Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kebutuhan bahan makanan pada setiap individu berbeda, karena adanya variasi genetik
yang akan mengakibatkan perbedaan dalam proses metabolisme. Proses metabolik pada anak
pada dasarnya sama, akan tetapi lebih aktif dibandingkan dengan orang dewasa. Anak
membutuhkan lebih banyak makanan untuk tiap kilogram berat badannya karena sebagian
dari makanan tersebut harus disediakan untuk pertumbuhan dan pertukaran energi yang lebih
aktif.
Jumlah nutrisi yang masuk hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan, dan tidak
dikonsumsi secara berlebih maupun kekurangan karena akan menyebabkan malnutrisi.
Malnutrisi adalah gizi salah, yang mencakup keadaan gizi kurang maupun gizi lebih.
Di indonesia, dengan masih tingginya angka kejadian gizi kurang, istilah malnutrisi lazim
dipakai untuk keadaan ini. Secara umum gizi kurang disebabkan oleh kekurangan energi atau
protein. Malnutrisi energi protein (MEP) terdiri dari marasmus, kwashiorkor, dan marasmus
kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan oleh kekurangan protein baik dari segi kualitas
maupun segi kuantitas, sedangkan marasmus disebabkan oleh kekurangan kalori dan protein.
Sementara itu, nutrisi yang berlebihan atau yang dikenal masyarakat sebagai obesitas
merupakan penimbunan lemak menyeluruh berlebihan, yang terdapat di jaringan-jaringan di
bawah kulit dan lain-lain dan dapat ditentukan banyaknya dengan mengukur ketebalan
lipatan kulit.
Status gizi anak yang baik akan turut berperan dalam pencegahan terjadinya berbagai
penyakit, khususnya penyakit infeksi dan dalam tercapainya tumbuh kembang anak yang
optimal. Oleh karena itu, keseimbangan nutrisi dalam tubuh sangat berperan penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini diantaranya sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep penyakit obesitas?
2. Bagaimana konsep penyakit marasmus?
3. Bagaimana konsep penyakit kwashiorkor?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan obesitas?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan marasmus?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kwashiorkor?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini diantaranya sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep penyakit obesitas.
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep penyakit marasmus.
3. Untuk mengetahui bagaimana konsep penyakit kwashiorkor
4. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan obesitas.
5. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan marasmus.
6. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kwashiorkor.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Obesitas
A. Definisi Obesitas
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang terjadi akibat akumulasi
jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas terjadi bila
besar dan jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang. Bila seseorang
bertambah berat badannya, maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan
kemudian jumlahnya bertambah banyak. Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks
pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa
faktor biologik spesifik. Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh bagi
perkembangan penyakit ini. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu
keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan
adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. Keadaan obesitas ini, terutama
obesitas sentral, meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular karena keterkaitannya
dengan sindrom metabolik atau sindrom resistensi insulin yang terdiri dari resistensi 10
insulin/hiperinsulinemia, hiperuresemia, gangguan fibrinolisis, hiperfibrinogenemia dan
hipertensi (Sudoyo, 2009).

Obesitas didefinisikan sebagai suatu penambahan berat badan akibat akumulasi


berlebihan lemak tubuh relative terhadap masa tubuh tanpa lemak (Keller dan Stevens,
1996).
Obesitas atau nutrisi yang berlebihan adalah penimbunan lemak yang berlebiha
secara umum pada jaringan subkutan dan jaringan lainnya di seluruh tubuh.

B. Etiologi
Obesitas terjadi sebagai akibat pemasukan energi yang melebihi kebutuhan tubuh
untuk keperluan metabolisme dasar yang mencakup metabolisme basal, SDA, aktivitas
jasmani, pembuangan sisa makanan dan energi untuk pertumbuhan. Kelebihan energi
dapat terjadi sebagai akibat masukan energi yang berlebih, penggunaan energi yang
kurang atau kombinasi kedua hal tersebut. Beberapa faktor yang berperan besar dalam
meningkatkan resiko obesitas :
1. Masukan energi yang melebihi dari kebutuhan tubuh
a. Bayi yang minum susu botol selalu dipaksakan oleh ibunya bahwa setiap kali
minum harus habis.
b. Kebiasaan untuk memberikan minuman/makanan setiap kali anak menangis.
c. Pemberian makanan tambahan tinggi kalori pada usia yang terlalu dini.
2. Faktor psikologik
Pada masa bayi,anak-anak pertama kali mengalami penurunan ketidaknyamanan
melalui pemberian makan dan belajar untuk menghubungkan makan dengan perasaan
kesejahteraan, keamanan dan kehadiran pengasuh anak yang menimbulkan
kenyamanan. Kemudian makan dihubungkan dengan perasaan dicintai. Banyak orang
tua menggunakan makanan, seperti permen dan “jajanan” sebagai pendorong positif
terhadap perilaku yang diharapkan. Praktik tersebut mengembangkan makna simbolik
dimana anak dapat menggunakan makanan sebagai suatu penghargaan, pengganti
untuk mencapai kepuasan dalam mendapatkan rasa kasih sayang, ketenangan dan
ketentraman jiwa, dan cara untuk menghadapi perasaan depresi, marah, bosan, dan
kesepian.
3. Life Style (Gaya Hidup)
Kecenderungan anak-anak sekarang dalam mengkonsumsi makanan cepat saji
(fast food) yang berkalori tinggi seperti pizza,mie,dll
4. Hormonal
Kelainan pada hipotalamus, kelenjar hipofisis, dan lesi otak lainnya yang dapat
mengakibatkan hiperfagia (nafsu makan yang berlebih) karena gangguan terhadap
pusat rasa kenyang di otak.
5. Penggunaan kalori yang kurang
Berkurangnya pemakaian energi dapat terjadi pada anak yang kurang aktivitas
fisiknya.
6. Herediter
Kecenderungan menjadi gemuk pada keluarga tertentu, hal tersebut terjadi bila
salah satu orang tuanya yang obesitas, maka anak mempunyai resiko 40 % menjadi
obesitas, sedangkan bila kedua orang tua obesitas maka resiko menjadi 80 %.
7. Pandangan masyarakat yang salah
Adanya pandangan bahwa bayi sehat adalah bayi yang gemuk.
8. Meningkatnya keadaan sosial-ekonomi seseorang.

