Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan gigi dan mulut sering diabaikan sebagian besar penduduk

Indonesia. Hasil survei Kesehatan Nasional tahun 2004 dinyatakan bahwa

39% penduduk Indonesia menderita penyakit gigi dan mulut. Hal ini

disebabkan masih kurangnya kesadaran masyarakat mengenai arti penting

menjaga kesehatan gigi dan mulut (Susanto, 2007).

Pendidikan kesehatan gigi dan mulut adalah semua upaya dan aktifitas

yang mempengaruhi orang – orang untuk bertingkah laku yang baik bagi

kesehatan dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan gigi dan

mulut serta memberikan pengertian cara – cara memelihara kesehatan gigi dan

mulut. Penyakit gigi dan mulut yang paling banyak mengganggu adalah karies

gigi dan penyakit periodontal. Penyakit gigi dan mulut adalah suatu penyakit

yang tidak kalah pentingnya dengan penyakit lain yang dapat mengganggu

efektifitas seseorang dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari (Dermawan,

2005)

Edukasi dan motivasi diberikan oleh dokter gigi berupa pendidikan

kesehatan gigi dan mulut (DHE) kepada pasien tentang metode yang tepat dan

efektif untuk pencegahan karies dan penyakit periodontal. Pendidikan

kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu upaya menyampaikan pesan

mengenai kesehatan gigi dan mulut dengan harapan dapat memperoleh

1
2

pengetahuan kesehatan gigi yang lebih baik. Konsep pendidikan kesehatan

gigi ini merupakan penerapan dari konsep pendidikan dan konsep sehat

sehingga diupayakan adanya perubahan pada perilaku masyarakat dalam

meningkatkan kesehatan gigi dan mulut mereka sehingga lebih optimal.

Keberhasilan pendidikan kesehatan gigi dan mulut pada prinsipnya tidak dapat

diberikan dalam satu kali kunjungan saja, sehingga diperlukan tahapan yang

diulang secara periodik yang nantinya akan dievaluasi atas keberhasilan DHE

yang selama ini telah dilakukan (Soeparmin, 2007).

B. Tujuan

1. Memperkenalkan kepada masyarakat tentang kesehatan gigi dengan usaha

preventif dan promotif.

2. Mengingatkan dan mengusahakan timbulnya kesadaran serta keyakinan

untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut.

3. Memberi keterampilan pada masyarakat bagaimana cara untuk mencapai

kesehatan gigi dan mulut yang optimal.

C. Manfaat

1. Meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan keterampilan masyarakat

dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut.

2. Menghilangkan sikap, prilaku serta kebiasaan masyarakat yang kurang

memperhatikan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sehingga diperoleh

derajat kesehatan gigi dan mulut yang optimal.


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Gigi

Gambar 2.1 Anatomi Gigi dan Jaringan Periodontal

Pada keadaan normal di rongga mulut gigi hanya akan terlihat bagian

mahkotanya, sedangkan bagian akar gigi tertanam dalam gusi dan jaringan

penyangganya. Gigi tersusun oleh jaringan keras yang menutupi

permukaannya serta jaringan lunak yang berada dibagian dalam. Bagian-

bagian dari gigi dapat diuraikan sebagai berikut (Itjiningsih 1995):

1. Email atau enamel, yaitu: jaringan keras gigi yang paling keras, paling

kuat dan merupakan pelindung gigi yang paling kuat terhadap rangsangan-

rangsangan pada waktu pengunyahan.

2. Dentin, yaitu: jaringan keras gigi yang strukturnya lebih lunak daripada

email dan mengandung pembuluh-pembuluh yang disebut tubula dentin.

3
4

3. Sementum, yaitu: bagian dari jaringan gigi dan termasuk juga bagian dari

jaringan periodonsium karena menghubungkan gigi dengan tulang rahang

dengan jaringan yang terdapat di selaput periodontal.

