KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 45 tahun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Alamat : Deli lorong 26 No. RM : 00176582
II. ANAMNESIS
Diambil dari Autoanamnesis dan alloanamnesis dari istri dan teman kerja OS, tanggal 11
November 2015, pk 07.00 WIB.
Keluhan Utama:
Nyeri dan tidak bisa menggerakkan kaki kanan sejak 30 menit SMRS.
1
km/jam menabrak ban OS bagian belakang karena motor tersebut juga tidak sempat menghindar.
Pengendara motor tersebut diyakini telah melanggar lalu lintas karena seharusnya pada saat itu
lampu merah sedang menyala. Setelah ditabrak, OS kemudian hilang keseimbangan dan
terpental ke arah kanan. Kaki kanan OS adalah bagian tubuh OS yang pertama kali langsung
membentur trotoar. OS merasa benturan tersebut terjadi dengan sangat keras. Terdapat luka
robek, tulang yang menonjol keluar dan darah yang mengalir dari betis kanan OS bagian dalam.
OS mengenakan helm yang tidak secara penuh melindungi kepala sehingga dahi OS turut
terbentur batu yang terdapat di trotoar tersebut. Segera setelah kejadian, OS sempat pingsan,
kemudian OS segera dilarikan ke IGD RSUD Koja oleh warga setempat. Sesampainya di RS, OS
sudah kembali sadar dan menurut istrinya, OS terus menerus mengeluh nyeri sangat hebat hingga
saat berbaring terlentang nyeri tidak sedikitpun berkurang. Justru nyeri bertambah ketika OS
mencoba bergerak. Nyeri tidak menjalar ke bagian tubuh yang lain. Baal, kesemutan, dan
muntah disangkal. OS juga masih bisa mengingat kejadian sebelum dirinya pingsan. Menurut
teman kerja OS, dahi OS terlihat kebiruan, bengkak, dan ada luka lecet, tetapi tidak ada luka
robek serta tidak ada darah yang keluar. Setelah sadar, OS mengeluh dahinya sangat sakit dan
kepalanya pusing berputar. Benturan pada dada, perut, atau anggota tubuh yang lain disangkal.
OS tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan.
Riwayat Keluarga
Tidak ada yang menderita kelainan tulang pada keluarga.
Riwayat Sosial
OS merokok sebanyak 10 batang/hari. Riwayat konsumsi alkohol dan penggunaan jarum suntik
bergantian disangkal OS.
Riwayat Imunisasi
( ) BCG ( ) DPT ( ) Polio
( ) Hep B ( ) Campak (+) Lainnya, lupa
2
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
( -) Bisul ( - ) Rambut ( -) Keringat malam
( -) Kuku ( -) Kuning / Ikterus ( -) Sianosis
Kepala
( -) Trauma ( +) Pusing berputar
( -) Sinkop ( -) Nyeri pada sinus
Mata
( -) Nyeri (- ) Radang
( -) Sekret ( -) Gangguan penglihatan
( -) Kuning / Ikterus ( -) Ketajaman penglihatan
Telinga
( -) Nyeri ( -) Gangguan pendengaran
( -) Sekret ( -) Kehilangan pendengaran
( -) Tinitus
Hidung
( -) Rhinnorhea ( -) Gejala penyumbatan
( -) Nyeri ( -) Gangguan penciuman
( -) Sekret ( -) Epistaksis
( -) Trauma ( - ) Benda asing (foreign body)
Mulut
( -) Bibir ( -) Lidah
( -) Gusi ( -) Mukosa
Tenggorokan
( -) Nyeri tenggorokan ( -) Perubahan suara
3
Leher
( -) Benjolan ( -) Nyeri leher
Ekstremitas
( +) Bengkak ( +) Deformitas
( +) Nyeri ( +) Hematom
4
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital : TD :130/90mmHg N : 82x/menit RR : 24x/menit
S : 36.8oC
Kepala : hematom (+) pada dahi, terlihat vulnus ekskoriatum arah horizontal sepanjang
±3 cm pada pertengahan dahi
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Pupil isokor dengan diameter 3
mm/3 mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), subconjungtiva bleeding (-)
Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-/-), rhinore (-)
Mulut : Bibir kering, sianosis (-), lidah kotor (-)
Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Telinga : Normotia, deformitas (-), serumen (-/-), sekret (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), deviasi trakhea (-)
Thorax
Inspeksi : pectus pectinatum, simetris saat keadaan statis dan dinamis, sela iga tidak
ada retraksi, jenis pernapasan abdominotorakal, ictus cordis tidak terlihat,
jejas (-)
Palpasi : tidak ada retraksi sela iga, ictus cordis teraba pada linea midclavicularis
sela iga ke IV
Paru
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Perkusi :
Batas kanan : pada sela iga 3 parasternal kanan
Batas kiri : pada sela iga 4 axilaris anterior
Batas atas : pada sela iga 2 midclavicularis kiri
Auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-), gallop (-)
5
Abdomen
Inspeksi : datar, bekas luka operasi (-), jejas (-)
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, tidak teraba adanya massa, nyeri tekan (-), distensi abdomen (-), defens
muskular (-)
Hepar : tidak terdapat hepatomegali
Lien : tidak terdapat splenomegali
Ren : ballotemen (-)
Alat kelamin (atas indikasi) : tidak dilakukan
Ekstremitas atas:
Kanan Kiri
Tonus: normotonus normotonus
Massa tidak ada tidak ada
Sendi baik baik
Gerakan baik baik
Kekuatan baik baik
Edema tidak ada tidak ada
Ekstremitas Bawah :
Kanan Kiri
Tonus normotonus normotonus
Massa tidak ada tidak ada
Sendi Baik Baik
Gerakan terbatas baik
Kekuatan lemah baik
Edema + tidak ada
6
IV. STATUS LOKALIS
Regio Cruris Dextra
Look: tampak gips terpasang dari regio genu hingga metatarsal dextra dengan jari-jari kaki
kanan dibebaskan. Gips tampak dibalut elastic verban.
Feel: Tidak dapat dinilai.
Move: ROM genu dextra dan ankle joint dextra terbatas. Jari-jari kaki kanan dapat secara
baik digerakkan.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Hasil laboraturium tanggal 27 Oktober 2015 pk 21.11 WIB
Darah rutin
Hemoglobin 11.7 g/dL
Leukosit 17.900/µL
Hematokrit 33.7 %
Trombosit 216.000/µL
Hemostasis
PT 9.9 detik
APTT 39.7 detik
Kimia klinik
Natrium (Na) 139 mEq/L
Chlorida (Cl) 106 mEq/L
Kalium (K) 4.14 mEq/L
Ureum 25.7 mg/dL
Kreatinin 0.81 mg/dL
SGOT (AST) 55 U/L
SGPT (ALT) 43 U/L
7
pO2 165.6 mmHg
HCO3 25.4 mEq/L
Base excess 2.4 mmol/L
O2 saturation 99.3%
Kesan:
Fraktur kominutif pada os tibia
dextra 1/3 proksimal dan
fraktur segmental pada os tibia
dextra 1/3 medial
Fraktur os fibula dextra 1/3
medial
8
mengendarai motor. Pengendara motor tersebut menabrak ban belakang motor OS sehingga OS
hilang keseimbangan dan terjatuh ke arah kanan. Kaki kanan OS pertama kali langsung
membentur trotoar sangat keras. Terdapat luka robek, tulang yang menonjol keluar dan darah
yang mengalir dari betis kanan bagian dalam. OS mengenakan helm yang tidak secara penuh
memproteksi sehingga dahi OS juga terbentur batu yang terdapat di trotoar tersebut. Dari dahi
tidak ada luka robek serta tidak ada darah yang keluar. Tetapi OS merasa pusing berputar dan
kepalanya terasa sakit.
Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, TD 130/80 mmHg, N
82x/menit, RR 24x/menit, S 36.8oC. Pada pemeriksaan fisik regio cruris dextra, tampak kaki
kanan terbalut gips dan elastic verban dan pergerakan kaki kanan terbatas. Pada x-ray regio
cruris dextra posisi AP tampak fraktur kominutif pada os tibia dextra 1/3 proksimal dan fraktur
segmental pada os tibia 1/3 medial serta fraktur os fibula dextra 1/3 medial.
VIII. PENATALAKSANAAN
Non-operatif:
Medikamentosa:
Injeksi ketorolac 3x30 mg, IV
IVFD Ringer Laktat 20 tetes per menit
Injeksi TT 1 cc, IM
Injeksi ATS 1500 iu, IM
Non-medikamentosa:
Bidai regio cruris dextra
9
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
XI. FOLLOW UP
Pre Operasi
Hari Jumat tanggal 13 November 2015 pk 07.00 WIB
S : Os mengeluh nyeri pada kaki kanan, kaki kanan belum bisa digerakkan, hanya bisa
digeser perlahan.
O : CM, tampak sakit ringan
TD 120/80 mmHg, N 78x/menit, RR 16x/menit
Look : Kaki kanan (dari lutut hingga telapak kaki kanan) tertutup gips & elastic verban
Feel: Tidak bisa dinilai
Move: ROM genu dextra dan ankle joint dextra terbatas. Jari-jari kaki kanan dapat
secara baik digerakkan.
A : fraktur terbuka os tibia-fibula dextra GA III post debridement h+7
P : Pro Orif hari Sabtu 14 November 2015
10
Intra Operasi
1. Pasien terlentang dalam bius spinal
2. Dilakukan a/antisepsis prosedur
3. Dilakukan insisi midline dari inferior pole patella
4. Dilakukan pemasangan L plate pada proximal tibia dengan fiksasi 6 screw. Dilakukan
fiksasi pada fibula shaft dengan narrow plate 12 kole di sisi lateral dengan 8 screw.
5. Luka dicuci dan ditutup lapis demi lapis
6. Operasi selesai
Post Operasi
Instruksi Post – Operasi
1. Atasi infeksi
Levofloxacin IV 1 x 750 mg
Gentamycin IV 1 x 160 mg
2. Atasi nyeri
Ketorolac IV 3 x 30 mg
Tramadol 4 x 30 mg oral
3. Cek lab darah → transfusi jika Hb <10gr/dL, target Hb >10gr/dL
4. Cek rontgen cruris posisi AP/Lat
5. Mobilisasi berdiri atau duduk setelah operasi 1x24 jam, jadi sebelum 24 jam pasien
harus tidur atau berbaring
6. Boleh makan atau minum biasa
S : nyeri pada kaki kanan yang baru dioperasi. Demam (-), mual (-).
O : CM, tampak sakit ringan
TD 120/80 mmHg, N 76x/menit, RR 18x/menit
Look : Kaki kanan dibalut verban. Rembesan darah (-).
Feel: CRT <2s, normotermi
Move: ROM kaki kanan terbatas, jari-jari kaki kanan dapat digerakkan
Hasil laboraturium tanggal 16 November 2015 pk 17.06 WIB
11
Darah rutin
Hemoglobin 9.7 g/dL
Leukosit 8200/µL
Hematokrit 27.3 %
Trombosit 223.000/µL
12
Look : Kaki kanan dibalut verban
Feel: CRT <2s, normotermi
Move: ROM kaki kanan terbatas, jari-jari kaki kanan dapat digerakkan
Hasil rontgen cruris dextra AP/Lat post operasi tanggal 18 November 2015
13
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Menurut Apley, fraktur adalah putusnya kontinuitas dari tulang, tulang rawan, dan
epifisis. Ini bukan hanya remuk atau fragmentasi dari korteks. Lebih sering patahan lengkap dan
fragmen tulang bergeser. Menurut Smeltzer, fraktur adalah patah tulang atau terputusnya
kontinuitas jaringan tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya.1
Anatomi os tibia
Tulang tibia dibedakan menjadi tiga bagian yaitu, bagian ujung proximal, corpus dan
ujung distal. Bagian tulang tibia membentuk sendi lutut adalah bagian proximal. Pada bagian
proximal terdiri atas condylus medialis tibiae. Condylus medialis tibiae permukaan sendi
dinamakan facies articularis superior condyli medialis tibiae. Tapi lateral facies artecularis
superior condyli medialis agak menonjol dan dinamakan tuberculum intercondyloiddeum
mediale.2
Pada condylus lateralis tibiae permukaan sendi yang dinamakan facies articularis superior
condyli lateralis tibiae dinamakan tubercullum intercondyloideum yang memisahkan kedua
facies articularis pada bagian ini terdapat eminentia intercondyloideum, fossa intercondyloideum
anterior, fossa intercondyloideum posterior. Pada tuberusitas tibea tonjolan dibagian ventral dan
merupakan lekat tendo m. Quadriceps femoris melalui ligamentum patella pada bagian corpus
(diaphysis) tibiae berbentuk segi tiga dibedakan atas facies lateralis.2
Facies medialis tibiae, facies psterior tibiae terdapat linea poplitea tempat alas m. Soleus
sedangkan pada bagian kranialnya merupakan tempat lekat m. popliteus dan crista interossea
tibiae terdapat diantara facies lateralis dan facies posterior berhadapan dengan crista interossea
fibulae.2
Pada bagian distal agak melebar dibagian terdapat malleolaris. Incisura fibularis pada
malleolus medialis bagian medial pars distalis yang menonjol kekaudal, pada sulcus malleolaris
permukaan dorsal malleolaris medial yang dilalui oleh tendines mm. Tibialis posterior et
flexordigitorum longus. Pada incisura fibularis lekukan dibagian lateral yang berhubungan
dengan fibulae.2
14
Gambar 1. Anatomi Os Tibia.3
Pada regio cruris terdapat 4 kompartemen. Anatomi dari kompartemen sangat penting
selama peristiwa trauma untuk mengetahui adanya perdarahan interna pada kaki yang dapat
berujung pada kompartemen sindrom. Compartemen anterior mengandung komponen
dorsiflexor dari kaki, yakni m.tibialis anterior, m.ekstensor digitorum longus, m.ekstensor
hallucis, m.peroneus tertius, nervus peroneus profunda. Suplai darah utama dari kompartemen
anterior berasal dari arteri tibia anterior.2
Kompartemen lateral mengandung m.peronus longus dan m peronus brevis, yang
menyebabkan eversi pada kaki. Nervus peroneal superficial termasuk dalam kompartemen ini
dan menginervasi kedua muskulus tadi.2
Kompartemen posterior dibagi menjadi dua bagian yakni superficial dan profunda.
