Diberitakan bahwa negara Indonesia dan Malaysia menandatangani MoU kerja sama di
bidang pertanian membahas ketahanan pangan.
Menteri Pertanian Indonesia Anton Apriyantono dan Menteri Pertanian dan Industri Berbasis
Pertanian Malaysia menandatangani MoU kerja sama di Kuala Lumpur.
Tujuan kerja sama itu untuk memperkuat, mempromosikan, dan mengembangkan kerja sama
bilateral antara dua negara berbasiskan saling menguntungkan di bidang makanan,
hortikultura, peternakan, agrobisnis, dan bidang lainnya yang disetujui kedua belah pihak.
Indonesia dan Malaysia memandang perlunya peningkatan kerjasama di bidang perdagangan,
investasi dan energi, termasuk kerjasama sub regional melibatkan kerjasama dalam kerangka
segitiga pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Singapura dan Indonesia-Malaysia-Thailand (IMS
dan IMT-GT).
Di masa datang, kerjasama bidang perdagangan, investasi dan energi diharapkan bisa lebih
berkembang lagi sekaligus meningkatkan perekonomian kedua negara serta membuka
lapangan kerja yang memang dibutuhkan untuk mengurangi pengangguran yang terus
meningkat dewasa ini. kedua pemimpin negara sepakat tidak hanya dilakukan antara
Pertamina dengan Petronas saja, tetapi juga di bidang kelapa sawit untuk kepentingan minyak
sawit (CPO) maupun pengembangan sumber energi dari kepala sawit (bio-energy).
Dalam konteks investasi Indonesia akan terus mengembangkan iklim investasi yang lebih
baik menyangkut kepastian hukum, kebijakan ekonomi yang lebih kondusif bagi investasi
termasuk kebijakan tenaga kerja, sehingga investasi bisa berjalan dengan baik.
Di bidang sosial dan kesejahteraan, kedua pemimpin negara juga bersepakat terus
menggalang kerjasama khususnya di bidang ketenagakerjaan. kedua negara sepakat untuk
melakukan pengelolaan secara lebih baik lagi melalui kebijakan dan langkah-langkah
kerjasama di bidang ketenagakerjaan tersebut.
Kerjasama itu sendiri, untuk selanjutnya akan ditindaklanjuti di tingkat menteri dan
organisasi-organisasi pemerintahan termasuk diantara kalangan dunia usaha baik swasta
maupun milik negara. Kedua belah pihak, menurut dia, telah menunjukkan kesungguhan
untuk menindaklanjuti kesepakatan yang telah terbentuk, baik antara dua pemerintahan
maupun antara kalangan dunia usaha.
KERJASAMA INDONESIA DAN SINGAPURA
Indonesia dan Singapura sepakat membentuk enam kelompok kerja atauWorking Group guna
meningkatkan kerja sama ekonomi di antara kedua negara.
Kesepakatan tersebut dicapai dalam Leaders` Retreat selama tiga jam antara Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong di Botanic Garden, Singapura,
Senin.
Pada konferensi pers di Hotel Shangrila, Singapura, Senin malam, Presiden Yudhoyono
mengatakan, keenam kelompok kerja itu mencakup peningkatan kerjasama di kawasan
Batam, Bintan, dan Karimun, untuk peningkatan investasi, peningkatan kerja sama bidang
transportasi udara, peningkatan kerjasama pariwisata, kerjasama di bidang tenaga kerja serta
kerjasama di bidang bisnis pertanian.
“Belajar dari pengalaman masa lalu, kami sepakat kerjasama ke depan setiap saat bisa diukur
sekaligus bisa diidentifikasi masalah, hambatan. Oleh karena itu kami sepakat telah dibentuk
enam working group yang akan menjalankan kerjasama di bidang ekonomi,” tutur Presiden.
Enam kelompok kerja tersebut akan berada di bawah koordinasi Menteri Perekonomian Hatta
Radjasa, sedangkan masing-masing kelompok akan diketuai oleh menteri teknis terkait yang
akan melapor secara berkala kepada pemimpin negara masing-masing.
