Anda di halaman 1dari 14

DI TENGGAH kesibukan kita, aktivitas yang begitu padat, terkadang membuat penat, jenuh,

dan tentu saja melelahkan. Izinkan saya menyampaikan undangan untuk siapa saja. Namun,
saya sangat berharap yang memenuhi undangan ini kebanyakannya adalah para pemuda.

Inilah isi undangan itu;

Kepada seluruh kaum muslimin, pria atau wanita, tua maupun muda (kepada yang muda
sangat ditekankan) hadirilah undangan spesial dari Rasulullah ‫ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَﯿْ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬
َ untuk
mengunjungi taman-taman surga yang ada di muka bumi. Nabi bersabda,

‫ﻖ اﻟ ﱢﺬ ْﻛ ِﺮ‬
ُ َ‫ض ا ْﻟ َﺠﻨﱠ ِﺔ ﻓَﺎرْ ﺗَﻌُﻮا ﻗَﺎﻟُﻮا َوﻣَﺎ ِرﯾَﺎضُ ا ْﻟ َﺠﻨﱠ ِﺔ ﻗَﺎ َل ِﺣﻠ‬
ِ ‫إِذَا َﻣ َﺮرْ ﺗُ ْﻢ ﺑِ ِﺮﯾَﺎ‬

“Jika kalian melewati taman syurga maka berhentilah. Mereka bertanya,”Apakah taman
syurga itu?” Beliau menjawab,”Halaqoh dzikir (majelis Ilmu).” (Riwayat At-Tirmidzi)

Ternyata undangan spesial dari nabi kita adalah menghadiri majelis ilmu. Inilah undangan
spesial dari nabi kita. Siapa saja yang memenuhi undangan ini juga akan mendapatkan hadiah
istimewa langsung dari Allah, apa saja? Ini dia

Rasulullah ‫ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَﯿْ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬


َ bersabda.

‫ﷲِ وَ ﯾَﺘَﺪَا َرﺳُﻮﻧَﮫُ ﺑَ ْﯿﻨَﮭُ ْﻢ إِﻻﱠ ﻧَ َﺰﻟَﺖْ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮭ ُﻢ اﻟ ﱠﺴﻜِﯿﻨَﺔُ َو َﻏ ِﺸﯿَ ْﺘﮭُ ُﻢ اﻟﺮﱠﺣْ َﻤﺔُ َو َﺣﻔﱠ ْﺘﮭُ ُﻢ‬
‫ﷲِ ﯾَ ْﺘﻠُﻮنَ ِﻛﺘَﺎبَ ﱠ‬
‫ت ﱠ‬
ِ ‫ﺖ ﻣِﻦْ ﺑُﯿُﻮ‬
ٍ ‫َوﻣَﺎ اﺟْ ﺘَ َﻤ َﻊ ﻗَﻮْ ٌم ﻓِﻲ ﺑَ ْﯿ‬
ُ‫ﷲُ ﻓِﯿﻤَﻦْ ِﻋ ْﻨ َﺪهُ وَ ﻣَﻦْ ﺑَﻄﱠﺄَ ﺑِ ِﮫ َﻋ َﻤﻠُﮫُ ﻟَ ْﻢ ﯾُ ْﺴ ِﺮ ْع ﺑِ ِﮫ ﻧَ َﺴﺒُﮫ‬ ‫ا ْﻟ َﻤﻼَﺋِ َﻜﺔُ َو َذ َﻛ َﺮھُ ُﻢ ﱠ‬

“Tidaklah suatu kaum berkumpul di satu rumah Allah, mereka membacakan kitabullah dan
mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka ketenangan, dan rahmat menyelimuti mereka,
para malaikat mengelilingi mereka dan Allah memuji mereka di hadapan makhluk yang ada
didekatnya. Barangsiapa yang kurang amalannya, maka nasabnya tidak mengangkatnya.”
(Riwayat Muslim)

Tidak tanggung-tanggung, Allah Subhanahu Wata’ala berikan langsung empat hal bagi tamu
taman-taman surga ini yaitu Allah turunkan ketenangan dalam hati, Allah berikan rahmat
bagi mereka, para malaikat Allah kumpulkan ditengah majelis itu, Allah sebutkan orang yang
menjadi tamu taman surga itu dihadapan para malaikat-Nya.

Mencari Pemuda Berani Sumpah

Ternyata kabar gembira untuk tamu taman-taman surga ini belum selesai. Masih banyak
kejutan bagi mereka. Inilah kabar gembira bagi mereka:

Mereka mendapatkan warisan para nabi

Karena para nabi tidak mewariskan harta dinar maupun dirham, tetapi yang diwarikan
mereka adalah ilmu (HR. Ahmad)

Mereka dido’akan oleh seluruh makhluk

Tamu-tamu taman surga ini akan dido’akan oleh seluruh makhluk yang ada di langit maupun
di bumi sampai ikan yang ada di dalam lautan mendo’akannya (HR. At-Tirmidzi dan Jami’us
Shaghir)
Malaikat akan menbentangkan sayapnya bagi tamu di taman surga, atas keridhoan
Allah Subhanahu Wata’ala pada mereka (HR. Ibnu Majah)

Mereka dihitung sebagai orang Fi Sabilillah (HR. At-Tirmidzi)

Tamu-tamu ini mendapatkan pahaji haji yang sempurna

Nabi‫ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬


َ bersabda:

“Barangsiapa yang keluar menuju masjid dan tidak ada yang diinginkannya, kecuali belajar
atau mengajarkan ilmu, baginya pahala sama dengan pahala haji yang sempurna.” (HR.
Ath-Thabrani)

Nabi perintahkan untuk menyambut mereka, karena tamu taman surga ini adalah
pengemban wasiat Rasulullah ‫ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬
َ ( Shahih Al-Jami’)

Allah mudahkan jalan mereka menuju Surga

Dan ketika kunjungan dari tamu taman-taman Surga ini selesai. Mereka mendapatkan hadiah
yang paling dinanti oleh insan manusia, diampuni dosanya oleh Allah.

