Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

Seorang Perempuan, 62 Tahun, dengan Mka endoftamitis Mki katarak traumatika, dan
Diabetes Melitus tipe II

Pembimbing :

dr. Bondan Irtani, Sp.An

Penulis :

dr. Ari Kurniawan

ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

RSUP DR KARIADI SEMARANG

2018

1
BAB I

LAPORAN KASUS

Seorang wanita 62 tahun dengan diagnosis Mka Afakia dan Mki Katarak
Traumatika,rujukan RS` Permata Medika.

± 1 bulan yang lalu pasien menjalani operasi katarak. Post op baik, kemudian setelah 1 minggu
pasien mengalami KLL jatuh dari sepeda motor, kedua mata terbentur spidometer sepeda motor

I. Identitas Penderita
a. Nama : Ny. D
b. Umur : 62 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Pekerjaan : IRT
e. Agama : Islam
f. No rekam medis : C678955
g. Alamat : Semarang
h. Masuk RS : 9 Februari 2018

II. Resume Pasien

Dilakukan autoanamnesis dengan pasien di ruang rawat inap Geriatri lantai 1 RSUP Dr.
Kariadi Semarang

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien sebelumnya didiagnosis katarak mata kiri. Sudah menjalani operasi 1 kali. Saat ini
pasien mengeluh pandangan semakin kabur,seperti terhalang bayang-bayang, nyeri bola
mata (+) . Pasien berobat ke RS Permata Medika kemudian dirujuk ke RSUP DR Kariadi
Semarang untuk Terapi lebih lanjut.

Riwayat Penyakit Dahulu :

2
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat DM (+)
Riwayat sakit jantung (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat gastritis (-)
Riwayat operasi (+): operasi katarak
Riwayat asma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga dengan penyakit ini

Riwayat Sosial Ekonomi :

Penderita seorang IRT, suami karyawan swasta, memiliki 1 orang anak yang Sudah
mandiri. Biaya pengobatan menggunakan biaya pribadi kelas 2. Kesan sosial ekonomi
cukup.

PEMERIKSAAN FISIK

Tanda vital:
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Laju nadi : 74x/ menit reguler
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Laju respirasi : 15x/ menit
Temperatur : afebris
BB : 48 kg TB :156 cm BMI: 19,7

Kepala : Normosefal
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : Bentuk normal, discharge (-), napas cuping (-)

3
Mulut : sianosis (-), malampati I
Leher : Deviasi trakhea (-), pembesaran kel. Tiroid (-)
Thorak : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Cor : Bunyi jantung I-II normal, HR reguler, bising jantung (-), gallop (-)
Pulmo : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
Abdomen : Nyeri (-), defans muscular (-), timpani, BU (+) normal
Ekstremitas: edema (-), tremor (-), akral hangat

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium darah (9/2/2018)

Hb: 12,4 gr% Cr: 0,6 mg/dl


Ht: 36,5 % PPT: 12,2 dtk/14,0 dtk
Leu: 3,3 rb/mm3 PTTK: 30,9 dtk/35,3 dtk
Tr: 155 rb/mm3 Na: 140 mmol/L
GDS:198mg/dl K: 3,4 mmol/L
Ur: 15 mg/dl Cl: 102 mmol/L

2. EKG: Normo Sinus Ritme

KESIMPULAN KONSUL ANESTESI

Pasien perempuan, usia 62 tahun, dengan diagnosis Mka endofthalmitis, rencana dilakukan
vitrektomi dan injeksi Antibiotik dengan anestesi umum GA ASAI I. Rencana pasca operasi
pasien dirawat di ruang biasa.

