PENDAHULUAN
Jaringan jalan menjadi bagian penting dari prasarana perhubungan darat untuk
menumbuhkan dan meningkatkan kegiatan ekonomi. Distribusi barang dari produsen ke
konsumen dan sebaliknya, mobilitas manusia dari satu tempat ke tempat lain, sangat
membutuhkan keadaan prasarana jalan. Jaringan jalan sebagai prasarana memilki kedudukan
yang sanagt strategis dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
Perkembangan ekonomi dapat tercapai dengan dukungan prasarana jalan yang memadai.
Hal tersebut dapat diwujudkan melalui usaha-usaha antara lain pemantapan kondisi jalan dan
pembangunan jalan-jalan yang memenuhi standard perencanaan. Pembangunan jalan baru
maupun peningkatan jalan yang diperlukan sehubung dengan penambahan kapasitas jalan
raya, tentu akan memerlukan metode efektif dalam perancangan agar diperoleh hasil yang
terbaik dan ekonomis, dan memenuhi unsur keamanan dan kenyamanan pengguna jalan.
Pelayanan jalan yang baik, aman, nyaman dan lancar akan dapat terpenuhi jika lebar jalan
yang cukup dan tikungan-tikungan yang ada dibuat berdasarkan persyaratan teknis geometrik
jalan raya, baik alinyemen vertikal, alinyemen horizontal maupun menyangkut tebal
perkerasan jalan itu sendiri, sehingga kendaraan yang melewati jalan tersebut dengan bebabn
dan kecepatan rencana tersebut dapat melaluinya dengan aman dan nyaman. Oleh karena itu
pembangunan prasarana jalan bukanlah hal yang mudah, disamping membutuhkan dana yang
tidak sedikit, juga diperlukan perencanaan yang matang.
Dalam hal ini penulis mengambil judul “Perencanaan Geometrik dan Tebal Perkerasan
Jalan Akses ke Pelabuhan Fery Tanjung Api-api STA 58 + 000 – STA 63 + 534,43
Kabupatan Muba”. Adapun alasan pemilihan judul laporan akhir ini karena penulis
menganggap bahwa judul ini sesuai dengan bidang studi penulis yaitu konstruksi bangunan
transportasi.
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari Perencanaan Geometrik dan Tebal Perkerasan Jalan Akses ke Pelabuhan
Penyebrangan Fery Tanjung Api-api 58 + 000 – STA 63 + 534,43 Kabupatan Muba yaitu :
Perencanaan ini dilakuakn secara efisien sehingga dapat menghasilkan panjang jalan yang
sebenarnya pada suatu proyek, ketebalan perkerasan jalan dan besarnya biaya yang
dikeluarkan di dalam suatu proyek.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis membatasi masalah sesuai juduk yang diambil,
sebagai berikut :
Sistematika penulisan ini disusun bab demi bab yang dimana tiap-tiap bab dibagi lagi
menjadi beberapa bagian yang akan diuraikan lagi. Hal ini dimaksudkan agar setiap
permasalahan yang akan dibahas dapat segera diketahui dengan mudah. Adapun
penguraiannya sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini diuraikan secara singkat mengenai latar belakang penulisan, alasan
pemilihan judul, tujuan dan manfaat, pembatasan masalah dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Pada bab ini diuraikan istitilah, dasar-dasar teori, rumusan dan penyusunan literatur
yang menjadi sumber informasi dan berhubungan dengan perencanaan geometrik dan
tebal perkerasan lentur yan digunakan dalam perhitungan.
Dalam bab ini diuraikan mengenai perhitungan secara keseluruhan Rencana Anggaran
Biaya (RAB) berdasarkan volume pekerjaan dari gambar rencana serta spesifikasi
yang telah disusun dan membuat time schedule.