Kompartemen posterior profunda meliputi otot-otot plantarfleksi, termasuk m.tibialis posterior,
m flexor hallucis longus, dan m. flexor digitorum longus. Arteri peroneal dan arteri tibial
posterior turut masuk dalam compartmen ini bersama dengan vena nya. Sedangkan kompartemen
posterior superficial adalah kompartemen yang terbesar tetapi hanya mengandung otot saja.
Yakni otot-otot plantarfleksi seperti m.soleus, m.gastrocnemius.2
15
Gambar 2. Kompartemen Kruris.4
Fisiologi
Secara fisiologis, tulang mempunyai kemampuan untuk menyambung kembali setelah
terjadi perpatahan pada tulang. Pada fraktur, proses penyambungan tulang dibagi dalam 5 tahap,
yaitu:1
16
1. Destruksi jaringan dan hematoma. Pembuluh darah robek pada permukaan fraktur dan
terbentuk hematom di sekitar dan di celah fraktur. Hal ini mengakibatkan gangguan
aliran darah pada tulang yang berdekatan dengan fraktur.
2. Inflamasi dan proliferasi seluler. Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut
disertai proliferasi sel di bawah periosteum dan di dalam kanalis medularis dan jaringan
seluler yang tertembus. Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorpsi dan kapiler
baru yang halus berkembang ke daerah itu, akan terjadi neovascularisasi pada celah
fraktur
3. Pembentukkan callus. Selama beberapa minggu berikutnya, periosteum dan endosteum
menghasilkan callus yang penuh dengan sel kumparan aktif. Dengan pergerakan yang
lembut dapat merangsang pembentukan callus pada fraktur tersebut. Dengan kata lain,
merupakan fase pembentukkan tulang dan juga kartilago. Dikenal beberapa jenis kalus
sesuai dengan letak kalus tersebut berada terbentuk kalus primer sebagai akibat adanya
fraktur terjadi dalam waktu 2 minggu Bridging (soft) callus terjadi bila tepi-tepi tulang
yang fraktur tidak bersambung. Medullary (hard) Callus akan melengkapi bridging callus
secara perlahan-lahan. Kalus eksternal berada paling luar daerah fraktur di bawah
periosteum periosteal callus terbentuk di antara periosteum dan tulang yang fraktur.
Interfragmentary callus merupakan kalus yang terbentuk dan mengisi celah fraktur di
antara tulang yang fraktur. Medullary callus terbentuk di dalam medulla tulang di sekitar
daerah fraktur.
4. Konsolidasi. Selama stadium ini, tulang mengalami penyembuhan terus-menerus.
Fragmen yang patah tetap dipertahankan oleh callus sedangkan tulang mati pada ujung
dari masing-masing fragmen dihilangkan secara perlahan, dan ujungnya mendapat lebih
banyak callus yang ahirnya menjadi tulang padat. Ini adalah proses yang lambat dan
mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk membawa beban yang
normal. Dengan kata lain, callus akan berkembang menjadi tulang lamellar yang cukup
kaku untuk memungkinkan osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa di antara fragmen
dengan tulang yang baru. Pada tahap ini tulang sudah kuat tapi masih berongga.
5. Remodelling. Tulang yang baru terbentuk, dibentuk kembali sehingga mirip dengan
struktur normal. Semakin sering pasien menggunakan anggota geraknya, semakin kuat
tulang baru tersebut.
17
Gambar 3. Proses Penyembuhan Fraktur. (a) Hematoma, (b) Inflamasi, (c) Callus, (d)
Konsolidasi, (e) Remodelling.1
Gambar 4. Proses Pemulihan Fraktur. (a) fraktur, (b) union, (c) konsolidasi, (d) remodelling
tulang.1
Proses penyembuhan tulang memakan waktu yang berbeda-beda. Tetapi kita dapat
memprediksi waktu penyembuhan fraktur dengan mempertimbangkan beberapa faktor dibawah
ini, yakni:6
Usia pasien
Pada saat lahir, penyembuhan fraktur sangat cepat, tapi itu menjadi berkurang setiap tahun
selama masa kanak-kanak. Dari awal dewasa muda hingga usia tua, kecepatan penyembuhan
fraktur tersisa lumayan konstan. Sebagai contoh, fraktur pada shaft femur akan sembuh pada
bayi dalam 3 minggu, sedangkan pada anak usia 8 tahun akan menyatu dalam 8 minggu,
sedangkan pada usia 12 tahun akan menyatu dalam 12 minggu, dan pada usia 20 tahun
hingga usia tua kira-kira akan menyatu dalam 20 minggu.
Lokasi dan konfigurasi fraktur
18
Fraktur pada tulang yang dikelilingi otot, akan sembuh lebih cepat dibanding fraktur yang
melewati celah tulang yakni dibawah subkutan atau didalam sendi. Fraktur pada tulang
cancellous metafisis sembuh lebih cepat dibanding pada tulang kortikal. Separasi epifisis
sembuh kira-kira 2x lebih cepat dari tulang metafisis. (fraktur pada tulang dan usia yang
sama). Fraktur oblique pada tulang panjang dan spiral pada batang, memiliki permukaan
fraktur yang luas, sembuh lebih cepat dibanding fraktur transversa yang memiliki permukaan
fraktur kecil.
Initial displacement
Fraktur undiscplaced, memiliki periosteal yang masih utuh, sembuh kira-kira 2 kali lebih
cepat dibanding fraktur displaced.