C. Patogenesis
Kelebihan energi oleh tubuh diubah menjadi zat lemak yang akan disimpan
sebagai jaringan lemak di bawah kulit dan pada organ tubuh lain. Selain itu obesitas
terjadi sebagai meningkatnya jumlah dan ukuran adiposit (sel lemak). Jumlah adiposit
akan bertambah bila terjadi masukan kalori yang meningkat, terutama pada masa janin
dan masa bayi. Rangsang untuk menambah jumlah sel adiposity ini akan berlangsung
sampai masa pubertas, tetapi dengan intensitas yang makin menurun. Selama periode
penurunan berat badan, besar sel lemak berkurang tetapi jumlahnya menetap.
D. Manifestasi Klinik
Anak dengan obesitas akibat diet kalori tinggi secara berlebihan, tidak hanya lebih
berat tetapi juga lebih besar dari anak seusianya, dan usia tulang terlihat lebih
berkembang. Karena masa pubertas timbul lebih awal, pada akhirnya anak yang cepat
tumbuh dan matang itu akan mempunyai tinggi badan yang relatif lebih rendah
dibandingkan dengan anak sebayanya. Bentuk perawakan tubuh lebih mempunyai nilai
diagnostik daripada berat badan. Pada raut muka nampak hidung dan mulut yang relatif
kecil dengan dagu yang berbentuk ganda. Bentuk payudara mirip dengan payudara yang
telah tumbuh, suatu keadan yang menimbulkan perasaan kurang menyenangkan pada
anak lelaki. Abdomen cenderung membuncit dan menggantung serupa dengan bentuk
pendulum (bandul lonceng), sering disertai dengan adanya stria berwarna putih bungur.
Walaupun masih dalam ukuran normal, genitalia eksterna anak lelaki nampak lebih kecil
dan hanya sedikit tersembul keluar yang disebabkan karena seakan-akan penis tersebut
terpendam dalam jaringan lemak sekitarnya. Pertumbuhan genitalia anak perempuan
umumnya berjalan normal, demikian pula haid pertama tidak terlambat. Ekstremitas
bagian proksimal terlihat besar, sehingga akan nampak lengan atas yang besar, dengan
tangan yang relatif kecil dan jari yang berbentuk runcing. Pada tungkai nampak paha
yang besar, mungkin disertai kelainan koksa vara dengan genum valgum.
Gangguan psikologik berupa kelainan emosional sering dijumpai pada anak
dengan obesitas, meskipun terlihatnya ia dapat menyesuaikan diri. Karena malu, ia
enggan untuk bergaul dan bermain dengan temannya atau menghindar untuk berolahraga.
Kelainan emosional ini mungkin menjadi penyebab atau merupakan akibat dari keadaan
obesitas.

E. Diagnosis
Menentukan diagnosis obesitas tidak selalu mudah, karena tidak ada garis
pembatas yang jelas antara gizi baik dan gizi lebih. Diagnosis didasarkan atas gejala
klinis dan hasil pemeriksaan antropometri, yang mencakup pengukuran BB, TB,
lingkaran lengan atas, serta tebal lipatan kulit dan sub kutan lengan atas kanan bagian
belakang tengah, sebelah atas otot triseps. Diagnosis ditegakkan bila ditemukan gejala
klinis obesitas, disertai dengan adanya data antropometrik untuk perbandingan BB dan
TB, lingkaran lengan atas, dan tebalnya lapisan kulit, paling sedikit 10 % diatas nilai
normal.

F. Penatalaksanaan
Bayi dengan BB lebih yang tidak ditangani hampir selalu akan tetap gemuk
sampai masa dewasa. Penanganan obesitas ditujukan terhadap:
1. Mengobati faktor penyebabnya, baik yang bersifat organik maupun psikologik.
2. Memberikan motivasi kepada orang tua dan anak sendiri tentang perlunya
menguruskan tubuh, selain karena alasan estetik tetapi juga untuk pencegahan
komplikasi obesitas pada masa mendatang, seperti diabetes, nafas pendek, kematian
dini.
3. Memberikan diet untuk menguruskan tubuh dengan makanan berkalori rendah yang
seimbang. Pengadaan diet sebaiknya berpedoman pada prinsip dasar seperti berikut :
mengandung cukup nutrien, jumlah kalori terutama karbohidrat dikurangi, lemak
dibatasi secukupnya dan dihindarkan terjadinya defisiensi asam linoleat, tidak
mengganggu aktivitas anak, penurunan BB tidak terlalu drastis, dan bila perlu
diberikan tambahan vitamin.
4. Membimbing dan mengelola secara berkala pengaturan makanan yang sesuai untuk
mempertahankan status gizi yang ideal bagi pertumbuhan. Sebaiknya pengguanaan
obat penekan nafsu makan (anorektik, anoreksan) dihindarkan, karena peranannya
terbatas dan kemungkina terjadinya efek samping berupa rangsangan susunan saraf
pusat atau ketergantunga obat.
5. Menganjurkan agar berolahraga secara teratur, setelah olahraga dicegah pemasukan
minuman atau makanan berkalori tinggi.
6. Partisipasi anggota keluarga akan sangat membantu keberhasilan pengobatan,
dukungan psikologik serta kesediaan keluarga untuk menyesuaikan hidangan
makanan dengan diet penderita merupakan unsur penting dalam penatalaksaan
masalah obesitas. Dengan demikian seluruh keluarga turut serta dalam penanganan
obesitas.
G. Risiko Obesitas
1. Terdapat kolerasi positif antara tingkat obesitas dengan kejadian infeksi, kecuali
TBC. Morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi pada anak gemuk lebih tinggi
daripada anak kurus. Kejadian ini dikaitkan dengan merendahnya respon imunologik
sel T dan aktivitas bakterisid sel polimorfonuklear pada penderita obesitas.
2. Predisposisi untuk menderita penyakit diabetes dan penyakit kardiovaskuler pada
masa dewasa.
3. Secara bermakna orang gemuk mempunyai umur yang lebih pendek dibandingkan
dengan orang kurus.
4. Sindrom pickwickian, merupakan komplikasi obesitas yang menimbulkan beban
kardiorespiratorik berat dengan manifestasi klinisnya berupa hipoksia, penurunan
kesadaran, sianosis, polisitemia, kardiomegalik, dan gagal jantung kongestif.

H. Komplikasi
1. Diabetes tipe 2
2. Sindrom metabolisme
3. Tekanan darah meningkat
4. Masalah saluran pernapasan
5. Infeksi kulit
6. Ortopedi
7. Efek psikologis

2.2 MARASMUS
A. Definisi
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat
kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama
kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).
Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein.
(Suriadi, 2001:196).
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan
tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis
yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada
bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering
diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi,
kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik,
penyakit ginjal menahun, dan juga pada gangguan saraf pusat.

B. Etiologi
1. Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena :
diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan
dengan orang tua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi
kongenital. (Nelson,1999).
2. Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi
yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering
diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti
infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan
metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin,
1990:116).
3. Perhatian ibu dan pengasuh yang berlebihan hingga anak dipaksa menghabiskan
makanan yang disediakan, walaupun jumlahnya jauh melampaui kebutuhnannya,
dapat menyebabkan anak kehilangan nafsu makannya, atau muntah begitu melihat
makanan atau formula yang akan diberikannya. Adakalanya anak demikian menolak
segala macam makanan hingga pertumbuhannya terganggu. (Dr. Solihin, 1990:116).

C. Patologi
Pada keadaan ini yang menyolok ialah pertumbuhan yang kurang atau terhenti
diserati atrofi otot dan menghilangnya lemak dibawah kulit. Pada mulanya kelainan
demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh
memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga harus
didapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi
kebutuhan energi tersebut.
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi
kebutuhan energi, akan tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit
esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu pada
marasmus berat, kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal, sehingga
hati masih dapat membentuk cukup albumin.