Terapi yang sudah diberikan :

1. Infus RL 20 tpm

4
Saran :

1. Puasa 6 jam sebelum tindakan pembiusan


2. Informed consent anestesi

LAPORAN ANESTESI PASIEN

1. Diagnosis pra operasi :


Pasien perempuan, usia 62 tahun, dengan diagnosis Mka endofthalmitis Mki ktarak
traumatika

Diagnosis pasca operasi :

Pasien perempuan, usia 62 tahun, dengan diagnosis Mka endofthalmitis Mki katarak
Traumatika pasca Vitrektomi dan injeksi antibiotik

2. Jenis tindakan :
GA ASA II

Premedikasi : Ondansetron 4 mg i.v, Midazolam 3 mg iv


Induksi : Fentanyl 100 mcg, Propofol 150 mg, Tramadol 100 mg i.v

Teknik anestesi : GA ASA II


Posisi : Supine
Infus : 1 jalur dorsum manus dekstra
Maintenance : sevofluran 1 MAC
Komplikasi akut anestesi :-

Induksi mulai : 11.30 WIB


Operasi mulai : 11.45 WIB
Operasi selesai : 12.45 WIB
Anestesi selesai : 13.00 WIB
Durasi operasi : 60 menit
Durasi anestesi : 90 menit

5
Cairan Masuk Cairan keluar
RL : 500 cc Perdarahan :-

PENATALAKSANAAN PASCA OPERASI

1. Infus RL 20 tpm
2. Pasien risiko jatuh
3. Pasang O2 nasal kanul 2-3 lpm
4. Pasien sadar penuh, mual muntah (-), peristaltik (+) boleh minum makan bertahap
5. Analgetik Pasca Operasi : Ketorolac 30 mg IV/8 jam selama 2 hari
6. Terapi lain sesuai TS Mata

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN
Anestesi umum (GA) adalah keadaan yang dihasilkan saat pasien menerima obat untuk
amnesia, analgesia, paralisis otot, dan sedasi. Pasien yang diberi anestesi dapat dianggap berada
dalam keadaan tidak sadarkan diri yang terkendali dan reversibel. Anestesi memungkinkan
pasien untuk mentoleransi prosedur pembedahan yang jika tidak menimbulkan rasa sakit yang
tak tertahankan, mempotensiasi eksaserbasi fisiologis ekstrem, dan menghasilkan kenangan yang
tidak menyenangkan.1
Kombinasi agen anestesi yang digunakan untuk anestesi umum sering membuat pasien dengan
konstelasi klinis berikut:

1. Unarousable / tidak bisa dirangsang; bahkan sekunder karena rangsangan menyakitkan.


2. Tidak dapat mengingat apa yang terjadi (amnesia).
3. Tidak dapat mempertahankan perlindungan saluran napas yang memadai dan / atau
ventilasi spontan akibat kelumpuhan otot.
4. Perubahan kardiovaskular sekunder akibat efek stimulan / depresan agen anestesi.

Anestesi umum menggunakan agen intravena dan inhalasi untuk memungkinkan akses bedah
yang memadai ke tempat operasi. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa anestesi umum
mungkin tidak selalu menjadi pilihan terbaik; tergantung pada presentasi klinis pasien, anestesi
lokal atau regional mungkin lebih tepat.
Penyedia anestesi bertanggung jawab untuk menilai semua faktor yang mempengaruhi
kondisi medis pasien dan memilih teknik anestesi yang optimal.
Kelebihan anestesi umum adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi kesadaran dan ingatan pasien intraoperatif.
2. Memungkinkan relaksasi otot yang tepat untuk waktu yang lama
3. Memfasilitasi kontrol menyeluruh terhadap jalan nafas, pernapasan, dan sirkulasi
4. Dapat digunakan dalam kasus kepekaan terhadap agen anestesi lokal
5. Dapat diberikan tanpa memindahkan pasien dari posisi telentang
6. Dapat disesuaikan dengan mudah dengan prosedur durasi atau jangkauan yang tidak dapat

