Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Saraf yang melewati tiroid adalah Nervus Rekurens. Saraf ini terletak di dorsal tiroid
sebelum masuk ke laring.
0
2. Fisiologi Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan suatu kelenjar endokrin yang mensekresikan hormon
Tiroksin atau T4, triiodotironin atau T3 dan kalsitonin. Di dalam darah sebagian
besar T3 dan T4 terikat oleh protein plasma yaitu albumin, Thyroxin Binding Pre
Albumin (TBPA) dan Thyroxin Binding Globulin (TGB). Sebagian kecil T3 dan T4
bebas beredar dalam darah dan berperan dalam mengatur sekresi TSH. Hormon
tiroid dikendalikan oleh thyroid-stimulating hormone ( TSH ) yang dihasilkan lobus
anterior glandula hypofise dan pelepasannya dipengaruhi oleh thyrotropine-
releasing hormone ( TRH ). Kelenjar thyroid juga mengeluarkan calcitonin dari
parafolicular cell, yang dapat menurunkan kalsium serum berpengaruh pada
tulang.
Fungsi hormon tiroid antara lain:1
b. efek kardiogenik
c. simpatogenik
1
B. Konsep Struma
1. Definisi
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar
tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang
dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Kelainan glandula tyroid dapat berupa
gangguan fungsi seperti tiritosikosis atau perubahan susunan kelenjar dan
morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler. Berdasarkan patologinya, pembesaran
tyroid umumnya disebut struma (De Jong & Syamsuhidayat, 1998). Struma adalah
perbesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan pembengkak-an di bagian depan leher
(Dorland, 2002).
2. Etiologi
Struma menimbulkan gejala klinis dikarenakan oleh perubahan kadar hormon tiroid
di dalam darah. Kelenjar tiroid dapat menghasilkan hormon tiroid dalam kadar berlebih
atau biasa disebut hipertiroid maupun dalam kadar kurang dari normal atau biasa
disebut hipotiroid. Gejala yang timbul pada hipertiroid adalah. (Widjosono, 2010).
a. Peningkatan nafsu makan dan penurunan berat badan
b. Tidak tahan panas dan hiperhidrosis
c. Palpitasi, sistolik yang tinggi dan diastolik yang rendah sehingga menghasilkan
tekanan nadi yang tinggi (pulsus celler) dan dalam jangka panjang dapat menjadi
fibrilasi atrium
d. Tremor
2
e. Diare
f. Infertilitas, amenorrhae pada wanita dan atrofi testis pada pria
g. Exophtalmus
Gejala yang timbul pada hipotiroid adalah kebalikan dari hipertiroid: (Kariadi , 2014)
c. Bradikardi, tekanan sistolik yang rendah dan tekanan nadi yang lemah
d. Gerak tubuh menjadi lamban dan edema pada wajah, kelopak mata dan
tungkai
4. Klasifikasi
Pembesaran kelenjar tiroid atau struma diklasifikasikan berdasarkan efek
fisiologisnya, klinis, dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat dibagi menjadi:
a. Struma Difusa Toksik
Struma difusa toksik dapat kita temukan pada Grave’s Disease. Penyakit ini
juga biasa disebut Basedow. Trias Basedow meliputi pembesaran kelenjar tiroid
difus, hipertiroidi dan eksoftalmus. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang
muda dengan gejala seperti berkeringat berlebihan, tremor tangan, menurunnya
toleransi terhafap panas, penurunan berat badan, ketidakstabilan emosi, gangguan
menstruasi berupa amenorrhea, dan polidefekasi ( sering buang air besar ). Klinis
sering ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, kadang terdapat juga
manifestasi pada mata berupa exophthalmus dan miopatia ekstrabulbi. Walaupun
etiologi penyakit Graves tidak diketahui pasti, tampaknya terdapat peran dari suatu
antibodi yang dapat ditangkap reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap
peningkatan hormon tiroid. Penyakit ini juga ditandai dengan peningkatan absorbsi
yodium radiokatif oleh kelenjar tiroid (Kariadi , 2014).