D. Patofisiologi
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,
protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan
kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan
memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan
tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat
sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya
katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang
segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah
menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak
dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan
menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah
kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).
E. Manifestasi Klinik
1. Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan
berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga
menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka
bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi
menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot
dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula
bayi mungkin rewel, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya
konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang
air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson,1999).
2. Manifestasi marasmus (Dr. Solihin, 1990:117) adalah sebagai berikut :
a. Penampilan
Muka seorang penderita marasmus menunjukan wajah seorang tua. Anak terlihat
sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-
ototnya.
b. Perubahan mental
Anak menangis, juga setelah mendapat makan oleh sebab masih merasa lapar.
Kesadaran yang menurun (apati) terdapat pada penderita marasmus yang berat.
c. Kelainan pada kulit tubuh
Kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor disebabkan kehilangan banyak
lemak dibawah kulit serta otot-ototnya.
d. Kelainan pada rambut kepala
Walaupun tidak sering seperti pada penderita kwashiorkor, adakalanya tampak
rambut yang kering, tipis dan mudah rontok.
e. Lemak dibawah kulit
Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit mengurang.
f. Otot-otot
Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas
g. Saluran pencernaan
Penderita marasmus lebih sering menderita diare atau konstipasi
h. Jantung
Tidak jarang terdapat bradikardi
i. Tekanan darah
Pada umumnya tekanan darah penderita lebih rendah dibandingkan dengan anak
sehat seumur
j. Saluran nafas
Terdapat pula frekuensi pernafasan yang mengurang
k. Sistem darah
Pada umumnya ditemukan kadar hemoglobin yang agak rendah
3. Gambaran klinis akan jelas memperlihatkan penampilan seorang anak yang kurus
kering. Semula anak rewel, cengeng walaupun telah diberi minum, dan sering bangun
malam. Pada tahap berikutnya anak bersifat penakut, apatik, dan nafsu makan
menghilang. Sebagai akibat kegagalan tumbuh kembang akan terlihat berat badan
menurun, jaringan subkutan menghilang sehingga turgor menjadi jelek dan kulit
berkeriput. Pada keadaan yang lebih berat jaringan lemak pipi pun menghilang,
sehingga wajah anak menyerupai wajah orang usia lanjut. Vena superfisialis kepala
lebih nyata, fontanel cekung, tulang pipi dan dagu terlihat menonjol, mata nampak
lebih besar dan cekung. Perut dapat membuncit atau mencekung dengan gambaran
usus yang nyata. Atrofi otot akan menimbulkan hipotonia. Kadang-kadang terdapat
edema ringan pada tungkai, tetapi tidak pada muka. Suhu tubuh umumnya subnormal,
nadi lambat dan metabolisme basal menurun, sehingga ujung tangan dan kaki terasa
dingin dan nampak sianosis. (A.H Markum,1991;166)

F. Penatalaksanaan
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas
biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian
antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat
badan, kaji tanda-tanda vital.
Penanganan KKP berat
Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan
awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang
mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
Upaya pengobatan, meliputi :
a. Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi.
b. Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septik
c. Pengobatan infeksi
d. Pemberian makanan
e. Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan vitamin, anemia
berat dan payah jantung.
Menurut Arisman, 2004:105
a. Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB
biasanya cukup untuk mengoreksi dehidrasi.
b. Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama
peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam.
c. Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam.
d. Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena
diberikan dalam kegiatan rehidrasi.
e. Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut
sebagai F-75 dan F-100.
Menurut Nuchsan Lubis
Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap,
yaitu :
1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk
menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan
pemberian cairan IV.
a. cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat
Dextrose 5%.
b. Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
c. Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
d. Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari.
2. Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan
a. Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg
BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/
hari.
b. Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/
hari, dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari.
c. Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengukur TB dan BB
b. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB
(dalam meter).
c. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep)
ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur,
biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit
banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm
pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
d. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan
jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak
berlemak).
2. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.

H. Penyakit Penyerta
Penyakit penyerta yang sering dijumpai adalah :
1. Enteritis
2. Infestasi cacing
3. Tuberkulosis
4. Defisiensi vitamin A
2.3 KWASHIORKOR
A. Definisi
Definisi kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh
defisiensi protein yang berat bisa dengan konsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak
mencukupi kebutuhan. Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma
dari gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP) dengan beberapa
karakteristik berupa edema dan kegagalan pertumbuhan, depigmentasi, hyperkeratosis.
Penyakit ini merupakan bentuk malnutrisi paling banyak didapatkan di dunia ini,
pada dewasa ini,terutama sekali pada wilayah-wilayah yang masih terkebelakangan
bidang industrinya.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Cicely D. Williams pada rangkaian
saintifik internasional melalui artikelnya Lancet 1935. Beliau pada tahun 1933
melukiskan suatu sindrom tersebut berhubungan dengan defisiensi dari nutrien apa.
Akhirnya baru diketahui defisiensi protein menjadi penyebabnya.
Walaupun sebab utama penyakit ini ialah defisiensi protein, tetapi karena
biasanya bahan makanan yang dimakan itu juga kurang mengandung nutrien lainnya,
maka defisiensi protein disertai defisiensi kalori sehingga sering penderita menunjukkan
baik gejala kwashiorkor maupun marasmus.

B. Etiologi
Kwashiorkor paling seringnya terjadi pada usia antara 1-4 tahun ,namun dapat
pula terjadi pada bayi. Kwashiorkor yang mungkin terjadi pada orang dewasa adalah
sebagai komplikasi dari parasit atau infeksi lain.
Banyak hal yang menjadi penyebab kwashiorkor, namun faktor paling mayor
adalah menyusui, yaitu ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak adekuat atau tidak
seimbang. Setelah usia 1 tahun atau lebih ,kwashiorkor dapat muncul bahkan ketika
kekurangan bahan pangan bukanlah menjadi masalahnya, tetapi kebiasaan adat atau
ketidak tahuan (kurang nya edukasi) yang menyebabkan penyimpangan keseimbangan
nutrisi yang baik.
Walaupun kekurangan kalori dan bahan-bahan makanan yang lain memepersulit
pola-pola klinik dan kimiawinya, gejala-gejala utama malnutrisi protein disebabkan oleh
kekurangan pemasukan protein yang mempunyai nilai biologik yang baik.Bisa juga
terdapat gangguan penyerapan protein,misalnya yang dijumpai pada keadaan diare
kronik,kehilangan protein secara tidak normal pada proteinuria (nefrosis),
infeksi,perdarahan atau luka-luka bakar serta kegagalan melakukan sintesis protein ,
seperti yanga didapatkan pula pada penyakit hati yang kronis.

C. Patofisiologi
Pada kwashiorokor yang klasik, gangguan metabolik dan perubahan sel
menyebabkan edema dan perlemakan hati. Kelainan ini merupakan gejala yang
menyolok. Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringan yang
sangat berlebihan, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang
cukup dalam dietnya.
Namun kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai
asam amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Oleh karena dalam diet terdapat
cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dari
dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot.
Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan
albumin oleh hepar, sehingga kemudian timbul edema.
Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein beta sehingga
transport lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi
lemak dalam hepar.

