Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit (Potter dan Perry, 2005). Rumah sakit merupakan tempat pelayanan
pasien dengan berbagai macam penyakit diantaranya penyakit karena infeksi, dari mulai yang
ringan sampai yang terberat, dengan begitu hal ini dapat menyebabkan resiko penyebaran
infeksi dari satu pasien ke pasien lainnya, begitupun dengan petugas kesehatan yang sering
terpapar dengan agen infeksi. Penularan infeksi dapat melalui beberapa cara diantaranya
melalui darah dan cairan tubuh seperti halnya penyakit HIV/AIDS dan Hepatitis B.
Usaha dalam pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi dapat dilakukan dengan
meningkatkan perilaku universal precautions (kewaspadaan standar) khususnya bagi
perawat, tindakan kewaspadaan standar ini diperlukan untuk mencegah infeksi, ditunjang
oleh sarana dan prasarana, serta standar operasional prosedur (SOP) yang mengatur langkah-
langkah dalam melakukan tindakan universal precautions (Nursalam, 2007).
Pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit dapat dilakukan melalui pelaksanaan
program universal precaution atau tindakan – tindakan aseptis dan antiseptis yang
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, baik perawat maupun dokter. Tindakan universal
precaution ini meliputi : mencuci tangan, penggunaan sarung tangan, penggunaan cairan
aseptik, pengelolaan alat bekas pakai maupun instrument tajam. Pengetahuan tentang
pencegahan infeksi nosokomial sangat penting untuk petugas rumah sakit terutama bagi
seorang perawat, karena kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi di rumah sakit dan
upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan pertama dalam upaya pemberian pelayanan yang
bermutu
Kasus infeksi nosokomial terjadi hampir diseluruh Negara terutama di Negara
berkembang termasuk Indonesia, untuk kasus diseluruh dunia infeksi ini rata-rata menimpa
10% dari 1,4 juta pasien rawat inap. Di Indonesia, lebih dari 2 milyar penduduk terinfeksi
virus hepatitis B, dan sekitar 130-170 juta merupakan pengidap virus hepatitis C, dengan
angka kematian lebih dari 350 ribu/tahun, untuk kasus HIV positif secara kumulatif
berjumlah 44.292 ribu (Depkes, 2010).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kewaspadaan universal ?
2. Mengapa kewaspadaan universal merupakan pedoman dalam memberikan pelayanan
kesehatan ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami arti dari kewaspadaan universal.
2. Untuk mengatahui dan melaksanakan standar prosedur operasional kewaspadaan
universal disarana kesehatan.
3. Untuk mengetahui perencanaan dan pengolahan kewaspadaan universal bagi keselamatan
kerja petugas kesehatan.
4. Untuk meningkatkan pengetahuan tenaga kesehatan dan membantu para petugas
kesehatan dalam mengurangi risiko infeksi pada diri sendiri, pasien dan masyarakat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kewaspadaan Universal


Kewaspadaan Universal (universal precuations) yaitu tindakan pengendalian infeksi yang
dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan
didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit,
baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007).

Kewaspadaan Universal merupakan bagian dari upaya pengendalian infeksi disarana


pelayanan kesehatan. Upaya lain yang merupakan komponen pengendalian infeksi disarana
pelayanan kesehatan adalah surveilans, penanggulangan KLB, pengembangan kebijakan dan
prosedur kerja serta pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan dalam hal pencegahan
infeksi, yang tidak dapat dipisah-pisahkan (Depkes RI, 2010).

Prinsip kewaspadaan universal (universal precaution) di pelayanan kesehatan adalah


menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan, serta sterilisasi peralatan.
Menurut Depkes RI, 2010 Ketiga prinsip tersebut di jabarkan menjadi lima kegiatan pokok
yaitu :
1. Mencuci tangan guna mencegah infeksi silang.
2. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak
dengan darah serta cairan infeksius lain.
3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai.
4. Pengelolaan alat tajam untuk mencegah perlukaan.
5. Pengelolaan limbah.

