Oleh :
Cintya Ristimawarni 1102013064
Fawzia Devi Fitriani 1102013110
Khairul Huda 1102013148
Pembimbing :
RSUD ARJAWINANGUN
PRESENTASI KASUS
Mengetahui:
RSUD Arjawinangun
Cirebon.
2
DAFTAR ISI
CASE REPORT.......................................................................................................1
KATA PENGANTAR..............................................................................................4
BAB I.......................................................................................................................5
PENDAHULUAN...................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................7
LAPORAN KASUS.................................................................................................7
BAB III..................................................................................................................21
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................21
BAB IV..................................................................................................................44
PEMBAHASAN....................................................................................................44
BAB V...................................................................................................................45
KESIMPULAN......................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................46
3
KATA PENGANTAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit ini terutama mengenai katup mitral (75%), aorta (25%), jarang
mengenai katup trikuspid dan tidak pernah menyerang katup pulmonal. Setiap
tahunnya rata-rata ditemukan 55 kasus dengan demam reumatik akut (DRA) dan
PJR. Diperkirakan prevalensi PJR di Indonesia sebesar 0,3-0,8 anak sekolah 5-15
tahun. DRA merupakan penyebab utama penyakit jantung didapat pada anak usia
5 tahun sampai dewasa muda di negara berkembang dengan keadaan sosio
ekonomi rendah dan lingkungan buruk.
Demam reumatik akut dan penyakit jantung reumatik adalah salah satu
penyebab utama masalah kesehatan di negara berkembang. Prevalensi penyakit
jantung reumatik di Indonesia masih cukup tinggi, di kalangan anak usia 5-14
tahun adalah 0-8 kasus per 1000 anak usia sekolah. Sebagai perbandingan,
prevalensi penyakit jantung reumatik di negara-negara Asia: Kamboja 2,3 kasus
per 1000 anak usia sekolah, Filipina 1,2 kasus per 1000 anak usia sekolah,
Thailand 0,2 kasus per 1000 anak usia sekolah, dan di India 51 kasus per 1000
anak usia sekolah.
5
stroke dan endokarditis sering pada penderita PJR dengan sekitar 1.5% penderita
rheumatic carditis akan meninggal pertahun. DRA dan PJR diperkirakan berasal
dari respon autoimun, tetapi patogenesa pastinya belum jelas. Di seluruh dunia
DRA diperkirakan terjadi pada 5-30 juta anak anak dan dewasa muda. 90.000
akan meninggal setiap tahunnya. Mortalitas penyakit ini didunia adalah sebesar 1-
10%.
6
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
ANAMNESIS
Keluhan utama : Demam sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit
Keluhan tambahan : Sesak nafas, nyeri perut, dan kaki sejak satu minggu
sebelum masuk rumah sakit
Pasien datang dibawa oleh kakak dan Ibu nya ke Poli Anak RSUD
Arjawinangun dengan keluhan demam sejak 1 minggu yang lalu dan tidak
kunjung sembuh. Keluhan lain disertai sesak nafas, nyeri perut, sehingga nafsu
makan menurun, dan kaki terasa nyeri sejak satu minggu yang lalu.
Menurut Ibu pasien, Pasien saat kecil sering terkena flu dan demam.
Pasien juga sering mengeluhkan kakinya sakit dan sempat bengkak. Pasien
diimunisasi lengkap. Pasien pun diberikan ASI sampai saat usia 1 tahun.
7
Tidak ada riwayat keturunan penyakit jantung pada keluarga. Namun, Ibu
pasien memiliki riwayat Hipertensi.
Riwayat Pengobatan
Riwayat alergi obat (-), alergi makanan (-), alergi dingin (-)
Menurut ibu pasien, pasien lahir cukup bulan dengan proses persalinan di
Bidan, dengan berat 3500 gram dan panjang 50 cm. Semasa kehamilan ibu pasien
memeriksakan kehamilannya di Bidan sebanyak 6x, tidak terdapat penyulit
selama kehamilan.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Suhu : 36,6oC.
8
Status Lokalis
Kepala :
- Ekspresi wajah : normal.
- Bentuk dan ukuran : normal.
- Rambut : hitam dan tidak mudah rontok.
- Udema (-).
- Malar rash (-).
- Hiperpigmentasi (-).
- Nyeri tekan kepala (-).
Mata :
- Alis : normal.
- Exopthalmus (-/-).
- Ptosis (-/-).
- Nystagmus (-/-).
- Strabismus (-/-).
- Udema palpebra (-/-).
- Konjungtiva: anemia (-/-), hiperemis (-/-).
- Sclera: icterus (-/-), hyperemia (-/-), pterygium (-/-).
- Pupil : isokor, bulat, miosis (-/-), midriasis (-/-).
- Kornea : normal.
- Lensa : normal, katarak (-/-).
- Pergerakan bola mata ke segala arah : normal
Telinga :
- Bentuk : normal simetris antara kiri dan kanan.
- Lubang telinga : normal, secret (-/-).
- Nyeri tekan (-/-).
- Peradangan pada telinga (-)
- Pendengaran : normal.
Hidung :
- Simetris, deviasi septum (-/-).
9
- Napas cuping hidung (-/-).
- Perdarahan (-/-), secret (-/-).
- Penciuman normal.
Mulut :
- Simetris.
- Bibir : sianosis (-).
- Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
- Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-),
kemerahan di pinggir (-), lidah kotor (-).
- Gigi : caries (-)
- Mukosa : normal.
- Faring dan laring : normal
Leher :
- Simetris (-).
- Kaku kuduk (-).
- Pemb.KGB (-).
- Trakea : di tengah.
- Pembesaran otot sternocleidomastoideus (-).
- Pembesaran thyroid (-).
Thorax
Pulmo :
Inspeksi :
- Bentuk: simetris.
- Ukuran: normal, barrel chest (-)
- Pergerakan dinding dada : simetris, retraksi sela iga (+)
10
- Permukaan dada : petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), spider nevi
(-), massa (-), sikatrik (-) hiperpigmentasi (-).
- Fossa supraclavicula dan fossa infraclavicula : cekungan simetris
- Penggunaan otot bantu napas: sternocleidomastoideus (+), otot
intercosta(-).
Palpasi :
- Sonor (+/+).
- Nyeri ketok (-).
- Batas paru hepar : ICS 6
Auskultasi :
Jantung :
Palpasi : Iktus cordis teraba ICS V linea midklavikula sinistra, thriil (+).
Abdomen
Inspeksi :
11
- Bentuk : datar, distensi (-),
- Permukaan Kulit : sikatrik (-), pucat (-), sianosis (-), vena kolateral
(-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), luka bekas operasi (-),
hiperpigmentasi (-).
Auskultasi :
- Turgor : normal.
- Tonus : normal.
- Nyeri tekan (-)
- Hepar/lien/renal tidak teraba.
Perkusi :
12
- Deformitas : -/-
- Edema: -/-
- Sianosis : -/-
- Ptekie: -/-
- Clubbing finger: -/-
13
Waktu Follow Up
14/12/17 S : Demam (+) Batuk (+) Sakit Perut (+) BAB (-) 2 hari
10.00 O : Kesadaran: CM P: 110 x/menit , RR: 24x/menit S:38 oC
konstipasi + ISPA
A : Obs Febris
P : KAEN3B 24 tpm
Cefotaxim 3x1 gram
Antrain 3x0,6 cc
15/12/17 S : Demam (+) Batuk (+) Sesak (+)
16.55 O : Kesadaran: CM P: 124 x/menit , RR: 23x/menit S: 37oC
Rh -/-, Wh -/-
A : Bronchitis
P : KAEN3B 24 tpm
Cefotaxim 3x1 gram
Antrain 3x0,6 cc
Vitamin B complex dan Vitamin C
Oksigen
20/12/17 S : Demam (+) Pucat (+) Sesak (+) Nyeri dada (+) 14
Berat Badan 30 kg, tinggi badan cm, lingkar kepala cm, lingkar
lengan atas 12 cm.
Status gizi pada pasien ini dilihat dari berat badan atas dibandingkan
dengan umur berdasarkan kurva Center of Disease Control (CDC) :
10
BB X 100 = X 100% = 55,5 %
18
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah
Darah Lengkap
Hemoglobin
MCV
15
MCHC 27 26,2 26,7 pg
Eosinofil
16
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Metode
Urin Lengkap
Makroskopis
Warna
jernih Visual
Kimia urin
17
Protein Negative Carik celup
Mikroskopis
Feses Lengkap
Makroskopis
Warna
18
Darah padat Makroskopis
Leukosit
Bakteri Negative
Negative
Pemeriksaan EKG
19
Pemeriksaan Rontgen Thorax
20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Etiologi
2.1.2. Patologi
21
Lesi peradangan dapat ditemukan di berbagai bagian tubuh,
terutama pada jantung, otak, sendi dan kulit. Karditis akibat rematik sering
disebut sebagai pankarditis, dengan miokarditis sebagai bagian yang paling
utama. Saat ini, diketahui bahwa komponen katup yang mungkin sama atau
lebih penting dibandingkan keterlibatan otot jantung maupun pericardium.
Pada miokarditis rematik, kontraktilitas miokard jarang mengalami kerusakan
dan kadar troponin serum tidak mengalami peningkatan. Pada penyakit
jantung rematik tidak hanya terjadi kerusakan pada daun katup akibat
timbulnya vegetasi pada permukaannya, namun seluruh katup mitral
mengalami kerusakan (dengan pelebaran annulus dan tertariknya korda
tendineae).7,8
Katup mitral merupakan katup yang paling sering dan paling berat
mengalami kerusakan dibandingkan dengan katup aorta dan lebih jarang pada
katup trikuspid dan pulmonalis. Badan Aschoff yang ditemukan pada otot
jantung atrium merupakan salah satu tanda khas pada demam rematik. Badan
Aschoff terdiri dari lesi-lesi peradangan yang disertai dengan pembengkakan,
serat kolagen yang berfragmen, dan perubahan jaringan penyambung, yang
saat ini dianggap sebagai sel miokardium yang mengalami nekrosis.7
Gambar 2.1
22
gejala minor, dan (3) bukti pemeriksaan yang mendukung adanya infeksi
streptokokus grup A.
Karditis
Poliartritis
Gejala Mayor Khorea
Eritema marginatum
Nodul subkutan
Temuan klinis :
Kriteria Mayor
23
adanya salah satu tanda berikut: (a) bising baru atau perubahan sifat
bising organik, (b) kardiomegali, (c) perikarditis, dan gagal jantung
kongestif. Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang
seringkali muncul pertama kali, sementara tanda dan gejala perikarditis
serta gagal jantung kongestif biasanya baru timbul pada keadaan yang
lebih berat. 5
2. Poliartritis, ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan,
teraba panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih.
Artritis pada demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar
anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari
sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga
dapat ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi
pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada satu
sendi, sendi yang lain mulai terlibat. Perlu diingat bahwa artritis yang
hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai
suatu criteria mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu
kriteria mayor, poliartritis harus disertai sekurang-kurangnya dua kriteria
minor, seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta harus
didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi anti Streptokokus
lainnya yang tinggi.5
3. Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak
bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral,
meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi
demam rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidakstabilan
emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau
setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan. Korea
Sydenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian
penting sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam
rematik meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain. Korea merupakan
manifestasi demam rematik yang muncul secara lambat, sehingga tanda
dan gejala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada saat korea
24
mulai timbul.5,7
4. Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada
demam rematik dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat
di bagian tengah, tidak terasa gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi
yang bergelombang dan meluas secara sentrifugal. Eritema marginatum
juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan terutama timbul di
daerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak
pernah ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara
atau menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh
yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika
ditekan. Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus
yang berat.5
25
Gambar 2.3 Nodul Subkutan
Kriteria Minor
26
3. Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun adakalanya
mencapai 39°C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim
berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa
minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan
karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor
ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna.5
4. Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap
darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator
nonspesifik dan peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut
ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea
merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu
diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan
gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada
anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif.
Laju endap darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada
semua kasus infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah,
maka kemungkinan adanya infeksi Streptokokus akut dapat
dipertanyakan. 5,8
5. Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya
keterlambatan abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan
meskipun sering dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran
EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu, interval P-R
yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan
adanya karditis rematik.5,7
Bukti yang mendukung
27
kasus demam rematik akut.5
2.1.4. Diagnosis
28
2.1.5. Diagnosis Banding
2.1.6. Penatalaksanaan
29
terutama pada pasien dengan khorea), foto Rontgen, dan
elektrokardiografi. Konsultasi ke ahli jantung diindikasikan untuk
menjelaskan apakah terjadi kerusakan pada jantung : pemeriksaan
ekhokardiografi dua dimensi dan Doppler yang biasa dilakukan.5,7
Jangka waktu tirah baring bergantung pada tipe dan keparahan dari
gejala dan berkisar dari seminggu (untuk arthritis) hingga beberapa
minggu untuk karditis berat. Tirah baring diikuti periode untuk ambulasi di
dalam rumah dengan durasi bervariasi sebelum anak diperbolehkan untuk
kembali ke sekolah. Aktivitas bebas diperbolehkan bila laju endap darah
sudah kembali ke normal, kecuali pada anak dengan kerusakan jantung
yang cukup berat.
30
pada respon klinis. Setelah perbaikan, terapi dikurangi secara bertahap
selama 4-6 minggu selagi monitor reaktan fase akut. 7
2.1.7. Prognosis
31
Ada maupun tidak adanya kerusakan jantung permanen
menentukan prognosis. Perkembangan penyakit jantung sebagai akibat
demam rematik akut diperngaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
2.1.8. Pencegahan
a. Pencegahan primer
b. Pencegahan sekunder
Kategori Durasi
32
Demam rematik tanpa karditis Minimal selama 5 tahun atau sampai
usia 21 tahun, yang mana lebih lama
2.2.1 Definisi
Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan penyakit
jantung didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit jantung reumatik
merupakan kelainan katup jantung yang menetap akibat demam reumatik akut
sebelumnya, terutama mengenai katup mitral (75%), aorta (25%), jarang mengenai
katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang katup pulmonal. Penyakit jantung
reumatik dapat menimbulkan stenosis atau insufisiensi atau keduanya.
Terkenanya katup dan endokardium adalah manifestasi paling penting
dari demam rematik. Lesi pada katup berawal dari verrucae kecil yang terdiri
dari fibrin dan sel-sel darah di sepanjang perbatasan dari satu atau lebih katup
jantung. Katup mitral paling sering terkena, selanjutnya diikuti oleh katup
aorta; manifestasi ke jantung-kanan jarang ditemukan. Sejalan dengan
berkurangnya peradangan, verrucae akan menghilang dan meninggalkan
jaringan parut. Dengan serangan berulang dari demam rematik, verrucae baru
terbentuk di bekas tempat tumbuhnya verrucae sebelumnya dan endokardium
mural dan korda tendinea menjadi terkena.8
33
Gambar 2.5 Vegetasi pada katup jantung
2.2.2 Patofisiologi
34
Gambar 2.3 Patofisiologi penyakit jantung rematik
1. Insufisiensi mitral
35
berkembang menjadi gagal jantung kanan. Insufisiensi mitral berat dapat
berakibat gagal jantung yang dicetuskan oleh proses rematik yang progresif, onset
dari fibrilasi atrium, atau endokarditis infekstif. 8,9
2. Stenosis Mitral
3. Insufisiensi Aorta
Pada insufisiensi aorta akibat proses rematik kronik dan sklerosis katup
aorta menyebabkan distorsi dan retraksi dari daun katup. Regurgitasi dari darah
menyebabkan volume overload dengan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kiri.
Kombinasi insufisiensi mitral dengan insufisiensi aorta lebih sering terjadi
daripada insufisiensi aorta saja. Tekanan darah sistolik meningkat, sedangkan
tekanan diastolik semakin rendah. Pada insufisiensi aorta berat, jantung membesar
dengan apeks ventrikel kiri terangkat.Murmur timbul segera bersamaan dengan
bunyi jantung kedua dan berlanjut hingga akhir diastolik. Murmur tipe ejeksi
sistolik sering terdengar karena adanya peningkatan stroke volume. 8
Kelainan katup trikuspid sangat jarang terjadi setelah demam rematik akut.
Insufisiensi trikuspid lebih sering timbul sekunder akibat dilatasi ventrikel kanan.
Gejala klinis yang disebabkan oleh insufisiensi trikuspid meliputi pulsasi vena
jugularis yang jelas terlihat, pulsasi sistolik dari hepar, dan murmur holosistolik
yang meningkat selama inspirasi. 8,10
36
Insufisiensi pulmonal sering timbul pada hipertensi pulmonal dan
merupakan temuan terakhir pada kasus stenosis mitral berat. Murmur Graham
Steell hampir sama dengan insufisiensi aorta, tetapi tanda-tanda arteri perifer tidak
ditemukan. Diagnosis pasti dikonfirmasi oleh pemeriksaan ekhokardiografi dua
dimensi serta Doppler.8
a. Mitral stenosis
b. Insufisiensi Mitral
c. Stenosis Aorta
37
Pasien dengan gejala-gejala akibat stenosis aorta membutuhkan tindakan
operatif. Pasien tanpa gejala membutuhkan penanganan yang sangat hati-hati serta
follow up untuk menentukan kapan tindakan bedah dilakukan. Penanganan
stenosis dengan pelebaran katup aorta memakai balon mai diteliti. Pasien-pasien
yang dipilih adalah pasien yang tidak memungkinkan dilakukan penggantian
katup karena usia, adanya penyakit lain yang berat, atau menunjukkan gejala yang
berat. Pasien-pasien dengan gradien sistolik 75 mmHg harus dioperasi walaupun
tanpa gejala. Pasien tanpa gejala tetapi perbedaan tekanan sistolik kurang dari 75
mmhg harus dikontrol setiap 6 bulan. Tindakan operatif harus dilaksanakan bila
pasien menunjukkan gejala terjadi pembesaran jantung, peningkatan tekanan
sistolik aorta yang diukur denagn teknik Doppler. Pada pasien muda bisa
dilakukan valvulotomi aorta sedangkan pada pasien tua membutuhkan
penggantian katup. Risiko operasi valvulotomi sangat kecil, 2% pada penggantian
katup dan risiko meningkat menjadi 4% bila disertai bedah pintas koroner. Pada
pembesaran jantung dengan gagal jantung, risiko naik jadi 4 sampai 8%. Pada
pasien muda yang tidak bisa dilakukan valvulotomi penggantian katup perlu
dilakukan memakai katup sintetis. Keuntungan katup jaringan ini adalah
kemungkinan tromboemboli jarang, tidak diperlukan antikoagulan, dan
perburukan biasanya lebih lambat bila dibandingkan dengan memakai katup
sintetis.5
d. Insufisiensi Aorta
38
2.2.5 Prognosis
DECOMPENSASI CORDIS
A. Definisi
B. Etiologi
39
pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ),
gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan
temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling
mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada
gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau
fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995).
Meliputi :
40
dalam jumlah yang sesuai dalam waktu cepat tekanan hodrostatik dalam
kapiler paru-paru akan menjadi tinggi sehingga melampui 18 mmHg dan
terjadi transudasi cairan dari pembuluh kapiler paru-paru. Pada saat
peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan arteri bronkhialis, terjadi transudasi
cairanin tertisiel bronkus mengakibatkan edema aliran udara menjadi terganggu
biasanya ditemukan adanya bunyi eksspirasi dan menjadi lebih panjang yang
lebih dikenal asma kardial fase permulaan pada gagal jantung, bila tekanan di
kapiler makin meninggi cairan transudasi makin bertambah akan keluar dari
saluran limfatik karena ketidaka mampuan limfatik untuk, menampungnya
(>25 mmHg) sehingga akan tertahan dijaringan intertissiel paru-paru yang
makain lama akan menggangu alveoli sebagai tempat pertukaran udara
mengakibatkan udema paru disertai sesak dan makin lama menjadi syok yang
lebih dikenal dengan syak cardiogenik diatandai dengan tekanan diatol menjadi
lemah dan rendah serta perfusi menjadi sangat kurang berakibat terdi asidosis
otot-otot jantung yang berakibat kematian.
2. Decompensasi Cordis Kanan
Kegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu
memeompa melawan tekanan yang naik pada sirkulasi pada paru-paru,
berakibat membaliknya kembali kedalam sirkulasi sistemik, peningkatan
volume vena dan tekanan mendorong cairan keintertisiel masuk kedalam
(edema perifer) (long, 1996).
Kegagalan ini akibat jantung kanan tidak dapat khususnya
ventrikel kanan tidak bisa berkontraksi dengan optimal , terjadi bendungan
diatrium kanan dan venakapa superior dan inferiordan tampak gejal yang ada
adalah udemaperifer, hepatomegali, splenomegali, dan tampak nyata
penurunan tekanan darah yang cepat., hal ini akibaat vetrikel kanan pada saat
sisitol tidak mampu mempu darah keluar sehingga saat berikutnya tekanan
akhir diatolik ventrikel kanan makin meningkat demikin pula mengakibatkan
tekanan dalam atrium meninggi diikuti oleh bendungan darah vena kava
supperior dan vena kava inferior serta selruh sistem vena tampak gejal klinis
adalah erjadinya bendungan vena jugularis eksterna, vena hepatika (tejadi
hepatomegali, vena lienalis (splenomegali) dan bendungan-bedungan pada
41
pada ena-vena perifer. Dan apabila tekanan hidristik pada di pembuluh kapiler
meningkat melampui takanan osmotik plasma maka terjadinya edema perifer.
C. PATOFISIOLOGI
IV. Pasien dengan penyakit jantung yang sedikit saja bergerak langsung
menimbulkan sesak nafas atau istirahat juga menimbulkan sesak nafas.
42
BAB IV
PEMBAHASAN
43
reaktif, pemanjangan interval PR pada EKG, dan bukti yang mendukung adanya
infeksi streptokokus group A
Data yang didapatkan dari pasien berupa keluhan demam sejak satu
minggu yang lalu dan tidak kunjung sembuh. Keluhan lain disertai oleh nyeri
perut, sehingga nafsu makan menurun. Kaki terasa nyeri sejak satu minggu yang
lalu. Dada terasa sesak hingga susah saat bernafas.
Pada pemeriksaan jantung terlihat dan teraba iktus cordis pada sisi kiri.
Pada perkusi batas jantung, batas jantung kanan di ICS 5 linea sternalis dextra,
batas jantung kiri di ICS 5 linea midclavicula sinistra. Pada saat auskultasi
terdengar bunyi jantung tambahan yaitu murmur dicelah interkosta V linea mid
klavikulris sinistra.
44
Pemeriksaan penunjang yang lain yaitu didapatkan hasil ASTO yang
reaktif pada pasien ini. Hal ini menunjukkan adanya bakteri streptococcus group
A dalam darah pasien.
BAB V
KESIMPULAN
45
Demam rematik akut didiagnosis dengan menggunakan kriteria Jones.
Kriteria tersebut dibagi menjadi tiga bagian : (1) lima gejala mayor ( karditis,
poloatritis, khorea, eritema marginatum, nodul subkutan) , (2) empat gejala minor
(demam, riwayat PJR, atralgia), dan (3) bukti pemeriksaan yang mendukung
adanya infeksi streptokokus grup A. Jika didapatkan minimal dua gejala mayor
atau satu gejala mayor dan dua gejala minor, ditambah adanya bukti pemeriksaan
yang menunjukkan adanya infeksi streptokokus maka sudah bisa didagnosa
sebagai Demam Rematik.
DAFTAR PUSTAKA
46
47