D. Manifestasi Klinik
1. Wujud Umum
Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas,
adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita ada tanda moon face
dari akibat terjadinya edema.
2. Retardasi Pertumbuhan
Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat badan, tinggi badan
juga kurang dibandingkan dengan anak sehat.
3. Perubahan Mental
Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel. Pada stadium lanjut bisa
menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak menjadi pasif.
4. Edema
Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat.
Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia,
gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.
5. Kelainan Rambut
erubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture), maupun
warnanya. Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah
tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak
kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih. Sering bulu mata
menjadi panjang.
6. Kelainan Kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih
mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Pada
sebagian besar penderita dtemukan perubahan kulit yang khas untuk penyakit
kwashiorkor, yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih
atau merah muda dengan tepi hitam ditemukan pada bagian tubuh yang sering
mendapat tekanan. Terutama bila tekanan itu terus-menerus dan disertai kelembapan
oleh keringat atau ekskreta, seperti pada bokong, fosa politea, lutut, buku kaki, paha,
lipat paha, dan sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercak-bercak
kecil merah yang dalam waktu singkat bertambah dan berpadu untuk menjadi hitam.
Pada suatu saat mengelupas dan memperlihatkan bagian-bagian yang tidak
mengandung pigmen, dibatasi oleh tepi yang masih hitam oleh hiperpigmentasi.
7. Kelainan Gigi dan Tulang
Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan
hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.
8. Kelainan Hati
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi hati yang hampir
semua sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga ditemukan tanda
fibrosis, nekrosis, da infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan hati terjadi akibat
defisiensi faktor lipotropik.
9. Kelainan Darah dan Sumsum Tulang
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai penyakit
lain, terutama infestasi parasit (ankilostomiasis, amoebiasis) maka dapat dijumpai
anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk
pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat, B6). Kelainan
dari pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum tulang disebabkan
defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein juga menyebabkan
gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya terjadi defek umunitas
seluler, dan gangguan sistem komplimen.
10. Kelainan Pankreas dan Kelenjar Lain
Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva dan usus
halus terjadi perlemakan.
11. Kelainan Jantung
Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan
hipokalemi dan hipmagnesemia.
12. Kelainan Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia kadang-kadang
demikian hebatnya, sehingga segala pemberian makanan ditolak dan makanan hanya
dapat diberikan dengan sonde lambung. Diare terdapat pada sebagian besar penderita.
Hal ini terjadi karena 3 masalah utama yaitu berupa infeksi atau infestasi usus,
intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak. Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi
laktase. Malabsorbsi lemak terjadi akibat defisiensi garam empedu, konyugasi hati,
defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi mukosa usus halus.
Dermatitis juga lazim ditemukan. Penggelapan kulit terjadi pada tempat-tempat
yang mengalami iritasi,namun tidak pada daerah-daerah yang terkena sinar matahari..
Rambutnya biasanya jarang dan halu-halus serta kehilangan elastisitasnya. Pada anak-
anak yang berambut gelap dapat terlihat jalur-jalur rambut berwarna merah atau abu-
abu.Otot-otonya tampak lemah dan atrofi,tetapi sesekali dapat ditemukan lemak dibawah
kulit yang berlebihan.

E. Pemeriksaan Laboratorium
1. Hampir semua kasus kwasiokor memperlihatkan penurunan kadar albumin,
kolesterol, dan glukosa dalam serum.
2. Kadar globulin dapat normal atau meningkat, sehingga perbandingan albumin dan
globulin serum dapat terbalik, yaitu kurang dari satu.
3. Kadar asam amino esensial dalam plasma relatif lebih rendah daripada asam amino
non esensial.
4. Umumnya kadar imunoglobulin serum normal, bahkan dapat meningkat. Meskipun
kadar IgA serum normal, namun kadar IgA sekretori merendah.
5. Gangguan imunitas selular, khususnya jumlah populasi sel T, merupakan kelianan
imunologik yang paling sering dijumpai pada MEP berat. Penetapan komplemen
menunjukkan penuruna kadar beberapa jenis komplemen dalam serum.
6. Uji toleransi glukosa menunjukkan gambaran tipe diabetik.
7. Begitu pula terdapat penurunan kadar berbagai enzim dalam serum, seperti amilase,
esterase, kolin esterase, transaminase, dan fosfatase alkali; aktivitas enzim pankreas
dan xantin oksidase juga berkurang karena seringkali disertai defisiensi vitamin dan
mineral, maka kadar vitamin dan mineral dalam serum merendah, diantaranya
vitamin A, asam folat, riboflavin, fosfor, magnesium, besi dan kalium.
8. Anemia yang timbul dapat disebabkan oleh defisiensi besi, protein, atau asam folat
dengan jenis yang paling sering ditemukan adalah anemia normokromik normositik.
9. Pertumbuhan tulang juga mengalami hambatan, sedangkan sekresi hormon
pertumbuhan meningkat.
10. Pemeriksaan air kemih menunjukkan peningkatan ekskresi hidroksiprolin dan adanya
amino asidulia.
11. Pada biopsi hati ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis, nekrosis, dan
infiltrasi sel mononuklear. Pada perlemakan berat hampir semua sel hati mengandung
vakuol lemak yang besar.
12. Pemeriksaan autopsi penderita kwashiorkor menunjukkan kelainan pada hampir
semua organ tubuh, seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi vilus
usus, atrofi sistem limfoid, dan atrofi kelenjar timus.

F. Pencegahan
Pencegahannya dapat berupa diet adekuat dengan jumlah-jumlah yang tepat dari
karbohidrat, lemak (minimal 10% dari total kalori), dan protein (12 % dari total kalori).
Sentiasa mengamalkan konsumsi diet yang seimbang dengan cukup karbohidrat, cukup
lemak dan protein bisa mencegah terjadinya kwashiorkor. Protein terutamanya harus
disediakan dalam makanan. Untuk mendapatkan sumber protein yang bernilai tinggi bisa
didapatkan dari protein hewan seperti susu, keju, daging, telur dan ikan. Bisa juga
mendapatkan protein dari protein nabati seperti kacang ijo dan kacang kedelei.

G. Komplikasi Kwashiorkor
Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi dikarenakan
lemahnya system imun. Tinggi maksimal dan kemampuan potensial untuk tumbuh tidak
akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistic
emngemukakan bahwa kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anank-
anak) dapat menurunkun IQ secara permenen.
Komplikasi jangka pendek :
1. Hipoglikemia
2. Hipotermi
3. Dehidrasi
4. Gangguan funfsi vital
5. Gangguan keseimbangan elektrolit asam-basa
6. Infeksi berat
7. Hambatan penyembuhan penyakit penyerta
Komplikasi jangka panjang :
1. Tubuh pendek
2. Berkurangnya potensi tumbuh kembang
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN GANGGUAN GIZI

3.1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN OBESITAS


A. Pengkajian
1. Pengumpulan data
a. Identitas anak
Biodata anak terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,
no medrec, diagnosa medis, alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan anak, alamat, keadaan kesehatan.
2. Keluhan Utama
Pada anak yang mengalami obesitas keluhan biasanya terjadi ketika adanya
komplikasi dari obesitasnya misalnya terhadap kesehatan, saluran pernapasan, kulit,
ortopedi.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Jika anak merasa ada gangguan pada pernapasannya, anak diminta
menggambarkan dengan membutuhkan bantuan dari orang tua. Orang tua
ditanya :
1) Kapan terjadi sesak napas?
2) Sering atau kadang-kadang?
3) Sejak kapan sesak napas ini dirasakan?
4) Apakah makanan kesukaanya?
5) Adakah makanan yang dapat membuatnya alergi?
6) Jika ada apa jenisnya?
b. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji tentang riwayat kesehatan yang pernah dialami anak. Riwayat penyakit
yang pernah dialami, misalnya Asma, Cacar air.
c. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
1. Riwayat Prenatal
a) Berapa kali ibu selama hamil si klien dilakukan pemeriksaan?
b) Dimana dan oleh siapa diperiksanya?
c) Adakah obat-obatan yang dikonsumsi selama kehamilan?
d) Adakah trauma saat ibu hamil?
e) Apakah mengalami muntah-muntah?
2. Riwayat persalinan dan melahirkan
a) Klien dilahirkan pada saat menangis atau tidak?
b) Jika nangis apakah afgarnya bagus?
c) Bagaimana aktivitas ekstermitasnya?
d) Lahirnya spontan, divakum atau di operasi?
3. Riwayat post natal
a) Apakah bisa langsung menete?
b) Diberikan ASI tidak?
c) Mendapatkan perawatan intensif tidak?
d) Apakah ada Infeksi?
4. Imunisasi
a) Pada usia berapa diberikan imunisasi?
b) Apakah imunisasinya sesuai jadwal?
c) Dimana diberi imunisasi?
d. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
1. Bagaimana pertumbuhannya?
2. Untuk perkembangan bisa dilakukan tes DDST.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji sejarah obesitas dalam keluarga dan masalah kesehatan yang berhubungan
dengan berat badan, seperti diabetes.
4. Keadaan lingkungan tempat tinggal
Kaji keadaan lingkungan tempat tinggal, apakah tempat tinggal berada di
lingkungan berpolusi seperti dekat jalan raya, pabrik dan perkotaan serta bagaimana
sanitasi lingkungan rumah, bentuk rumah, penerangan, pencahayaan, dan ventilasi
udara.
5. Pola Aktivitas Sehari-hari
a. Nutrisi
Kaji pola kebiasaan makanan meliputi jenis makanan, frekuensi, porsi/jumlah,
makanan pantangan, napsu makan, kesulitan menelan, cara makan. Pola
kebiasaan minum meliputi jenis minuman, frekuensi, jumlah, cara minum.
Pada anak yang mengalami obesitas biasanya terjadi gangguan karena asupan
makanan lebih besar dari energi yang dikeluarkan.
b. Eliminasi
Kaji pola kebiasaan eliminasi BAB meliputi warna, frekuensi, penggunaan
pencahar, waktu, kesulitan, konsistensi, cara pengeluaran. Pola kebiasaan BAK
meliputi frekuensi, jumlah, warna kesulitan, inkontinensia, hematuria,
penggunaan kateter, cara pengeluaran. Pada anak yang obesitas tidak terjadi
gangguan pada sistem ini.
c. Istirahat dan Tidur
Kaji pola istirahat dan tidur anak, kebiasaan pengantar tidur, masalah tidur,
kegiatan yang dilakukan saat istirahat.
Pada anak obesitas biasanya mengalami gangguan istirahat tidur karena suka
merasa gerah akibat dari timbunan lemak ditubuhnya, tetapi kondisi ini
tergantung dari anak.
d. Kebersihan Diri
Kaji pola kebersihan diri, pada anak yang obesitas terdapat gangguan yaitu bau
badan.
e. Aktivitas dan Latihan
Kaji kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan. Pada anak yang obesitas terjadi
gangguan aktivitas terutama aktivitas aktif seperti main lari-larian, anak sering
mudah lelah.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran Antopometri
1) Pengukuran berat badan dibandingkan dengan standar, bila berat badan >
120% berat badan standar disebut obesitas.
2) Pengukuran berat badan dibandingkan dengan tinggi badan (BB/ TB). Bila
BB/ TB . > 95 persentil atau > 120% atau Z-score = + 2 SD,
3) Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal
lipatan kulit), bila tebal lipatan kulit triceps > 85 persentil merupakan
indicator obesitas,
4) Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densditometri dan
hidrometri, tetapi cara ini tidak digunakan pada anak karena sulit dan tidak
praktis walaupun metode ini yang paling akurat,
5) Indeks Massa Tubuh (IMT), jika IMT > 95 persentil dikatakan indicator
obesitas.
b. Penampilan wajah
Pada raut muka nampak hidung dan mulut yang relatif kecil dengan dagu yang
berbentuk ganda.
c. Pernafasan
Dispnea saat melakukan kerja berat, Sianosis, distress pernafasan (apnea saat
tidur, sindrom pickwickian)
d. Abdomen
Abdomen cenderung membuncit dan menggantung serupa dengan bentuk
pendulum (bandul lonceng), sering disertai dengan adanya stria berwarna putih
bungur.
e. Sirkulasi
Hipertensi, edema
f. Payudara
Bentuk payudara mirip dengan payudara yang telah tumbuh, suatu keadan yang
menimbulkan perasaan kurang menyenangkan pada anak lelaki.
g. Genitalia
Genitalia eksterna anak lelaki nampak lebih kecil dan hanya sedikit tersembul
keluar yang disebabkan karena seakan-akan penis tersebut terpendam dalam
jaringan lemak sekitarnya. Pertumbuhan genitalia anak perempuan umumnya
berjalan normal, demikian pula haid pertama tidak terlambat.
h. Ekstremitas
Ekstremitas bagian proksimal terlihat besar, sehingga akan nampak lengan atas
yang besar, dengan tangan yang relatif kecil dan jari yang berbentuk runcing.
Pada tungkai nampak paha yang besar, mungkin disertai kelainan koksa vara
dengan genum valgum.
7. Status Psikoosial
Gangguan psikologik berupa kelainan emosional sering dijumpai pada anak dengan
obesitas, meskipun terlihatnya ia dapat menyesuaikan diri. Karena malu, ia enggan
untuk bergaul dan bermain dengan temannya atau menghindar untuk berolahraga.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Metabolik/Endokrin: dapat menunjukkan abnormalitas (missal
hipotiroidisme, hipopituitarisme, hipogonadisme, sindrom Cushing [peningkatan
kadar kolesterol atau glokosa], hiperglikemi, hiperlipidemia, hiperurisemia,
hiperbilirubinemia). Penyebab gangguan ini dapat muncul akibat abnormalitas
neuroendokrin dalam hipotalamus, yang mengakibatkan berbagai gangguan
kimiawi.
Pengukuran antopometrik: pengukuran rasio lemak otot.
C. Analisa Data
No Data Senjang Etiologi Masalah
1. Ds : Penimbunan lemak dalam Gangguan
 klien mengeluh sesak saluran pernafasan pemenuhan
Do : kebutuhan
 RR = 28x / menit Penyempitan saluran oksigenasi

 Nafas klien dangkal pernafasan

sesak

Ds :
 klien mengeluh berat badan melebihi Intake nutrisi berlebih
2 berat badan normal seusianya Kelebihan

Do : Kelebihan energy dalam berat badan


tubuh
 BB > 120% berat badan standar
 Indeks Massa Tubuh (IMT), jika IMT
Diubah menjadi zat lemak
> 95 persentil
yang disimpan sebagai
jaringan lemak di bawah
Ds :
kulit dan pada organ tubuh
 klien mengeluh mudah lelah bila
lain
beraktivitas berat
Do :
Kelebihan berat badan
 klien nampak kelelahan saat
beraktivitas berat

