Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jaringan jalan menjadi bagian penting dari prasarana perhubungan darat untuk
menumbuhkan dan meningkatkan kegiatan ekonomi. Distribusi barang dari produsen ke
konsumen dan sebaliknya, mobilitas manusia dari satu tempat ke tempat lain, sangat
membutuhkan keadaan prasarana jalan. Jaringan jalan sebagai prasarana memilki kedudukan
yang sanagt strategis dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.

Perkembangan ekonomi dapat tercapai dengan dukungan prasarana jalan yang memadai.
Hal tersebut dapat diwujudkan melalui usaha-usaha antara lain pemantapan kondisi jalan dan
pembangunan jalan-jalan yang memenuhi standard perencanaan. Pembangunan jalan baru
maupun peningkatan jalan yang diperlukan sehubung dengan penambahan kapasitas jalan
raya, tentu akan memerlukan metode efektif dalam perancangan agar diperoleh hasil yang
terbaik dan ekonomis, dan memenuhi unsur keamanan dan kenyamanan pengguna jalan.

Pelayanan jalan yang baik, aman, nyaman dan lancar akan dapat terpenuhi jika lebar jalan
yang cukup dan tikungan-tikungan yang ada dibuat berdasarkan persyaratan teknis geometrik
jalan raya, baik alinyemen vertikal, alinyemen horizontal maupun menyangkut tebal
perkerasan jalan itu sendiri, sehingga kendaraan yang melewati jalan tersebut dengan bebabn
dan kecepatan rencana tersebut dapat melaluinya dengan aman dan nyaman. Oleh karena itu
pembangunan prasarana jalan bukanlah hal yang mudah, disamping membutuhkan dana yang
tidak sedikit, juga diperlukan perencanaan yang matang.

Pembangunan jalan diharapakan memperlancar arus lalulintas/ mobilitas baik manusia


maupun barang/ jasa yang betujuan untuk menunjang perkembangan ekonomi di daerah
tersebut, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah tersebut.

1.2 Alasan Pemilihan Judul

Dalam hal ini penulis mengambil judul “Perencanaan Geometrik dan Tebal Perkerasan
Jalan Akses ke Pelabuhan Fery Tanjung Api-api STA 58 + 000 – STA 63 + 534,43
Kabupatan Muba”. Adapun alasan pemilihan judul laporan akhir ini karena penulis
menganggap bahwa judul ini sesuai dengan bidang studi penulis yaitu konstruksi bangunan
transportasi.
1.3 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari Perencanaan Geometrik dan Tebal Perkerasan Jalan Akses ke Pelabuhan
Penyebrangan Fery Tanjung Api-api 58 + 000 – STA 63 + 534,43 Kabupatan Muba yaitu :

1. Merencanakan alinyeman horizontal dan alinyemen vertikal


2. Merencanakan tebal perkerasan jalan
3. Merencanakan anggaran biaya dan waktu pelaksanaan pekerjaan yang dibutuhkan

Perencanaan ini dilakuakn secara efisien sehingga dapat menghasilkan panjang jalan yang
sebenarnya pada suatu proyek, ketebalan perkerasan jalan dan besarnya biaya yang
dikeluarkan di dalam suatu proyek.

Adapun manfaat dari pembangunan ruas Jalan Akses ke Pelabuhan Penyebrangan


Fery Tanjung Api-api Kabupaten Muba ini adalah untuk memperlancar arus lalu lintas dan
distribusi barang serta mempersingkat waktu tempuh di wilayah tersebut, membuka wilayah
baru serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat disegala bidang kehidupan. Selain itu,
dengan pembangunan jalan ini dapat menyediakan dan memberi fasilitas prasarana
transportasi bagi masyarakat dan meningkatkan asksebilitas bagi sarana transportasi yang
akan melaluinya.

1.4 Pembatasan Masalah

Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis membatasi masalah sesuai juduk yang diambil,
sebagai berikut :

1. Menghitung alinyemen horizontal.


2. Menghitung alinyemen vertikal.
3. Menghitung tebal perkerasan jalan.
4. Menghitung Rencana Anggaran Biaya.
5. Menghitung waktu pelaksanaan pekerjaan.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini disusun bab demi bab yang dimana tiap-tiap bab dibagi lagi
menjadi beberapa bagian yang akan diuraikan lagi. Hal ini dimaksudkan agar setiap
permasalahan yang akan dibahas dapat segera diketahui dengan mudah. Adapun
penguraiannya sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Pada bab ini diuraikan secara singkat mengenai latar belakang penulisan, alasan
pemilihan judul, tujuan dan manfaat, pembatasan masalah dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini diuraikan istitilah, dasar-dasar teori, rumusan dan penyusunan literatur
yang menjadi sumber informasi dan berhubungan dengan perencanaan geometrik dan
tebal perkerasan lentur yan digunakan dalam perhitungan.

Bab III Perencanaan Geometrik dan Perhitungan Konstruksi

Pada bab ini diuraikan mengenai perhitungan perencanaan geometrik jalam,


Spesifikasi Teknis agregat serta tebal perkerasan lentur berdasarkan teori-teori dan
rumusan perencanaan jalan.

Bab IV Perhitungan Rencana Anggaran Biaya

Dalam bab ini diuraikan mengenai perhitungan secara keseluruhan Rencana Anggaran
Biaya (RAB) berdasarkan volume pekerjaan dari gambar rencana serta spesifikasi
yang telah disusun dan membuat time schedule.

Bab V Penutup

Bab ini berisikan kesimpulan berdasarkan analisa yang telah dibahas sebelumnya,
pada bab ini juga ditulis saran-saran yang dapat bermanfaat untuk penyempurnaan
dan kebaikan kita selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Arti dan Tujuan Perencanaan Geometrik

Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik
beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan
yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalulintas dan sebagai akses ke rumah-
rumah. Tujuan dari perencanaan geometrik adalah menghasilakn infrastruktur yang aman,
efisiensi pelayanan arus lalulintas dan memaksimalkan rasio tingkat penggunaan/ biaya
pelaksaan.

2.2 Ketentuan dalam Perencanaan Geometrik Jalan

Ketentuan-ketentuan dasar ini merupakan syarat batas sehingga penggunaanya harus


dibatasi sedikit mungkin agar dapat menghasilkan jalan yang optimal.

2.2.1 Klasifikasi Jalan

Berdasarkan Peraturan Perencanaan Geometrtik Jalan Raya, 1970 klasifikasi jalan


menurut fungsinya dibagi 2, yaitu :

a. Jalan Utama
Jalan utama adalah jalan raya yang melayani lalulintas tinggi antara kota-kota penting.
Jalan utama haru direncanakan untuk dapat melayani lalulintas cepat dan berat.
b. Jalan sekunder
Jalan sekunder adalah jalan raya yang melayani lalulintas yang cukup tinggi antara
kota-kota penting yang lebih kecil serta melayani daerah sekitarnya.
c. Jalan penghubung
Jalan penhubung adalah jalan untuk keperluan dari suatu aktivitas daerah yang juga
dipakai sebagai jalan yang menghubungkan antara jalan-jalan yang sama atau lebih
kecil atau setingkat lebih rendah dari jalan penghubung. Dari gambaran diatas dapat
ditentukan klasifikasi jalan sesuai dengan tabel 2.1
Tabel 2.1 Klasifikasi Jalan
No. Klasifikasi Jalan Kelas Lalulintas Harian (smp)
1. Jalan utama I > 20.000
2. Jalan sekunder II A 6000 – 20.000
II B 1.500 – 8.000
II C < 2.000
3. Jalan penghubung III -