Suplai darah ke tempat fraktur
Jika kedua fragmen memiliki suplai darah yang baik dan masih hidup, maka fraktur akan
sembuh tanpa komplikasi. Akan tetapi, jika salah satu fragmen kehilangan suplai darah atau
mati, maka fragmen yang masih hidup akan bersatu dan berfusi dengan fragmen yang mati.
Dengan kata lain, tulang yang hidup akan menjadi sumber untuk menjadi graft pada tulang
mati. Union akan menjadi lambat, dan dapat terjadi kekauan akibat imobilisasi kaku. Jika
kedua fragmen avaskular, maka bony union tidak dapat menyatu sampai mendapatkan
revaskularisasi.
Etiologi
Tulang manusia relatif rapuh, namun memiliki cukup kekuatan, gaya pegas untuk
menahan tekanan dan ketahanan untuk menahan stres yang cukup. Menurut sebab terjadinya,
fraktur dibedakan menjadi 3, yakni:1
Fraktur traumatik. Fraktur yang terjadi karena peristiwa trauma. Sebagian fraktur
disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba / mendadak dan berlebihan yang dapat berupa
pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan
secara langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti
akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada
kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai
kerusakan jaringan lunak yang luas.
Fraktur akibat tekanan berulang. Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam
dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan
19
pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang
berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
Fraktur patologik karena kelainan tulang. Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal
kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh
(osteoporosis).
Diagnosa Fraktur
Anamnesis
Dicatat tanggal saat melakukan anamnesis dari dan oleh siapa. Ditanyakan persoalan:
mengapa datang, untuk apa dan kapan dikeluhkan; penderita bercerita tentang keluhan sejak
awal dan apa yang dirasakan sebagai ketidakberesan; bagian apa dari anggotanya/lokalisasi perlu
dipertegas sebab ada pengertian yang berbeda misalnya “… sakit di kaki ….”, yang dimaksud
kaki oleh orang awam adalah anggota gerak bawah dan karenanya tanyakan bagian mana yang
dimaksud.
Kemudian ditanyakan gejala suatu penyakit atau beberapa penyakit atau beberapa
penyakit yang serupa sebagai pembanding. Untuk dapat melakukan anamnesis demikian perlu
pengetahuan tentang penyakit. Dengan menanyakan 7 secret, yakni: waktu (onset, durasi,
frekuensi), lokasi (lokal, menjalar, difus, setempat), kualitas (bagaimana rasa nyeri yang
dirasakan, tertusuk-tusuk), kuantitas ( seberapa sering), faktor yang memperberat, faktor yang
meringankan, manifestasi klinis penyerta, situasi saat terjadi. Ada beberapa hal yang
menyebabkan penderita datang untuk minta pertolongan:5
1) Sakit/nyeri
Sifat dari sakit/nyeri:
- Lokasi setempat/meluas/menjalar
- Ada trauma riwayat trauma tau tidak
- Sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan
- Bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditarik-tarik, terus-
menerus atau hanya waktu bergerak/istirahat dan seterusnya
- Apa yang memperberat/mengurangi nyeri
- Nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari
- Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul
2) Kelainan bentuk/pembengkokan
20
- Angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang)
- Benjolan atau karena ada pembengkakan
3) Kekakuan/kelemahan
Kekakuan:
Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku, atau disertai nyeri, sehingga
pergerakan terganggu?
Kelemahan:
Apakah yang dimaksud instability atau kekakuan otot menurun/melemah/kelumpuhan
Dari hasil anamnesis baik secara aktif oleh penderita maupun pasif (ditanya oleh pemeriksa;
yang tentunya atas dasar pengetahuan mengenai gejala penyakit) dipikirkan kemungkinan
yang diderita oleh pasien, sehingga apa yang didapat pada anamnesis dapat dicocokkan pada
pemeriksaan fisik kemudian.
Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu (1) pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan (2) pemeriksaan setempat (status lokalis), (3) pemeriksaan
khusus, (4) pemeriksaan neurologis.5,6
1. Pemeriksaan umum:
Perlu menyebutkan:
a. Keadaan Umum (K.U): baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda vital yaitu:
- Kesadaran penderita; apatis, sopor, koma, gelisah
- Kesakitan
- Tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
b. Kemudian secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, dada (toraks), perut (abdomen:
hepar, lien) kelenjar getah bening, serta kelamin
c. Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang)
2. Pemeriksaan lokal:
Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota terutama
mengenai status neuro vaskuler. Pada pemeriksaan orthopaedi/muskuloskeletal yang penting
adalah:
a. Look (inspeksi)
21
Perhatikan warna kulit (kemerahan, sianosis, pigmentasi), melihat bentuk otot (hipertrofi
atau atrofi), melihat ada tidaknya scar/bekas luka operasi sebelumnya, mencari
ada/tidaknya deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan), pembengkakan, atau benjolan.
Melihat ada tidaknya pemendekan tulang atau atrofi. Setiap pemeriksaan selalu
bandingkan dengan bagian ekstremitas kontralateral. Apabila pasien masih dapat
berjalan, mintalah pasien untuk berjalan dan perhatikan gaitnya.
b. Feel (palpasi)
Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar dimulai dari posisi
netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik si pemeriksa maupun si pasien, karena itu perlu selalu
diperhatikan wajah si pasien atau menanyakan perasaan si pasien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
- Suhu kulit setempat, pulsasi vaskuler baik proksimal maupun distal dari anggota
gerak yang terkena, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, CRT pada kuku.
ada tidaknya nyeri tekan, pembengkakan (indurasi/pitting), karakteristik benjolan
(konsistensi, fluktuasi, ukuran, hubungan dengan jaringan sektiar, ada
ketidaknormalan antara tulang dan persendian (dislokasi). Dengan kombinasi
pergerakan sendi dan palpasi makan dapat mendeteksi ada tidaknya krepitasi, begitu
juga dengan tonus otot. Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai
c. Move (pergerakan terutama mengenai lingkup gerak)
Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif yakni penderita sendiri disuruh
menggerakkan. Pada pemeriksaan ini, pergerakan aktif dapat terbatas karena nyeri,
adanya spasme otot, kelemahan otot, ruptur otot atau tendon, kontraktur sendi atau
kekakuan sendi. Sedangkan pergerakan pasif yakni dilakukan oleh pemeriksa. Pergerakan
pasif bisa saja menurun karena hal-hal yang sudah disebutkan diatas kecuali karena
kelemahan otot dan ruptur tendon ataupun otot. Tapi dapat pula meningkat sebagai
instabilitas peresendian yang disebabkan oleh ligamen yang rusak.Selain pemeriksaan
penting untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini juga penting untuk melihat
kemajuan/kemunduran pengobatan. Selain diperiksa pada posisi duduk dan berbaring
juga perlu dilihat waktu berdiri dan jalan.