Rasuulullaah ‫ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬


َ bersabda:

‫ت‬
ٍ ‫ ﻗُﻮْ ﻣُﻮْ ا ﻗَ ْﺪ َﻏﻔَ َﺮ ﷲُ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ُذﻧُﻮْ ﺑَ ُﻜ ْﻢ َوﺑُـ ﱢﺪﻟَﺖْ َﺳﯿﱢﺌَﺎﺗُ ُﻜ ْﻢ َﺣ َﺴﻨَﺎ‬:ْ‫ﻣَﺎ َﺟﻠَﺲَ ﻗَﻮْ ٌم ﯾَ ْﺬ ُﻛﺮُوْ نَ ﷲَ ﺗَﻌَﺎﻟ َﻰ ﻓَﯿَﻘُﻮْ ﻣُﻮْ نَ َﺣﺘﱠﻰ ﯾُﻘَﺎ ُل ﻟَﮭُﻢ‬

“Tidaklah duduk suatu kaum, kemudian mereka berzikir kepada Allah ‫ﻟﻰ‬َ‫ﺎ‬‫ﻌ‬
ََ
‫ﺗ‬dalam duduknya
hingga mereka berdiri, melainkan dikatakan (oleh malaikat) kepada mereka: Berdirilah
kalian, sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa-dosa kalian dan keburukan-keburukan
kalian pun telah diganti dengan berbagai kebaikan.” (HR.Ath-Thabrani)

Epilog

Tujuan saya menulis risalah ini untuk mengajak kaum muslimin –terkhusus para pemuda–
untuk kembali ke masjid. Jawablah seruan itu, hadirilah taman-taman Surga yang terhampar
di bumi ini. Apa yang lebih kita cari daripada ridho dan ampunan Allah? Bukankah ini
undangan yang sangat spesial langsung dari nabi? Kita penuhi dan makmurkan masjid yang
ada di bumi ini. Tidakkah kita ingin menjadi penerus risalah Rasulullah? Sebagai pewaris
para nabi?

Siapa saja yang menjawab seruan nabi ‫ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬
َ maka ia adalah pengemban wasiat nabi.

Berkumpul menyatukan barisan, menyambungkan hati, mentadabburi ayat Allah, mereguk


manisnya ilmu, menghilangkan kegundahan dan kedengkian dihati, bertobat kembali pada
Allah, dan ketika keluar dari majelis itu, kita semua sudah Allah ampuni dan Allah ridho
terhadap kita.
Hukum Menuntut Ilmu Syar’i

Råsulullåh bersabda:

‫ﻀﺔٌ َﻋﻠَﻰ ُﻛ ﱢﻞ ُﻣ ْﺴﻠِ ٍﻢ‬


َ ‫طَﻠَﺐُ ا ْﻟ ِﻌﻠْﻢِ ﻓَﺮِﯾ‬

“Menuntut ilmu itu WAJIB atas setiap Muslim.”

(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 224), dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 3913). Diriwayatkan pula oleh Imam-imam ahli
hadits yang lainnya dari beberapa Shahabat seperti ‘Ali, Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, Ibnu
Mas’ud, Abu Sa’id al-Khudri, dan al-Husain bin ‘Ali radhiyallaahu ‘anhum; sumber)

Imam al-Qurthubi rahimahullaah menjelaskan bahwa hukum menuntut ilmu terbagi dua:

Pertama, hukumnya wajib; seperti menuntut ilmu tentang (tauhid), shalat, zakat, dan puasa.
Inilah yang dimaksudkan dalam riwayat yang menyatakan bahwa menuntut ilmu itu
(hukumnya) wajib.

Kedua, hukumnya fardhu kifayah; seperti menuntut ilmu tentang pembagian berbagai hak,
tentang pelaksanaan hukum hadd (qishas, cambuk, potong tangan dan lainnya), cara
mendamaikan orang yang bersengketa, dan semisalnya. Sebab, tidak mungkin semua orang
dapat mempelajarinya dan apabila diwajibkan bagi setiap orang tidak akan mungkin semua
orang bisa melakukannya, atau bahkan mungkin dapat menghambat jalan hidup mereka.
Karenanya, hanya beberapa orang tertentu sajalah yang diberikan kemudahan oleh Allah
dengan rahmat dan hikmah-Nya.

Ketahuilah, menuntut ilmu adalah suatu kemuliaan yang sangat besar dan menempati
kedudukan tinggi yang tidak sebanding dengan amal apa pun.

[Lihat Tafsiir al-Qurthubi (VIII/187), dengan diringkas. Tentang pembagian hukum menuntut
ilmu dapat juga dilihat dalam Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/56-62) oleh Ibnu ‘Abdil
Barr; sumber]

Keutamaan Menuntut ilmu DENGAN MENDATANGI MAJELIS ILMU

1. Pahala besar bagi mereka yang mendatangi masjid untuk menuntut ilmu

Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

‫ ﺗﺎﻣﺎ ﺣﺠﺘﮫ‬، ‫ ﻛﺎن ﻟﮫ ﻛﺄﺟﺮ ﺣﺎج‬، ‫ﻣﻦ ﻏﺪا إﻟﻰ ﻣﺴﺠﺪ ﻻ ﯾﺮﯾﺪ إﻻ أن ﯾﺘﻌﻠﻢ ﺧﯿﺮا أو ﯾﻌﻠﻤﮫ‬

Barangsiapa yang pergi ke masjid, tidaklah diinginkannya (untuk pergi ke masjid) kecuali
untuk mempelajari kebaikan atau untuk mengajarkan kebaikan. Maka baginya pahala seperti
orang yang melakukan haji dengan sempurna.

(Dikatakan syekh al Albaaniy dalam shahiih at targhiib: “Hasan Shahiih”)

2. Dimudahkan jalan menuju surga


Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

‫ﷲُ ﻟَﮫُ طَﺮِﯾﻘًﺎ إِﻟَﻰ ا ْﻟ َﺠﻨﱠ ِﺔ‬


‫ﻚ طَﺮِﯾﻘًﺎ ﯾَ ْﻠﺘَﻤِﺲُ ﻓِﯿ ِﮫ ِﻋ ْﻠﻤًﺎ َﺳﮭﱠ َﻞ ﱠ‬
َ َ‫ﻣَﻦْ َﺳﻠ‬

Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan
untuknya jalan menuju Surga.

(Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2699), Ahmad (II/252, 325), Abu Dawud (no.
3643), At-Tirmidzi (no. 2646), Ibnu Majah (no. 225), dan Ibnu Hibban (no. 78-Mawaarid);
sumber)

Di dalam hadits ini terdapat janji Allah ‘Azza wa Jalla bahwa bagi orang-orang yang berjalan
dalam rangka menuntut ilmu syar’i, maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju
Surga.

“Berjalan menuntut ilmu” mempunyai dua makna:

Pertama, Menempuh jalan dengan artian yang sebenarnya, yaitu berjalan kaki menuju
majelis-majelis para ulama.

Kedua, Menempuh jalan (cara) yang mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu
seperti menghafal, belajar (sungguh-sungguh), membaca, menela’ah kitab-kitab (para ulama),
menulis, dan berusaha untuk memahami (apa-apa yang dipelajari). Dan cara-cara lain yang
dapat mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu syar’i.

“Allah akan memudahkan jalannya menuju Surga” mempunyai dua makna.

Pertama, Allah akan memudah-kan memasuki Surga bagi orang yang menuntut ilmu yang
tujuannya untuk mencari wajah Allah, untuk mendapatkan ilmu, mengambil manfaat dari
ilmu syar’i dan mengamalkan konsekuensinya.

Kedua, Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga pada hari Kiamat ketika melewati
“shirath” dan dimudahkan dari berbagai ketakutan yang ada sebelum dan sesudahnya.
Wallaahu a’lam. (sumber)

3. Diampuni dosanya oleh Allah

Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

‫ت‬
ٍ ‫ ﻗُﻮْ ﻣُﻮْ ا ﻗَ ْﺪ َﻏﻔَ َﺮ ﷲُ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ُذﻧُﻮْ ﺑَ ُﻜ ْﻢ َوﺑُـ ﱢﺪﻟَﺖْ َﺳﯿﱢﺌَﺎﺗُ ُﻜ ْﻢ َﺣ َﺴﻨَﺎ‬:ْ‫ﻣَﺎ َﺟﻠَﺲَ ﻗَﻮْ ٌم ﯾَ ْﺬ ُﻛﺮُوْ نَ ﷲَ ﺗَﻌَﺎﻟ َﻰ ﻓَﯿَﻘُﻮْ ﻣُﻮْ نَ َﺣﺘﱠﻰ ﯾُﻘَﺎ ُل ﻟَﮭُﻢ‬

“Tidaklah duduk suatu kaum, kemudian mereka berzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla dalam
duduknya hingga mereka berdiri, melainkan dikatakan (oleh malaikat) kepada mereka:
Berdirilah kalian, sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa-dosa kalian dan keburukan-
keburukan kalian pun telah diganti dengan berbagai kebaikan.”

(Tsabit; HR. ath-Thabrani; terdapat dalam Shahiihul Jami’)

4. Diampuni Allaah, serta diijabahkan doa-doa orang-orang yang ada dalam majelis
tersebut
dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

‫ﻀﺎ‬ ً ‫ﻀﮭُ ْﻢ ﺑَ ْﻌ‬


ُ ‫ك َوﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻣ ََﻼﺋِ َﻜﺔً َﺳﯿﱠﺎ َرةً ﻓُﻀ ًُﻼ ﯾَﺘَﺘَﺒﱠﻌُﻮنَ َﻣ َﺠﺎﻟِﺲَ اﻟ ﱢﺬ ْﻛ ِﺮ ﻓَﺈِذَا َو َﺟﺪُوا ﻣَﺠْ ﻠِ ًﺴﺎ ﻓِﯿ ِﮫ ِذ ْﻛ ٌﺮ ﻗَ َﻌﺪُوا َﻣ َﻌﮭُ ْﻢ َو َﺣﻒﱠ ﺑَ ْﻌ‬
َ ‫إِنﱠ ِ ﱠ ِ ﺗَﺒَﺎ َر‬
‫ﺻ ِﻌﺪُوا إِﻟَﻰ اﻟ ﱠﺴﻤَﺎ ِء‬َ ‫ﺑِﺄَﺟْ ﻨِ َﺤﺘِ ِﮭ ْﻢ َﺣﺘﱠﻰ ﯾَ ْﻤﻠَﺌُﻮا ﻣَﺎ ﺑَ ْﯿﻨَﮭُ ْﻢ َوﺑَ ْﯿﻦَ اﻟ ﱠﺴﻤَﺎ ِء اﻟ ﱡﺪ ْﻧﯿَﺎ ﻓَﺈِذَا ﺗَﻔَ ﱠﺮﻗُﻮا َﻋ َﺮﺟُﻮا َو‬

“Sesungguhnya Allah tabaraka wa ta’ala memiliki para malaikat khusus yang senantiasa
berkeliling mencari di mana adanya majelis-majelis dzikir. Apabila mereka menemukan
sebuah majelis yang padanya terdapat dzikir maka mereka pun duduk bersama orang-orang
itu dan meliputi mereka satu sama lain dengan sayap-sayapnya sampai-sampai mereka
memenuhi jarak antara orang-orang itu dengan langit terendah, kemudian apabila orang-
orang itu telah bubar maka mereka pun naik menuju ke atas langit.”

Nabi berkata,

‫ﷲُ َﻋ ﱠﺰ َو َﺟ ﱠﻞ َوھُ َﻮ أَ ْﻋﻠَ ُﻢ ﺑِ ِﮭ ْﻢ ﻣِﻦْ أَﯾْﻦَ ِﺟ ْﺌﺘُ ْﻢ‬


‫ﻗَﺎ َل ﻓَﯿَ ْﺴﺄَﻟُﮭُ ْﻢ ﱠ‬

“Maka Allah ‘azza wa jalla pun bertanya kepada mereka padahal Dia adalah yang Maha
Mengetahui keadaan mereka, ‘Dari mana kalian datang?’.

َ‫ﻚ وَ ﯾَ ْﺴﺄَﻟُﻮﻧَﻚ‬
َ َ‫ﻚ َوﯾَﺤْ َﻤﺪُوﻧ‬
َ َ‫ﻚ َوﯾُﮭَﻠﱢﻠُﻮﻧ‬
َ َ‫ﻚ َوﯾُ َﻜﺒﱢﺮُوﻧ‬
َ َ‫ض ﯾُ َﺴﺒﱢﺤُﻮﻧ‬
ِ ْ‫ﻚ ﻓِﻲ ْاﻷَر‬
َ َ‫ﻓَﯿَﻘُﻮﻟُﻮنَ ِﺟ ْﺌﻨَﺎ ﻣِﻦْ ِﻋ ْﻨ ِﺪ ِﻋﺒَﺎ ٍد ﻟ‬

Para malaikat itu menjawab, ‘Kami datang dari sisi hamba-hamba-Mu yang ada di bumi.
Mereka mensucikan-Mu (bertasbih), mengagungkan-Mu (bertakbir), mengucapkan tahlil, dan
memuji-Mu (bertahmid), serta meminta (berdo’a) kepada-Mu.’

‫ﻗَﺎ َل َوﻣَﺎذَا ﯾَ ْﺴﺄَﻟُﻮﻧِﻲ‬

Lalu Allah bertanya, ‘Apa yang mereka minta kepada-Ku?’.

َ‫ﻚ َﺟﻨﱠﺘَﻚ‬
َ َ‫ﻗَﺎﻟُﻮا ﯾَ ْﺴﺄَﻟُﻮﻧ‬

Para malaikat itu menjawab, ‘Mereka meminta kepada-Mu surga-Mu.’

‫ﻗَﺎ َل َوھَﻞْ َرأَوْ ا َﺟﻨﱠﺘِﻲ‬

Allah bertanya, ‘Apakah mereka telah melihat surga-Ku?’.

‫ﻗَﺎﻟُﻮا َﻻ أَيْ رَبﱢ‬

Mereka menjawab, ‘Belum wahai Rabbku.’

‫ﻗَﺎ َل ﻓَ َﻜﯿْﻒَ ﻟَﻮْ َرأَوْ ا َﺟﻨﱠﺘِﻲ‬

Allah mengatakan, ‘Lalu bagaimana lagi jika mereka benar-benar telah melihat surga-Ku?’.