4. Pulpa, yaitu: jaringan lunak gigi yang terdapat dalam rongga pulpa sampai

foramen apikal, umumnya mengandung bahan dasar (ground substance),

bahan perekat, sel-sel saraf, jaringan limfe dan pembuluh darah.

Pulpa terdiri atas :

A. Tanduk pulpa yaitu ujung ruang pulpa.

B. Ruang pulpa yaitu ruang pulpa didalam mahkota gigi.

C. Saluran pulpa yaitu saluran di akar gigi, kadang-kadang bercabang dan ada

saluran tambahan.

D. Foramen apikal yaitu lubang di ujung akar gigi tempat masuknya jaringan

pulpa ke rongga pulpa.

B. Jaringan Periodontal

Keberadaan gigi dalam rongga mulut tidak dapat dilepaskan dari

jaringan periodontal. Jaringan ini merupakan jaringan pendukung gigi yang

membuat gigi dapat melekat kuat dan berfungsi dengan baik dalam rongga

mulut. Jaringan periodontal terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut

(Manson & Eley 1993):

1. Gingiva atau gusi, yaitu : bagian mukosa mulut yang mengelilingi gigi dan

menutupi linger (ridge) alveolar. Fungsi gingiva adalah melindungi


5

jaringan dibawah perlekatan gigi terhadap pengaruh lingkungan di rongga

mulut.

2. Tulang alveolar, yaitu : bagian tulang rahang yang menopang gigi geligi.

Sama halnya dengan gingiva, tulang alveolar akan teresorpsi dan

menghilang pada keadaan anodonsia (kehilangan gigi). Tulang alveolar

terus menerus mengalami perubahan bentuk sebagai respon terhadap stres

mekanis dan kebutuhan metabolisme terhadap ion fosfor dan kalsium.

3. Ligamen periodontal, yaitu : suatu jaringan ikat yang menghubungkan gigi

dengan tulang alveolar. Ligamen ini dapat menyerap beban yang mengenai

gigi saat mastikasi, berbicara dan menelan kemudian akan meneruskannya

ke tulang pendukung.

4. Sementum, yaitu : jaringan ikat kalsifikasi yang menyelubungi dentin

dibagian akar gigi dan sekaligus tempat berinsersinya bundel serabut

kolagen. Sementum dapat dianggap sebagai tulang perlekatan dan

merupkan satu-satunya jaringan gigi khusus dari jaringan periodontal.


6

BAB III

KARIES DAN PENYAKIT PERIODONTAL

A. Karies Gigi

Karies gigi juga disebut gigi berlubang karena karies akan

mengakibatkan kerusakan struktur gigi sehingga terbentuk lubang. Gejala

karies umumnya adalah (Tarigan 1990):

1. Terlihat atau terasa adanya lubang pada gigi.

2. Sakit gigi, gigi menjadi sensitif setelah makan atau minum asam, manis

atau dingin.

3. Bau mulut (halitosis).

Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email,

dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam

suatu karbohidrat yang diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi

jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya.

Akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran

infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri (Kidd dan

Bechal, 1991).

Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan

kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pits, fissure, dan daerah

interproksimal meluas ke arah pulpa. Karies gigi dapat dialami oleh setiap

orang dan dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan dapat meluas

6
7

ke bagian yang lebih dalam dari gigi, misalnya: dari email ke dentin atau ke

pulpa. Karies karena berbagai sebab diantaranya (Tarigan 1990):

1. Karbohidrat

2. Mikroorganisme dan air ludah

3. Permukaan dan bentuk gigi

Tanda awal karies gigi:

1. Munculnya spot putih seperti kapur pada permukaan gigi, ini

menunjukkan daerah demineralisasi akibat asam.