22
3. Pemeriksaan Khusus
Pada sendi panggul, karena fungsi dan strukturnya kompleks, maka lebih susah untuk
diperiksa secara akurat dibanding dengan persendian lainnya. Maka dari itu, bukanlah hal
mengejutkan jika tiga dari pemeriksaan khusus ini adalah untuk sendi panggul. Terdapat dua
tanda, yakni Hip flexion deformity dilakukan pada tes Thomas, Ineffectual hip abduction
mechanism pada tes Trendelenburg. Dan kedua tanda ini harus positif. Pemeriksaan khusus
lainnya hanya muncul pada satu kondisi yakni instabilias (dislokalotas) pada panggul bayi baru
lahir, yakni pada Barlow dan Ortolani tes. Ada pula tes McMurray untuk menilai meniskus
medial pada kaki.
4. Pemeriksaan Neurologis
Karena banyak gangguan muskuloskeletal yang berhubungan dengan defisit neurologi,
maka penting untuk dilakukannya pemeriksaan neurologi. Pemeriksaan neurologi mencakup
pemeriksaan sistem motorik (tonus otot, kekuatan, koordinasi), sistem sensorik (sentuh, sakit,
suhu, posisi, getaran), reflek (reflek tenson, reflek abdominal, reflek plantar), dan tonus spinchter
ani.
Pemeriksaan Radiologis
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun
demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi
fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya
kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum
dilakukan pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
1. Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan
lateral
2. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di proximal dan distal sendi
yang mengalami fraktur
3. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua anggota
gerak terutama pada fraktur epifisis
4. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah
tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu dilakukan foto pada
panggul dan tulang belakang
23
5. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid foto
pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14
hari kemudian.
Pada pemeriksaan radiologis, yang dinilai adalah: densitas tulang secara general
meningkat atau menurun, densitas tulang secara lokal meningkat atau menurun,
hubungan antara tulang ada tidaknya dislokasi dan subluksasi, adanya patahan pada
kontinuitas tulang, kontur tulang secara general ada tidaknya deformitas, kontur
tulang secara lokal pada tulang interna maupun eksterna dilihat ada tidaknya
irregularitas, ketebalan kartilago persendian, ada tidaknya perubahan pada jaringan
lunak.
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu dinyatakan
apakah fraktur terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya, apakah sendi juga
mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri.
CT-Scan (Computed Tomogra(phy-Scan)
Meskipun tidak secara rutin diperlukan, computed tomography adalah tambahan
yang berguna selain x-ray di beberapa keadaan. Hal ini memungkinkan visualisasi
dari patah tulang terutama di daerah yang sulit untuk ditangkap dengan x-ray
karena struktur tulang atasnya (misalnya, vertebrae cervicalis). Computed
tomography membantu dalam menentukan tingkat gangguan artikular permukaan
dalam patah tulang sendi dan patah tulang patologis untuk menilai kerusakan
tulang dan massa jaringan lunak
MRI (magnetic resonance imaging)
Meskipun tidak secara rutin diperlukan, MRI menawarkan keuntungan,
memberikan tomografi yang sangat baik, kontras jaringan lunak, dan resolusi
spasial menggunakan teknologi radiasi non-invasif dan nonionisasi. MRI
membantu dalam mengevaluasi fraktur patologis dan mendiagnosis osteonekrosis
dan osteomielitis, yang keduanya merupakan false positif fraktur
Bone Scan
24
Pasien dengan fraktur patologis memerlukan scan tulang untuk mengevaluasi
penyakit tulang metastatik dan metabolik, yang melibatkan daerah lain dari area
fraktur.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi: (1) pemeriksaan darah rutin untuk mengenai
keadaan umum, infeksi akut/menahun, (2) atas indikasi tertentu: diperlukan
pemeriksaan kimia darah, reaksi imunologi, fungsi hati/ginjal, (3) pemeriksaan
mikroorganisme kultur dan sensitivity test.
Macam-macam Fraktur
Terdapat beberapa macam pembagian fraktur menurut Salter.6
1. Berdasarkan lokasi fraktur, dibagi menjadi fraktur pada metafisis, diafisis,
epifisis, atau intaraatrikular, jika berkaitan dengan dislokasi sendi maka
dikatakan fraktur dislokasi.
2. Berdasarkan luas dan garis fraktur dibagi menjadi: komplit dan inkomplit
Fraktur komplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas
sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian atau lebih dan garis patahnya
menyeberang dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh korteks. Gambaran
fraktur pada x-ray dapat untuk memprediksi gambaran tulang setelah reduksi:
Pada fraktur transversa, fragmen fraktur biasanya tetap di tempat setelah reduksi;
pada fraktur oblik atau spiral, maka cenderung terjadi shortening/pemendekan dan
re-displace. Pada impacted fraktur, fragmen terikat erat dan garis fraktur tidak
jelas. Sebuah fraktur kominuta lebih dari dua fragmen; karena sedikitnya
interlocking pada permukaan fraktur, maka fraktur ini sering tidak stabil.
Fraktur inkomplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan
garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai seluruh korteks (masih
ada korteks yang utuh). Pada fraktur greenstick, tulang melengkung (seperti
gertakan ranting hijau).
25
Gambar 5. Fraktur. Komplet: (a) transverse, (b) segmental, (c) spiral, Inkomplet: (d) torus, (e)
greenstick.1
Gambar 6. Fraktur Terbuka. (a) Fraktur terbuka pada distal metafisis dari os ulna, fragmen
fraktur yang tajam menembus kulit dari dalam, (b) fraktur terbuka pada kaki. Pisau pemotong
besi menembus kulit dari luar dan menyebabkan multipel fraktur.6
27
2. Tipe IIIB : disertai kerusakan dan kehilangan janingan lunak, tulang tidak dapat do cover
soft tissue
3. Tipe IIIC : disertai cedera arteri yang memerlukan repair segera
Mekanisme kerusakan
Sebagian besar fraktur tulang terjadi secara mendadak dan karena adanya tenaga kuat
yang berlebihan, yang dapat terjadi secara direct maupun indirect. Direct force, menyebabkan
tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan, jaringan lunak juga ikut
mengalami kerusakan.1
Trauma langsung biasanya membagi tulang secara melintang/transversa atau membagi
tulang menjadi beberapa fragmen dan membentuk pola "butterfly fragment". Kerusakan pada
kulit diatas tempat fraktur sering terjadi. Jika terjadi kerusakan, maka pola fraktur tulang akan
menjadi kominutif dengan kerusakan jaringan lunak yang luas. Trauma tidak langsung, apabila
trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan
ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak
tetap utuh.1
Meskipun sebagian besar fraktur adalah karena kombinasi dari kekuatan (memutar,
pembengkokan, penekanan atau ketegangan), gambaran pada x-ray menunjukkan beberapa
mekanisme yang sering terjadi, yakni:1
Memutar menyebabkan fraktur spiral;
Kompresi menyebabkan fraktur oblik pendek.