Gambar : penderita penyakit Graves
3
b. Struma Nodosa Toksik
Struma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus
yang disertai dengan tanda-tanda hipertiroid. Pembesaran noduler terjadi pada
usia dewasa muda sebagai suatu struma yang nontoksik. Bila tidak diobati, dalam
15-20 tahun dapat menjadi toksik. Pertama kali dibedakan dari penyakit Grave’s
oleh Plummer, maka disebut juga Plummer’s disease (Kariadi , 2014).
Penyakit ini diawali dengan timbulnya pembesaran noduler pada kelenjar tiroid
yang tidak menimbulkan gejala-gejala toksisitas, namun jika tidak segera diobati,
dalam 15-20 tahun dapat menimbulkan hipertiroid. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan dari nontoksik menjadi toksik antara lain adalah nodul
tersebut berubah menjadi otonom sendiri (berhubungan dengan penyakit
autoimun), pemberian hormon tiroid dari luar, pemberian yodium radioaktif sebagai
pengobatan (Kariadi , 2014).
c. Struma Difusa Nontoksik
Struma endemik adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran kelenjar
tiroid yang terjadi pada suatu populasi, dan diperkirakan berhubungan dengan
defisiensi diet dalam harian. Epidemologi Endemik goiter diperkirakan terdapat
kurang lebih 5% pada populasi anak sekolah dasar/preadolescent (6-12 tahun),
seperti terbukti dari beberapa penelitian. Goiter endemik terjadi karena defisiensi
yodium dalam diet. Kejadian goiter endemik sering terjadi di derah pegnungan,
seperti di himalaya, alpens, daerah dengan ketersediaan yodium alam dan
cakupan pemberian yodium tambahan belum terlaksana dengan baik (Kariadi ,
2014).
Umumnya, mekanisme terjadinya goiter disebabkan oleh adanya
defisiensi intake iodin oleh tubuh. Selain itu, goiter juga dapat disebabkan oleh
kelainan sintesis hormon tiroid kongenital ataupun goitrogen (agen penyebab goiter
seperti intake kalsium berlebihan maupun sayuran familiBrassica). Kurangnya iodin
4
menyebabkan kurangnya hormon tiroid yang dapat disintesis. Hal ini akan memicu
peningkatan pelepasan TSH (thyroid-stimulating hormone) ke dalam darah sebagai
efek kompensatoriknya. Efek tersebut menyebabkan terjadinya hipertrofi dan
hiperplasi dari sel folikuler tiroid, sehingga terjadi pembesaran tiroid secara
makroskopik. Pembesaran ini dapat menormalkan kerja tubuh, oleh karena pada
efek kompensatorik tersebut kebutuhan hormon tiroid terpenuhi. Akan tetapi, pada
beberapa kasus, seperti defisiensi iodin endemik, pembesaran ini tidak akan dapat
mengompensasi penyakit yang ada. Kondisi itulah yang dikenal dengan goiter
hipotiroid. Derajat pembesaran tiroid mengikuti level dan durasi defisiensi hormon
tiroid yang terjadi pada seseorang (Kariadi , 2014).
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena
tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Yang penting pada diagnosis SNNT adalah
tidak adanya gejala toksik yang disebabkan oleh perubahan kadar hormon tiroid,
dan pada palpasi dirasakan adanya pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu
lobus. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi
multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur,
struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar
penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan.
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena
5
menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila
pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan
pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan demikian mungkin
tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan yang berarti
menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan
stridor inspiratoar. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan
trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena
terfiksasi pada trakea (Widjosono, 2010)
5. Pathway
Defisiensi yodium 6. Anastesi GA (ex : phenolic, etc) dan Obat2an (ex : thiocarbamide,
Zat kimia
sulfonylurea, etc)
Iodida tidak teroksidasi
Menghambat sintesa hormon tiroid
Tyrosin tak terbentuk
Penurunan sekresi T3 dan T4
Sekresi Hormone tiroid menurun
Meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis
Mencegah inhibisi umpan balik TSH yang normal
Peningkatan jumlah sel2 folikel
Merangsang hipofisis
Hipertrofi kelenjar tiroid
Peningkatan produksi TSH
MK : Resiko
Dispnea Resiko Tinggi Infeksi
gg.T4
T3 dan Perfusi Luka Operasi
MK : jaringan
Pola
menurun
napas tidak
Sekresi hormon
efektif
kalsitonin Ketidaksiapan
menurun efek depresan dari
menghadapi
operasi medikasi dan agens
Penurunan Efek relaksan PD
metabolisme anestetik.
Kurangnya dan Syaraf serta
kalsium terpapar informasi Otot
dengna tindakan
Osteohalisteresis pembedahan Dilatasi Pembuluh
Kelemahan fisik Darah
Koping individu Peningkatan
inefektif dan
MK : Intoleransi perasaan tidak
sekeresi mukosa otot 6
aktifitas tenang pernafasan Resikooutput
syok
Bersihan Jalan Cardiac
Hipovolemik
menurun
MK : Ansietas Nafas Inefektif
6. Komplikasi (Kariadi , 2014).
b. Dispneu
lebih lemah dan sukar mengontrol suara nada tinggi, karena terjadi
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit tiroid
terbagi atas (Kariadi , 2014).
a. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid.
Pemeriksaan untuk mengetahui kadar T3 dan T4 serta TSH paling sering
menggunakan teknik radioimmunoassay (RIA) dan ELISA dalam serum atau
plasma darah. Kadar normal T4 total pada orang dewasa adalah 50-120 ng/dl.
Kadar normal untuk T3 pada orang dewasa adalah 0,65-1,7 ng/dl.
b. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan
tiroid. Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid yang ditemukan pada
serum penderita dengan penyakit tiroid autoimun. Seperti antibodi tiroglobulin
dan thyroid stimulating hormone antibody
c. Pemeriksaan radiologis
7
lokasi dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid (distribusi dalam
kelenjar). Uptake normal 15-40% dalam 24 jam. Dari hasil scanning tiroid
dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu cold nodule bila uptake nihil atau kurang
dari normal dibandingkan dengan daerah disekitarnya, ini menunjukkan
fungsi yang rendah dan sering terjadi pada neoplasma. Bentuk yang kedua
adalah warm nodule bila uptakenya sama dengan sekitarnya, menunjukkan
fungsi yang nodul sama dengan bagian tiroid lain. Terakhir adalah hot
nodule bila uptake lebih dari normal, berarti aktifitasnya berlebih dan jarang
pada neoplasma.
8. Penatalaksanaan
a. Strumektomi
Strumektomi dilakukan pada struma yang besar dan menyebabkan keluhan
mekanis, strmektomi juga diindikasikan terhadap kista tiroid yang tidak
mengecil setelah dilakukan biopsi aspirasi jarum halus. Nodul panas
dengan diameter > 2,5 mm dilakukan operasi karena dikhawatirkan mudah
timbul hipertiroidisme.
b. L-tiroksin selama 4 – 5 bulan
Preparat ini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu dilakukan
pemeriksaan sidik tiroid ulang. Apablia nodul mengecil maka terapi
diteruskan namun apabila tidak mengecil atau bahkan membesar, dilakukan
biopsi aspirasi atau operasi.
c. Biopsi aspirasi jarum halus
Cara ini dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang dari 10 mm.
C. Konsep Asuhan Keperawatan
8
DAFTAR PUSTAKA
1. Schteingert DE. Penyakit Kelenjar Tiroid. Patofisiologi. Jilid II. Edisi ke-4.
Jakarta: EGC; 1995.h.1071-1078.
3. Kariadi KS, Hartini S, Sumual A. Struma Nodosa Non Toksik & Hipertiroidisme.
Buku ajar ilmu penyakit dalam, Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing;
2014.h.757-778.
4. Liberty Kim H. Kelenjar Tiroid. Buku teks ilmu bedah. Jilid I. Jakarta: Penerbit
Binarupa Aksara; 1997.h.15-19.
(Kariadi , 2014)
(Widjosono, 2010)