Bab V Penutup
Bab ini berisikan kesimpulan berdasarkan analisa yang telah dibahas sebelumnya,
pada bab ini juga ditulis saran-saran yang dapat bermanfaat untuk penyempurnaan
dan kebaikan kita selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik
beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan
yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalulintas dan sebagai akses ke rumah-
rumah. Tujuan dari perencanaan geometrik adalah menghasilakn infrastruktur yang aman,
efisiensi pelayanan arus lalulintas dan memaksimalkan rasio tingkat penggunaan/ biaya
pelaksaan.
a. Jalan Utama
Jalan utama adalah jalan raya yang melayani lalulintas tinggi antara kota-kota penting.
Jalan utama haru direncanakan untuk dapat melayani lalulintas cepat dan berat.
b. Jalan sekunder
Jalan sekunder adalah jalan raya yang melayani lalulintas yang cukup tinggi antara
kota-kota penting yang lebih kecil serta melayani daerah sekitarnya.
c. Jalan penghubung
Jalan penhubung adalah jalan untuk keperluan dari suatu aktivitas daerah yang juga
dipakai sebagai jalan yang menghubungkan antara jalan-jalan yang sama atau lebih
kecil atau setingkat lebih rendah dari jalan penghubung. Dari gambaran diatas dapat
ditentukan klasifikasi jalan sesuai dengan tabel 2.1
Tabel 2.1 Klasifikasi Jalan
No. Klasifikasi Jalan Kelas Lalulintas Harian (smp)
1. Jalan utama I > 20.000
2. Jalan sekunder II A 6000 – 20.000
II B 1.500 – 8.000
II C < 2.000
3. Jalan penghubung III -
1. Kendaraan rencana
Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai
sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Dilihat dari bentuk, ukuran, dan daya
dari kendaraan yang menggunakan jalan, kendaraan-kendaraan tersebut
dikelompokkan 3 kategori, yaitu :
a. Kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang
b. Kendaraan sedang, oleh truk tiga as tandem atau bus besar
c. Kendaraan besar, oleh truk, semi trailer
2. Kecepatan rencana
Kecepatan rencana adalah kecepatan pada suatu ruas jalan yang dipilih sebagi dasar
perencanaan geometrik jalan seperti tikungan, kemiringan jalan, jarak pandang, dan
lain-lain
Kecepatan rencana untuk masing-masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari tabel 2.3
Tabel 2.3 Kecepatan Rencana, Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Medan Jalan
Fungsi jalan Kecepatan Rencana V (km/jam)
Datar Bukit Gunung
Arteri 70 - 120 60 - 80 40 – 70
Kolektor 60 - 90 50 - 60 30 – 50
Lokal 40 – 70 30 - 50 20 – 30
3. Volume lalulintas
Volume lalulintas harian ( VLHR) adalah perkiraan volume lalulintas harian pada
akhir tahun rencana lalulintas dinyatakan dalam smp/ hari.
a. Satuan mobil penumpang (smp)
b. Ekivalensi mobil penumpang (emp)
Emp mobil penumpang = 1,0
Tabel 2.4 Ekivalensi Mobil Penumpang (emp)
No. Jenis kendaraan Datar/ Bukit Gunung
1. Sedan, Jeep Station wagon 1,0 1,0
2. Pick up, Bus kecil, Truk kecil 1,2 – 2,4 1,9 – 3,5
3. Bus dan truk besar 1,2 – 5,0 2,2 – 6,0
4. Jalan pandang
Jalan pandang adalah jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat
mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghindari bahaya
tersebut dengan aman. Syarat jarak pandang yang diperlukan dalam suatu
perencanaan jalan raya untuk mendapatkan keamanan yang setinggi-tingginya bagi
lalulintas adalah sebagai berikut :
a. Jalan pandang henti (Jh)
Jarang pandang henti adalah jarak pandang minimum yang diperlukan pengemudi
untuk menghentikan kendaraan yang sedang berjalan setalah melihat adanya
rintangan pada jalur yang dilaluinya.
Jarak pandang henti terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu :
- Jarak tanggap
Jarak tanggap adalah ajarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi
melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat
pengemudi menginjak rem.
- Jarak pengereman
Jarak pengereman adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan
kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
Jarak pandang henti minimum dapat dilihat pada tabel 2.5
Tabel 2.5 Jarak Pandang Henti Minimum
V (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Jh 250 175 120 75 55 40 27 16
minimum
(m)
Alinyeman horizontal adalah proyeksi horizontal dari sumbuh jalan tegak lurus bidang
peta situasi jalan. Alinyemen horizontal merupakan trase jalan yang terdiri dari :
2.3.2 Tikungan
Bagian yang sangat kritis pada alinyemen horizontal adalah tikungan, dimana terdapat gaya
sentrifugal yang menyebabkan kendaraan tidak stabil. Atas dasar ini maka perencanaan
tikungan agar dapat memberikan keamanan dan kenyamanan perlu mempertimbangkan hal-
hal sebagai berikut :
2. Bentuk-bentuk tikungan
Didalam suatu perencanaan garis lengkung maka perlu diketahui hubungan kecepatan
rencana dengan kemiringan melintang jalan (superelevasi). Bentuk tikungan dalam
perencanaan tersebut adalah :
a. Bentuk tikungan full circle
Bentuk tikungan ini digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari besar dan
sudut tangen yang relatif kecil.
Jenis tikungan full circle ini merupakan jenis tikungan yang paling ideal ditinjau
dari segi keamanan dan kenyamana pengendra dan pembangunannya yang relatif
terbatas, jenis tikungan ini merupakan pilihan yang sangat mahal. Batasan yang
diperbolehkan menggunakan full circle dapat dilihat pada tabel 2.10
Tabel 2.10 Jari-jari Minimum Yang Tidak Memerlukan Lengkung Peralihan
V 120 100 80 60 50 40 30 20
(km/jam)
Jari-jari 2500 1500 900 500 350 250 130 60
minimum
(m)
3. Superelevasi
Penggambaran superelevasi dilakukan untuk mengetahui kemiringan-kemiringan
jalan pada bagian tertentu, yang berfungsi untuk mempermudah dalam pekerjaannya
atau pelaksanaannya dilapangan.
a. Pencapaian superelevasi
1) Superelevasi dapat dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal
pada bagian jalan yang lurus sampai kemiringan penuh (superelevasi) pada
bagian lengkung.
2) Pada tikungan spiral-circle-spiral, pencapaian superelevasi dilakukan secara
linier, diawali dari betuk normal sampai lengkung peralihan (TS) yang
berbentuk pada bagian lurus jalan, lalu dilanjutkan sampai superelevasi penuh
pada akhir bagian lengkung peralihan.
3) Pada tikungan full circle, pencapaian superelevasi dilakukan secara linier,
diawali dari bagiam lurus sepanjang 2/3 Ls sampai dengan bagian lingkaran
penuh sepanjang 1/3 Ls.
4) Pada tikungan spiral-spiral, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan
pada bagian spiral.
5) Superelevasi tidak diperlukan jika radius cukuo besar, untuk itu cukup lereng
luar diputar sebesar lereng normal (LP) atau bahkan tetap lereng normal (LN).
Kendaraan yang bergerak dari jalan lurus menuju tikungan, seringkali tidak dapat
mempertahankan lintasannya pada jalur yang disediakan. Hal ini disebabkan karena :
a. Pada waktu berbelok pertama kali hanya roda depan, sehingga lintasan roda belakang
agak keluar lajur (off tracking).
b. Jarak lintasan kendaraan tidak lagi berimpit
c. Pengemudi akan mengalami kesulitan dalam mempertahankan lintasannya tetap pada
lajur jalannya terutama pada tikungan-tikungan yang tajam atau pada kecepatan-
kecepatan tinggi.
Pada umumnya truk tunggal sebagai dasar penentuan tambahan lebar perkerasan yang
dibutuhkan. Tetapi pada jalan-jalan dimana banyak dilewati kendaraan berat, jenis kendaraan
semi trailer merupakan kendaraan yang cocok dipilih untuk kendaraan rencana.
Tentu saja pemilihan jenis kendaraan rencana ini sangat mempengaruhi kebutuhan
akan pelebaran perkerasan dan biaya pelaksanaan jalan tersebut. Pelebaran perkerasan pada
tikungan sangat bergantung pada jari-jari tikungan, sudut tikungan dan kecepatan rencana.
Panjang kritis landai adalah panjang yang masih dapat diterima tanpa mengakibatkan
gangguan lalulintas. Landai maksimum hanya digunakan bila pertimbangan biaya sangat
memaksa dan hanya untuk jarak yang pendek. Adapun panjang kritis ini dapat dilihat pada
tabel 2.11
Landai
maksimum 3 4 5 6 7 8 10 12
(%)
Panjang
kritis (m) 480 330 250 200 170 150 135 120
Pada setiap penggantian landai harus dibuat lengkung vertikal yang memenuhi
keamanan, kenyamanan dan drainase yang baik. Adapun vertikal yang digunakan adalah
lengkung parabola sederhana.
Didalam perencanaan jalan raya diusahakan agar volume galian sama dengan volume
timbunan. Dengan mengkombinasikan alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal
memungkinkan kita untuk menghitung banyaknya volume galian dan timbunan.
Langkah-langkah perhitungan galian dan timbunan :
2.5.1 Stationing
Penomoran (stationing) panjang jalan pada tahap perencanaan adalah memberi nomor
pada interval-interval tertentu dari awal sampai akhir proyek stationing jalan dibutuhkan
sebagai sarana informasi untuk dengan cepat mengenali lokasi yang sedang ditinjau dan
sangat bermanfaat pada saat pelaksanaan dan perencanaan. Adapun interval untuk masing-
masing penomoran jika tidak adanya perubahan arah tangen pada alinyemen horizontal
maupun alinyemen vertikal adalah sebagai berikut :
Stationing ini sama fungsinya dengan patok-patok km di sepanjang jalan, namun juga
terdapat perbedaannya yaitu :
1. Patok km merupakan petunjuk jarak yang akan di ukur dari patok km, yang umumnya
terletak di ibu kota provinsi atau kotamadya, sedangkan patok stationing merupakan
petunjuk yang diukur dari bawah sampai akhir proyek.
2. Patok km merupakan patok permanent yang dipasang dengan ukuran standar yang
berlaku, sedangkan patok stationing merupakan patok sementar selama pelaksanaan
proyek jalan tersebut.
Perkerasan jalan adalah suatu bagian konstruksi jalan yang terletak diatas tanah dasar
yang bertujuan untuk melewati lalulintas dengan aman dan nyaman serta menerima dan
meneruskan beban lalulintas ke tanah dasar.
Pada umumnya perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang
tersusun dari bawah ke atas, sebagai berikut :
Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah yang berfungsi sebagai tempat
perletakan lapis perkerasan dan mendukung konstruksi perkerasan jalan diatasnya.
Menurut spesifikasi AASHTO T-180-74, tanah dasar adalah lapisan paling atas dari
timbunan badan jalan setebal 30 cmn, yang mempunyai persyaratan tertntu sesuai
fungsinya yaitu yang berkenaan dengan kepadatan dan daya dukungnya (CBR).
Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :
Jenis lapisan pondasi atas yang umum digunakan di Indonesia antara lain :
1) Agregat bergradasi baik, meliputi :
2) Pondasi Macadam
3) Pondasi Telford
6) Stabilitas, meliputi :
Lapisan permukaan adalah lapisan yang bersentuhan langsung dengan beban roda
kendaraan.
1) Lapisan nonstruktural
Lapisan yang berfungsi sebagai lapisan aus dan lapisan kedap air, antara lain :
a. Burtu (laburan aspal satu lapis)
Merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi
dengan satu jenis lapis agregat bergradasi seragam dengan ketebalan
maksimum 2 cm.
b. Burda (laburan aspal dua lapis)
Merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi
dengan satu lapis agregat bergradasi seragam dengan ketebalan padat 3,5
cm.
c. Latasir (lapis tipil aspal pasir)
Merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam
bergradasi menerus dicampur, dihampar, dan dipadatkan pada suhu
tertentu dengan tebal padat 1-2 cm.
d. Buras (laburan aspal)
Merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal taburan pasir
dengan ukuran butir maksimum 3/8 inchi.
e. Latasbum (lapis tipis asbuton murni)
Merupakan lapisan penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan
pelunak dengan pertandingan tertentu yang bercampur secara dingin
dengan tebal padat maksimum 1 cm.
f. Lataston (lapis tipis aspal buton)
Merupakan lapisan penutup yang terdiri dari campuran agregat bergradasi
timpang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras dengan perbandingan
tertentu, dicampur dalam keadaan panas dengan ketebalan maksimum
padat 2,5-3 cm.