28
Tension cenderung mematahkan tulang melintang/transversa; di beberapa situasi
mungkin hanya menimbulkan avulsi fragmen tulang kecil pada insersi ligamen
atau tendon
Bending menyebabkan fraktur butterfly
Uraian di atas berlaku terutama untuk tulang panjang. Tulang-tulang cancellous, seperti
vertebra atau calcaneum, ketika dihantam kekuatan yang cukup kuat, maka tulang akan terpisah
atau hancur menjadi bentuk yang abnormal.1
Prinsip Penatalaksanaan Fraktur
Rekognisi, yaitu memperkirakan atau memastikan daerah yang dicurigai adanya fraktur.
Dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik baik umum maupun lokalis, serta pemeriksaan
penunjang.1
Reduksi, berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis
Meskipun ada terapi umum dan resusitasi selalu didahulukan, tidak boleh ada keterlambatan
dalam menangani fraktur. Pembengkakan jaringan lunak selama 12 jam pertama akan
mempersulit reduksi. Terdapat beberapa situasi yang tidak memerlukan reduksi yakni jika
pergeseran sedikit atau tidak ada, bila pergeseran tidak berarti misalnya pada fraktur clavicula,
bila reduksi tampak tak akan berhasil (misalnya pada fraktur kompresi vertebra). Fraktur yang
melibatkan permukaan sendi harus direduksi sesempurna mungkin karena jika tidak akan
memudahkan timbulnya artritis degeneratif. Terdapat reduksi tertutup dan terbuka, terdiri dari:1,6
Reduksi tertutup, secara umum reduksi tertutup dilakukan pada: (1) untuk
fraktur dengan pergeseran minimal, (2) untuk kebanyakan fraktur pada anak, (3)
untuk fraktur yang stabil setelah reduksi dan diretensi dengan splint dan cast.
Reduksi tertutup biasa dilakukan pada anak-anak.
Reduksi terbuka/operatif, indikasi reduksi terbuka: (1) ketika reposisi tertutup
gagal, bisa disebabkan karena kesulitan dalam mengontrol fragmen tulang atau
karena ada jaringan lunak yang terselip diantaranya, (2) ketika terdapat fragmen
tulang artikular yang memerlukan posisi reposisi yang akurat, (3) untuk
memasang traksi pada tulang pada fraktur. Dilakukan pada fraktur terbuka, fraktur
tidak stabil, terdapat kerusakan neurovaskular, pada fraktur sendi, dilakukan jika
gagal dengan terapi konservatif atau gagal dengan reduksi tertutup.
29
Retensi. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi
penyembuhan. Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat
“eksternal” (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi,
balutan) dan alat-alat “internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll)
Rehabilitasi, tujuan dari rehabilitasi menurunkan edema, memelihara gerak sendi,
melatih kekuatan otot, agar pasien dapat beraktivitas seperti semula.
30
patahan dari tulang. Merupakan pilihan bijaksana, untuk melakukan kultur dari luka pada saat
operasi.5
Ketiga, adalah terapi definitif pada fraktur. Ketika luka masih kecil seperti luka tusuk,
maka prosedur penutupan lukan adalah dilakukan pencucuian luka terlebih dahulu, lakukan
debridement, lalu dibiarkan terbuka. Ketika luka luas, maka fraktur mungkin membutuhkan
traksi skelet atau open reduksi dengan fiksasi skelet.5
Keempat, adalah penutupan luka. Walaupun ketika fraktur terbuka ditangani dalam
golden peroid (6-7 jam pertama) dan kontaminasi tidak luas, immediate primary closure
dikontraindikasikan. Karena sesuai dengan pepatah " biarkan fraktur terbuka itu terbuka".
Setelah 4-7 hari berikutnya, jika terbukti tidak adanya infeksi baru dilakukan penutupan luka
(delayed primary closure). Pemasangan drain dapat dipertimbangkan untuk mengurangi
akumulasi darah dan serum pada kedalaman luka.5
Non Operatif
1. Intial Management
Pasien dengan fraktur terbuka mungkin memiliki beberapa kerusakan multipel.
Pemeriksaan umum secara cepat adalah langkah utama, dan menangani keadaan yang
mengancam jiwa. Ketika mendiagnosa fraktur terbuka, maka harus melakukan inspeksi
pada luka terlebih dahulu, membersihkan luka kotor, lalu dibasahi dengan Nacl untuk
menghindari luka menjadi kering. Hal ini dilakukan sampai pasien masuk ruang operasi.
Pasien diberikan antibiotik. Profilaksis tetanus juga diberikan, pemberian toxoid pada
yang sudah diimunisasi sebelumnya. Sirkulasi anggota gerak dan status neurologi distal
harus diperiksa secara berkala, terutama setelah manuver reduksi fraktur.1
2. Antiobiotik
Luka harus terus ditutup sampai pasien menjalani operasi. Dalam kebanyakan kasus, co-
amoxiclav or cefuroxime diberikan secepat mungkin. Saat melakukan debridement,
diberikan gentamisin sebagai terapi kedua setelah antibiotik diatas. Kedua antibiotik
merupakan profilaksis terhadap kuman gram positif dan gram negatif yang mungkin
dapat masuk pada luka. Hanya co-amoxiclav or cefurocime (atau clindamisin) yang tetap
diberikan terus.Sesuai dengan kriteria Gustilo, fraktur terbuka grade I dapat ditutup pada
saat debridement, profilaksis antibiotik dibutuhkan tidak lebih dari 24 jam. Pada derajat II
dan IIIA, beberapa ahli bedah memilih untuk menunda penutupan setelah prosedur
31
"second look". Menunda penutupan juga sering dilakukan pada derajat IIIB dan IIIC.
Saat luka sudah berasa di RS, ada beberapa data yang menyebutkan bahwa kuman berasal
dari lingkungan RS. Maka dapat diberikan gentamisin dan vancomisin (atau teicoplanin)
pada saat akan menutup luka. Antibiotik ini lebih efektif untuk melawan MRSA.
Antibiotik ini sebaiknya tidak diberikan lebih dari 72 jam.1
Operatif
Tujuan operasi adalah untuk membersihkan luka dari benda asing dan jaringan fibrotik,
meninggalkan daerah operasi yang bersih, dan memberikan jaringan suplai darah yang baik.
