Anda di halaman 1dari 7

DAYA DUKUNG TANAH (SOIL BEARING CAPACITY) SAWAH

DI PANTAI UTARA JAWA BARAT

Oleh:

Asep Sapei

Jurusan Teknik Pertanian FATETA-IPB


Kampus IPB Darmaga, Po.Box 220, BOGOR 16002

Abstrak

Lahan sawah yang maju dan berkelanjutan merupakan lahan sawah yang dapat mengantisipasi
perkembangan teknologi, termasuk penggunaan mesin pertanian. Kemudahan operasi
(workability) dari mesin pertanian tersebut sangat dipengaruhi oleh daya dukung tanah.

Analisis daya dukung tanah sawah dilakukan berdasarkan profil indeks kerucut tanah yang
diukur dengan menggunakan penetrometer kerucut (cone penetrometer) pada lahan-lahan
sawah yang terletak di Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang dan Kabupaten Indramayu.

Hasil analisis menunjukkan bahwa daya dukung tanah sawah di lokasi tersebut relatif rendah
dan tidak mempunyai lapisan plowsole yang keras (hardpan). Berdasarkan kriteria daya
dukung tanah sawah yang ada (untuk tanah sawah di Jepang), operasi mesin pertanian di
lahan-lahan tersebut akan menemui kesulitan.

Key words : daya dukung tanah, kemudahan operasi mesin, lahan sawah

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lahan sawah di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penyediaan
bahan makanan pokok penduduk yang berupa beras. Lebih dari 80 % produksi beras nasional
dihasilkan dari lahan sawah. Karena itu, Pemerintah memberi perhatian yang tinggi terhadap
lahan sawah agar produksi dapat terus meningkat.

Di Provinsi Jawa Barat, sebagian besar lahan sawah terletak di daerah pantai utara. Lahan
sawah di daerah pantai utara ini merupakan sawah yang mempunyai produktifitas tinggi.
Umumnya lahan sawah di pantura sudah merupakan sawah beririgasi teknis yang dapat
ditanami padi 2 kali dalam setahun.

Dari tahun ke tahun, penggunaan mesin pertanian di lahan sawah, terutama traktor roda dua
(hand tractor), juga menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Data statistik
menunjukkan bahwa jumlah traktor roda dua di P. Jawa sebanyak 29,468 unit pada tahun
1994 dan meningkat menjadi sebanyak 30,120 unit pada tahun 1995.
Efektifitas dan efisiensi penggunaan mesin pertanian tersebut, yang umumnya dinyatakan
dengan tingkat kemudahan/kesukaran operasi (workability) atau trafikabilitas (traficability),
sangat dipengaruhi oleh daya dukung tanah. Bila daya dukung tanah lebih rendah dari batas
daya dukung tanah yang memberi tingkat kemudahan operasi atau trafikabilitas tertentu dari
mesin pertanian, maka penggunaan mesin pertanian menjadi tidak efektif dan tidak efisien.

Daya dukung tanah sawah dibedakan pada saat pengolahan tanah dan pada saat panen. Pada
pengolahan tanah, mesin pertanian yang berupa traktor ditopang oleh lapisan tanah yang
berada dibawah lapisan olah, sedangkan pada saat panen, mesin pertanian yang berupa mesin
pemanen (harvester) ditopang oleh lapisan permukaan.

Evaluasi trafikabilitas kendaraan di tanah lunak dikembangkan oleh Waterways Experimental


Station (WES), U.S Army Corps of Engineer dan M.G. Bekker of land locomotion laboratory
of the U.S Army. WES mengevaluasi trafikabilitas berdasarkan nilai indeks kerucut (cone
index, CI), sedangkan Bekker menggunakan nilai ketenggelaman (sinkage) dari papan
pembebanan (loading board). Metoda WES lebih praktis dibandingkan dengan metoda
Bekker (Yamazaki, 1971)

Untuk tanah sawah di Jepang, Yamazaki (1971) menetapkan kriteria daya dukung tanah
berdasarkan nilai CI dari lapisan tanah dengan tebal lebih dari 15 cm yang berada pada
kedalaman sampai 30 cm, tanpa.membedakan lapisan tanah penopang. Sedangkan
Kementrian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan – Jepang (Nakayama, 1983) sudah
membedakan lapisan tanah penopang didalam menetapkan kriteria daya dukung tanah sawah.
Secara lebih sederhana, Tada (1992) menerangkan bahwa untuk pekerjaan pengolahan tanah
sawah, diperlukan nilai rata-rata CI sebesar 2 kg/cm2 (0.2 MPa) pada lapisan tanah setebal 15
cm persis di bawah lapisan olah, dan untuk pekerjaan pemanenan diperlukan nilai rata-rata CI
sebesar 4 kg/cm2 (0.4 MPa) pada kedalaman 0-15 cm.

Untuk memenuhi kriteria tersebut, beberapa metoda perbaikan lahan dapat diterapkan, yaitu:
soil dressing (untuk tanah sawah berupa gambut), pemadatan lapisan plowsole (untuk tanah
sawah dengan perkolasi yang tinggi) dan drainase bawah permukaan (untuk tanah sawah
dengan kondisi drainase buruk) (Kohno, 1992).

Makalah ini mengevaluasi daya dukung tanah sawah yang berada di pantai utara Jawa Barat.

METODOLOGY

Evaluasi daya dukung tanah sawah dilakukan pada lahan sawah yang berada di Kabupaten
Karawang (Kecamatan Rawamerta), Kabupaten Subang (Kecamatan Sukamandi) dan
Kabupaten Indramayu (Kecamatan Sukra).

Jenis tanah di ke tiga lokasi tersebut termasuk kedalam jenis tanah aluvial dengan beberapa
sifat seperti pada Tabel 1.

Evaluasi dilakukan dengan menganalisis profil indeks kerucut tanah (CI), yang diukur dengan
menggunakan cone penetrometer TS 138 (Gambar 1), pada kedalaman sampai 60 cm dan
interval kedalaman 5 cm. Indeks kerucut tanah dari lahan sawah di Rawamerta-Karawang

2
dan Sukra-Indramayu diukur oleh Team Creata-IPB (1998), sedangkan indeks kerucut tanah
dari lahan sawah di Sukamandi-Subang diukur oleh Asep Sapei et. al. (1990). Pengukuran
indeks kerucut tanah tersebut dilakukan pada kondisi lahan siap diolah (sudah jenuh).

Tabel 1. Beberapa sifat tanah di lokasi pengamatan


Sifat Rawamerta- Sukamandi- Sukra-
Karawang Subang Indramayu
- Densitas (g/cm3) : - kedalaman 10 cm 1.28 0.97 0.93
- kedalaman 25 cm 1.33 1.20 1.03
- kedalaman 40 cm 1.33 1.18 1.02
- Fraksi : - Liat (%) 54.54 74.20 45.57
- Debu (%) 27.17 15.80 32.88
- Pasir (%) 18.29 10.00 21.54
- Kelas tekstur Liat berat Liat berat Liat berat

Cone (kerucut)
2
Luas dasar = 6.40 cm
0
θ= 30

Gambar 1. Cone penetrometer

Profil indeks kerucut tanah dari ketiga lahan sawah kemudian dibandingkan dengan kriteria
kemudahan/kesukaran operasi mesin pertanian yang dikemukakan oleh Yamazaki (1971)
(Tabel 2), Kementrian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan – Jepang (Nakayama, 1983)
(Tabel 3) dan Tada (1992).

3
Tabel 2. Tingkat kesukaran operasi mesin dan indeks kerucut (kgf/cm2)
(Yamazaki, 1971)

Tingkat kesukaran operasi


Jenis Mesin Mungkin, tetapi mudah
relatif sukar *) *)

Traktor dengan roda 4.5 - 6.0 > 6.0


Traktor dengan caterpillar 2.5 - 3.0 > 3.0
Traktor dengan half track 2.0 - 2.5 > 2.5
Combine dengan roda 2.6 - 3.6 > 3.6
Combine dengan half track 1.5 - 3.0 > 3.0
*) CI pada lapisan setebal minimal 15 cm pada kedalaman sampai 30 cm

Tabel 3. Kriteria nilai daya dukung tanah (modifikasi dari Kementrian Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan – Jepang)*)

Operasi mesin Pola topangan Nilai CI (kgf/cm2)


I. Tipe penopang lapisan permukaan Lapisan tanah dengan Rata-rata pada
maksimum CI pada lapisan 5 - 25 cm
- Pembajakan dengan traktor roda 0-10 cm dan rata-rata CI > 0.2
- Pembajakan dengan traktor semi pada lapisan dibawahnya > 0.15
crawler (15-30 cm) tidak lebih dari
- Combine (semi crawler) 2.5 kgf/cm2 > 0.15
II. Tipe penopang lapisan plowsole Lapisan plowsole dengan CI rata-rata pada
3.0 kgf/cm2 atau lebih dan 0 - 10 cm
- Pembajakan dengan traktor roda tebal 10 cm atau lebih pada > 0.2
- Pembajakan dengan traktor semi kedalaman 12-30 cm > 0.15
crawler
- Combine (semi crawler) > 0.1
*) ringkasan dari Nakayama (1983)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Indeks Kerucut

Indeks kerucut dari tanah sawah di pantai utara Jawa Barat berkisar antara 0.4 kgf/cm2
(0.04 MPa) sampai 3.1 kgf/cm2 (0.31 MPa) dengan profil seperti pada Gambar 2.

Gambar 2 memperlihatkan bahwa profil indeks kerucut dari tanah sawah di ketiga lokasi
mempunyai pola dan nilai yang hampir sama. Menurut Yamazaki (1971) dan Nakayama
(1983) pola tersebut merupakan pola profil indeks kerucut tanah sawah yang umum dijumpai

4
pada tanah aluvial yang berdrainase buruk dan tidak mempunyai lapisan keras (hardpan atau
plowsole). Indeks kerucut tanah terlihat meningkat dengan bertambahnya kedalaman sampai
pada kedalaman 30 cm. Pada kedalaman lebih dari 30 cm, nilai indeks kerucut tanah terlihat
seragam. Lapisan 0-30 cm tanah sawah di Sukamandi-Subang mempunyai nilai CI sedikit
lebih tinggi dari kedua tanah sawah lainnya., akan tetapi, tanah lapisan bawahnya mempunyai
nilai CI sedikit lebih rendah.

2
Indeks kerucut (kgf/cm )
0 1 2 3 4
0
Kedalaman (cm)

10

20

30 Rawamerta-Karawang
Sukamandi-Subang
40 Sukra-Indramayu
50

60

70

Gambar 2. Profil indek kerucut (CI) tanah sawah

B. Daya Dukung Tanah

1. Kriteria Yamazaki (1971)

Perbandingan antara daya dukung tanah sawah di ketiga lokasi, yang dinyatakan dengan profil
indeks kerucut, dengan kriteria yang disusun oleh Yamazaki (1971) dapat dilihat pada
Gambar 3.

Dari Gambar 3 tersebut terlihat bahwa untuk pengolahan tanah, traktor roda tidak dapat
digunakan di ketiga lokasi. traktor dengan half track dapat digunakan di Sukamandi-Subang
dan Sukra-Indramayu, sedangkan traktor dengan caterpillar hanya dapat digunakan di
Sukamandi-Subang. Untuk pekerjaan pemanenan, combine dengan half track dapat
digunakan di ketiga lokasi, sedangkan combine dengan roda hanya dapat digunakan di
Sukamandi-Subang.

5
2
Indeks keruc ut (kgf/c m )
0 1 2 3 4 5
0
Kedalaman (c m)

Rawam ert a-Karawan g


10
Suk am an di-Suban g
20 Suk ra-In dram ay u
t rak . ro da
30
T rak . cat .
40 T rak . h alf t rack
Co m b. ro da
50
Co m b. h alf t rack

60

70

Gambar 3. Profil indeks kerucut dan kriteria daya dukung tanah terendah (Yamazaki, 1971)

2. Kriteria Kementrian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan – Jepang (Nakayama, 1983)

Dari profil indeks kerucut tanah, tanah sawah diketiga lokasi tidak dapat diklasifikasikan
sebagai tanah sawah dengan tipe penopang lapisan permukaan, karena nilai CI maksimum
tidak terdapat di kedalaman 0-10 cm. Tanah sawah ini juga tidak dapat diklasifikasikan
sebagai tanah sawah dengan tipe penopang lapisan plowsole, karena lapisan plowsole (dengan
nilai CI 3 kg/cm2 atau lebih dan tebal 10 cm atau lebih pada kedalaman 12-30 cm) tidak
terdapat.

Dengan pertimbangan tersebut, kriteria Kementrian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan-


Jepang (Nakayama, 1983) tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi daya dukung tanah
sawah di ketiga lokasi.

3. Kriteria Tada (1992)

Perbandingan antara daya dukung tanah sawah di ketiga lokasi dengan kriteria yang disusun
oleh Tada (1992) dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Daya dukung tanah sawah dan kriteria Tada (1992)

Operasi mesin Rata-rata CI (kg/cm2) *)


Rawamerta- Sukamandi- Sukra- Kriteria
Karawang Subang Indramayu
- Pengolahan tanah 2.7 2.6 2.8 >2
- Pemanenan 1.0 2.2 1.4 >4
*) - Pada kedalaman 20-35 cm untuk pengolahan tanah dan 0-15 cm untuk pemanenan
- Asumsi kedalaman lapisan olah 20 cm

6
Tabel 5 memperlihatkan bahwa daya dukung tanah sawah di ketiga lokasi memenuhi syarat
untuk operasi mesin pengolah tanah, akan tetapi tidak memenuhi syarat untuk operasi mesin
panen. Kriteria yang dikemukakan oleh Tada (1992) ini tidak menjelaskan jenis mesin yang
digunakan untuk setiap jenis pekerjaan.

KESIMPULAN

1. Lahan-lahan sawah di Rawamerta-Karawang, Sukamandi-Subang dan Sukra-Indramayu


mempunyai daya dukung tanah yang relatif rendah dan tidak mempunyai lapisan plowsole
yang keras (hardpan).
2. Menurut kriteria yang disusun oleh Yamazaki (1971), traktor roda tidak dapat
dioperasikan pada lahan-lahan sawah tersebut.
3. Kriteria Kementrian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Jepang (Nakayama, 1983) tidak
dapat digunakan untuk mengevaluasi daya dukung tanah sawah di ketiga lokasi tersebut.
4. Berdasarkan kriteria yang disusun oleh Tada (1992), daya dukung tanah sawah di ketiga
lokasi memenuhi syarat untuk operasi mesin pengolah tanah, tetapi tidak untuk mesin
pemanen.

DAFTAR PUSTAKA

Asep Sapei, M. Azron Dhalhar, T. Nakamura dan Erizal, 1990, Study on Soil strength of
Several Wet Paddy and Upland Soils and Their Relation To the Agricultural
Machinery Operation, Makalah pada The Third Joint Seminar JICA-IPB on
Agricultural Engineering and Technology, 8-9 Oktober 1990, Bogor

CREATA-IPB, 1998, Investigation on Rice Field Characteristics and Tractor Operating


Conditions in Indonesia, CREATA-IPB, Bogor

Kohno, E., 1992, Site Conditions of Paddy Fields and Characteristics of Paddy Soil, di dalam
Soil and Water Engineering for Paddy Field Management, diedit oleh V.V.N. Murty
dan K. Koga, AIT, Bangkok

Nakayama, H., 1983, Methods of Measuring Soil Bearing Capacity, di dalam Advanced Rice
Cultivations, Irrigation and Drainage Technology in Japan, diedit oleh Nakagawa, S.
et.al., Technocrat, Japan

Tada, A. dan Y. Toyomitsu, 1992, Bearing Capacity in Paddy Fields especially for Harvest, di
dalam Soil and Water Engineering for Paddy Field Management, diedit oleh V.V.N.
Murty dan K. Koga, AIT, Bangkok

Yamazaki, F., 1971, Paddy Field Engineering, diterjemahkan oleh Mizutani, AIT, Bangkok

Anda mungkin juga menyukai