Sedangkan klasifikasi jalan menurut kelas jalan dibedakan menjadi 3, yaitu :


a. Jalan kelas I
Ruas jalan ini dapat melayani arus lalulintas cepat dan berat. Konstruksi yang dipakai
dari jenis yang terbaik, sehingga dapat memberikan pelayanan sebaik mungkin. Jalan
ini mempunyai sejumlaj jalur yang cukup banyak.
b. Jalan kelas II
Jalan kelas ini mencakup jalan-jalan sekunder dalam komposisinya terdapat lalulintas
lambat. Jalan kelas ini selanjutnya berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintasnya
dibagi dalam 3 kelas, yaitu :
1. Jalan kelas II A
Yaitu jalan raya sekunder dengan dua jalur atau lebuh. Kelas jalan ini melayani
lalulintas yang tingkat kecepatan sedang dan lambat, dan tidak melayani
kendaraan bermotor. Biasanya konstruksi ini menggunakan aspal hotmix.
2. Jalan kelas II B
Jalan raya sekunder dengan jumlah jalur lalulintas sebanyak dua jalur. Jalan kelas
ini melayani kendaraan cepat atau lambatan tidak bermotor.
3. Jalan kelas II C
jalan dengan komposisi lalulintas yang terdiri dari kendaraan ringan seperti :
sepeda motor, kereta dorong. Jalan ini umumnya masih memakai pelaburan aspal
biasa.
Jalan ini dibedakan berdasarkan kalsifikasi medan jalan. Klasifikasi jalan
berdasarkan medan jalan dapat dilihat pada tabel 2.2
Tabel 2.2 Klasifikasi Menurut Medan Jalan
Golongan Medan Lereng Melintang ( % )
Datar ( D ) 0 – 9,9
Perbuktian ( B ) 10,0 – 24,9
Pegunungan ( G ) >25,0

2.2.2 Parameter Perencanaan Geomterik Jalan

Dalam perencanaan geometrik jalan terdapat beberapa parameter perencanaan yang


merupakan penentu tingkat kenyamanan dan keamanan yang dihasilkan oleh suatu bentuk
geometrik jalan.

1. Kendaraan rencana
Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai
sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Dilihat dari bentuk, ukuran, dan daya
dari kendaraan yang menggunakan jalan, kendaraan-kendaraan tersebut
dikelompokkan 3 kategori, yaitu :
a. Kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang
b. Kendaraan sedang, oleh truk tiga as tandem atau bus besar
c. Kendaraan besar, oleh truk, semi trailer
2. Kecepatan rencana
Kecepatan rencana adalah kecepatan pada suatu ruas jalan yang dipilih sebagi dasar
perencanaan geometrik jalan seperti tikungan, kemiringan jalan, jarak pandang, dan
lain-lain
Kecepatan rencana untuk masing-masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari tabel 2.3
Tabel 2.3 Kecepatan Rencana, Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Medan Jalan
Fungsi jalan Kecepatan Rencana V (km/jam)
Datar Bukit Gunung
Arteri 70 - 120 60 - 80 40 – 70
Kolektor 60 - 90 50 - 60 30 – 50
Lokal 40 – 70 30 - 50 20 – 30

3. Volume lalulintas
Volume lalulintas harian ( VLHR) adalah perkiraan volume lalulintas harian pada
akhir tahun rencana lalulintas dinyatakan dalam smp/ hari.
a. Satuan mobil penumpang (smp)
b. Ekivalensi mobil penumpang (emp)
Emp mobil penumpang = 1,0
Tabel 2.4 Ekivalensi Mobil Penumpang (emp)
No. Jenis kendaraan Datar/ Bukit Gunung
1. Sedan, Jeep Station wagon 1,0 1,0
2. Pick up, Bus kecil, Truk kecil 1,2 – 2,4 1,9 – 3,5
3. Bus dan truk besar 1,2 – 5,0 2,2 – 6,0

4. Jalan pandang
Jalan pandang adalah jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat
mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghindari bahaya
tersebut dengan aman. Syarat jarak pandang yang diperlukan dalam suatu
perencanaan jalan raya untuk mendapatkan keamanan yang setinggi-tingginya bagi
lalulintas adalah sebagai berikut :
a. Jalan pandang henti (Jh)
Jarang pandang henti adalah jarak pandang minimum yang diperlukan pengemudi
untuk menghentikan kendaraan yang sedang berjalan setalah melihat adanya
rintangan pada jalur yang dilaluinya.
Jarak pandang henti terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu :
- Jarak tanggap
Jarak tanggap adalah ajarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi
melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat
pengemudi menginjak rem.
- Jarak pengereman
Jarak pengereman adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan
kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
Jarak pandang henti minimum dapat dilihat pada tabel 2.5
Tabel 2.5 Jarak Pandang Henti Minimum
V (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Jh 250 175 120 75 55 40 27 16
minimum
(m)

b. Jarak pandang mendahului (Jd)


Jarak padang mendahului adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan
mendahului kendaraan lain didepannya dengan aman sampai kendaraan tersebut
kembali ke lajul semula. Jarak kendaraan mendahului dengan kendaraan datang
dan jarak pandang mendahului sesuai dengan Vr dapat dilihat pada tabel 2.6 dan
2.7
Tabel 2.6 Jarak Kendaraan Mendahului dengan Kendaraan Datang
V (km/jam) 50 - 65 65 – 80 80 - 95 95 – 100
Jh minumum 30 55 75 90
(m)

Tabel 2.7 Panjang Jarak Pandang Mendahului berdasarkan Vr


V 120 100 80 60 50 40 30 20
(km/jam)
Jd 800 675 550 350 250 200 150 100

2.3 Alinyemen Horizontal

Alinyeman horizontal adalah proyeksi horizontal dari sumbuh jalan tegak lurus bidang
peta situasi jalan. Alinyemen horizontal merupakan trase jalan yang terdiri dari :

a. Garis tegak lurus (garis tangen), merupakan jalan bagian lurus


b. Lengkung horizontal yang disebut tikungan

2.3.1 Bagian Lurus

Dengan mempertimbangkan faktor keselamtan jalan, ditinjau dari segi kelelahan


pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus harus ditempuh dalam waktu
_< 2,5 menit (sesuai Vr.)

Tabel 2.8 Panjang Bagian lurus Maksimum

Fungsi jalan Panjang Bagian Lurus Maksimum ( m )


Datar bukit Gunung
Arteri 3000 2500 2000
Kolektor 2000 1750 1500

2.3.2 Tikungan
Bagian yang sangat kritis pada alinyemen horizontal adalah tikungan, dimana terdapat gaya
sentrifugal yang menyebabkan kendaraan tidak stabil. Atas dasar ini maka perencanaan
tikungan agar dapat memberikan keamanan dan kenyamanan perlu mempertimbangkan hal-
hal sebagai berikut :

1. Jari-jari kelengkungan minimum


Untuk menghindari terjadinya kecelakaan, maka untuk kecepatan tertentu ditentukan
jari-jari minimum untuk superelevasi maksimum 10%. Nilai panjang jari-jari
minimum dapat dilihat pada tabel 2.9
Tabel 2.9 Panjang Jari-jari Minimum untuk emaks = 10%
V 120 100 80 60 50 40 30 20
(km/jam)
Jari-jari 600 370 210 110 80 50 30 15
minimum
(m)

2. Bentuk-bentuk tikungan
Didalam suatu perencanaan garis lengkung maka perlu diketahui hubungan kecepatan
rencana dengan kemiringan melintang jalan (superelevasi). Bentuk tikungan dalam
perencanaan tersebut adalah :
a. Bentuk tikungan full circle
Bentuk tikungan ini digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari besar dan
sudut tangen yang relatif kecil.
Jenis tikungan full circle ini merupakan jenis tikungan yang paling ideal ditinjau
dari segi keamanan dan kenyamana pengendra dan pembangunannya yang relatif
terbatas, jenis tikungan ini merupakan pilihan yang sangat mahal. Batasan yang
diperbolehkan menggunakan full circle dapat dilihat pada tabel 2.10
Tabel 2.10 Jari-jari Minimum Yang Tidak Memerlukan Lengkung Peralihan
V 120 100 80 60 50 40 30 20
(km/jam)
Jari-jari 2500 1500 900 500 350 250 130 60
minimum
(m)

b. Tikungan spiral – circle – spiral


Bentuk tikungan ini digunakan pada daerah-daerah perbuktian atau pegunungan,
karena tikungan jenis ini memiliki lengkung peralihan yang memungkinkan
perubahan menikung tidak secara mendadak dan tikungan tersebut menjadi aman.
Adapun jari-jari yang di ambil untuk tikungan spiral-circle-spiral ini haruslah
sesuai dengan kecepatan dan tidak mengakibatkan adanya kemiringan tikungan
yang melebihi harga maksimum yang ditentukan, yaitu :
- Kemiringan maksimum antar jalan kota : 0,10
- Kemiringan maksimum jalan dalam kota : 0,08
c. Tikungan spiral-spiral
Bentuk tikungan ini digunakan pada tikungan yang tajam.