7
diprediksi
7. Dapat dikelola dengan cepat dan reversibel
Kekurangan anestesi umum meliputi:
1. Membutuhkan peningkatan kompleksitas perawatan dan biaya yang terkait
2. Membutuhkan beberapa tingkat persiapan pasien pra operasi
3. Dapat menginduksi fluktuasi fisiologis yang memerlukan intervensi aktif
4. Berhubungan dengan komplikasi yang kurang serius seperti mual atau muntah, sakit
tenggorokan, sakit kepala, menggigil, dan tertunda kembali ke fungsi mental normal.
5. Berhubungan dengan hipertermia ganas, kondisi otot bawaan yang jarang diwariskan dimana
paparan beberapa (tapi tidak semua) agen anestesi umum menghasilkan kenaikan suhu akut dan
berpotensi mematikan, hiperkarbia, asidosis metabolik, dan hiperkalemia.
Dengan kemajuan modern dalam pengobatan, teknologi pemantauan, dan sistem keamanan, serta
penyedia anestesi terdidik tinggi, risiko yang disebabkan oleh anestesi pada pasien yang
menjalani operasi rutin sangat kecil. Kematian akibat anestesi umum dikatakan terjadi pada
tingkat di bawah 1: 100.000. Komplikasi minor terjadi pada tingkat predikabel, bahkan pada
pasien yang sebelumnya sehat.
Frekuensi gejala anestesi selama 24 jam pertama setelah operasi rawat jalan adalah sebagai
berikut:
1. Muntah – 10-20%
2. Mual – 10-40%
3. Sakit tenggorokan – 25%
4. Nyeri insisional – 30%1,2

PROPOFOL

Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan lebih
dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada
tahun 1977 sebagai obat induksi.Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam
anastesia umum, pada pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih dari 3 tahun.
Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat
oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik

8
pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat
isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8.
Propofol adalah 98% protein terikat dan mengalami metabolisme hati untuk metabolit
glukuronat, yang akhirnya diekskresikan dalam urin.Efek Klinis: propofol menghasilkan
hilangnya kesadaran dengan cepat, dengan waktu pemulihan yang cepat dan langsung kembali
pada kondisi klinis sebelumnya (sebagai hasil waktu paruh distribusi yang pendek dan tingkat
clearance tinggi).
Propofol menekan refleks laring sehingga sangat cocok untuk digunakan dengan perangkat LMA
agar dapat dimasukkan dengan lancar. Ada insiden rendah mual dan muntah pasca operasi dan
reaksi alergi atau hipersensitivitas. Karena propofol tidak signifikan menumpuk setelah bolus
ulangan, propofol sangat cocok untuk infus jangka panjang selama operasi sebagai bagian dari
teknik anestesi Total intravena (Tiva) dan di ICU untuk obat penenang jangka panjang.5

a. Efek pada sistem kardiovaskuler


Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan pembuluh darah
dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi. Ini diakibatkan
Propofol mempunyai efek mengurangi pembebasan katekolamin dan menurunkan resistensi
vaskularisasi sistemik sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung tergantung dari :
- Pernafasan spontan – mengurangi depresi jantung berbanding nafas kendali
- Pemberian drip lewat infus – mengurangi depresi jantung berbanding pemberian
secara bolus
- Umur – makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung

b. Efek pada sistem pernafasan


Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus dapat
menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan. Secara lebih detail
konsentrasi yang menimbulkan efek terhadap sistem pernafasan adalah seperti berikut: Pada
25%-40% kasus Propofol dapat menimbulkan apnoe setelah diberikan dosis induksi yang bisa
berlangsung lebih dari 30 saat.

9
c. Dosis dan penggunaan
- Induksi: 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
- Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infuse
- Dosis pemeliharaan pada anastesi umum: 100 - 150 µg/kg/min IV (titrate to effect),
bolus iv 25-50mg.
- Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung
penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
- Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal
0,2%
- Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan
yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk
mencegah kontaminasi dari bakteri.

d. Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul
akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan
menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit
dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V
melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien
setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga
pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti
hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada sesetengah kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik
(thiopental < propofol < etomidate atau methohexital). Phlebitis juga pernah dilaporkan
terjadi setelah pemberian induksi propofol tapi kasusnya sangat jarang. Terdapat juga kasus
terjadinya nekrosis jaringan pada ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat pemberian
propofol.5

KETAMIN
Ketamin merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki struktur mirip dengan
phencyclidine. Ketamin pertama kali disintesis tahun 1962, dimana awalnya obat ini disintesis
untuk menggantikan obat anestetik yang lama (phencyclidine) yang lebih sering menyebabkan

10
halusinasi dan kejang. Obat ini pertama kali diberikan pada tentara Amerika selama perang
Vietnam.
Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan “rapid acting
non barbiturate general anesthesia”. Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali
diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin untuk induksi anastesia dapat menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri
kepala, pasca anastesi dapat menimbulkan muntah-muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menyebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan mimpi
gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence phenomena.
Mekanisme kerja
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa obat ini bekerja dengan blok terhadap
reseptor opiat dalam otak dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan
interaksi terhadap reseptor metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek
analgesik.
Efek farmakologis
Efek pada susunan saraf pusat. Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik
pasien akan mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa
kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang
tidak disadari, seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Apabila diberikan
secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan mimpi buruk
dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi. Aliran darah ke otak
meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial.
Efek pada mata. Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan,
terjadi peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada pleksus koroidalis.
Efek pada sistem kardiovaskular. Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat
simpatomimetik, sehingga bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan
darah akibat efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Efek pada sistem respirasi. Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem
respirasi, dapat menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga
merupakan obat pilihan pada pasien ashma.
Dosis dan pemberian

11
Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses
pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak – anak. Ketamin bersifat larut air sehingga
dapat diberikan secara IV atau IM dosis induksi adalah 1 – 2 mg/KgBB secara IV atau 5 – 10
mg/KgBB IM , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk
mendapatkan efek yang diinginkan.
Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Pemberian secara
intermitten diulang setiap 10 – 15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal sampai operasi
selesai.
Farmakokinetik
Absorbsi. Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuskular.
Distribusi. Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke
seluruh organ. Efek muncul dalam 30 – 60 detik setelah pemberian secara IV dengan dosis
induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 – 20 menit. Jika diberikan secara IM maka efek baru
akan muncul setelah 15 menit.
Metabolisme. Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi
beberapa metabolit yang masih aktif.
Ekskresi. Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.
Efek samping
Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada mulut,selain itu dapat
menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca operasi,
pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat
meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan
diplopia.
Kontra indikasi
Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah disebutkan diatas,
maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada pasien yang menderita penyakit
sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang meningkat,
misalnya pada trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan intraokuler
meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler. Pasien yang
menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat – obat simpatomimetik, seperti ;
hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dl5

12
OPIOID
Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan
golongan opioid yang sering digunakan dalam general anestesi. efek utamanya adalah analgetik.
Dalam dosis yang besar opioid kadang digunakan dalam operasi kardiak. Opioid berbeda dalam
potensi, farmakokinetik dan efek samping.
Absorbsi cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler, dengan
puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan metode
efektif menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi
pada anak-anak (15-20 μg/Kg) dan dewasa (200-800 μg).
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan morfin
memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja juga
Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat setelah
injeksi bolus. 5

Efek pada sistem kardiovaskuler


Sistem kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun tonus
otot pembuluh darah. Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun karena terjadi penurunan
aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian meperidin atau
morfin karena adanya pelepasan histamin.

Efek pada sistem pernafasan


Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi nafas, dengan
jumlah volume tidal yang menurun. PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2 tumpul
sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu
menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid
juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu.

Efek pada sistem gastrointestinal


Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga terhambat.