Kelompok-kelompok kerja dibentuk guna mencari peluang kerjasama saling menguntungkan
itu, menurut Presiden, akan melibatkan daerah karena Singapura tidak hanya berminat
berinvestasi di Jakarta tetapi juga ingin berkontribusi pada perkembangan ekonomi di
provinsi Indonesia lainnya.
INDONESIA – THAILAND
Pemerintah Indonesia dan Thailand sepakat meningkatkan kerja sama di bidang pertanian,
terutama alih teknologi informasi dan teknologi, perdagangan, pelatihan, teknik dan
penelitian dalam bidang pertanian. Kesepakatan itu dituangkan dalam MoU yang
ditandatangi oleh Menteri Pertanian Anton Apriyantono dan Menteri Pertanian dan Koperasi
Thailand, Khunying Sudarat Keyuprahan, Jumat siang. Penandatangan yang dilakukan di
Ruang Purple di Thai Koo Fah Building (gedung pemerintahan Thailand) di Bangkok,
disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Thailand Thaksin Shinawatra.
Menurut informasi Departemen Pertanian, bentuk kerja sama yang akan dilaksanakan
menurut isi nota kesepahaman itu antara lain menyangkut promosi perdagangan komoditi
pertanian; pengelolaan dan perlindungan keragaman hayati pertanian; pengembangan dan
penyuluhan pertanian; kerja sama teknik dan peningkatan SDM; serta pengelolaan dan
perlindungan lahan-lahan pertanian dan air. Untuk mendukung pencapaian kerja sama, kedua
pihak sepakat untuk membentuk Kelompok Kerja Pertanian Bersama (JAWG), yang diketuai
oleh seorang pejabat tinggi dari masing-masing negara.
Tugas utama JAWG itu adalah menyampaikan masukan mengenai pengembangan dan
perbaikan kerjasama, memonitor dan mengevaluasi seluruh kegiatan, serta membuat
rekomendasi penanganan permasalahan yang timbul dari pelaksanaan MoU tersebut. MoU
yang ditandantangani menteri pertanian Indonesia dan Thailand itu merupakan tindak lanjut
dari kesepakatan yang dibuat oleh kedua negara dalam bidang kerjasama ekonomi dan teknik
(Agreement on Economic and Technical Cooperation) yang ditandatangani pada 18 Januari
1992 di Bangkok. MoU juga merupakan tindak lanjut dari kesepakatan bidang pertanian
(Agreement on Agricultural Cooperation) yang ditandatangani dan diamandemen di Jakarta
pada 22 Februari 1984 dan 23 April 1996. Sebelumnya pada Jumat pagi Presiden Yudhoyono
dan PM Thaksin melakukan pertemuan empat mata, yang dilanjutkan dengan pertemuan
bilateral.
Delegasi yang dipimpin Presiden dalam pertemuan bilateral itu antara lain terdiri dari Menko
Perekonomian Boediono, Menlu Hassan Wirajuda, Menteri Pertanian Anton Apriyantono,
Menneg BUMN Soegiharto, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Ketua Umum Kadin M.S.
Hidayat, anggota DPR Ade Nasution dan Tristanti Mitayani, anggota DPD Edwin
Kawilarang, serta Dirjen Asia Pasifik dan Afrik-Deplu, Herijanto Soeprapto.
Khusus untuk kerjasama di kawasan Batam, Bintan, dan Karimun, Presiden mengatakan
Indonesia bisa mendapatkan nilai tambah dari keberadaan kawasan khusus tersebut karena
luas wilayah Singapura tak akan bertambah dengan industrinya semakin maju.
Karena itu, kawasan sekitar Singapura seperti Batam, Bintan, dan Karimun, dapat meraih
keuntungan dari kondisi tersebut.
Presiden mengatakan kerjasama erat dengan Singapura juga diharapkan meningkat dalam
bidang pariwisata dan transportasi udara, khususnya menjelang kebijakan ASEAN Open Sky
pada 2015.