3. Superelevasi
Penggambaran superelevasi dilakukan untuk mengetahui kemiringan-kemiringan
jalan pada bagian tertentu, yang berfungsi untuk mempermudah dalam pekerjaannya
atau pelaksanaannya dilapangan.
a. Pencapaian superelevasi
1) Superelevasi dapat dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal
pada bagian jalan yang lurus sampai kemiringan penuh (superelevasi) pada
bagian lengkung.
2) Pada tikungan spiral-circle-spiral, pencapaian superelevasi dilakukan secara
linier, diawali dari betuk normal sampai lengkung peralihan (TS) yang
berbentuk pada bagian lurus jalan, lalu dilanjutkan sampai superelevasi penuh
pada akhir bagian lengkung peralihan.
3) Pada tikungan full circle, pencapaian superelevasi dilakukan secara linier,
diawali dari bagiam lurus sepanjang 2/3 Ls sampai dengan bagian lingkaran
penuh sepanjang 1/3 Ls.
4) Pada tikungan spiral-spiral, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan
pada bagian spiral.
5) Superelevasi tidak diperlukan jika radius cukuo besar, untuk itu cukup lereng
luar diputar sebesar lereng normal (LP) atau bahkan tetap lereng normal (LN).

2.3.3 Pelebaran Perkerasan pada Tikungan

Kendaraan yang bergerak dari jalan lurus menuju tikungan, seringkali tidak dapat
mempertahankan lintasannya pada jalur yang disediakan. Hal ini disebabkan karena :

a. Pada waktu berbelok pertama kali hanya roda depan, sehingga lintasan roda belakang
agak keluar lajur (off tracking).
b. Jarak lintasan kendaraan tidak lagi berimpit
c. Pengemudi akan mengalami kesulitan dalam mempertahankan lintasannya tetap pada
lajur jalannya terutama pada tikungan-tikungan yang tajam atau pada kecepatan-
kecepatan tinggi.

Pada umumnya truk tunggal sebagai dasar penentuan tambahan lebar perkerasan yang
dibutuhkan. Tetapi pada jalan-jalan dimana banyak dilewati kendaraan berat, jenis kendaraan
semi trailer merupakan kendaraan yang cocok dipilih untuk kendaraan rencana.

Tentu saja pemilihan jenis kendaraan rencana ini sangat mempengaruhi kebutuhan
akan pelebaran perkerasan dan biaya pelaksanaan jalan tersebut. Pelebaran perkerasan pada
tikungan sangat bergantung pada jari-jari tikungan, sudut tikungan dan kecepatan rencana.

2.4 Alinyemen Vertikal


Alinyemen vertikal adalah bidang tegak yang melalui sumbu jalan atau proyeksi tegak
lurus bidang gambar. Profil ini menggambarkan tinggi rendahnya jalan terhadap muka tanah
asli, sehingga memberikan gambaran terhadap kemampuan kendaraan dalam keadaan naik
dan bermuatan penuh.

2.4.1 Landai maksimum dan perpanjang maksimum landai

Panjang kritis landai adalah panjang yang masih dapat diterima tanpa mengakibatkan
gangguan lalulintas. Landai maksimum hanya digunakan bila pertimbangan biaya sangat
memaksa dan hanya untuk jarak yang pendek. Adapun panjang kritis ini dapat dilihat pada
tabel 2.11

Tabel. 2.11 Panjang Kritis

Landai
maksimum 3 4 5 6 7 8 10 12
(%)
Panjang
kritis (m) 480 330 250 200 170 150 135 120

2.4.2 Lengkung vertikal

Pada setiap penggantian landai harus dibuat lengkung vertikal yang memenuhi
keamanan, kenyamanan dan drainase yang baik. Adapun vertikal yang digunakan adalah
lengkung parabola sederhana.

2.5 Perencanaan Galian dan Timbunan

Didalam perencanaan jalan raya diusahakan agar volume galian sama dengan volume
timbunan. Dengan mengkombinasikan alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal
memungkinkan kita untuk menghitung banyaknya volume galian dan timbunan.
Langkah-langkah perhitungan galian dan timbunan :

1. Penentuan stationing sehingga diperoleh panjang horizontal jalan dari alinyemen


horizontal (trase).
2. Gambarkan profil memanjang (alinyemen vertikal) untuk memperlihatkan perbedaan
tinggi muka tanah aslu dengan tinggi muka perkerasan yang akan direncanakan.
3. Gambarkan profil melintang pada tiap titik stationing sehingga dapat luas penampang
galian dan timbunan.
4. Hitung volume galian dan timbunan dengan mengkalikan luas penampang rata-rata
dari galian atau timbunan dengan jarak antar patok.

2.5.1 Stationing

Penomoran (stationing) panjang jalan pada tahap perencanaan adalah memberi nomor
pada interval-interval tertentu dari awal sampai akhir proyek stationing jalan dibutuhkan
sebagai sarana informasi untuk dengan cepat mengenali lokasi yang sedang ditinjau dan
sangat bermanfaat pada saat pelaksanaan dan perencanaan. Adapun interval untuk masing-
masing penomoran jika tidak adanya perubahan arah tangen pada alinyemen horizontal
maupun alinyemen vertikal adalah sebagai berikut :

- Setiap 100 m, untuk daerah datar


- Setiap 50 m, untuk daerah bukit
- Setiap, 25 m, untuk daerah gunung

Stationing ini sama fungsinya dengan patok-patok km di sepanjang jalan, namun juga
terdapat perbedaannya yaitu :

1. Patok km merupakan petunjuk jarak yang akan di ukur dari patok km, yang umumnya
terletak di ibu kota provinsi atau kotamadya, sedangkan patok stationing merupakan
petunjuk yang diukur dari bawah sampai akhir proyek.
2. Patok km merupakan patok permanent yang dipasang dengan ukuran standar yang
berlaku, sedangkan patok stationing merupakan patok sementar selama pelaksanaan
proyek jalan tersebut.

2.6 Perencanaan Tebal Perkerasan

Perkerasan jalan adalah suatu bagian konstruksi jalan yang terletak diatas tanah dasar
yang bertujuan untuk melewati lalulintas dengan aman dan nyaman serta menerima dan
meneruskan beban lalulintas ke tanah dasar.

2.6.1 Jenis-jenis Konstruksi Perkerasan

Jenis-jenis konstruksi perkerasan, yaitu :

1. Perkerasan lentur (flexible pavement)


Konstruksi perkerasan lentur yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai
bahan pengikat lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan
beban lalulintas ke tanah.
2. Perkerasan kaku (rigid pavement)
Konstruksi perkerasan kaku yaitu perkerasan yang menggunakan semen (portland
cement) sebagai bahan pengikat yang terdiri atas plat (slab) beton semen sebagai
lapos pondasi dan lapis pondasi bawah di atas tanah dasar.
3. Perkerasan komposit (composite pavement)
Perkerasan komposit merupakan gabungan konstruksi perkerasan kaku (rigid
pavement) dan lapisan perkerasan lentur (flexible pavement) di atasnya, dimana
kedua jenis perkerasan ini bekerja sama dalam memikul beban lalulintas.
Untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada pengguna jalan konstruksi
perkerasan lentur memiliki dua persyaratan yang harus dipenuhi yaitu :
a. Syarat untuk lalulintas
Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari keamanan dan kenyamanan
berlalulintas haruslah memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Permukaan rata
2. Permukaan cukup keras dan kaku
3. Permukaan harus cukup kesat
4. Perkerasan tidak mengkilap dan tidak menimbulkan sialu bila terkena sinar
matahari.
b. Syarat-syarat struktural
Dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban lalulintas, konstruksi
perkerasan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Memiliki ketebalan yang cukup
2. Kedap terhadap air
3. Permukaan harus mudah mengalirkan air
4. Harus cukup kaku

Pada umumnya perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang
tersusun dari bawah ke atas, sebagai berikut :

1. Lapisan tanah dasar (sub grade)

Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah yang berfungsi sebagai tempat
perletakan lapis perkerasan dan mendukung konstruksi perkerasan jalan diatasnya.
Menurut spesifikasi AASHTO T-180-74, tanah dasar adalah lapisan paling atas dari
timbunan badan jalan setebal 30 cmn, yang mempunyai persyaratan tertntu sesuai
fungsinya yaitu yang berkenaan dengan kepadatan dan daya dukungnya (CBR).
Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :

- Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) akibat beban lalu lintas.