2. Proses selanjutnya warnanya akan berubah menjadi cokelat, kemudian

mulai membentuk lubang, jika spot kecokelatan ini tampak mengkilap,

maka proses demineralisasi telah berhenti yaitu jika kebersihan mulut

membaik. Spot ini disebut stain dan dapat dibersihkan, sebaliknya spot

kecokelatan yang buram menunjukkan proses demineralisasi yang sedang

aktif oleh karena itu diperlukan pemeriksaan rutin untuk mendeteksi dini

timbulnya lubang

3. Jika kerusakan telah mencapai dentin terdapat keluhan sakit atau ngilu

setelah makan atau minum manis, asam, panas atau dingin, bila dilakukan

pemeriksaan rasa ngilu terkadang dirasakan saat karies ditelusuri dengan

sonde.

4. Apabila rasa sakit bukan hanya saat setelah makan, maka kerusakan gigi

telah mencapai pulpa.


8

B. Penyakit Periodontal

Penyakit gigi dan periodontal adalah kelainan yang paling banyak

ditemukan pada rongga mulut sehingga akan sangat luas untuk dibicarakan.

Khusus untuk penyakit periodontal, laporan WHO sejak tahun 1978

menyatakan bahwa penyakit ini adalah yang paling luas penyebarannya pada

manusia. Gingivitis mengenai lebih dari 80% anak usia muda sedangkan

hampir semua populasi dewasa pernah mengalami gingivitis, periodontitis,

atau bahkan keduanya (Manson & Eley 1993).

Gingivitis dan periodontitis adalah suatu keadaan infeksi yang serius

pada gingiva dan tulang pendukung gigi serta seringkali melibatkan satu atau

banyak gigi. Apabila tidak tertangani penyakit ini dapat menyebabkan

kehilangan gigi .

1. Etiologi

Faktor lokal dan sistemik, atau kombinasinya merupakan penyebab

timbulnya suatu penyakit periodontal. Faktor yang paling berpengaruh sebagai

penyebab primer adalah bakteri dalam plak gigi yang pada proses awalnya

menyebabkan gingiva mengalami inflamasi . Plak adalah lapisan tipis spesifik

tetapi sangat bervariasi dan ulet dan tersusun dari 70% mikroorganisme dan

30% matriks. Plak terbentuk di daerah supragingiva dan subgingiva dan bisa

juga pada permukaan padat yang lain seperti pada permukaan restorasi atau

piranti yang dipakai di rongga mulut.

Plak umumnya tidak dapat terlihat tanpa menggunakan suatu bahan

disclosing (disclosing agent). Namun pada lapisan plak yang tebal, plak akan
9

terlihat sebagai deposit kekuningan atau keabu-abuan yang tidak dapat dilepas

hanya dengan kumur-kumur atau irigasi tetapi memerlukan penyikatan.

Akumulasi plak dipengaruhi oleh berbagai faktor lokal yang menyulitkan

pembersihan plak. Faktor-faktor ini disebut sebagai faktor retensi plak yaitu

restorasi yang keliru, kavitas karies, tumpukan sisa makanan, gigi tiruan

lepasan yang desainnya buruk, piranti ortodontik, susunan gigi yang tidak

teratur, kebiasaan bernafas lewat mulut, dan merokok tembakau (Manson &

Eley 1993).

Penyakit periodontal juga disebabkan oleh adanya trauma oklusi.

Adanya trauma pada jaringan periodontal yang disertai dengan pengaruh plak

dapat menimbulkan poket periodontal dan kerusakan tulang alveolar dengan

arah vertikal maupun horisontal. Hal ini disebabkan adanya peradangan dan

disertai tekanan secara berlebihan misalnya karena kebiasaan buruk seperti

bruxism, clicking dan sebagainya.

Etiologi penyakit periodontal yang berasal dari faktor-faktor

sistemik dapat memperberat keadaan yang diakibatkan oleh faktor lokal. Faktor

sistemik adalah faktor yang mempengaruhi tubuh secara keseluruhan, misalnya

genetik, nutrisional, hormonal dan hematologi. Gangguan sistemik dapat

memodifikasi respons gingiva terhadap iritasi lokal. Beberapa diantaranya

adalah berupa penyakit ataupun abnormalitas tubuh seperti diabetes mellitus,

AIDS, kehamilan, pubertas, anemia, malnutrisi, stress, pengaruh obat-obatan,

dan beberapa penyakit genetik (Manson & Eley 1993).