Sementara dalam bidang tenaga kerja, Indonesia berharap agar tenaga kerja terampil atau
kaum profesional semakin mendapatkan tempat dalam pasar tenaga kerja Singapura.
Untuk bidang agribisnis, Presiden menjelaskan, Indonesia sampai saat ini masih sedikit
berkontribusi dalam konsumsi sayur mayur dan buah-buahan Singapura.
Sebelum 2014, Kepala Negara mengatakan, Indonesia menargetkan menguasai hingga 30
persen pasar sayur mayur dan buah-buahan Singapura.
Di luar kelompok kerja bidang ekonomi, Indonesia dan Singapura membentuk satu kelompok
kerja lagi untuk koordinasi kerjasama ancaman terorisme di kawasan.
“Working Group masalah `combating terorism` ini sudah berjalan dan kita ingin lebih efektif
lagi dilakukan,” ujar Presiden.
Pertemuan antara Presiden Yudhoyono dan PM Lee Hsien Loong dilakukan dalam suasana
santai yang lepas dari suasana kaku keprotokoleran. Sebelum melakukan pembicaraan
bilateral, kedua pemimpin makan siang bersama di sebuah restoran di tengah Botanic Garden
yang rimbun.
Presiden menegaskan posisi penting Singapura sebagai mitra ekonomi yang kuat dalam
bidang investasi dan perdagangan.
Namun selain membahas masalah kerjasama ekonomi dan terorisme, kedua pemimpin tidak
membicarakan masalah lain seperti perjanjian ekstradisi dalam pertemuan tersebut.
Volume perdagangan Indonesia-Singapura pada 2009 mencapai 25 miliar dolar AS, tertinggi
keempat setelah Amerika Serikat, Jepang, dan China. Sedangkan investasi Singapura di
Indonesia pada 2009 mencapai 4,5 miliar dolar AS atau setara dengan Rp4,3 triliun.
HUBUNGAN INDONESIA DAN VIETNAM
Hubungan dan ikatan diplomatik Indonesia sudah terjalin selama lima puluh tahun. Keduanya
memiliki konsesus bersama untuk sepakat meningkatkan hubungan dan kerja sama di segala
bidang, termasuk kerja sama keamanan dan penanggulangan bajak laut di perairan Selat
Malaka serta mengungkapkan saling dukung sebagai dewan keamanan tidak tetap PBB.
Hubungan indonesia dan Vietnam utamanya dilandaskan pada aspek kultural dan sosial.
Landasan utama hubungan diplomatik kultural Indonesia-dan Vietnam diimplementasikan ke
dalam fram sejarah kebudayaan misalnya dengan mlakukan penelitian arkeologi bersama
bertajuk ”Kebudayaan Dong Son dan Persebarannya” di masing-masing negara, penelitian
reguler bertajuk Consultative Workshop Archeology and Environmental Study on Dong Son
Culture” yang mempertemukan peneliti arkeologi dari Vietnam dan Indonesia dengan
dihadiri oleh penijau dari negara lain
Namun jika ditilik dari kacamata sejarah dan pergolakan pasca perang dunia II dan perang
dingin, maka hubungan diplomatik Indonesia dan Vietnam memiliki akar kuat ketika masing-
masing negara dipimpin oleh Soekarno dan Ho Chi Minh yang mana pada saat itu isu-isu
seputar komunisme dan pembentukan politik poros-porosan menjadi kajian utama menjalin
kerja sama dan membangun ikatan dekat. Indonesia sebagai salah satu aktor penting di
ASEAN pada masa pergolakan Vietnam dan Kamboja, menggagasi solusi perdamaian bagi
keduanya utamanya menyangkut saran kepada Vietnam untuk tidak mencampuri urusan
dalam negeri Kamboja dalam bentuk apapun khususnya bantuan politik maupun militer pada
salah satu kubu yang sedang berseteru. Indonesia menggagasi supaya rakyat Kamboja
diberikan kebebasan penuh dan kesempatan untuk memilih pemimpin untuk mengarahkan
revolusi Kamboja ke arah yang dikehendaki.