- Sifat mengembang dan menyusutnya tanah akibat perubahan kadar air.
- Daya dukung tanah yang tidak merata akibat adanya perbedaan sifat-sifat
tanah pada lokasi yang berdekatan atau akibat kesalahan pelaksanaan.
2. Lapisan pondasi bawah (subbase course)
Lapisan pondasi bawah adalah lapisan perkerasan yang terletak di atas lapisan
tanah dasar dan dibawah lapis pondasi atas.
Lapis pondasi bawah ini berfungsi sebagai :
- Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah
dasar.
- Lapis perserapan agar air tanah tidak berkumpul di pondasi
- Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis
pondasi atas.
- Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari beban roda-roda alat berat pada awal-
awal pelaksanaan pekerjaan.
- Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari pengaruh cuaca terutama hujan.
Jenis lapisan pondasi bawah yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain
:
A. Agregat bergradasi baik, meliputi :
a. Sirtu/ pitrun kelas A
b. Sirtu/ pitrun kelas B
c. Sirtu/ pitrun kelas C
B. Stabilisasi, meliputi :
a. Stabilisasi agregat dengan semen
b. Stabilisasi agregat dengan kapur
c. Stabilisasi tanah dengan semen
d. Stabilisasi tanah dengan kapus
3. Lapisan pondasi atas (base course)
Lapisan pondasi atas adalah lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan
pondasi bawah dan lapisan permukaan
Lapisan pondasi atas ini berfungsi sebagai :
- Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.
- Bantalan terhadap lapisan permukaan.

Jenis lapisan pondasi atas yang umum digunakan di Indonesia antara lain :
1) Agregat bergradasi baik, meliputi :

a. Batu pecah kelas A


b. Batu pecah kelas B
c. Batu pecah kelas C

2) Pondasi Macadam

3) Pondasi Telford

4) Penetrasi Macadam (lapen)

5) Aspal beton pondasi

6) Stabilitas, meliputi :

a. Stabilitas agregat dengan semen

b. Stabilitas agregat dengan kapur

c. Stabilitas agregat dengan aspal

4. Lapisan permukaan (surface course)

Lapisan permukaan adalah lapisan yang bersentuhan langsung dengan beban roda
kendaraan.

Lapisan permukaan ini berfungsi sebagai :

- Lapisan yang langsung menahan akibat beban roda kendaraan


- Lapisan yang langsung menahan gesekan akibat rem kendaraan (lapis aus)
- Lapisan yang mencegah air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke
lapisan bawahnya dan melemahkan lapisan tersebut.
- Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul
oleh lapisan di bawahnya.
Jenis lapisan permukaaan yang umum digunakan di Indonesia antara lain :

1) Lapisan nonstruktural
Lapisan yang berfungsi sebagai lapisan aus dan lapisan kedap air, antara lain :
a. Burtu (laburan aspal satu lapis)
Merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi
dengan satu jenis lapis agregat bergradasi seragam dengan ketebalan
maksimum 2 cm.
b. Burda (laburan aspal dua lapis)
Merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi
dengan satu lapis agregat bergradasi seragam dengan ketebalan padat 3,5
cm.
c. Latasir (lapis tipil aspal pasir)
Merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam
bergradasi menerus dicampur, dihampar, dan dipadatkan pada suhu
tertentu dengan tebal padat 1-2 cm.
d. Buras (laburan aspal)
Merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal taburan pasir
dengan ukuran butir maksimum 3/8 inchi.
e. Latasbum (lapis tipis asbuton murni)
Merupakan lapisan penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan
pelunak dengan pertandingan tertentu yang bercampur secara dingin
dengan tebal padat maksimum 1 cm.
f. Lataston (lapis tipis aspal buton)
Merupakan lapisan penutup yang terdiri dari campuran agregat bergradasi
timpang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras dengan perbandingan
tertentu, dicampur dalam keadaan panas dengan ketebalan maksimum
padat 2,5-3 cm.
2) Lapisan struktural
Lapisan yang berfungsi sebagai lapisan aus dan lapisan kedap air juga
berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan meneruskan beban roda
kendaraan ke lapisan yang menahan dan meneruskan beban roda kendaraan ke
lapisan yang ada dibawahnya, antara lain :
a. Lapen (lapis penetrasi macadam)
Merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat
pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan
cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis.
b. Lasbutag (lapis asbuton campuran dingin)
Campuran yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, asbuton, bahan
pelunak, dan filler yang dicampur, dihampar, dan dipadatkan secara dingin
dengan tebal lapisan padat 3-5 cm.
c. Laston (lapis aspal beton)
Merupakan lapisan pada suatu konstruksi jalan raya yang terdiri dari
agregat kasar, agregat halus, filler, dan aspal keras yang dicampur,
dihamparkan, dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.

2.7 Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan

Lapis perkerasan jalan berfungsi menerima dan menyebarkan beban lalulintas tanpa
menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri. Untuk itu dalam
perencanaan konstruksi, lapis konstruksi perkerasan perlu sekali mempertimbangkan semua
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pelayanan konstruksi perkerasan jalan, seperti :

a. Sifat tanah dasar


Lapisan tanah dasar merupakan lapisan yang paling atas, yang nantinya akan
diletakkan lapis perkerasan diatasnya. Sebelum pekerjaan konstruksi perkerasan,
tanah dasari ini terlebih dahulu diperiksa dengan dilakukan CBR (California
Bearing Ratio). Sebelum dilakukan pengambilan contoh dilapangan dilakukan
evaluasi terhadap kedalaman, sehingga para pengambil contoh dapat mengetahui
posisi tanah yang harus diambil untuk di uji.
1. Bila tanah dasar merupakan tanah hasil timbunan
2. Bila tanah dasar merupakan tanah hasil galian
3. Bila tanah dasar dengan cara pemboran

Nilai CBR segmen dapat ditentukan dengan menggunakan cara analitis. Nilai R
tergantung dari jumlah data yang terdapat didalam satu segmen, dapat dilihat pada
tabel 2.12

Tabel. 2.12 Nilai R Untuk Perhitungan CBR Segmen

Jumlah Titik Pengamatan Nilai R


2 1,41
3 1,91
4 2,24
5 2,48
6 3,67
7 2,83
8 2,96
9 3,08
>10 3,18

b. Kinerja perkerasan jalan


Kinerja perkerasan jalan meliputi tiga hal utama, yaitu :
1. Keamanan yang ditentukan oleh nilai gesekan akinat kontak dua roda
kendaraan dengan permukaan perkerasannya.
2. Struktur perkerasan sehubungan dengan kondisi fisik dari perkerasan tersebut.
3. Fungsi pelayanan sehubungan dengan bagaimana perkerasan dan memberikan
pelayanan kepada pemakai jalan.