10

2. Patogenesa

Terdapatnya bakteri dinilai sebagai awal pembentukan penyakit

periodontal. Bakteri plak memproduksi beberapa faktor yang dapat menyerang

jaringan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara merangsang

reaksi imun dan inflamasi. Untuk dapat menimbulkan kerusakan bakteri harus

berkolonisasi pada leher gingiva dan menyerang pertahanan hospes, merusak

barier krevikular epithelial, dan memproduksi substansi yang dapat

menimbulkan kerusakan jaringan baik secara langsung maupun tidak (Manson

dan Eley 1993).

Bakteri yang paling awal berkoloni pada pelikel di permukaan akar

adalah Streptococcus gordomy dan Actinomyses naesundii. Terkadang juga

ditemukan Fusobacterium bersama Streptococcus. Bakteri mengakibatkan

destruksi jaringan secara tidak langsung dengan cara mengaktifkan berbagai

komponen sistem pertahanan inang. Berbagai bakteri dalam sulkus gingiva

melakukan mekanisme menghindari dan memanipulasi pertahanan inang.

Ekosistem bakteri menjadi kompleks sedangkan inang mengeluarkan berbagai

molekul seperti antibodi, sitokin, dan mediator-mediator lain untuk melawan

bakteri. Epitel sulkus dan epitel penghubung merupakan barier efektif terhadap

invasi bakteri dan metabolitnya. Keadaan kronis akan diperlemah oleh adanya

pengaruh kebiasaan merokok, faktor genetis dan lain-lain ( Caranza, 2002 )

Daerah-daerah infeksi periodontal terdapat pada supragingiva

maupun subgingiva. Flora subgingiva dapat melekat pada akar, bebas di dalam

poket, di dalam sementum ataupun di dalam dinding jaringan lunak poket.


11

Pada semua tahap periodontitis, bakteri dapat ditemukan pada permukaan akar

dan bebas pada poket. Dari daerah ini, produk-produk bakteri masuk ke

jaringan melalui epithelium poket yang seringkali terulserasi. Beberapa spesies

seperti actinomyces dapat berpenetrasi ke sementum meskipun dalam tingkat

superficial. Faktor yang paling kritis dimana periodontitis menyebabkan

kehilangan gigi adalah adanya kerusakan (resorpsi) tulang. Substansi yang

dikeluarkan dari plak bakteri dan jaringan dapat menyebabkan kerusakan

tulang melalui diferensiasi maupun stimulasi osteoklast atau melalui

penghambatan pembentukan tulang oleh osteoblast. Substansi yang dapat

merangsang resorpsi tulang diketahui berasal dari 3 sumber yaitu bakteri plak,

gingiva, dan faktor yang berasal dari sistem imun (Manson & Eley 1993).

Keadaan patologis yang berat pada jaringan periodontal paling

sering ditandai dengan adanya resesi gingiva, terbentuknya pocket, resorpsi

tulang, dan kegoyangan gigi. Hal tersebut dapat dilihat pada gambaran berikut

Gambar 3.1 Jaringan Periodontal Yang Sehat dan Sakit.


12

3. Beberapa Penyakit Periodontal

a) Gingivitis
Gingivitis adalah bentuk penyakit periodontal yang paling ringan.

Gingivitis menyebabkan gingiva bengkak, berwarna kemerahan, dan mudah

berdarah sehingga kadangkala ada keluhan rasa tidak nyaman. Meskipun

demikian, penyakit ini bersifat reversibel dan dapat ditangani dengan

perawatan dokter gigi serta pemeliharaan kesehatan gigi yang baik di rumah.