KERJASAMA INDONESIA DENGAN KAMBOJA
Setiap negara dalam perjalanan setiap pemerintahannya tentu saja tidak lepas dengan
serangkaian pergolakan, baik bersifat intern maupun eksternal. Pergolakan intern kamboja,
tercatat pada peristiwa ancaman komunisme kamboja di tahun 1975 di mana banyak yang
mengklaim bahwa pergolakan tersebut tidak lepas dari pengaruh negara tetangganya yakni
Vietnam dan China. Sedangkan salah satu contoh pergolakan eksternal Kamboja yakni
perselisihan dengan Thailand berkaitan dengan candi purba Preah Vihear di perbatasan kedua
negara tersebutSepertihalnya Indonesia yang identik dengan negara sumber terorisme,
Kamboja juga dikenal berkaitan dengan berbagai permasalahan keamanan dan perbatasan
dengan negara tetangganya. Oleh karena itu, ruang lingkup pembahasan permasalahan
Kamboja masih sangat luas. Fokus pembahasan memiliki kecenderungan menjadi bias dan
terlalu terdispersi.
Persengketaan maupun pergolakan di suatu negara yang berdaulat hakekatnya masih
merupakan wewenang internal bebas intervensi asing sampai pada tingkat level tertentu
negara bersangkutan secara kognitif menyampaikan inkapabilitasnya. Keberadaan forum
kawasan, ASEAN dalam hal ini idealnya adalah berpartisipasi aktif dalam menjaga situasi
keamanan.
Sebagai contoh studi kasus untuk mendapatkan pendekatan perspektif permasalahan, yakni
sengketa Candi Preah Vihear di perbatasan Kamboja-Thailand. Permasalahan bilateral antara
Kamboja-Thailand telah dibawa dalam pertemuan ASEAN guna mengijinkan ASEAN
menjadi jembatan supaya tercapai win-win solution. Melalui Menteri Luar Negeri Singapura
George Yeo dan sebagai tanggapan atas surat yang dikirimkan pemerintah Kamboja, yang
meminta ASEAN juga ikut campur untuk mendinginkan ketetgangan yang meningkat atara
kedua negara bertetangga tersebut. Akan tetapi beberapa perundingan yang disponsori
ASEAN melalui pembicaraan makan siang antarmenteri luar negerinya, mengalami
kebuntuan. Sekjen ASEAN, Surin Pitsuwan menyatakan ASEAN tidak bisa mengontrol
situasinyaBukankah ini secara implisit mengungkapkan inkapabilitas ASEAN menghadapi
permasalahan yang ada, sekaligus seolah mengilustrasikan ASEAN hanya sekedar forum talk
shop.
Singkat kata, perundingan bilateral pun lebih digalakkan supaya tercapai saling pengertian
sekaligus saling menahan diri dari benturan-benturan agresifitas militer. Kebuntuan ini bukan
tanpa sebab, tetapi karena tidak ada dari salah satu pihak Kamboja maupun Thailand bersedia
untuk berkompromi. Bahkan keupusan pengadilan internasional terhadap kepemilikan kuil
tersebut jatuh ke tangan Kamboja ditolak oleh Thailand karena status tanahnya belum
jelasOleh karena itu, pemerintah Pnom Penh pun kemudian berinisiatif mengirimkan
permohonan agar DK PBB campur tangan dalam menjembatani konflik bilateral Kamboja-
Thailand
Konflik kedua negara ini merupakan cermin dari inkapabilitas ASEAN yang tidak kompeten
dan tidak efektif sebagai fasilitator mediasi supaya terjadinya negosiasi. Hubugan
internasional antarkedua negara dan antarnegara di bawah payung ASEAN seolah-olah tidak
mencerminkan esensi dari keberadaan ASEAN sebagai forum bersama menciptakan
keharmonisan hubungan antaranggotanya. Upaya penyelesaian konflik pun lebih banyak
berasal dari inisiatif negara yang sedang bertikai dengan memfokuskan diplomasi bilateral
dan multilateral melalui PBB.