Gangguan kenyamanan bagi pengemudi dapat disebabkan oleh gangguan


dalam arah memanjang (longitudinal distorsion), yakni berupa gelombang-gelombang
dari perkerasan sepanjang jalan dan gangguan dalam arah melintang (transeverse
distorsion). Kinerja perkerasan dapat dinyatakan dengan Indeks Permukaan (IP), nilai
IP dapat dilihat pada tabel 2.13

Tabel. 2.13 Nilai Indeks Permukaan Menurut AASHTO

Indeks Permukaan Fungsi Pelayanan


(IP)
4-5 Sangat Baik
3–4 Baik
2–3 Cukup
1- 2 Kurang
0–1 Sangat Kurang

Bina Marga memberikan IP untuk berbagai kondisi permukaan jalan sebagai berikut :

IP = 1,0 Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga menganggu
lalulintas kendaraan.

IP = 1,5 Menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin dilewati (jalan
tidak terputus).

IP = 2,0 Menyatakan tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih mantap.

IP = 2,5 Menyatakan permukaan jalan masih cukup baik stabli dan baik.

Dalam menentukan IP perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi


fungsional jalan dan jumlah Lintasan Ekivalen Rencana (LER). IP akhir umum rencana dapat
dilihat pada tabel 2.14

Tabel. 2.14 Indeks Permukaan Akhir Umum Rencana (IP)

Lintas Ekivalen Klasifikasi Jalan


Rencana (LER) Lokal Kolektor Arteri Tol
<10 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -
10 – 100 1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
100 – 100 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
 1000 2,0 – 2,5 2,5 2,5

Dalam menentukan indeks permukaan awal umur rencana (IPo) perlu diperhatikan jenis lapis
permukaan jalan. Indeks permukaan pada awal umur rencana dapat dilihat pada tabel 2.16
Tabel. 2.15 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)

Jenis Lapis Perkerasan IPo Ronghness *)


(mm/km)
LASTON ≥4 < 100
3,9 – 3,5 > 1000
LASBUTAG 3,9 – 3,5 < 2000
3,4 – 3,0 > 2000
HIRA 3,9 – 3,5 < 2000
3,4 – 3,0 > 2000
BURDA 3,9 – 3,5 < 2000
BURTU 3,4 – 3,0 < 2000
LAPEN 3,4 – 3,0 > 3000
2,9 – 2,5
LATASBUM 2,9 – 2,5
BURAS 2,9 – 2,5
LATASIR 2,9 – 2,5
JALAN TANAH ≤ 2,4
JALAN KERIKIL ≤ 2,4

c. Umur rencana
Umur rencana (UR) perkerasan jalan adalah jumlah waktu dalam satu tahun
dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan atau
dianggap perlu untuk lapisan permukaan yang baru. Umur rencana jalan yang bari
dibuka pada umumnya diambil 20 tahun, sedangkan untuk peningkatan jala pada
umumnya diambil 10 tahun.
d. Lalulintas
Tebal lapisan perkerasan jalan ditentukan dai beban yang akan dipikul dari arus
lalulintas yang hendak memakai jalan tersebut. Besarnya arus lalulintas dapat
diperoleh dari :
1. Angka ekivalen kendaraan
Berat kendaraan ditransfer ke perkerasan jalan melalui roda-roda kendaraan
yang terletak di ujung-ujung sumbu kendaraan. Setiap jenis kendaraan
memiliki konfigurasi sumbu yang berbeda-beda. Berat kendaraan tersebut
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
- Fungsi jalan
Kendaraan yang berat memakai jalan arteri umumnya memuat muatan yang
lebih berat daripada jalan lokal.
- Keadaan medan
Jalan yang mendaki mengakibatkan truk tidak mungkin memuat beban yang
lebih berat dibandingkan dengan jalan pada medan datar.
- Kondisi jembatan
Jembatan-jembatan yang dibangun dengan kemampuan memikul beban yang
terbatas jelas tidak mungkin untuk memikul beban truk yang melewati beban
maksimum yang dapat dipikulnya.
- Kegiatan ekonomi didaerah yang bersangkutan
Jenis dan berat beban yang diangkut oelh kendaraan berat tergantung dari jenis
kegiatan yang ada didaerah tersebut.
- Perkembangan daerah
Beban yang diangkut oleh kendaraan dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan daerah disekitar lokasi jalan.
2. Jumlah lajur dan koefisien distribusi kendaraan
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalulintas dari suatu ruas jalan raya
yang terdiri dari satu lajur atau lebih. Jumlah lajur ditentukan dari lebar
perkerasan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.16
Tabel. 2.16 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan
Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n)
L < 5,50 m 1 lajur
5,50 m ≤ L < 8,25 m 2 lajur
8,25 m ≤ L < 11,25 m 3 lajur
11,25 ≤ L < 15,00 m 4 lajur
15,00 ≤ L < 18,75 m 5 lajur
18,75 ≤ L < 22,00 m 6 lajur

Persentase kendaraan menggunakan koefisien distribusi kendaraan c, dapat


dilihat pada tabel 2.17

Tabel. 2.17 Koefisien Distirbusi Kendaraan C

Jumlah Lajur Kendaraan Ringan Kendaraan Berat


1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 lajur 1,000 1,000 1,000 1,000
2 lajur 0,600 0,500 0,700 0,500
3 lajur 0,400 0,400 0,500 0,475
4 lajur - 0,300 - 0,450
5 lajur - 0,250 - 0,425
6 lajur - 0,200 - 0,400

3. Lalulintas harian rata-rata dan rumus-rumus ekivalen


Lalulintas harian rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan pada
permulaan umur rencana. LHR merupakan suatu unsur penting dalam
menentukan besarnya lintas ekivalen suatu ruas jalan.
Rumur-rumus koefisien distibusi kendaraan dan angka ekivalen seperti
dibawah ini.
- Lintas ekivalen permukaan (LEP)
Merupakan jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat
8160 kg pada lajur yang diduga terjadi pada awal umur rencana.
- Lintas ekivalen akhir (LEA)
- Merupakan jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat
8160 kg pada lajur yang rencana yang diharapkan terjadi pada akhir usia
rencana.
- Lintas ekivalen tengah (LET)
- Merupakan jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat
8160 kg pada lajur yang rencana yang diharapkan terjadi pada pertengahan
usia rencana.
- Lintas ekivalen rencana (LER)
Merupakan suatu besaran yang digunakan dalam nomogram penetapan tebal
perkerasan untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu tunggal sebesar
8160 kg pada lajur rencana.
- Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan ini dalam perencanaan tebal perkerasan jalan disebut
dengan faktor regional (FR). Faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap
konstruksi jalan adalah air, baik air yang berasal dari hujan atau air yang
berasal dari dalam tanah. Dengan demikian didalam menentukan tebal lapis
perkerasan, faktor regional hanya dipengaruhi oleh bentuk kelandaian dan
tikungan, persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim setempat.
Nilai faktor regional dapat dilihat pada tabel 2.18
Tabel 2.18 Faktor Regional
Kelandaian I Kelandaian II Kelandaian III
Curah < 6% 6 – 10 % > 10%
Hujan % kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat
≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30%
Iklim I
< 900 0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5
mm/th
Iklim II
> 900 1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5
mm/th

- Sifat material lapisan perkerasan


Perencanaan tebal perkerasan ditentukan juga dari jenis lapisan perkerasan.
Hal ini ditentukan dari tersedianya material dilokasi dan mutu material
tersebut. Dengan mempertimbangkan tersebut, banyak sekali alternatif dari
material yang dapat dipilih, yang dipercaya sangat ekonomis dari segi
pembiayaan juga cukup baik dalam hal kekuatannya.
1) Koefisien kekuatan relatif
Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya
sebagai lapis permukaan, pondasi atas, pondasi bawah, ditetapkan secara
korelasi sesuai nilai dari pengujian marshall (MS), untuk beban dengan
pengikatan aspal, kuat tekan (Kt), untuk beban hasil stabilisasi kapur dan
semen atau CBR (untuk lapis pondasi bawah). Koefisien kekuatan relatif
dapat dilihat pada tabel. 2.19
Tabel. 2.19 Koefisien Kekuatan Relatif
Koefisien Kekuatan Kekuatan Bahan
Relatif Jenis Bahan
A1 a2 a3 MS KT CBR
2
(kg) (kg/cm ) (%)
0,40 - - 744 - -
0.35 - - 590 - -
0,32 - - 454 - - Laston
0,30 - - 340 - -

0,35 - - 744 - -
0,31 - - 590 - -
0,28 - - 454 - - Lasbutag
0,26 - - 340 - -

0,30 - - 340 - - HIRA


0,26 - - 340 - - Aspal Macadam
0,25 - - - - - Lapen
(Mekanis)
0,20 - - - - - Lapen (Manual)
0,28 - 590 - - Laston
0,26 - 454 - -
0,24 - 340 - -

- 0,23 - - - - Lapen (mekanis)


- 0,19 - - - - Lapen (manual)

- 0,15 - - 22 - Soil cement


- 0,13 - - 18 -

- 0,15 - - 22 - Stabilisasi tanah


- 0,13 - - 18 - kapur

- 0,14 - - - 100 Batu pecah


(kelas A)
- 0,13 - - - 80 Batu pecah
(kelas B)
- 0,11 - - - 60 Batu pecah
(kelas C)

- - 0,13 - - 70 Sirtu/ pitrum


(kelas A)

- - 0,12 - - 50 Sirtu/ pitrum


(kelas B)

- - 0,11 - - 30 Sirtu/ pitrum


(kelas C)
- - 0,10 - - 20 Tanah/
Lempung
kepasiran

2) Batas-batas minimum tebal perkerasan


Beban lalulintas yang akan diterima oleh lapisan perkerasan merupakan
suatu nilai yang diberi nama dengan Indeks Tebal Perkerasan (ITP). Batas-
batas minimum tebal perkerasan dapat dilihat pada tabel 2.20 dan 2.21
Tabel 2.20 Batas-batas Minimum Tebal Lapis Permukaan
ITP Tebal Minimum Beban
(cm)
3,00 5,0 Lapis pelindung (buras, burtu, burda)
3,00 – 6,7 5,0 Lapen, aspal macadam, HIRA, lasbutag,
laston
6,71 – 7,49 7,5 Lapen, aspal macadam, HIRA, lasbutag,
laston
7,45 – 9,99 7,5 Lasbutag, laston
≥ 10,000 10 Laston

Tabel 2.21 Batas-batas Minimum Tebal Lapis Pondasi


ITP Tebal Minimum Bahan
(cm)
≤ 3,00 15 Batu pecah, stab tanah/ semen, stab
tanah/ kapur
3,00 – 7,49 20* Batu pecah, stab tanah/ semen, stab
tanah/ kapur
7,50 – 9,99 10 Laston atas
Batu pecah, stab tanah/ semen, stab
tanah/ kapur
Pondasi macadam
20
10,00 – 15 Laston atas
12,14 Batu pecah, stab tanah/ semen, stab
tanah/ kapur
Pondasi macadam
20
≥ 12,25 25 Batu pecah, stab tanah/ semen, stab
tanah/ kapur
Pondasi macadam, lapen, laston atas

- Bentuk lapisan perkerasan


bentuk geometrik lapisan perkerasan jalan mempengaruhi cepat atau
lambatnya aliran air untuk meninggalkan lapisan perkerasan jalan. Bentuk
permukaan yang terlalu datar mengakibatkan aliran air yang jatuh pada
permukaan jalan tersebut lambat. Lambatnya pengaliran air akan memberi
kesempatan untuk meresap ke lapisan perkerasan.

2.7.1 Metode perencanaan tebal perkerasan

Terdapat banyak metode yang telah dikembangkan dan dipergunakan di berbagai


negara untuk merencanakan tebal perkerasan, dan diakui sebagai standar perencanaan
tebal perkerasan. Beberapa standar yang telah dikenal adalah :

a. Metode AASTHO, Amerika Serikat


Dapat dibaca pada buku “AASTHO – Guide For Design of Pavement Structur
1986”.
b. Metode NAASRA, Australia
dapat dibaca pada buku “Intern Guide to Pavement Thicknexx Design”
c. Metode Road Note 29 dan Road Note 31
Road Note 29 diperuntukkan bagi perencanaan tebal perkerasan di Inggris itu
sendiri, Road Note 31 diperuntukkan bagi perencanaan tebal perkerasan di
negara-negara beriklim subtropics dan tropis.
d. Metode Asphalt Institute
Dapat dibaca pada buku Thickness Design Asphalt Pavements for Highways
and Streets, MS-1.
e. Metode Bina Marga, Indonesia
Merupakan modifikasi dari metode AASHTO 1972 revisi 1981.

2.7.2 Perencanaan jalan baru

Metode perencanaan tebal perkerasan jalan dengan analisa komponen yang


dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Bina Maraga, yang judul aslinya
“Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya” dengan metode dari
AASTHO’ 72 hasil revisi 1981, yang dimodifikasi sesuai dengan jalan di Indonesia.

Adapun hal-hal yang telah dimodifikasi agar sesuai dengan kondisi jalan
indonesia adalah sebagai berikut :

a. Indeks permukaan awal (IPo)


b. Indeks permukaan akhir (IP)
AASTHO mempunyai 2 harga untuk IP sedangkan Indonesia mempunyai 4
harga.
c. Fakor regional (FR)
Digunakan oleh AASTHO dikembangkan berdasarkan 4 musim yang dimiliki
Amerika Serikat.
d. Nomogram untuk menentukan ITP
Nomogram-nomogram yang digunakan oleh AASHTO dibuat berdasarkan
umur rencana 20 tahun, sedangkan oleh Bina Marga nomogrom-nomogrom
terssebut dibuat berdasarkan umur rencana 10 tahun. Untuk umur rencana
selain 10 tahun maka penyesuaian dilakukan dengan menggunakan faktor
penyesuaian (FP), yaitu FP = umur rencana/10.

Perencanaan tebal perkerasan untuk jalan baru sesuai tercantum dalam buku
perencanaan tebal perkerasan letur jalan raya dengan analisa komponen dilakukan
dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

1. Tentukan nilai daya dukung tanah dasar dengan cara pemeriksaan CBR segmen.
2. Tentukan nilai daya dukung tanah dasar setiap CBR segmen yang diperoleh dengan
menggunakan grafik kolerasi DDT dan CBR.
3. Tentukan umur rencana (UR) dari jaan yang direncanakan.
4. Tentukan faktor pertumbuhan laluintas yag terjadi selama masa pelaksanaan dan
selama umur rencana i%.
5. Tentukan faktor regional(FR) dari jalan yang direncanakan (tabel 2.18).
6. Tentukan Lintas Ekivalen Rencana(LER).
7. Tentukan indeks permukaan awal umum rencana (Ipo) sesuai dengan lapis jenis
permukaan yang digunakan.
8. Tentukan indeks permukaan akhir umum rencana(IP) sesuai dengan jenis lapis
permukaan yang digunakan.
9. Tentukan indeks tebal perkerasan (ITP) dengan menggunakan nomogram-nomogram
yang disesuaikan berdasarkan nilai IP dan Ipo yang dipilih.
10. Tentukan jenis lapis perkerasan yang akan digunakan, pemilihan lapis perkerasan
ditentukan berdasarkan : material yang tersedia, baiay, tenaga dan peralatan, serta
fungsi dari jalan yang direncanakan.
11. Tentukan koefisien relatif(a) dari setiap lapisan, yaitu lapsi permukaan, lapis podasi
atas dan lapis pondasi bawah.
12. Untuk menentukan ketebalan dari masing-masing lapisan ditentukan dengan rumus :
● ITP = a¹.D¹+ a².D² +a³.D³...................................................................(2.37)
Keterangan :
ITP = Indeks tebal perkerasan, sesuai dengan nilai yang diperoleh pada langkah
no.9 diatas
a¹,a²,a³ = Koefisien kekuatan relatif untuk lapis permukaan, lapis pondasi bawah dan
lapis pondasi atas
D¹,D²,D³ = Tebal dari lapis permukaan,lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah

2.8 Manajemen Proyek

Manajemen proyek adalah suatu peerencanaa, pelaksanaan, pengendalian dan


koordinasi suatu proyek dari awal(gagasan) hingga berakhirnya proyek untuk menjamin
pelaksanaan proyek secara tepat waktu, biaya, dan teapt mutu.