Ds :
3. Kelebihan berat badan Aktivitas
 klien mengeluh diit makanan dibatasi
terbatas
Do :
Aktivitas terbatas
 diit klien disesuaikan dengan
kebutuhan kalori
4 Ketidakseimbangan antara Perubahan
masukan kalori dan pemeliharaan
penggunaan energy kesehatan

Kelebihan berat badan

Perubahan dalam diit

Perubahan dalam
pemeliharaan kesehatan

D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi b.d penyempitan saluran
pernapasan.
2. Kelebihan berat badan b.d asupan nutrisi yang berlebihan.
3. Keterbatasan aktivitas b.d kelebihan berat badan: obesitas.
4. Perubahan pemeliharaan kesehatan b.d ketidakseimbangan antara masukan
kalori dan penggunaan energi.
E. Perencanaan Keperawatan
1. Dx : Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi b.d penyempitan saluran
pernapasan.
a. Berikan oksigen sesuai program
Rasional : Mempertahankan oksigen arteri
b. Monitor jumlah pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan, batuk, bunyi
paru, tanda vital, warna kulit, AGD
Rasional : mengetahui status pernafasan
c. Laksanakan program pengobatan
Rasional : meningkatkan pernapasan
d. Posisi pasien fowler
Rasional : meningkatkan pengembangan paru
e. Bantu dalam terapi inhalasi
Rasional : membantu mengeluarkan secret
f. Alat-alat emergensi disiapkan dalam kondisi baik
Rasional : kemungkinan terjadi kesulitan bernapas yang akut.
g. Pendidikan kesehatan, meliputi:
1) Perubahan gaya hidup
2) Menghindari allergen
3) Teknik bernapas
4) Teknik relaksasi
Rasional : perlu adaptasi baru dengan kondisi sekarang
2. Dx : Kelebihan berat badan b.d asupan nutrisi yang berlebihan
a. Bantu klien mengembangkan program penurunan berat badan yang aman
yang mempertimbangkan faktor ini:
1) Jumlah penurunan yang diinginkan
2) Durasi program
3) Biaya
4) Masalah nutrisi
5) Kesesuaian dengan gaya hidup
Rasional : Tujuan yang realistic meningkatkan peluang keberhasilan.
Kesuksesan memberi klien nilai tambahan untuk meneruskan
program.
b. Ajarkan anak dasar- dasar masukan nutrisi seimbang meliputi:
1) Memilih rencana diet yang mendorong masukan tinggi karbohidrat
kompleks dan membatasi masukan lemak.
2) Makan lebih banyak ikan dan daging ayam yang mengandunng sedikit
lemak dan kalori.
Rasional : Penurunan dan pemeliharaan berat badan jangka panjang yang
berhasil dapat dicapai melalui diet rendah lemak dan tinggi
karbohidrat kompleks.
3. Dx : Keterbatasan aktivitas b.d kelebihan berat badan: obesitas
a. Bantu klien dan mengembangkan program latihan yang aman dan realistic
dengan mempertimbangkan faktor berikut:
Rasional : Anak mungkin lebih mematuhi program latihan regular yang mudah
dan menyenangkan. Kemajuan latihan secara bertahap meminimalkan
ketidaknyamanan dan cedera, mendorong kepatuhan.
b. Intruksikan orang tua dan anak konsul dengan dokter sebelum memulai, bila
ada indikasi.
Rasional : Anak dan orangtua akan lebih terkontrol dalam mengikuti program
latihan, sebelum memulai bila ada indikasi.
4. Dx : Perubahan pemeliharaan kesehatan b.d ketidakseimbangan antara masukan
kalori dan penggunaan energy.
a. Tingakatkan kesadaran anak tentang bagaimana berat badan dipengeruhi
oleh kesimbangan antara masukan makanan dan aktivitas.
b. Jelaskan bahwa keberhasilan penurunan berat badan dan pemeliharaannya
bergantung pada pencapaian keseimbangan antara penurunan masukan kalori
dan peningkatan penggunaan kalori melalui latihan teratur.
Rasional : Tujuan penurunan berat badan dapat dicapai melalui kombinasi
penurunan masukan kalori dan peningkatan penggunaan kalori
dengan latihan. Setiap peningkatan aktivitas fisik akan meningkatkan
haluaran energy dan dan mengurangi kalori pada anak yang mengikuti
program diet penurun kalori.

3.2 ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN MARASMUS


A. Pengkajian
1. Pemeriksaan Fisik
a) Penampilan
Muka seorang penderita marasmus menunjukan wajah seorang tua. Anak
terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian besar lemak dan
otot-ototnya.
b) Pengukuran antopometri
Berat badan menurut usia < 60% dari berat badan normal usianya.
c) Perubahan mental
Anak menangis, juga setelah mendapat makan oleh sebab masih merasa lapar.
Kesadaran yang menurun (apati) terdapat pada penderita marasmus yang berat.
d) Kulit
Kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor disebabkan kehilangan banyak
lemak dibawah kulit serta otot-ototnya.
e) Rambut kepala
Walaupun tidak sering seperti pada penderita kwashiorkor, adakalanya tampak
rambut yang kering, tipis dan mudah rontok, berserabut, rapuh, pudar,
depigmentasi.
f) Lemak dibawah kulit
Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit mengurang.
g) Otot-otot
Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas, lemas.
h) Sistem Neurologis
Lesu, peka rangsang, letargi, apatis
i) Saluran pencernaan
Penderita marasmus lebih sering menderita diare atau konstipas.
j) Abdomen
Distensi, lembek, menonjol besar, perototan buruk
k) Jantung
Tidak jarang terdapat bradikardi
l) Tekanan darah
Pada umumnya tekanan darah penderita lebih rendah dibandingkan dengan anak
sehat seumur.
m) Saluran nafas
Terdapat pula frekuensi pernafasan yang mengurang
n) Sistem darah
Pada umumnya ditemukan kadar hemoglobin yang agak rendah.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Perubahan biokimia yang ditemukan pada marasmus adalah:
1. Anemia ringan sampai berat.
2. Kadar albumin dan globulin serum rendah.
3. Kadar kolesterol serum yang rendah.
4. Kadar gula darah yang rendah.
B. Analisa Data

No Data Senjang Etiologi Masalah


1. Ds : Nafsu makan berkurang Gangguan nutrisi
 klien mengeluh tidak ada
nafsu makan Intake nutrisi kurang dari
Do : kebutuhan
 BB<60% BB normal
seusianya Gangguan nutrisi

 Klien tampak lemas

Ds :
 klien mengeluh lemas diare defisit volume
2. cairan
 klien mengeluh BAB >5x
pengeluaran cairan berlebih
sehari
Do :
defisit volume cairan
 klien tampak lemas
 BAB > 5x sehari
 Konsistensi feces encer

