Anda di halaman 1dari 21

1

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. F. M.
Usia : 21 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Banjarsari
Pekerjaan : Swasta
Tanggal Masuk : 09 Juli 2017
II. ANAMNESA
 Keluhan Utama :
Nyeri pada jari kaki kanan ½ jam SMRS.
 Keluhan Tambahan :
Jari kaki kanan terutama kelingking tidak bisa digerakkan dan
baal.
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki usia 21 tahun datang dengan keluhan nyeri
pada jari kaki kanan sejak ½ jam SMRS. Sebelumnya os
mengalami kll. Saat dilampu lalulintas, os berhenti mendadak
karena kendaraan depan tiba-tiba melintas. Jari kaki kanan os
tersangkut step motor. Terdapat luka robek dan memar disekitar
luka. Perdarahan (+), mual (-), muntah (-).
 Riwayat Penyakit Dahulu :
DM (-), Asma (-), Hipertensi (-), penyakit jantung (-), alergi (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK


 Keadaan umum : tampak sakit sedang
 Kesadaran : compos mentis, GCS 15

Primary Survey

A : clear

B : Frekuensi nafas : 20x/menit, spontan


2

C : Tekanan darah : 130/70 mmHg, Nadi : 72x/menit, Perdarahan


aktif (+)

D : GCS : 15

Secondary Survey

Status Generalis

 Kepala : deformitas (-)


 Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
 THT : tidak ada kelainan
 Leher :tidak ada kelainan
 KGB :tidak ada pembesaran
 Dada : gerak nafas simetris
 Paru :
I : simetris, ekspansi baik
P : fremitus kanan=kiri
P :sonor kanan dan kiri
A : versikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
 Jantung :
I : iktus kordis tak tampak
P : iktus kordis tidak kuat angkat
P : batas jantung normal
A : BJ I & II regular, gallop (-), murmur (-)
 Abdomen : datar, lemas, BU (+) N, NT (-), defans
muscular (-)
 Ekstremitas : akral hangat, sensorik (+)
Status Lokalis Pedis Dextra :
Look : deformitas (+) , perdarahan pada pedis dextra, terdapat ruptur
tendon (+), bone expose (-)
Feel : nyeri tekan (+), cappilary reffil (+), a. dorsalis pedis ++, kebas
(+)
Move : ROM terbatas karena nyeri, nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak
pasif (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


3

Foto Rontgen Pedis Dextra (09 Juli 2017)


V. DIAGNOSA KERJA
Open fracture at regio pedis dextra metatarsal V comminuted + rupture
tendon

VI. SIKAP
Debridement luka dengan Nacl 0.9%
Hecting situasi
RL 20 tpm
Ketorolac 2x1 amp
Ceftiaxone 2x1 amp
4

TINJAUAN PUSTAKA

Fraktur

Batasan fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang artinya


terjadi pemutusan tulang maupun jarigan kartilago. Kejadian ini dapat inkomplit
atau komplit sebagai akibat trauma. Energi yang sampai ke tulang melebihi dari
batas kekuatan tulang sehingga terjadi fraktur. Energi yang sampai ke tulang
tergantung dari jenis (ringan, berat, dsb), arah dan kecepatan trauma tersebut.

Trauma dapat langsung (direct), seperti terkena pukulan dari benda yang bergerak
atau kejatuhan maupun dipukul, atau tidak langsung (indirect), seperti gaya
memutar atau gaya membengkok pada tulang. Gaya ini juga sering
mengakibatkan terjadinya dislokasi. Apabila kondisi tulang tempat terjadi fraktur
tersebut terdapat kelainan patologis seperti tumor atau osteoporosis / osteomalacia
maka disebut fraktur patologis. Trauma lain yang menyebabkan fraktur adalah
5

gaya penekanan yang terus - menerus (chronic stress / overuse) yang disebut
fatique fracture.

Pola Garis Fraktur

Setiap fraktur perlu diperhatikan garis fraktur. Pada fraktur hairline yang sukar
dilihat pada radiograph dan biasanya akibat trauma ringan sehingga tidak terjadi
pergeseran pada ujung-ujung fragmen. Pada keadaan ini memerlukanpemotretan
tambahan dengan proyeksi oblik atau pemotretan diulangi setelahhari ke 7 - 10.
Garis fraktur akan terlihat setelah terjadi dekalsifikasi pada fraktur tersebut. Garis
fraktur greenstick sering terjadi pada anak-anak walaupun tidak semua anak.

Perlu diketahui bahwa elastisitas periosteum menimbulkan pengulangan angulasi


(recurrence of angulation) sehingga memerlukan perhatian khusus pada
penggipan (plaster cast) dan waktu follow - up. Tetapi penyambungan fraktur
lebih cepat.

Fraktur simpel (simple fracture) adalah fraktur dengan garis fraktur transversal,
oblik atau spiral. Garis fraktur transversal bila sudut garis fraktur terhadap aksis
panjang tulang tersebut kurang dari 30°, bila sudut tersebut 30° atau lebih disebut
garis fraktur oblik. Pada garis fraktur oblik akan mengakibatkan fraktur tresebut
tidak stabil dan menghasilkan pemendekan (shortening) dan pergeseran ujung-
ujung fragmen bahkan kontak ujung –ujung tersebut tidak terjadi bila dilakukan
tindakan konservatif.
6

Kata simpel yang dimaksud adalah garis patah yang sirkumferensial sehingga
tulang tersebut menjadi dua fragmen. Adapun fraktur spiral adalah garis fraktur
yang melingkar pada tulang tersebut sebagai akibat gaya memutar.

Pada klasrfikasi AO fraktur simpel dimasukkan tipe A dengan grup A1, A2, dan
A3.

Fraktur kominutif (comminuted multifragmented) adalah fraktur dengan


jumlah fragmen lebih dari dua. Fraktur kominutif dapat berupa spiral wedge
fracture akibat gaya memutar atau akibat trauma langsung maupun tidak
langsung. Berdasarkan bentuk disebut butterfly fragment dan bila fragmen
tersebut terjadi fraktur maka disebut fragmented (comminuted) wedge fracture.
Pada klasrfikasi AO fraktur kominutif dimasukkan tipe B dengan grup B1, B2,
dan B3.

Pada multifragmentary complex fracture tidak terdapat kontak antara fragmen


proksimal dan distal setelah dilakukan reposisi. Complex spiralfracture terdapat
dua atau lebih garis spiral adapun complex segmental fracture terdapat satu
segmen fragmen yang terpisah sehingga kadangkala disebut double fractures.
Pada complex irregular fractures terdapat pecahan beberapa fragmen kecil di
daerah antara fragmen proksimal dan distal.

Multifragmentary complex fracture sebagai akibat trauma berat (severe) dan


sering menimbulkan fraktur terbuka dan janngan di sekitar fraktur terjadi
kerusakan berat, fraktur tidak stabil serta sukar direposisi, delayed union maupun
kekakuan sendi merupakan komplikasi yang sering terjadi. Menurut klasifikasi
7

AO multifragmentory complex fracture dimasukkan tipe C dengan gaip C1, C2,


dan C3.

Fraktur kompresi sering terjadi pada korpus vertebra akibat gaya trauma fleksi
atau pada kalkaneus akibat jatuh dan ketinggian dan fraktur ini terjadi pada daerah
tulang kanselous.

Fraktur avulsi dapat diakibatkan oleh kontraksi otot yang mendadaksehingga


tempat perlekatan otot tersebut tertepas dan membawa fragmen tulang daerah
tersebut. Kejadian ini sering pada daerah basis metatarsal V, karena tarikan otot
peroneus, tibial turosity atau upper pole dari patella oleh otot quadriceps, dan
trochanter minor oleh otot iliopsoas. Fraktur avulsi sering terjadi pada perlekatan
ligament atau kapsul sendi dan sering berhubungan dengan kejadian dislokasi
sendi (Gb.9). Kejadian ini dimasukkan klasifikasi AO tipe A.

Fraktur impacted terjadi bila fragmen-fragmen fraktur saling tancap dan


biasanya terjadi pada daerah tulang kanselous. Proses penyambungan lebih cepat
dan fraktur cukup stabil.
8

Fraktur intraartikular yaitu garis fraktur mencapai permukaan sendinya dapat


parsial tapi sisanya atau sisi lainnya masih utuh dan solid berhubungan tulang
yang membentuk sendi (klasifikasi AO termasuk tipe B). Complete articular
fractures atau fraktur bikondiler adalah fraktur intraartikuler dengan terlepasnya
permukaan sendi secara keseluruhan (tipe C menurut klasifikasi AO). Permukaan
sendi yang tidak rata akan mengakibatkan osteoarthiritis.

Fraktur - disiokasi adalah fraktur yang terjadi pada salah satu tulang yang
menyusun sendi dengan disertai dislokasi sendi tersebut sehingga dapat
menimbulkan masalah reposisi, stabilitas, kekakuan sendi dan nekrosis avaskular.

Level Fraktur (Lokalisasi)

Penentuan level fraktur dapat didasarkan pada anatomi atau terminology AO.
Berdasarkan anatomi tulang panjang maka fraktur dapat berada di epiphysis,
epiphyseal plate atau diaphysis. Diantaranya ada yang disebut dengan metaphysis.
Sehingga ada penulisan seperti fraktur diafisis femoralis (femoral diaphysis
fracture), faktur kolum femoralis ( femoral neck fracture ), fraktur trokhanter
mayor femoralis (greater trochanteric fracture) atau fraktur suprakondilar
9

femoralis (supracondylar femoral fracture). Istilah untuk tulang lainnya


disesuaikan dengan nama tulang yang mengalami fraktur.

Pada terminologi AO, tulang panjang dibagi menjadi segmen Memahami


proksimal, segmen diaphysis, dan segmen distal. Segmen letak fraktur proksimal
dan distal merupakan daerah di dalam bujur sangkar secara anatomi dan di luar itu
adalah daerah diaphysis.

Evaluasi Fraktur (Assessment)

Pada penilaian fraktur perlu ditentukan deformitas yang terjadi akibat fraktur
tersebut. Tanpa adanya deformitas dapat berarti traumanya tidak cukup
mengakibatkan pergeseran fragmen sehingga fragmen masih dalam posisi
anatomi. Sama halnya bila melakukan reposisi - manipulasi sehingga fragmen
kembali ke posisi anatomi. Penilaian deformitas berdasarkan 3 hal, yaitu:
pergeseran (displacement), angulasi dan rotasi.

Penilaian pergeseran yang disebut displacement atau translation adalah


penentuan keberadaan ujung - ujung fragmen satu sama lain. Perlu diketahui
10

bahwa arah pergeseran tersebut sebagai petunjuk keberadaan fragmen distal.


Sebagai contoh fraktur femur tengah (femoral shaft fracture) denganpergeseran ke
lateral (lateral displacement), artinya fragmen distal femur bergeser ke lateral;
atau contoh lain seperti bergeser ke postero-lateral, maksudnya fragmen distal
berada di posterior dan lateral. Derajat pergeseran itu dapat juga ditentukan
dengan kontak kedua ujung-ujung fragmen yang disebut dengan nama aposisi
(apposition). Sebagai contoh aposisi 50% artinya kontakujung-ujung fragmen
tersebut hanya 50%. Aposisi baik akan memberikan stabilitas dan union,
sebaliknya jika tidak ada kontak maka fraktur tersebut punya potensi tidak stabil
dan terjadi pemendekan. Kadangkala mengalami kesukaran reposisi manipulasi
karena adanya jaringan lunak diantara ujung-ujung fragmen yang disebut
interposisi sehingga berpotensi untuk terjadi delayed union atau non-union.

Penilaian angulasi merupakan penilaian sudut pada daerah fraktur. Sebagai


contoh fraktur femoris dengan angulasi medial artinya ujung – ujung fragmen
di daerah fraktur membentuk sudut ke arah medial. Hal inimenimbulkan
keraguan (confusion) bila deformitas tersebut merupakan arah fragmen distal.
Untuk itu dapat dikurangi dengan menyebutkan sebagai berikut: fraktur femoris
dengan fragmen distal angulasi ke lateral. Setiap angulasi pada fraktur hams
dikoreksi, bila tidak akan mengakibatkan osteoarthritis pada sendi tungkai bawah
atau gerakan pronasi - supinasi akan terbatas pada lengan bawah.
11

Rotasi aksial artinya fragmen memutar terhadap aksis panjang. Dalam


penilaiannya dilakukan x-ray yang mencakup kedua sendi proksimal dan distal.
Rotasi dapat dinyatakan bila terjadi interlocking dan kedua fragmen atau diameter
fragmen proksimal tidak sama dengan diameter fragmen distal atau tebal kortek
fragmen proksimal tidak sama dengan tebal kortek fragmen distal. Rotasi tidak
akan terjadi remodeling tanpa dikoreksi.

Fraktur Terbuka

Integritas kulit disekitar fraktur perlu dinilai dengan teliti guna menentukan
diagnosis fraktur terbuka (open fracture) dengan nama lain counpound fracture
(literatur Inggris) atau fraktur tertutup (closed fracture). Luka pada fraktur
terbuka dapat diakibatkan oleh tusukan ujung fragmen sehingga menembus kulit
akibat gaya trauma atau kesalahan pada pertolongan pertama (open from within
out). Biasanya kerusakan jaringan lunak sekitar fraktur sangat ringan demikian
juga kontaminasi. Adapun fraktur open from within in akibat trauma yang sangat
hebat sehingga terjadi kerusakan jaringan Iunak maupun tulang yang hebat. Perlu
dipikirkan terjadinya perdarahan yang dapat menimbulkan shock pada kejadian
ini. Berdasarkan kerusakan jaringan Iunak disekitar fraktur terbuka maka fraktur
tersebut menurut Gustilo dibagi menjadi tipe I yaitu fraktur terbuka dengan
panjang luka kurang dan 1 cm dan luka bersih; tipe II yaitu fraktur terbuka dengan
panjang luka lebih dan 1 cm tanpa kerusakan jaringan Iunak yang berat; tipe III,
fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan Iunak dan kontaminasi yang berat /
hebat. Tipe III ini dibagi menjadi tipe III A fragmen fraktur tersebut masih
terbungkus dengan jaringan Iunak / periosteum, tipe III B fragmen tulang tidak
terbungkus oleh jaringan Iunak / periosteum adapun tipe III C memerlukan
penyambungan arteri (arterial repairing) agar terjamin kehidupan bagian distal
dari lesi.
12

Penyembuhan Fraktur (Healing Process)

Ada lima stadium dalam proses penyembuhan fraktur yaitu: stadium hematoma
dan inflamasi, stadium angiogenesis dan pembentukan tulang rawan (kartilago),
stadium kalsifikasi kartilago, stadium pembentukan tulang dan terakhir stadium
remodeling.
13

Managemen Fraktur

Tujuan terapi penderita fraktur adalah mencapai union tanpa deformitas dan
pengembalian (restoration) fungsi sehingga penderita dapat kembali pada
pekerjaan atau kegiatan seperti semula. Tujuan ini tidak selalu tercapai secara utuh
yang diharapkan dan setiap tindakan untuk mencapai hal tersebut mempunyai
resiko komplikasi. Sebagai contoh operasi pemasangan fiksasi dalam maka resiko
terjadi infeksi dan lain sebagainya dapat terjadi. Oleh karena itu banyak variasi
terjadi pada pengobatan fraktur akibat perbedaan interpretasi terhadap kondisi
penderita.

Energi yang menimbulkan fraktur selalu menyebabkan kerusakan jaringan lunak


di sekitar fraktur. Tujuan utama dalam pengobatan kerusakan jaringan Iunak
14

tersebut berhubungan erat dengan pengobatan fraktur itu sendiri yang dimulai
dengan realignment pada fraktur yang mengalami pergeseran dan imobilisasi.
Mengurangi edema seperti fastiotomi pada sindrom kompartemen guna
meningkatkan perfusi ke jaringan yang mengalami kerusakan sehingga
metabolisme sel tersebut aktif kembali. Periu diketahui bahwa edema tersebut
akan berdampak pengurangan bahkan tidak ada sama sekali distribusi oksigen dan
material-material nutrisi ke jaringan bagian distal lesi tersebut Oleh karena itu
pengobatan kerusakan jaringan Iunak merupakan tindakan awal dan proses
penyambungan tulang.

Melakukan tindakan-tindakan untuk life saving dan life limb

Life saving dan life limb adalah tindakan prioritas utama pada penderita trauma
multipel, mungkin keadaan pasien tidak menguntungkan untuk dilakukan
pembiusan tapi demi kehidupan penderita tindakan operasi tetapi dijalankan demi
life saving seperti perdarahan intra abdominal massive karena ruptur lien dan
sebagainya. Tindakan pembebasan jalan nafas perlu dilakukan terhadap gangguan
jalan nafas. Demikian juga penanganan sok karena perdarahan dengan mengontrol
perdarahan secara balut menekan dan resusitasi cairan kristalloid maupun tranfusi.

Tindakan awal pada fraktur

Apabila terpaksa memberikan tranfusi dapat menggunakan darah grup O dengan


Rh- negative. Resusitasi harus dimonitor dengan menilai nadi dan tekanan darah.
Lebih reliable lagi dengan menilai urin yang keluar dan tekanan venus pusat
(central venous pressure). Urine yang keluar harus mencapai 0,5 ml / kg berat
badan / perjam untuk orang dewasa, adapun untuk anak-anak dikalikan dua.
Apabila tidak ada perbaikan terhadap tindakan ini periu dipikirkan adanya
perdarahan dalam seperti perdarahan intraabdominal, trauma pelvis dan lain
sebagainya. Tentunya tindakan disesuaikan dengan penyebab perdarahan seperti
fraktur pelvis memeriukan fiksasi luar pelvis (pelvic damp), local packing atau
terapi embolisasi.

Penderita fraktur yang disertai trauma kepala dan penderita tidak sadar maka
penilaian Glasgow Coma Scale harus dikerjakan. Bila trauma kepala dengan
15

prognosis hopeless maka pengobatan fraktur dapat dftunda. Bedah saraf


dibutuhkan sebagai tim.

Penderita fraktur yang disertai dengan trauma torak dengan pelebaran


mediastinum perlu dilakukan pemeriksaan echocardiography, angiography. Pada
cardie tamponade Anda periu melakukan drainage intrapericardial hematoma
sebagai life saving. Kadangkala torakotomi perlu dilakukan bila ada trauma di
trakhea, bronkhia atau esofagus atau luka tembus pada mediastinum. Bedah torak
diperlukan untuk penanganan penderita.

Penderita fraktur disertai trauma abdomen sehingga terjadi perdarahan intra


abdominal maka perlu dipastikan dengan pemeriksaan: peritoneal lavage, atau
MRI / CAT scan atau retrograde cystography dan intravenous pyelography
terhadap urin yang disertai darah. Untuk itu ahli bedah urologi diperlukan pada
penanganan penderita. Adapun ahli bedah digestif dibutuhkan sebagai tim apabila
fraktur disertai dengan trauma abdomen.

Terapi Fraktur

Setelah tindakan life saving maupun life limb telah diatasi maka tiba gilirarmya
Anda memikirkan tindakan yang terbaik terhadap fraktur itu sendiri. Pada
tindakan awal yang dilakukan adalah memberikan pembidaian sementara
(temporary splinting) agar fraktur tertutup tidak menjadi terbuka disamping dapat
menghilangkan rasa nyeri dan mengurangi perdarahan. Bila deformitas hebat
sekali maka dianjurkan untuk mengkoreksi secara perlahan-lahan dengan menarik
bagian distal secara gentle. Pada fraktur terbuka perlu dilakukan pemeriksaan
bakteriologis dan foto kondisi luka dengan kamera digital, demikian juga
pemberian antibiotika spektrum luas disamping melakukan irigasi cairan fisiologis
atau water sterilize for irrigation sebanyak dua liter; kemudian luka ditutup
dengan kasa steril. Lalu kemudian penderita dikirim ke bagian radiologi untuk
dilakukan pengambilan X-ray. Penilaian fraktur berdasarkan data dari
pemeriksaan fisik dan radiograph berupa lokasi, bentuk garis fraktur (pattern),
pergeseran dan angulasi fragmen fraktur, dan kerusakan jaringan lunak di sekitar
fraktur seperti saraf atau pembuluh darah. Ada dua kemungkinan yang dapat
16

dilakukan pada terapi penderita fraktur yaitu: secara konservatif atau secara
operatif.

Pada konservatif Anda dapat melakukan tanpa reposisi manipulative karena


fragmen fraktur tidak bergeser atau bergeser tapi kedudukan fragmen fraktur
masih memadai (acceptable) kemudian diikuti dengan pemasangan gip (plaster
casf) atau pada fraktur inkomplit dengan pemasangan sling atau collar &cuff dan
lain-lain, dengan harapan mengurangi gerakan fragmen, mencegah pembengkakan
atau edema dan mengurangi penyebaran hematoma disamping memberikan
support dan elevasi. Bila kondisi fraktur memerlukan reposisi dan manipulasi
karena aposisi dan angulasi yang tidak dapat diterima maka penderita sebaiknya
dilakukan pembiusan umum atau anestesi blok. Setelah terjadi relaksasi pada otot-
otot maka Anda melakukan reposisi dan manipulasi agar fragmen kembali ke
posisi anatomi dan diikuti pemasangan gip yang memfiksasi dua sendi terdekat
pada tulang panjang yang mengalami fraktur tersebut.

Adapun teknik reposisi tertutup pertama kali yang dilakukan adalah traksi
sehingga pemendekan yang terjadi kembali seperti semula , kemudian deformitas
sisa dilakukan koreksi yang arahnya beriawanan dengan gaya trauma yang
menimbulkan fraktur. Contoh reposisi fraktur Coles.
17

Pemasangan gip harus dikerjakan dengan tiga titik fiksasi (three point fixation).
Kadangkala kita mengalami kesukaran mereposisi disebabkan adanya spike
fragment atau jaringan lunak diantara fragmen ( interposisi ).

Terapi Fraktur Terbuka

Setelah tindakan awal dilakukan setanjutnya dilakukan penilaian derajat fraktur


terbuka atas dasar pemeriksaan fisik dan radiology. Periu diketahui bahwa
klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo mempunyai angka kesepakatan kira -
kira 60 % artinya 40 % tidak ada kesepakatan. Kami mencoba menilai derajat
fraktur terbuka tersebut dengan membuat skoring yang dinamakan Scoring
Sardjito temyata angka kesepakatan tersebut meningkat menjadi 80 % (Armis,
Journal of Bone and Joint Surgery / JBJS.B, 2002) (Tabel 2).
18
19

Prinsip penangan fraktur terbuka adalah debridement yaitu membuang jaringan


mati dan kontaminasi yang disertai irigasi sebanyak dua liter, sebelum luka
ditutup dilakukan irigasi lagi sebanyak dua liter. Pemasangan fiksasi dalam
didasarkan tipe fraktur terbuka. Tipe I dan II dipasang fiksasi dalam adapun tipe
III dipasang fiksasi luar. Luka pada fraktur terbuka tipe III ditutup dalam
perawatan hari ke 3 - 5 apabila tanda - tanda infeksi tidak ada. Setiap hari pada
luka yang terbuka dilakukan debridement dan irigasi sebanyak satu liter. Pasca
operasi selalu diberikan suntikan antibiotika selama 3-5 hari dan dilanjutkan
antibiotika per oral selama 10 hari. Pada tipe I dan II diberikan suntikan
cephalosponn, tipe III kombinasi cephalosponn dan aminoglikosid. Apabila
kecelakaan di daerah pertanian atau di jalan raya periu diberikan peniciline .
20

Penilaian neurovascular bagian distal lesi hams dilakukan secara teliti, demikian
juga membuat keputusan untuk melakukan amputasi primer (primary amputation)
harus objektif dan opini penderita tanpa orang ketiga. Mangled Extrimity Severe
Score (MESS) dapat membantu untuk menentukan tidakan tersebut. Cara ini
adalah penilaian kuantitatif terhadap keparahan trauma (Tabel. 3)
21

Amputasi primer dilakukan bila total MESS lebih dari 6, atau iskhemi lebih dari 6
jam karena kerusakan otot-otot sudah bersifat irreversible atau terputusnya saraf
tibialis walaupun dilakukan penyambungan tetap menggang fungsi karena adanya
nyeri neurogenic.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad, Cahirudin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Jakarta: PT. Yarsif


Watampone, 2007

2. De jong W, Sjamsuhidajat R. Buku ajar ilmu bedah. Penerbit buku kedokteran


EGC; 2005

Anda mungkin juga menyukai