Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 DESKRIPSI SAMPEL PENELITIAN

Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2014 sampai 2016. Alasan

pemilihan perusahaan sektor manufaktur karena perusahaan tersebut merupakan sektor

perusahaan dengan jumlah terbesar dari seluruh sektor-sektor industri yang listing di BEI,

serta perusahaan manufaktur memiliki kompleksitas transaksi yang tinggi, sehingga

manajemen akan memanfaatkan celah-celah dari kompleksitas transaksi tersebut untuk

melakukan manipulasi laporan keuangan. Di samping itu, kasus-kasus kecurangan laporan

keuangan yang dilakukan dengan earning management juga banyak terjadi pada perusahaan

manufaktur.

Sampel pada penelitian ini diperoleh dengan purposive sampling method dengan

kriteria sebagai berikut:

a. Perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2014-2016.

b. Perusahaan yang menerbitkan annual report secara lengkap pada tahun 2014 – 2016 dan

laporan keuangan audited yang dinyatakan dalam Rupiah (Rp) sesuai dengan data yang

diperlukan dalam variabel penelitian.

c. Perusahaan tidak de-listing pada tahun 2014-2016

4.2 ANALISIS DATA

Penelitian ini menggunakan software alat analisis SPSS 22 untuk menganalisis pengaruh

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Dalam analisis regresi

berganda, ada tiga bagian analisis data yang dilakukan, yaitu analisis statistik deskriptif,

pengujian asumsi klasik, dan uji hipotesis. Hubungan antara discretionary accruals dan

proksi dari fraud pentagon diuji menggunakan model sesuai dengan penelitian Skousen et al.

(2009). Selanjutnya pengujian asumsi klasik dan ketiga, uji hipotesis berdasarkan pengujian
yang digunakan secara parsial (uji t) dan pengujian secara simultan (uji F) serta penyajian

perhitungan koefisien determinan (R 2) yang bertujuan untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen discretionary accrual (DACC).

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif

Berikut ini merupakan tabel analisis statistik deskriptif yang memberikan gambaran suatu

data yang dilihat dari nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi dari nilai

variabel yang diuji.

Tabel 4.1
Statistik Deskriptif

Sumber: data sekunder yang diolah

Berdasarkan tabel diatas N yang tertulis adalah 99 data. Tabel diatas menggambarkan

deskripsi variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Minimum yaitu nilai terkecil

dari suatu rangkaian pengamatan, maksimum yaitu nilai terbesar dari suatu rangkaian

pengamatan, mean (rata-rata) yaitu hasil penjumlahan nilai seluruh data dibagi banyak

data, serta standar deviasi merupakan akar dari jumlah kuadrat dari selisih nilai data

dengan rata-rata dibagi banyaknya data. Adapun penjelasan dari tabel statistik deskriptif

diatas yaitu:

1. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu financial statement fraud yang dihitung

berdasarkan Modified Model Jones. Berdasarkan tabel diatas financial statement

fraud memiliki rata-rata sebesar 0,80290. Hal ini berarti bahwa rata-rata

perusahaan yang melakukan diskresioner akrual setiap tahunnya sebesar 0,80290


dari total akrual dalam laporan keuangan yang diterbitkan. Indeks perusahaan yang

melakukan diskresioner akrual terkecil yaitu PT Mustika Ratu Tbk (MRAT) sebesar

-1.431. Sedangkan indeks perusahaan yang melakukan diskresioner akrual terbesar

yaitu PT Berlina Tbk (BRNA) sebesar 50.435. Data ini menunjukkan bahwa rata-rata

diskresioner akrual dalam laporan keuangan perusahaan masih rendah. Standar

deviasi menunjukkan angka 8.01816, dimana angka ini lebih besar dari nilai rata-rata

yang berarti bahwa penyebaran data tidak secara merata.

2. Variabel Independen

a. Pressure

Variabel pressure diukur menggunakan ROA, dimana dari total 99 sampel

perusahaan manufaktur memilki ROA rata-rata sebesar 0.09572. Hal ini berarti

bahwa efektivitas perusahaan dalam menghasilkan laba bersih hingga 0.09572

dari total aset yang dimiliki perusahaan. Nilai ROA terkecil diperoleh sebesar -

0,039 yang dimiliki oleh PT Yana Prima Hasta Persada Tbk (YPHS). Hal ini

berarti bahwa PT Yana Prima Hasta Persada Tbk mengalami kerugian sebesar

-0,039 dari total aset yang dimiliki selama tahun 2016. Selanjutnya ROA

terbesar dimiliki oleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) sebesar 0,432.

Artinya, sebesar 66% dari total aset yang dimiliki PT Multi Bintang Indonesia

Tbk merupakan laba bersih yang telah diperoleh perusahaan. Standar deviasi

pressure menunjukkan angka 0,105116 yang menunjukkan angka tersebut lebih

besar dari angka rata-rata. Hal ini menggambarkan bahwa data tidak menyebar

secara merata karena ada beberapa data yang memiliki nilai terlalu tinggi dan

beberapa lainnya memiliki data yang terlalu rendah.

b. Opportunity

Ukuran Kantor Akuntan Publik atau size KAP dari jumlah data 99 perusahaan

memiliki rata-rata sebesar 1,4242. Hal ini menunjukkan bahwa dari total 99

perusahaan sampel memiliki frekuensi terjadi pergantian auditor eksternal dengan

standar deviasi memiliki nilai yang cukup besar yaitu sebesar 0,105116. Nilai
terendah yaitu 1 dan nilai tertinggi yaitu 2 dimana dalam pengukuran variabel ini

penulis menggunakan variabel dummy.

c. Rationalizations

Rationalization yang diukur dengan pergantian kantor akuntan publik atau

change in auditor dari sampel 99 perusahaan memiliki nilai terendah 1 dan nilai

tertinggi 2 (menggunakan variable dummy). Rata-rata pergantian kantor akuntan

public sebesar 1,0707 yang berarti bahwa turnover kantor akuntan public dari data

perusahaan yang terkumpul cukup tinggi dengan standar deviasi senilai 0,25764.

d. Competence

Variabel competence diproksikan dengan pergantian direksi (DCHANGE) dengan

jumlah data 99 memiliki nilai terendah 1 dan nilai tertinggi 2 (menggunakan

variabel dummy). Rata-rata pergantian direksi menunjukkan nilai sebesar 1,1414

yang berarti bahwa turnover direksi dari data perusahaan yang terkumpul cukup

tinggi dengan standar deviasi yang cukup besar senilai 0,35022

e. Arrogance

Variabel arrogance yang diproksikan dengan jumlah foto CEO yang terpajang

(CEOPIC) memiliki rata-rata sebesar 1,6667 Hal ini menunjukkan bahwa

jumlah foto CEO yag terpajang dalam laporan tahunan perusahaan cukup

banyak. Variabel CEOPIC ini dihitung manual berdasarkan jumlah foto CEO

yang terpampang pada laporan tahunan perusahaan. Jumlah foto CEO terbanyak

diperoleh dari PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Sedangkan untuk jumlah foto

CEO terbanyak urutan kedua diperoleh dari PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk,

(AISA), PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI), PT Berlina Tbk (BRNA), dan

PT Mandom Indoensia Tbk (TCID). Untuk jumlah foto yang tidak muncul dalam

laporan tahunan berasal dari PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT Ultrajaya Milk

Industry and Trading Company (ULTJ), PT Argha Karya Prima Industry Tbk

(AKPI), PT Taisho Pharmaceutical Indoensia Tbk (SQBB), PT Tempo Scan

Pasific (TSPC), PT Akasha Wira International Tbk (ADES), dan PT Siantar Top
(STTP). Standar deviasi menunjukkan angka 1,15175 yaitu nilai tersebut lebih

kecil dari rata-rata.

4.2.2 Hasil Pengujian Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji

multikolonieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.

4.2.2.1 Uji Normalitas


Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen

dan variabel idnependen memiliki distribusi data yang normal atau tidak (Ghozali, 2013).

Dalam penelitian ini uji normalitas menggunakan analisis statistik non parametrik One-

Sample Kolmogorov-Smirnov, yaitu dapat dilihat jika tingkat signifikansi > 0,05 maka data

terdistribusi normal, dan sebaliknya jika tingkat signifikansi ≤ 0,05, maka data tidak

terdistribusi secara normal. Berikut hasil uji normalitas menggunakan One-Sampel

Kolmogrov-Smirnov Test:

Tabel 4.3
Hasil Uji One-Sampel Kolmogorov-Smirnov Test

Sumber : Pengolahan data SPSS 21

Dari tabel diatas, dapat dilihat nilai signifikasinya atau Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,000

yang menunjukkan bahwa nilai signifikan < 0,05. Dengan demikian nilai residualnya

terdistribusi secara tidak normal, sehingga menunjukkan bahwa penelitian ini dinyatakan

tidak memenuhi kriteria uji normalitas.


4.2.2.2 Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya

korelasi antar variabel bebas (indpenden). Model regresi yang baik seharusnya tidak tidak

terjadi korelasi di antara variabel independen (Ghozali, 2013). Salah satu cara untuk

mengetahui ada/tidaknya multikolonieritas ini adalah dengan menggunakan Variance

Inflation Factor (VIF) dan Tolerance. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel

independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Model

dinyatakan bebas dari gangguan multikolonieritas jika mempunyai nilai VIF ≤10 atau

tolerance ≥ 0,1. Berikut adalah hasil uji multikolonieritas dalam penelitian ini:

Tabel 4.4
Hasil Uji Multikolonieritas

Sumber : Pengolahan data SPSS 22

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa hasil uji multikolonieritas

menunjukkan nilai tolerance di atas 0,1 dan nilai variance inflation factor (VIF) di bawah

10 untuk setiap variabel. Nilai VIF yang dihasilkan untuk pressure (ROA), opportunity

(SIZEKAP), rationalization (ACHANGE), Competence (DCHANGE), dan arrogance

(CEOPIC) berada pada rentang 1,0-1,2. Dan nilai tolerance untuk kesembilan variabel

independen tersebut diatas berada pada rentang 0,7-0,9. Berdasarkan hasil uji

multikolonieritas, dapat disimpulkan bahwa semua variabel independen dalam model regresi

tidak terdapat korelasi antara variabel yang satu dengan lainnya, sehingga variabel

independen tersebut layak digunakan dalam penelitian ini.


4.2.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan varian residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji

heteroskedastisitas dilakukan dengan memplotkan grafik antara SRESID dengan ZPRED

dimana gangguan heteroskedastisitas akan tampak dengan adanya pola tertentu pada

grafik. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola yang teratur, maka

mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Namun, jika tidak ada pola yang jelas,

serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi

heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Berikut

hasil uji heteroskedastisitas dari penelitian ini:

Gambar 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas


Sumber: Pengolahan data SPSS 22

Berdasarkan grafik scatterplot diatas terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak

serta tersebar baik di atas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan

bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga layak dipakai untuk

memprediksi DACC berdasarkan masukan variabel independen pressure, opportunity,

rationalization, competence dan arrogance.


4.2.2.4 Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara

kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1

(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi

muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.

Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi

ke observasi lainnya (Ghozali, 2013).

Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk
mendeteksi masalah autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson.
Secara umum panduan mengenai angka Durbin-Watson dapat diambil patokan sebagai
berikut:
1. Angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif
2. Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi
3. Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif

Tabel 4.5

Hasil Uji Autokorelasi

Hasil output SPSS berdasarkan tabel diatas menunjukkan nilai Durbin-Watson

adalah 2,187. Nilai tersebut berada diatas +2. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

residual terdapat autokolerasi negative.

4.2.3 Analisis Regresi Berganda

Analisis linear berganda digunakan untuk manguji pengaruh dua atau lebih variabel

independen terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil uji linearitas (Lampiran 3)

memberikan hasil bahwa variabel independen yang memiliki hubungan linear terhadap

variabel dependen financial fraud statement. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikan

linearity untuk ACHANGE (proksi variabel financial stability) menunjukkan angka 0,006.
Sedangkan variabel lainnya tidak memiliki hubungan linear.

4.2.4 Hasil Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model

dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai koefisien determinasi antara nol

dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam

menjelaskan variabel dependen terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel

independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi

variabel dependen. Nilai koefisien determinasi ditunjukkan dengan nilai adjusted R

Square, bukan R Square dari model regresi, karena R Square bias terhadap jumlah variabel

independen yang dimasukkan dalam model. Sedangkan Adjusted R Square dapat naik turun

jika variabel independen ditambahkan dalam model (Ghozali, 2013). Berikut hasil uji

koefisien determinasi dalam penelitian ini:

Tabel 4.6
Koefisien Determinasi

Sumber: Pengolahan SPSS 22

Hasil output SPSS pada tabel 4.6 diatas menunjukkan besarnya adjusted R Square

adalah 0,106. Hal ini berati bahwa 10,6% variasi financial fraud statement dapat dijelaskan

oleh variasi kelima variabel independen pressure, opportunity, razionalization, competence,

dan arrogance. Sedangkan sisanya 89,4% (100%-10,6%) dijelaskan oleh faktor-faktor

lainnya yang tidak dijelaskan dalam model penelitian.


4.2.5 Hasil Uji T (Uji Parsial)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel

independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen yang diuji

pada tingkat signifikan 0,05. Jika nilai probabilitas t lebih kecil dari 0,05, maka H1 diterima

dan H0 ditolak, sedangkan jika nilai probabilitas t lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima

dan H1 ditolak. Berikut hasil perhitungan uji t:

Tabel 4.7
Hasil Uji t (Uji Parsial)

Sumber: Pengolahan data SPSS 22

a. Hasil Uji Hipotesis 1


Hipotesis pertama dalam penelitian ini yaitu pressure pada Return on Asset
berpengaruh positif terhadap Financial Statement Fraud (kecurangan laporan
keuangan yang diproksikan dengan DACC). Tabel 4.7 menunjukkan bahwa
variabel pressure memiliki hasil uji dengan nilai t sebesar -1,076 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,285. Tingkat signifikansi tersebut lebih besar dari α=0,05 yang
berarti H1 ditolak. Sehingga dapat dikatakan secara parsial variabel pressure
tidak berpengaruh positif terhadap financial statement fraud.

b. Hasil Uji Hipotesis 2


Hipotesis kedua dalam penelitian ini yaitu opportunity pada Quality of External Audit
berpengaruh positif terhadap financial statement fraud. Berdasarkan tabel 4.7
financial stability yang diproksikan dengan perubahan total aset (ACHANGE)
memiliki hasil uji t yang menunjukkan nilai t sebesar -1,483 dengan tingkat
signifikansi 0,142. Tingkat signifikansi tersebut lebih kecil dari α=0,05 yang berarti
H2 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara parsial quality of
external audit tidak berpengaruh positif terhadap financial statement fraud.

c. Hasil Uji Hipotesis 3


Adapun hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah rationalization yang diproksikan
dengan perubahan auditor berpengaruh positif terhadap financial statement fraud..
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa variabel rationalization memiliki hasil uji t dengan
nilai 1,110 dengan signifikansi 0,270. Tingkat signifikansi tersebut lebih besar
dari α=0,05 yang berarti H3 diterima, sehingga dapat dikatakan secara parsial
rationalization tidak berpengaruh positif terhadap financial statement fraud.

d. Hasil Uji Hipotesis 4


Hipotesis keempat dalam penelitian ini yaitu competence pada perubahan direksi
berpangaruh positif terhadap financial statement fraud. Tabel 4.7 menunjukkan bahwa
competence memiliki hasil uji t dengan nilai 1,679 dengan signifikansi 0,097. Tingkat
signifikansi tersebut lebih besar dari α=0,05 yang berarti H4 ditolak, sehingga dapat
dikatakan bahwa secara parsial ineffective monitoring tidak berpengaruh positif
terhadap financial statement fraud.

e. Hasil Uji Hipotasis 5


Hipotesis kelima dalam penelitian ini adalah arrogance pada frequency of CEO’s
Picture berpengaruh positif terhadap Financial Statement Fraud. Tabel 4.7
menggambarkan bahwa nilai uji t untuk variabel nature of industry 2,483 dengan
signifikansi 0,015. Tingkat signifikansi tersebut lebih kecil dari α=0,05 yang
berarti bahwa H5 ditolak, sehingga dapat dikatakan bahwa secara parsial variabel
arrogance berpengaruh positif terhadap financial statement fraud.

Berdasarkan tabel 4.7 diatas menghasilkan model regresi sebagai berikut:

DACC = -5,428 – 12,105X1 – 2,259X2 + 3,358X3 + 3,679X4 + 1,687X5 + ε

Keterangan:
X1 = Pressure / Return on Asst
X2 = Opportunity / Quailty of
External Auditor
X3 = Rationalization / Change in
Auditor
X4 = Competence / Change in Director
X5 = Arrogance / Frequency of CEO’s Profile Picture
Dari persamaan regresi diatas dapat diinterpretasikan bahwa dengan konstanta

sebesar -5,428 menyatakan jika ada pressure, opportunity, rationalization, competence dan

arrogance maka deteksi kecurangan laporan keuangan mengalami penurunan sebesar

5,428. Koefisien regresi pada variabel pressure pada return on asset bernilai -12,105.

Tanda negatif pada koefisien regresi menunjukkan hubungan berlawanan arah antara

variabel independen dengan variabel dependennya. Hal ini berarti kenaikan pressure

sebesar 0,01 akan menurunkan deteksi kecurangan laporan keuangan sebesar -12,105.

Koefisien regresi pada variabel opportunity pada kualitas eksternal auditor bernilai -

2,259. Tanda negatif pada koefisien regresi menunjukkan hubungan searah antara variabel

independen dengan variabel dependennya. Hal ini berarti untuk kenaikan opportunity

sebesar 0,01 akan menurunkan deteksi kecurangan laporan keuangan sebesar 2,259.

Koefisien regresi pada variabel rationalization pada perubahan auditor bernilai 3,358.

Tanda negatif pada koefisien regresi menunjukkan hubungan yang searah antara variabel

independen dengan variabel dependennya. Hal ini berarti kenaikan rationalization sebesar

0,01 akan menaikkan deteksi kecurangan laporan keuangan sebesar 3,358.

Koefisien regresi pada variabel competence pada perubahan direksi bernilai 3,679.

Tanda positif pada koefisien regresi menunjukkan hubungan searah antara variabel

independen dengan variabel dependennya. Hal ini berarti untuk kenaikan competence sebesar

0,01 akan menaikkan deteksi kecurangan laporan keuangan sebesar 3,679.

Koefisien regresi pada variabel arrogance pada frekuensi foto direksi bernilai 1,678.

Tanda positif pada koefisien regresi menunjukkan hubungan yang searah antara variabel

independen dengan variabel dependennya. Hal ini berarti kenaikan arrogance sebesar 0,01

akan menaikkan deteksi kecurangan laporan keuangan sebesar 1,678.


4.2.6 Hasil Uji F (Uji Simultan)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan pengaruh apakah variabel independen atau

bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap

variabel dependen/terikat (Ghozali, 2013:98). Dalam pengujian hipotesis ini digunakan

kriteria pengambilan keputusan yaitu jika nilai f menunjukkan signifikansi lebih kecil dari

0,05 maka H0 ditolak, artinya semua variabel independen secara bersama mempengaruhi

variabel dependen. Berikut hasil uji F dalam penelitian ini:

Tabel 4.8
Hasil Uji F (Uji Simultan)

Sumber: Pengolahan data SPSS 22

Berdasarkan tabel 4.8 hasil uji F atau anova didapat nilai F hitung sebesar 3,323
dengan probabilitas (signifikan) 0,008. Karena signifikan jauh lebih kecil dari 0,05, maka
menunjukkan bahwa secara bersama-sama atau simultan variabel independen pressure,
opportunity, rationalization, competence dan arrogance berpengaruh dalam mendeteksi
kecurangan laporan keuangan.

4.3 ANALISIS HASIL PENGUJIAN

Berdasarkan teori agency manajemen sebagai agen bertanggung jawab untuk memberikan
informasi dengan menyajikan laporan keuangan terhadap stakeholder sebagai prinsipal.
Namun, pada praktiknya manajemen tidak memberikan informasi yang sebenarnya demi
memperlihatkan kinerja dan posisi keuangan yang baik di mata stakeholder. Sehingga, untuk
menunjukkan hal tersebut, manajemen akan melakukan manipulasi laporan keuangan (fraud).
Penelitian ini menguji elemen-elemen fraud pentagon berpengaruh dalam
mendeteksi kecurangan laporan keuangan (fraudulent financial statement). Kelima elemen
fraud pentagon yaitu; (1) tekanan (pressure) yang diproksikan dengan financial target salah
satunya dengan Return on Asset, (2) opportunity yang diproksikan dengan kualitas eksternal
auditor, (3) rationalization yang diproksikan dengan changes in auditor, dan
rationalization, (4) competence yang diproksikan dengan pergantian direksi; dan (5)
arrogance diproksikan dengan frequency of CEO’s profile picture.
Hipotesis pertama dalam penelitian ini yaitu pressure berpengaruh positif dalam
mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Financial target diukur menggunakan rasio
ROA, dimana rasio ROA merupakan rasio yang menunjukkan seberapa besar return yang
dihasilkan atas penggunaan aset perusahaan. Hasil penelitian pada tabel 4.7 menunjukkan nilai
t sebesar -1,483 dengan tingkat signifikan sebesar 0,142 yang berada lebih besar dari 0,05 dan
nilai koefisien regresi (β) negatif sebesar -12,105. Nilai negatif pada koefisien regresi
menunjukkan hubungan berlawanan arah antara variabel independen dengan variabel
dependennya. Hal ini berarti bahwa untuk setiap kenaikan ROA sebesar 0,01 akan
menurunkan deteksi kecurangan laporan keuangan sebesar -12,105. Tingkat signifikan yang
lebih besar dari 0,05 menunjukkan bahwa H1 ditolak sehingga dapat dikatakan bahwa
pressure tidak berpengaruh dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. ROA
(profitabilitas) perusahaan yang tinggi belum tentu ada indikasi kecurangan laporan keuangan
di dalamnya. Kenaikan ROA bisa saja disebabkan oleh peningkatan mutu operasional dan
kinerja perusahaan seperti modernisasi sistem informasi. Hasil penelitian ini mendukung hasil
penelitian dari Sihombing dan Rahardjo (2014), Tessa dan Harto (2016), dan juga penelitian
Skousen et. al (2009) yang menyatakan bahwa financial target yang diukur dengan ROA
tidak berpengaruh terhadap financial fraud statement.
Hipotesis kedua yaitu opportunity pada Quality of External Auditor berpengaruh
positif dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Quality of External Auditor diukur
menggunakan penggunaan kantor akuntan public kategori big 4 dan non big 4. Pengujian
hipotesis kedua ini berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan nilai t sebesar -1,290 dengan
signifikansi 0,200 dan nilai koefisien regresi (β) sebesar -2,259. Nilai negatif pada koefisien
regresi menunjukkan hubungan yang berlawanan arah antara variabel opportunity dengan
kecurangan laporan keuangan. Tingkat signifikansi 0,200 yang berada lebih besar dari 0,05
mengartikan bahwa H2 ditolak, sehingga dapat dikatakan bahwa quality of external auditor
tidak berpengaruh positif dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Hasil penelitian
ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Siddiq, Achyani dan Zulfikar (2016),
yang menyatakan bahwa quality of external audit tidak berpengaruh dalam fraudulent
financial statement.

Hipotesis ketiga dalam penelitian ini yaitu rationalization pada Changes in Auditor

berpengaruh positif dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Perubahan auditor ini

diukur dengan adanya pergantian kantor akuntan public dalam kurun waktu tiga tahun.
Pergantian auditor eksternal mengindikasikan bahwa manajemen telah melakukan

manipulasi terhadap laporan keuangan. Untuk menutupi kesalahan manajemen, maka

perusahaan berupaya untuk mengganti auditor eksternalnya dengan tujuan agar

tindakan manajemen tidak diketahui oleh para stakeholdernya. Berdasarkan tabel 4.7

hasil pengujian nilai t untuk rationalization sebesar 1,110 dengan signifikansi 0,270 dan nilai

koefisien regresi (β) 3,358. Tanda posistif pada koefisien regresi menunjukkan hubungan

yang searah antara variabel independen rationalization dengan deteksi kecurangan laporan

keuangan. Berdasarkan tingkat signifikansi 0,276 lebih besar dari 0,05 membuktikan bahwa

H3 ditolak, sehingga dapat dikatakan bahwa rationalization tidak berpengaruh dalam

mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian

Sihombing dan Rahardjo (2014) dan Tessa dan Harto (2016) yang menyatakan bahwa change

in auditor tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial statement.

Hipotesis keempat yaitu competence pada pergantian direksi berpengaruh positif

dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Pergantian direksi dapat menjadi suatu

upaya perusahaan untuk melakukan perubahan terhadap kinerja direksi sebelumnya. Hasil

pengujian berdasarkan tabel 4.7 menggambarkan nilai t sebesar 1,679 dengan signifikansi

0,097 dan nilai koefisien regresi (β) senilai 3,679. Tanda positif pada koefisien regresi

menunjukkan hubungan yang searah antara variabel independen pergantian direksi dengan

deteksi kecurangan laporan keuangan. Namun, tingkat signifikansi yang berada lebih besar

dari 0,05 menunjukkan hasil bahwa H4 ditolak, sehingga dapat dikatakan bahwa secara

parsial, pergantian direksi tidak berpengaruh positif dalam mendeteksi kecurangan laporan

keuangan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Sihombing dan

Rahardjo (2014) dan Tessa dan Harto (2016) yang menunjukkan hasil bahwa pergantian

direksi tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial statement.

Hipotesis kelima yaitu arrogance pada frequent number frequency of CEO’s picture

berpengaruh positif terhadap financial statement fraud Jumlah foto CEO yang terpajang

dalam laporan tahunan menggambarkan tingkat arogansi dan percaya diri dari CEO. Dengan

tingkat arogansi dan percaya diri yang tinggi dapat mengindikasikan CEO untuk melakukan
manipulasi laporan keuangan, karena sistem pengendalian internal bagaimanapun tidak akan

berlaku bagi dirinya. Hasil pengujian berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan nilai t sebesar

2,483 dengan signifikansi 0,015 dan nilai koefisien regresi 0,1687. Tanda positif pada

koefisien regresi menunjukkan hubungan searah antara variabel independent frequent number

frequency of CEO’s picture dengan variabel dependen. Namun, tingkat signifikansi yang

berada lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa H5 diterima, sehingga dapat dikatakan

bahwa secara parsial variabel number of CEO’s picture berpengaruh positif terhadap

financial statement fraud. Jumlah foto yang terpasang dalam laporan tahunan dapat dijadikan

indikasi bahwa secara psikologis ada keinginan direksi ingin dikenal oleh masyarakat.

Tingkat arogansi direksi tersebut dapat memicu kecurangan dalam laporan keuangan

perusahaan agar posisi direksi tersebut dipertahankan dalam kurun waktu yang diinginkan.

Hasil Penelitian ini mendukung penelitian Tessa dan Harto (2016) yang menyatakan bahwa

number of CEO’s picture berpengaruh terhadap financial statement fraud.

Dari hasil analisis pengujian yang dilakukan maka diperoleh ringkasan sebagai berikut:

Tabel 4.9
Ringkasan Hasil Pengujian

Variabel Dependen
No. Variabel Independen
Kecurangan Laporan Keuangan
1 Pressure X
2 Opportunity X
3 Rationalization X
4 Competence X
5 Arrogance √

Keterangan:
√ = variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen atau
hipotesis diterima
X = variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen atau
hipotesis ditolak.
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis teori fraud pentagon dalam mendeteksi

kecurangan laporan keuangan (fraudulent financial statement). Elemen-elemen teori fraud

pentagon yaitu, tekanan (pressure) yang diproksikan dengan financial target yaitu return on

asset, peluang (opportunity) yang diproksikan dengan quality of external auditor,

rasionalisasi (rationalization) yang diproksikan dengan change in auditor, kompetensi

(competence) yang diproksikan dengan pergantian direksi, dan arogansi (arrogance yang

diproksikan dengan frequency number of CEO’s profile picture. Perusahaan yang menjadi

sampel adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode 2014-2016,

khususnya perusahaan makanan dan minuman, perusahaan plastic dan kemasan, perusahaan

farmasi dan perusahaan kosmetik dengan jumlah 33 perusahaan. Sehingga diperoleh total

sampel penelitian ini sebanyak 99 sampel.

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian, dan pembahasan, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Financial target merupakan variabel proksi pertama dari variabel pressure yang

dihitung menggunakan rasio ROA, dimana memberikan hasil bahwa financial target

tidak berpengaruh dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan (fraudulent

financial statement). Hasil penelitian ini menolak hipotesis 1. Hal ini menunjukkan

bahwa setiap kenaikan pada rasio ROA tidak menjadi tekanan bagi pihak manajemen

perusahaan, dikarenakan kenaikan tersebut diiringi dengan peningkatan mutu

operasional, sehingga tidak menjadi tekanan bagi pihak manajemen untuk

meningkatkan profitabilitas perusahaan.

2. Quailty of External Auditor merupakan variabel proksi kedua dari variabel

opportunity yang diukur dengan variable dummy atas penggunaan jasa kantor

akuntan public dari ukuran big 4 maupun non big 4. Hasil penelitian ini menolak
hipotesis kedua. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan jasa kantor akuntan public

tidak berpengaruh bagi manajemen perusahaan untuk melakukan kecurangan.

3. Change in auditor merupakan variabel rationalization, berpengaruh dalam

mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Hasil penelitian ini menolak hipotesis

ketiga. Adanya pergantian auditor dalam suatu perusahaan tidak mencerminkan

kecurangan dalam laporan keuangan, dikarenakan adanya peraturan yang

mengharuskan adanya pergantian auditor dalam kurun waktu tiga tahun.

4. Pergantian direksi merupakan variabel competence, berpengaruh dalam mendeteksi

kecurangan laporan keuangan. Hasil penelitian ini menolak hipotesis keempat. Hal

ini disebabkan karena perusahaan melakukan pergantian direksi berdasarkan factor

lainnya diluar daripada kaitannya dengan laporan keuangan.

5. Number of CEO’s picture merupakan variabel proksi dari variabel arrogance,

berpengaruh dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Hasil penelitian ini

menerima hipotesis kelima. Hal ini disebabkan dari factor arogansi direksi

perusahaan dapat memicu adanya kecurangan dalam laporan keuangan untuk

mempertahankan posisinya di mata masyarakat.

5.2 KETERBATASAN PENELITIAN


Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu:
1. Penelitian ini hanya menggunakan beberapa sub kategori perusahaan manufaktur
sebagai sampel, sehingga tidak ada keberagaman data keuangan dari perusahaan
manufaktur.
2. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dalam pengukuran dan analisis
variabel-variabelnya.
3. Dalam penelitian hanya menggunakan discretionary accrual dari earning
management sebagai alat ukur fraudulent financial statement.
4. Berdasarkan adjusted R Square sebesar 0,077, berarti bahwa variabel
independen dalam penelitian ini hanya bisa menjelaskan variabel dependen sebesar
10,6%, sedangkan sisanya 89,4% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak
digunakan dalam penelitian ini.
5.3 SARAN
Berdasarkan beberapa keterbatasan penelitian yang telah dijelaskan, maka penulis

memberikan saran untuk penelitian selanjutnya:

1. Penelitian selanjutnya dapat memilih sampel penelitian dengan sektor industri yang

beragam. Khususnya perusahaan dengan kondisi keuangan yang buruk dengan

indicator net income negative.

2. Penelitian selanjutnya, dapat menggunakan metode kualitatif atau kombinasi antara

metode kuantitatif dengan kualitatif. Karena, beberapa dari variabel yang terdapat

dalam fraud risk factor tidak dapat dijelaskan secara spesifik oleh alat analisis

metode kuantitatif.

3. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan pengukuran lain disamping discretionary

accrual sebagai alat ukur fraudulent financial statement, salah satunya dengan

menggunakan formula Beneish M-Score yang diukur dengan menggunakan

delapan rasio keuangan. Dari hasil pengukuran model tersebut jika diperoleh hasil

lebih besar dari -2,22 maka dikategorikan sebagai perusahaan yang melakukan

fraud. Begitupula sebaliknya, jika hasil lebih kecil dari -2,22 maka dikategorikan

perusahaan tidak melakukan fraud. Indikator ini dapat digunakan peneliti

selanjutnya untuk lebih meyakinkan apakah terdapat fraud dalam perusahaan yang

akan diteliti.

4. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan variabel-variabel proksi lainnya untuk

fraud risk factor yang lebih dapat menjelaskan variabel dependennya, misalnya

dengan menggunakan factor politisi pada latar belakang direksi suatu perusahaan,

sehingga dapat dicurigai apakah direksi tersebut memiliki kepentingan sehingga

memanipulasi laporan keuangan.

Anda mungkin juga menyukai