Gingivitis pada tahap awal menunjukan tanda-tanda klinis dari inflamasi

yang semakin jelas. Papilla interdental menjadi sedikit lebih merah dan

bengkak serta mudah berdarah pada saat penyondean. Dalam waktu 2-3

minggu akan terbentuk gingivitis yang lebih parah akibat perubahan patologis

dalam tingkat mikroskopik. Pseudo pocket dapat terbentuk pada tahap ini

dimana tepi gingiva menjadi lebih mudah dilepas dari permukaan gigi yang

diakibatkan kerusakan kolagen dan inflamasi. Poket akan bertambah dalam

apabila terdapat oedema inflamasi bertambahnya pembengkakan gingiva. Lesi

yang terjadi umumnya terlokalisir karena hanya mengenai gingiva dan bersifat

reversibel apabila plak sudah dihilangkan. Lesi ini dapat tetap terlokalisir

selama bertahun-tahun atau sebaliknya dapat menyebar ke jaringan yang lebih

dalam dan menimbulkan periodontitis kronis yang merusak (Florensia, 2000)

b) Periodontitis
Periodontitis adalah bentuk penyakit periodontal yang melibatkan

kerusakan tulang alveolar di sekeliling gigi dalam derajat ringan hingga berat.

Periodontitis cenderung menyebabkan kerusakan ireversibel dan dapat


13

menyebabkan kehilangan gigi. Beberapa tanda klinis pada periodontitis antara

lain.

1) Beberapa atau semua tanda dari gingivitis (misalnya kemerahan,

pembengkakan dan perdarahan).

2) True pocket (poket yang diakibatkan kerusakan tulang alveolar).

3) Resesi gingiva

4) Supurasi

5) Mobilitas gigi diatas level psikologis (diatas 2 mm).

6) Kegoyangan gigi.

7) Furkasi yang terbuka.

Klasifikasi dari periodontitis terdapat dalam banyak versi yang

berbeda dan terus menerus disempurnakan oleh para ahli. Bentuk periodontitis

yang paling umum ditemukan menurut The American Academy of

Periodontology

a. Aggressive Periodontitis yaitu periodontitis yang terjadi pada pasien yang

secara klinis digolongkan sehat. Gejala yang umum meliputi kerusakan

tulang yang terjadi dengan cepat dan adanya faktor keturunan.

b. Chronic Periodontitis yaitu periodontitis yang diakibatkan inflamasi

disekitar gigi pada jaringan penyangga gigi, serta hilangnya tulang dan

perlekatan secara progresif yang ditandai dengan terbentuknya poket dan

atau resesi gingiva. Tipe ini merupakan insidens yang paling sering

ditemukan. Prevalensinya lebih banyak pada dewasa namun terkadang


14

juga terjadi pada berbagai usia. Kehilangan perlekatan yang progresif

biasanya terjadi secara perlahan-lahan.

c. Periodontitis as a Manifestation of Systemic Diseases (Periodontititis

sebagai manifestasi penyakit sistemik) seringkali dimulai pada usia muda

dan berkaitan dengan satu dari beberapa penyakit sistemik seperti

diabetes.

d. Necrotizing Periodontal Diseases adalah suatu infeksi yang ditandai

dengan nekrosis pada jaringan gingival, ligamen periodontal dan tulang

alveolar. Lesi - lesi tersebut umumnya berkaitan dengan ditemukannya

kondisi sistemik seperti infeksi HIV, malnutrisi, dan gangguan sistem

imun.
15

BAB IV

PENCEGAHAN PENYAKIT PERIODONTAL

Kebersihan mulut merupakan kunci utama dalam pencegahan penyakit

periodontal. Meskipun terdapat mekanisme self cleansing di rongga mulut yang

normal, kebersihan mulut masih sangat tergantung pada pemeliharaan yang

dilakukan individu setiap hari. Pemeliharaan kesehatan gigi akan memerlukan

kombinasi yang baik antara individu itu sendiri dengan dokter gigi serta

lingkungannya. Terdapat berbagai upaya preventif yang dapat dilakukan untuk

mengurangi resiko penyakit periodontal. Upaya preventif secara individu

diantaranya dapat berupa kontrol plak dan pengaturan diet serta melakukan

kontrol periodik ke dokter gigi (Moeis, 2006).