1. Produksi Kerja Alat


Secara umum produksi kerja alat apapun jenisnya memiliki pola dan prinsip
perhitungan yang sama. Langkah-langkah perhitungan yang harus dilakukan tidak
jauh berbeda, hanya saja perhitungan produksi kerja untuk jenis alat tertentu memang
harus memerelukan perhatian khusus karena relatif lebih kompleks.
Adapun langkah dasar perhitungan produksi kerja yaitu :
a. Menghitug Kapasitas Aktual
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menghitung material yang terbawa
dalam satu siklus kerja. Kapasitas aktual tergantung pada ukuran pembawa
material yang ada pada ssetiap alat da jenis material yang diolah.
b. Menghitung waktu siklus
Waktu siklus dihitung untuk mendapatkan jumlah siklus perjam. Waktu siklus
tersebut terdiri dari waktu tetap dan waktu variabel. Waktu siklus sering
ditetapkan sebagai waktu konstan untuk semua jenis material dan kondisi.
c. Menghitung produksi kerja kasar (PKK)
Menghitung produksi kerja kasar (PKK) adalah menentukkan angka perkiran
produksi kerja tanpa mempertimbangkan faktor-faktor efisiensi dan faktor
koreksi.
d. Menghitung produksi kerja aktual (PKA)
Menghitung produksi kerja aktual (PKA) adalah menetukan perkiraan produksi
kerja dengan menghitung samua faktor yang mempengaruhinya.
2. Biaya kepemilikan dan pengoperasian alat berat
Untuk operasi dengan alat-alat berat haruss dipertimbangkan biaya-biaya yang
disediakan untuk pengguanaan alat, waktu yang harus disesuaikan, keuntungan yang
diperoleh dan pertimbangan lainnya. Biaya untuk alat berat dapat dihitung dengan
perkiraaan yang dapat dipertimbangkan . Biaya tersebut yitu terdiri dari :
a. Biaya kepemilikan
Adalah biaya alat yang harus diperhitungkan selama alat yang bersangkutan
dioperasikan, apabila alat tersebut milik sendiri.
b. Biaya operasi
Adalah biaya yang dikeluarkan selama alat tersebut digunakan . Biaya operassi ii
meliputi bahan bakar, minyak pelumas, pergantian ban dan pemeliharaan serta
penggantian susku cadang khusus.
3. Analisa satuan harga pekerjaan
Analisa satuan harga adalah perhitungan-perhitungan biaya yang berhubugan dengan
pekerjaan-pekerjaan yang ada dalam satu proyek.
4. Volume pekerjaan
Volume pekerjaan adalah jumlah keseluruhan dari banyaknya (kapasitas) suatu
pekerjaan yang ada. Volume pekerjaan berguna untuk menunjukkan banyak suatu
kuantitas dari suau pekerjaan agar didapat harga satuan dari pekerjaan –pekerjaan
yang ada dalam satu proyek.
5. Rencan anggaran biaya (RAB)
Rencana anggaran biaya adalah merencanakan banyaknya biaya yang akan
digunakan serta susunan pelaksanaannya. Dalam perencanaan anggaran biaya perlu
dilampirkan analisa harga satuan bahan dari tiap pekerjaan agar jelas jenis-jenis
pekerjaan dan bahan yang digunakan.
6. Rekapitulasi biaya
Rekapitulasi biaya dalah biaya total yang diperlukan setelah menghitung dan
mengalihkan dengan harga satuan yang ada. Dalam rekapitulasi terlampir pokok-
pokok pekerjaan beserta biayanya. Biasanya pekerjaan yang dilaksanakan oleh
Instansi Pemerintah dalam rekap tersebut sudah dimasukkan pajak serta keuntungan
dari kontraktor.
7. Rencana kerja
Rencana kerja adalah suatau pembagian waktu yang terperinci yang yang disediakan
untuk massing-masing jenis pekerjaan, yang dimulai dari awal pekerjaan periode
sampai pada pekerjaan akhir periode.
a. Kurva S
Kurva S dibuat berdassarkan bobot setiap pekerjaan dan lam waktu yang
diperlukan untuk setiap pekerjaan dari tahap pertama sampai berakhir pekerjaan
tersebut. Bobot pekerjaan merupakan persentase yang didapat dari perbandingan
antara harga pekerjaan dengan harga total keseluruhan dari jumlah harga
penawaran.
b. Barchat
Diagram Barchat memounyai hubungan erat dengan metode network planning.
Barchat ditunjukkan dengan diagram batang yang dapat menunjukkan lamanya
waktu pelaksanaan. Disamping itu juga dapat menunjukkan lamanya pemakaian
alat dan bahan-bahan yang diperluka serta pengaturan hal-hal tersebut tidak saling
menggangu pelaksanaa pekerjaan.
c. Network Planning
Didalam network Planning dapt diketahui adanya hubungan ketergantungan anatra
bagian-bagian pekerjaan satu dengan yang lain. Hubungan ini digambarkan dalam
satu diagram network, sehingga kita akan dapat mengetahui bagian-bagian
pekerjaan manyang harus didahulukan, pekerjaan mana yang menunggu
selesainya, pekerjaan lain atau pekerjaan mana yang tidak perlu tergessa-
gessasehingga orang dan alat dapat digeser ketempat lain.
Adapun kegunaan dari NWP ini adalah :
● Merencanakan, scheduling dan mengawasi proyek secara logis.
● Memikirkan secara menyeluruh, tetapi jugasecara mendetail dari proyek.
● Mendokumenkan dan mengkomunikasikan secara scheduling (waktu) dan
alternatif-alternatif lain penyelesaiannya proyek dengan tambahan waktu
● Mengawasi proyek dengan lebih efisien, sebab hanay jalu-jalur kritis (Critical
Path) saja yang perlu konsentrasi pengawsan ketat.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alla SWT, karena atas berkah dan rahmat-
Nya penyusun dapat menyesuaikan Laporan Akhir ini, yang merupakan salah satu syarat
untuk menyelesaikan studi pada Program Diploma III Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri
Sriwijaya Palembang.

Dalam hal ini penulis ingin menyampaikan terima kasih karena telah mendapatkan
bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak adan tentunya semua itu sangat besar
artinya bagi penulis. Adapun ucapan terima kasih tersebut akan penulis sampaikan kepada :

1. Bapak R.D. Kusumanto, S.T., M.T., selaku Direktur Politeknik Negeri Sriwijaya
2. Bapak Zainnudin Muchtar, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil
3. Ibu Indrayani, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing I
4. Bapak Drs.A.Fuad Z,S.T., selaku Dosen Pembimbing II
5. Bapak Ferry Sutimarjaya,S.T.,M.T., selaku Pejabat Pembuat Komitmen
6. Kedua Orang Tua dan Saudara-saudara serta semua reka-rekan mahasiswa/i
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Sriwijaya yang telah memberikan bantuan
maupun masukan yang berguna dalam menyelesaikan laporan ini.

Serta banyak pihak yang namanya tidak dapat kami sebutkan. Kami menyadari bahwa
laporan ini kurang sempuran, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
sifatnya membangun dari berbagai pihak dalam usaha penyempurnaan laporan ini. Dengan
telah selesainya laporan ini, penyusun mengharapkan semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.

Palembang, Juli 2011

Penulis
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil proses pengumpulan data, analisis/perhitungan dan perencanaan Tugas Akhir
dengan judul “Perencanaan Geometrik dan Tebal Perkerasan Jalan Akses ke Pelabuhan
Penyebrangan Fery Tanjung Api-APPI sta 58 + 000- STA 63+534,43 Kabupaten Muba”
maka dapat disimpulkan sebagai berikut ;

1. Berdasarkan data lalulintas dan umur rencana jalan yang didapat, maka jalan ini
digolongkan jalan kolektor kelas II A, dengan jumlah LHR dalam smp adalah
15.596,060 smp.
2. Perencaan geometrik jalan raya dengan tikungan 1 dan 2menggunakan full circle
(FC), tikungan ke 3 menggunakan spiral circle (SCS) dan tikungan ke 4 menggunakan
spiral spiral (SS).
3. Lebar perkerasan jalan ini adalah 7m dan panjang jalan 5,534km dengan perkerasan
berdasarkan berdasarkan perencanaan geometric jalan raya menggunakan laston MS
744= 10 cm, untuk pondasi atas menggunakan agregat kelas A (CBR 100%) = 20 cm,
untuk pondasi bawah menggunakan sirtu kelas B (CBR 50%) =30 cm, serta lebar
bahu 3,0 m (1,5 m kiri dan 1,5 m kanan jalan)
4. Rencana anggaran biaya (RAB) untuk pembangunan adalah Rp. 25.862.587.706,30
(Dua puluh lima milyar delapan ratus enam puluh dua juta lima ratus delapan puluh
tujuh ribu tujuh ratus enam rupiah ).
5. Waktu penyelesaian proyek 68 hari kerja.
5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan adalah :

1. Untuk perhitungan perencaan geometrik dan tebal jalan raya sebaiknya menggunakan
peraturan perencaaan geometrik jalan raya yang dikeluarkan oleh kementrian
pekerjaan umum.
2. Penentuan permukaan tanah rencana diusahakan tidak jauh berbeda dari permukaan
tanah asli sehingga dapat memperkecil biaya untuk galian dan timbunan.
PERENCANAAN GEOMETRIK DAN TEBAL PERKERASAN JALAN
AKSES KE PELABUHAN PENYEBARANGAN FERY TANJUNG API-
API STA 58 + 000 – STA 63 + 534,43 KABUPATEN MUBA

LAPORAN AKHIR
Dibuat untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan program
Diploma III pada Jurusan Teknik Sipil

Politeknik Negeri Sriwijaya

Oleh :

MAULIDYA OKTAVIANA SARI

0608 3010 0040

SAPRI HARRY RAHMAN

0608 3010 0067

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

PALEMBANG

2011
BAB III

PERHITUNGAN

3.1 Data-data Perencanaan


a. Data lalulintas pada tahun 2011 :
- Mobil penumpang (2 ton) = 1148,364 kendaraan
- Sepeda Motor = 2567,612 kendaraan
- Bus (9 ton) = 3,472 kendaraan
- Truk 1.2 (8,3 ton) = 1259,496 kendaraan
- Truk 1.2 (18,2 ton) = 90,294 kendaraan
- Truk 1.2.2 (25 ton) = 15,049 kendaraan +

Total LHR 2011 = 5084,287 kendaraan/hari

b. Angka pertumbuhan lalulintas untuk semua jenis kendaraan


- Sebelum jalan dibuka = 5%
- Setelah jalan dibuka = 7%
c. Dari data yang didapat dari perencanaan jalan adalah sebagai berikut :
- Umur rencana 10 tahun, jalan dibuka 2013
- FR = 1,0

3.2 Penentuan Klasifikasi Jalan

LHR awal umur rencana (awal tahun 2013) dengan angka pertumbuhan kendaraan
sesuai data :

Rumus : LHR 2013 = LHR2011 x (1 + I)n

- Mobil penumpang = (1 + 0,05)2 . 1148,364 = 1266,071 kend/hari


- Sepeda motor = (1 + 0,05)2 . 2567.612 = 2830,792 kend/hari
- Bus (9 ton) = (1 + 0,05)2 . 3,472 = 3,827 kend/hari
- Truk 1.2 (8,3 ton) = (1 + 0,05)2 . 1259,496 = 1388,594 kend/hari
- Truk 1.2 (18,2 ton) = (1 + 0,05)2 . 90,294 = 99,549 kend/hari
- Truk 1.2.2 (25 ton) = (1 + 0,05)2 . 15,049 = 16,591 kend/hari +
Total LHR2013 = 5605, 424 kend/hari

LHR akhir umum (akhir tahun 2013) dengan angka pertumbuhan kendaraan sesuai
data :

Rumus : LHR 2013 = LHR2013 x (1 + I)n

- Mobil penumpang = (1 + 0,05)2 . 1266,071 = 2490,533 kend/ hari


- Sepeda motor = (1 + 0,05)2 . 2830,792 = 5568,596 kend/ hari
- Bus (9 ton) = (1 + 0,05)2 . 3,827 = 7,528 kend/ hari
- Truk 1.2 (8,3 ton) = (1 + 0,05)2 . 1388,594 = 2731,574 kend/ hari
- Truk 1.2 (18,2 ton) = (1 + 0,05)2 . 99,549 = 195,827 kend/ hari
- Truk 1.2.2 (25 ton) = (1 + 0,05)2 . 16,591 = 32,637 kend/ hari +
Total LHR2013 = 11026,715 kend/ hari

LHR dalam satuan mobil penumpang :

Rumus : LHRsmp = LHR20123 x Nilai Koefisien smp

- Mobil penumpang = 2490,533 x 1 = 2490,533 smp


- Sepeda motor = 5568,596 x 1 = 5568,596 smp
- Bus (9 ton) = 7,528 x3 = 22,584 smp
- Truk 1.2 (8,3 ton) = 2731,574 x 2,5 = 6828,935 smp
- Truk 1.2 (18,2 ton) = 195,827 x 3 = 587,481 smp
- Truk 1.2.2 (25 ton) = 32,637 x 3 = 97,911 smp +
Total LHR2013 = 15596,060 smp

3.3 Perhitungan Alinyemen Horizontal

Perhitungan alinyemen horizontal dilakukan untuk gambaran dan jalan yang


tegak lurus.

3.3.1 Menentukan titik koordinat

Adapunn titik koordinat Jalan Akses ke Pelabuhan Penyebrangan Fery


Tanjung Api-api STA 58 + 000 – STA 63 + 534,43, Kabupaten Muba dapat
dilihat pada tabel 3.1

Tabel 3.1 Titik Koordinat

Titik Koordinat
No. No. STA X Y
1. PIA 1139,2195 48096,3239
2. PI1 2765,9674 47803,5654
3. PI2 4063,4476 47747,6199
4. PI3 4529,0977 47963,5678
5. PI4 4660,4042 48265,6433
6. PIB 6393,8263 48111,9007

3.3.2 Menghitung jarak

Dalam perencanaan geometrik kita perlu mengitung berapa nilai jarak,


sudut antar dua tangen dan delta yang kemudian digunakan untuk perhitungan
tikungan.
Dalam mengitung jarak kita gunakan rumus :

PA – P1 = (X1 –XA)2 + (Y1 –YA )2

3.3.3 Mengitung sudut antara dua tangen dan sudut bearing

Untuk emngitung nikai delta, terlebih dahulu kita harus mencari nilai alfa
dengan rumus :

A = rc tg (XPI.1 – XA)

(YPI.1 – YA)

1 = PI.1 - A

Keterangan : A = Sudut jurusan titik A

1 = Sudut azimuth pada titik PI1

PI Titik Koordinat Jarak (d) Alfa () Delta ()


X Y
PI A 1139,2195 48096,3239 1652,881 100,203 -
PI 1 2765,9674 47803,5654 1298,658 92,469 7,734
PI 2 4063,4476 47747,6199 513,286 65,120 27,349
PI 3 4529,0977 47963,5678 329,379 23,493 41,627
PI 4 4660,4042 48265,6433 1740,226 95,069 71,576
PI B 6393,8263 48111,9007 - - -
PERENCANAAN GEOMETRIK DAN TEBAL PERKERASAN JALAN
AKSES KE PELABUHAN PENYEBARANGAN FERY TANJUNG API-
API STA 58 + 000 – STA 63 + 534,43 KABUPATEN MUBA

LAPORAN AKHIR

Palembang, Juli 2016

Menyetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

Indrayani, S.T.,M.T. Drs.A.Fuad Z, S.T

NIP 1974021019970220011 NIP. 195812131986031001

Mengetahui

Ketua Jurusan Teknik Sipil

Zainuddin Muchtar.S.T.,M.T.
NIP. 196501251989031002

Anda mungkin juga menyukai