“MALARIA SEREBRAL”
Pembimbing:
dr. Hernawan, Sp.S
Disusun Oleh:
Firman Pranoto
G4A016002
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
Firman Pranoto
G4A016002
Text Book Reading ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu
prasyarat mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik
Bagian SMF Ilmu Penyakit Saraf
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 DEFINISI
Malaria cerebral adalah malaria dengan penurunan kesadaran yang
dinilai dengan skala dari Glasgow Coma Scale (GCS). Nilai GCS untuk
penderita malaria dewasa <15. Hampir semua malaria serebral disebabkan
Plasmodium falsiparum. (Pribadi dan Sungkar, 1994)
2.2 ETIOLOGI
Penyebab malaria serebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah
kapiler di otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa
sel darah. Hal tersebut dikarenakan oleh infeksi Plasmodium falciparum yang
ditularkan oleh nyamuk anopheles betina (Combes; Coltel; Faille; Wassmer;
Grau, 2006).
a. Morfologi Plasmodium falciparum (lihat gambar 1)
1) Tropozoit awal berbentuk cincin yang sangat halus, ukurannya 1/5
eritrosit, dan tidak berpigmen.
2) Tropozoit yang sedang berkembang (jarang terlihat dalam darah
perifer) berbentuk padat, ukurannya kecil, pigmennya kasar; berwarna
hitam; dan jumlahnya sedang,.
3) Skizon imatur (jarang terlihat dalam darah perifer) ukurannya
hampir mengisi eritrosit, bentuknya padat, dan pigmennya tersebar.
4) Skizon matur (jarang terlihat dalam darah perifer) bentuknya
bersegmen, pigmen berwarna hitam dan berkumpul di tengah,
ukurannya hampir menutupi eritrosit.
5) Makrogametosit waktu timbulnya 7-12 hari, jumlahnya dalam
darah sangat banyak, memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit,
berbentuk bulan sabit (ujung bulat atau runcing), sitoplasmanya
berwarna biru tua, pigmennya bergranul hitam dengan inti bulat.
6) Mikrogametosit waktu timbul, jumlah dan ukurannya sama dengan
stadium makrogametosit, sitoplasmanya berwarna biru kemerahan,
berbentuk ginjal dengan ujung tumpul, pigmennya bergranul gelap.
Keterangan Gambar 2 :
1) Siklus Hidup pada Manusia
a) Sporozoit melalui gigitan nyamuk anopheles betina masuk ke
jaringan sub kutan lalu beredar dalam darah menuju hepar dan
menyerang sel hepar.
b) Parasit berkembang biak dan setelah 1-2 minggu skizon pecah dan
melepasakan merozoit yang lalu masuk aliran darah untuk
menginfeksi eritrosit.
c) Dalam eritrosit, merozoit berkembang menjadi skizon yang pecah
untuk melepaskan merozoit yang punya kemampuan menginfeksi
sel eritrosit baru. Proses perkembangan aseksual ini disebut
skizogoni.
d) Selanjutnya, setelah 48 jam eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah
dan 6 - 36 merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah
lainnya. Siklus ini disebut siklus erirositer.
e) Setelah 2-3 minggu siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang
menginfeksi eritrosit akan membentuk stadium seksual (gamet
jantan dan betina).
2) Siklus Hidup pada Nyamuk
a) Nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit pembuahan menjadi zigot.
b) Zigot akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus
dinding lambung nyamuk.
c) Pada dinding luar lambung nyamuk, ookinet akan menjadi ookista
dan selanjutnya mengeluarkan sporozoit.
d) Sporozoit bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.
2.8 PENATALAKSANAAN
Terapi yang diberikan untuk pasien malaria serebrum karena infeksi
Plasmodium falciparum berdasarkan pada terapi ACT (Artemisin
Combination Therapy) (WHO, 2010)
a. Pengobatan Lini – 1
Tabel 1. Terapi ACT Lini - 1
Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur
Ha 1–4 10 – > 15
0- 1 2 – 11 5–9
ri Dosis tunggal tahu 14 tahu
bulan bulan tahun
n tahun n
Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4
1 Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
Primakuin -- -- ¾ 1½ 2 2-3
Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4
2
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4
3
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
3 x 10
1 Kina mg/kg 3x½ 3x1 3 x 1½ 3 x (2-3)
BB
Doksisiklin -- -- -- 2 x 50mg 2 x 100mg
Primakuin -- ¾ 1½ 2 2-3
3 x 10
3 BB
4x4
Dosis Tetrasiklin -- -- -- 4 x 250 mg
mg/kg BB
2 x 10 2 x 10
Dosis Clindamycin -- -- --
mg/kg BB mg/kg BB
2.9 PENCEGAHAN
a. Pemberian obat anti malaria secara teratur pada anak tiap jadwal vaksinasi
rutin untuk mencegah komplikasi malaria dan anemia.
b. Vaksinasi malaria, saat ini sedang dalam proses pengembangan namun
beberapa penelitian telah menunjukkan hasil yang menjanjikan (Milner et
al., n.d.).
c. Penanganan segera dan kombinasi pengobatan antimalaria yang adekuat
(WHO, 2010)
d. Penegakan diagnosis secara dini (WHO et al., 2001)
2.10 KOMPLIKASI
a. Kecacatan
b. Defisit neurologis, misalnya kelemahan, paralisis flaccid, kebutan,
gangguan bicara dan epilepsi (WHO et al., 2001)
c. Kematian (WHO, 2010)
2.11 PROGNOSIS
Tergantung pada (Zulkarnain dan setiawan, 2007; Harijanto, 2007):
a. Kecepatan/ ketepatan diagnosis dan pengobatan
Makin cepat dan tepat dalam menegakkan diagnosis dan pengobatannya
akan memperbaiki prognosisnya serta memperkecil angka kematiannya.
b. Kegagalan fungsi organ
Semakin sedikit bagian vital yang terganggu dan mengalami kegagalan
dalam fungsinya, semakin baik prognosisnya.
c. Kepadatan parasit
Pada pemeriksaan hitung parasit (parasite count) semakin padat/ banyak
jumlah parasitnya yang didapatkan, semakin buruk prognosisnya,
terlebih lagi bila didapatkan bentuk skizon dalam pemeriksaan darah
tepinya.
d. Kadar laktat pada CSS (cairan serebro-spinal)
Pada malaria serebral kadar laktat pada CSS meningkat, yaitu >2,2
mmol/l. Bila kadar laktat >6 mmol/l memiliki prognosa yang fatal.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
1. Kasus malaria serebral yang merupakan infeksi Plasmodium falciparum
masih sangat jarang ditemukan. Hal ini disebabkan karena
keterlambatan penanganan malaria berat.
2. Malaria serebral merupakan malaria kasus berat yang ditandai dengan
penurunan kesadaran, dimana tingkat mortalitasnya tinggi pada anak –
anak.
3. Perkembangan terapi malaria serebral sampai sekarang mengalami
perbaikan, dimana terapi ACT (Artemisin Combination Therapy) yang
diberikan pada penderita malaria serebral terbukti efektif terhadap
Plasmodium falciparum.
4.2 SARAN
1. Dikembangkannya penelitian lebih lanjut mengenai vaksin yang
adekuat untuk mencegah malaria serebral.
2. Setiap tenaga kesehatan memiliki pengetahuan agar tidak adanya
keterlambatan diagnosis yang menyebabkan meningkatnya kasus
malaria serebral, terutama pada anak-anak
3. Dilakukannya pemberian terapi secara optimal sehingga dapat
dilakukan penatalaksanaan secara adekuat.
DAFTAR PUSTAKA