َ‫ﻗَﺎﻟُﻮا َوﯾَ ْﺴﺘَﺠِﯿﺮُوﻧَﻚ‬

Para malaikat itu berkata, ‘Mereka juga meminta perlindungan kepada-Mu.’

‫ﻗَﺎ َل َو ِﻣ ﱠﻢ ﯾَ ْﺴﺘَﺠِﯿﺮُوﻧَﻨِﻲ‬
Allah bertanya, ‘Dari apakah mereka meminta perlindungan-Ku?’.

‫ك ﯾَﺎ رَبﱢ‬
َ ‫ﻗَﺎﻟُﻮا ﻣِﻦْ ﻧَﺎ ِر‬

Mereka menjawab, ‘Mereka berlindung dari neraka-Mu, wahai Rabbku’.

‫ﻗَﺎ َل َوھَﻞْ َرأَوْ ا ﻧَﺎرِي‬

Maka Allah bertanya, ‘Apakah mereka pernah melihat neraka-Ku?’.

‫ﻗَﺎﻟُﻮا َﻻ‬

Mereka menjawab, ‘Belum, wahai Rabbku.’

‫ﻗَﺎ َل ﻓَ َﻜﯿْﻒَ ﻟَﻮْ َرأَوْ ا ﻧَﺎرِي‬

Lalu Allah mengatakan, ‘Lalu bagaimanakah lagi jika mereka telah melihat neraka-Ku.’

َ‫ﻗَﺎﻟُﻮا َوﯾَ ْﺴﺘَ ْﻐﻔِﺮُوﻧَﻚ‬

Mereka mengatakan, ‘Mereka meminta ampunan kepada-Mu.’

‫ﻗَﺎ َل ﻓَﯿَﻘُﻮ ُل ﻗَ ْﺪ َﻏﻔَﺮْ تُ ﻟَﮭُ ْﻢ ﻓَﺄ َ ْﻋﻄَ ْﯿﺘُﮭُ ْﻢ ﻣَﺎ َﺳﺄَﻟُﻮا َوأَ َﺟﺮْ ﺗُﮭُ ْﻢ ِﻣﻤﱠﺎ ا ْﺳﺘَ َﺠﺎرُوا‬

Maka Allah mengatakan, ‘Sungguh Aku telah mengampuni mereka. Dan Aku telah berikan
apa yang mereka minta dan Aku lindungi mereka dari apa yang mereka minta untuk
berlindung darinya.’.”

‫ﻗَﺎ َل ﻓَﯿَﻘُﻮﻟُﻮنَ رَبﱢ ﻓِﯿ ِﮭ ْﻢ ﻓ َُﻼنٌ َﻋ ْﺒ ٌﺪ َﺧﻄﱠﺎ ٌء إِﻧﱠﻤَﺎ َﻣ ﱠﺮ ﻓَ َﺠﻠَﺲَ َﻣ َﻌﮭُ ْﻢ‬

Nabi bersabda, “Para malaikat itu berkata, ‘Wahai Rabbku, di antara mereka ada si fulan,
seorang hamba yang telah banyak melakukan dosa, sesungguhnya dia hanya lewat kemudian
duduk bersama mereka.’.”

‫ﻗَﺎ َل ﻓَﯿَﻘُﻮ ُل َوﻟَﮫُ َﻏﻔَﺮْ تُ ھُ ْﻢ ا ْﻟﻘَﻮْ ُم َﻻ ﯾَ ْﺸﻘَﻰ ﺑِ ِﮭ ْﻢ َﺟﻠِﯿ ُﺴﮭُ ْﻢ‬

Nabi mengatakan, “Maka Allah berfirman, ‘Dan kepadanya juga Aku akan ampuni. Orang-
orang itu adalah sebuah kaum yang teman duduk mereka tidak akan binasa.’.”

[HR. Muslim dalam Kitab ad-Dzikr wa ad-Du’a wa at-Taubah wa al-Istighfar, hadits no.
2689, lihat Syarh Muslim [8/284-285] cetakan Dar Ibn al-Haitsam); sumber:
http://abumushlih.com/keutamaan-majelis-dzikir.html/%5D

5. Diridhai oleh malaikat

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ﺐ ا ْﻟ ِﻌ ْﻠ ِﻢ‬
ِ ِ‫ﺿﺎ ﻟِﻄَﺎﻟ‬
ً ‫ﻀ ُﻊ أَﺟْ ﻨِ َﺤﺘَﮭَﺎ ِر‬
َ َ‫َوإِنﱠ ا ْﻟﻤ ََﻼﺋِ َﻜﺔَ ﻟَﺘ‬

“Sunnguh Para Malaikat merendahkan sayapnya sebagai keridlaan kepada penuntut ilmu”
[Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (V/196), Abu Dawud (no. 3641), at-Tirmidzi (no.
2682), Ibnu Majah (no. 223), dan Ibnu Hibban (no. 80 al-Mawaarid); Sumber: sumber]

6. Dimintakan ampun oleh penduduk langit dan bumi hinga ikan yang ada didasar laut

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ض َوا ْﻟﺤِﯿﺘَﺎنُ ﻓِﻲ ﺟَﻮْ فِ ا ْﻟﻤَﺎ ِء‬


ِ ْ‫ت َوﻣَﻦْ ﻓِﻲ ْاﻷَر‬
ِ ‫ﺴ َﻤ َﻮا‬
‫َوإِنﱠ ا ْﻟﻌَﺎﻟِ َﻢ ﻟَﯿَ ْﺴﺘَ ْﻐﻔِ ُﺮ ﻟَﮫُ ﻣَﻦْ ﻓِﻲ اﻟ ﱠ‬

Orang yang berilmu akan dimintakan maaf oleh penduduk langit dan bumi hingga ikan yang
ada di dasar laut.

[idem]

7. Dengan menuntut ilmu, kita bisa meraih keutamaan seorang alim

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ﺐ‬
ِ ‫َوإِنﱠ ﻓَﻀْ َﻞ ا ْﻟﻌَﺎﻟِﻢِ َﻋﻠَﻰ ا ْﻟﻌَﺎﺑِ ِﺪ َﻛﻔَﻀْ ِﻞ ا ْﻟﻘَ َﻤ ِﺮ ﻟَ ْﯿﻠَﺔَ ا ْﻟﺒَ ْﺪ ِر َﻋﻠَﻰ ﺳَﺎﺋِ ِﺮ ا ْﻟ َﻜ َﻮا ِﻛ‬

Kelebihan serang alim dibanding ahli ibadah seperti keutamaan rembulan pada malam
purnama atas seluruh bintang.

[idem]

8. Ilmu merupakan warisan dari nabi, para penuntut ilmu adalah pencari warisan nabi.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫اﻷ ْﻧﺒِﯿَﺎ َء ﻟَ ْﻢ ﯾُ َﻮ ﱢرﺛُﻮا دِﯾﻨَﺎ ًرا وَ َﻻ دِرْ ھَﻤًﺎ َو ﱠرﺛُﻮا ا ْﻟ ِﻌ ْﻠ َﻢ ﻓَﻤَﻦْ أَ َﺧ َﺬهُ أَ َﺧ َﺬ ﺑِ َﺤﻆﱟ وَاﻓِ ٍﺮ‬
َ ْ ‫َوإِنﱠ ا ْﻟ ُﻌﻠَﻤَﺎ َء َو َرﺛَﺔُ ْاﻷَ ْﻧﺒِﯿَﺎ ِء َوإِنﱠ‬

Para ulama adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham,
mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya maka ia telah mengambil
bagian yang banyak.

[idem]

Tercelanya orang-orang yang MENINGGALKAN atau MALAS menghadiri


majelis ilmu

Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

‫ﻚ َر ُﺟ ٌﻞ ﯾَ ْﻨﺜَﻨِﻲ َﺷ ْﺒﻌَﺎﻧًﺎ َﻋﻠَﻰ أَرِﯾ َﻜﺘِ ِﮫ‬


ُ ‫َﻻ ﯾُﻮ ِﺷ‬

“Kiranya tak akan lama lagi ada seorang laki-laki yang duduk dalam keadaan kenyang di
tempat duduknya…”

(HR. Ahmad (dan ini lafazhnya); Abu Dawud, Ibnu Abdil Barr, al-Khatib al-Baghdadiy, Ibnu
Nashr al-Mawarziy, al-Ajurriy, al-Baihaqiy; dari jalur Hariz bin ‘Utsman; juga jalur
‘Abdullah bin Abi Auf; dan dari jalur al-Miqdam; Dishahihkan syaikh salim bin ‘ied al-
Hilaliy)

Al-Imam Al-Baghawi menyatakan:

“Yang dimaksud dengan sifat ini (laki-laki besar perutnya yang bersandar di kursi sofa)
adalah orang-orang yang bergaya hidup mewah dan angkuh yang hanya berdiam di rumah
dan TIDAK MAU MENUNTUT ILMU AGAMA…”

(Syarhus Sunnah: 1/201; sumber petikan)

Ulama salaf terdahulu melarang orang yang hanya berguru kepada buku untuk
mengajar dan berfatwa, sebagaimana mereka melarang belajar al qur’an dari orang
yang tidak pernah talaqqi

dari Al ‘Auza’i ia berkata:

‫ﻣَﺎ َزا َل ھَﺬَا ا ْﻟ ِﻌ ْﻠ ُﻢ َﻋﺰِﯾ ًﺰا ﺗَﺘ ََﻼﻗَﺎهُ اﻟ ﱢﺮ َﺟﺎ ُل َﺣﺘﱠﻰ َوﻗَ َﻊ ﻓِﻲ اﻟﺼﱡ ﺤُﻒِ ﻓَ َﺤ َﻤﻠَﮫُ أَوْ َد َﺧ َﻞ ﻓِﯿ ِﮫ َﻏ ْﯿ ُﺮ أَ ْھﻠِ ِﮫ‬

“Ilmu ini senantiasa mulia, yang senantiasa digali oleh manusia secara langsung (talaqqi);
hingga (kemudian, ilmu pun) ditulis dalam lembaran-lembaran, lalu ia (pun) membawanya
kepada seseorang yang bukan ahlinya, (hingga orang itu pun) ikut campur tangan”.

(ad-Darimiy)

Abu Zur’ah berkata :

“Shåhafi (yang hanya berguru kepada buku) tidak boleh berfatwa…”.

(Al Faqih wal mutafaqqih 2/97).

Imam Asy Syafi’I berkata :

“Barang siapa yang bertafaqquh dari perut buku ia akan menyia siakan hukum “.

(tadzkirotussaami’ wal mutakallim hal 87).

Seorang penya’ir berkata :

Siapa yang mengambil ilmu dari mulut guru

Ia akan terhindar dari penyimpangan dan perubahan.

Dan siapa yang mengambil ilmu hanya dari buku

Maka ilmunya disisi para ulama seperti tidak ada.

Dalam kitab wafayatul a’yan (3/310) Al Hafidz ibnu ‘Asakir rahimahullah bersya’ir :

Jadilah engkau orang yang mempunyai semangat


Dan jangan bosan mengambil ilmu dari para ulama

Jangan engkau mengambilnya sebatas dari buku

Niscaya engkau akan terkena tashif dengan penyakit yang berat

Nasehat dari para ulama untuk menuntut ilmu dan mendatangi majelis ilmu
para ulama

Fatwa Syaikh Yahya an-Najmi

Ilmu itu diambil dari mulut para ‘ulama. Maka seorang penuntut ilmu, agar kokoh dalam
ilmu di atas pondisi yang benar, maka hendaknya ia bermulazamah kepada ‘ulama, talaqqi
(mengambil) ilmu langsung dari mereka. Sehingga pencarian ilmunya tegak di atas kaidah-
kaidah yang benar. mampu melafazhkan nash-nash qur’ani dan hadits dengan pelafazhan
yang benar, tidak ada kesalahan maupun kekeliruan. Memahami ilmu dengan pemahaman
yang tepat sesuai maksudnya.

Dan lebih dari itu, dia bisa mengambil faidah dari ‘ulama : adab, akhlaq, dan sifat wara’.
Hendaknya dia menghindar agar jangan sampai yang menjadi gurunya adalah kitab. Karena
sesungguhnya barangsiapa yang gurunya adalah kitabnya maka ia akan banyak salahnya
sedikit benarnya.

Demikianlah, inilah yang terjadi pada umat ini. Tidak seorang tampil menonjol dalam ilmu
kecuali ia sebelumnya telah tertarbiyyah dan terdidik di hadapan ‘ulama.

Syaikh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-‘Aql

Salah satu gejala yang berbahaya adalah belajar hanya dengan mengandalkan sarana-sarana
ilmu (seperti buku dan sejenisnya). Misalnya seorang penuntut ilmu merasa cukup
mengambil ilmu melalui buku-buku lalu menyingkir dari manusia, menjauhkan diri dari
ulama, mengabaikan orang-orang shalih, orang-orang yang berjasa terhadap Islam yang
menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, serta memisahkan diri dari ulama, ia berkata : ‘Saya
cukup belajar dari buku-buku, kaset-kaset, radio dan lain-lain’. Kemudian ia bekata lagi :
‘Saya mampu belajar melalui sarana-sarana ini!’.

Jawaban kami :

‘Tentu saja, sarana-sarana ini merupakan nikmat, tetapi juga merupakan senjata bermata dua.
Merasa cukup belajar ilmu-ilmu syar’i melalui sarana-sarana itu merupakan
kekeliruan dan merupakan salah satu sebab timbulnya perpecahan umat. Karena hal itu
akan mendorongnya untuk beruzlah (menyendiri) yang dilarang. Atau akan memunculkan
sosok ahli ilmu yang tidak baik, karena mereka mengambil ilmu tidak sebagaimana
mestinya, tidak berdasarkan kaidah dan tanpa petunjuk dan bimbingan alim ulama.

Mereka mengambil ilmu menurut cara mereka sendiri, dengan hawa nafsu, perasaan dan
perhitungan pribadi mereka sendiri. Apabila terjadi pertikaian, mereka menyimpang dan
menolak pendapat ulama. Padahal meskipun seseorang mempunyai kepandaian dan
kemampuan serta memiliki keahlian khusus seperti apapun, ia tidak akan mungkin dengan
sendirinya akan sampai kepada kebenaran selama ia tidak mengenal pedoman-pedoman salaf
dan ahli ilmu pada zamannya”

[Disalin dari kitab Al-Iftiraaq Mafhumuhu ashabuhu subulul wiqayatu minhu, edisi Indonesia
Perpecahan Umat ! Etiologi & Solusinya, oleh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-‘Aql, terbitan
Darul Haq, penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari; almanhaj.or.id]

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Beliau ditanya

bolehkah belajar ilmu dari kitab-kitab saja tanpa belajar kepada ulama, khususnya jika ia
kesulitan belajar kepada ulama karena jarangnya mereka? Bagaimana pendapat Anda tentang
ucapan yang menyatakan: barangsiapa yang gurunya adalah kitabnya maka kesalahannya
akan lebih banyak dari pada benarnya?

Beliau menjawab:

Tidak diragukan lagi bahwa ilmu bisa diperoleh dengan mempelajarinya dari para
ulama dan dari kitab. Karena, kitab seorang ulama adalah ulama itu sendiri, dia berbicara
kepadamu tentang isi kitab itu. Jika tidak memungkinkan menuntut ilmu dari ahli ilmu maka
ia boleh mencari ilmu dari kitab.

Akan tetapi memperoleh ilmu melalui ulama lebih dekat (mudah) daripada memperoleh ilmu
melalui kitab, karena orang yang memperoleh ilmu melalui kitab akan banyak menemui
kesulitan dan membutuhkan kesungguhan yang besar, dan akan banyak perkara yang akan
dia fahami secara samar sebagaimana terdapat dalam kaidah syar’iyyah dan batasan yang
ditetapkan oleh para ulama. Maka dia harus mempunyai tempat rujukan dari kalangan
ahli ilmu semampu mungkin.

Adapun perkataan yang menyatakan:

‘barangsiapa yang gurunya adalah kitabnya maka kesalahannya akan lebih banyak dari pada
benarnya.’

Perkataan ini tidak benar secara mutlak, tetapi juga tidak salah secara mutlak. Jika seseorang
mengambil ilmu dari semua kitab yang dia lihat, maka tidak ragu lagi bahwa dia akan banyak
salah. Adapun orang yang mempelajarinya bersandar kepada kitab orang-orang yang telah
dikenal ketsiqahannya, amanahnya, dan ilmunya, maka dalam hal ini dia tidak akan banyak
salah bahkan dia akan banyak benarnya dalam perkataannya.

[Kitabul ‘Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin]

Fatwa Syaikh Ibrahim ar-Ruhailiy

Pertanyaan :

Tentang perkataan al-Imam Malik “ilmu itu didatangi dan tidak mendatangi” ketika khalifah
Harun ar-Rasyid memintanya untuk mengajari Makmun, ia (al-Imam Malik, pent) berkata :
“datanglah ke masjid an-Nabawi” tempat dimana al-Imam Malik mengajar. Apakah ini
bertentangan dengan perkataan kita tadi bahwa seorang da’i datang kepada mad’u?

Jawaban :

Ini tidak bertentangan, dan masalah ini sebagaimana yang telah kami sebutkan pada banyak
masalah bahwa ini ada perinciannya.

Pada asalnya dahulu, bahkan pada petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa manusia
yang berhijrah ke Nabi shallallahu alaihi wa sallam, mendatanginya dan Nabi mengajari
mereka. Ini adalah asalnya pada manusia.

Akan tetapi terkadang jika ada penghalang antara manusia dan hijrah hal ini tidak mencegah
dari diutusnya seseorang kepada mereka yang akan mengajari mereka. Oleh karena itu, Nabi
shallallahu alaihi wa sallam mengutus sebagian shahabatnya untuk mengajari manusia.
Beliau mengutus Mu’adz ke Yaman dan ke Syam untuk mengajari manusia. Dan beliau juga
mengutus sebagian shahabatnya untuk mengajari manusia ke Madinah sebelum hijrah.

Maka jika sebagian masalah rancu bagi kalian, kembalilah kepada petunjuk Nabi shallallahu
alaihi wa sallam. Jika ilmu itu harus didatangi, kenapa Nabi shallallahu alaihi wa sallam
mengirim sebagian orang untuk mengajari manusia. Kemudian setelah meninggalnya Nabi
shallallahu alaihi wa sallam, banyak shahabat keluar dari Madinah untuk mengajari manusia
dan untuk memahamkan mereka. Maka masalah ini punya perincian.

Pada asalnya para penuntut ilmu merekalah yang mendatangi para ‘ulama, karena
para ‘ulama tidak mungkin datang ke setiap tempat, (para penuntut ilmu) belajar dan
menuntut ilmu pada mereka.

Akan tetapi jika ada penghalang antara sebagian penuntut ilmu dan sebagian manusia dari
hijrah dan datang kepada para ‘ulama maka tidaklah dilarang bagi seorang ‘ulama untuk
mempertimbangkan dan datang kepada mereka untuk mengajari mereka. Maka yang ini
termasuk Sunnah dan yang itu termasuk Sunnah.

Dan aku selalu memperingatkan dari mengambil perkataan sebagian Salaf dan tidak
memperhatikan perkataan lainnya yang bertentangan dengannya, dan membuat hukumnya
umum.

Jadi perkataan ini, ini benar, dan ini adalah pada asalnya, oleh karena itu perhatikanlah!
Manusia berhijrah kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Akan tetapi apakah Nabi
shallallahu alaihi wa sallam mengatakan : “Tidaklah kami mengajarkan ilmu kepada manusia
yang didatangi kepada mereka dan kita tidak mengutus seorangpun”? Tidak.

Maka bagi orang yang mampu datang, belajar dan bertafaqquh. Dan barangsiapa yang
antaranya dengan hijrah terhalang dengan suatu urusan seperti kelemahan dan yang lainnya,
maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengutus kepada mereka orang yang mengajari
mereka.

Jika rancu sebagian perkara maka kembalilah kepada petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa
sallam sehingga jelaslah perkara. Dan kami selalu tidak menganggap ditaqrirnya sesuatu dari
agama ini kecuali dengan dalilnya. Maka ini adalah dalil yang jelas dan nyata bahwa
ditempuh cara yang ini dan yang itu.

