Anda di halaman 1dari 10

PELUANG PENGEMBANGAN TANAMAN GANITRI (Elaecocarpus sp.

)
DI DESA DONOSARI, KECAMATAN SRUWENG, KABUPATEN KEBUMEN

(The Development Prospect of Ganitri (Elaecocarpus sp.) plant Donosari Village,


Sruweng Sub District, Kebumen Regency)

Oleh/by:
Kurniawati Purwaka Putri dan Nurmawati Siregar
(Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor)

ABSTRAC

Ganitri (Elaecocarpus sp.) is one of plant that grows naturally in Asia tropical rain
forest. Fruit, bark and its leaves are useful as sources of medicine’s materials. Ganitri fruit
in Donosari Village is a source of income for local people because the local trade has
already established. However, the development of ganitri was obstructed by seeds criteria on
the market. Therefore, it’s required to develop seed technology and silvicultural techniques
to optimize the development of ganitri on that Village.

Keywords : Elaecocarpus sp., export comodity, medicine, non timber forest product.

ABSTRAK

Ganitri (Elaecocarpus sp.) adalah salah satu jenis tanaman yang tumbuh secara alami
di hutan tropika Asia. Buah, kulit dan daunnya bermanfaat sebagai sumber bahan baku obat.
Buah ganitri di Desa Donosari merupakan sumber penghasilan bagi masyarakatnya karena
tata niaga lokalnya sudah ada. Namun, pengembangan ganitri terkendala oleh kriteria biji
yang memenuhi syarat di pasaran. Oleh karena itu diperlukan pengembangan teknologi
perbenihan dan tehnik silvikultur untuk mengoptimalkan pengembangan ganitri di desa
tersebut.

Kata kunci : Elaecocarpus sp., hasil hutan bukan kayu, obat, komoditi ekspor.

I. PENDAHULUAN

Ditjen POM (1991) melaporkan bahwa tercatat sedikitnya 180 jenis tumbuhan dari
hutan hujan tropika berpotensi sebagai bahan obat-obatan. Hal ini menunjukkan tingginya
tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang berasal dari kawasan hutan. Pemanfaatan
tanaman hutan sebagai bahan obat-obatan sudah sejak lama dilakukan masyarakat Indonesia
secara turun temurun. Salah satu jenis tanaman berkhasiat obat adalah ganitri (Elaeocarpus
sp.) dari famili Elaeocarpaceae.
1
Tanaman ganitri tumbuh tersebar di hutan hujan tropis Asia mulai dari Madagaskar,
Cina Bagian Selatan, Nepal, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Thailand, Australia hingga
Kepulauan Pasifik (Heyne, 1987). Di Indonesia tanaman ganitri ditemukan di Pulau Jawa,
Bali, Sumatera, Kalimantan, dan Nusa Tenggara. Tanaman ganitri umumnya tumbuh di
kawasan hutan alam pada ketinggian kurang dari 1.200 m dpl terutama pada ketinggian 500
– 1.000 m dpl (Heyne, 1987). Setyawati (2010) melaporkan bahwa tegakan alam ganitri
ditemukan di kawasan hutan alam Gunung Sigogor dan Gunung Picis di Kabupaten Ponorogo
Propinsi Jawa Timur pada ketinggian 350 m di atas permukaan laut. Tinggi pohon ganitri di
kawasan Taman Wisata Alam Suranadi Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok Barat
Propinsi Nusa Tenggara Barat berkisar 15 – 60 m dengan kisaran diameter batang 15 – 110
cm. Di kawasan seluas 52 Ha tersebut terdapat ± 150 – 200 pohon yang diperkirakan
berumur lebih dari 25 tahun. Selain di kawasan TWA Suranadi, tegakan alam ganitri juga
terdapat di kawasan hutan lindung yang berada di Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana
Propinsi Bali. Tinggi pohon ganitri yang terdapat di kawasan ini berkisar 12 – 22 m dengan
diameter batang pohon berkisar 35 – 95 cm.

II. MANFAAT GANITRI

Pohon ganitri menghasilkan daun, buah dan kulit batang yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku obat-obatan untuk berbagai macam penyakit. Buah ganitri bermanfaat
untuk mengatur aktivitas otak yang mengarah pada kesehatan tubuh, menenangkan otak dan
menghasilkan pikiran positif, stress, serta berbagai penyakit mental, epilepsi, mengontrol
tekanan darah, asma, meredam hipertens, radang sendi dan penyakit hati. Jenis tanaman ini
juga mampu melindungi paru-paru karena mengandung glikosida (anti bakteri), alkaloid dan
flavonoid (http://www.biotifor.or.id.htm). Pohon ganitri sangat berguna sebagai penyerap
polutan yang berperan menurunkan tingkat pencemaran (http://www.trubus-online.co.id).
Selain digunakan dalam dunia kesehatan, kegunaan biji ganitri lainnya adalah dalam
bidang keagamaan. Biji ganitri ukuran kecil digunakan oleh umat Hindu dalam upacara-
upacara keagamaan. Biji-biji tersebut diuntai sebagai tasbih yang sangat dipercaya oleh umat
Hindu sebagai alat meditasi dan berdoa untuk Hyang Widi (Kosasih et al., 2010).
Kelebihan tanaman ganitri lainnya adalah harga jual biji ganitrinya yang bernilai
ekonomis tinggi yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Biji ganitri kering
merupakan komoditi ekspor dengan harga jual tinggi di pasar internasional. Hal ini telah
2
dirasakan oleh hampir sebagian besar masyarakat di Kabupaten Kebumen dan Cilacap. Saat
ini biji ganitri yang ada di pasaran dunia hampir 70 % nya dipasok dari Indonesia (Kosasih et
al., 2010).

III. POTENSI TANAMAN GANITRI DI DESA DONOSARI

Daerah dengan potensi tegakan ganitri yang besar saat ini diantaranya adalah Kabupaten
Kebumen. Hampir semua kecamatan di Kabupaten Kebumen telah mengembangkan ganitri
(jenitri) sebagai tanaman pokok pada lahan-lahan milik rakyat. Desa Donosari yang
termasuk wilayah Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen termasuk salah satu desa dengan
potensi tanaman ganitri yang besar.
Tanaman ganitri di Desa Donosari telah menjadi tanaman utama terhitung sejak tahun
1995 sejalan dengan adanya program pengembangan hutan rakyat pada saat itu. Dewasa ini
sangat mudah menemukan pohon ganitri di Desa Donosari, karena hampir tidak ada lahan
yang tidak ditanamai pohon ganitri mulai dari pekarangan rumah, sepanjang jalan desa
(Gambar 1) hingga yang utamanya di kebun-kebun milik masyarakat (Gambar 2), sedangkan
tanaman tahunan lainnya hanya ditanam disekeliling tanaman ganitri tersebut. Saat ini
hampir 90 % masyarakat Desa Donosari menanam ganitri di areal pekarangannya. Rata-rata
masyarakat mempunyai ± 10 pohon ganitri yang buahnya telah dipasarkan keluar Kebumen
bahkan ke India.
Pada awalnya pola tanaman ganitri adalah pola tanam campuran dengan tanaman tahunan
lainnya seperti jati, mahoni, sengon, cengkeh dan kelapa dengan jarak tanaman yang tidak
teratur. Kisaran pertumbuhan tinggi dan diameter batang tanaman ganitri tahun tanam 1995
tersebut kini mencapai 11 – 21 m untuk tinggi pohon dan 16 – 40,5 cm untuk diameter
batangnya. Setelah mengetahui harga jual biji ganitri yang cukup tinggi, maka pola tanam
ganitri berubah menjadi pola tanam monokultur dengan jarak tanam yang teratur seperti 2 X
3 m atau 3 X 3 m (Gambar 2).

3
Gambar (Figure) 1. Pohon ganitri di jalan Gambar (Figure) 2. Pohon ganitri umur 10
desa (Ganitri trees in the village street). tahun di kebun (Ganitri tree planted in the
field).

IV. NILAI EKONOMI BUAH GANITRI

Tingginya animo masyarakat terhadap jenis tanaman ganitri disebabkan harga jual
buah ganitri kering yang sangat tinggi dan bahkan dapat dikatakan cukup fantastik. Sehingga
menjadi sumber pendapatan sampingan namun menjadi andalan penghasilan bagi para petani.
Tingginya harga jual menyebabkan banyak petani yang mengganti tanaman kelapa dengan
ganitri, walaupun sesungguhnya buah kelapa juga memiliki nilai jual. Alasannya karena
harga satu butir kelapa berkisar Rp. 1.200 – Rp. 1.500 sedangkan satu batang kelapa hanya
menghasilkan 2 - 10 butir per bulan. Sehingga terlihat bahwa pendapatan dari penjualan
kelapa jauh lebih kecil dibandingkan hasil penjualan ganitri yang pada panen perdana saja
minimal petani mampu mengantongi Rp. 50.000/pohon bahkan bisa mencapai Rp.
500.000/pohon apabila buahnya berukuran kecil-kecil.
Harga jual biji ganitri kering bervariasi sesuai dengan warna dan ukuran diameter.
Warna biji ganitri menentukan harga jual, yangmana warna coklat kemerahan memiliki harga
jual yang tinggi. Dalam dunia perdagangan, biji ganitri dikelompokkan kedalam 11 nomor
berdasarkan ukuran diameternya. Biji ganitri berukuran diameter 5,5 mm merupakan ukuran
terkecil dengan harga jual tertinggi dan termasuk kelompok nomor 1. Biji ganitri nomor 2
berukuran diameter 6 mm demikian selanjutnya setiap kenaikan ukuran biji ganitri sebesar
4
0,5 mm nomor akan meningkat dengan harga jualnya yang semakin menurun. Nomor 1
sampai nomor 10 dijual dalam satuan per-biji, sedangkan nomor 11 (grondong) dijual dalam
satuan kilogram.
Harga jual biji ganitri juga sangat berfluktuasi setiap saat yang tidak dapat diprediksi
dengan tepat. Sebagai gambaran perubahan harga jual biji ganitri tersebut dapat dilihat
perbedaan harga jual biji ganitri kering pada tahun 2008 (Kosasih et al., 2010) dan awal
bulan Juni 2011 yang ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Harga jual biji ganitri kering berdasarkan ukuran diameter biji
Ukuran Harga/butir (Rp)
Nomor
(mm)
Tahun 2008 Juni 2011
5,5 1 165 45
6,0 2 145 35
6,5 3 125 25
7,0 4 100 20
7,5 5 75 18
8,0 6 40 15
8,5 7 30 12
9,0 8 25 10
9,5 9 16 8
10,0 10 15 6
≥ 10,5 11 halus 10.000/kg 6000/kg
≥ 10,5 11 kasar 7.000/kg 4500/kg

Selain ukuran dan warna, harga biji ganitri juga dipengaruhi oleh jumlah atau bentuk
alur pada permukaan biji (Mukhli). Semakin banyak jumlah mukhli maka semakin tinggi
harganya. Sebagai gambaran biji ganitri dengan 3 mukhi dihargai sebesar Rp. 18.000/biji.
Bahkan biji ganitri dempet dapat mencapai harga yang sangat tinggi yaitu Rp. 150.000/biji
(http://www.trubus-online.co.id.).
Tata niaga lokal untuk biji ganitri di Desa Donosari sudah ada. Petani dapat dengan
mudah menjual kepada pengepul dan selanjutnya pengepul akan menjual pada pengepul yang
lebih besar yang berada di Kota Kebumen. Selain itu petani dapat menjual hasil panennya,
berapa pun jumlahnya dan selalu dibayar tunai. Kemudahan menjual biji ganitri kering
5
tersebutlah yang menjadi salah satu alasan tingginya minat masyarakat dalam penanaman
pohon ganitri.

V. BUDIDAYA GANITRI

A. Pembungaan dan Pembuahan


Pohon ganitri asal okulasi mulai berbunga sekitar umur 13 bulan, walaupun belum
seluruh bunga akan menjadi buah karena masih banyak yang rontok. Dari umur 13 bulan
hingga 2 tahun biasanya pohon berbunga sebanyak 3 kali. Proses dari bunga menjadi buah
yang siap dipetik memakan waktu kurang lebih tiga bulan. Setelah berumur 2 tahun buah
yang dihasilkan sudah normal, kalaupun ada yang rontok itu karena pengaruh hujan yang
terus menerus. Dalam 1 tahun musim panen sebanyak 2 kali meski demikian ada panen
susulan. Sedangkan musim panen dari pohon ganitri lokal hanya 1 kali dalam setahun.
Musim berbunga mulai pada bulan November – Desember dan buah masak pada bulan Maret
– April.
B. Teknik Perbanyakan Generatif
Pada awalnya bahan perbanyakan tanaman ganitri berasal dari anakan alam (cabutan).
Namun setelah berhasilnya para penyuluh dari Kabupaten Cilacap mengembangkan teknologi
perbanyakan vegetatif okulasi, maka mulailah penggunaan bibit hasil okulasi sebagai bahan
perbanyakannya. Hal ini disebabkan waktu panen yang lebih cepat karena pada tahun ke-2
pohon ganitri asal okulasi (biasa disebut “ganitri super”) sedangkan tanaman yang berasal
dari cabutan (biasa disebut dengan “ganitri lokal”) mulai berproduksi pada umur 6 – 7 tahun.
(Gambar 3). Tinggi pohon ganitri super relatif lebih pendek sehingga memudahkan ketika
pemanenan. Selain itu jumlah buah dengan ukuran diameter kecil yang dihasilkannya relatif
lebih banyak.

6
Gambar (Figure) 3. Pohon ganitri asal
okulasi umur 13 bulan (Ganitri tree from
okulasi propagation at 2 years old).

Kulit buah ganitri masak berwarna biru tua sampai ungu (Gambar 4). Kecuali selapis
tipis daging buah, buahnya hampir seluruhnya terdiri dari biji yang keras. Biji ganitri
berbentuk bola dengan warna kulit biji coklat dan berukir. Setiap biji memiliki lekukan atau
mukhlis. Ukuran biji ganitri yang dihasilkan dari satu pohon bervariasi mulai diameter 5,5
mm sampai lebih dari 10 mm. Khan et al. (2005) melaporkan bahwa berat buah ganitri asal
India berkisar 2,5 – 5,9 gram, dan berat buah tanpa eksocarp/daging buah (biji) berkisar
antara 1,5 – 3,6 gram.

Gambar (Figure) 4. Buah ganitri (The Gambar (Figure) 5. Saringan biji


ganitri fruits). ganitri
7
Buah ganitri hasil pengunduhan selanjutnya direbus selama 2 jam hingga kulit luar
lunak dan mudah membersihkannya. Biji ganitri kemudian dijemur selama 18 jam. Untuk
menyeleksi biji ganitri ke dalam masing-masing kelas dan menghitung jumlah biji setiap
kelasnya digunakan saringan khusus yang dapat dilihat pada Gambar 5.
Daya kecambah benih ganitri sangat rendah, hal ini disebabkan kondisi kulit biji yang
sangat keras, sehingga diduga benih ganitri memiliki masa dormansi. Kondisi inilah yang
menjadi kendala/keterbatasan dalam perbanyakan ganitri secara generatif. Khan et al.
(2005) melaporkan bahwa benih ganitri memiliki dormansi yang panjang. Berbagai upaya
pematahan dormansi telah banyak dicoba misalnya dengan meretakkan dan lalu merendam
benih dalam air panas yang dibiarkan dingin selama 24 jam. Namun hal tersebut juga belum
mampu mengatasi permasalahan proses perkecambahan benih ganitri. Kosasih et al., (2010)
menyebutkan bahwa untuk mempercepat perkecambahan ganitri dapat dilakukan dengan cara
memendam biji/benih ganitri dalam tanah dan dipanaskan dengan api di atasnya.

C. Teknik Silvikultur
Ganitri cenderung dapat tumbuh pada semua jenis tanah. Faktor pemupukan sangat
penting untuk meningkatkan produksi buah ganitri. Perbedaan pertumbuhan dan produksi
buah sangat jelas terlihat pada tanaman ganitri yang ditanam di pekarangan rumah dengan
yang jauh dari rumah petani. Hal ini disebabkan tanaman yang berada dekat rumah
umumnya lebih intensif dilakukan pemeliharaan dan pemupukan dibandingkan tanaman yang
jauh dari rumah. Pemeliharaan tanaman lainnya adalah penyemprotan terhadap hama yang
biasa ditemui yaitu berupa ulat cokelat yang makan dan bersarang di dalam batang muda.
Serangan hama ulat tersebut dapat mengakibatkan tanaman kering dan akhirnya mati
(http://www.trubus-online.co.id)..
Petani ganitri melakukan pengeratan pada bagian batang pohon yang bertujuan agar
lebih banyak jumlah produksi buah dengan ukuran diameter kecil serta lebih tahan rontok.
Pengeratan biasanya mulai dilakukan pada pohon umur 2 tahun untuk pohon ganitri super
(bibit dari okulasi). Pengeratan dilakukan secara terus menerus teutama menjelang proses
pembuahan. Sehingga banyak ditemukan pohon ganitri yang membengkak pada bagian
batangnya akibat peneresan tersebut. Tentunya hal tersebut sangat mempengaruhi kualitas
batang kayunya.

8
Peneresan sesungguhnya salah satu tindakan silvikultur untuk meningkatkan jumlah
produksi buah bukan memperkecil ukuran diameter buah. Ross dan Pharis (1985)
menyatakan bahwa faktor perlakuan silvikultur seperti pemangkasan atau pengurangan pucuk
tajuk tanaman, peneresan, pemupukan maupun pengaturan jarak tanam merupakan salah satu
cara yang dapat mempengaruhi produksi buah/benih. Selain itu kemampuan suatu pohon
untuk memproduksi buah/benih merupakan hasil interaksi antara faktor internal (dalam) dan
faktor eksternal (luar) suatu pohon. Faktor internal pohon yang mempengaruhi produksi buah
antara lain umur pohon, kesehatan pohon dan faktor genetik. Sedangkan faktor eksternal
adalah tingkat kesuburan tanah, kebutuhan cahaya, kerapatan tegakan, hama dan penyakit.
Khan et al. (2005) menjelaskan bahwa produksi buah ganitri akan meningkat dengan adanya
gangguan/stress seperti pengurangan cahaya matahari atau nutrisi, namun akan diikuti oleh
penurunan berat buah dan biji. Hal inilah yang sesungguhnya perlu dipahami oleh
masyarakat terutama petani ganitri terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi
buah. Selain itu penting diketahui informasi genetik dari setiap pohon. Karena diduga faktor
yang mempengaruhi besar kecilnya produksi buah berdiameter kecil berkaitan erat dengan
faktor genetik.

VI. PELUANG DAN KENDALA DALAM PENGEMBANGAN GANITRI

A. Peluang
Setiap tahunnya tidak kurang dari 350 ton biji ganitri asal Indonesia diekspor
khususnya ke India dan Australia (Kosasih et al., 2010) dengan nilai transaksi diestimasi
mencapai Rp500-miliar (http://www.trubus-online.co.id). Kelangkaan dan tingginya
kebutuhan pasar dunia terhadap biji ganitri Indonesia merupakan suatu potensi besar bagi
dunia perdagangan.
B. Kendala
Namun, pengembangan ganitri terkendala oleh kriteria biji yang memenuhi syarat di
pasaran seperti ukuran diameter biji yang kecil dengan warna merah kecoklatan. Para petani
umumnya percaya bahwa akan lebih banyak keuntungan yang diperoleh dengan menanam
ganitri dari okulasi (ganitri super) karena mampu memproduksi buah berdiameter kecil dalam
jumlah yang lebih banyak. Tetapi sesungguhnya apabila diamati terlihat kecenderungan
perbedaan kondisi fisik seperti warna dan kekasaran permukaan biji ganitri dari okulasi
(pohon ganitri super) dengan biji ganitri yang diproduksi pohon ganitri lokal. Kondisi fisik
buah dari pohon ganitri super antara lain warna buah yang tidak terlalu merah kecoklatan
9
serta berat buah yang relatif rendah. Hal inilah yang diduga menjadi faktor jatuhnya harga
biji ganitri di pasaran saat ini, selain tentunya berlaku hukum ekonomi yaitu jumlah barang
yang melimpah menyebabkan turunnya harga barang tersebut.

VI. PENUTUP
Ganitri (Elaecocarpus sp.) merupakan salah satu jenis tanaman yang bernilai ekonomis
tinggi. Salah satu faktor pendukung dalam pengembangan tanaman ganitri adalah perlunya
teknologi penanganan benih dan teknik silvikultur yang tepat agar pemanfaatan oleh
masyarakat lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM. 1991. Laporan Tahunan Ditjen POM. Direktorat Pengawasan Obat
Tradisional 1991/1992. Jakarta.
Heyne. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Volume 1. Yayasan Sarana Wana Jaya.
http://www.biotifor.or.id.htm. Diakses pada tanggal 7 Desember 2009.
http://www.trubus-online.co.id. Diakses pada tanggal 7 Desember 2009.
Khan, M.L. P. Bhuyan dan R.S. Tripathi. 2005. Effects of Forest Disturbance on Fruit set,
seed Dispersal and Predation of Rudraksh (Elaeocarpus ganitrus Roxb) in Northeast
India. Jurnal Current Science Vol 88 (1) : 133 – 142.
Kosasih, A. S., T. Rostiwati dan E. Rachman. 2010. Budidaya Ganitri (Elaeocarpus
sphaericus) perlu Inovasi Teknologi. Majalah Kehutanan Indonesia Volume V. Hal
35 – 38.
Prosea. 2001. Plant Resources of South-East Asia 12: Medicinal and Poisonous Plants 12
(1,2,3). Editor : J.L.C.H. Van Valkenburg and N. Bunyapraphastsara. Backhuys
Publisers. Leiden.
Setyawati, T. 2010. Pemanfaatan Pohon Berkhasiat Obat di cagar Alam. Jurnal Penelitian
Hutan dan Konservasi Alam Vol VII (2) : 177 – 192.
Ross, S.D. and R.P. Pharis. 1985. Flower induction in crop trees: different mechanisms and
techniques with special reference to conifers. In Cannell, M.G.R., Jackson, J.E. eds.
Attributes of trees as crop plants. Institute of Terrestrial Ecology, Monks Wood
Experimental Station, Abbots Ripton, Huntington, UK.

10

Anda mungkin juga menyukai