)
g 00 g ) 00
dimana w = bobot sampel awal (g); w1 = bobot sampel dan cawan setelah
dikeringkan (g); dan w2 = bobot cawan kosong (g).
g 00 g ) 00
g 00 g )
g 00 g g) 00
00 )
161
c. Analisis kadar protein (960.52 AOAC 1998)
Analisis kadar protein tapioka dilakukan dengan metode Kjeldahl.
Sebanyak 100,0 – 250,0 mg sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl
kemudian ditambahkan dengan 1,9 ± 0,1 g K2SO4, 40,0 ± 10 mg HgO, 2,0 ± 0,1
ml H2SO4 pekat dan 2 – 3 butir batu didih. Sampel dipanaskan dengan kenaikan
suhu secara bertahap sampai mendidih selama 1 – 1,5 jam sampai diperoleh cairan
jernih. Setelah didinginkan, isi labu dipindahkan ke dalam labu destilasi dengan
dibilas menggunakan 1 – 2,0 ml air destilata sebanyak 5 – 6 kali. Air cucian
dipindahkan ke labu destilasi kemudian ditambahkan dengan 8 – 10,0 ml larutan
60% NaOH – 5% Na2S2O3. Di tempat yang terpisah, 5,0 ml larutan H3BO3 dan 2
– 4 tetes indikator merah metil – biru metil dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
Labu erlenmeyer kemudian diletakkan dibawah kondensor dengan ujung
kondensor terendam di bawah larutan H3BO3. Proses destilasi dilakukan sampai
diperoleh sekitar 15,0 ml destilat. Destilat yang diperoleh diencerkan sampai 50,0
ml dengan akuades, kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N yang telah
distandarisasi sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Volume larutan
HCl 0,02 N terstandar yang digunakan untuk titrasi dicatat. Tahap yang sama
dilakukan untuk larutan blanko sehingga diperoleh volume larutan HCl 0,02 N
untuk blanko. Kadar protein dihitung berdasarkan kadar nitrogen (N dalam g/100
g bahan). Kadar protein (dalam g/100 g bahan kering) dihitung menggunakan
faktor koreksi 6,25 dengan rumus sebagai berikut:
00
g 00 g ) 00
g 00 g ) g 00 g )
g 00 g
g 00 g g 00
00
dimana V1 = volume larutan HCl untuk sampel (ml), V2 = volume larutan HCl
untuk blanko (ml); NHCl = konsentrasi larutan HCl (0,02N); w = berat sampel
(mg).
162
d. Analisis kadar lemak (SNI 01-2891-1992)
Kadar lemak tapioka dianalisis dengan menggunakan metode soxhlet. Labu
lemak dikeringkan di dalam oven suhu 105°C selama 15 menit, didinginkan di
dalam desikator dan ditimbang sebelum digunakan. Sebanyak 1 – 2 gram sampel
tapioka dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi dengan kapas.
Bagian atas selongsong kertas yang telah berisi sampel disumbat dengan kapas
lalu dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80°C selama ± 1 jam.
Selongsong kertas tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang
telah dihubungkan dengan labu lemak. Lemak sampel diekstrak dengan heksana
selama ± 6 jam. Heksana kemudian disuling sehingga diperoleh ekstrak lemak.
Ekstrak lemak di dalam labu lemak kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu
105°C selama 12 jam. Labu berisi lemak sampel kemudian didinginkan di dalam
desikator lalu ditimbang bobotnya. Pengeringan diulangi hingga diperoleh bobot
tetap. Kadar lemak (dalam g/100 g bahan kering) dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut:
g 00 g ) 00
g 00 g )
g 00 g g) 00
00 – )
dimana a = bobot labu lemak setelah proses ekstraksi (g); b = bobot labu lemak
sebelum proses ekstraksi (g); dan c = bobot sampel (g).
163
Lampiran 2. Analisis kadar pati (Dubois et al, 1956 disitasi dari Faridah,
2010)
Analisis sampel
Sebanyak 0,5 ml sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan 0,5 ml fenol 5% dan dihomogenkan dengan menggunakan vorteks.
Larutan H2SO4 pekat sebanyak 2,5 ml ditambahkan secara cepat ke dalam tabung
reaksi (terjadi reaksi eksoterm yang menghasilkan panas). Larutan lalu didiamkan
selama 10 menit di suhu ruang, kemudian diaduk dengan vorteks dan disimpan
kembali pada suhu ruang selama 20 menit. Nilai absorbansi kemudian diukur
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 490 nm.
Kadar glukosa (µg/ml) ditentukan dengan menggunakan kurva standar dan kadar
pati (g/100 g bahan) dihitung dengan mengalikan kadar gula dengan faktor 0,9.
164
Lampiran 3. Analisis kadar amilosa (Juliano, 1971)
Analisis sampel
Sebanyak 100,0 mg sampel tapioka dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml
lalu ditambahkan dengan 1,0 ml etanol 95% dan 9,0 ml NaOH 1 N. Campuran
lalu dipanaskan dalam penangas air suhu 100°C selama 10 menit untuk
menggelatinisasi pati. Setelah didinginkan, larutan gel pati ditambahkan air
destilata hingga tanda tera dan dihomogenkan. Sebanyak 5,0 ml larutan tersebut
lalu dipipet dan dimasukkan dalam labu takar 100 ml, ditambahkan 1,0 ml larutan
asam asetat 1 N, 2,0 ml larutan iod, ditepatkan hingga tanda tera dengan air
destilata dan dihomogenkan. Setelah didiamkan pada suu ruang selama 20 menit,
absorbansinya diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
625 nm. Konsentrasi amilosa (dalam persen) ditentukan dengan menggunakan
persamaan kurva standar larutan amilosa.
165
Lampiran 4. Daya cerna pati gelatinasi (modifikasi Muchtadi et al, 1992)
Analisis sampel
Sampel pati 1,0 g dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml lalu ditambahkan
10,0 ml akuades. Erlenmeyer lalu ditutup dengan aluminium foil dan dipanaskan
dalam penangas air hingga mencapai suhu 90°C sambil terus diaduk, lalu didi-
nginkan. Sebanyak 2,0 ml larutan sampel dipipet kedalam tabung reaksi bertutup
lalu ditambahkan 3,0 ml akuades dan 5,0 ml larutan buffer fosfat pH 7,0. Masing-
masing sampel dibuat dua kali, salah satu digunakan sebagai blanko. Tabung ditu-
tup dan diinkubasi pada 37°C selama 15 menit. Larutan sampel dan blanko diang-
kat dan ditambah 5 0 z α s g ff
fosfat pH 7,0). Kedua tabung diinkubasi kembali selama 30 menit lalu dipindah-
kan ke dalam tabung reaksi bertutup berisi 2,0 ml larutan DNS. Larutan dipanas-
kan dalam air mendidih selama 12 menit lalu segera didinginkan dengan air
mengalir. Sebanyak 10,0 ml akuades kemudian ditambahkan dan diaduk hingga
homogen dengan menggunakan vortex. Larutan sampel dan blanko tersebut ke-
mudian diukur absorbansinya dengan UV-Vis spektrofotometer pada panjang
gelombang 520 nm. Daya cerna pati (%) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
00
166