2) Lapisan struktural
Lapisan yang berfungsi sebagai lapisan aus dan lapisan kedap air juga
berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan meneruskan beban roda
kendaraan ke lapisan yang menahan dan meneruskan beban roda kendaraan ke
lapisan yang ada dibawahnya, antara lain :
a. Lapen (lapis penetrasi macadam)
Merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat
pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan
cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis.
b. Lasbutag (lapis asbuton campuran dingin)
Campuran yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, asbuton, bahan
pelunak, dan filler yang dicampur, dihampar, dan dipadatkan secara dingin
dengan tebal lapisan padat 3-5 cm.
c. Laston (lapis aspal beton)
Merupakan lapisan pada suatu konstruksi jalan raya yang terdiri dari
agregat kasar, agregat halus, filler, dan aspal keras yang dicampur,
dihamparkan, dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
Lapis perkerasan jalan berfungsi menerima dan menyebarkan beban lalulintas tanpa
menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri. Untuk itu dalam
perencanaan konstruksi, lapis konstruksi perkerasan perlu sekali mempertimbangkan semua
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pelayanan konstruksi perkerasan jalan, seperti :
Nilai CBR segmen dapat ditentukan dengan menggunakan cara analitis. Nilai R
tergantung dari jumlah data yang terdapat didalam satu segmen, dapat dilihat pada
tabel 2.12
Bina Marga memberikan IP untuk berbagai kondisi permukaan jalan sebagai berikut :
IP = 1,0 Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga menganggu
lalulintas kendaraan.
IP = 1,5 Menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin dilewati (jalan
tidak terputus).
IP = 2,0 Menyatakan tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih mantap.
IP = 2,5 Menyatakan permukaan jalan masih cukup baik stabli dan baik.
Dalam menentukan indeks permukaan awal umur rencana (IPo) perlu diperhatikan jenis lapis
permukaan jalan. Indeks permukaan pada awal umur rencana dapat dilihat pada tabel 2.16
Tabel. 2.15 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)
c. Umur rencana
Umur rencana (UR) perkerasan jalan adalah jumlah waktu dalam satu tahun
dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan atau
dianggap perlu untuk lapisan permukaan yang baru. Umur rencana jalan yang bari
dibuka pada umumnya diambil 20 tahun, sedangkan untuk peningkatan jala pada
umumnya diambil 10 tahun.
d. Lalulintas
Tebal lapisan perkerasan jalan ditentukan dai beban yang akan dipikul dari arus
lalulintas yang hendak memakai jalan tersebut. Besarnya arus lalulintas dapat
diperoleh dari :
1. Angka ekivalen kendaraan
Berat kendaraan ditransfer ke perkerasan jalan melalui roda-roda kendaraan
yang terletak di ujung-ujung sumbu kendaraan. Setiap jenis kendaraan
memiliki konfigurasi sumbu yang berbeda-beda. Berat kendaraan tersebut
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
- Fungsi jalan
Kendaraan yang berat memakai jalan arteri umumnya memuat muatan yang
lebih berat daripada jalan lokal.
- Keadaan medan
Jalan yang mendaki mengakibatkan truk tidak mungkin memuat beban yang
lebih berat dibandingkan dengan jalan pada medan datar.
- Kondisi jembatan
Jembatan-jembatan yang dibangun dengan kemampuan memikul beban yang
terbatas jelas tidak mungkin untuk memikul beban truk yang melewati beban
maksimum yang dapat dipikulnya.
- Kegiatan ekonomi didaerah yang bersangkutan
Jenis dan berat beban yang diangkut oelh kendaraan berat tergantung dari jenis
kegiatan yang ada didaerah tersebut.
- Perkembangan daerah
Beban yang diangkut oleh kendaraan dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan daerah disekitar lokasi jalan.
2. Jumlah lajur dan koefisien distribusi kendaraan
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalulintas dari suatu ruas jalan raya
yang terdiri dari satu lajur atau lebih. Jumlah lajur ditentukan dari lebar
perkerasan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.16
Tabel. 2.16 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan
Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n)
L < 5,50 m 1 lajur
5,50 m ≤ L < 8,25 m 2 lajur
8,25 m ≤ L < 11,25 m 3 lajur
11,25 ≤ L < 15,00 m 4 lajur
15,00 ≤ L < 18,75 m 5 lajur
18,75 ≤ L < 22,00 m 6 lajur
0,35 - - 744 - -
0,31 - - 590 - -
0,28 - - 454 - - Lasbutag
0,26 - - 340 - -
Adapun hal-hal yang telah dimodifikasi agar sesuai dengan kondisi jalan
indonesia adalah sebagai berikut :
Perencanaan tebal perkerasan untuk jalan baru sesuai tercantum dalam buku
perencanaan tebal perkerasan letur jalan raya dengan analisa komponen dilakukan
dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1. Tentukan nilai daya dukung tanah dasar dengan cara pemeriksaan CBR segmen.
2. Tentukan nilai daya dukung tanah dasar setiap CBR segmen yang diperoleh dengan
menggunakan grafik kolerasi DDT dan CBR.
3. Tentukan umur rencana (UR) dari jaan yang direncanakan.
4. Tentukan faktor pertumbuhan laluintas yag terjadi selama masa pelaksanaan dan
selama umur rencana i%.
5. Tentukan faktor regional(FR) dari jalan yang direncanakan (tabel 2.18).
6. Tentukan Lintas Ekivalen Rencana(LER).
7. Tentukan indeks permukaan awal umum rencana (Ipo) sesuai dengan lapis jenis
permukaan yang digunakan.
8. Tentukan indeks permukaan akhir umum rencana(IP) sesuai dengan jenis lapis
permukaan yang digunakan.
9. Tentukan indeks tebal perkerasan (ITP) dengan menggunakan nomogram-nomogram
yang disesuaikan berdasarkan nilai IP dan Ipo yang dipilih.
10. Tentukan jenis lapis perkerasan yang akan digunakan, pemilihan lapis perkerasan
ditentukan berdasarkan : material yang tersedia, baiay, tenaga dan peralatan, serta
fungsi dari jalan yang direncanakan.
11. Tentukan koefisien relatif(a) dari setiap lapisan, yaitu lapsi permukaan, lapis podasi
atas dan lapis pondasi bawah.
12. Untuk menentukan ketebalan dari masing-masing lapisan ditentukan dengan rumus :
● ITP = a¹.D¹+ a².D² +a³.D³...................................................................(2.37)
Keterangan :
ITP = Indeks tebal perkerasan, sesuai dengan nilai yang diperoleh pada langkah
no.9 diatas
a¹,a²,a³ = Koefisien kekuatan relatif untuk lapis permukaan, lapis pondasi bawah dan
lapis pondasi atas
D¹,D²,D³ = Tebal dari lapis permukaan,lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alla SWT, karena atas berkah dan rahmat-
Nya penyusun dapat menyesuaikan Laporan Akhir ini, yang merupakan salah satu syarat
untuk menyelesaikan studi pada Program Diploma III Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri
Sriwijaya Palembang.
Dalam hal ini penulis ingin menyampaikan terima kasih karena telah mendapatkan
bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak adan tentunya semua itu sangat besar
artinya bagi penulis. Adapun ucapan terima kasih tersebut akan penulis sampaikan kepada :
1. Bapak R.D. Kusumanto, S.T., M.T., selaku Direktur Politeknik Negeri Sriwijaya
2. Bapak Zainnudin Muchtar, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil
3. Ibu Indrayani, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing I
4. Bapak Drs.A.Fuad Z,S.T., selaku Dosen Pembimbing II
5. Bapak Ferry Sutimarjaya,S.T.,M.T., selaku Pejabat Pembuat Komitmen
6. Kedua Orang Tua dan Saudara-saudara serta semua reka-rekan mahasiswa/i
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Sriwijaya yang telah memberikan bantuan
maupun masukan yang berguna dalam menyelesaikan laporan ini.