Ds :
 Klien mengeluh kulit
berkeriput
Nutrisi tidak adekuat
Do :
Gangguan integritas
 BB < BB normal
3. Kebutuhan nutrisi tidak kulit
seusianya
terpenuhi
 Jaringan subkutan
menghilang Kehilangan berat badan
 Turgor kulit jelek
 Kulit berkeriput Jaringan subkutan
menghilang

turgor menjadi jelek dan


kulit berkeriput

gangguan integritas kulit

Ds : Kurang informasi tentang


 Klien mengatakan tidak pentingnya nutrisi bagi
tahu dengan keadaan tubuh
penyakitnya Kurang
4. Do : Kurangnya pengetahuan pengetahuan
 Klien tidak tahu tentang tentang status gizi yang baik
penyakit yang dideritanya
 Klien tidak tahu tentang
pentingnya nutrisi

Ds :
 Klien mengatakan lemah
Do : Nutrisi tidak adekuat

 Klien tampak lemah


Kelemahan fisik
 ADL klien tergantung
pada orang tuanya
Perubahan pertumbuhan Perubahan
5. dan perkembangan pertumbuhan dan
Ds :
perkembangan
 Klien mengeluh tungkai
n ungd
bengkak
Do : Kelebihan volume
 Edema ringan pada cairan
Rendahnya masukan protein
tungkai
edema

6.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang).
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
5. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnya
kemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi
yang tidak adekuat.
6. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein
(malnutrisi).

D. Perencanaan Keperawatan
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang).
Tujuan :
Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
Meningkatkan masukan oral.
Intervensi :
a. Dapatkan riwayat diet
b. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat
makan
c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi
menyenangkan
d. Gunakan alat makan yang dikenalnya
e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan
dan memuji anak untuk makan mereka
f. Sajikan makan sedikit tapi sering
g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare.


Tujuan :
Tidak terjadi dehidrasi
Kriteria hasil :
Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi.
b. Monitor jumlah dan tipe masukan cairan.
c.Ukur haluaran urine dengan akurat

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.


Tujuan :
Tidak terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria hasil :
Kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal
Intervesi :
a. Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi
b. Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi
c. Massage kulit Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulang
d. Alih baring
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi
Tujuan :
Pengetahuan pasien dan keluarga bertambah
Kriteria hasil:
Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan tanda
dan gejala.

Intervensi :
a. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien.
b. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi
c. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat
d. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien
5. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnya
kemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi
yang tidak adekuat.
Tujuan :
Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Kriteria hasil :
Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas
motorik sesuai dengan usianya.
Intervensi :
a. Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan
kelompok usia.
b. Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II.
c. Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan.
d. Berikan mainan sesuai usia anak.
6. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein
(malnutrisi).
Tujuan :
Kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema,
memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral.
Intervensi :
a. Pantau kulit terhadap tanda luka tekan
b. Ubah posisi sedikitnya 2 jam
c. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.

3.3 ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KWASIORKOR


A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Anak
Biodata anak terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,
no medrec, diagnosa medis, alamat.
b. Identitas Penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan anak, alamat, keadaan kesehatan.
2. Keluhan utama
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan
(berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan
keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Keperawatan Sekarang
Klien dengan kwashiorkor biasanya mengalami gangguan pertumbuhan (BB <
80% dari BB normal seusianya), bengkak.
b. Riwayat Kesehatan dahulu
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan
pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang,
imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual,
interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat
pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori
dalam waktu relatif lama).
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.

4. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan Umum
Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada
ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita ada
tanda moon face dari akibat terjadinya edema. Biasanya penderita cengeng,
hilang nafsu makan dan rewel. Pada stadium lanjut bisa menjadi apatis.
Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak menjadi pasif.
b. Pengukuran Antopometri
Berat badan menurut usia < 80 % dari berat badan normal usianya. LLA
(Lingkar Lengan Atas) <14cm.
c. Otot
Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah terus-menerus, tidak
mampu berjalan dengan baik.
d. Kontrol Sistem Saraf
Kurang perhatian, iritabilitas, bingung.
e. Sistem gastrointestinal
Terjadi anoreksia, diare tampak pada sebagian besar penderita.
f. Sistem kardiovaskular
Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan
hipokalemi dan hipomagnesemia.
g. Rambut
Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah
tercabut tanpa rasa sakit, warna menjadi kemerahan. Pada penderita
kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan
berubah warna menjadi putih.
h. Kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang
lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan
kulit. Perubahan kulit lain pun dapat ditemui, seperti kulit yang keringdengan
garis kulit yang mendalam. Kadang-kadang pada kasus yang sangat lanjut
ditemui petehia tanpa trombositopenia dengan prognosis yang buruk bagi si
penderita.
i. Gigi
Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.
j. Tulang
Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan
hambatan pertumbuhan.
k. Edema
Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat.
Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia,
gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.
l. Hati
Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang-kadang
batas hati terdapat setinggi pusar. Hati yang membesar dengan mudah dapat
diraba.
m. Kelainan Darah dan Sumsum Tulang
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai
penyakit lain, terutama infestasi parasit (ankilostomiasis, amoebiasis) maka
dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien
yang penting untuk pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B kompleks
(B12, folat, B6). Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia
sumsum tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi
protein juga menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh.
Akibatnya terjadi defek umunitas seluler, dan gangguan sistem komplimen.
n. Pankreas dan Kelenjar Lain
Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva dan
usus halus terjadi perlemakan.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis
normositik normokrom karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibat
hipoplasia kronis sumsum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang
dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi.
Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya
kelainan pada paru.
Selain itu juga ditemukan :
a. Albumin serum
Penurunan kadar albumin (Kadar Albumin normal : 3.5-5.0 g/dl).
b. Kadar kolesterol serum
c. Penurunan kolesterol (Kadar Kolesterol normal : < 200 mg/dl)
Globulin serum
Kadar globulin dalam serum kadang-kadang menurun akan tetapi tidak
sebanyak menurunnya albumin serum, hingga pada kwashiorkor terdapat rasio
albumin/globulin yang biasanya 2 menjadi lebih rendah, bahkan pada
kwashiorkor yang berat ditemukan rasio yang terbalik (Kadar globulin normal :
2.0- 3.5 g/dl).
d. Kadar asam amino essensial dalam plasma relatif lebih rendah dari pada asam
amino non essiensial.

B.
Anal No Data Senjang Etiologi Masalah
isa 1. Ds : Anorexia, Gangguan nutrisi
Data  klien mengeluh lemas asupan nutrisi tidak adekuat
Do :
 BB<80% BB normal Nutrisi kurang dari
seusianya kebutuhan
 Klien tampak lemas

Ds :
 klien mengeluh lemas diare kekurangan volume
2.  klien mengeluh BAB >5x cairan

sehari pengeluaran cairan berlebih

Do :
kekurangan volume cairan
 klien tampak lemas
 BAB > 5x sehari
 Konsistensi feces encer

Ds :
 Klien mengeluh kulit
berkeriput
Nutrisi tidak adekuat
Do :
Gangguan integritas
 BB < BB normal
3. Kebutuhan nutrisi tidak kulit
seusianya
terpenuhi
 Jaringan subkutan
menghilang
Kehilangan berat badan
 Turgor kulit jelek
 Kulit berkeriput Jaringan subkutan
menghilang

turgor menjadi jelek dan


kulit berkeriput

gangguan integritas kulit


Asupan nutrisi tidak
Ds : adekuat
 Klien mengatakan lemah
Do : Kelemahan fisik
 Klien tampak lemah Kurang
3.  ADL klien tergantung Perubahan pertumbuhan pengetahuan

pada orang tuanya dan perkembangan

Ds : -
Do : -

Pemberian makan per


sonde, peningkatan sekresi
trakheobronkhial

Risiko Aspirasi
Risiko Aspirasi
4.
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin dapat ditemukan
pada anak dengan Kwashiorkor adalah:
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang
tidak adekuat, anoreksia dan diare.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan asupan peroral dan
peningkatan kehilangan akibat diare.
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan kalori dan
protein yang tidak adekuat.
4. Risiko aspirasi berhubungan dengan pemberian makanan/minuman personde dan
peningkatan sekresi trakheobronkhial
D. Rencana Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak
adekuat, anoreksia dan diare (Carpenito, 2000, hal. 645-655).

