A. Kompetensi Inti
K I 3 Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan,
dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik
sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
K I 4 Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan
ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan
mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
C. Materi Pembelajaran
1. Teks editorial
2. Pendapat
3. Ragam informasi
4. simpulan
D. Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan Pertama (4 jam Pelajaran)
PENDAHULUAN:
1) Peserta didik merespons salam guru
2) Guru menyampaikan materi pembelajaran (KD 3.5 yang akan dipelajari)
3) Peserta didik mengaitkan pembelajaran sebelumnya dengan pembelajaran yang akan
dilaksanakan (jika ada).
4) Peserta didik menerima informasi hal-hal yang akan dipelajari tentang teks editorial.
5) Peserta didik menyampaikan manfaat dari materi pembelajaran yang akan dibahas.
INTI
1. Mengamati
Peserta didik menggali informasi dengan membaca teks editorial berjudul Bongkar
Vaksin Palsu tanpa Pandang Bulu.
2. Mengumpulkan data
Peserta didik menentukan isi pokok teks editorial.
Menentukan ciri teks editorial.
Mengidentifikasi struktur teks editorial.
Menentukan struktur teks editorial.
Menentukan tujuan penulis teks editorial.
Menentukan pihak yang dituju pada teks editorial.
Peserta didik menentukan penanda konjungsi pada teks editorial.
Menentukan kalimat berupa fakta pada teks editorial.
Peserta didik menentukan opini pada teks editorial.
3. Menutup
Peserta didik menyimpulkan materi yang telah dipelajari
Guru memberi penegasan terhadap kesimpulan peserta didik
Guru menginformasikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya
(KD 4.5)
PENDAHULUAN:
Peserta didik merespons salam guru
Guru menyampaikan materi pembelajaran (KD-4.5 yang akan dipelajari) lanjutan
Peserta didik mengaitkan pembelajaran sebelumnya dengan pembelajaran yang akan
dilaksanakan.
Peserta didik menerima informasi hal-hal yang akan dipelajari tentang teks editorial.
INTI
4. Lanjutan dari Mengumpulkan data/mencoba (data cleccting) terkait dengan KD
4.5
5. Mengasosiasi
Peserta didik menyusun opini berdasarkan fakta sebagai bahan menyusun teks
editoria.
Peserta didik mengembangkan fakta dan opini menjadi sebuah teks editorial.
Peserta didik menyunting teks editorial yang disusun oleh peserta didik lain.
PENUTUP
Peserta didik menyimpulkan pembelajaran
Guru memberi penegasan terhadap simpulan tersebut
Guru menyampaikan kelanjutan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikut
terkait dengan KD 3.6
1. Teknik penilaian
Bentuk soal Uraian
KD 3. 5
KD 4. 5
F. Remedial/Pengayaan
- Peserta didik yang belum tuntas/belum mencapai KKM diberi remedial indikator
tertentu
- Peserta didik yang sudah tuntas, diberi pengayaan dengan membaca teks editorial
lain.
………………………….. ………………………………
Lampiran-lampiran:
1. Materi Pembelajaran teks editorial “Bongkar Vaksin Palsu tanpa Pandang Bulu”
2. Instrumen penilaian
3. Pedoman penskoran
HAL yang palsu-palsu tampaknya makin akrab di tengah masyarakat kita. Sempat ada kasus
beras palsu, kemudian merebak ijazah palsu, dan kali ini negara sibuk menangani kasus
vaksin palsu.
Lebih dari 28 sarana kesehatan di Tanah Air, baik klinik maupun rumah sakit kecil,
terindikasi menggunakan vaksin palsu untuk mencegah campak, BCG, tetanus, dan hepatitis.
Badan Reserse dan Kriminal Polri telah memegang data atas pengakuan para tersangka.
Mereka pun intensif memeriksa sampel vaksin dari sarana pelayanan kesehatan yang
terindikasi tersebut. Melalui satuan tugas penanganan vaksin palsu yang beranggotakan
Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), ada
keinginan untuk mengungkap praktik busuk tersebut seterang-terangnya.
Namun, dengan alasan kepentingan penyidikan, kepolisian masih enggan membuka identitas
sarana kesehatan yang menggunakan vaksin palsu. Padahal, publik, terutama para orangtua,
jelas ingin tahu apakah anak-anak mereka telanjur divaksinasi dengan vaksin abal-abal.
Pengungkapan identitas rumah sakit dan klinik yang menggunakan vaksin palsu ialah rujukan
apakah anak-anak mendapatkan vaksin asli atau palsu.
Kita paham penyidik masih menutupi identitas sarana kesehatan pengguna vaksin palsu itu
dengan dalih untuk pengembangan penyidikan. Namun, terus menutup rapat-rapat identitas
mereka bukanlah langkah yang bijak bahkan bisa menimbulkan prasangka buruk.
Pemalsuan vaksin berdampak luas karena dapat menimbulkan perlindungan palsu, penerima
seolah-olah sudah terlindungi. Jumlahnya juga tidak sedikit. Badan POM memprediksi
cakupan peredaran vaksin palsu tersebut sekitar 1%. Dengan angka kelahiran bayi di
Indonesia yang pada 2015 sebesar 4,9 juta dan data Kemenkes atas cakupan imunisasi dasar
lengkap (IDL) pada balita yang mencapai angka 86,8% pada April 2015, sekitar 42 ribu bayi
divaksin palsu per tahun sejak 2003.
Pemalsuan vaksin dilakukan sejak 13 tahun lalu dengan motif keuntungan semata. Sanksi
berat yang setimpal dengan keuntungan yang telah dinikmati para pihak yang membahayakan
masa depan bangsa kita patut diberikan.
Kita mengharapkan respons cepat, tepat, dan solutif dari pemerintah. Penegak hukum pun
mesti meyakinkan publik bahwa siapa pun yang bersalah dalam kasus vaksin palsu akan
mempertanggungjawabkan perbuatan secara hukum.
Tidak hanya jaringan produsen dan distributornya, tenaga medis ataupun pengelola sarana
kesehatan yang mengetahui dan menggunakannya secara sengaja pantang lepas dari jerat
sanksi. Bahkan, tak ada salahnya penegak hukum mulai menelusuri kemungkinan praktik
korupsi dalam perkara tersebut. Kesan amat kuat adanya pembiaran sehingga vaksin palsu
leluasa disuntikkan ke anak-anak bisa menjadi indikasi awal adanya penyalahgunaan
wewenang pihak-pihak yang berwenang.
Kasus vaksin palsu yang mengemuka belakangan ialah bukti betapa pengawasan amat lemah
di negeri ini. Badan POM lemah, Kementerian Kesehatan lemah, anak-anak yang
mendapatkan vaksin palsu pun menjadi lemah.
Peredaran vaksin palsu bukan saja merupakan serangan terhadap kesehatan bayi dan anak-
anak, melainkan juga terhadap masa depan generasi bangsa. Penegakan hukum tanpa
pandang bulu untuk membuat kasus tersebut terang benderang ialah keniscayaan karena kita
tidak ingin bangsa ini tumbuh dengan fondasi yang palsu-palsu.
http://www.mediaindonesia.com/editorial/read/783/bongkar-vaksin-palsu-tanpa-pandang-
bulu/2016-07-01
Pedoman Penskoran
Soal Aspek yang Dinilai Skor
1. Peserta didik menentukan isi teks editorial dengan sangat tepat 3
Peserta didik menentukan isi teks editorial dengan tepat 2
Peserta didik menentukan isi teks editorial dengan tidak tepat 1
Catatan:
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………