Serta banyak pihak yang namanya tidak dapat kami sebutkan. Kami menyadari bahwa
laporan ini kurang sempuran, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
sifatnya membangun dari berbagai pihak dalam usaha penyempurnaan laporan ini. Dengan
telah selesainya laporan ini, penyusun mengharapkan semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.
Penulis
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil proses pengumpulan data, analisis/perhitungan dan perencanaan Tugas Akhir
dengan judul “Perencanaan Geometrik dan Tebal Perkerasan Jalan Akses ke Pelabuhan
Penyebrangan Fery Tanjung Api-APPI sta 58 + 000- STA 63+534,43 Kabupaten Muba”
maka dapat disimpulkan sebagai berikut ;
1. Berdasarkan data lalulintas dan umur rencana jalan yang didapat, maka jalan ini
digolongkan jalan kolektor kelas II A, dengan jumlah LHR dalam smp adalah
15.596,060 smp.
2. Perencaan geometrik jalan raya dengan tikungan 1 dan 2menggunakan full circle
(FC), tikungan ke 3 menggunakan spiral circle (SCS) dan tikungan ke 4 menggunakan
spiral spiral (SS).
3. Lebar perkerasan jalan ini adalah 7m dan panjang jalan 5,534km dengan perkerasan
berdasarkan berdasarkan perencanaan geometric jalan raya menggunakan laston MS
744= 10 cm, untuk pondasi atas menggunakan agregat kelas A (CBR 100%) = 20 cm,
untuk pondasi bawah menggunakan sirtu kelas B (CBR 50%) =30 cm, serta lebar
bahu 3,0 m (1,5 m kiri dan 1,5 m kanan jalan)
4. Rencana anggaran biaya (RAB) untuk pembangunan adalah Rp. 25.862.587.706,30
(Dua puluh lima milyar delapan ratus enam puluh dua juta lima ratus delapan puluh
tujuh ribu tujuh ratus enam rupiah ).
5. Waktu penyelesaian proyek 68 hari kerja.
5.2 Saran
1. Untuk perhitungan perencaan geometrik dan tebal jalan raya sebaiknya menggunakan
peraturan perencaaan geometrik jalan raya yang dikeluarkan oleh kementrian
pekerjaan umum.
2. Penentuan permukaan tanah rencana diusahakan tidak jauh berbeda dari permukaan
tanah asli sehingga dapat memperkecil biaya untuk galian dan timbunan.
PERENCANAAN GEOMETRIK DAN TEBAL PERKERASAN JALAN
AKSES KE PELABUHAN PENYEBARANGAN FERY TANJUNG API-
API STA 58 + 000 – STA 63 + 534,43 KABUPATEN MUBA
LAPORAN AKHIR
Dibuat untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan program
Diploma III pada Jurusan Teknik Sipil
Oleh :
PALEMBANG
2011
BAB III
PERHITUNGAN
LHR awal umur rencana (awal tahun 2013) dengan angka pertumbuhan kendaraan
sesuai data :
LHR akhir umum (akhir tahun 2013) dengan angka pertumbuhan kendaraan sesuai
data :
Titik Koordinat
No. No. STA X Y
1. PIA 1139,2195 48096,3239
2. PI1 2765,9674 47803,5654
3. PI2 4063,4476 47747,6199
4. PI3 4529,0977 47963,5678
5. PI4 4660,4042 48265,6433
6. PIB 6393,8263 48111,9007
Untuk emngitung nikai delta, terlebih dahulu kita harus mencari nilai alfa
dengan rumus :
(YPI.1 – YA)
1 = PI.1 - A
LAPORAN AKHIR
Menyetujui
Mengetahui
Zainuddin Muchtar.S.T.,M.T.
NIP. 196501251989031002