Asalnya bagi para ‘ulama adalah mereka didatangi, akan tetapi jika ada penghalang
antara sebagian manusia untuk datang kepada para ‘ulama, maka para ‘ulama (hendaknya)
mempertimbangkan untuk pergi ke sebagian tempat untuk mengajari manusia (yang tidak
ada, atau sangat jarang ahli ilmu-nya, -ed). Na’am.

[Diterjemahkan dari rekaman Dauroh Masyayikh Madinah di Kebun Teh Wonosari Lawang
– Malang Juli 2007. File : syaikh ibrohim 3.mp3 >> 65:46 – 69:12; tholib.wordpress.com]

Ikl

ika kita mendapati hati kita mengeras[1] :

[1] Segeralah berwudhu

Hadirkanlah hati kita ketika berwudhu, ingatlah bahwa setiap basuhan wudhu dapat
menghapuskan dosa-dosa bagian yang dibasuhi[2]

[2] Dan shalatlah…

Berusahalah menghayati[3] SELURUH dzikir yang kita baca didalamnya… Panjangkanlah[4]


shalat kita… Perlamalah ruku dan sujud kita (ingat, bahwasanya dosa kita berguguran dengan
ruku’ dan sujud kita); didalam ruku’ dan sujud, perbanyaklah membaca dzikir didalamnya
dan hayatilah dzikir yg kita baca didalamnya…

Maka semoga dosa-dosa kita dihapuskan dengannya, yang semoga hati kita pun dilembutkan
karenanya…

Perlu kita ketahui, tidaklah hati mengeras, kecuali karena adanya dosa-dosa… Dan tidaklah
hati akan menjadi lembut, kecuali jika dosa-dosa telah terbersihkan darinya…

Semoga bermanfaat

Catatan kaki

[1] Tanda-tanda kerasnya hati adalah berat dan malasnya kita menunaikan amal shaalih, dan/atau ringan serta
bersegeranya kita dalam memaksiati Allaah…

[2] Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

‫ َوﻓِﯿ ِﮫ َو َﺧﯿَﺎﺷِ ﯿ ِﻤ ِﮫ‬،ِ‫ﻖ ﻓَﯿَ ْﻨﺘَﺜِ ُﺮ إ ﱠِﻻ َﺧﺮﱠتْ َﺧﻄَﺎﯾَﺎ وَ ﺟْ ِﮭﮫ‬


ُ ِ‫ َوﯾَ ْﺴﺘَﻨْﺸ‬، ُ‫ﻣَﺎ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ َر ُﺟ ٌﻞ ﯾُﻘَﺮﱢبُ َوﺿُﻮ َءهُ ﻓَﯿَﺘَﻤَﻀْ ﻤَﺾ‬

Tidaklah seorang pun diantara kalian yang mendekatkan air wudhu’nya lalu dia berkumur, memasukkan air ke
hidungnya lalu mengeluarkannya kecuali akan berjatuhan kesalahan-kesalahan wajahnya, kesalahan-kesalahan
mulutnya dan kesalahan-kesalahan hidungnya.
‫طﺮَافِ ﻟِﺤْ ﯿَﺘِ ِﮫ َﻣ َﻊ ا ْﻟﻤَﺎ ِء‬
ْ َ‫ إ ﱠِﻻ َﺧﺮﱠتْ َﺧﻄَﺎﯾَﺎ وَﺟْ ِﮭ ِﮫ ﻣِﻦْ أ‬،ُ‫ﺛُ ﱠﻢ إِذَا َﻏ َﺴ َﻞ وَﺟْ ﮭَﮫُ َﻛﻤَﺎ أَ َﻣ َﺮهُ ﷲ‬

Kemudian (tidaklah) ia mencuci wajahnya sebagaimana yang diperintahkan oleh Allâh, kecuali kesalahan-
kesalahan wajahnya akan berjatuhan bersama tetesan air dari ujung jenggotnya.

‫ إ ﱠِﻻ َﺧﺮﱠتْ ﺧَ ﻄَﺎﯾَﺎ ﯾَ َﺪ ْﯾ ِﮫ ﻣِﻦْ أَﻧَﺎ ِﻣﻠِ ِﮫ َﻣ َﻊ ا ْﻟﻤَﺎ ِء‬،ِ‫ﺛُ ﱠﻢ ﯾَ ْﻐ ِﺴ ُﻞ ﯾَ َﺪ ْﯾ ِﮫ إِﻟَﻰ ا ْﻟﻤِﺮْ ﻓَﻘَ ْﯿﻦ‬

Kemudian (tidaklah) ia mencuci kedua tangannya sampai siku, kecuali kesalahan-kesalahan tangannya akan
berjatuhan bersama air lewat jari-jemarinya.

‫طﺮَافِ َﺷ ْﻌ ِﺮ ِه َﻣ َﻊ ا ْﻟﻤَﺎء‬
ْ َ‫ إ ﱠِﻻ َﺧﺮﱠتْ ﺧَ ﻄَﺎﯾَﺎ َر ْأ ِﺳ ِﮫ ﻣِﻦْ أ‬،ُ‫ﺛُ ﱠﻢ ﯾَ ْﻤ َﺴ ُﺢ َر ْأ َﺳﮫ‬

Kemudian (tidaklah) ia mengusap kepala, kecuali kesalahan-kesalahan kepalanya akan berjatuhan melalui ujung
rambutnya bersama air.

‫ إ ﱠِﻻ َﺧﺮﱠتْ ﺧَ ﻄَﺎﯾَﺎ رِﺟْ ﻠَ ْﯿ ِﮫ ﻣِﻦْ أَﻧَﺎ ِﻣﻠِ ِﮫ َﻣ َﻊ ا ْﻟﻤَﺎ ِء‬،ِ‫ﺛُ ﱠﻢ ﯾَ ْﻐ ِﺴ ُﻞ ﻗَ َﺪ َﻣ ْﯿ ِﮫ إِﻟَﻰ ا ْﻟ َﻜ ْﻌﺒَ ْﯿﻦ‬

Kemudian (tidaklah) dia mencuci kakinya sampai mata kaki, kecuali kesalahan kedua kakinya akan berjatuhan
melalui jari-jari kakinya bersamaan tetesan air.

ُ‫ﺼﺮَفَ ﻣِﻦْ َﺧﻄِ ﯿﺌَﺘِ ِﮫ َﻛﮭَ ْﯿﺌَﺘِ ِﮫ ﯾَﻮْ َم َوﻟَ َﺪ ْﺗﮫُ أُ ﱡﻣﮫ‬
َ ‫ إ ﱠِﻻ ا ْﻧ‬،ِ ‫ وَ ﻓَ ﱠﺮ َغ ﻗَ ْﻠﺒَﮫُ ِ ﱠ‬،ٌ‫ ﻓَ َﺤ ِﻤ َﺪ ﷲَ َوأَ ْﺛﻨَﻰ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﻣ ﱠﺠ َﺪهُ ﺑِﺎﻟﱠﺬِي ھُ َﻮ ﻟَﮫُ أَ ْھﻞ‬،‫ﺼﻠﱠﻰ‬
َ َ‫ﻓَﺈ ِنْ ھُ َﻮ ﻗَﺎ َم ﻓ‬

Jika ia berdiri lalu shalat, lalu dia memuji Allâh menyanjung dan mengagungkan-Nya dengan pujian dan
sanjungan yang menjadi hak-Nya dan MENGOSONGKAN HATINYA HANYA UNTUK ALLAAH,
melainkan dia terlepas dari kesalahan-kesalahannya seperti pada hari ia dilahirkan dari perut ibunya.