A. Kontrol Plak

Kontrol plak adalah upaya mempertahankan hygiene mulut melelui

pembuangan plak dengan jalan penyikatan, pemakaian benang gigi dan


14
instrumen lain. Apabila diperlukan dapat digunakan suatu disclosing agent

untuk mengidentifikasi plak. Adapun kontrol plak dapat dilakukan sebagai

berikut :

1. Menyikat Gigi

Plak akan tetap ada walaupun telah dilakukan penyikatan gigi dua

kali sehari, hal ini dikarenakan metode pembersihan yang dilakukan

15
16

belum tepat. Beberapa metode disarankan oleh para ahli, namun belum

dapat dibuktikan bahwa metode yang satu lebih baik daripada metode

yang lain (Pratiwi, 2007).

a. Scrub memperkenalkan cara sikat gigi dengan menggerakkan sikat

secara horizontal. Ujung bulu sikat diletakan pada area batas gusi dan

gigi, kemudian digerakkan maju dan mundur berulang-ulang.

b. Roll memperkenalkan cara menyikat gigi dengan gerakkan memutar

mulai dari permukaan kunyah gigi ke belakang, gusi dan seluruh

permukaan gigi sisanya. Bulu sikat diletakkan pada area batas gusi dan

gigi dengan posisi paralel dengan sumbu tegaknya gigi

c. Bass memperkenalkan cara menyikat gigi dengan cara meletakkan bulu

sikatnya pada area batas gusi dan gigi sambil membentuk sudut 45

derajat dengan sumbu tegak gigi. Sikat gigi digetarkan di tempat tanpa

mengubah-ubah posisi bulu sikat.

d. Stillman mengaplikasikan metode dengan menekan bulu sikat dari arah

gusi ke gigi secara berulang, setelah sampai di permukaan kunyah, bulu

sikat digerakkan memutar. Bulu sikat diletakkan pada area batas gusi

dan gigi sambil membentuk sudut 45 derajat dengan sumbu tegak gigi

seperti pada metode Bass.

e. Fones mengutarakan metode gerakan sikat secara horizontal sementara

gigi ditahan pada posisi menggigit atau oklusi. Gerakan dilakukan

memutar dan mengenai seluruh permukaan gigi atas dan bawah.


17

Secara umum hingga saat ini disimpulkan bahwa cara sikat gigi yang

paling efektif adalah dengan mengkombinasikan metode-metode tersebut di

atas yaitu (Pratiwi, 2007).

4. Pada gerakan vertikal, bulu sikat diletakkan tegak lurus

dengan permukaan fasial gigi dan digerakkan dari atas ke bawah atau

sebaliknya. Gerakan ini dilakukan di daerah permukaan fasial gigi dari

depan sampai belakang (Gambar 4.1.A).

5. Gerak vertikal bertujuan melepaskan sisa makanan yang

terselip di antara lekuk permukaan gigi dan antara gigi dengan gusi. Bulu

sikat bergerak dari arah leher gigi (perbatasan garis gusi dan gigi) ke arah

mahkota gigi yaitu pada gigi atas bulu sikat bergerak dari atas ke bawah

dan gerak sebaliknya pada gigi bawah. Hal ini dilakukan untuk mencegah

iritasi gusi dan pembersihan yang tidak efektif.

6. Gerakan vertikal juga dilakukan pada permukaan dalam

gigi yaitu permukaan palatal pada gigi atas dan lingual pada gigi bawah.

Seperti pada permukaan fasial, bulu sikat bergerak menarik sisa makanan

dari daerah leher gigi ke arah mahkota gigi (Gambar 4.1.B).

