplikasi berguna dari
gage, tapi itu cukup terbatas. Ketegangan yang diukur dalam situasi seperti ini
adalah strain utama karena kita mengasumsikan bahwa bar beroperasi di bawah
hanya tarik beban. Jelas, masalah pengukuran yang lebih umum akan melibatkan
strain lebih dari satu arah, dan orientasi sumbu utama stres tidak akan diketahui.
Tentu saja, akan beruntung jika strain gages dipasang pada spesimen sehingga
mereka yang berorientasi persis dengan sumbu utama stres. Kita sekarang
mempertimbangkan metode yang dapat digunakan untuk menghitung utama stres
dan ketegangan dalam bahan dari tiga pengukuran strain gage. Pengaturan untuk

19 | P a g e
strain gages dalam aplikasi tersebut disebut Rosette. Kami akan memberikan
hanya hubungan akhir yang digunakan untuk keperluan perhitungan.
Pertimbangkan rosette persegi panjang yang ditampilkan dalam Gambar II.13.
Tiga strain gages berorientasi seperti yang ditunjukkan, dan strain tiga yang
diukur oleh gages ini ϵ1, ϵ2, dan ϵ3. Strain utama untuk situasi ini adalah

(2.34)

Gambar II.13 Rectangular ketegangan-gage rosettes


Tekanan utama adalah

(2.35)

Tegangan geser maksimum ditunjuk oleh Τ maks dan dihitung dari

(2.36)
Sumbu utama stres terletak di sudut Θ adalah
(2.37)

Ini adalah sumbu di mana maksimum stres Σ maks terjadi. Ada masalah yang
timbul dengan penentuan kuadran untuk θ karena akan ada dua nilai yang
diperoleh sebagai solusi untuk EQ (2.4). Sudut θ akan terletak di kuadran yang
pertama (0 < θ < π /2) jika
(2.38)

20 | P a g e
dan di kuadran kedua jika ϵ2 kurang dari nilai ini. Tipe lain dari ketegangan-gage
rosette kesamaan digunakan adalah delta Roset ditampilkan dalam

(2.39)
Tekanan utama adalah
(2.40)
Sumbu tegangan geser maksimum dihitung dari

(2.41)
Sumbu tegangan utama terletak menurut
(2.42)

Gambar II.14 Delta ketegangan-gage roset.


Sudut Θ akan di kuadran pertama ketika ϵ3 > ϵ2 dan di kuadran kedua ketika ϵ2 >
ϵ3.
Hal ini bermanfaat untuk menyebutkan bahwa perlawanan strain gages
mungkin sensitif terhadap strain melintang serta aksial. Perubahan perlawanan
yang dihasilkan oleh galur melintang, bagaimanapun, adalah biasanya kurang dari
2 atau 3 persen dari perubahan yang dihasilkan oleh galur aksial. Untuk alasan ini
mungkin diabaikan dalam banyak aplikasi. Jika strain melintang yang harus
dipertimbangkan, Roset rumus di atas harus diubah sesuai.

II.11 Pengukuran-Regangan Tahapan Tak Terikat (La Farras (H211 16


507))
Listrik-perlawanan Berikat strain gage dibahas di atas adalah perangkat
yang paling banyak digunakan untuk pengukuran strain. Alternatif perlawanan

21 | P a g e
gage adalah jenis unbonded ditampilkan dalam Gambar II.15. Mekanisme pegas
memegang dua piring di posisi dekat sementara filamen denda-kawat yang
mengitari pin Mount seperti yang ditunjukkan. Pemasangan pin harus kaku dan
juga berfungsi sebagai isolator listrik. Ketika piring A bergerak relatif B, strain
dikenakan pada filamen ini, yang dapat dideteksi melalui pengukuran perubahan
dalam perlawanan. Diperbolehkan menggantikan-ment gages komersial adalah
dari the agar ± di 0.0015 in (0.038 mm), dan diameter kawat adalah biasanya
kurang dari 0.001 di (0.025 mm). I2R Penghangat Ruangan di unbonded gage
dapat menjadi masalah karena kabel memiliki tidak mempunyai kemungkinan
untuk membuang kalor selain konveksi untuk udara sekitarnya. Prinsip unbonded
gage telah diterapkan untuk percepatan dan transduser diafragma tekanan dengan
sukses baik.

Gambar II.15 Skema tak terikat resistensi strain gage

22 | P a g e
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Pada pembahasan sebelumnya kita membahas fenomena-fenomena fisika
dasar yang mendasari instrumen dan rangkaian listrik. Kemudian kita tinjau
pengukuran-pengukuran berguna yang dapat dimanfaatkan untuk mencirikan
bentuk gelombang yang berubah terhadap waktu. Instrumen dasar, baik yang
analog maupun yang digital, yang digunakan untuk mengukur bentuk-bentuk
gelombang itu telah kita bahas pula.
Dengan demikian kita telah dapat melanjutkan pembahasan kepada situasi
eksperimen umum dimana kita melakukan pengukuran dengan bantuan sistem-
sitem elektronik. Pada umumnya, nilai sifat fisik tertentu yang enjadi perhatian
kita dapat dikonversikan menjadi suatu sinyal listrik dengan bantuan transduser
yang tepat, dan keluaran transduser ini kemudian diumpankan ke suatu rangkaian
masukan.

III.2 Saran
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan yang
diharapkan, karena masih terbatasnya pengetahuan penulis. Olehnya itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Makalah ini perlu
dikaji ulang agar dapat sempurna dan makalah ini harus digunakan sebagaimana
mestinya.

23 | P a g e
Daftar Pustaka
Cady W.G. “Piezoelectricity,” McGraw-Hill Book Company, New York, 1946.
Frank, E.: “Electrical Measurement Analysis,” McGraw-Hill Book Company,
New York, 1959.
Koestoer, R.A, 2004, Pengukuran Teknik Untuk Mahasiswa, Jakarta: Teknik
Mesin FTUI
Magga, Ramang, 2011, “ Pengunaan Starin Gage (Load Cell) untuk Analisa
Tegangan pada Pembebanan Statik Batang Aluminium, Jrnal Ilmiah Teknik
Mesin, Vol. 2, No. 1, Hal. 138-146.
Maryanti, B., Sonief A. As’ad, Wahyudi Slamet, 2011, “Pengaruh Alkalisasi
Komposit Serat Kelapa-Poliester Terhadap Kekuatan Tarik”, Jurnal
Rekayasa Mesin, Vol. 2, No. 2, Hal. 123-129.
Oshamu, Nishino. Pengukuran dan Alat-alat Ukur Listrik. 2005. Jakarta: Pt.
Malta.
Wiratmaja, I. Gede, 2010, “Analisa Unjuk Kerja Motor Bensin Akibat Pemakaian
Biogasoline”, Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, Vol. 4, No.1, Hal. 16-25.

24 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai