Anda di halaman 1dari 173
f roa a ae ar Tae ) oes mele) Pe Don Ihde Tentang Dunia, Manusia, dan Alat Filsafat Teknologi Don Ihde tentang Manusia dan Alat 028704 © Kanisius 2008 PENERBIT KANISIUS (Anggota IKAPI) Jl. Cempaka 9, Deresan, Yogyakarta 55281, INDONESIA Kotak Pos 1125/Yk, Yogyakarta 55011, INDONESIA Telepon (0274) 588783, 565996; Fax (0274) 563349 E-mail : office@kanisiusmedia.com Website : www.kanisiusmedia.com Penyunting : V. Linda Desain sampul : Rahmat (Gepeng) Cetakan ke- 5 4 3 2 1 Tahun 12 uw 10 09 08 ISBN 978-979-21-1909-1 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari Penerbit Dicetak oleh Percetakan Kanisius Yogyakarta PENDAHULUAN Werner Heisenberg, the well-known German physicist and discoverer of quantum mechanics explained the nature of technology through an analogy with a spider and its web. Like technology the web is a tool, yet the spider lives in that framework. ... “The day will perhaps come when the relation of much of technology to the human is necessarily the same as that of a shell to its snail and of a web to its spider, that is, technology becomes part of our organism” Humankind still will be the master, however, for the web can be repaired by the spider. — Wang Miaoyang' Dunia yang kita huni adalah dunia-kehidupan yang teknologis. Hidup kita dipenuhi dengan alat-alat tekno- Jogi. Teknologi ada di mana-mana. Kita menyiapkan ma- kanan dengannya. Kita memakainya sebagai pakaian. Kita membaca dan menulis dengannya. Kita bekerja dan 1 Dikutip dari tulisan Wang Miaoyang, “Development of Technology And Social Life,” dalam The Humanization of Technology and Chinese Culture, Chinese Philosophical Studies XI, eds. Tomonobu Imamichi, Miaoyang Wang, and Fangtong Liu (Washington D.C.: The Council for Research in Values and Philosophy, 1998), 96. 2 FirsaFAT TEKNOLOGI bermain dengannya. Kita memproduksi dan membelinya. Kita tidak dapat tidak hidup dalam dunia teknologi dan harus menerima kenyataan ini. Hidup manusia sudah se- penuhnya dimediasikan oleh teknologi. Sangatlah sukar untuk memikirkan hidup tanpa alat, mesin ataupun fasilitas. Oleh sebab itu, pantaslah teknologi direfleksikan secara filosofis. Dalam bukunya, Technology and the Lifeworld: From Garden to Earth (1990), Don Ihde menegaskan bahwa manusia tidak dapat hidup dalam suatu taman yang non-teknologis karena di atas bumi manusia me- rupakan makhluk yang secara inheren teknologis.? Dunia non-teknologis tidak mungkin ada dalam kenyataan dan hanya mungkin dalam teori saja. Buku ini hendak membahas pemikiran Don Ihde mengenai teknologi dan hubungannya dengan manusia. Dunia kita merupakan dunia yang dikonstruksikan terutama oleh teknologi. Kadang-kadang teknologi yang kita hasilkan membuat hidup kita bertambah baik. Akan tetapi, di lain waktu teknologi tersebut menjadikan hidup kita lebih susah. Teknologi membentuk dan mengubah budaya serta lingkungan hidup kita. Kita mengalami dunia melalui teknologi antara lain dalam bentuk alat. Pengalaman langsung kita dengan dunia tanpa teknologi sangatlah sedikit. Apabila kita tidak menggunakan teknologi atau mengalami dunia tanpa teknologi justru itu dianggap aneh. Maka, perlu pembedaan antara dunia yang dialami melalui teknologi dan dunia yang dialami tanpa teknologi. Demikian halnya dengan pembedaan antara masyarakat yang banyak 2 “[Ihde argued] that human beings are not able to lead a non- technological life in some garden state because on the earth they are inherently technological creatures.” Carl Mitcham, Thinking Through Technology: The Path between Engineering and Philosophy (Chicago: The University of Chicago Press, 1994), 78. Pendahuluan 3 menggunakan teknologi dan masyarakat yang sedikit menggunakan teknologi. Fenomena-fenomena ini memunculkan pelbagai per- soalan. Di antaranya, bagaimana teknologi mempengaruhi serta mengubah cara bertindak, persepsi dan pemahaman manusia? Bagaimana manusia secara individu mengalami dunia-kehidupannya melalui teknologi berwujud alat? Apakah teknologi juga dapat mengubah cara hidup dan budaya manusia secara kolektif dalam dunia kehidupan? Menurut Ihde, teknologi sebagai mediator antara manusia dan dunianya mengubah pengalaman manusia mengenai dunia. Budaya pun turut berubah karena penerapan tek- nologi. Inde membahas beberapa jenis hubungan ma- nusia dan teknologi dalam dunia-kehidupan. Sebagian ciri alat yang dikemukakan Ihde dielaborasi berdasarkan pemikiran Martin Heidegger tentang alat. Apakah teknologi hanya merupakan sains terapan? Gagasan umum dan dominan mengatakan bahwa tek- nologi bersumber atau lahir dari sains. Ihde, yang sepakat dengan Heidegger, mengatakan bahwa teknologi mendahului sains. Lantas, sejauh mana Ihde setuju bahwa teknologi secara ontologis mendahului sains? Bagaimana teknologi dapat dihubungkan dengan sains? Mengapa hubungan ini penting? Persoalan-persoalan di atas hendak dijawab berda- sarkan pemikiran Don Ihde. Buku ini, mengikuti Ihde, bermula dari tesis bahwa alat teknologi yang digunakan manusia mengubah pengalaman dan persepsi manusia akan dunia-kehidupan. Jenis-jenis hubungan manusia- teknologi yang berbeda dalam hal ini membawa penga- tuh yang berbeda atas pengalaman dan hidup manusia. Selain berfokus pada pemikiran Ihde mengenai hubung- an manusia dan teknologi yang dimediasikan oleh instrumen, buku ini juga akan membahas tentang ke- tertanaman teknologi dalam budaya (cultural embed- 4 Fitsarat TEKNOLOGI dedness of technology). Di sini budaya dipahami sebagai multikultural. Alat-alatteknologi dilihat sebagaiinstrumen kultural dan instrumen saintifik. Sebelum membahas per- soalan-persoalan tersebut, sebagai awal mula juga dibahas pemikiran Ihde tentang filsafat teknologi dan filsafat sains dan wilayah persinggungan antara keduanya, serta pemikiran Heidegger mengenai teknologi sebagai dasar bagi pemikiran hubungan manusia-teknologi Ihde. Sebelum memulai seluruh pembahasan, ada baiknya menyinggung sedikit sosok Don Ihde yang pemikirannya mendasari tesis dalam buku ini. Don Ihde merupakan Leading Professor di bidang filsafat dan dekan humaniora dan seni di State University of New York di Stony Brook, Amerika Serikat. Selain itu, ia juga mengepalai Technoscience Research Group di Stony Brook. Thde lahir di Hope, Kansas, Amerika Serikat pada 14 Januari 1934. Pendidikan tingginya diawali dari University of Kansas (1956), kemudian dilanjutkan ke Andover Newton Theological School (1959). Gelar doktor diraihnya dari Boston University pada tahun 1964 dengan disertasi mengenai Paul Ricoeur.’ Inde mulanya mengajar di Boston University (1962-1964), kemudian dilanjutkan dengan menjadi associate professor di universitas yang sama (1964-1968) dan associate professor di Southern Illinois University (1968-1969). Awalnya, Ihde bergabung dengan State University of New York di Stony Brook pada tahun 1969 sebagai associate professor, lalu professor pada 1971, hingga menjadi Leading professor pada 1986. Bidangnya adalah filsafat teknologi dan filsafat sains dengan minat khusus pada teknologi citra (imaging technologies). Ia juga meneliti tentang persepsi antar 3 Donthde, “If Phenomenology is an Albatross, Is Postphenomenology Possible?”, http://www.sunysb.edu/philosophy/faculty/dihde/ 23/ 08/2005. Pendahuluan budaya dan pola budaya plural.’ Ihde diangkat menjadi Distinguished Professor pada 1997, satu tingkat lebih tinggi daripada profesor penuh berkat kontribusinya yang besar dan diakui secara internasional dalam filsafat teknologi.* Latar belakang filsafat Ihde ialah filsafat kontinental dengan berfokus pada fenomenologi dan juga sedikit filsafat analitik. Inde mengakui dirinya awalnya berke- cimpung dalam fenomenologi, kemudian filsafat teknologi dan terakhir dalam wilayah teknosains. Istilah teknosains antara lain berarti bahwa sains dan teknologi bukanlah dua wilayah yang berbeda, melainkan dua wilayah yang saling berhubungan. Ihde mengatakan bahwa instru- mentasi merupakan penghubung antara sains dan tek- nologi. Ihde mulai beralih ke wilayah filsafat teknologi pada tahun 1970-an lewat penelitiannya di bidang persepsi. Ketertarikannya terhadap persepsi dibukukan dalam Listening and Voice: A Phenomenology of Sound (1976) dan Experimental Phenomenology (1977), masing- masing mengenai fenomenologi pengalaman audio dan visual.’ Persepsi melibatkan kebertubuhan dan salah satu tesis Ihde adalah manusia “menubuh” dengan alat-alat teknologi, yaitu instrumen. Menubuh di sini berarti alat dijadikan sebagian dari cara persepsi tubuh manusia dan melalui alat tersebut, manusia melakukan aktivitasnya 4 Dari sumber internet Website of State University of New York, Stony Brook, http://www.sunysb.edu/philosophy/faculty/dihde/ 23/08/2005. 5 Dari sumber internet Newsletter Society for Philosophy and Technology Volume 22, Number 3, Spring 1998, http://www.spt. org 23/08/2005. 6 Don Ihde, Bodies in Technology (Minneapolis: University of Minnesota Press, 2002), xv. Fitsarat TEKNOLOGI dalam dunia-kehidupan. Filsafat teknologinya merupakan suatu fenomenologi instrumentasi.’ Bergabungnya Ihde dengan Stony Brook yang banyak membuat riset saintifik dengan menggunakan instrumen merupakan pencetus minatnya dalam instrumentasi dan filsafat teknologi. Buku pertamanya mengenai filsafat teknologi adalah Technics and Praxis: A Philosophy of Technology (1979). Dalam filsafatnya, Inde menekankan materialitas dan kekonkretan alat-alat teknologi sehingga Thde kadang-kadang menyebut dirinya sebagai seorang materialis fenomenologis.’ Ihde mengakui dirinya bukan seorang distopis maupun utopis berkaitan dengan tek- nologi. Ia tidak berpihak pada pandangan ekstrem bahwa teknologi adalah netral semata-mata ataupun pandangan ekstrem teknologi yang lainnya, yaitu bahwa teknologi memiliki otonomi dan berjalan dengan hukumnya sendiri.’ Karyanya antara lain ialah Hermeneutic Pheno- menology: The Philosophy of Paul Ricoeur (1971), Sense and Significance (1973), Post-phenomenology: Essays in the Postmodern Context (1973), Listening and Voice: A Phenomenology of Sound (1976), Experimental Phe- nomenology (1977), Technics and Praxis: A Philosophy of Technology (1979), Existential Technics (1983), Con- sequences of Phenomenology (1986), Technology and the Lifeworld: From Garden to Earth (1990), Instrumental Realism: Interface Between Philosophy of Science and Philosophy of Technology (1991), Philosophy of Technology: An Introduction (1993), Expanding 7 Ihde, “If Phenomenology is an Albatross, Is Postphenomenology Possible?” 8 Phenomenological materialist, Inde, Bodies in Technology, xv. 9 Ihde, Bodies in Technology, xiii. Pendahuluan Hemeneutics: Visualism in Science (1999), dan Bodies in Technology (2002). Selain itu, Ihde juga menyunting buku Paul Ricoeur: The Conflict of Interpretations (1974). Bersama Hugh Silverman ia menyunting Descriptions (1985) dan Hermeneutics and Deconstruction (1985). Sementara itu, bersama Richard Zaner ia menyunting Phenomenology and Existentialism (1973), Dialogues in Phenomenology (1975) dan Interdisciplinary Phenomenology (1999). Ia juga bersama-sama Evan Selinger menjadi penyunting Chasing Technoscience: Matrix for Materiality (2003). Ihde juga menulis banyak artikel di jurnal-jurnal filsafat mengenai teknologi. 7 BAB1 FILSAFAT TEKNOLOGI DAN FILSAFAT SAINS Regarding science, philosophers interpreting it from whatever persuasion would have to agree in some sense that science is observational; observation entails perception; and perception-observation is often, perhaps always, mediated and constituted instrumentally/experimentally. - Don Ihde” Filsafat teknologi merupakan cabang filsafat kontemporer yang memandang teknologi sebagai fenomena penting dan perlu direfleksikan secara mendalam. Pada tataran epistemologi, filsafat teknologi memunculkan persoalan tentang sifat teknologi. Di wilayah metafisika, filsafat tek- nologi mempersoalkan apa yang real, apa yang alamiah, apa yang artifisial, apa yang manusiawi dan apa yang tidak manusiawi. Sementara itu, dalam bidang etika pula, filsafat teknologi mempertanyakan perkara moral terkait dengan penggunaan teknologi yang sesuai dengan martabat manusia dan konsekuensi penggunaan teknologi. Filsafat teknologi juga mempertanyakan persoalan politis: 10 Don Ihde, Bodies in Technology (Minneapolis: University of Minnesota Press, 2002), 53. image not available image not available 12 Fitsarat TEKNOLOGI katedral-katedral yang besar dan mengagumkan. Pem- bangunan ini dapat terlaksana berkatnya adanya mesin- mesin pengangkat batu dan para ahli bangunan yang handal. Selanjutnya, pada masa Renaissance minat terhadap budaya dan pengetahuan Yunani-Romawi bangkit kem- bali. Dunia Barat mulai memperoleh pengetahuan Yunani-Romawi lewat tokoh-tokoh Islam yang sudah menerjemahkan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Arab. Pengetahuan juga bertambah dengan penjelajahan ke berbagai belahan dunia lain melalui jalan laut. Filsafat alam mulai dibedakan dari filsafat. Pada zaman modern filsafat dibedakan dari sains. Filsafat berhubungan dengan hal-hal metafisik, sementara sains berkaitan dengan hal-hal fisik. Tokoh penting sains seperti Isaac Newton melakukan inovasi baru dalam sains. Hal serupa dilakukan oleh Immanuel Kant dalam bidang filsafat. Hegel mulai menggunakan istilah “filsafat ...”, seperti filsafat sejarah (Geschitesphilosophie) dan filsafat agama (Religionsphilosophie). “Filsafat ...” meninjau suatu tema dan secara tematis serta kritis menafsirkan dan meng- analisisnya. Filsafat dengan ruang lingkupnya yang amat luas lantas mampu mengkritik dan menganalisis berbagai tema sehingga muncullah berbagai jenis aliran filsafat. Pada 1877 terbit sebuah buku berjudul Techniphilosophie (filsafat teknologi) yang ditulis oleh Ernst Kapp, seorang neo-Hegelian. Namun, baru seratus tahun kemudian filsafat teknologi diakui sebagai cabang filsafat tersendiri di Amerika Utara. Menurut Ihde, setelah sains dan filsafat berpisah di zaman modern, yakni pada abad ke-19, sains berkembang pesat dan masuk ke pelbagai bidang terapan yang lantas memicu Revolusi Industri. Hal ini terlihat dari, misalnya, fenomena medan magnet yang menghasilkan teknologi image not available image not available image not available image not available image not available image not available image not available 20 Fitsarat TEKNOLOGI dunia-kehidupan sosial yang terbuka, komunikatif dan intersubjektif. Yang berjalan dalam dunia-kehidupan adalah rasionalitas komunikatif di mana manusia di- lihat sebagai manusia yang intersubjektif. Maka, bagi Habermas, bukan teknologi pada dirinya yang mengancam kebebasan manusia, melainkan gangguan dalam dimensi komunikatif. Dalam sistem dunia teknologis harus ada rasionalitas komunikatif untuk menjadikannya lebih manusiawi. Dewasa ini sains tidak dapat dipisahkan dari alat- alat teknologi, karena ia mewujud dalam instrumen. Hal ini sungguh mencolok dalam Sains Besar (Big Science) dengan struktur mesin raksasa (big instruments) yang canggih, semisal akselerator partikel (particle acce- lerator) yang mempunyai panjang lingkaran puluhan kilometer dan dipakai untuk meneliti aktivitas partikel yang lebih kecil daripada atom. Ciri produktif teknologi juga sangat kentara. Sejarah teknologi sarat dengan ciri-ciri produktivitas. Hal ini merupakan dampak dari meningkatnya ide kemajuan yang terus-menerus di- dengung-dengungkan oleh Zaman Pencerahan. 1.3 Filsafat Teknologi dan Pemikiran Don Ihde Agar filsafat menjadi suatu filsafat teknologi, filsafat harus menempatkan teknologi sebagai fenomena utama untuk dikaji. Filsafat harus merefleksikan dan menerangkan ciri-ciri fenomena teknologi itu sendiri.'* Filsafat teknologi ini dimulai oleh Martin Heidegger dan John Dewey. Kedua-duanya adalah filsuf praksis yang menemukan 16 “To qualify as a philosophy of technology...the philosopher must make technology a foreground phenomenon and be able to reflectively analyze it in such a way as to illuminate features of the phenomenon of technology itself.” Ihde, Philosophy of Technology, 38. image not available image not available image not available image not available image not available image not available image not available 28 Fitsarat TEKNOLOGI dapat dilihat dengan berbagai cara yang berlainan. Untuk melihat suatu fenomena dengan cara yang berbeda dari cara yang terdahulu, diperlukan perubahan paradigma melalui diskontinuitas yang radikal. Bagi Kuhn, makro- persepsi merupakan prinsip utama. Observasi dan per- sepsi dalam sains berlaku dalam satu paradigma atau makropersepsi. Cara pandang makropersepi inilah yang menentukan perkembangan sains selanjutnya. Kuhn juga mengemukakan bahwa penggunaan instrumen yang sama dapat menyebabkan persepsi yang bermacam-macam. Akan tetapi, secara historis, para- digma tidak berubah selagi instrumen tidak berubah. Kuhn tidak begitu mengembangkan pemikirannya tentang peranan instrumen di sini. Husserl juga berperan dalam merintis filsafat sains baru dengan model interpretasi praksis-persepsinya yang berawal dari struktur dunia-kehidupan (Lebenswelt/ lifeworld). Pengalaman dalam dunia-kehidupan menjadi kerangka bagi perkembangan sains. Praksis dan persepsi adalah fokus utama dunia-kehidupan. Bagi Husserl feno- mena dalam dunia-kehidupan dapat ditangkap melalui dua cara. Pertama, melalui mikropersepsi yang langsung dan inderawi. Ini merupakan prinsip utama. Kedua, melalui medan makropersepsi yang tidak inderawi, tetapi secara hermeneutis bersifat kultural. Dalam hal ini, Husserl berbeda dengan Kuhn. Husserl mengutamakan mikropersepsi. Sebaliknya, Kuhn menekankan makro- persepsi. Sementara itu, Merleau-Ponty melihat aspek relasi diri dengan dunia dalam bentuk intensionalitas yang lahir sebagai tindakan, di mana persepsi-lah yang men- dasarinya. Intensionalitas berlaku di antara dunia yang dialami manusia dan manusia yang bertubuh. Ini merupakan suatu mikropersepsi yang berlangsung dalam tubuh manusia dan dalam tindakan oleh tubuh manusia. image not available image not available image not available 32 FitsaFat TEKNOLOGI secara teknologis (technological embodiment of science).” Perwujudan sains dalam teknologi, yakni dalam bentuk instrumentasi, merupakan refleksi yang penting dalam filsafat sains dan filsafat teknologi. 1.7 Instrumentasi dan Realisme Instrumental Realisme instrumental merupakan irisan antara filsa- fat teknologi dan filsafat sains. Alat-alat teknologi atau instrumentasi mendekatkan dunia kehidupan dan dunia sains. Sains bukanlah teori murni atau infe- rensi rasional saja. Sains yang teoretis menemukan manifestasi materinya dalam instrumentasi. Kita melihat perwujudan sains dalam teknologi sangat penting dan hal ini disadari oleh beberapa filsuf sains lama (“filsuf pikiran”/”mind philosophers”) maupun filsuf sains baru (“filsuf tubuh”/”body philosophers”). Para filsuf filsafat sains lama adalah “filsuf pikiran” yang mengabaikan fungsi tubuh dalam memperoleh pengetahuan di mana pikiran dianggap sebagai ketidakbertubuhan. Sementara itu, para pemikir filsafat sains baru adalah “filsuf tubuh” yang mengutamakan tubuh dan persepsi praksis. “Filsuf tubuh” berasal dari tradisi fenomenologi. “Filsuf tubuh” yang dibicarakan di bawah adalah Hubert L. Dreyfus dan Patrick Heelan. Hubert L. Dreyfus yang meneliti mengenai ke- cerdasan artifisial (artificial intelligence) menunjukkan bahwa teknologi dalam bentuk instrumen adalah satu keharusan bagi perwujudan sains. Dreyfus menolak pemikiran Platonis-Cartesian dengan menegaskan bahwa berpikir harus melalui tubuh. Pemikiran Dreyfus bermula dari pemikiran Merleau-Ponty tentang kebertubuhan. Dalam buku What Computers Can’t Do (1972), Dreyfus 27 Ihde, Instrumental Realism, 99. image not available image not available image not available 36 Fitsarat TEKNOLOGI secara implisit mengkritik filsafat sains yang berorientasi pada teori murni. Dengan kembali ke konteks eksperimen dan observasi sebagai komponen penting dalam sains, Hacking sampai pada pertimbangan tidak langsung tentang persepsi serta pertimbangan langsung tentang praksis dan instrumentasi.” Observasi yang dilakukan melalui instrumen merupakan suatu keterampilan yang harus dipelajari dan ditingkatkan melalui latihan. Menurut Hacking, sains eksperimental menjadi realisme sains. Apabila entitas teoretis masuk ke dalam wilayah yang dapat dimanipulasi maka ia dianggap nyata. Seandainya ada entitas teoretis yang tinggal sebagai inferensi saja, ia masih diragukan kenyataannya. Bagi Hacking, jika suatu eksperimen dapat dimanipulasi untuk memenuhi syarat eksperimen terkait dengan entitas tersebut, entitas yang diselidiki adalah nyata. Sains yang menjadi eksperimental melalui instrumen merupakan titik pertemuan antara filsafat sains dan filsafat teknologi. “Filsuf pikiran” kedua yang sampai pada realisme instrumental adalah Robert J. Ackermann dengan karya- nya Data, Instruments, and Theory (1985). Pandangan Ackermann relatif serupa dengan pemikiran Heelan tentang hermeneutika “teks data” yang diberikan oleh instrumen. Instrumen menyediakan domain data yang membutuhkan suatu proses hermeneutika untuk menafsir domain data itu. Ackermann mengembangkan kembali ide kemajuan dalam sains. Ackermann mengatakan bah- wa penggunaan instrumen membentuk domain data yang semakin baik dengan kian canggihnya instrumen. Sifat akumulatif data akibat perkembangan instrumen menunjukkan bahwa kemajuan dalam sains tidak mungkin sekiranya tidak ada kemajuan di bidang teknologi. 30 Ihde, Instrumental Realism, 84. image not available image not available image not available BAB 2 PEMIKIRAN HEIDEGGER TENTANG TEKNOLOGI What is dangerous is not technology. There is no demonry of technology, but rather there is the mystery of its essence. The essence of technology, as destining of revealing, is the danger....When destining reigns in the mode of Enframing, it is the supreme danger... But where danger is, grows the saving power also. - Martin Heidegger dalam “The Question Concerning Technology” Di antara para filsuf yang memikirkan persoalan tekno- logi secara serius, Heidegger dapat disebut sebagai pe- rintis pemikiran filosofis mengenai teknologi. Heidegger menjadikan teknologi sebagai pokok sentral dalam filsafat dan mempertimbangkan teknologi sebagai per- masalahan ontologis. Tak heran apabila pemikiran filosofis Inde mengikuti Heidegger. Heidegger berupaya menyingkap esensi teknologi agar kita dapat menjalin suatu hubungan yang bebas dengan teknologi. Ketika kita sudah memahami esensi teknologi dengan benar, kita dapat mengalami teknologi dalam batas-batasnya sendiri serta melampaui batas-batas tersebut. 41 image not available image not available image not available Pemikiran Heidegger tentang Teknologi Menurut Heidegger, definisi ini betul (correct), namun belum benar (true).* Apa yang betul hanyalah benar dalam arti tertentu saja, yakni benar dalam bagian tertentu saja atau sebagian dari keseluruhan atau benar dalam arti yang terbatas. Keseluruhan bukanlah pen- jumlahan bagian-bagian. Jadi, “betul” belum_berarti “benar”. Akan tetapi, “betul” pun tidak berarti “tidak benar”. “Betul” berarti “benar secara terbatas” ataupun “tidak mencukupi” dan dapat dikatakan sebagai “ke- benaran yang parsial”. Kebenaran bagi Heidegger adalah ketidaktersem- bunyian (alétheia) yang dimunculkan lewat penerangan (Lichtung)” atau penyingkapan. Cara entitas-entitas muncul atau disingkap kebenarannya selalu dalam konteks dunia sekitarnya atau dalam suatu struktur ke- tersingkapan tertentu. Untuk mencapai kebenaran, kita harus melihat melampaui apa yang betul karena apa yang betul selalu didasarkan atas suatu struktur ketersingkapan yang menentukan apa yang betul. Entitas selalu muncul atau hadir dengan cara tertentu, tergantung pada struktur ketersingkapan di mana entitas itu berada. Struktur tempat entitas disingkapkan selalu terberi (given). Ciri struktur ini adalah ketersingkapan dan ketersembunyian sekaligus. Nama yang diberikan oleh Heidegger untuk struktur terberi adalah sejarah Ada (epoch of Being). Menurut Heidegger, zaman sekarang atau sejarah Ada yang berlaku sekarang adalah zaman pemahaman tekno- logis mengenai Ada di mana Ada dipahami atau dilihat 38 Ihde, Technics and Praxis, 104-105. 39 Arti kata Lichtung adalah “pembukaan atau pembersihan hutan”. Namun, di sini Heidegger lebih mengaitkannya dengan Licht, yaitu cahaya, sehingga Lichtung juga berarti “penerangan”. Lihat F. Budi Hardiman, Heidegger dan Mistik Keseharian: Suatu Pengantar menuju Sein und Zeit (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2003), 58. 45 image not available image not available image not available Pemikiran Heidegger tentang Teknologi untuk mengisi suatu cairan, misalnya air anggur. Sebab finalnya ialah piala dibuat untuk dipakai dalam perayaan ekaristi. Di sini yang menjadi sebab efisien adalah tukang piala. Keempat ‘sebab’ ini berbeda namun secara serentak ada bersama. Arti semula empat ‘sebab’ dalam pemikiran Yunani kuno, menurut Heidegger, adalah cara yang bertanggung jawab dalam mengemukakan (bringing forth) apa yang sebelumnya belum ada menjadi ada. ‘Akibat’ di sini merupakan benda buatan manusia, dan barang yang dibuat oleh manusia ini (yakni ‘akibat’) berhutang (indebted) kepada (empat) ‘sebab’ yang mem- buat barang itu, dan dengan demikian, (empat) ‘sebab’ itu bertanggung jawab dalam memungkinkan ‘akibat’ terjadi atau dibuat.** Heidegger lantas memperkenalkan kata poiésis, me- ngemukakan-ke-hadapan (Her-vor-bringen, bringing- forth), yang meliputi makna mengemukakan apa yang sebelumnya belum ada menjadi ada. Physis juga me- rupakan sejenis poiésis tetapi dalam arti mengemuka- kan-ke-hadapan sendiri sebagaimana alam menyingkap- kan dirinya tanpa campur tangan dari manusia. Con- tohnya, bunga bermekaran dengan sendirinya. Menurut Heidegger, physis adalah poiésis yang tertinggi. Sebalik- nya, apa yang diciptakan tukang atau seniman tidak menyingkapkan dirinya sendirinya, tetapi disingkapkan dengan perantaraan manusia, seperti piala perak. Maka, mengemukakan-ke-hadapan membawa apa yang tersembunyi ke ketidaktersembunyian. Ini adalah alé- theia, yakni ketidaktersembunyian atau penyingkapan kebenaran. 44 “Cause...is that to which something is indebted. ...The four causes are the ways, all belonging at once to each other, of being responsible for something else.” Untuk penjelasan lebih lengkap mengenai empat “sebab” ini lihat Heidegger, The Question Concerning Technology, 7 49 image not available image not available image not available Pemikiran Heidegger tentang Teknologi dalam perut bumi dipandang sebagai simpanan energi bumi yang harus diambil dan disimpan untuk kegunaan manusia. “Dalam pembingkaian, ketidaktersembunyian disingkapkan di mana teknologi modern menyingkapkan yang real sebagai persediaan.”* Heidegger mengatakan bahwa esensi teknologi sendiri tidaklah berciri teknologis dan esensi teknologi terletak dalam pembingkaian, yakni dalam cara orientasi kita terhadap alam. Pembingkaian, menurut Heidegger, merupakan cara penyingkapan yang mendominasi esen- si teknologi modern dan pada dirinya sendiri tidak teknologis.” Esensi teknologi justru eksistensial karena berkaitan dengan cara manusia memandang dunia- nya. Maka, definisi teknologi yang antropologis dan instrumental tidak memadai dan oleh sebab itu, tidak dapat dipertahankan (untenable). Definisi teknologi yang benar adalah definisi ontologisnya. Menurut Heidegger, pemahaman tentang bumi sebagai persediaan menjadi persyaratan bagi terciptanya alat-alat teknologi oleh manusia. Bahkan, bumi dan alam tidak hanya dianggap sebagai sumber persediaan. Manusia pun mendominasi alam melalui teknologi. Ini berkebalikan dengan pandangan sebelumnya, yaitu alam-lah yang mendominasi manusia. Heidegger men- contohkan Sungai Rhine yang besar dan menjadi simbol budaya Jerman yang dikekang oleh manusia lewat ben- dungan hidrolistrik. “[BJahkan, Sungai Rhine tampak di bawah kendali kita... . Sungai itu sekarang adalah suatu persediaan tenaga air yang esensinya ditarik dari 52 “InEnframing, that unconcealment comes to pass inconformity with which the work of modern technology reveals the real as standing- reserve.” Heidegger, The Question Concerning Technology, 21. 53 Heidegger, The Question Concerning Technology, 20. 53 image not available image not available image not available Pemikiran Heidegger tentang Teknologi demikian karena teknologi sebagai Ge-stell merupakan syarat kemungkinan bagi sains modern. Dengan kata lain, teknologi merupakan sumber sains. Teknologi sebagai Ge- stell yang menjadi asal bagi pandangan saintifik terhadap dunia sebagai persediaan justru menentukan arah gerak perkembangan sains. Pandangan dunia sebagai persediaan digunakan dalam ilmu fisika modern yang mencoba menata alam dalam hitungan yang pasti, dalam gaya-gaya dan hukum alam yang dapat dikalkulasi dan dimanfaatkan. Dalam arti ini, Heidegger ingin menunjukkan bahwa pandangan dunia sebagai persediaan sudah ada sebelum teknologi muncul dalam bentuk mesin. Pandangan bumi sebagai persediaan menentukan arah sains dalam menciptakan alat-alat untuk menggarap bumi. Dalam konteks inilah teknologi mendahului sains. Sains pun mewujudkan diri secara teknologis dalam bentuk alat. Ihde sangat meyakini pendapat bahwa sains kini mewujud dan mengejawantahkan diri secara teknologis (science is technologically embodied science). Apakah bahaya dari pandangan tentang dunia seba- gai persediaan? Bahayanya ialah kesalahan mengintepre- tasikan ketidaktersembunyian, yakni kesalahan dalam menganggap yang betul/tepat sebagai yang benar dan kesalahan dalam menganggap bagian-bagian sama dengan keseluruhan. Manusia menghadapi bahaya bahwa manusia dilihat sebagai persediaan belaka. Ini terjadi apabila manusia memandang dunia seluruhnya sebagai persediaan, ada kemungkinan manusia pun melihat dirinya sebagai persediaan. Ketika manusia melihat diri- nya sebagai persediaan, manusia juga menganggap diri- nya sebagai tuan atas segala-galanya. Padahal, sebenarnya manusia tidak memahami dirinya sendiri ataupun memahami dunianya dengan baik. 57 image not available image not available image not available Pemikiran Heidegger tentang Teknologi dan berinteraksi dengan entitas-entitas lain dalam relasi kegunaan yang secara ontologis lebih bermakna. Hubungan ini sangat dekat dengan kehidupan Dasein sehari-hari. Hubungan yang dimaksud ialah keprihatinan (Sorge). “Cara mengurus yang paling dekat dengan kita adalah ... bukan suatu kognisi perseptual semata-mata melainkan sejenis keprihatinan yang memanipulasi dan menggunakan entitas-entitas.”” Kebanyakan entitas me- nyingkapkan dirinya secara instrumental ketika diguna- kan oleh Dasein. Sebagian berupa alat yang dibuat oleh Dasein dan sebagian adalah entitas alami yang tidak dibuat oleh Dasein, tetapi masih dilihat dalam terang instrumental, semisal hutan suaka yang dijadikan objek wisata. Analoginya demikian. Apabila kita melihat sebuah meja, yang pertama-tama kita lihat bukan bentuk atau warnanya yang bagus. Kita lebih dulu memikirkan apa- kah meja itu cukup besar untuk keluarga kita duduk dan makan bersama. Atau, apakah meja tulis di kamar saya cukup dekat dengan jendela sehingga cahaya yang masuk cukup terang dan saya bisa membaca pada siang hari di meja itu tanpa menyalakan lampu? Dalam arti ini, meja adalah alat yang digunakan oleh Dasein. Dari semua ini, Heidegger mengklaim bahwa terdapat sejenis pengetahuan praksis yang sungguh berbeda dari- pada pengetahuan teoretis. Pengetahuan praksis ber- dasarkan kegunaan entitas. Namun, pengetahuan teoretis more fundamental than the substances with determinate, context- free properties revealed by detached contemplation.” Hubert L. Dreyfus, Being-in-the-World: A Commentary on Heidegger's Being and Time, Division I (Massachusetts: The Massachusetts Institute of Technology Press, 1991), 61. 67 “The kind of dealing which is closest to us is ... not a bare perceptual cognition, but rather that kind of concern which manipulates things and puts them to use...” Heidegger, Being and Time, 95. 61 image not available image not available image not available Pemikiran Heidegger tentang Teknologi kursi biasanya dipakai untuk duduk. Orang duduk di atas kursi, itulah cara yang normal. Penggunaan alat yang sesuai ditentukan oleh norma-norma masyarakat atau dengan kata lain, ditentukan oleh das Man. Ketika kita menggunakan alat, alat itu cenderung “menghilang”. Kita tidak menyadari bahwa alat itu mem- punyai ciri-ciri tertentu. Alat itu menarik diri ke latar belakang. Tongkat orang buta yang pernah dikutip oleh Wittgenstein, Polanyi dan Merleau-Ponty bisa dijadikan sebagai contoh. Ketika orang buta menggunakan tongkat itu untuk berjalan, ia tidak menyadari keberadaan tongkat- nya. Ia hanya menyadari jalan yang ia tempuh atau objek yang disentuh oleh tongkatnya. Dengan itu, alat menjadi transparan ketika alat itu digunakan sepenuhnya. Alat dianggap sebagai perpanjangan tubuh Dasein. Oleh karena itu, Dasein menangani alat secara transparan, terlibat secara tekun dalam aktivitas menggunakan dan memanipulasi alat itu. Alat itu tersedia bagi Dasein untuk ia gunakan. Alat berguna karena alat dapat diandalkan. Dalam keterandalannya ini, alat menghilang, memberi tempat dan prioritas kepada tugas yang hendak dilakukan.” Alat itu baru disadari ada ketika terjadi kerusakan di mana kita menemukan ketidakbergunaannya. Ini adalah suatu paradoks. Alat itu menjadi jelas kelihatan (conspicuous), yakni kentara di depan mata ketika ia rusak atau hilang. Terlihatnya alat dengan jelas menunjukkan apa yang semula adalah ketersediaan menjadi ketidaktersediaan. Artinya, alat yang rusak itu tidak lagi berguna dan keru- sakan ini sungguh-sungguh disadari. Dengan rusaknya alat, suatu tugas tertentu tiba-tiba diterangi dengan cara 74 “Tools are useful because they are reliable. In their reliability they disappear in favour of the work to be done with them.” Zimmerman, Heidegger's Confrontation with Modernity, 139. 65 image not available image not available image not available Pemikiran Heidegger tentang Teknologi Dari uraian di atas secara ringkas ada tiga jenis entitas yang ditemui oleh Dasein dalam dunia, yaitu alat (Zuhandenes), bukan alat (Vorhandenes) dan Dasein lain. Dunia dan entitas yang berada dalam dunia biasanya tidak disadari oleh Dasein dalam hidup sehari- harinya. Dasein tenggelam dalam keseharian. Menurut Heidegger, kita begitu betah menghuni dunia peralatan sehingga tidak menyadari lagi ketergantungan kita pada teknologi. Seperti yang sudah disinggung, ketergantungan ini disebut oleh Heidegger sebagai membingkai (Ge-stell) pandangan kita dalam teknologi, yaitu dengan mengukur, menundukkan dan mengeksploitasi alam melalui alat- alat teknologi. Tubuh kita seolah-olah meluas atau melar karena alat-alat sehingga kita dan alat menjadi satu dalam sikap melihat sekeliling.* Seseorang yang sering menggunakan komputer dan berada di dekatnya tidak menyadari ketergantungannya pada komputer. Ketika komputer terserang virus atau rusak maka orang baru menyadari keberadaan komputer dan betapa penting komputer tersebut baginya. Bagaimana supaya Dasein menjadi sadar tentang ke- seharian yang tidak disadarinya? Heidegger mengganggap dirinya sebagai filsuf yang hendak menyadarkan Dasein tentang ketidaksadarannya terhadap dunia sekitarnya dengan memberi refleksi filosofisnya mengenai Dasein. Heidegger serius memikirkan keseharian yang biasa-biasa saja. Heidegger sebagai seorang filsuf bukan ingin keluar dari situasi keseharian secara spekulatif sebagaimana yang biasanya dilakukan oleh para filsuf, melainkan hen- dak membuat hidup keseharian menjadi tembus pandang atau membuat keseharian menjadi transparan. Keseharian menjadi tema refleksi Heidegger. “Tema analisis kita adalah Ada-di-dalam-dunia, dan selanjutnya dunia itu 78 Hardiman, Heidegger dan Mistik Keseharian, 58. 69 image not available image not available image not available Pemikiran Heidegger tentang Teknologi pengetahuan teoretis sebelum sains modern berkembang. Ihde juga menyinggung contoh dalam kehidupan sehari- hari, yaitu navigasi orang Polynesia di Lautan Pasifik yang secara praksis tahu berlayar tanpa pengetahuan teoretis mengenai navigasi.? Contoh-contoh sejarah dan contoh navigasi dalam dunia kehidupan ini secara fenomenologis digunakan oleh Ihde sebagai argumen bagi kemendahuluan kronologis teknologi atas sains. Bagi Ihde, kemendahuluan teknologi atas sains juga berarti kemendahuluan instrumen atau alat atas sains. Apa yang mendorong sains adalah teknologi dalam bentuk instrumen. Arah gerak teori sains dapat dipengaruhi oleh instrumen atau alat teknologi. Mengikuti Heidegger, Ihde berpandangan bahwa teknologi menjadi syarat kemungkinan bagi sains yang kalkulatif karena teknologi sebagai cara penyingkapan memandang alam sebagai persediaan yang harus digarap dan teknologi mengarahkan sains untuk mengemban tugas ini. Sains bergantung pada instrumen untuk berkembang maju. Perkembangan penyelidikan sains sangat tergantung pula pada perkembangan teknologis instrumen yang digunakan dalam eksperimen. Ihde setuju dengan pemikiran Heidegger II ini, tetapi bagi Ihde wilayah teknologi dan sains bertemu dalam alat. Manusia pun menjalin relasi eksistensial dengan dunia-kehidupan melalui alat. Dunia dan kemenduniaan manusia diungkapkan melalui alat yang digunakan manusia. Thde menggunakan ciri-ciri alat yang diuraikan oleh Heidegger I untuk mendeskripsikan secara fenomenologis hubungan manusia-teknologi-dunia, terutama hubungan kebertubuhan (embodiment relations). Sains modern, dalam pandangan Ihde, diejawantahkan secara teknologis dalam alat (modern science is embodied technologically 82 Ihde, Existential Technics, 25-46. 73 image not available image not available image not available BAB 3 TEKNOLOGI DAN DUNIA- KEHIDUPAN: INSTRUMENTASI DALAM DUNIA-KEHIDUPAN We live and move and have our being in the midst of our technologies. Our existence is technologically textured with respect to the rhythms and spaces of daily life. - Don Ihde* Dari pembahasan tentang pemikiran teknologi Heidegger sebagai dasar, kita mulai masuk ke pokok persoalan, yaitu penggunaan alat teknologi yang mempengaruhi persepsi dan pengalaman manusia akan dunia-kehidupan. Hu- bungan manusia-alat teknologi-dunia berciri eksistensial. Ihde secara fenomenologis mendeskripsikan empat jenis hubungan di mana alat mempengaruhi cara manusia mengalami dunia-kehidupan. 3.1 Fenomenologi Instrumentasi Dikemukakan oleh Edmund Husserl, istilah dunia-ke- hidupan (Lebenswelt/lifeworld) lahir dari tradisi feno- 85 Dibahasakan kembali dari Ihde, Technology and the Lifeworld, 1. 77 image not available image not available image not available Teknologi dan Dunia-Kehidupan yaitu bagaimana alat muncul dari ciri transparannya, disadari keberadaannya tanpa menjadi rusak atau hilang. Ihde melakukannya dengan membahas jenis-jenis hu- bungan manusia-teknologi. Yang menjadi fokus di sini adalah hubungan manusia- teknologi. Inde berpendapat bahwa penelitian mengenai hubungan tersebut akan menghindari dua posisi ekstrim tentang teknologi. Di satu sisi adalah reifikasi teknologi, yaitu pandangan bahwa teknologi mempunyai hidup sendiri yang mengontrol manusia semisal artificial intelligence. Sisi lainnya ialah netralitas teknologi di mana teknologi dilihat pada dirinya sendiri sebagai objek atau artefak” netral yang tidak mempengaruhi manusia. Senapan pada dirinya sendiri tidak berbahaya. Senapan hanya menjadi berbahaya ketika digunakan oleh manusia. Dalam pemikiran tentang hubungan manusia-tekno- Jogi, arti dinamis dan praksis teknologi dijaga. Teknologi bukanlah artefak belaka. Teknologi berperan ketika ia digunakan. Dari sudut pandang hubungan manusia- teknologi, hubungan ini mentransformasi keadaan, yakni seperti contoh yang disebut di atas, manusia dengan senapan sangat berbeda dengan manusia tanpa senapan. Oleh karena itu, sosok otonomi teknologi sebagai sesuatu yang menguasai manusia maupun sosok netral teknologi sebagai yang berpengaruh hanya di tangan manusia dapat dihindari. 3-2 Penggunaan Teknologi Mengubah Pengalaman dan Persepsi Manusia Penggunaan teknologi dalam wujud alat mengubah peng- alaman dan persepsi manusia. Persepsi manusia terhadap 91 Artefak berarti hasil buatan manusia yang tidak tersedia di alam. 81 image not available image not available 84 Fitsarat TEKNOLOG! dengan palu, melewati pintu dengan memakai topi ber- bulu. Alat merupakan perpanjangan” dari tubuh kita. Di era elektronika sekarang ini, persoalan perpan- jangan tubuh manusia melalui komputer dan realitas virtual (virtual reality) menimbulkan masalah mengenai identitas dan keberadaan manusia. Sebagian orang menginginkan simbiosis antara komputer dan tubuhnya. Menurut Ihde, orang semacam itu dapat disamakan de- ngan orang yang cacat fisik dan ingin melengkapi tubuh- nya. Kemungkinan lain, orang tersebut kurang mampu bersosialisasi dan ingin mengatasinya dengan komputer. Yang satu berhubungan dengan dimensi fisik, sedangkan yang lain dengan dimensi sosial. Menurut Ihde, dengan teknologi cara mengalami dunia diubah secara ontologis.” Contoh yang dikemukakan Ihde ialah melihat melalui jendela berkaca dan melihat secara langsung tanpa kaca. Ketika jendela kaca berada di antara pengamat dan pemandangan yang dilihatnya, ada sedikit cahaya yang dibalikkan oleh kaca. Pemandangan juga tampak mendatar tanpa kedalaman. Realitas tiga dimensi dialami sebagai realitas dua dimensi melalui perantaraan kaca jendela. Seperti yang dikatakan oleh Heidegger, kaca itu menarik diri ke belakang karena pengamat tidak menyadari kehadiran kaca. Pengamat ha- nya terfokus pada pemandangan yang ada di luar. Kaca hanyalah sarana dan bukan objek penglihatan. Sebenar- nya kaca tidak sepenuhnya transparan® karena kaca tidak sepenuhnya menarik diri ke belakang. Masih ada 96 Alat sebagai perpanjangan organ tubuh manusia sudah mulai sedikit disinggung oleh Aristoteles pada zaman Yunanikuno dan lebih banyak dibicarakan oleh Ernest Kapp pada abad ke-19. Kapp berpendapat bahwa dengan alat, manusia terus-menerus membentuk dirinya. 97 “[T]he way world is experienced is changed ontologically.” Ihde, Technology and the Lifeworld, 47. 98 Transparan berarti tembus cahaya. Teknologi dan Dunia-Kehidupan sedikit cahaya pembalikan dari kaca. Sebaliknya, apabila aca benar-benar tidak tembus cahaya, pengamat tidak dapat melihat apa-apa melalui kaca. Kaca tidak tembus cahaya berubah dari sarana menjadi objek penglihatan. Kaca (yang tidak tembus cahaya) ini menjadi terminus dari penglihatan pengamat. Di antara kaca yang trans- paran total dan total tidak tembus cahaya (opaque), ter- dapat berbagai kemungkinan yang memungkinkan per- ubahan penglihatan. Kaca berwarna mengubah warna pemandangan. Kaca yang mempunyai permukaan yang tidak rata akan membesarkan atau mengecilkan peng- ihatan bagian tertentu seperti lensa atau dengan kata lain, mendistorsi penglihatan. Itulah cara lensa per- tama-tama ditemukan. Dengan lensa, banyak sekali persepsi penglihatan berubah berkat magnifikasi yang dimungkinkannya.” Dalam penggunaan teknologi terdapat struktur magnifikasi dan sekaligus reduksi. Setiap penajaman atau peningkatan ciri tertentu disertai reduksi ciri yang ain. Dengan memagnifikasi suatu objek secara optik, objek tersebut dibawa dari kedudukan latar belakang (background) ke kedudukan di latar depan (foreground), dihadirkan ke hadapan si pengamat. Akan tetapi, pada saat yang sama terjadi reduksi pada lingkungan sebelumnya. Perubahan yang tidak netral ini berlaku untuk semua jenis alat teknologi."” 99 Magnifikasi berarti pembesaran objek yang diteliti secara visual, sedangkan amplifikasi lebih mengarah pada pembesaran/pening- katan aspek yang lain seperti volume atau kerasnya bunyi. Dengan demikian, istilah amplifikasi lebih umum daripada istilah magni- fikasi. 100 “For every enhancement of some feature, perhaps never before seen, there is also a reduction of other features. To magnify some observed object, optically, is to bring it forth from a background into a foreground and make it present to the observer, but it is also to reduce the former field in which it fit, and — due to foreshortening 85 86 FitsaFaT TEKNOLOGI Hal ini dapat ditunjukkan dengan contoh teleskop. Dengan melihat ke dalam teleskop bulan tampak lebih dekat dan lebih besar dengan segala detail permukaan gunung dan kawah bulan yang sebelumnya tidak kelihat- an. Sebelumnya diperkirakan permukaan bulan mulus. Tubuh pengamat juga terasa lebih dekat dengan bulan. Ini merupakan magnifikasi lewat teleskop. Pada saat yang sama terjadi reduksi, yakni aspek lain dari objek yang dilihat menjadi hilang. Bulan yang dilihat melalui teleskop tidak dilihat dalam keluasan langit malam dan kedudukannya di tempat tertentu di langit. Ini berarti, bersamaan dengan magnifikasi terjadi juga reduksi pada kedudukan objek di dalam lingkungannya. Aspek magnifikasi dipandang lebih bermanfaat daripada aspek reduksi. Melalui magnifikasi apa yang sebelumnya tidak diketahui dapat diketahui. Bakteri yang sebelumnya tidak kelihatan dan tidak diketahui wujudnya, misalnya, lantas dapat dideteksi oleh mikros- kop. Dengan mikroskop elektron, dunia proton dan neutron dapat diketahui. Demikianlah berkat teknologi manusia memasuki dunia baru mikropersepsi dan makro- persepsi yang sebelumnya tidak diketahui. Hanya melalui perubahan pengalaman yang diakibatkan oleh alat, ciri baru realitas muncul. Alat memungkinkan ciri noema yang baru muncul dalam horison pengalaman perseptual manusia. Mikropersepsi melalui teknologi mempengaruhi makropersepsi, dalam arti observasi baru mengubah paradigma sains. Pergeseran paradigma bukanlah se- kadar revolusi intelektual.' Pergeseran paradigma ini — to reduce visual depth and background. Such non-neutral transformations belong to all technologies.” Ihde, Philosophy of Technology, 111. 101 “Paradigm shifts are not simply intellectual revolutions.” Thde, Technology and the Lifeworld, 54. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. FitsaFaTt TEKNOLOGI hidup dan budaya pun berubah berkat penggunaan arloji dan konsep waktu yang diukur dalam satuan jam. Masyarakat petani bercocok tanam mengikuti per- gerakan musim, serta peredaran matahari dan bulan. Mereka tidak bergantung pada arloji atau jam untuk menentukan waktu bercocok tanam. Waktu lebih santai, mulur dan mengalir. Hal ini berbeda dengan masyarakat yang menggunakan jam untuk mengukur waktu. Manu- sia tidak lagi mencari kedudukan matahari untuk mengetahui waktu. Cukup dengan melihat arloji untuk mengetahui waktu. Arloji telah menggantikan matahari dalam mengetahui waktu. Dengan konsep jam, waktu dapat diukur dan dikuantifikasi. Menurut Heidegger, waktu bersifat eksistensial ka- rena waktu dilihat dalam kaitannya dengan apa yang dialami manusia dalam dunia. Manusia terbatas oleh waktu dan ini merupakan temporalitas manusia. Jam didasarkan atas temporalitas manusia yang eksisten- sial. Jam menyingkapkan temporalitas manusia. “Tem- poralitas merupakan alasan bagi jam. Sebagaimana syarat kemungkinan bahwa jam secara faktisitas niscaya, demikian pula halnya temporalitas menjadi syarat ke- mungkinan bagi ketersingkapan jam.” Menurut Lorenzo C. Simpson, penciptaan arloji mengawali suatu representasi waktu yang baru, yaitu waktu linear di mana waktu berjalan terus dan tidak dapat dikembalikan." Dengan terciptanya arloji, waktu menjadi dapat diukur dan dikuantifikasi. Waktu dibagi-bagi ke dalam satuan yang dapat diukur seperti jam, menit, detik dan 103 “Temporality is the reason for the clock. As the condition for the possibility that the clock is factically necessary, temporality is likewise the condition for its discoverability.” Heidegger, Being and Time, 466. 104 Lorenzo C. Simpson, Technology, Time and the Conversations of Modernity (London and New York: Routledge, 1995), 23. Teknologi dan Dunia-Kehidupan nanodetik. Bagian yang lebih kecil seperti detik dan nanodetik menunjukkan bahwa waktu bisa dibagi-bagi ke dalam satuan yang semakin kecil. Dengan pembagian waktu yang bertambah kecil, menit menjadi lebih penting daripada jam, detik menjadi lebih penting daripada menit dan seterusnya. Pentingnya waktu berubah dari rentang waktu ke waktu kini. Kekinian waktu lebih ditekankan daripada rentang waktu. Waktu dikejar-kejar untuk memenuhi waktu itu sendiri menurut ukuran waktu yang sudah ditentukan oleh manusia secara konvensional. Ini berbeda dengan waktu tanpa jam di mana waktu lebih merupakan waktu sosial yang mengalir tanpa di- kotak-kotakkan. Melalui jam, waktu dibagi-bagi dan dikuantifikasi. Dengan demikian, jam mengubah persepsi waktu sosial manusia. Arloji bergerak dengan lompatan. Waktu yang di- baca melalui arloji juga bersifat diskrit dan tidak lagi mengalir secara kontinu. Padahal sebenarnya waktu ber- sifat kontinu. Apalagi dengan penciptaan jam digital, waktu menjadi lebih mungkin dan lebih mudah dibaca secara diskrit dan melompat-lompat. Persepsi manusia mengenai waktu berubah dari yang mengalir kepada yang diskrit dengan adanya jam. Pengukuran waktu menjadi aktivitas penting dan terfokus. Arloji membuat alam dilihat secara lain. Arloji juga menambah jarak antara manusia dan alam. Pada zaman kuno manusia mematok hidupnya berdasarkan alam. Manusia membaca alam (dengan melihat bintang dan sebagainya) untuk mengetahui waktu. Sekarang yang terjadijustru kebalikannya, yaitu manusia mengukur alam berdasarkan konsep jam. Dengan adanya arloji, manusia membaca dan mengukur waktu dengan konsep jam untuk mengetahui alam. Manusia membaca waktu melalui arloji. Waktu lantas dipersepsikan secara hermeneutis. Muka jam merupakan teks yang harus dibaca dan ditafsirkan. 89 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. khir-akhir ini, teknologi mendapat perhatian yang luas dalam bidang filsafat. Hal ini disebabkan oleh timbulnya kesadaran akan pengaruh teknologi yang sangat luas dan kompleks dalam kehidupan manusia. Teknologi telah mengubah hubungan manusia dengan alam, hubungan antarindividu, dan hubungan individu dengan TE Lee Sosiologi klasik mempelajari transisi dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern tanpa mempertimbangkan perubahan yang cepat dan dramatis di dalam apa yang disebut orci mer Cnt ara sosiolog lebih memusatkan perhatiannya pada faktor-faktor perubahan hubungan sosial, perkembangan rasionalitas, runtuhnya solidaritas _ sosial, dan perubahan sistem ekonomi, namun mereka kurang Pence Me em ner Tnn Tie NCCU SNe ea mera Foren TORTI rong TORT STOR Cen NTT TMC nTO) CT Buku Filsafat Teknologi yang ditulis oleh Francis TEM an ce ele EU OM Cen OL Cer teknologi, yang dalam abad ini menjadi semakin canggih, ODES COD De CMCSA Cone ect meee CT) SOM MICIGUI MITCH mee CURUSnOe TMP T AT nsec dengan masyarakat dan dengan diri kita. Itulah tugas filsafat i, mempertanyakan semuanya itu. Mempertanyakan THU HRO IH LetLe RO ae sare mec UCL ATE} Tome teknologi, seba oleh Don Ihde, adalah mempertanyakan apakah hakikat teknolc i itu. Dengan memahami itu, maka manusia dapat mengambil jarak. menjadi bebas dalam berhubungan dengan eee — M. SasTRaApRATEDJA, dalam “Kata Pengantar™ (OU uti

Anda mungkin juga menyukai