7. Gerakan horizontal dilakukan pada permukaan gigit atau

kunyah (permukaan oklusal) pada gigi geraham (premolar dan molar).

Bulu sikat digerakkan maju-mundur secara berulang-ulang


18

8. Gerakan memutar dilakukan pada permukaan fasial gigi

atas sampai bawah dari belakang kiri, ke depan dan belakang kanan.

Gerakan ini dilakukan pada posisi gigi atas berkontak dengan bawah.

4.1.A. Gerakan Vertikal Pada Permukaan Fasial Gigi

4.1.B. Gerakan Vertikal Pada Permukaan Lingual Gigi

9. Setelah itu, dilakukan penyikatan pada lidah di seluruh

permukaannya, terutama bagian atas lidah. Gerakan pada lidah tidak

ditentukan, namun umumya adalah dari pangkal belakang lidah sampai

ujung lidah(Gambar 4.2).


19

Gambar 4.2. Gerakan Menyikat Lidah

10. Seluruh gerakan ini dapat diulang-ulang tanpa perlu berurutan seperti

diatas dan memakan waktu minimal tiga menit.

2. Sikat Gigi

Sikat gigi adalah alat berbentuk sikat yang digunakan untuk

membersihkan gigi secara mandiri di rumah. Ciri-ciri sikat yang baik

adalah memiliki bulu sikat yang halus dan bentuk kepala sikat yang

ramping dan bulu yang halus. Pembersihan gigi tidak akan merusak email

dan mengiritasi gusi. Kepala sikat yang ramping akan mempermudah

pencapaian sikat di daerah mulut bagian belakang yang biasanya sulit

dijangkau. Sikat gigi sebaiknya diganti saat kondisi bulu sikat mulai

mekar dan menyebar, kondisi bulu sikat ini tidak akan dapat menyikat gigi

dengan efektif, sebaiknya sikat gigi diganti setelah 3 bulan pemakaian.

Hal yang perlu diperhatikan adalah setiap sebaiknya memiliki sikat


20

pribadi, hindari pemakaian bersama dengan anggota keluarga lainnya

(Pratiwi, 2007).

3. Flossing

Flossing adalah tindakan pembersihan gigi dengan menggunakan

dental floss atau yang lebih dikenal dengan benang gigi. Flossing

bertujuan untuk mengangkat sisa makanan diantara gigi yang tidak

tercapai dengan sikat gigi. Idealnya flossing dilakukan setelah menyikat

gigi sehingga upaya pembersihan gigi menjadi sempurna. Cara pemakaian

benang gigi (flossing) yang benar, yaitu : (Pratiwi, 2007).

1. Gunakan floss yang unwaxed (tidak dilapisi lilin). Floss yang waxed

dapat meninggalkan lapisan wax pada permukaan gigi.

2. Ambil benang gigi secukupnya (kira-kira 10-15 cm).

3. Lingkarkan ujungnya pada jari-jari tengah.

4. Lewatkan benang perlahan melalui titik kontak dengan menggerakan

benang dari arah depan ke belakang. Hindari penekanan yang

berlebihan karena dapat mengiritasi daerah gusi di antara gigi.

5. Gerakkan benang dari arah gusi ke gigi (jangan sebaliknya) dengan

penekanan ke arah gigi supaya dapat mengangkat sisa-sisa kotoran

dengan sempurna (Gambar 4.3)

6. Setelah melakukan flossing di seluruh gigi, berkumurlah untuk

mengangkat sisa-sisa kotoran yang masih terjebak di antara gigi.