3
B. Tujuan Kewaspadaan Universal
Menurut Nursalam (2007), menyebutkan bahwa kewaspadaan universal perlu diterapkan
dengan tujuan :
1. Mengendalikan infeksi secara konsisten.
Universal precautions merupakan upaya pengendalian infeksi yang harus diterapkan
dalam pelayanan kesehatan kepada semua pasien, setiap waktu, untuk mengurangi risiko
infeksi yang ditularkan melalui darah.

2. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak didiagnosis atau tidak terlihat
seperti berisiko.
Prinsip universal precautions diharapkan akan mendapat perlindungan maksimal dari
infeksi yang ditularkan melalui darah maupun cairan tubuh yang lain baik infeksi yang
telah diagnosis maupun yang belum diketahui.

3. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien..


Universal precautions tersebut bertujuan tidak hanya melindungi petugas dari risiko
terpajan oleh infeksi HIV namun juga melindungi klien yang mempunyai kecenderungan
rentan terhadap segala infeksi yang mungkin terbawa oleh petugas.

4. Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya.


Universal precautions ini juga sangat diperlukan untuk mencegah infeksi lain yang
bersifat nosokomial terutama untuk infeksi yang ditularkan melalui darah / cairan tubuh.

5. Menjadi bahan acuan tenaga kesehatan dalam memberikan penyuluhan kesehatan kepada
pasien tentang tindakan pencegahan infeksi.

C. Tindakan Pencegahan Kewaspadaan Universal


1. Cuci Tangan
Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan
pengontrolan infeksi (Potter & Perry, 2005). Tujuan mencuci tangan adalah untuk
membuang kotoran dan organisme yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi
jumlah mikroba total pada saat itu.
4
Indikator mencuci tangan digunakan dan harus dilakukan untuk antisipasi terjadinya
perpindahan kuman melalui tangan yaitu:
a. Sebelum melakukan tindakan, misalnya saat akan memeriksa (kontak langsung
dengan klien), saat akan memakai sarung tangan bersih maupun steril, saat akan
melakukan injeksi dan pemasangan infus.
b. Setelah melakukan tindakan, misalnya setelah memeriksa pasien, setelah memegang
alat bekas pakai dan bahan yang terkontaminasi, setelah menyentuh selaput mukosa.

Prinsip-prinsip cuci tangan yang efektif dengan sabun atau handsrub yang berbasis
alkohol menggunakan 7 langkah (WHO dalam Prosedur Tetap RSUP Dr. Kariadi Semarang,
2011) :
a. Basahi kedua telapak anda dengan air mengalir, lalu beri sabun ke telapak usap dan
gosok dengan lembut pada kedua telapak tangan.

b. Gosok masing- masing pungung tangan secara bergantian.

5
c. Jari jemari saling masuk untuk membersihkan sela-sela jari.

d. Gosokan ujung jari (buku-buku) dengan mengatupkan jari tangan kanan terus
gosokan ke telapak tangan kiri bergantian.

e. Gosok dan putar ibu jari secara bergantian.

f. Gosokkan ujung kuku pada telapak tangan secara bergantian.

6
g. Setelah itu bilas dengan menggunakan air bersih dan mengalir, lalu keringkan.

2. Penggunaan alat pelindung diri (APD)


Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari
resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta kulit yang tidah utuh dan
selaput lendir pasien. Penggunaan alat pelindung diri yang sesuai untuk setiap tindakan
seperti :
a. Penggunaan sarung tangan.
Melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien dari mikroorganisme
pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah
penyebaran infeksi dan harus selalu diganti untuk mecegah infeksi silang.

Menurut Depkes RI, (2010), ada tiga jenis sarung tangan yaitu:
1) Sarung tangan bedah, dipakai sewaktu melakukan tindakan infasif atau
pembedahan.
2) Sarung tangan pemeriksaan, dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu
malakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin.
3) Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan, menangani
bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang
terkontaminasi.

b. Penggunaan gaun pelindung


Gaun bedah, petama kali digunakan untuk melindungi pasien dari mikroorganisme
yang terdapat di abdomen dan lengan dari staf perawatan kesehatan sewaktu
pembedahan.

