tujuan pemodai membeli saham untuk memperoleh penghasilan dari saham tersebut. Masyarakat
pemodal itu dikategorikan sebagai investor dan speculator. Investor disini adalah masyarakat yang
membeli saham untuk memiliki perusahaan dengan harapan mendapatkan deviden dan capitat gain
dalam jangka panjang, sedangkan spekulator adalah masyarakat yang membeli saham untuk segera
dijual kembali bila situasi kurs dianggap paling menguntungkan seperti yang telah diketahui bahwa
saham memberikan dua macam penghasilan yaitu deviden dan capital gain.
Ada berbagai definisi saham yang telah dikemukakan oleh para ahli maupun berbagai buku-buku
teks, antara lain:
a) Menurut Gitman:
Saham adalah bentuk paling murni dan sederhana dari kepemilikan perusahaan. (Gitman:2000, 7)
b) Menurut Bernstein:
Saham adalah selembar kertas yang menyatakan kepemilikan dari sebagian perusahaaan.
(Bernstein:1995, 197)
c) Menurut Mishkin:
Saham adalah suatu sekuritas yang memiliki klaim terhadap pendapatan dan asset sebuah
perusahaan. Sekuritas sendiri dapat diartikan sebagai klaim atas pendapatan masa depan seorang
peminjam yang dijual oleh peminjam kepada yang meminjamkan, sering juga disebut instrumen
keuangan. (Mishkin:2001, 4).
Jenis Saham :
Dalam transaksi jual-beli di Bursa Efek, saham atau sering pula disebut shares merupakan instrumen
yang paling dominan diperdagangkan. Saham tersebut dapat diterbitkan dengan cara atas nama
atau atas iinjuk. Selanjutnya saham dapat dibedakan antara saham biasa (common stoks) dan saham
preferen (preffered stocks).
a. Saham Biasa (Common Stock)
Saham biasa adalah efek dari penyertaan pemilikan (equity security) dari badan usaha yang
berbentuk Perseroan Terbatas. Saham biasa memberikan jaminan untuk turut serta daiam
pembagian laba daiam bentuk deviden, apabila perusahaan tersebut memperoleh laba.
Menurut Dahlan Siamat (1995:385), ciri - ciri dari saham biasa adalah sebagai berikut:
1) Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba.
2) Memiliki hak suara (one share one vote).
3) Hak memperoleh pembagian kekayaan perusahaan apabila bangkrut dilakukan setelah semua
kewajiban perusahaan dilunasi.
b. Saham Preferen (Preferred Stock)
Merupakan saham yang mempunyai sifat gabungan antara obligasi dan saham biasa.
Adapun ciri - eiri dari saham preferen menurut Dahlan Siamat (1995:385)adalah:
1) Memiliki hak paling dahulu memperoleh deviden.
2) Tidak memiliki hak suara,
3) Dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama dalam pencalonan pengurus.
4) Memiliki hak pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham lebih dahulu setelah kreditur
apabila perusahaan dilikuidasi.
Harga Saham :
Saham merupakan tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu
perusahaan, selembar saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas
tersebut adalah pemiliknya (berapapun porsinya/jumlahnya) dari suatu perusahaan yang
menerbitkan kertas (saham) tersebut. Seiembar saham mempunyai niiai atau harga. Menurut Sawidji
Widoatmojo (1996;46) harga saham dapat dibedakan menjadi 3 (tiga):
a. Harga Nominal
Harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oieh emiten untuk menilai setiap
lembar saham yang dikeluarkan. Besaraya harga nominal membenkan arti penting saham karena
deviden minimal biasanya ditetapkan berdasarkan nilai nominal.
b. Harga Perdana
Harga ini merapakan pada waktu harga saham tersebut dicatat di bursa efek.
Harga saham pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi (underwriter) dan emiten.
Dengan demikian akan diketahui berapa harga saham emiten itu akan dijual kepada masyarakat
biasanya imtuk menentukan harga perdana.
c. Harga pasar
Kalau harga perdana merapakan harga jual dari perjanjian emisi kepada investor, maka harga pasar
adalah harga jual dari irwestor yang satu dengan investor yang lam. Harga ini terjadi setelah saham
tersebut dicatatkan di bursa. Transaksi disini tidak lagi melibatkan emiten daii penjamin emisi harga
ini yang disebut sebagai harga di pasar sekunder dan harga inilah yang benar-benar mewakili harga
perusahaan penerbitnya, karena pada transaksi di pasar sekunder, kecil sekali terjadi negosiasi harga
investor dengan perusahaan penerbit. Harga yang setiap hari diumumkan di surat kabar atau media
lain adalah harga pasar.
Istilah random walk merupakan istilah yang pertama kali muncul dalam koresponden di Nature yang
membahas mengenai bagaimana strategi yang optimal untuk mencari orang mabuk yang
ditinggalkan di tengah lapangan. Caranya adalah dengan mulai mencari di tempat pertama kali
orang mabuk itu ditempatkan sebab orang tersebut akan berjalan dengan arah yang tidak tertebak
dan acak (Mills, 1999).
Teori ini menyatakan bahwa perubahan harga suatu saham atau keseluruhan pasar yang telah terjadi
tidak dapat digunakan untuk memprediksi gerakan di masa akan datang. Penelitian yang dilakukan
oleh Roberts (1959) menyatakan bahwa perubahan harga saham tidak tergantung satu sama lain dan
mempunyai distribusi probabilitas yang sama (Mills, 1999).
Dengan kata lain, teori ini menyatakan bahwa harga saham bergerak ke arah yang acak dan tidak
dapat diperkirakan. Jadi tidak mungkin seorang investordapat memperoleh return melebihi return
pasar tanpa menanggung risiko lebih.
Hal ini juga memberikan arti bahwa selisih antara harga pada periode tertentu dengan harga pada
periode yang lainnya bersifat acak. Selisih tersebut merupakan price return saham, yang dalam
jangka waktu tertentu memenuhi persyaratan bahwa rata-ratanya adalah nol. Artinya volatilitas
saham tidak akan mempunyai trend yang signifikan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Terkait dengan konsep IHSG itu sendiri, perlu diperhatikan bahwa IHSG
merupakan indikator yang mencakup pergerakan harga saham biasa dan harga
saham preferen di BEI. Naik turunnya IHSG sangat bergantung kepada
pergerakan harga saham di bursa. Apabila pergerakan harga saham secara
umum bagus dan naik, maka IHSG akan naik juga. Begitupun sebaliknya, bila
pergerakan harga saham kurang bagus atau turun maka IHSG pun akan ikut
turun. Fluktuasinya IHSG disebabkan oleh fluktuasinya harga saham. Dan
fluktuasinya harga saham ini disebabkan salah satunya adalah karena
pengukuran nilai saham itu sendiri yang hampir tidak pernah menggunakan
indikator fundamental kinerja dan keuangan perusahaan itu sendiri.
Bila kita tengok anjloknya pasar modal kita kemarin bahwa hampir seluruh
saham-saham di bursa turun. Ada yang mengatakan bahwa anjloknya pasar
modal kita tidak lepas dari krisis finansial global. Ada pula yang mengatakan
bahwa ini gara-gara grup Bakrie yang gagal bayar dalam transaksi buy
backsaham-sahamnya. Memang benar apa yang dikatakan sebagian orang itu
namun ada satu akar sebab atau permasalahan mengapa IHSG dan saham-
saham bisa naik dan turun secara tajam, yaitu tidak menggunakannya
fundamental perusahaan sebagai dasar penilaian harga saham di bursa.
Tidak digunakannya indikator ini memiliki banyak akibat hukum di pasar modal.
Sebut saja tindak pidana penipuan, manipulasi pasar, insider trading,
ketidaktransparanan Emiten ketika melakukan aksi korporasi (masalah
keterbukaan), dan sebagainya. Kesemuanya itu sebenarnya forbidden di dalam
UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM). Tentunya, kalau kita
perhatikan sudah banyak kasus akibat masalah penilaian saham yang tidak
wajar ini. Kasus manipulasi pasar PT Perusahaan Gas Negara (PGN), kasus
saham Agis, kasus saham Indosat, dan sebagainya. Semua itu sekali lagi berakar
kepada tidak digunakannya indikator penilaian saham berdasarkan fundamental
kinerja dan keuangan perusahaan.
Secara teori, ada beberapa teknik perhitungan harga wajar saham yaitu
pertama, Par Value yaitu harga saham didapat dari hasil pembagian total modal
disetor dengan jumlah saham. Kedua, Price to Book Value (PBV) yaitu rasio
perbandingan harga pasar saham dan nilai buku (keuangan perusahaan) per
saham. Ketiga, Capital Asset Pricing Model (CAPM) yaitu menghitung nilai saham
berdasarkan hubungan antara resiko dan expected return di kemudian hari.
Keempat, adalah P/E Ratio yaitu menilai saham dengan membandingkan harga
pasar saham (market price) dengan laba per saham. Kelima, adalah Discounted
Dividend Model (DDM) yaitu penilaian harga saham berdasarkan asumsi dividen
di masa mendatang dan pertumbuhan perusahaan.
Padahal, transaksi tersebut digerakkan oleh kalangan mereka sendiri. Tentu saja,
perbuatan mereka bisa masuk kategori tindak pidana manipulasi pasar
sebagaimana diatur di dalam pasal 91-92 UUPM. Selain itu, untuk mendukung
aksi manipulasi pasarnya, biasanya mereka menyebarkan informasi yang
menyesatkan yang bisa masuk kategori pelanggaran pasal 90 dan pasal 93
UUPM mengenai penipuan dan informasi yang tidak benar atau menyesatkan.
Informasi ini bisa saja mengatakan bahwa perusahaan sedang bagus-bagusnya
atau perusahaan sedang turun-turunya.
Terkait dengan masalah naik turunnya harga saham, sebenarnya BEI telah
memiliki aturan mengenai auto rejection terhadap pergerakan harga saham
dengan maksimal kenaikan dan penurunan per harinya adalah 10 % berdasarkan
Surat Edaran No. SE-004/BEI.PSH/10-2008 tanggal 12 Oktober 2008 tentang
Pembatasan Harga Penawaran Tertinggi atau Terendah atas Saham yang
Dimasukkan ke JATS di Pasar Reguler dan Pasar Tunai. Aturan ini menggantikan
Surat Edaran yang lama No. SE-009/BEK/12-2001 tanggal 3 Desember 2001 yang
membatasi kenaikan dan penurunan harga saham hingga 20-50 %. Aturan ini
cukup bagus untuk mencegah perbuatan-perbuatan manipulasi pasar dan
penipuan yang bisa menyebabkan harga saham naik dan turun secara tajam.
Melalui restriksi batasan harga ini bagi para investor dan Emiten, ketentuan ini
akan melindungi nilai investasi dan saham mereka sendiri. Pengaruh aturan ini
juga cukup bagus bagi kepentingan Emiten yang hendak melakukan aksi
korporasi sehingga nilai saham tidak akan naik atau turun secara tajam. Efek
negatif ketatnya aturan auto rejection barangkali adalah masalah likuiditas pasar.
Bagai para pemain saham, tentunya ini menjadi tidak menarik karena tidak ada
keuntungan besar bagi mereka. Namun, perlu kita tegaskan bahwa pasar modal
adalah sarana investasi. Bicara investasi, maka kita bicara jangka waktu yang
panjang dan keuntungan untuk semua orang. Apabila pasar modal menjadi ajang
main saham, sebaiknya para pelaku tadi mainlah ke Las Vegas atau Makau.
Itulah tempat main saham sebenarnya yaitu meja perjudian. Janganlah hanya
demi kepentingan dan keuntungan sesaat, kemudian mengorbankan keuntungan
sebagian besar investor yang lain dan Emitennya.
Apresiasi patut diberikan kepada Bursa Efek Indonesia dengan aturan auto
rejection-nya. Penerbitan aturan tersebut diharapkan dapat mengendalikan IHSG
dan pasar modal kita yang liar akibat krisis finansial global, walaupun padahal
fundamental Emiten kita cukup banyak yang bagus dan kuat. Penerbitan aturan
itu juga dapat menjadi upaya preventif dan minimalisir terhadap pelanggaran-
pelanggaran hukum pasar modal kita.
Namun, upaya preventif itu juga sebaiknya harus dibarengi penindakan dan
penegakan hukum pasar modal kita. Bapepam-LK dan BEI harus berani untuk
menindak pelaku pelanggaran tersebut hingga ke pengadilan baik itu pemain
besar maupun pemain kecil. Itu dapat menjadi bukti integritas sesungguhnya dari
kedua institusi ini.
Saham ENRG sempat menyentuh level Rp 190 per saham. Namun, ini tidak lama.
Saham ENRG justru terus turun hingga ditutup pada level Rp 152 per saham,
anjlok hampir 11% dibanding harga pembukaannya.
BACA JUGA :
Laju saham ENRG tak bertahan lama
Spekulasi ENRG, dari no-risk menjadi full-risk
Padahal, kinerja yang dicatatkan ENRG tidak sepenuhnya buruk. Meski masih
mencatat defisiensi modal, ENRG mulai bisa keluar dari kerugian.
Namun memang, hal ini bukan semata-mata soal kinerja. "Tapi, soal persepsi juga
mempengaruhi," ujar Reza Priyambada, analis Binaartha Parama Sekuritas kepada
KONTAN, Rabu (2/8).
Sebab, jika berbicara soal prospek, sektor bisnis yang dijalani ENRG masih cukup
menarik. Beberapa perusahaan sejenis masih mampu menjaga kinerja
keuangannya. "Jadi, sekarang tinggal bagaimana cara manajemen mengembalikan
kepercayaan publik," jelas Reza.