13
Efek pada endokrin
Fentanyl mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress anesthesia dan
pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif stabil. 6,7

a. Morfin
Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan nyeri yang berjaitan
dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dan
edema paru. Dosis :

▪ Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20 mg setiap 4 jam

▪ Induksi : iv 1 mg/kg

▪ Awitan aksi : iv < 1 menit, im 1-5 menit

▪ Lama aksi : 2-7 jam


Efek samping obat :

▪ Hipotensi, hipertensi, bradikardia, aritmia

▪ Bronkospasme, laringospasme

▪ Penglihatan kabur, sinkop, euphoria, disforia

▪ Retensi urin, spasme ureter

▪ Spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual, muntah, penundaan pengosongan


lambung

▪ Miosis 5

b. Pethidin
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi sebelum
pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak seefektif morfin sulfat, untuk
menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea karena acute pulmonary edema dan
acute left ventricular failure. 5
Dosis

▪ Dosis lazim 50–150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,

14
▪ Injeksi intravena lambat : dewasa 15–35 mg/jam.

▪ Anak-anak oral/IM/SK : 1.1–1.8 mg/kg setiap 3–4 jam jika perlu.

▪ Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 – 100 mg IM/SK

Petidin dimetabolisme terutama di hati. Kontraindikasi

▪ Pasien yang menggunakan trisiklik antidepresan dan MAOi. 14 hari sebelumnya


(menyebabkan koma, depresi pernapasan yang parah, sianosis, hipotensi,
hipereksitabilitas, hipertensi, sakit kepala, kejang)

▪ Hipersensitivitas.

▪ Pasien dengan gagal ginjal lanjut

Efek samping obat

▪ Depresi pernapasan,

▪ Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo, depresi, rasa mengantuk,
koma, eforia, disforia, lemah, agitasi, ketegangan, kejang,

▪ Pencernaan : mual, muntah, konstipasi,

▪ Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural,

▪ Reproduksi, ekskresi &endokrin : retensi urin, oliguria.

▪ Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi, takikardia, tremor otot,


pergerakan yg tidak terkoordinasi, delirium atau disorintasi, halusinasi.

▪ Lain-lain : berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam kulit

c. Fentanyl
Digunakan sebagai analgesic dan anastesia
Dosis :

▪ Analgesic : iv/im 25-100 µg

15
▪ Induksi : iv 5-40 µg/ kg BB

▪ Suplemen anastesi : iv 2-20 µg/kg BB

▪ Anastetik tunggal : iv 50-150 µg/ kg BB


Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit
Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam
Efek samping obat :

▪ Bradikardi, hipotensi

▪ Depresi saluran pernapasan, apnea

▪ Pusing, penglihatan kabur, kejang

▪ Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat

▪ Miosis 5

d. Tramadol
Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol
mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghambat
sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Disamping itu tramadol menghambat pelepasan
neurotransmiter dari saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri
terhambat. Tramadol peroral diabsorpsi dengan baik dengan bioavailabilitas 75%. Tramadol
dan metabolitnya diekskresikan terutama melalui urin dengan waktu 6,3 – 7,4 jam. Indikasi :
Untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca pembedahan.
Dosis : Dewasa dan anak di atas 16 tahun :
• Dosis umum: dosis tunggal 50 mg Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan nyeri,
apabila masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah selang waktu 4 – 6 jam.
• Dosis maksimum 400 mg sehari.
• Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita. Penderita gangguan hati
dan ginjal dengan bersihan klirens < 30 mL/menit : 50 – 100 mg setiap 12 jam,
maksimum 200 mg sehari.
• Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan cirrhosis adalah 50 mg setiap 12 jam
Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit kepala , pruritis,

16
berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah, dispepsia dan konstipasi.5

BENZODIAZEPIN

Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam


(valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut
dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol.
Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik, amnestik,
antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral.
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul setelah 4 - 8
menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari benzodiazepine ini adalah
20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya
sendiri. Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme
mungkin akan tampak lambat pada pasien tua.5

Efek pada sistem saraf pusat


Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek sedasi, efek
analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme.

Efek pada sistem kardiovaskuler


Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put. Ttidak
mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada dosis
yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid

Efek pada sistem pernafasan


Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas mungkin dapat
terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental.

Efek pada sistem saraf otot


Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal,
sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka. 8

17
BAB III

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesis, Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang pasien


didiagnosis wanita, usia 62 tahun, Mka endofthalmitis dan Mki katarak traumatika dan DM tipe
II dengan status fisik ASA II. Pasien direncanakan untuk dilakukan Vitrektomi. Persiapan
tindakan pasien dipuasakan selama 6 jam. Jenis anestesi yang dilakukan yaitu General Anestesi.
Adapun alasan dipilih teknik GA adalah :
1.Mengurangi kesadaran dan ingatan pasien intraoperatif.
2.Memungkinkan relaksasi otot yang tepat untuk waktu yang lama
3.Memfasilitasi kontrol menyeluruh terhadap jalan nafas, pernapasan, dan sirkulasi
4.Dapat digunakan dalam kasus kepekaan terhadap agen anestesi lokal
5.Dapat diberikan tanpa memindahkan pasien dari posisi telentang
6. Dapat disesuaikan dengan mudah dengan prosedur durasi atau jangkauan yang tidak dapat
diprediksi
Pasien diberikan premedikasi ondansentron 4 mg. Ondansentron merupakan antagonis reseptor
serotonin 5-HT3 selektif yang diberikan pada pasien untuk mencegah mual muntah yang bisa
menyebabkan aspirasi. Pelepasan 5HT3 ke dalam usus merangsang refleks muntah dan
mengaktifkan serabut aferen vagal lewat reseptornya.

18
BAB IV
KESIMPULAN

Diketahui eorang pasien perempuan, 27 tahun, dengan diagnosis kanker serviks, dilakukan
tindakan kuretase dengan teknik anestesi umum intravena (TIVA). Adapun alasan dipilih teknik
TIVA adalah :
1.Mengurangi kesadaran dan ingatan pasien intraoperatif.
2.Memungkinkan relaksasi otot yang tepat untuk waktu yang lama
3.Memfasilitasi kontrol menyeluruh terhadap jalan nafas, pernapasan, dan sirkulasi
4.Dapat digunakan dalam kasus kepekaan terhadap agen anestesi lokal
5.Dapat diberikan tanpa memindahkan pasien dari posisi telentang
6. Dapat disesuaikan dengan mudah dengan prosedur durasi atau jangkauan yang tidak dapat
diprediksi
Selama anestesi dan operasi berlangsung tidak didapati kendali/masalah. Selama masa pulih
sadar kondisi pasien baik, tanda vital stabil, skor VAS 0-1, tidak didapati efek samping.
Berdasarkan kriteria skala pulih sadar yang dinilai pada pasien ini, didapatkan pasien pulih sadar
dengan Aldrette skor nilai 10. Pasien kemudian dipindahkan ke ruang perawatan.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Said A Latif dkk, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi kedua, Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2002
2. American Society of Anesthesiologists (ASA). Continuum of Depth of Sedation Definition
of General Anesthesia and Levels of Sedation/Analgesia. October 27, 2004. Amended
October 21, 2009. ASA Web site. Available
at http://www.asahq.org/publicationsAndServices/standards/20.pdf. Accessed: December
1, 2009.
3. “Intravenous Anesthetics” didapat dari http://www.metrohealthanesthesia.com/edu.htm
4. “Intravenous Anesthesic” didapat dari http://anesthesiologyinfo.com/intravenousanesthetic
5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Departement Farmakologi dan Terapeutik Ed 5
farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru ; 2007
6. Mangku G,dkk. Buku ajar Ilmu Anasthesia dan Reanimasi. Cetakan pertama. Jakarta :
Universitas Udayana Indeks ; 2010
7. Mansjoer A, Triyanti K, Wardhani WI. Et all (editor), Kapita Selekta Kedokteran, Cetakan
keenam 2007 : Media Aesculapius – FK UI
http//ascf.en.enzl.com/ACM619_multi_functional_anasthesia_machine
8. Collage of anaesthesiologist Academy of Medicine Malaysia. Total Intravenous
Anaesthesiologist using target controlled infusion. A pocket reference 1st edition. 2012.

20

Anda mungkin juga menyukai