Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali

menyebabkan kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit

ini dapat disebabkan oleh bakteri (disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba)
(1)
. Di Amerika Serikat, insiden disentri amoeba mencapai 1-5% sedangkan

disentri basiler dilaporkan kurang dari 500.000 kasus tiap tahunnya. Sedangkan

angka kejadian disentri amoeba di Indonesia sampai saat ini masih belum ada,

akan tetapi untuk disentri basiler dilaporkan 5% dari 3848 orang penderita diare

berat menderita disentri basiler. (2)

Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat

disentri basiler pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Kebanyakan kuman

penyebab disentri basiler ditemukan di negara berkembang dengan kesehatan

lingkungan yang masih kurang. Disentri amoeba tersebar hampir ke seluruh dunia

terutama di negara yang sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini

dikarenakan faktor kepadatan penduduk, higiene individu, sanitasi lingkungan dan

kondisi sosial ekonomi serta kultural yang menunjang. Penyakit ini biasanya

menyerang anak dengan usia lebih dari 5 tahun. (2)

Spesies Entamoeba menyerang 10% populasi didunia. Prevalensi yang

tinggi mencapai 50 persen di Asia, Afrika dan Amerika selatan. Sedangkan pada

shigella di Ameriksa Serikat menyerang 15.000 kasus.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron

(usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala

buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang

air besar dengan tinja bercampur lender (mucus) dan nyeri saat buang air besar

(tenesmus). 2

Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan

sakit perut dan buang air besar yang encer secara terus menerus (diare) yang

bercampur lendir dan darah. 4

Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang

menyebabkan tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang

disebut sebagai sindroma disentri, yakni: 1) sakit di perut yang sering disertai

dengan tenesmus, 2) berak-berak, dan 3) tinja mengandung darah dan lendir. 4

2.2 Etiologi

Etiologi dari disentri ada 2, yaitu : 5

1. Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,sp.

Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famili

enterobacteriaceae. Ada 4 spesies Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri,

S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O dari shigella. S.sonnei

2
adalah satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan

tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat

terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki

kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan infeksi

dalam jumlah 102-103 organisme. Penyakit ini kadang-kadang bersifat

ringan dan kadang-kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek

akan menyebabkan mudahnya penularan penyakit. Secara klinis

mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja,

perut terasa sakit dan tenesmus.

2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica.

E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai

mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila

kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan cara

membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus sehingga

menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk

trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk kista. 6

Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran

< 10 mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal

dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila

pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja.

Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding

usus (intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat

mengakibatkan gejala disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit

3
komensal (dapat sampai 50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di

dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering menelan eritrosit

(haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab

terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di

luar tubuh manusia. 6


Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa.

Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung

jawab terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar

tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard

di dalam sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di

sepanjang usus besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista. 6

2.3 Patogenesis dan Patofisiologi

a. Disentri basiler

Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan

yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, disertai

eksudat inflamasi yang mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah.

Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka

dapat melewati barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air,

makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati lambung

dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang

biak didalamnya. 5,8

Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum

terminalis dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerah

4
sigmoid, sedang pada ilium hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal

ditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi

biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel

limfoid, dan pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang

dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus

bergaung. 5,8

S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain

ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik,

dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen

sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan

menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang

khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5

cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil.

Dapat terjadi perlekatan dengan peritoneum. 6

b. Disentri Amuba

Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar

dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan

menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai

saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,

sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran. 9

Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan

lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus.

Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi

5
di lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi

ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang

minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi di

semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya

adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.2

2.4 Gejala Klinis

a. Disentri Basiler

Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari

sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare

disertai demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja

masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun. 6

Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai

yang berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti

pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang

berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae. Gejalanya

timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air dengan

lendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi,

renjatan septik dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul

rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka

menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat

(hemokonsentrasi). Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa seperti

gejala kolera atau keracunan makanan. 10

6
Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan

koma uremik. Angka kematian bergantung pada keadaan dan tindakan

pengobatan. Angka ini bertambah pada keadaan malnutrisi dan keadaan darurat

misalnya kelaparan. Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik

secara perlahan-lahan tetapi memerlukan waktu penyembuhan yang lama.

Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya

lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir. Sedangkan

pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda

dengan kasus yang menahun, terdapat serangan seperti kasus akut secara

menahun. Kejadian ini jarang sekali bila mendapat pengobatan yang baik. (2)

b. Disentri Amuba

Carrier (Cyst Passer)

Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan

karena amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi ke

dinding usus.

Disentri amoeba ringan

Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya

mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat

timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja

bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang

nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya.

Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan

(subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.

7
Disentri amoeba sedang

Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding disentri ringan,

tetapi pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya

disertai lendir dan darah. Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan

disertai hepatomegali yang nyeri ringan.

Disentri amoeba berat

Keluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita mengalami diare

disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (40 0C-40,50C)

disertai mual dan anemia.

Disentri amoeba kronik

Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diare

diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan

berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala

neurastenia. Serangan diare yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam

atau makanan yang sulit dicerna. 6

2.5 Pemeriksaan Penunjang

a. Disentri amoeba
1. Pemeriksaan tinja

Pemeriksaan tinja ini merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat

penting. Biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk

pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang segar. Kadang diperlukan

pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan

sebelum pasien mendapat pengobatan.

8
Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari

bentuk kista karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan

langsung tampak kista berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya

terdapat badan-badan kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul,

sedangkan inti tidak tampak. Untuk dapat melihat intinya, dapat digunakan larutan

lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badan-badan kromatoid tidak tampak.

Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan metode

konsentrasi dengan larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng

sulfat kista akan terapung di permukaan sedangkan dengan larutan eterformalin

kista akan mengendap.

Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk itu diperlukan

tinja yang masih segar dan sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang

mengandung darah dan lendir. Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang

masih bergerak aktif seperti keong dengan menggunakan pseudopodinya yang

seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak amoeba dengan eritrosit di

dalamnya. Bentik inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan

eosin.2

2. Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi

Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan

gejala disentri, terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba.

Akan tetapi pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Pada pemeriksaan ini

akan didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat

kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. 2

9
3. Pemeriksaan uji serologi

Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati

amebik dan epidemiologis. Uji serologis positif bila amoeba menembus jaringan

(invasif). Oleh karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri

amoeba dan negatif pada carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita

amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis.(2)

b. Disentri basiler
1. Pemeriksaan tinja. Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap

kuman penyebab serta biakan hapusan (rectal swab). Untuk menemukan

carrier diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang seksama dan teliti karena

basil shigela mudah mati . Untuk itu diperlukan tinja yang baru.

2. Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan ini spesifik dan

sensitif, tetapi belum dipakai secara luas.

3. Enzim immunoassay. Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada

sebagian besar penderita yang terinfeksi S.dysentriae tipe 1 atau toksin

yang dihasilkan E.coli.

4. Sigmoidoskopi. Sebelum pemeriksaan sitologi ini, dilakukan

pengerokan daerah sigmoid. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada

stadium lanjut.

5. Aglutinasi. Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari

kedua, maksimum pada hari keenam. Pada S.dysentriae aglutinasi

dinyatakan positif pada pengenceran 1/50 dan pada S.flexneri aglutinasi

antibodi sangat kompleks, dan oleh karena adanya banyak strain maka

jarang dipakai.

10
6. Gambaran endoskopi memperlihatkan mukosa hemoragik yang

terlepas dan ulserasi. Kadang-kadang tertutup dengan eksudat. Sebagian

besar lesi berada di bagian distal kolon dan secara progresif berkurang di

segmen proksimal usus besar. 2

2.6 Diagnosis

a. Disentri basiler
Perlu dicurigai adanya Shigellosis pada pasien yang datang dengan

keluhan nyeri abdomen bawah, dan diare. Pemeriksaan mikroskopik tinja

menunjukkan adanya eritrosit dan leukosit PMN. Untuk memastikan

diagnosis dilakukan kultur dari bahan tinja segar atau hapus rektal. Pada

fase akut infeksi Shigella, tes serologi tidak bermanfaat.


Pada disentri subakut gejala klinisnya serupa dengan kolitis

ulserosa. Perbedaan utama adalah kultur Shigella yang positif dan

perbaikan klinis yang bermakna setelah pengobatan dengan antibiotik

yang adekuat. (6)


b. Disentri amuba

Pemeriksaan tinja sangat penting di mana tinja penderita amebiasis

tidak banyak mengandung leukosit tetapi banyak mengandung bakteri.

Diagnosis pasti baru dapat ditegakkan bila ditemukan amoeba (trofozoit).

Akan tetapi ditemukannya amoeba bukan berarti meyingkirkan

kemungkinan penyakit lain karena amebiasis dapat terjadi bersamaan

dengan penyakit lain. Oleh karena itu, apabila penderita amebiasis yang

telah menjalani pengobatan spesifik masih tetap mengeluh nyeri perut,

perlu dilakukan pemeriksaan lain, misalnya endoskopi, foto kolon dengan

barium enema atau biakan tinja.