21

Gambar 4.3. Cara memakai dental floss

4. Berkumur

Obat kumur biasanya bersifat antiseptik yang dapat membunuh

kuman sebagai timbulnya plak, radang gusi dan bau mulut. Namun,

tindakan berkumur tidak mengeliminir perlunya penyikatan gigi. Obat

kumur juga dapat menjadi penyegar mulut atau mengurangi bau mulut

seusai makan. Penggunaan obat kumur biasanya 20 ml setiap habis

bersikat gigi dua kali sehari. Obat kumur dikulum dalam mulut selama 30

detik kemudian dikeluarkan. Bahan aktif yang terkandung dalam obat

kumur antara lain timol, eukaliptol, metal salisilat, mentol, klorheksidin

glukonat, hidrogen peroksida dan terkadang mengandung enzim dan

kalsium. Bahan lain yang juga terkandung adalah air, pemanis seperti

sorbitol dan sodium sakarin dan alkohol 20 % (Pratiwi, 2007).


22

B. Pengaturan Diet

Diet yang seimbang sangat berperan untuk mengoptimalkan kesehatan

secara umum. Faktor yang paling penting dalam hubungan diet dan kesehatan

gigi adalah frekuensi konsumsi makanan yang mengandung karbohidrat

terutama sukrosa, jika sisa makanan tersebut membentuk plak yang kemudian

menghasilkan asam dengan pH di bawah 5,5 maka terjadilah pengrusakan

email gigi sebagai tahap awal munculnya gigi berlubang. Sukrosa banyak

terkandung dalam makanan manis dan camilan (snack), karena itu tujuan

utama diet yang mberhubungan dengan kesehatan gigi adalah memotivasi

setiap orang untuk mengontrol frekuensi dalam mengonsumsi jenis makanan

yang mengandung karbohidrat (Pratiwi, 2007).

Makanan tidak secara langsung dapat menyebabkan penyakit

periodontal. Defisiensi nutrisional juga tidak menimbulkan penyakit

periodontal. Namun, apabila penyakit akibat plak sudah ada, defisiensi nutrisi

akan mempengaruhi perkembangan penyakit. Oleh karena itu, diet yang

seimbang sangat diperlukan (Manson & Elley, 1993)

C. Kontrol Periodik ke Dokter Gigi

Kontrol periodik ke dokter gigi dianjurkan dilakukan setidaknya 2-3

kali dalam setahun minimal 6 bulan sekali. Dokter gigi dapat memonitor

tingkat kebersihan mulut pasien serta mengidentifikasi tanda-tanda patologis

dan melakukan upaya preventif sedini mungkin untuk mencegah

kemungkinan perkembangan penyakit menjadi lebih parah. Selain itu dokter


23

gigi mempunyai peran untuk mendidik pasiennya mengenai cara-cara menjaga

kebersihan gigi dan mulut serta untuk mendidik masyarakat. Tujuannya tidak

hanya memberi instruksi tetapi juga membujuk. Keberhasilan pendidikan ini

sangat tergantung dari intensitas dokter gigi dalam memberikan dorongan

kepada pasien dan masyarakat (Andlaw dan Rock, 1992).


24

BAB V

KESIMPULAN

Timbulnya berbagai penyakit pada gigi dan jaringan periodontal

merupakan akibat dari akumulasi faktor lokal, bakteri, maupun kondisi

sistemik yang tidak baik. Penyakit periodontal yang umum seperti gingivitis

dan periodontitis tidak dapat dilepaskan dari kondisi lokal yaitu tingkat

kebersihan mulut dari setiap individu. Pencegahan penyakit periodontal

memerlukan kerjasama yang baik antara individu itu sendiri dengan dokter gigi

serta lingkungannya.

Tingkat pengetahuan, kesadaran dan keterampilan pasien yang

memadai dalam memelihara kebersihan gigi dan mulut sangat berguna dalam

upaya pencegahan penyakit di rongga mulut. Dokter gigi memiliki peran dalam

mendidik dan memotivasi pasiennya mengenai pemeliharaan kesehatan gigi

dan mulut dengan benar. Selain itu kunjungan pasien secara periodik dapat

membantu dokter gigi memonitor kesehatan gigi dan mulut pasien serta

melakukan upaya preventif yang diperlukan dengan sedini mungkin.

24

Anda mungkin juga menyukai