Banyak dokter bedah memilih untuk memasang manset untuk menyediakan daerah operasi agar
tidak terlalu banyak darah. Akan tetapi, ini dapat menyebabkan iskemia pada kerusakan kaki
yang paah dan dapat membuat bingung untuk mengenali struktur mana yang mengalami
devitalisasi. Penggunaan manset tidak selalu dibutuhkan karena pada fraktur terbuka sering
disebakan oleh kekuatan tinggi dengan kerusakan jaringan yang parah.1
Untuk menstabilkan 2 segmen atau fragmen tulang biasanya dengan fiksasi interna atau
eksterna. Pada fiksasi interna, melibatkan screw, wires, plate, dan intramedullary rods.
Sedangkan pada fiksasi eksterna terdapat berbagai variasi tipe. Pada kali ini, yang akan dibahas
adalah fiksasi interna. Fiksasi interna dengan screw, plate and screw, intramedullary.1
32
Fiksasi interna dengan menggunakan screw. Sekrup dapat digunakan dengan memegang
dua fragmen yang berdekatan atau untuk memperkuat plate pada tulang. Sekrup juga
dapat digunakan untuk mengkompres dua fragmen bersama-sama, yakni yang disebut
'prinsip lag'. Dengan mengebor berlebih pada fragmen terdekat, benang sekrup hanya
mengikutsertakan fragmen yang jauh dan, ketika sekrup dikencangkan, maka akan
menarik dua bagian bersama-sama dalam kompresi. Lag screw bekerja optimal jika
melewati sudut yang tepat diantara fragmen tulang. Kekuatan tarik-keluar sekrup pada
tulang tergantung pada baik sekrup maupun tulang, adapun yang meningkatkan adaah:
(1) dengan ukuran sekrup dan panjang sekrup tertanam; (2) dengan ketebalan dan
kepadatan tulang di mana ia tertanam; (3) jika kedua korteks terikat dengan sekrup.
Screw kadang dipakai sendiri atau kombinasi dengan alat lain seperti wire dan
plate.1
33
Dua tipe mayor yang biasa digunakan adalah dengan atau tanpa kemampuan interlocking.
Interlocking nails telah menjadi standar fiksasi untuk sebagian besar fraktur batang tibia
dan femur pada dewasa. Intramedullary nail menawarkan control yang lebih baik pada
panjang dan torsi dibanding dengan yang unlocked. Intramedullary melebarkan diameter
lebih besar dibanding paku yang lainnya. Unlocked nail lebih banyak digunakan pada
fraktur tulang panjang, fraktur batang pada anak-anak. Peralatan ini fleksibel sehingga
tidak merusak physis baik pada ahir tulang panjang maupun fungsi physisi sebagai bidai
interna sampai terbentuk formasi callus.1
Gambar 8. Intramedullary nails. Pemasangan pada tulang panjang (a) femur, (b) tibia).
Locked nail menambah efektif dengan mengontrol panjang tulang. (c,d) nail fleksibel dan
elastik biasa digunakan pada fraktur pediatric.1
34
6. Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya. Metode yang digunakan dalam melakukan
fiksasi interna harus sesuai keadaan sekrup kompresi antar fragmen, plat dan sekrup:
paling sesuai untuk lengan bawah, paku intra medulla: untuk tulang panjang yang lebih
besar, paku pengikat sambungan dan sekrup: ideal untuk femur dan tibia, sekrup
kompresi dinamis dan plat: ideal untuk ujung proximal dan distal femur.
Komplikasi operasi
Kebanyakan dari kasus fraktur adalah uncomplicated. Akan tetapi, beberapa fraktur
dapat diikuti oleh komplikasi, dan beberapa diantaranya memiliki konsekuensi lokal yang serius,
yang bukan hanya membahayakan anggota gerak, tetapi dapat membahayakan nyawa.
Komplikasi fraktur dapat digolongkan menjadi early dan late. Komplikasi dapat terjadi lokal
pada lokasi fraktur, atau remote pada organ lain. Ini dapat disebabkan karena iatrogenik akibat
tindakan dokter selama treatment injuri.6
Initial (immediate) complications
A. Local complications (associated injuries)
1. Skin injuries
a) Dari luar: abrasi, laserasi, luka tusuk, luka tembus, avulsi, kehilangan
kulit
b) Dari dalam: peneterasi kulit karena fragmen fraktur
2. Vascular injuries
a) Injury to a major artery: division, contusion, arterial spasm
b) Injury to a major vein: division, contusion
c) Local hemorrhage
3. Neurological injuries
4 Muscular injuries
5. Visceral injuries
B. Remote complications
1. Multiple injuries
2. Hemorrhagic shock
Early complications
A. Local complications
35
1. Sequelae of immediate complications: skin necrosis, gangrene, Volkmann's
ischemia (compartment syndromes), gas gangrene, venous thrombosis, visceral
complications
2 . Joint complications : infection (septic arthritis)
3. Bony complications : infection (osteomyelitis)
B. Remote complications: emoli lemak, emboli paru, pneumonia, tetanus
Late complications
A. Local complications
1. Joint complications
2. Bony complications
3. Muscular complications
4. Neurological complications
B. Remote complications
1. Renal calculi
2. Accident neurosis
Secara ringkas, menurut Apley komplikasi dari fraktur adalah:1
1. Komplikasi infeksi, merupakan penyebab osteotis yang paling sering ditemukan, hal ini
tidak diakibatkan logam yang digunakan tapi akibat pembedahan yang tidak memenuhi
standart aseptic dan antiseptic.
2. Non union, hal ini lebih sdering ditemukan pada tulang lengan atau tungkai bawah dimana
apabial hanya salah satu tulang yang patah dan tulang yang sebelahnya tetap utuh.
3. Kegagalan implant, diakibatkan implant yang ditananamkan kropos dan penyatuan tulang
yang patah belum terjadi. Apabila ditemukan rasa nyeri yang hebat pada fraktur harus
diwaspadai dan ditangani.
4. Fraktur tulang diakibatkan karena pelepasan implant yang terlalu cepat, waktu yang paling
cepat pelepasan implant minimal satu tahun dan satu setengah tahun dan yang paling aman
setelah dua tahun setelah masa pelepasan tulang dalam kondisi lemah diperlukan perwatan
dan perlindungan.
5. Compartemen sindrom adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan intertisial
di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup.
Ruangan tersebut berisi otot, saraf, dan pembuluh darah. Ketika tekanan kompartemen
36
meningkat, perfusi darah ke jaringan akan berkurang dan otot di dalam kompartemen akan
menjadi iskemik.