11
Abses hati ameba sukar dibedakan dengan abses piogenik dan

neoplasma. Pemeriksaan ultrasonografi dapat membedakannya dengan

neoplasma, sedang ditemukannya echinococcus dapat membedakannya

dengan abses piogenik. Salah satu caranya yaitu dengan dilakukannya

pungsi abses. (2)

2.7 Komplikasi

a. Disentri amoeba

Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri amoeba, baik berat maupun

ringan. Berdasarkan lokasinya, komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi : (2)

Komplikasi intestinal

Perdarahan usus. Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke dinding usus

besar dan merusak pembuluh darah.

Perforasi usus. Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan muskular

dinding usus besar. Sering mengakibatkan peritonitis yang mortalitasnya tinggi.

Peritonitis juga dapat disebabkan akibat pecahnya abses hati amoeba.

Ameboma. Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan reaksi

terbentuknya massa jaringan granulasi. Biasanya terjadi di daerah sekum dan

rektosigmoid. Sering mengakibatkan ileus obstruktif atau penyempitan usus.

Intususepsi. Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang memerlukan

tindakan operasi segera.

Penyempitan usus (striktura). Dapat terjadi pada disentri kronik akibat

terbentuknya jaringan ikat atau akibat ameboma.

Komplikasi ekstraintestinal

12
Amebiasis hati. Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal yang paling

sering terjadi. Abses dapat timbul dari beberapa minggu, bulan atau tahun sesudah

infeksi amoeba sebelumnya. Infeksi di hati terjadi akibat embolisasi ameba dan

dinding usus besar lewat vena porta, jarang lewat pembuluh getah bening.

Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang merupakan stadium dini abses hati

kemudian timbul nekrosis fokal kecil-kecil (mikro abses), yang akan bergabung

menjadi satu, membentuk abses tunggal yang besar. Sesuai dengan aliran darah

vena porta, maka abses hati ameba terutama banyak terdapat di lobus kanan.

Abses berisi nanah kental yang steril, tidak berbau, berwarna kecoklatan

(chocolate paste) yang terdiri atas jaringan sel hati yang rusak bercampur darah.

Kadang-kadang dapat berwarna kuning kehijauan karena bercampur dengan

cairan empedu.

Abses pleuropulmonal. Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hati.

Kurang lebih 10-20% abses hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini. Abses

paru juga dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus besar.

Dapat pula terjadi hiliran (fistel) hepatobronkhial sehingga penderita batuk-batuk

dengan sputum berwarna kecoklatan yang rasanya seperti hati.

Abses otak, limpa dan organ lain. Keadaan ini dapat terjadi akibat embolisasi

ameba langsung dari dinding usus besar maupun dari abses hati walaupun sangat

jarang terjadi.

Amebiasis kulit. Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar

dengan membentuk hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal atau dinding

13
perut. Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi ameba yang berasal

dari anus.

b. Disentri basiler

Beberapa komplikasi ekstra intestinal disentri basiler terjadi pada pasien yang

berada di negara yang masih berkembang dan seringnya kejadian ini dihubungkan

dengan infeksi S.dysentriae tipe 1 dan S.flexneri pada pasien dengan status gizi

buruk. Komplikasi lain akibat infeksi S.dysentriae tipe 1 adalah haemolytic

uremic syndrome (HUS). SHU diduga akibat adanya penyerapan enterotoksin

yang diproduksi oleh Shigella. Biasanya HUS ini timbul pada akhir minggu

pertama disentri basiler, yaitu pada saat disentri basiler mulai membaik. Tanda-

tanda HUS dapat berupa oliguria, penurunan hematokrit (sampai 10% dalam 24

jam) dan secara progresif timbul anuria dan gagal ginjal atau anemia berat dengan

gagal jantung. Dapat pula terjadi reaksi leukemoid (leukosit lebih dari

50.000/mikro liter), trombositopenia (30.000-100.000/mikro liter), hiponatremia,

hipoglikemia berat bahkan gejala susunan saraf pusat seperti ensefalopati,

perubahan kesadaran dan sikap yang aneh.

Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rectal dan perforasi

juga dapat muncul. Akan tetapi peritonitis karena perforasi jarang terjadi.

Kalaupun terjadi biasanya pada stadium akhir atau setelah serangan berat.

Peritonitis dengan perlekatan yang terbatas mungkin pula terjadi pada beberapa

tempat yang mempunyai angka kematian tinggi. Komplikasi lain yang dapat

timbul adalah bisul dan hemoroid. 2,6

14
2.8 Pengobatan

a. Disentri basiler
Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat,

mencegah atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat

diberikan antibiotika.
Cairan dan elektrolit
Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan

rehidrasi oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan

terjadi dan berat badan penderita turun. Dalam keadaan ini perlu diberikan

cairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang hilang. Akan tetapi

jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui minuman atau

pemberian air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu

tanpa gula mulai dapat diberikan.