7
c. Penggunaan celemek (skort)
Jenis bahan dapat berupa bahan tembus cairan dan bahan tidak tembus cairan.
Tujuannya untuk melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan
darah maupun cairan tubuh lain yang dapat mencemari baju seragam.

d. Penggunaan masker dan kaca mata (google)


Masker dan kaca mata atau pelindung wajah (google), tujuannya melindungi
membran mukosa mata, hidung dan mulut, digunakan selama melakukan tindakan
perawatan pasien yang memungkinkan terjadi percikan darah atau cairan tubuh lain.

e. Sepatu tertutup
Sepatu tertutup, dipakai pada saat memasuki daerah ketat. Sepatu ini dapat berupa
sepatu tertutup biasa sebatas mata kaki dan sepatu booth tertutup yang biasa dipakai
pada operasi yang memungkinkan terjadinya genangan percikan darah atau cairan
tubuh pasien, misalnya pada operasi sectio caesarea atau laparatomy.

3. Pengelolaan dan pembuangan alat benda tajam secara hati-hati. Alat benda tajam sekali
pakai (disposable) dipisahkan dalam wadah khusus untuk insenerasi. Bila tidak ada
insenerator, dilakukan dekontaminasi dengan larutan chlorine 0,5% kemudian
dimasukkan dalam wadah plastik yang tahan tusukan misalnya kaleng untuk dikubur dan
kapurisasi.

4. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan cara melakukan dekontaminasi,


desinfeksi, sterilisasi. Dekontaminasi dan desinfeksi dilakukan di ruang perawatan
dengan menggunakan cairan desinfektan chlorine 0,5%, glutaraldehyde 2%, presept atau
desinfektan oleh bagian sterilisasi dengan mesin autoclave.

a. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah menghilangkan mikroorganisme patogen dan kotoran dari
suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan selanjutnya dan dilakukan sebagai langkah
pertama bagi pengelolaan pencemaran lingkungan, seperti misalnya tumpahan darah atau

8
cairan tubuh, Juga sebagai langakah pertama pengelola limbah yang tidak dimusnahan
dengan cara insinerasi atau pembakaran. Dekontaminasi bertujuan untuk mencegah
penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau suatu permukaan benda, sehingga dapat
melindungi petugas atau pun pasien. Dekontaminasi dilakukan dengan menggunakan
bahan desinfektan yaitu suatu bahan atau larutan kimia yang digunakan untuk membunuh
mikroorganisme pada benda mati dan tidak digunakan untuk kulit atau jaringan mukosa.
Salah satu yang biasa dipakai terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah
larutan klorin 0,5% atau 0,05 % sesuai dengan intensitas cemaran dan jenis alat atau
permukaan yang akan didekontaminasi. Karena demikian banyak macam dan bentuk alat
kesehatan maka perlu dipilih cara dekontaminasi yang tepat. Ada tiga macam
pertimbangan dalam memilih cara dekontaminasi yaitu keamanan, efikasi atau efektifitas
dan efisien.
Keamanan dan efektifitas merupakan pertimbangan utama sedang efisien dapat
dipertimbangkan kemudian setelah keamanan dan efektifitas terpenuhi dalam keamanan
adalah antisifasi terjadinya kecelakaan atau penyakit pada petugas kesehatan yang
mengelola benda-benda terkontaminasi dan melakukan proses dekontaminasi. Sedapat
mungkin pemilahan dilakukan oleh si pemakai ditempat segera setelah selesai pemakaian
selagi mereka masih menggunakan pelindung yang memadai sehingga pajanan pada
petugas dapat diminimalkan.

b. Pencucian dan pembilasan

Setelah dekontaminasi dilakukan pembersihan yang merupakan langkah penting yang


harus dilakukan. Tanpa pembersihan yang memadai maka pada umumnya proses
disenfeksi atau selanjutnya menjadi tidak efektif. Kotoran yang tertinggal dapat
mempengaruhi fungsinya atau menyebabkan reaksi pirogen bila masuk ke dalam tubuh
pasien. Pada alat kesehatan yang tidak terkontaminasi dengan darah, misalnya kursi roda,
alat pengukur tekanan darah, infus pump dsb. Cukup dilap dengan larutan detergen,
namun apabila jelas terkontaminasi dengan darah maka diperlukan desinfektan.