Gambar 9. Komplikasi Fraktur. (a,b) fraktur dapat terinfeksi, (c) gagal menyatu, (d) menyatu tapi
tidak sesuai garis tulang.1
Clinical Union
Callus interna dan eksterna mengandung campuran antara primary woven bone dan
kartilago, yang mengelilingi lokasi fraktur, dan membentuk "lem biologis" yang secara bertahap
makin mengeras setara dengan komponen kartilago. Lalu callus akan digantikan dengan tulang
melalui proses osifikasi endokondral . Ketika callus pada tempat fraktur menjadi cukup kuat,
sehingga tidak ada pergerakan yang terjadi pada lokasi fraktur, maka fraktur secara klinis telah
menyatu dan disebut sebagai clinical union, tapi itu bukan berarti telah kembali menjadi
kekuatan asli. Pemeriksaan radiografi yang akan menunjukkan adanya gambaran callus, tapi
garis fraktur masih terlihat. Pemeriksaan histologi akan menunjukkan variasi jumlah dari primary
woven bone setara dengan kartilago melalui proses osifikasi endokondral.6
Radiografic Union
Seiring berjalannya waktu, callus sementara akan secara bertahap digantukan dengan
tulang matur yakni tulang lamelar, dan sisa callus akan di resorpsi. Beberapa bulan setelah
fraktur, ketika semua tulang imatur dan kartilago dari callus telah digantikan dengan tulang
lamelar, dengan kata lain, fraktur telah mengalami konsolidasi. Jika gambaran bony union
tampak, maka gambaran callus akan secara bertahap diresopsi, dan secara tiba-tiba tulang
kembali hampir ke diameter normal. Sudut tajam pada sisa angulasi, displacement, atau
overriding akan menjadi halus dan mengalami remodelling oleh proses deposit tulang dan
resorpsi tulang secara simultan (Wolff's law).6
37
.
Gambar 9. Stadium Penyembuhan Fraktur pada Tulang Kortikal. (A) pada hari kecelakaan,
terdapat fraktur transversa, (B) 2 minggu setelah kecelakaan, terbentuk adanya callus pada aspek
lateral yang me"lem" fragmen tulang, (C) 8 minggu setelah kecelakaan, terbentuk banyak callus
dan garis fraktur sudah mulai sedikit terlihat, pada stadium ini pada PF tidak didapatkan
pergerakan pada lokasi fraktur, dan tidak nyeri ketika menggerakkannya, (D) 6 bulan setelah
kecelakaan, sisa callus telah diresorpsi, pada stadium ini sudah mencapi radiographic
consolidation, (E) 18 bulan setelah kecelakaan, lokasi fraktur nyaris kembali menjadi bentuk
normal melalui proses remodelling (Wolff`'s law).6
Rehabilitasi
Perubahan patologi yang terjadi setelah operasi adalah:1
1. Edema. Edema dapat terjadi karena adanya kerusakan pada pembuluh darah akibat dari
insisi sehingga cairan yang melewati membran tidak lancar dan tidak dapat tersaring
sehingga terjadi akumulasi cairan dan timbul edema.
2. Nyeri. Nyeri terjadi karena adanya rangsangan nosiseptor akibat insisi dan adanya edema
di sekitar fraktur.
3. Keterbatasan lingkup gerak sendi. Hal ini timbul karena adanya rasa nyeri, edema,
kelemahan pada otot sehingga pasien tidak ingin bergerak dan beraktivitas. Keadaan in
dapat menyebabkan perlengketan jaringan dan keterbatasan lingkup gerak sendi.
4. Potensial terjadi penurunan kekuatan otot. Pada kasus ini, potensial terjadi penurunan
kekuatan otot karena adanya nyeri dan edema sehingga pasien enggan menggerakkan
38
dengan kuat. Tetapi jika dibiarkan terlalu lama maka penurunan kekuatan otot ini akan
benar-benar terjadi
Tujuan dari rehabilitasi adalah (1) mengurangi nyeri, (2) untuk mengembalikan posisi
dari fragmen fraktur, (3) untuk memotivasi terjadinya penyatuan tulang, (4) untuk
mengembalikan ke fungsi optimum. Rehabilitasi pada pasien bermula dari penanganan segera
pada kerusakan yang dialami, dilanjutkan dengan terapi definitif sampai keadaan pasien dapat
pulih. Edema luas dan persisten pada jaringan luas akan membentuk perlekatan seperti lem yang
dapat menyebabkan kekakuan pada sendi.5
Hal ini dapat dicegah dengan cara elevasi yang tepat pada anggota gerak yang
mengalami fraktur selama fase awal dari penyembuhan fraktur, sama halnya dengan memperbaik
aliran balik vena melalui aktivitas fisik dari otot-otot sekitar. Otot yang tidak digunakan lama
dapat menyebabkan atrofi, yang dapat dicegah dengan latihan aktif statis (isometri) dari otot
yang mengontrol pergerakan sendi, dan latihan aktif dinamik (isotonik) dari semua otot pada
anggota gerak tubuh yang lain.5
Isometrik adalah panjang otot tidak bertambah, terjadi kontraksi otot tanpa pergerakan
sendi. Latihan ni bertujuan untuk penguatan otot ketika ada kontraksi lain seperti nyeri atau pada
fraktur tidak stabil. Isotonik adalah latihan dinamis menggunakan beban statis, tetapi
kesepakatan gerak otot tidak dikontrol. Latihan ini untuk meningkatkan kekuatan otot pada tahap
pertengahan atau tahap akhir rehab medik.
Kesimpulan
Pada pasien Tn.R, 45 tahun dengan diagnosa fraktur terbuka os tibia-fibula dextra GA III
yang telah di berikan terapi non operatif dan operatif sudah sesuai dengan yang ada pada
textbook. Hanya saja pada fraktur terbuka, operasi merupakan suatu tindakan cito. Hal ini dapat
dimaklumi, mengingat akan prosedur operasi di RSUD KOJA.
Daftar Pustaka
39
1. Appley A. G., Solomon L. Apley's system of orthopaedic and fracture. 9th ed. London
:Hodder Arnold; 2010. p. 314-6,430-80.
2. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Moore clinically oriented anatomy.7th ed.
Philadephia: Lippincot William&Wilkinst;2014. p 591.
3. Putz R, Pabst R. Sobotta atlas of human anatomy. 23th ed. Munich: Elsevier; 2013. p.
280-3.
4. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AW, Tibbits RM, Richardson PE. Atlas gray's of
anatomy. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier; 2015. p.340.
5. Bickley LS. Bates buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. Edisi ke-8. Jakarta:
EGC; 2012.h. 475-80.
6. Salter BR. Textbook of disorder and injuries of the muskuloskeletal systems. 3rd ed.
Jakarta: FKUI; 2008. p. 420-40.
40