Anda di halaman 1dari 9

Seminar Nasional Ke – III

Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Lapisan Berpotensi Akuifer Berdasarkan Analisis Geolistrik Konfigurasi


Schlumberger Di Kertajati, Majalengka
0
Gumilar Utamas Nugraha1, Andi Agus Nur2, Boy Yoseph CSSSA2, Pulung Arya Pranantya3
1Program Magister Teknik Geologi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Jl.Dipati
Ukur no.35 Gedung 2 lt.2 Bandung, 40132, Jawa Barat
Email:gumilar15001@mail.unpad.ac.id
2Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21,
Jatinangor 45363, Jawa Barat
Email:noor_geo79@yahoo.co.id
3
Balai Bangunan Hidraulik dan Geoteknik Keairan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber
Daya Air, Jl.Ir.H.Djuanda no.193 Bandung, 40135, Jawa Barat
Email:poel_pranantya@yahoo.com

Abstrak
Telah dilakukan penyelidikan geolistrik sebanyak dua belas titik pengukuran di Kertajati
Majalengka. Titik-titik penyelidikan tersebar di beberapa cekungan air tanah (CAT) yang berada
disekitar Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka yaitu CAT Majalengka dan CAT Indramayu.
Titik-titik penyelidikan geolistrik itu adalah MJL-01, MJL-02, MJL-03, MJL-04, MJL-05, MJL-06,
MJL-07, MJL-08, MJL-09, MJL-10, MJL-11 dan MJL-12. Hasil inversi geolistrik menunjukkan
bahwa nilai resistivitas di lokasi penelitian berada pada rentang 1 – 235 Ω݉ . Lapisan dengan
rentang nilai 1 – 30 Ω݉ diduga sebagai lapisan yang berpotensi sebagai akuifer dengan litologi
berupa pasir dan pasir lempungan. Keberadaan lapisan akuifer ini berada pada kedalaman 3 – 150
meter. Berdasarkan pemodelan 3D lapisan ini tersebar merata diseluruh titik-titik pengukuran
geolistrik di lokasi penelitian.

Kata Kunci : Cekungan Air Tanah, Akuifer, Geolistrik Resistivitas, Konfigurasi Schlumberger

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Pendahuluan menganalisis data geolistrik. Metode ini


digunakan secara luas dalam mencari
Air sebagai suatu sumberdaya vital
ketersediaan sumber daya airtanah (Reynold,
bagi kehidupan masyarakat, sangat
1998). Selain itu, geolistrik banyak digunakan
dibutuhkan. Oleh sebab itu intensitas
dalam studi-studi yang berkaitan dengan
pengambilan airtanah setiap tahun semakin
hidrogeologi (Sirieix, dkk.2014; Ulusoy, dkk.
meningkat seiring dengan laju
2015; Aaltonen, dkk. 2001), pencarian
pertumbuhan penduduk dan penggunaan
mineral tambang, studi-studi mengenai
untuk berbagai aspek penunjang
lingkungan serta banyak digunakan di bidang
kehidupan mendorong terjadinya hal
geoteknik (Griffiths, dkk. 1990; Griffiths dan
tersebut. Suplai air dari sumber air
Barker, 1993; Dahlin dan Loke, 1998;
permukaan yang belum optimal menjadi
Olayinka, 1999; Olayinka dan Yaramanci,
salah satu penyebab terjadinya peningkatan
1999; Amidu dan Olayinka, 2006).
penggunaan air dari sumber airtanah,
sehingga pada gilirannya airtanah seolah-
olah menjadi prioritas bagi sumber air
Tinjauan Pustaka
masyarakat.
Metode Resistivitas Konfigurasi
Keberadaan fasilitas publik seperti Schlumberger
Bandara memerlukan sumberdaya air yang Metode geolistrik resistivitas
tidak sedikit maka Analisis potensi airtanah merupakan salah satu metode geolistrik yang
di Kawasan Bandara sangat diperlukan. mempelajari sifat-sifat aliran listrik di dalam
Rencana pembangunan Bandara Internasional bumi dan cara mendeteksinya di permukaan
Jawa Barat yang terletak di Kecamatan bumi. Besaran fisis yang dipelajari adalah
Kertajati – Kabupaten Majalengka resistivitas batuan akibat adanya medan
membutuhkan analisis potensi airtanah di potensial dan arus yang terjadi di bawah
Kawasan tersebut untuk mendapatkan data permukaan bumi. Prinsip kerja metode
dan informasi mengenai konfigurasi akuifer, resistivitas ini yaitu arus listrik diinjeksikan
pergerakan airtanah, dan kuantitas airtanah, ke dalam bumi melalui dua buah elektroda
sehingga dapat dihitung potensi airtanah, arus. Beda potensial yang terjadi diukur
khususnya di daerah rencana pembangunan melalui dua buah elektroda potensial, dari
Kertajati Aerocity dan Bandara Internasional hasil pengukuran arus dan beda potensial
Jawa Barat yang terletak di Kecamatan untuk setiap jarak elektroda tertentu dapat
Kertajati. ditentukan variasi harga resistivitas masing-
masing lapisan batuan di bawah titik ukur.
Karena airtanah berada di bawah
(Modul, 2002)
permukaan tanah maka diperlukan metode
khusus untuk memetakan kondisi bawah Konfigurasi ini diambil dari nama
permukaan. Metode geolistrik resistivitas Conrad Schlumberger yang merintis metoda
digunakan untuk penyelidikan bawah geolistrik pada tahun 1920-an. Pada
permukaan (Sjodahl, 2006). Penyelidikan konfigurasi Sclumberger sering digunakan
geolistrik resistivitas dilakukan atas dasar penamaan elektroda yang berbeda yaitu ‫ ܣ‬dan
sifat fisika batuan/tanah terhadap arus listrik, ‫ ܤ‬sebagai ‫ܥ‬ଵ dan ‫ܥ‬ଶ, ‫ ܯ‬dan ܰ sebagai ܲଵ
dimana setiap batuan yang berbeda akan dan ܲଶ. Konfigurasi Schlumberger
mempunyai harga tahanan jenis yang berbeda dimaksudkan untuk mengukur gradien
pula. Metode geolistrik dikembangkan pada potensial sehingga jarak antar elektroda yang
awal 1900-an, tetapi mulai banyak digunakan membentuk dipol potensial ‫ ܰ ܯ‬dibuat sangat
sejak tahun 1970-an, hal ini terkait dengan kecil dan berada di tengah-tengah antara ‫ܣ‬
ketersediaan komputer untuk memproses dan dan ‫ܤ‬.

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Airtanah sendiri tersimpan dalam


suatu lapisan batuan yang dapat
menyimpan dan meluluskan air yang dikenal
sebagai akuifer. Terdapat beberapa macam
jenis batuan (litologi) yang dapat berfungsi
sebagai akuifer, antara lain : endapan
alluvial, batupasir, batugamping, dan batuan
Gambar 1. Konfigurasi Wenner (Telford et al., 1990)
vulkanik dengan variasi dan kapasitas yang
berbeda-beda tergantung karakteristik fisik
Besarnya nilai resistivitas dirumuskan
(tekstur) batuannya.
pada persamaan dibawah ini: (Telford et
al.,1990)
∆௏
ߩ= ூ ‫ܭ‬ (1) Cekungan Airtanah
Dengan : Menurut Pasal 1 Ketentuan Umum
ߩ = resistivitas batuan (Ohm − meter) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang
Δܸ Sumberdaya Air, yang dimaksud Cekungan
= beda potensial antara elektroda ܲଵ dan ܲଶ Airtanah adalah kesatuan wilayah
‫ =ܫ‬arus dua elektroda ‫ܥ‬ଵ dan ‫ܥ‬ଶ (Ampere) pengelolaan airtanah yang dibatasi oleh
‫ܭ‬ batas hidrogeologis tempat semua kejadian
= faktor geometri (meter) hidrogeologi seperti proses pengimbuhan,
pengaliran, dan pelepasan airtanah
nilai faktor geometri pada konfigurasi berlangsung. Cekungan airtanah dibatasi
Schlumberger adalah: oleh batas hidrogeologi yang dikontrol
గ௅మ oleh kondisi geologi dan/atau hidrolika
‫=ܭ‬ (9)
ଶ௟ airtanah. Dalam sistem cekungan airtanah, air
Hidrogeologi
mengalami proses hidrologi yang
Todd (1980) memberikan batasan berlangsung secara terus menerus. Proses
airtanah sebagai air yang mengisi pori atau pertambahan volume airtanah dalam
ruang antar butir tanah maupun batuan cekungan dapat terjadi melalui proses
pada zona 100% jenuh (saturated). Di perkolasi dari air permukaan. Sebaliknya,
atas zona jenuh terdapat zona tidak jenuh volumenya akan berkurang sebagai akibat
tetapi sebagian terisi oleh udara dan adanya proses evapotranspirasi, adanya
dikenal sebagai zona tidak jenuh pemunculan sebagai mata air, serta adanya
(unsaturated). Hidrogeologi adalah ilmu aliran menuju sungai. Dalam hal ini, faktor
yang mempelajari air di dalam zona jenuh litologi sangat menentukan terhadap
dari sudut pandang geologi, yaitu batuan. kecepatan proses perkolasi air permukaan,
Airtanah merupakan sumberdaya mengigat batuan tertentu memiliki
alam yang terbaharui (re-newable), namun kemampuan yang berbeda terutama tingkat
keberlangsungannya terutama proses permeabilitasnya.
pengisian kembali airtanah sangat Keterdapatan endapan alluvial
tergantung oleh beberapa faktor baik yang merupakan ciri utama litologi suatu cekungan
sifatnya alami maupun rekayasa. Hal yang airtanah. Menurut Todd (1980); cekungan
paling berpengaruh dari faktor alamiah antara airtanah merupakan suatu satuan
lain, ketersediaan air, kondisi permukaan, hidrogeologi yang terdiri dari satu atau
curah hujan, litologi, konduktivitas hidraulik, beberapa bagian akuifer yang saling
topografi keadaan muka airtanah dan kondisi berhubungan membentuk suatu sistem dan
sifat zona tidak jenuh. dapat berubah akibat perubahan

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

lingkungan. Pada zona jenuh, terdapat Titik MJL-01


sistem air jenuh berupa airtanah. Sistem ini
dipengaruhi oleh kondisi geologi,
hidrogeologi, dan gaya tektonik yang
membentuk cekungan airtanah.

Akuifer
Airtanah adalah air yang terdapat di
bawah permukaan tanah, pada suatu lapisan
pembawa air yang disebut akuifer (Freeze & Gambar 2. Hasil inversi titik MJL-01
Chaerry, 1979). Keberadaan dan potensi
Tabel 1. Hasil Inversi Titik MJL-01
airtanah tergantung dari sifat fisik akuifer
khususnya dalam meluluskan air. Layer Depth
Rho
Index from to Litologi
- (ߗ݉ )
(m) (m)
etode Penelitian Layer 1 0 - 0,75 141 Tanah Penutup
Penelitian dilakukan dengan Layer 2 0,75 - 2 13,6 Tanah Penutup
pengambilan data secara langsung (primer). Layer 3 3 - 5,35 31,1 Batupasir
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 16 - Layer 4 5,35 - 14,3 14,1 Batulempung
18 November 2015. Daerah penelitian adalah Layer 5 14,3 - 38,2 33,9 Batupasir
Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka, Layer 6 38,2 - 102 4,71 Batulempung
Provinsi Jawabarat. Alat geolistrik resistivitas Batupasir
Layer 7 102 - 150 233
yang digunakan jenis GL-4100 Earth
Resistivity Instrument Resistivity Meter. Pada
Titik MJL-02
penelitian ini dipilih metode Schlumbergerr
karena metode ini memiliki detail vertikal
yang baik untuk sounding, sehingga metode
ini bisa memberikan informasi yang cukup
untuk informasi nilai resistivitas fungsi
kedalaman yang baik. Pengukuran dilakukan
di dua belas titik. Setelah diperoleh data yang
diperlukan, maka dilakukan pengolahan
data.Untuk mengolah data geolistrik
diperlukan software Ipi2Win. Ipi2Win adalah
program komputer yang secara automatis Gambar 3. Hasil inversi titik MJL-02
menentukan model resistivitas bawah
permukaan dari data hasil survey geolistrik Tabel 2. Hasil Inversi Titik MJL-02
resistivitas. Setelah pengolahan data Layer Depth
Rho
menggunakan software Ipi2Win selesai Index from to (ߗ݉ )
Litologi
-
dilanjutkan pengolahan data menggunakan (m) (m)
software RockWorks 15 digunakan untuk Layer 1 0 - 2,92 1,23 Tanah Penutup
mendapatkan Visualisasi model 3D serta area- Layer 2 2,92 - 6,13 5,19 Batulempung
area yang berpotensi akuifer. Layer 3 6,13 - 13,4 0,543 Batulempung
Layer 4 13,4 - 40 133 Batupasir

Hasil Dan Pembahasan


Titik MJL-03

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Gambar 4. Hasil inversi titik MJL-03

Tabel 3. Hasil Inversi Titik MJL-03 Gambar 6. Hasil inversi titik MJL-05
Layer Depth
Rho
Index from to Litologi Tabel 5. Hasil Inversi Titik MJL-05
- (ߗ݉ )
(m) (m) Layer Depth
Rho
Layer 1 0 - 0,75 45,3 Tanah Penutup Index from to Litologi
- (ߗ݉ )
Layer 2 0,75 - 2,29 8,27 Tanah Penutup (m) (m)
Layer 3 2,29 - 71,3 13,3 Batulempung Layer 1 0 - 0,75 53,7 Tanah Penutup
Layer 4 71,3 - 150 2474 Batupasir Layer 2 0,75 - 1,63 0,305 Batupasir
Layer 3 1,63 - 4,45 15,1 Batulempung
Layer 4 4,45 - 13,4 0,356 Batulempung
Titik MJL-04 Layer 5 13,4 - 150 6,69 Batupasir

Titik MJL-06

Gambar 5. Hasil inversi titik MJL-04

Tabel 4. Hasil Inversi Titik MJL-04


Layer Depth Gambar 7. Hasil inversi titik MJL-06
Rho
Index from to Litologi
- (ߗ݉ )
(m) (m) Tabel 6. Hasil Inversi Titik MJL-06
Layer 1 0 - 3,09 21,7 Tanah Penutup Layer Depth
Rho
Layer 2 3,09 - 4,58 81,5 Batulempung Index from to Litologi
- (ߗ݉ )
Layer 3 4,58 - 9,49 7,73 Batulempung (m) (m)
Layer 4 9,49 - 21,9 298 Batupasir Layer 1 0 - 0,75 1,01 Tanah Penutup
Layer 5 21,9 - 120 0,393 Batulempung Layer 2 0,75 - 1,95 12,7 Tanah Penutup
Layer 3 1,95 - 19,9 1,18 Batulempung
Layer 4 19,9 - 150 5,75 Batupasir

Titik MJL-05 Titik MJL-07

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Gambar 8. Hasil inversi titik MJL-07

Tabel 7. Hasil Inversi Titik MJL-07


Gambar 10. Hasil inversi titik MJL-09
Layer Depth
Rho
Index from to Litologi
- (ߗ݉ ) Tabel 9. Hasil Inversi Titik MJL-09
(m) (m)
Layer Depth
Layer 1 0 - 0,75 1,23 Tanah Penutup Rho
Index from to Litologi
- (ߗ݉ )
Layer 2 0,75 - 4,99 4,42 Batulempung (m) (m)
Layer 3 4,99 - 23,1 1,64 Batulempung Layer 1 0 - 0,75 2,69 Tanah Penutup
Layer 4 23,1 - 150 7,05 Batupasir Layer 2 0,75 - 1,82 19,3 Tanah Penutup
Layer 3 1,82 - 4,97 0,929 Batulempung
Titik MJL-08 Layer 4 4,97 - 16,8 26,6 Batulempung
Layer 5 16,8 - 100 0,0441 Batupasir

Titik MJL-10

Gambar 9. Hasil inversi titik MJL-08


Gambar 11. Hasil inversi titik MJL-10
Tabel 8. Hasil Inversi Titik MJL-08
Depth Tabel 10. Hasil Inversi Titik MJL-10
Layer
Rho Depth
Index from to Litologi Layer
- (ߗ݉ ) Rho
(m) (m) Index from to Litologi
- (ߗ݉ )
Layer 1 0 - 1,11 42,4 Tanah Penutup (m) (m)
Layer 2 1,11 - 8,68 8,75 Batulempung Layer 1 0 - 0,75 1,33 Tanah Penutup
Layer 3 8,68 - 100 41,2 Batupasir Layer 2 0,75 - 1,68 8,1 Tanah Penutup
Layer 3 1,68 - 4,1 0,576 Batulempung
Layer 4 4,1 - 11,7 10,2 Batupasir
Layer 5 11,7 - 32,2 0,419 Batulempung
Layer 6 32,2 - 150 258 Batupasir

Titik MJL-09 Titik MJL-11

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Gambar 12. Hasil inversi titik MJL-11

Tabel 11. Hasil Inversi Titik MJL-11 Gambar 14. Multilog profile area penelitian
Layer Depth
Rho
Index from to Litologi
- (ߗ݉ )
(m) (m)
Layer 1 0 - 0,75 5,47 Tanah Penutup
Layer 2 0,75 - 7,67 8,3 Batulempung
Layer 3 7,67 - 22,5 33,1 Batupasir
Layer 4 22,5 - 150 10,3 Batulempung

Titik MJL-12

Gambar 15. Fence Diagram area penelitian

Gambar 13. Hasil inversi titik MJL-12

Tabel 12. Hasil Inversi Titik MJL-12

Layer Depth
Rho Gambar 16. Solid Model area penelitian
Index from to Litologi
- (ߗ݉ )
(m) (m)
Layer 1 0 - 0,75 4,58 Tanah Penutup
Layer 2 0,75 - 1,91 42,3 Tanah Penutup
Layer 3 1,91 - 5,04 0,72 Batulempung
Layer 4 5,04 - 14,9 32,6 Batupasir

Dari hasil di atas kemudian dibuat model 3


dimensi menggunakan software Rockworks
15 sebagai berikut:

Gambar 16. Batuan yang diduga sebagai akuifer di area


penelitian

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Pada titik MJL-01 Keberadaan lapisan debit, dan storativitas serta transmitivitas air
akuifer pada titik ini diperkirakan berada pada tanah di area penelitian.
lapisan yang berada pada rentang kedalaman Akuifer pada lokasi penelitian
5.35 – 14.3 m yang secara litologi diduga merupakan akuifer dangkal dan akuifer dalam
sebagai lapisan pasir lempungan. Pada titik yang saling berhubungan. Berdasarkan
MJL-02 Keberadaan akuifer pada titik ini rekonstruksi penampang geolistrik di atas
diperkirakan berada pada lapisan yang berada dapat disimpulkan bahwa sistem akuifer di
pada rentang kedalaman 13.4 – 40 m. Pada lokasi penyelidikan terdiri atas Akuifer Tidak
titik MJL-03 Keberadaan akuifer pada titik ini Tertekan dan Tertekan Multi Layer; dengan
diperkirakan berada pada lapisan yang tebal akuifer berkisar antara 0.5 – 5.2 m
terletak pada rentang kedalaman 2.29 – 71.3 dengan kedalaman akuifer Tidak Tertekan
m. Titik MJL-04 keberadaan akuifer pada titik berkisar antara 8 - 18 m bmt (di bawah muka
ini diperkirakan berada pada lapisan yang tanah setempat) sedangkan Kedalaman
berada pada rentang kedalaman 4.58 – 9.49 akuifer Tertekan > 30 m bmt. Pada bagian
m. Pada titik MJL-05 Keberadaan akuifer atas atau permukaan, didominasi oleh adanya
pada titik ini diperkirakan berada pada lapisan lempung atau lumpur yang menutupi sebagian
yang berada pada rentang kedalaman 13.4 – besar lapisan akuifer dangkal. Akuifer di
150 m. Titik MJL-06 Keberadaan akuifer lokasi penelitian berada pada kedalaman dari
pada titik ini diperkirakan berada pada lapisan 3 meter sampai 150 meter (penetrasi
pada kedalaman 1.95 – 19.9 m. Pada titik pengukuran terdalam) dan merupakan akuifer
MJL-07 Keberadaan akuifer pada titik ini yang menerus dari bagian permukaan dan
diperkirakan berada pada lapisan pada rentang mengisis akuifer dalam. Pada lokasi
kedalaman 4.99 – 23.1 m. Pada titik MJL-09 penelitian, sangat disarankan untuk
Keberadaan akuifer pada titik ini diperkirakan melakukan imbuhan dengan menggunakan
berada di lapisan pada rentang kedalaman sumur resapan dangkal karena akuifer
4.97 – 16.8 m. Titik MJL-10 Keberadaan dangkal yang ada di kawasan ini merupakan
akuifer pada titik ini diperkirakan berada pada sumber imbuhan bagi akuifer dalam di
rentang kedalaman 4.1 – 11.7 m. Pada titik sekungan Indramayu. Ketebalan pasir yang
MJL-11 Keberadaan akuifer pada titik ini ada di lokapi penyelidikan cukup besar
diperkirakan berada rentang kedalaman 4.1 – sehingga mampu mensuplai akir tanah ke hilir
11.7 m. Pada titik MJL-12 Keberadaan dengan baik, namun hal ini terhalang karena
akuifer pada titik ini diperkirakan berada pada terdapat lapisan lempung di bagian
pada kedalaman 5.04 – 14.9 m. permukaan.
Keberadaan akuifer ini diperkirakan
terdapat pada satuan litologi pasir dan pasir
Kesimpulan
lempungan. Dimana kedua jenis litologi ini
Hasil inversi geolistrik menunjukkan bahwa
memiliki nilai porositas dan permeabilitas
nilai resistivitas di lokasi penelitian berada
yang baik. Rongga-rongga dalam pasir dan
pasir lempungan kemudian diisi oleh fluida pada rentang 1 – 235 Ω݉ . Lapisan dengan
air. Berdasarkan pemodelan 3D menggunakan rentang nilai 1 – 30 Ω݉ diduga sebagai
software Rockworks 15 keberadaan akuifer lapisan yang berpotensi sebagai akuifer
tersebar hampir di seluruh area penelitian, hal dengan litologi berupa pasir dan pasir
ini menandakan hampir seluruh area lempungan. Keberadaan lapisan akuifer ini
penelitian memiliki prospek air tanah yang berada pada kedalaman 3 – 150 meter.
baik, meskipun penelitian lebih lanjut Berdasarkan pemodelan 3D lapisan ini
sangatlah diperlukan guna mendapatkan hasil
yang lebih maksimal mengenai total volume,

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

tersebar merata diseluruh titik-titik


pengukuran geolistrik di lokasi penelitian.

Pustaka
Dahlin T. (1993). On the automation of 2D
resistivity surveying for engineering and
environmental applications. (Ph.D. Thesis).
Lund University.
Dahlin T. (1996). 2D resistivity surveying for
environmental and engineering applications.
First Break 14(7) hlm.275-283.
Djuri, 1995. Peta geologi lembar Arjawinangun,
Skala 1 : 100.000. Puslitbang Geologi –
Bandung.
Freeze, R.A., and Cherry, J.A., 1979.
Groundwater. 604 pp. New Jersey. Prentice
Hall, Inc.
Ikard, J Scott. (2013). Geoelectric Monitoring Of
Seepage In Porous Media With Engineering
Applications To Earthen Dams. (Tesis).
Colorado School of Mines.
Mandel & Shiftan, 1981. Groundwater
Resources: Development and Management,
Academic Press. 2
Modul. (2002). Pelatihan dan Pengukuran Dasar
Metode Geofifika ITB. Bandung:
Laboratorium Fisika Bumi Institut Teknologi
Bandung.
Pusat Lingkungan Geologi. 2007. Petunjuk
Teknis Penentuan Batas Cekungan
Airtanah. Badan Geologi Kementerian
ESDM RI.
Sjodahl, Pontus. (2006). Resistivity Investigation
And Monitoring For Detection Of Internal
Erosion And Anomalous Seepage In
Embankment Dams. (Disertasi). Faculty of
Engineering, Lund University.
Telford, W.M., Geldart, L.P., dan Sheriff, R.E.
(1990). Applied geophysics. New
York:Cambridge University Press.
Todd, D.K., 1980. Ground Water Hydrology.
2nd ed. John Wiley & Sons, Inc., New
York, NY.
Tóth, J., 1963. A theoretical analysis of
groundwater flow in small drainage basins.
Journal of Geophysical Research. v.68. p.
211-222.

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

Anda mungkin juga menyukai