9
Pembersihan dengan cara mencuci adalah menghilangkan segala kotoran yang kasat
mata dari benda dan permukaan benda dengan sabun atau detergen, air dan sikat. Kecuali
menghilangkan kotoran pencucian akan semakin menurunkan jumlah mikroorganisme
yang potensial menjadi penyebab infeksi melalui alat kesehatan atau suatu permukaan
benda dan juga mempersiapkan alat untuk kontak langsung dengan desinfektan atau
bahan sterilisasi sehingga dapat berjalan secara sempurna. Pada pencucian digunakan
detergen dan air. Pencucian harus dilakukan dengan teliti sehingga darah atau cairan
tubuh lain betul-betul hilang dari permukaan tersebut. Pencucian yang hanya
mengandalkan air tidak dapat menghilangkan minyak, protein dan partikel-partikel.
Tidak dianjurkan mencuci dengan menggunakan sabun biasa untuk membersihkan
peralatan, karena sabun yang bereaksi dengan air akan menimbulkan residu yang sulit
untuk dihilangkan.

c. Disinfeksi Tingkat Tinggi dan Sterilisasi

Sterilisasi adalah cara yang paling efektif untuk membunuh mikroorganisme,


sterilisasi tidak selalu memungkinkan dan tidak selalu praktis. Sedangkan DTT adalah
tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora
bakteri pada benda mati dengan cara merebus, mengukus atau menggunakan disinfektan
kimiawi

5. Pengelolaan linen yang tercemar dengan benar. Linen yang basah dan tecemar oleh
darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, harus dikelola secara hati-hati dengan mencegah
pemaparan kulit dan membran mukosa serta kontaminasi pakaian.

6. Pengelolaan limbah
Limbah dari sarana kesehatan secara umum dibedakan atas :
a. Limbah rumah tangga atau limbah non medis, yaitu limbah yang tidak kontak dengan
darah atau cairan tubuh lainnya disebut sebagai resiko rendah. yakni sampah-sampah
yang dihasilkan dari kegiatan ruang tunggu pasien, administrasi.

10
b. Limbah medis bagian dari sampah rumah sakit yang berasal dari bahan yang
mengalami kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya disebut sebagai limbah
beresiko tinggi. Beberapa limbah medis dapat berupa, limbah klinis, limbah
laboratorium, darah atau cairan tubuh yang lainnya, material yang mengandung darah
seperti perban, kassa dan benda-benda dari kamar bedah, sampah organik, misalnya
potongan tubuh, plasenta, benda-benda tajam bekas pakai misal jarum suntik.

D. Pengurangan Risiko Infeksi Terhadap Tenaga Kesehatan


Bagi tenaga kesehatan, petunjuk yang diberikan untuk menginformasikan tindakan
pencegahan antara lain penggunaan alat perlindungan pribadi yang dapat menurunkan resiko
terkena darah atau bahan-bahan lain yang mungkin infeksius. Alat yang dianjurkan untuk
digunakan antara lain sarung tangan, baju pelindung, jas laboratorium, pelindung muka atau
masker, pelindung mata dan sepatu tertutup. Pilihan alat tersebut harus tepat sesuai dengan
kebutuhan aktivitas pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.

Setelah penggunaan alat pelindungan diri tadi selesai digunakan dan dilepas, tangan harus
dicuci dengan sabun dan air sesegera mungkin. Alat-alat pelindung yang telah digunakan tadi harus
ditempatkan pada suatu tempat yang dirancang khusus sebagai tempat penyimpanan,
dekontaminasi atau pembuangan.

Tenaga kesehatan yang menderita dermatitis yang basah atau mempunyai lesi dengan cairan
eksudat harus menghindari kontak dengan semua pasien sampai kondisinya membaik. Dalam
keadaan dimana kulit atau membran mukosa bersentuhan dengan cairan tubuh yang secara
potensial dapat menimbulkan infeksi bagian tubuh yang bersentuhan tadi dibilas dengan sabun dan
air. Jika terjadi kontak dengan mata, irigasi dengan air secara berulang-ulang sangat dianjurkan.
Jika tenaga kesehatan terpapar secara parenteral, tertusuk jarum suntik, tergores pisau bedah, atau
paparan pada membran mukosa, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap HIV dan Hepatitis.

Dalam upaya menurunkan risiko transmisi HIV atau VHB, CDC menganjurkan tindakan-
tindakan sebagai berikut:
1. Semua petugas kesehatan harus berusaha mematuhi petunjuk umum yang telah dijelaskan.

11
2. Prosedur yang mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pemaparan harus diidentifikasi
oleh intitusi dan organisasi penyakit dalam/bedah/kedokteran gigi dimana prosedur tersebut
dilaksanakan.
3. Petugas kesehatan yang melakukan prosedur yang mempunyai kecenderungan untuk
menimbulkan pemaparan harus mengetahui status antibody HIV mereka.
4. Petugas kesehatan yang terinfeksi oleh HIV tidak boleh melakukan prosedur yang mempunyai
resiko tinggi kecuali mereka telah mendapatkan petunjuk dari ahli yang berkepentingan dalam
hal ini dan telah diberitahu mengenai keadaan yang diperlukan, baru mereka boleh melanjutkan
prosedur-prosedur tersebut.
5. Pemeriksaan untuk petugas kesehatan terhadap antibodi HIV tidak diharuskan. Pengkajian
terakhir menyatakan kemungkinan petugas kesehatan dapat mentransmisikan HIV kepada
pasien dapat terjadi selama prosedur yang mudah terpapar oleh infeksi tersebut dilakukan tanpa
didukung oleh pengalihan sumber-sumber yang dibutuhkan dalam mengimplementasikan
program pemeriksaan. Ketaatan petugas kesehatan akan hal-hal yang dianjurkan dapat
ditingkatkan melalui pendidikan, pelatihan dan petunjuk kerahasiaan yang tepat dan aman.
Petunjuk bagi petugas kesehatan harus selalu diperbaharui, dan perlu dicatat bahwa mereka
perlu diinformasikan terus menerus terhadap adanya perubahan dimasa yang akan datang.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kewaspadaan Universal (universal precuations) yaitu tindakan pengendalian infeksi yang
dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan
didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit,
baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007).
Kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien, dengan
melakukan tindakan berikut :
1. Cuci tangan setelah berhubungan dengan pasien atau setelah membuka sarung tangan.
2. Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubuh.
3. Pakai sarung tangan bila mungkin akan ada hubungan dengan cairan tubuh.
4. Pakai masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada percikan cairan tubuh.
5. Buang benda tajam secara aman, alat yang sekali pakai tidak boleh dipakai ulang.
6. Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh dengan bahan yang cocok.
7. Patuhi standar untuk disinfeksi dan sterilisasi alat medis.
8. Buang limbah sesuai prosedur

B. Saran
Oleh karena itu, tindakan Kewaspadaan Universal sangat penting dilakukan. Jadi kita sebagai
perawat harus mengerti dasar pemikiran kewaspadaan universal dan terus menerus
mengadvokasikan untuk penerapannya. Kita harus mengajukan keluhan jika kewaspadaan
universal diterapkan secara pilih-pilih (kewaspadaan ODHA) dalam sarana medis. Kita mungkin
juga harus beradvokasi pada pemerintah supaya disediakan dana yang cukup untuk menerapkan
kewaspadaan universal dalam sarana medis pemerintah.

13
DAFTAR PUSTAKA

DepKes RI. 2010. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan


Kesehatan cetakan III. Jakarta : Departemen Kesehatan.
Nursalam dan Ninuk. 2007. Asuhan Keperawatn Pada Pasien Terinfeksi. Jakarta :
Salemba Medika.
Perry & Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan
Praktek. Edisi ke 4. Jakarta: EGC.

14

Anda mungkin juga menyukai