Anda di halaman 1dari 16

JOURNAL READING

“ALTERNATIVE DIAGNOSIS TO SUSPECTED APPENDICITIS AT CT”

Pembimbing
dr. Markus B. Rahardjo, Sp. Rad

Disusun Oleh:
Rizak Tiara Yusan G4A015005
Rosellina Alphamaharini S. G4A015008

SMF RADIOLOGI
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
LEMBAR PENGESAHAN

JOURNAL READING
“ALTERNATIVE DIAGNOSIS TO SUSPECTED APPENDICITIS AT CT”

Disusun Oleh:
Rizak Tiara Yusan G4A015005
Rosellina Alphamaharini S. G4A015008

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian Radiologi


RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto

Telah disetujui,

Pada tanggal: September 2015

Mengetahui,

Dokter Pembimbing

dr. Markus B. Rahardjo, Sp. Rad


“ALTERNATIVE DIAGNOSIS TO SUSPECTED APPENDICITIS AT
CT”

ABSTRAK

Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk menilai diagnosis alternatif yang dapat ditemukan pada
pasien dewasa dengan suspek apendisitis yang melakukan pemeriksaan computed
tomography (CT).
Metode
Penelitian ini menggunakan metode retrospektif dan telah disetujui oleh penelaah etik.
Metode pengambilan sampel adalah consecutive sampling dengan total sampel 1571
orang. Sampel diambil dari unit gawat darurat atau emergensi setting lainnya dalam
rentang waktu Januari 2006 sampai Desember 2009. Analisis data dilakukan
menggunakan uji analisis Fisher dan uji Mann-Whitney dengan tingkat kemaknaan
p>0,05.
Hasil
Spesifik diagnosis dari pemeriksaan CT dapat dilakukan pada 867 subyek dari 1571
subyek (55,2%). Diagnosis akut apendisitis dapat ditegakkan pada 371 subyek dari 1571
subyek (23,6%), sedangkan diagnosis alternatif lain selain apendisitis sebanyak 496
subyek dari 1571 subyek (31,6%). Diantara 496 pasien tersebut, 204 subyek (41,1%)
diantaranya harus dirawat inap dan 109 subyek (22,0%) menjalani operasi atau
pemeriksaan lebih lanjut. Persentase ini lebih tinggi daripada pada pasien yang tidak
dilakukan CT scan (p<0,001), persentasenya masing-masing 14,1% dan 4,4%.
Diagnosis lain selain appendisitis yang didapatkan selain CT meliputi masalah
gastrointestinal (46,0%), masalah ginekologi (21,6%), masalah genitourinari (16,9%),
dan masalah hepatopankreatikobiliari (7,7%).
Kesimpulan
Pada pasien dewasa yang didiagnosa mengalami akut apendisitis secara klinis, CT scan
abdomen kerap kali dapat mengidentifikasi alternatif penyebab gejala yang nampak,
yang biasanya memerlukan rawat inap dan pembedahan.
LATAR BELAKANG

Apendisitis merupakan indikasi yang paling umum untuk dilakukannya

pembedahan abdomen, dengan lebih dari 250.000 kasus per tahun di Amerika Serikat.

Apendisitis sulit didiagnosis berdasarkan gejala klinis saja. Sebuah study yang

melibatkan 20000 pasien dewasa pada era sebelum ditemukannya CT scan, mengatakan

bahwa 20% diantaranya mengalami negatif apendektomi. Penelitian lain menunjukan

bahwa penggunaan CT scan secara luas membuktikan bahwa gejala klinis dari

apendisitis (nyeri abdomen, mual, muntah, hilang nafsu makan, demam, menggigil,

diare, dan konstipasi) merupakan gejala yang tidak sensitif, tidak spesifik, atau

keduanya.

Dalam dekade ini, CT merupakan uji yang dilakukan pada suspek akut

apendisitis pada pasien dewasa. Penggunaan CT sebelum dilakukan tindakan operasi

meningkat dari 20% pada tahun 2000 mencapai 90% pada tahun 2006. Selain itu terjadi

penurunan angka negatif apendektomi dari 20% menjadi 10%. Studi oleh Rao,

mengatakan adanya efektifitas biaya sebanyak $447 dengan dilakukannya CT pada

kasus suspek apendisitis, hal ini tentu saja mencegah dilakukannya negatif apendektomi

dan biaya rawat inap. Banyak studi lain mendukung penggunaan CT pada suspek akut

apendisitis berdasarkan gejala klinis. Salah satunya mengatakan bahwa CT memiliki

sensitifitas dan spesifikasi sebesar 98% untuk mendiagnosis akut apendisitis.

Bagaimanapun juga, studi lain menunjukkan prevalensi akut apendisitis hanya sebesar

25% diantara pasien yang menjalani pemeriksaan CT.

Berkebalikan dengan evaluasi apendisitis, CT abdomen dan pelvis lebih mampu

mendiagnosis penyakit lain yang tidak bisa dibedakan dengan apendisitis berdasarkan
gejala klinisnya. Meskipun beberapa study yang menilai performa CT telah

mencantumkan data mengenai alternatif diagnosis yang dapat ditemukan dalam

pemeriksaan CT namun fokus utama penelitian, pemilihan kriteria, dan jumlah sample

yang kecil pada studi tersebut menghalangi keakuratan data penelitian tersebut. Sampai

saat ini, belum ada penelitian yang mencari diagnosis alternatif sebagai tujuan

utamanya. Oleh sebab itu, tujuan utama penelitian ini adalah mencari diagnosis

alternatif yang didapatkan dari pemeriksaan CT pada pasien dewasa yang diduga

menderita akut apendisitis.

METODE

Pasien. Penelitian retrospektive ini telah disetujui oleh dewan institusi dan penggunaan

informed consent telah diabaikan. Kriteria inklusi pasien yaitu pasien suspek

apendisitis berusia 18 tahun keatas yang dirujuk oleh unit gawat darurat untuk

dilakukan pemeriksaan CT abdomen dan pelvis. Pasien yang menjadi subyek penelitian

merupakan pasien yang terdaftar dari Januari 2006 hingga Desember 2009. Data rekam

medik radiologi didapatkan dengan mencari pasien yang menjalani pemeriksaan CT

abdomen dan pelvis dengan indikasinya mengandung istilah apendisitis, nyeri kuadran

kanan bawah, atau appendik. Diagnosis klinis akut apendisitis didapatkan dari hasil

gejala klinis, hasil pemeriksaan laborat, dan penilaian dari dokter yang merujuk untuk

dilakukannya pemeriksaan CT. Pasien yang dipilih menjadi subyek penelitian dipilih

saat itu juga tanpa mempertimbangkan terapi selanjutnya maupun outcome setelah

dilakukannya pemeriksaan CT. Pasien yang secara klinis tidak diduga menderita akut

apendisitis, tidak menjadi subyek penelitian. Setelah melalui proses penjaringan,

sebanyak 1571 pasien memenuhi kriteria inklusi dan menjadi subjek penelitian. Rata-
rata usia pasien adalah 39,2 ± 17,2 tahun dengan rentang 18-93 tahun. Terdapat 545

pasien pria dan 1026 pasien wanita.

Design. Pemeriksaan CT selalu dilakukan paling lambat 48 jam setelah tampak gejala

akut. CT scan dilakukan pada 120 kVp menggunakan 16- dan 64- detector row CT

scanners ( GE Healthcare, Waukesha, Wis). Protokol standart pemeriksaan CT suspek

apendisitis adalah pengambilan gambar seluruh abdomen dan pelvis setelah

mengkonsumsi kontras positif baik oral maupun IV. Kontras oral standart yang

digunakan adalah 1000-1400 mL air yang dicampur dengan 2% diatrizoate meglumine

dan diatrizoate sodium (Gastrografin; Bracco Diagnostic, Princeton, NJ). Kontras IV

standar terdiri dari 100 mL iohexol dengan 50 mL saline. Beberapa variasi dilakukan

pada beberapa kasus, misalnya oral dan IV kontras dilakukan terhadap 75,2% (1181 dari

1571) dan 87,3% (1372 dari 1571) kasus, sedangkan CT tanpa kontras dilakukan pada

121 (7,7%) kasus. Hasil CT seluruh subyek diinterpretasikan oleh radiolog dengan

pengalaman kerja 5-20 tahun. Tidak ada sistem blinding bagi radiolog sehingga mereka

memiliki akses penuh terhadap rekam medis pasien. Setelah mendapatkan kesan dari

gambaran CT maka keadaan klinis pasien dilakukan follow up selama 12 bulan untuk

melihat adanya diagnosis yang terlewatkan. Follow up tersebut mencakup kondisi

pasien, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Tidak ada pasien yang

mengalami eksklusi akibat terlewatnya follow up. Lama rawat inap, intervensi bedah

dan keadaan patologis yang ditemukan dicatat dalam rekam medis pasien. Pada tahap

akhir, diagnosis akhir oleh dokter yang bertanggung jawab akan dibandingkan dengan

temuan CT.
Analisis Statistik. Fisher Exact Test dilakukan untuk menguji variabel kategorik

sedangkan uji Mann-Whitney dilakukan untuk menguji variabel numerik khususnya

lama rawat inap. Nilai kemaknaan ditentukan sebesar p<0,05. Analisis statistik

dilakukan dengan software (R, versi 2.12.1, 2009; R Development Core Team, Vienna,

Austria).

HASIL
Appendisitis didiagnosis pada CT sebanyak 371 dari 1571 (23.6%) pasien,

sedangkan diagnosis alternatif yang dibuat pada CT dalam 496 dari 1571 (31.6%)

pasien. Pada 704 dari 1571 (44.8%) pasien, diagnosis spesifik tidak dibuat berdasarkan

CT scan (terlampir pada Gambar 1 dan Tabel 1).

Diantara pasien tersebut yang dimana mendapatkan diagnosis alternatif spesifik

dibuat pada CT, kategori terluas penyakit yang paling sering yang dideteksi dengan CT

diantaranya kondisi gastrointestinal non appendikal (228 dari 496, 46%), kondisi

ginekologis (107 dari 496, 21.6%), kondisi genitourinari (84 dari 496, 16.9) dan kondisi

hepatopankreatikobilier (38 dari 496, 7.7%). Diagnosis spesifik paling sering dari CT

termasuk massa adneksa jinak (95 dari 496, 19.2%; 30.3% dari wanita); infeksi atau

inflamasi gastroenteritis, kolitis, atau adenitis (86 dari 496, 17.3%); urolitiasis (61 dari

496, 12.3%); divertikulitis dari kolon (38 dari 496, 7.7%); konstipasi (32 dari 496,

6.5%); obstruksi usus halus (22 dari 496, 4.4%) dan kolesistitis (22 dari 496, 4.4%).

Diagnosis spesifik lain yang didaftar menurut jenis kelamin di Tabel 2 dan menurut usia

di Tabel 3 (terlampir). Contoh kasus tipikal diilustrasikan pada Gambar 2 (terlampir).

Diantara pasien yang menerima diagnosis alternatif spesifik pada CT, 406 dari

496 (81.9%) juga menerima diagnosis klinik spesifik; diagnosis klinis yang sesuai

dengan CT diagnosis pada 383 (94,3%) kasus (Gambar 1, terlampir). Diagnosis CT


untuk 23 kasus yang mana diagnosis klinis akhir justru berbeda ada pada Tabel 1

(terlampir). Diantara 90 pasien yang mana menerima diagnosis alternatif spesifik di CT

namun tidak menerima diagnosis klinis akhir, diagnosis CT paling sering diantaranya

massa adneksa jinak (n=32), gastroenteritis, kolitis atau adenitis (n=22); konstipasi

(n=16); penyakit radang usus besar (n=6); dan sindrom kongesti pelvis (n=3). Diantara

pasien yang menerima diagnosis CT spesifik non appendik, 204 dari 496 (41.1%)

dirawat inap rata-rata 5.7 hari ± 6.8, dan 109 dari 496 (22.0%) mendapat tindakan bedah

atau intervensi image-guide. Sebagai perbandingan, diantara pasien tersebut yang tidak

menerima diagnosis spesifik CT, 99 dari 704 (14.1%, p<0,0001) dirawat inap rata-rata

4.6 hari ± 4.4 (p=0.112) dan 31 dari 704 (4.4%, p<0,0001) mendapatkan tindakan bedah

atau intervensi image-guided.

Tingkat diagnosis alternatif antara laki-laki (182 dari 545, 33.4%) dan perempuan

(314 dari 1026, 30.6%) adalah serupa (p=0.279). Tidak termasuk wanita dengan

diagnosis ginekologi, satu-satunya diagnosis alternatif spesifik dengan perbedaan jenis

kelamin yang signifikan dalam tingkat diagnosis adalah pielonefritis (laki-laki, 0 dari

182; perempuan, 11 dari 207; p= 0.0011). Perbedaan antara jenis kelamin untuk dua

diagnosis alternatif spesifik lain yaitu konstipasi (laki-laki, 10 dari 182; perempuan, 22

dari 207; p=0.0948) dan pankreatitis (laki-laki, enam dari 182; perempuan, satu dari

207; p=0.0541) , tidak signifikan. Tidak ada perbedaan signifikan yang terjadi di tingkat

diagnosis antara kedua jenis kelamin untuk semua diagnosis alternatif spesifik lainnya

(p=0.1015 sampai dengan 0.99).

Di antara pasien yang menerima diagnosis pada CT, tingkat diagnosis untuk

apendisitis dan diagnosis alternatif bervariasi sesuai dengan usia dan jenis kelamin
(Gambar 3, terlampir). Pada pria, penyebab alternatif untuk gejala didiagnosis lebih

jarang dibandingkan appendisitis pada pasien berusia 18-44 tahun (39.4% [84 dari 213]

vs 60.6% [129 dari 213]), sebuah tren yang telah terbalik pada pasien berusia 45 tahun

dan lebih tua (72.1% [98 dari 136] vs 27.9% [38 dari 136], p<0,0001). Pada wanita,

angka diagnosis alternatif melebihi angka diagnosis apendisitis untuk semua kelompok

usia, menjadi lebih signifikan pada orang tua (58.0% [275 dari 474] vs 42.0% [199 dari

474] untuk mereka yang berusia 64 tahun dan lebih muda dan 88.6% [39 dari 44] vs

11.4% [lima dari 44] bagi mereka yang lebih tua dari usia 65 tahun, p<0,0001).

Di antara pasien dimana diagnosis spesifik tidak dibuat pada CT, tidak ada

diagnosis klinis untuk menjelaskan gejala dibuat pada 582 dari 704 pasien (82,7%).

Jumlah pasien kami yang tidak menerima diagnosis spesifik CT (704 dari 1571, 44.8%)

dan jumlah yang tidak menerima diagnosis klinis spesifik (672 dari 1571, 42.8%)

adalah serupa (p=0.2650). Pada pasien yang tidak menerima CT atau diagnosis klinis,

56 dari 582 (9.6%) dirawat di rumah sakit, dan 13 prosedur bedah dilakukan dalam

waktu 1 tahun (11 appendektomi negatif dilakukan segera dan dua prosedur bedah yang

tidak terkait di akhir tahun). Setelah hasil CT nonspesifik, ada 122 dari 704 (17.3%)

pasien yang diagnosis klinis tertentu dibuat (Tabel 4). Diagnosa klinis yang paling

umum di antara pasien ini termasuk infeksi atau inflamasi gastroenteritis, kolitis, atau

adneksitis (26 dari 122, 21.3%); konstipasi (15 dari 122, 12.3%); irritable bowel

syndrome (12 dari 122, 9.8%); infeksi saluran kemih (10 dari 122, 8.2%); penyakit

radang panggul (delapan dari 122, 6.6%); kolesistitis (enam dari 122, 4.9%);

pankreatitis (lima dari 122, 4.1%); dan nyeri muskuloskeletal (lima dari 122, 4.1%).
Dari 122 pasien, 43 (35.2%) dirawat di rumah sakit rata-rata 5.7 hari ± 8.5, dan 17

(13.9%) menjalani prosedur pembedahan atau prosedur intervensi image-guide.

Di antara 371 pasien dengan diagnosis apendisitis pada CT, 346 secara klinis

dikonfirmasi sebagai memiliki temuan positif-benar. Ada empat temuan negatif-palsu di

antara 1.200 pasien dengan apendisitis tidak didiagnosis pada CT. Sensitivitas,

spesifisitas, nilai prediksi negatif, dan nilai prediksi positif dari CT untuk appendiksitis

dalam penelitian ini masing-masing adalah 98.9% (346 dari 350) (95% interval

kepercayaan : 97.0%, 99.7%), 98,0% (1196 dari 1221) (95% interval kepercayaan :

97.0%, 98.6%), 99.7% (1196 dari 1200) (95% interval kepercayaan : 99.1%, 99.9%),

dan 93.3% (346 dari 371) (95% interval kepercayaan : 90,2%, 95,4%).

DISKUSI

Hasil penelitian kami mengkonfirmasi bahwa sekitar tiga dari empat pasien

dirujuk ke CT diagnostik dengan kecurigaan klinis apendisitis akut terbukti tidak

memiliki penyakit. CT cenderung pada diagnosis alternatif dengan berjumlah sekitar

satu dari tiga pasien, yang mana sebanding dengan tingkat 22% -66% yang dilaporkan

dalam literatur sebelumnya (16, 18, 20-25). Dari jumlah tersebut, hampir setengah

dirawat di rumah sakit, dan satu dari empat menjalani operasi atau intervensi invasif

lainnya. Dalam kasus di mana diagnosis spesifik dibuat pada CT, diagnosis

dikonfirmasi atau didukung oleh klinisi pada hampir 95% kasus.

Di antara semua pasien yang menerima diagnosis CT spesifik, apendisitis akut

adalah single entitas yang paling sering terdiagnosis. Namun, apendisitis akut hanya

menyumbang 43% dari semua diagnosis, sedangkan diagnosis alternatif terdiri lainnya

57%. Meskipun kasus umum, apendisitis akut dapat menjadi diagnosis yang sulit untuk
dibuat atas dasar klinis saja, karena sejumlah proses patologis abdomen umum lainnya

berbagi tanda klinis yang serupa. Sensitivitas atau spesifitas yang relatif rendah telah

dilaporkan untuk gejala dan tanda-tanda individu pada pasien secara klinis suspek

memiliki appendisitis, termasuk mual (sensitivitas 67.5%, spesifisitas 38.9%), anoreksia

(sensitivitas 61.0%, spesifisitas 59.3%), demam ( sensitivitas 17.9%, spesifisitas

72.2%), menggigil (sensitivitas 6.9%, spesifisitas 96.3%), nyeri kuadran kanan bawah

(sensitivitas 95.9%, spesifisitas 3.7%), nyeri lepas (sensitivitas 69.5%, spesifisitas

38.9%), dan guarding (sensitivitas 47.6%, spesifisitas 63.0%) (3). Untungnya, CT telah

terbukti efisien membantu mendiagnosis atau menyingkirkan apendisitis akut; sebuah

penelitian terbaru pada lebih dari 2800 pasien melaporkan rasio kemungkinan positif

dan negatif masing-masing 51.3 dan 0.015, menunjukkan kegunaan dari CT dalam

diagnosis apendisitis terlepas dari probabilitas pretest (Pickhardt, 2011).

Beberapa publikasi membahas kasus di mana apendisitis disingkirkan. Pencarian

berbahasa Inggris dari MEDLINE sampai dengan Bulan Oktober 2011 menghasilkan

sejumlah penelitian CT fokus appendisitis yang melaporkan tingkat diagnosis alternatif

keseluruhan atau menghitung diagnosis alternatif spesifik, namun data dalam studi ini

sebagian besar insidental. Di sini, kami melaporkan diagnosis spesifik CT, tentu saja

rumah sakit, dan diagnosis klinis akhir untuk semua pasien yang menerima diagnosis

alternatif, sambil memberikan populasi pasien secara substansial lebih besar untuk

menentukan prevalensi diagnosis spesifik.

Diagnosis alternatif untuk apendisitis terdeteksi pada CT dalam penelitian ini

mengidentifikasi beberapa puluh proses patologis yang berbeda yang mencakup

beberapa sistem organ. Hasil ini memberikan dukungan yang kuat untuk peran triase
dimana CT abdominopelvis nonfokus berperan mempersempit fokus dalam presentasi

penuh kegawatdaruratan dengan temuan klinis tidak sensitif dan tidak spesifik.

Selanjutnya, temuan pada CT dalam setting suspek apendisitis akut pada orang dewasa

tampak positif mempengaruhi manajemen dalam kasus-kasus di mana diagnosis

alternatif dibuat. Dalam penelitian kami, pasien yang menerima diagnosis alternatif

spesifik dirawat di rumah sakit hampir tiga kali dibandingkan pasien yang tidak dan

lima kali lebih mungkin untuk menjalani operasi atau intervensi image-guide. Hal Ini

berimplikasi bahwa dengan kurangnya diagnosis spesifik pada CT secara luas

mengeksklusi kondisi penting yang mungkin segera memerlukan terapi invasif.

Sebagai tambahan untuk membantu manajemen langsung ketika diagnosis

alternatif ditemukan, penggunaan CT dalam kasus ini memfasilitasi mencegah

terjadinya intervensi invasif ketika memang tidak diperlukan. Pada pasien yang tidak

menerima CT atau diagnosis klinis, kurang dari 10% dirawat di rumah sakit dan hanya

2% menjalani operasi selama tahun berikutnya. Mengingat interval tindak lanjut kami

1-tahun, adalah wajar untuk menunjukkan bahwa pasien ini mungkin memiliki sakit

perut sementara spesifik, memiliki resolusi gejala secara spontan atau dengan perawatan

suportif saja, dan menghindari intervensi medis yang tidak perlu. Data ini dapat

meyakinkan dokter bahwa penyebab pembedahan urgent atau muncul gejala dapat

dengan aman dikesampingkan ketika temuan pencitraan CT mendukung gambaran

klinis spesifik.

Atas dasar pengalaman kami, kami menggunakan dan menganjurkan protokol CT

nonfocused (seluruh abdominopelvis) ketika apendisitis akut secara klinis dicurigai.

Ada beberapa yang menganjurkan penggunaan protokol CT focused untuk memindai


apendisitis, umumnya mengutip kekhawatiran tentang dosis radiasi. Meskipun dosis

menjadi perhatian, kita berpikir bahwa beragam diagnosis alternatif terdeteksi selama

penelitian -sebagaimana konsekuensi akhir adalah diagnosa- menyediakan dukungan

untuk protokol nonfocused. Akan menarik untuk menyelidiki tingkat diagnosis alternatif

pada CT abdomen focused untuk tersangka appendisitis, karena banyak diagnosis

alternatif mungkin tidak dibuktikan dengan CT yang mencitrakan perut bagian bawah

saja. Selain itu, dengan panjang variabel dan orientasi apendiks maka scan terfokus

mungkin tidak selalu benar-benar menunjukkan appendiks, yang mengarah ke

kebutuhan untuk pengujian lebih lanjut.

Ultrasonografi (US) lebih jarang digunakan dalam praktik klinis untuk suspek

apendisitis pada orang dewasa; terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa US harus

menjadi tes pencitraan lini pertama untuk appendisitis akut pada populasi yang dipilih,

termasuk pasien anak dan orang dewasa yang kurus. Walaupun kami tidak menilai atau

membandingkan penggunaan US dalam penelitian ini, adalah hal yang menarik untuk

mempertimbangkan perbedaan potensial antara US dan CT dalam hal diagnosis

alternatif. Dinilai dari daftar diagnosis spesifik didapatkan dengan CT (Tabel 1,

terlampir), kemampuan US menunjukkan banyak dari kondisi ini adalah mungkin cukup

terbatas. Pengecualian akan mencakup evaluasi adneksa pada wanita dan kolesistitis

akut. Namun, dalam studi head-to-head terbaru membandingkan US dan CT dalam

setting sakit perut akut, CT menunjukkan kinerja yang lebih baik secara keseluruhan,

termasuk sensitivitas secara signifikan lebih tinggi untuk kondisi ginekologis akut dan

sensitivitas yang sama untuk kolesistitis (Van Randen, 2011).


Perbandingan prevalensi diagnosis alternatif spesifik antara pasien laki-laki dan

wanita mengungkapkan beberapa perbedaan. Faktanya, di luar kondisi ginekologi,

hanya pielonefritis berbeda secara signifikan antara jenis kelamin dalam hal prevalensi,

dengan 11 kasus yang dilaporkan pada wanita dan nol pada pasien laki-laki. Stratifikasi

lebih lanjut dari pasien menurut umur mengungkapkan bahwa diagnosis alternatif yang

paling umum berubah dengan usia. Kondisi inflamasi nonspesifik dan infeksi non

spesifik pada saluran pencernaan dan urolithiasis secara umum tetap menjadi kondisi

yang mirip dengan apendisitis akut pada kedua jenis kelamin sepanjang hidup. Pada

pasien laki-laki, divertikulitis menjadi diagnosis alternatif paling jelas yang dimulai

pada dekade 4 hidup dan tetap relevan sampai usia tua. Massa adneksa jinak secara

signifikan merupakan diagnosis alternatif yang paling umum pada wanita

premenopause. Penyakit radang panggul terlihat pada wanita yang lebih muda dari 30

tahun, tapi pada dasarnya menghilang setelahnya. Kolesistitis dan obstruksi usus kecil

menjadi pertimbangan utama dalam kedua jenis kelamin mulai di usia pertengahan.

Diagnosis klinis spesifik dibuat di 17,3% dari pasien yang tidak menerima

diagnosis spesifik di CT. Di antara pasien ini, entitas penyakit yang paling umum

termasuk kondisi yang umumnya kurang temuan spesifik pada CT (misalnya, kondisi

infeksi atau inflamasi nonspesifik gastrointestinal, konstipasi, irritable bowel syndrome,

infeksi saluran kemih tanpa komplikasi, dan penyakit radang panggul). Diagnosis

umumnya bergantung pada temuan klinis dan laboratorium, menggarisbawahi

pentingnya evaluasi klinis pada pasien ini. Ada beberapa kasus (n=23) dari kejanggalan

antara temuan CT dan diagnosis klinis akhir. Banyak dari kasus-kasus ini disajikan

dengan gambaran klinis yang rumit, dan diagnosis klinis akhir dibuat hanya setelah
penundaan yang substansial. Dalam beberapa kasus, diagnosis klinis akhir mewakili

proses yang CT diketahui dari hasil terbatas (misalnya, sembelit, gastroenteritis

nonspesifik atau kolitis, herpes zoster, infeksi saluran kemih, penyakit radang panggul,

reaksi obat). Selain itu, di antara pasien dimana disarankan CT mensugestikan diagnosis

tertentu tetapi yang tidak menerima diagnosis klinis akhir, sebagian besar entitas yang

disugestikan di CT adalah dari relatif jinak, sifat membatasi diri, dengan massa adneksa

jinak; gastroenteritis, radang usus, atau adenitis; dan konstupasi mencapai hampir 80%

(70 dari 90) dari kasus-kasus ini. Dengan demikian, temuan ini tidak mewakili hasil

positif palsu di CT; di sebagian besar kasus-kasus ini, CT diagnosis tidak secara khusus

ditangani oleh dokter mengobati dalam catatan medis, dan pasien dilepas untuk pulang

setelah resolusi yang memadai dari gejala.

Kami telah mengidentifikasi beberapa keterbatasan penelitian ini. Terdapat

perhatian adanya bias rujukan, karena pemilihan pasien kami dilakukan secara

retrospektif. Pasien yang dengan apendisitis akut tidak menjadi perhatian klinis primer

atau pasien yang tidak dirujuk ke CT untuk evaluasi mungkin tidak tersaring. Ada juga

beberapa perhatian mengenai generalisasi hasil, karena pengaturan studi pada pusat

medis akademis besar tunggal. Mengingat bahwa tujuan kami adalah untuk

menganalisis diagnosis alternatif secara klinis dicurigai apendisitis akut diidentifikasi

pada CT dalam praktek rutin, kita berpikir bahwa desain studi kohort kami, kriteria

inklusi yang luas, dan protokol CT yang relatif standar meminimalkan efek bias ini dan

bahwa hasil ini umumnya dapat diaplikasikan pada lingkungan baik praktik akademik

dan masyarakat. Penelitian ini termasuk bagian kecil dari pasien yang menjalani CT

unenhanced, yang berpotensi mengubah hasil karena beberapa diagnosis alternatif tidak
mudah diidentifikasi pada unenhanced CT, tetapi pada kasus ini diwakili kurang dari

8% dari total kami penelitian kami. Akhirnya, ada beberapa perhatian untuk masalah

yang berkaitan dengan beberapa pengujian dalam kelompok kami, tapi karena ini adalah

pekerjaan sebagian besar deskriptif, kami berpikir kami telah membuat perbandingan

yang tepat.

Kesimpulan penelitian ini adalah, CT sering mengidentifikasi sebuah kausa

alternatif untuk simptom pada orang dewasa yang secara klinis dicurigai memiliki

apendisitis akut. Kondisi tersebut terkadang membutuhkan rawat inap dan tindakan

invasif, dan CT diagnostik memiliki peranan penting didalam triase dan terapi dari

pasien tersebut. Minimnya diagnosis spesifik pada CT umumnya menandakan

perjalanan klinis jinak. Walaupun CT adalah alat yang ampuh dalam kasus suspek

apendisitis, alat tersebut juga memiliki keterbatasan diagnostik tertentu dan bukan

merupakan pengganti untuk evaluasi menyeluruh dokter ahli, yang mana harus

dilakukan sebelum setiap pemeriksaan CT untuk mengurangi jumlah pemeriksaan yang

tidak perlu.

Anda mungkin juga menyukai