Diet
Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang dari 5

kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.


Pengobatan spesifik
Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien

diobati dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan

perbaikan, terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan,

antibiotika diganti dengan jenis yang lain.


Kuman Shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun

apabila ternyata dalam uji resistensi kuman terhadap ampisilin masih peka,

maka masih dapat digunakan dengan dosis 4 x 500 mg/hari selama 5 hari.

Begitu pula dengan trimetoprim-sulfametoksazol, dosis yang diberikan 2 x

960 mg/hari selama 3-5 hari. Amoksisilin tidak dianjurkan dalam

pengobatan disentri basiler karena tidak efektif.

15
Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal fluorokuinolon

seperti siprofloksasin atau makrolide azithromisin ternyata berhasil baik

untuk pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai

adalah 2 x 500 mg/hari selama 3 hari sedangkan azithromisin diberikan 1

gram dosis tunggal dan sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian

siprofloksasin merupakan kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita

hamil.11
b. Disentri amuba
1. Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol (diidohydroxiquin) 650 mg

tiga kali perhari selama 20 hari.


2. Amebiasis intestinal ringan atau sedang : tetrasiklin 500 mg empat

kali selama 5 hari.


3. Amebiasis intestinal berat, menggunakan 3 obat : Metronidazol

750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali

selama 5 hari, dan emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.


4. Amebiasis ektraintestinal, menggunakan 3 obat : Metonidazol 750

mg tiga kali sehari selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram perhari

selama 2 hari dilanjutkan 500 mg/hari selama 4 minggu, dan emetin 1

mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari. 6

2.11 Prognosis

Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan

pengobatan dini yang tepat serta kepekaan amoeba terhadap obat yang diberikan.

Pada umumnya prognosis amebiasis adalah baik terutama pada kasus tanpa

komplikasi. Prognosis yang kurang baik adalah abses otak ameba.

16
Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan

pengobatan dini. Tetapi pada bentuk yang sedang, biasanya angka kematian

rendah; bentuk dysentriae biasanya berat dan masa penyembuhan lama meskipun

dalam bentuk yang ringan. Bentuk flexneri mempunyai angka kematian yang

rendah. (2)

2.11 Pencegahan

a. Disentri amoeba

Makanan, minuman dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi syarat

kesehatan merupakan sarana pencegahan penyakit yang sangat penting. Air

minum sebaiknya dimasak dahulu karena kista akan binasa bila air dipanaskan

500C selama 5 menit.

Penting sekali adanya jamban keluarga, isolasi dan pengobatan carrier.

Carrier dilarang bekerja sebagai juru masak atau segala pekerjaan yang

berhubungan dengan makanan. Sampai saat ini belum ada vaksin khusus untuk

pencegahan. Pemberian kemoprofilaksis bagi wisatawan yang akan mengunjungi

daerah endemis tidak dianjurkan. (2)

b. Disentri basiler

Belum ada rekomendasi pemakaian vaksin untuk Shigella. Penularan disentri

basiler dapat dicegah dan dikurangi dengan kondisi lingkungan dan diri yang

bersih seperti membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang tidak

terkontaminasi, penggunaan jamban yang bersih. (2)

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2008. Disentri. Diakses dari http://id.wikipedia.org/

wiki/Disentri_Amuba.
2. Sya’roni A., Hoesadha Y., 2006. Disentri Basiler. Buku Ajar Penyakit

Dalam. FKUI:Jakarta.
3. Anorital dan Lelly Andayasari. 2011. Kajian Epidemiologi Penyakit

Infeksi Saluran Pencernaan yang Disebabkan oleh Amuba di Indonesia. Media

Litbang Kesehatan. Vol. 21:1. Hal. 1-9.


4. Oesman, Nizam. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi III. Fakultas

kedokteran UI.: Jakarta.


5. Behrman, Richard E, Robert M, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson

Vol. 2. Jakarta: EGC.


6. Davis K., 2007. Amebiasis. Diakses dari http://www.emedicine.com/

med/topic116.htm.
7. Kroser A. J., 2007. Shigellosis. Diakses dari http://www.emedicine.com/

med/topic2112.htm.
8. Oesman, Nizam. 2009. Kolitis Infeksi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.


9. Sudoyo, Aru W. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta:

Internal Publishing.
10. Syaroni, Akmal. 2009. Disentri Basiler dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.


11. Traa, Beatrix S, Christa L Fischer, dkk. 2010. Antibiotics for The

Treatment of Dysentery in Children. International Journal of epidemiology.

Vol. 39. Hal. 70-74.

18

Anda mungkin juga menyukai