[Muttafaqun ’alaihi].

[3] Penting bagi kita untuk memahami seluruh bacaan shalat kita dari awal sampai aakhir, karena Rasuulullaah
shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

‫ إﻻاﻧﻔﺘﻞ وھﻮ ﻛﯿﻮم وﻟﺪﺗﮫ أﻣﮫ‬، ‫ ﻓﯿﻌﻠﻢ ﻣﺎ ﯾﻘﻮل‬، ‫ ﺛﻢ ﯾﻘﻮم ﻓﻲ ﺻﻼﺗﮫ‬، ‫ﻣﺎ ﻣﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﯾﺘﻮ ﺿﺄ ﻓﯿﺴﺒﻎ اﻟﻮﺿﻮء‬

“Tidaklah seorang muslim berwudhu lalu dia menyempurnakan wudhunya kemudian dia berdiri dalam
shalatnya dan dia MEMAHAMI APA-APA yang DIA UCAPKAN (dalam shalatnya), melainkan dia selesai
shalat, sementara keadaannya seperti di hari dia dilahirkan oleh ibunya.”

[Diriwayatkan oleh al-Hakim, dan ia menshahiihkannya]

[4] Karena sebaik-baik shalat adalah yang paling lama berdirinya.

Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

‫ت‬
ِ ‫ﺼﻼَ ِة طُﻮ ُل ا ْﻟﻘُﻨُﻮ‬
‫ﻀ ُﻞ اﻟ ﱠ‬
َ ‫أَ ْﻓ‬

“Sebaik-baik shalat adalah yang lama berdirinya”

(HR. Muslim).

Lama berdirinya ini disebabkan karena panjangnya bacaan dalam shalat tersebut, atau diulang-ulangnya suatu
bacaan karena ingin menghayati apa yang dibaca (meskipun yang dibaca hanya satu ayat, atau bahkan hanya
sepenggal ayat).

Tidakkah kita telah mengetahui bahwa Rasuulullaah shallallaahu’alayhi wa sallam bersabda


ُ‫ﷲ ﻓَﻠَﮫ ﺑِﮫ َﺣ َﺴﻨَﺔُ وَاﻟ َﺤ َﺴﻨَﺔُ َﻋ ُﺸ ُﺮ اَ ُﻣﺜَﺎﻟِﮭَﺎ ﻵ اَﻗُﻮ ُل اﻟﻢ َﺣﺮفُ وَﻟﻜِﻦُ اَﻟِﻒُ وَﻵ ُم َﺣﺮفُ وَﻣﯿ ُﻢ ﺣــ َ ُﺮف‬
ٌ ‫ب‬
ِ ‫ﻣَﻦ ﻗَﺮَأ َﺣﺮﻓًﺎ ﻣٍﻦ َﻛﺘَﺎ‬

Siapa yang membaca SATU HURUF dari Kitab Allah, maka baginya SATU HASANAH (KEBAIKAN) dan
satu hasanah itu sama dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf, tetapi
alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf.

(HR at-Tirmidziy).

Dan bukankah kita telah mengetahui bahwa Allaah berfirman: ‫ت‬


ِ ‫ت ﯾُ ْﺬ ِھﺒْﻦَ اﻟ ﱠﺴﯿﱢﺌَﺎ‬
ِ ‫(( إِنﱠ اﻟ َﺤ َﺴﻨَﺎ‬Sesungguhnya kebaikan-
kebaikan menghapus keburukan-keburukan)) [Huud: 114]

Bahkan bukankah Allaah berfirman: َ‫ﻈﺔٌ ﻣﱢﻦ ﱠرﺑﱢ ُﻜ ْﻢ َو ِﺷﻔَﺎ ٌء ﻟﱢﻤَﺎ ﻓِﻲ اﻟﺼﱡ ﺪُو ِر َوھُﺪًى َورَﺣْ َﻤﺔٌ ﻟﱢ ْﻠﻤُﺆْ ِﻣﻨِﯿﻦ‬
َ ‫(( ﯾَﺎ أَﯾﱡﮭَﺎ اﻟﻨﱠﺎسُ ﻗَ ْﺪ ﺟَﺎ َء ْﺗﻜُﻢ ﻣﱠﻮْ ِﻋ‬Hai
manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu [al-Qur`aan], dan penyembuh bagi
penyakit-penyakit (yang berada] dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman))

Maka SETIAP HURUF yang kita baca, dapat MENGHAPUSKAN keburukan-keburukan kita dan dapat
MEMBERSIHKAN hati kita dari dosa dan penyakit didalamnya… Maka panjangkanlah bacaan al-qur’an kita
dalam shalat kita, semampu kita… DENGAN NIAT agar semoga apa yang kita baca dapat menghapus dosa
kita, dan membersihkan hati kita…

[5] Ketahuilah bahwa ruku’ dan sujud kita merupakan diantara sebab diampuninya dosa-dosa kita…
Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

ُ‫ ﻓ ُﻜﻠﱠﻤﺎ َرﻛ َﻊ أو ﺳَﺠ َﺪ ﺗَﺴﺎﻗَﻄَﺖْ َﻋ ْﻨﮫ‬، ‫ﺿﻌَﺖْ ﻋﻠﻰ رأﺳِﮫ و ﻋﺎﺗِﻘَ ْﯿ ِﮫ‬
ِ ‫”إنﱠ اﻟﻌﺒ َﺪ إذا ﻗَﺎ َم ﯾُﺼﻠﱢﻲ أُﺗِﻲ ﺑﺬُﻧﻮﺑِﮫ ُﻛﻠﱢﮭﺎ ﻓَ ُﻮ‬

“Apabila seorang hamba berdiri melakukan sholat, semua dosa-dosanya didatangkan lalu diletakkan diatas
kepala dan kedua pundaknya. Maka setiap kali hamba tersebut ruku dan sujud dosa-dosa itu akan berguguran
darinya”

(HR Abu Nu’aym dalam al-hilyah dan selainnya dengan sanad yg shahiih)

Maka sebaik-baiknya upaya untuk menggugurkan dosa-dosa kita dan melembutkan hati kita.. adalah dengan
menyempurnakan wudhu dan shalat kita…

Anda mungkin juga menyukai