Tujuan dan Kriteria


Intervensi Rasion
Hasil
Klien akan Jelaskan kepada keluarga Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyeba
menunjukkan tentang penyebab malnutrisi, klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dieteti
pening-katan status kebutuhan nutrisi pemulihan,
gizi. susunan menu dan
pengolahan makanan sehat
Kriteria: seimbang, tunjukkan contoh
Keluarga klien jenis sumber makanan Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan
dapat menjelaskan ekonomis sesuai status sosial keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.
penyebab gangguan ekonomi klien.
nutrisi yang dialami
klien, kebutuhan Tunjukkan cara pemberian Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorb
nutrisi pemulihan, makanan per sonde, beri keadaan malnutrisi.
susunan menu dan kesempatan keluarga untuk
pengolahan melakukannya sendiri. Menilai perkembangan masalah klien.
makanan sehat
seimbang. Laksanakan pemberian
Dengan bantuan roborans sesuai program
perawat, keluarga terapi.
klien dapat
mendemonstrasikan Timbang berat badan, ukur
pemberian diet (per lingkar lengan atas dan tebal
sonde/per oral) lipatan kulit setiap pagi.
sesuai program
dietetik.
2) Kekurangan volume cairan tubuh b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan
kehilangan akibat diare(Carpenito, 2000, hal. 411-419).

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Klien akan menunjukkan keadaan Lakukan/observasi pemberian cairan Upaya rehidrasi perlu d
hidrasi yang adekuat. per infus/sonde/oral sesuai program kekurangan volume ca
rehidrasi.
Kriteria:
Asupan cairan adekuat sesuai Jelaskan kepada keluarga tentang Meningkatkan pemaha
kebutuhan ditambah defisit yang upaya rehidrasi dan partisipasi yang peran keluarga dalam p
terjadi. diharapkan dari keluarga dalam
Tidak ada tanda/gejala dehidrasi pemeliharan patensi pemberian
(tanda-tanda vital dalam batas infus/selang sonde.
normal, frekuensi defekasi ≤ 1
x/24 jam dengan konsistensi Kaji perkembangan keadaan Menilai perkembangan
padat/semi padat). dehidarasi klien.

Hitung balans cairan. Penting untuk menetap


3) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang
tidak adekuat (Carpenito, 2000, hal. 448-460).

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi R


Klien akan mencapai pertumbuhan Ajarkan kepada orang tua tentang Meningkatkan pengetahuan kel
dan perkembangan sesuai standar standar pertumbuhan fisik dan tugas- pertumbuhan dan perkembanga
usia. tugas perkembangan sesuai usia anak.

Kriteria: Lakukan pemberian makanan/


Pertumbuhan fisik (ukuran minuman sesuai program terapi diet Diet khusus untuk pemulihan m
antropometrik) sesuai standar usia. pemulihan. bertahap sesuai dengan kebutuh
Perkembangan motorik, bahasa/ sistem pencernaan.
kognitif dan personal/sosial sesuai Lakukan pengukuran antropo-metrik
standar usia. secara berkala. Menilai perkembangan masalah

Lakukan stimulasi tingkat


perkembangan sesuai dengan usia Stimulasi diperlukan untuk men
klien. anak dalam aspek motorik, bah

Lakukan rujukan ke lembaga Mempertahankan kesinambung


pendukung stimulasi pertumbuhan dan dan perkembangan anak denga
perkembangan (Puskesmas/Posyandu) yang ada.
4) Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan
sekresi trakheobronkhial (Carpenito, 2000, hal. 575-580).
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Klien tidak mengalami aspirasi. Periksa dan pastikan letak selang Merupakan tindakan p
sonde pada tempat yang semestinya
Kriteria: secara berkala.
Pemberian makan/minuman per
sonde dapat dilakukan tanpa Periksa residu lambung setiap kali Penting untuk menilai
mengalami aspirasi. sebelum pemberian makan- dan waktu pemberian m
Bunyi napas normal, ronchi tidak an/minuman.
ada.
Tinggikan posisi kepala klien selama Mencegah refluks yang
dan sampai 1 jam setelah pemberian
makanan/minuman.

Ajarkan/demonstrasikan tatacara Melibatkan keluarga p


pelaksanaan pemberian makanan/
minuman per sonde, beri kesempatan
keluarga melakukan-nya setelah
memastikan keamanan
klien/kemampuan keluarga.

Observasi tanda-tanda aspirasi. Menilai perkembangan


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Anak membutuhkan lebih banyak makanan untuk tiap kilogram berat
badannya karena sebagian dari makanan tersebut harus disediakan untuk
pertumbuhan dan pertukaran energi yang lebih aktif.
Jumlah nutrisi yang masuk hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan, dan
tidak dikonsumsikan secara berlebih maupun kekurangan karena akan
menyebabkan malnutrisi. Malnutrisi adalah gizi salah, yang mencakup keadaan
gizi kurang maupun gizi lebih. Nutrisi yang berlebihan atau yang dikenal
masyarakat sebagai obesitas didefinisikan sebagai suatu penambahan berat badan
akibat akumulasi berlebihan lemak tubuh relative terhadap masa tubuh tanpa
lemak.
Sementara itu secara umum gizi kurang disebabkan oleh kekurangan energi
atau protein. Malnutrisi energi protein (MEP) terdiri dari marasmus,
kwashiorkor, dan marasmus kwashiorkor. Marasmus adalah bentuk malnutrisi
kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis
terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah
kulit dan otot. Sedangkan kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang
disebabkan oleh defisiensi protein yang berat bisa dengan konsumsi energi dan
kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Kwashiorkor atau busung lapar
adalah salah satu bentuk sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai
Malnutrisi Energi Protein (MEP) dengan beberapa karakteristik berupa edema
dan kegagalan pertumbuhan, depigmentasi, hyperkeratosis. Status gizi anak yang
baik akan turut berperan dalam pencegahan terjadinya berbagai penyakit,
khususnya penyakit infeksi dan dalam tercapainya tumbuh kembang anak yang
optimal.
4.2 Saran
Adapun saran yang ingin penulis sampaikan setelah membuat makalah ini
adalah bahwa perlunya peningkatan pengetahuan dan wawasan kita dalam
bidang pendidikan keperawatan khususnya keperawatan anak yaitu tentang
obesitas, kwasiokor dan marasmus yang dapat memperkaya khasanah ilmu
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai