Anda di halaman 1dari 21

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Permenkes, 2016). Sedangkan

pengertian rumah sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah

Sakit, dinyatakan bahwa “Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan,

tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat

penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan

gangguan kesehatan”.

2.1.1 Tujuan Rumah Sakit

1. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.


2. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,

lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit.


3. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit.
4. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya

manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.

2.1.2 Fungsi Rumah Sakit

Fungsi rumah sakit menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang

rumah sakit, fungsi rumah sakit adalah :

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan seuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.


6

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan

medis.

3. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatn.

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang kesehatan.

2.1.3 Rekam Medis

Rekam medis merupakan berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang

identitas pasien, anamnesa, diagnosis, pengobatan, tindakan, dan pelayanan

penunjang yang diberikan kepada pasien selama mendapat pelayanan di unit rawat

inap, rawat jalan, dan gawat darurat serta catatan yang juga harus dijaga

kerahasiannya dan merupakan sumber informasi tentang pasien yang datang

berobat ke rumah sakit (Mufidah P, 2017).

2.1.4 Tujuan Rekam Medis

Mengemukakan bahwa tujuan dibuatnya rekam medis adalah untuk

menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan

pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

Pembuatan rekam medis di Rumah Sakit bertujuan untuk mendapatkan

catatan atau dokumen yang akurat dan adekuat dari pasien, mengenai kehidupan

dan riwayat kesehatan, riwayat penyakit, dimasa lalu dan sekarang, juga
7

pengobatan yang telah diberikan sebagai upaya meningkatkan pelayakan

kesehatan.

2.1.5 Kegunaan Rekam Medis

Kegunaan rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek, menurut Dirjen

Pelayanan Medik (2006) yang diantaranya :

1. Aspek Administrasi

Berkas rekam medis mengandung nilai administrasi. Hal ini dikarenakan isi

rekam medis menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung

jawab sebagai tenaga medis dan paramedis dalam memberikan pelayanan.

2. Aspek Medis

Berkas rekam medis mengandung nilai medis, karena catatan tersebut

digunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan

yang harus diberikan kepada seorang pasien.

3. Aspek Hukum

Berkas rekam medis mengandung nilai hukum karena isinya menyangkut

masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan, dalam rangka

usaha menegakan hukum serta penyediaan bahan sebagai tanda bukti untuk

menegakan keadilan.

4. Aspek Keuangan

Berkas rekam medis mengandung nilai uang, karena isinya terdapat data

atau informasi yang dipergunakan sebagai aspek keuangan.

5. Aspek Penelitian
8

Berkas rekam medis mengandung nilai penelitian karena isinya menyangkut

data dan informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek pendukung

penelitian dan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.

6. Aspek Pendidikan

Berkas rekam medis mengandung aspek pendidikan, karena isinya

menyangkut data atau informasi tentang perkembangan kronologi dan

kegiatan pelayanan medis yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut

dapat dipergunakan sebagai bahan referensi dibidang profesi pendidikan

kesehatan.

7. Aspek Dokumentasi

Berkas rekam medis mengandung nilai dokumentasi, karena isinya

menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai

sebagai bahan pertanggung jawaban dan juga sebagai laporan suatu Rumah

Sakit. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi dapat

diaplikasikan penerapannya di dalam penyelenggaraan dan pengelolaan

rekam medis yang cukup efektif dan efisien.

2.1.6 Kegiatan Rekam Medis

Menurut Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik (Dirjen Binyanmed)

(2006) Kegiatan Rekam Medis meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Penerimaan pasien
9

Penerimaan pasien dilakukan pada penerima pasien baru dan pasien lama,

baik Rawat Jalan, Rawat Inap, maupun Gawat Darurat. Pendaftaran

melakukan pencatatan mengenai identitas pasien.

2. Perekaman kegiatan pelayanan medis

Penanggung jawab berkas rekam medis adalah sebagai berikut :

a. Dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi yang melayani pasien di

rumah sakit.

b. Dokter tamu yang melayani pasien di rumah sakit.

c. Residen yang melakukan penitraan klinik.

d. Tenaga paramedik perawatan dan tenaga paramedik non perawatan yang

langsung terlibat di dalamnya antara lain perawat, perawat gigi, bidan,

tenaga laboratorium klinik, gizi, anastesi, penata rontgen

3. Pengelolaan data rekam medis

Pengelolaan rekam medis terdiri dari :

a. Assembling (perakitan berkas rekam medis)

Suatu kegiatan merakit berkas rekam medis baik yang belum digunakan

maupun setelah digunakan, menyusun formulir rekam medis yang belum

terisi dan menyimpan ke sampul rekam medis sehingga rekam medis

tersebut siap digunakan, tertata rapi baik dari segi kualitas maupun

kuantitasnya.

b. Coding (pemberian kode penyakit)


10

Pemberian kode dengan meggunakan huruf atau angka atau kombinasi huruf

dan angka yang mewakili komponen data. Buku panduan yang digunkan

adalah buku di keluarkan oleh WHO dan untuk kode penyakit menggunakan

buku ICD-10 dan untuk kode tindakan menggunakan buku ICD-9 CM.

c. Indeksing (Tabulasi)

Membuat tabulasi dengan kode yang sudah dibuat kedalam indeks (dapat

menggunakan kartu indeks maupun komputerisasi)

d. Penyimpanan rekam medis

Ketentuan pokok yang harus ditaati dalam tempat penyimpanan adalah:

1. Tidak ada satupun rekam medis yang boleh keluar dari ruangan rekam

medis tanpa kartu peminjaman atau kartu keluar.

2. Semua yang menerima atau meminjam rekam medis berkewajiban untuk

mengembalikan dalam keadaan baik dan tepat waktu.

3. Rekam medis tidak dibenarkan diambil dari rumah sakit kecuali

permintaan pengadilan.

4. Dokter atau pegawai rumah sakit yang membawa rekam medis ke

ruangannya selama jam kerja, tetapi semua rekam medis harus

dikembalikan ke ruang rekam medis pada akhir jam kerja.

4. Pelaporan rumah sakit

Pelaporan rumah sakit merupakan suatu alat organisasi yang bertujuan

untuk dapat menghasilkan pelaporan secara cepat, tepat dan akurat secara garis
11

besar jenis pelaporan di rumah sakit dibedakan menjadi dua kelompok yaitu

laporan ekstern dan laporan intern rumah sakit.

2.1.7 ICD 10 (International Statistical Classification of Disease and Related


Health Problems)

International Statistical Classification of Disease and Related Health

Problems revisi ke 10 atau disingkat dengan ICD 10 adalah buku mengenai

pengkodean atas penyakit dan tanda-tanda, gejala, temuan temuan yang abnormal,

keluhan, keadaan sosial dan eksternal menyebabkan cedera atau penyakit, seperti

yang diklasifikasikan oleh WHO. Dalam pengkodean ini menetapkan lebih dari

155.000 memungkin berbagai kode dan memungkin yang banyak berasal dari

pelacakan diagnosis dan prosedur baru dengan perluasan yang signifikan pada

kode-kode yang telah tersedia 17.000 pengkodean pada ICD 9 dan ICD 10 mulai

bekerja dari tahun 1983 dan dapat diselesaikan pada tahun 1992.

2.1.8 Struktur Dasar dan Prinsip Kalsifikasi ICD

ICD adalah suatu klasifikasi dengan sumbu variabel. Strukturnya telah

dikembangkan dari usulan William Farr di masa – masa awal diskusi internasioanl

tentang struktur klasifikasi. Skema yang digunakan adalah bahwa untuk semua

tujuan epidemiologis praktis, data statistik pada penyakit harus dikelompokkan

secara berikut :

1. Penyakit epidemi

2. Penyakit konstitusi atau umum

3. Penyakit lokal yang disusun menurut tempat

4. Penyakit perkembangan
12

5. Cedera

Pola ini bisa ditemukan pada bab-bab ICD 10. Mereka telah melewati ujian

waktu, dan walaupun dalam beberapa hal kelihatan seperti tidak sesungguhnya,

pola ini masih dianggap sebagai struktur yang lebih berguna untuk tujuan

epidemiologis umum dibandingkan dengan alternatif lain yang telah diuji.

Dua bagian pertama dan terakhir dari kelompok diatas merupakan ‘group

khusus’ untuk kondisi-kondisi yang sudah dikelompokkan untuk penelitian

epidemiologis, seandainya mereka tersebar secara anatomis. Group tengah, yaitu

penyakit lokal yang disusun menurut situs, berisi bab-bab ICD untuk setiap sistem

tubuh utama.

Pembedaan bab-bab “group khusus” dari bab-bab “sistem tubuh” memiliki

implikasi praktis dalam pemahaman struktur klasifikasi, pengkodeannya, dan

penafsiran statistik. Harus diingat bahwa secara umum, kondisi-kondisi

diklasifikasikan terutama pada satu diantara bab-bab group khusus. Kalau terdapat

keraguan mengenai tempat suatu kondisi harus diletakkan, maka bab-bab group

khusus hendaknya diprioritaskan.

ICD dasar adalah daftar kategori 3-karakter berkode tunggal, masing

-masingnya dapat dibagi lagi atas 10 subkategori 4-karakter. Menggantikan sistem

pengkodean yang hanya menggunakan angka pada revisi-9, revisi-10

menggunakan alfanumerik dengan sebuah huruf pada posisi pertama dan sebuah

angka pada posisi ke-2, ke-3 , dan ke-4 . karakter ke-4 didahului oleh sebuah titik

desimal. Jadi nomor kode yang mungkin ada berkisar dari A00.0 sampai Z99.9.

Huruf “U” tidak digunakan (Erkadius, 2012).


13

2.1.9 Fungsi ICD

Fungsi ICD sebagai sistem klasifikasi penyakit dan masalah terkait

kesehatan digunakan untuk kepentingan informasi statistik morbiditas dan

mortalitas.

Penerapan pengkodean sistem ICD digunakan untuk :

1. Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di sarana pelayanan

kesehatan

2. Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis

3. Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait

diagnosis karakteristik pasien dan penyedia layanan

4. Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas

5. Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan

pelayanan medis

6. Menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan

dikembangkan sesuai kebutuhan zaman

7. Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan

8. Untuk penelitian epidemiologi dan klinis.

2.1.10 Pengertian Pemberian Kode

Pemberian kode adalah pemberian penetapan kode dengan penetapan

huruf atau angka atau kombinasi huruf dalam angka yang mewakili komponen

data. Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada di dalam rekam medis harus
14

diberi kode dan selanjutnya di indeks agar memudahkan pelayanan pada

penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, manajemen dan riset

bidang kesehatan, Dirjen Yanmed (2006).

Kode klasifikasi oleh WHO (World Health Organization) bertujuan untuk

menyeragamkan nama dan golongan penyakit, cedera, gejala dan faktor yang

mempengaruhi kesehatan, Dirjen Yanmed (2006).

2.1.11 Pedoman Dasar Pengkodean

Indeks alfabet berisi berbagai term yang tidak ada pada volume 1, dan

pengkodean memerlukan rujukan ke kedua volume tersebut sebelum kode dapat

diberikan. Sebelum pengkodean dilakukan, pengode perlu mengetahui prinsip-

prinsip klasifikasi dan pengkodean, dan telah melakukan latihan-latihan praktik.

Berikut ini adalah pedoman sederhana yang dimaksudkan untuk

membantu pengkode ICD :

1. Tentukan jenis pernyataan yang akan dikode dan rujuk ke section yang

sesuai pada indeks alfabet (Kalau pernyataan adalah penyakit, cedera, atau

kondisi lain yang bisa diklasifikasikan pada bab I-XIX atau XXI, lihat

section I dari indeks. Kalau pernyataan ini adalah penyebab luar dari cedera

atau kejadian lain yang bisa diklasifikasikan pada bab XX, lihat section II

pada indeks.

2. Tentukan lokasi lead term. Untuk penyakit dan cedera ini biasanya berupa

sebuah kata benda untuk kondisi patologis. Namun, beberapa kondisi yang

berupa kata sifat atau eponim (nama orang) bisa juga terdapat disini.

3. Baca dan pedomani semua catatan yang terdapat dibawah lead term
15

4. Baca semua term yang dikurung oleh parentheses setelah lead term

(modifier ini tidak mempengaruhi nomor kode) disamping semua istilah

yang beridentasi di bawah lead term (modifier ini bisa mempengaruhi

nomor kode), sampai semua kata di dalam diagnosis telah diperhatikan.

5. Ikuti dengan hati-hati setiap rujukan silang see dan see also di dalam

indeks.

6. Rujuk daftar tabulasi (volume 1) untuk memastikan nomor kode yang di

pilih. Perhatikan bahwa sebuah kode 3 karakter di dalam indeks dengan

dash (-) pada posisi ke 4 berarti bahwa sebuah karaktek ke 4 terdapat pada

volume 1. Subdivisi lebih lanjut yang digunakan pada posisi karakter

tambahan tidak di indkes, kalau ini digunakan, ia harus dicari pada volume

1.

7. Pedomani setiap term inklusi dan eksklusi di bawah kode yang dipilih,

atau dibawah judul bab, blok atau kategori.

8. Tentukan kode.

2.1.12 Standart dan Etik Pengkodean

Standart dan etik pengkodean (coding) yang dikembangkan AHIMA (The

American Health Information Management Assosiation) meliputi beberapa

standar yang harus dipenuhi oleh seorang pengode (coder) profesional antara lain:

1. Akurat, komplet dan konsisten untuk menghasilkan data yang berkualitas.


16

2. Pengode harus mengikuti sistem klasifikasi yang sedang berlaku dengan

memilih pengodean diagnosis dan tindakan yang tepat.

3. Pengodean harus ditandai dengan laporan kode yang jelasdan konsisten

pada dokumentasi dokter dalam rekam medis pasien.

4. Pengodean profesional harus berkonsultasi dengan dokter untuk klarifikasi

dan kelengkapan pengisian data diagnosis dan tindakan.

5. Pengodean profesional tidak mengganti kode pada bill pembayaran.

6. Pengode profesional harus sebagai anggota dari tim kesehatan, harus

membantu dan menyosialisasikan kepada dokter dan tenaga kesehatan lain

7. Pengode profesional harus mengembangkan kebijakan pengodean di

institusinya.

8. Pengodean profesional harus secara rutin meningkatkan kemampuannya di

bidang pengkodean.

9. Pengode profesional senantiasa berusah auntuk memberi kode yang paling

sesuai untuk pembayaran.

2.1.13 Elemen Kualitas Pengkodean

Elemen kualitas pengkodean, Hatta (2013) adalah sebagai berikut :

1. Konsistensi bila dikode petugas berbeda kode tetap sama (reliability).

2. Kode tepat sesuai diagnosis dan tindakan (validity).

3. Mencakup semua dignosis dan tindakan yang ada di rekam medis

(completeness).

4. Tepat waktu (timelines).


17

Dengan diberlakukannya (BPJS) Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial

Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014 dan BPJS Ketenagakerjaan, serta

berlakunya sisten INA CBGs dalam BPJS yang ada di rumah sakit dimana kode

diagnostik menjadi salah satu variabel perhitungan biaya pelayanan di rumah

sakit. Hal ini tentunya menuntut kinerja petugas kodifikasi coder dalam hal

ketepatan/keakuratan dan kecepatan dalam menentukan kode diagnosa menjadi

sangat penting. Karena ketepatan dan keakuratan kode yang telah diberikan akan

mempengaruhi besar atau kecilnya klaim perhitungan biaya pelayanan kesehatan

yang harus dikeluarkan oleh BPJS kepada rumah sakit. Sehingga peran petugas

coding sangat berpengaruh terhadap klaim BPJS.

2.1.14 External Cause ( Penyebab Luar)

External cause atau penyebab luar dalam ICD-10 merupakan klasifikasi

tambahan yang mengklasifikasikan kemungkinan kejadian lingkungan dan

keadaan sebagai penyebab cedera, keracunan dan efek samping lainnya. Kode

external cause (V01-Y89) harus digunakan sebagai kode primer kondisi tunggal

dan tabulasi penyebab kematian (underlying cause) dan pada kondisi yang

morbiditas yang dapat diklasifikasi ke bab XIX (injury, poisoning, and certain

other consequences of external cause).

Bila kondisi morbiditas diklasifikasi pada bab I-XXI kondisi morbiditas

itu sendiri akan diberi kode sebagai penyebab kematian utama (underlying cause)

dan jika diinginkan dapat digunakan kategori bab external cause sebagai kode

tambahan. Pada kondisi cedera, keracunan atau akibat lain dari sebab ekternal
18

harus dicatat, hal ini penting untuk menggambarkan sifat kondisi dan keadaan

yang menimbulkannya.

2.1.15 Manfaat External Cause

Manfaat kode external causes adalah untuk :

1. Melaporkan Rekapitulasi Laporan (RL4) atau Data Keadaan Morbiditas

Pasien Rumah Sakit Penyebab Kecelakaan dalam bentuk kode.

2. Membuat surat keterangan medis klaim asuransi kecelakaan.

3. Sebagai penyebab kematian pada surat sertifikat kematian jika pasien

kasus kecelakaan meninggal

4. Indeks penyakit sebagai laporan internal rumah sakit.

2.1.16 Klasifikasi External Cause

Pada umumnya penyebab luar sebaiknya ditabulasi baik menurut Bab XIX

dan Bab XX, pada kondisi ini, kode dari Bab XX harus digunakan untuk

memberikan informasi tambahan untuk beberapa analisis kondisi (Rahayu W,

2012). Bab XX dibagi menjadi beberapa sub bab, yaitu :

Tabel 2.1 Klasifikasi external cause

No DESKRIPSI / STRUKTUR Keterangan


.
1. Kecelakaan Kendaraan Bermotor V01-V99
Pejalan kaki yang cedera dalam kecelakaan transportasi V01-V09
/lalu lintas
Pengendara sepeda yang cedera dalam kecelakaan lalu V10-V19
lintas/transportasi
Pengendara sepeda motor cedera dalam kecelakaan lalu V20-V29
lintas/transportasi
Penumpang Kendaraan bermotor roda dua / tiga cedera V30-V39
dalam kecelakaan lalu lintas/transportasi
Penumpang mobil yang cedera dalam kecelakaan lalu V40-V49
lintas
Penumpang truk pick up atau van yang cedera akibat V50-V59
19

kecelakaan lalu lintas


Penumpang kendaraan berat yang cedera akibat V60-V69
kecelakaan lalu lintas
Penumpang bus yang cedera akibat kecelakaan lalu lintas V70-V79
Kecelakaan kendaraan jalanan lainnya V80-V89
Kecelakaan transportasi air V90-V94
Kecelakaan transportasi udara dan ruang angkasa V95-V97
Kecelkaan transportasi (lalu lintas) yang tidak di tentukan V98-V99
lainnya
2. Penyebab luar karena kecelakaan lainnya W00-X59
Jatuh W00-W19
Sumber : ICD X , 2010

2.1.17 Karakter Kode Tempat Kejadian

Kategori berikut disediakan untuk digunakan untuk mengidentifikasikan

tempat kejadian penyebab luar mana yang relevan sebagai karakter keempat pada

kode external cause.

Tabel 2.2 Karakter Kode Tempat Kejadian

DESKRIPSI STRUKTUR KETERANGAN


Tempat tinggal 0
Tempat tinggal institusi 1
Sekolah, fasilitas umum, rumah sakit, bioskop, 2
tempat hiburan
Tempat olahraga 3
Jalan umum 4
Area perdagangan dan jasa 5
Industri dan konstruksi area 6
Perkebunan 7
Tempat yang spesifik lainnya 8
Tempat tidak spesifik 9
Sumber : ICD X, 2010

2.1.18 Karakter Kode Aktivitas

Kategori berikut disediakan untuk digunakan untuk menunjukan aktivitas

orang yang terluka saat peristiwa itu terjadi sebagai karakter kelima kode external

cause.
20

Tabel 2.3 Karakter Kode Aktivitas

DESKRIPSI STRUKTUR KETERANGAN


Sedang melakukan aktivitas olahraga 0
Sedang melakukan aktivitas waktu luang 1
Sedang melakukan aktivitas waktu kerja 2
Sedang melakukan aktivitas pekerjaan rumah 3
Sedang istirahat, tidur, makan, atau tindakan vital 4
lainnya
Sedang melakukan aktivitas spesifik lainnya 8
Sedang melakukan aktivitas tidak spesifik 9
Sumber : ICD X, 2010

2.1.19 Kode Tambahan Kecelakaan Transportasi

Kode tambahan kecelakaan transportasi digunakan sebagai karakter

keempat untuk mengidentifikasikan korban kecelakaan dan penyebab kecelakaan,

dimana kode tersebut digunakan untuk V01-V89 dan kode kelima yang digunakan

adalah kode tempat kejadian kecelakaan dan tidak perlu disertai kode aktivitas.

Tabel 2.4 Kode Tambahan Kecelakaan Transportasi

DESKRIPSI STRUKTUR KETERANGAN


Pengemudi terluka dalam kecelakaan bukan lalu lintas 0
Penumpang terluka dalam kecelakaan bukan lalu lintas 1
Pengemudi terluka dalam kecelakaan bukan lalu lintas 2
tidak spesifik
Seseorang terluka saat menumpang atau turun 3
Pengemudi terluka dalam kecelakaan lalu lintas 4
Penumpang terluka dalam kecelakaan lalu lintas 5
Pengemudi terluka dalam kecelakaan lalu lintas tidak 9
spesifik
Sumber : ICD X, 2010

2.1.20 Langkah-langkah Koding External Cause

1. Tentukan tipe pernyataan yang akan dikode, dan buka volume 3

Alphabetical Index (kamus). Bila pernyataan adalah istilah penyakit atau

cedera atau kondisi lain yang terdapat pada Bab I-XIX dan XXI (Volume
21

1), gunakanlah sebagai “lead-term” untuk dimanfaatkan sebagai panduan

menelusuri istilah yang dicari pada seksi I indeks (Volume 3). Bila

pernyataan adalah penyebab luar (external cause) dari cedera ( bukan nama

penyakit ) yang ada di Bab XX (Volume 1), lihat dan cari kodenya pada

seksi II di Indeks (Volume 3).

2. Baca dengan seksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul di bawah

istilah yang akan dipilih pada Volume 3.

3. Lihat daftar tabulasi (Volume 1) untuk mencari nomor kode yang paling

tepat. Lihat kode tiga karakter di indeks dengan tanda minus pada posisi

keempat yang berarti bahwa isian untuk karakter keempat itu ada di dalam

volume 1 dan merupakan posisi tambahan yang tidak ada dalam indeks

(Volume 3). Perhatikan juga perintah untuk membubuhi kode tambahan

(additional code) serta aturan cara penulisan dan pemanfaatannya dalam

pengembangan indeks penyakit dan dalam sistem pelaporan morbiditas

dan mortalitas.

4. Ikut pedoman Inclusion dan Exclusion pada kode yang dipilih atau bagian

bawah suatu bab (chapter), blok, kategori atau subkategori.

Adapun proses kodefikasi external cause menggunakan ICD-10 sebagai berikut

1. Tentukan diagnosa external cause yang akan dikode.

2. Jika external cause merupakan kecelakaan transportasi maka buka ICD-

10 volume 3 pada section II ( external causes of injury ) lihat Table of


22

land transport accident. Bagian vertikal merupakan korban dan bagian

horizontal merupakan jenis kendaraan yang menyebabkan kecelakaan.

3. Pertemuan bagian vertikal dan horizontal merupakan kode external

cause sampai karakter ketiga yang menjelaskan bagaimana kecelakaan

terjadi.

4. Pastikan kode pada buku ICD-10 Volume I (Tabular List) untuk

menentukan karakter keempat dan kelima dari kode external cause

tersebut.

5. Untuk cedera akibat bukan kecelakaan transportasi, maka dicari tahu

dulu apakah hal tersebut terjadi karena disengaja atau tidak. Jika

disengaja maka buka ICD-10 volume 3 pada section II dengan leadterm

“ assault “, kemudian cari lagi pada bagian bawah leadterm tindakan

apa yang dialami korban hingga menyebabkan cidera.

6. Contoh kasus external cause lainnya dan digunakan untuk leadterm

antara lain :

1. Jatuh ( Fall, falling from, falling on )

2. Terpukul ( Strike, contact with )

3. Gigitan ( Bite )

4. Kebakaran ( Burn )

5. Tercekik ( Choked )

6. Tabrakan ( Collision )

7. Terjepit,tergencet ( Crushed )

8. Terpotong ( Cut, cutting )


23

9. Tenggelam ( Drowning )

10. Bencana alam ( earthquake, flood, storm, dst )

11. Tertimbun ( earth falling (on)

12. Ledakan ( explosion )

13. Terpapar ( exposure, contact (to) )

14. Gantung diri, tergantung ( hanging (accidental))

15. Suhu panas ( heat, hot )

16. Sengatan ( ignition (accidental) )

17. Insiden tindakan medis ( Incident, adverse, misadventure )

18. Terhisap ( Inhalation )

19. Keracunan ( Intoxication, poisoning )

20. Tertendang ( Kicked by )

21. Terbunuh ( Killed, killing )

22. Terpukul ( Knock down (accidentally) )

23. Terdorong ( pushed )

24. Tertusuk ( piercing )

25. Radiasi ( radiation )

5. Pada kasus keracunan maka buka ICD-10 volume 3 pada section III Table

of Drugs and Chemical dengan melihat nama zatnya dan melihat

keracunan disebabkan oleh apa :

1. Kolom accidental untuk keracunan yang tidak disengaja

2. Kolom Inventional self-harm untuk keracunan yang disengaja menyakiti

diri sendiri
24

3 Kolom Undetermined Intent untuk keracunan yang belum ditentukan

niatnya

4 Kolom Advere effect in therapeutic use untuk keracunan yang

disebabkan pada saat perawatan terapi

5 Pastikan kode pada buku ICD-10 Volume I (Tabular List) untuk

menentukan karakter keempat dan kelima dari kode external cause

tersebut.

2.1.21 Cedera

Cedera (injury) adalah suatu kerusakan fisik yang terjadi ketika tubuh

manusia mengalami atau mendapatkan kontak yang akut atau tiba- tiba dari

tingkat energi yang tidak tertahankan.

Berbagai jenis cedera, yaitu :

1. Luka bakar adalah cedera yang diakibatkan sesuatu yang panas.

2. Patah tulang atau fraktur, cedera pada tulang.

3. Luka pada kulit yang dapat mengakibatkan pendarahan atau hanya

lecet.

4. Memar adalah pendarah didalam tubuh, dikulit terlihat warna kebiruan.

2.2 Kerangka Konsep

Kerangka berfikir dalam penelitian ini bertujuan untuk menerapkan

pemberian kode exterenal cause.

Pengisian kode external cause


Pemberian kode injury:
external cause injury
1. Terkode
2. Tidak Terkode
25

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai