Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
SEJARAH BATIK
Di Indonesia, batik sudah ada sejak zaman Majapahit dan sangat populer pada abad
XVIII atau awal abad XIX. Sampai abad XX, semua batik yang dihasilkan adalah batik tulis.
Kemudian setelah perang dunia I, batik cap baru dikenal.
Walaupun kata batik berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa tidaklah
tercatat. G.P Rouffaer berpendapat bahwa teknik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari
India atau Srilanka pada abad ke-6 atau ke-7. Sehubungan dengan hal ini, Amri Yahya
berpendapat bahwa masih banyak kesimpangsiuran mengenai asal batik Indonesia, yang
diperkirakan berasal dari daratan India khususnya di sekitar pantai Koromandel dan Madura,
sebab di sana sudah dikenal teknik tutup-celup ini sejak beberapa abad sebelum Masehi.
Pendapat ini belum meyakinkan karena teknik batik tutup-celup yang digunakan India
berbeda dengan di Jawa. Keduanya memang menggunakan jenis alat yang hampir sama
bentuknya, misalnya di India menggunakan sejenis kuas atau jagul dan di Jawa pun
demikian. Akan tetapi, kalau dilihat dari segi penutupnya, jelas dua bentuk karya seni itu
tidak ada hubungannya sama sekali. Batik di Jawa menggunakan bahan lilin (wax) untuk
menutup dan ramuan dedaunan, seperti nila dan soga, untuk pewarnaan. Di samping itu,
teknik pewarnaan dengan celupan dan rendaman pun berbeda. Batik di India menggunakan
teknik tutup dengan jenangan kanji atau beras ketan, sehingga teknik pewarnaannya pasti
berbeda dengan yang ada di Jawa. Teknik rendam atau celup jelas tidak dapat dilaksanakan
mengingat bahan kanji akan luntur jika mengalami perendaman selama beberapa jam atau
hari.
Amri Yahya menambahkan bahwa sebagian ahli berpendapat bahwa batik berasal dari
daratan Cina. Kesaksian ini diperkuat dengan ditemukannya jenis batik dengan teknik tutup-
celup sekitar 2.000 tahun sebelum Masehi. Batik yang ditemukan tersebut menggunakan
warna biru dan putih saja, dan sudah menggunakan teknik yang baik. Akan tetapi, artefak ini
belum dapat memberikan kesaksian yang murni dan dapat dipercaya karena terdapat
perbedaan alat serta bahan yang digunakan.
Dalam ensiklopedia Indonesia disebutkan, teknik batik diduga berasal dari India. Jadi,
diduga teknik ini dibawa oleh bangsa Hindu ke Jawa. Sebaliknya sebelum kedatangan bangsa
Hindu, teknik ini telah dikenal di Indonesia. Misalnya oleh suku Toraja di Sulawesi Tengah.
Mereka memakai hiasan-hiasan geometris yang juga terdapat pada batik-batik tua dari
priangan (simbut). Pada pembuatan simbut, ketan digunakan sebagai pengganti lilin.
Sedangkan sebilah bambu digunakan sebagai pengganti canting. Di bagian timur Indonesia,
teknik batik digunakan untuk menganyam tudung-tudung dari pandan atau bahan lainnya.
Asal mula batik tidak dapat dipastikan, tetapi perkembangan batik yang begitu pesat tidak
terdapat di mana pun juga selain di Indonesia.
Banyak daerah pusat perbatikan di Jawa adalah wilayah santri. Di daerah ini, batik
menjadi alat perjuangan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedagang muslim melawan
perekonomian Belanda.
Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah
satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia. Memang pada awalnya batik dikerjakan hanya
terbatas dalam keraton. Hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga, serta para pengikutnya.
Batik yang masuk kalangan istana diklaim sebagai milik dalam benteng, orang lain tidak
boleh mempergunakannya. Sebagai contoh, peraturan yang dikemukakan oleh Sri Susuhunan
Pakubuwono III yang tertera pada tahun 1769 berbunyi sebagai berikut: "Ana dene kang
arupa jajarit kang kalebu ing larangangsun: batik sawat tan batik parang rusak, batik
cumangkiri kang calacap, modang, bangun-tulak, lenga-teleng, daragem lan tumpal. Anadene
batik cumangkirang ingkang acalacap lung-lungan utawa kekembangan, ingkang ingsun
kawenangaken anganggoha pepatih ingsun lati sentanaingsun, kawulaning wedana". Hal
inilah yang menyebabkan kekuasaan raja serta pola tata laku masyarakat dipakai sebagai
landasan penciptaan batik. Akhirnya, didapat konsepsi pengertian adanya batik klasik dan
batik tradisional. Penentuan ukuran klasik adalah hak prerogatif raja.
Walaupun ada larangan pemakaian batik motif tertentu, kerajaan juga memberikan
sugesti tinggi terhadap pemakai sinjangan batik. Misalnya, Raden Wijaya menganugerahkan
kain batik bermotif lancingan gringsing kepada punggawa terkemuka sebagai tanda derajat
kepadanya, yaitu derajat Senopati Agung. Istilah ini dihubungkan dengan perang mati-
matian. Kharisma raja dengan anugerah tersebut dapat memberikan semangat keperwiraan
yang tinggi. Dan di lain pihak, semangat tersebut merupakan dorongan yang kuat untuk
mengorbankan jiwa dan raga.
Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal di luar keraton, maka kesenian
batik ini mereka bawa keluar keraton dan dikerjakan di tempatnya masing-masing. Akhirnya,
kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum
wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang
tadinya hanya pakaian keluarga keraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari
oleh wanita dan pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan
sendiri.
Sementara itu, bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli
Indonesia yang dibuat sendiri, antara lain pohon mengkudu, tinggi, soga, dan nila. Sodanya
dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur. Bahan kainnya umumnya
berupa mori, sutra, katun, atau pun media lainnya.
Bahan lain yang biasa digunakan adalah malam atau lilin lebah. Dalam ensiklopedia
Indonesia disebutkan bahwa malam adalah hasil sekresi dari lebah madu dan jenis lebah
lainnya untuk keperluan tertentu tidak dapat digantikan dengan lilin buatan.
Pada awal keberadaannya, motif batik terbentuk dari simbol-simbol yang bermakna,
yang bernuansa tradisional Jawa, Islami, Hinduisme, dan Budhisme. Dalam
perkembangannya, batik diperkaya oleh nuansa budaya lain seperti Cina dan Eropa modern.
Perkembangan batik dipengaruhi oleh Hinduisme, misalnya pada motif kawung.
Secara spesifik, Amri Yahya memandang bahwa secara sekilas memang ada hubungan antara
motif kawung yang dipakai oleh patung-patung Hindu pada sinjangan. Jika kita mau
menerawang lebih jauh, mestinya motif itu dipergunakan lebih dahulu pada sinjangan
sebelum dipahatkan pada patung.
Memang pada dasarnya jiwa batik adalah kelembutan, kedamaian, dan toleransi. Jiwa
batik bersedia membuka pintu bagi masuknya kebudayaan-kebudayaan lain yang justru
memperkaya pernak-pernik dalam kehidupannya. Itulah yang merupakan kedigdayaan
budaya batik sehingga mampu bertahan hidup dan berkembang hingga rambahannya secara
signifikan menembus batas-batas kedaerahan, menjadi identitas nasional, dan menjadi bagian
dari budaya dunia.
Menurut Sri Sultan Hamengku Buwono X, pada masa silam, seni batik bukan sekadar
melatih keterampilan melukis dan sungging. Seni batik sesungguhnya sarat akan pendidikan
etika dan estetika bagi wanita zaman dulu. Selain itu, batik pun punya makna untuk menandai
peristiwa penting dalam kehidupan manusia Jawa. Misalnya, batik corak truntum cocok
untuk upacara ijab atau midodareni. Sementara itu, motif grompol, semen rama, dan nagasari
cocok untuk pernikahan. Namun juga ada semacam larangan mengenakan kain parang rusak,
agar terhindar dari pernikahan yang rusak. Dengan menggunakan kain motif sidoluhur atau
sidomukti, para orang tua berharap anaknya nanti menjadi orang terpandang.
Nyai Kushardjanti mengungkapkan bahwa seni batik menjadi salah satu contoh bukti
dari kebenaran konsep Tro Kon, yakni teori tentang pengembangan budaya seperti yang
diutarakan Ki Hadjar Dewantoro bahwa pengembangan budaya yang berkesinambungan
harus keterbukaan terhadap budaya lain demi kesinambungan budaya itu sendiri dan agar
menyatu dengan budaya dunia, namun tetap harus konsentris pada budaya tradisionalnya,
agar tetap memiliki kepribadian di tengah-tengah budaya dunia. Senada dengan hal itu,
Josephine Komara, pendiri Bin House (dalam mandala-magazine.com) yang merupakan salah
satu penghasil batik terbaik dengan gerai toko yang tersebar sampai ke Singapura dan Jepang,
menandaskan, "Batik, yang dihasilkan di Indonesia, hanya dapat dihasilkan di Indonesia."
Kecintaan budaya batik terhadap kebinekaan merupakan refleksi dari sikap budaya
masyarakat Mataram-Surakarta-Yogyakarta. Di dalam budaya batik, hal tersebut tampak pada
pola-pola yang disusun dengan "seni mozaik" yang indah dari berbagai pola yang
menampilkan kebinekaan budaya, seperti pola-pola ceplokan, tambal, dan sekar jagad.
Meski dalam hal bentuk, fungsi, dan makna batik dapat dipilah-pilah, namun akan
terasa pincang bila membedah makna kreasi seni batik tanpa membedah juga bentuk-bentuk
simbolisnya. Dengan kaidah seni, bentuk itu menjadi motif atau pola-pola yang bermakna
simbolis filosofis.
Simbol adalah kreasi manusia untuk mengejawantahkan ekspresi dan gejala-gejala
alam dengan bentuk-bentuk bermakna, yang artinya dapat dipahami dan disetujui oleh
masyarakat tertentu. Manusia tidak dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya tanpa
simbol-simbol karena manusia sebagai makhluk budaya tidak dapat mengekspresikan jalan
pikiran atau penalarannya.
Motif batik tradisional dikatakan sebagai kreasi seni, dan masyarakat luas
mengakuinya. Nyi Kushardjanti mengatakan bahwa karya seni merupakan simpulan dari
berbagai ajaran tentang seni zaman Yunani Kuno hingga masa kini. Karya seni adalah suatu
kreasi yang melibatkan cipta, rasa, dan karsa manusia, merupakan pengejawantahan dari
ekspresi manusia menyangkut rasa, emosi, cita-cita, harapan, gagasan, khayalan, serta
pengalamannya, yang divisualisasikan pada suatu media, dengan keterampilan dalam bentuk-
bentuk berstruktur yang merupakan satu kesatuan yang organis, dengan menggunakan media
indrawi, sehingga dapat ditangkap dan ditanggapi oleh indera manusia sebagai suatu yang
bermakna bagi pencipta dan pengamatnya. Dalam hal batik tradisional, medianya adalah
kain.
Sementara itu, konsep filsafat yang diterapkan adalah filsafat sebagai seni bertanya
diri, yaitu usaha manusia untuk memperoleh pengertian dan pengetahuan tentang hidup
menyeluruh dengan mempergunakan kemampuan rasa dan karsanya.
Di dalam ilmu tentang keindahan seni (estetika), ide pelahiran bentuk-bentuk dalam
seni rupa adalah naturalis, intuitif, abstrak, abstraktif, arsitektoris, figuratif, dan filosofis
(Raharjo, 1986, dalam Haruisman, 2001: 137). Pelahiran bentuk pola/motif batik tradisional
yang termasuk seni rupa dwimatra yang bentuk-bentuknya terbina dari unsur titik, garis, dan
bidang. Ciri-cirinya antara lain adalah bentuknya abstrak, yakni bentuk natural (alami) ke
bentuk deformatif dengan teknik distorsi atau stilisasi. Selain itu, ada juga Bentuk figuratif
yang perubahannya disesuaikan dengan konsep-konsep dan pandangan hidup seseorang atau
bangsa. Konsepsi bangsa timur, termasuk Indonesia menghendaki simbolisme. Yang terakhir,
bentuk filosofis yang merupakan bentuk-bentuk simbolis yang diciptakan atas dasar falsafah
manusia yang bersifat kosmologis maupun falsafah kehidupan.
Menurut Amri Yahya, batik dalam konsepsi kejawen lebih banyak berisikan konsepsi-
konsepsi spiritual yang terwujud dalam bentuk simbolika filosofis. Maksudnya erat dengan
makna-makna yang simbolis, misalnya adalah motif gurda pada batik klasik atau tradisional.
Sinjangan (kain panjang) yang bermotif gurda ini sebenarnya bermula dari bentuk burung
garuda. Burung ini telah dipakai sebagai lambang pada masa purna Indonesia. Hal ini muncul
pada panji-panji sebagai lambang kendaraan menuju surga, misalnya pada candi-candi Dieng.
Sedangkan pada perkembangan Hindu selanjutnya, terutama di Jawa Timur, burung garuda
merupakan kendaraan dewa. Lalu, dapat disimpulkan bahwa motif gurda atau garuda ini pada
masa lalu digunakan oleh para priyagung keraton. Motif gurda ini berubah menjadi bentuk
sayap atau lar saat Islam masuk. Komposisi pengaturan dalam penebaran pada sinjangan pun
semakin terlihat bagus.
Pada pertengahan abad ke-17, di era Sultan Agung Hanyakrakusuma, bentuk-bentuk
motif batik diejawantahkan dengan cara yang sederhana dan dengan ukuran yang relatif besar
karena pada waktu itu belum ditemukan canting tulis, sebuah alat sederhana yang digunakan
untuk menorehkan lilin cair untuk mengekspresikan bentuk-bentuk yang rumit, kecil, dan
indah.
Awalnya, motif parang barong, kawung, dan tunggak semi ditampilkan dengan jegul
kecil, semacam kuas yang dibuat dari benang. Seni dekorasi kain tersebut disebut batik, yang
artinya menggambar hingga sekecil-kecilnya atau titik-titik. Dalam bahasa Jawa halus,
membatik juga disebut nyerat/menulis, sebab pada zaman dahulu huruf masih merupakan
gambar.
Usaha pengembangan seni batik dan penyebaran tekniknya dilakukan melalui
perdagangan yang dilakukan bangsa Portugal pada tahun 1519 dan Belanda di tahun 1603 ke
seluruh pelosok nusantara. Maka tak heran jika pada abad XVII dan XVIII banyak wanita di
Aceh dan Maluku menggunakan sinjangan yang berasal dari Jawa. Inilah yang menyebabkan
kaburnya titik pijak dari mana asal batik itu.
Kemajuan teknologi produksi serta dinamika aspirasi konsumen dewasa ini telah
membuka berbagai kemungkinan baru bagi dunia pembuatan produk-produk tekstil sehingga
semakin meningkatkan keanekaragaman pada aspek-aspek fungsinya. Hal ini menempatkan
batik pada ajang persaingan yang semakin tajam dibandingkan masa-masa sebelumnya.
Pembuatan batik di Indonesia menunjukkan suatu spektrum ungkapan rupa yang amat
beraneka ragam karena kain tersebut sejak dahulu telah menjadi salah satu ungkapan budaya
yang terpenting dari masyarakat Jawa, terutama dalam konteks adati, misalnya sebagai
busana serta perangkat pendukung upacara. Batik juga menjadi komoditas dalam bentuk
bahan dasar untuk beraneka ragam kebutuhan masa kini seperti fashion, elemen pelengkap
interior, dan lain-lain. la diusahakan untuk tampil mengikuti kecenderungan mode.
Selama lebih dari 150 tahun terakhir, produksi batik terlibat dengan berbagai
perkembangan gagasan, baik pada aspek estetis, teknologi, maupun fungsionalnya.
Eksistensinya juga tidak hanya terbatas sebagai sebuah entitas lokal (pribumi), tetapi juga
merambah ke dalam ruang kehidupan para pendatang. Bangsa-bangsa Arab, Cina, dan
Belanda ikut menjadikannya sebagai produk budaya dalam gayanya masing-masing.
Kesemuanya menunjukkan suatu tradisi dari sebuah produk kebudayaan Indonesia yang tidak
statis, melainkan senantiasa berada dalam dinamika sesuai dengan perkembangan lingkungan
dan semangat zaman, sebagai suatu bentuk dari integrasi tradisi dengan modernitas. Namun
tidak berarti perkembangan batik ke dalam ruang-ruang tekstil modern bebas masalah.
Sebagai sebuah cabang seni, batik Indonesia, khususnya buatan masyarakat Jawa, memang
sudah memperoleh pengakuan para pakar dan pengagumnya dari mancanegara, baik dari segi
pencorakan maupun tekniknya. Batik diakui sebagai sebuah ungkapan budaya tradisi, sebuah
seni asli bangsa Indonesia yang unggul. Dan seiring perkembangan waktu, batik telah
melahirkan sebuah karakter khas, yang kemudian menyebabkan timbulnya beberapa masalah
Karena karakter yang sangat khas tersebut, batik tidak cukup hanya disebut sebagai
seni tapi juga mengalami kategorisasi ketat dalam aspek estetik dan teknisnya. Bentuk-bentuk
corak dan pencorakan yang bukan mencerminkan kekhasan daerah yang secara tradisional
dikenal sebagai pusat pembatikan sulit memperoleh pengakuan sebagai batik (kalau tidak
ingin disebut sebagai bukan batik), walaupun secara teknis ia melalui proses batik.
Daerah yang tidak memiliki sejarah batik, walaupun bersungguh-sungguh membuat
batik tidak mudah diakui produk batiknya selain oleh masyarakat daerah tersebut. Sebagian
besar produk tersebut dinamakan batik, lengkap dengan embel-embel nama daerah di
belakangnya, seperti batik jambi, batik papua, batik betawi, dan sebagainya, meniru
penamaan batik tradisional Jawa yang sudah punya nama besar seperti batik yogya, batik
solo, batik pekalongan, batik cirebon, dan lain-lain. Sekalipun demikian, mereka tetap belum
dianggap sebagai anggota lingkaran dalam keluarga besar batik jawa dan madura. Ini terasa
dan tampak jelas pada berbagai pameran kerajinan dan batik seperti Inacraft, Indocraft,
Adwastra, dan lain sebagainya di mana batik luar Jawa termarginalisasi. Sebaliknya,
walaupun coraknya menunjukkan kekhasan batik, tapi kalau tekniknya tidak batik, printing,
atau tenunan, maka ia disebut kain bermotif batik. Sebuah sikap protektif yang memiliki
kekuatan namun sekaligus juga kelemahan. Kekuatan dari sikap ini adalah tumbuhnya daya
tahan yang besar bagi kekhasan pada aspek estetik formal batik, khususnya pada kualitas
tampilan motif dan detailnya yang amat rumit, pada konfigurasi pencorakannya yang
menyebar memenuhi segenap pelosok kain tanpa menyisakan bidang kosong, dan pada
berbagai simbolisme, pemaknaan serta mitos yang berada di baliknya. Sebuah kekhasan yang
sedemikian teguh diyakini para pembuatnya dari dulu hingga dewasa ini sehingga
menumbuhkan stigma bahwa batik memiliki corak yang rumit, penuh detail halus dan amat
ramai tampilannya, penuh dengan makna simbolik dan tabu, kuno dalam arti motif-motifnya
tidak mengalami perkembangan berarti bila dibandingkan kebebasan ungkapan rupa tekstil
modern, serta merupakan pusaka bangsa yang tidak bisa diubah. Kesemua itu sah-sah saja
apabila batik tetap ingin dipertahankan dan dilihat sebagaimana semangat zaman masa lalu
mengharuskannya. Ternyata kemudian tidak begitu kemauannya.
Batik juga ingin dijadikan sebuah produk yang mengikuti dinamika selera modern. Ia
ingin ditempatkan sejajar dengan kain-kain modern lainnya yang ikut dan telah berhasil
dalam percaturan selera internasional masa kini, katakanlah selera fashion internasional,
namun dengan modal pencorakan khas dan stigmatis tersebut Di sinilah batik harus
berhadapan dengan berbagai tuntutan masa kini yang seringkali tidak sejalan atau bahkan
berlawanan dengan stigma tersebut, khususnya kalau memperbincangkan kebutuhan kain
untuk fashion atau perangkat interior.
Bentuk dan gaya corak kain masa kini memiliki kemungkinan gagasan yang tidak
terbatas, bersifat dekoratif sekuler ketimbang simbolis spiritual, serta amat dinamis siklus-
siklus pergantiannya. Kebutuhan terhadap kain bercorak tidak selalu memerlukan corak
dengan latar belakang budaya tertentu seperti batik dengan segenap kekhasannya itu. Benar,
percorakan tekstil juga tidak hanya berorientasi pada kesederhanaan bentuk dan warna motif,
tetapi juga tidak terlalu memerlukan corak sebagaimana ditunjukkan batik. Bukan itu saja,
selain harus tanggap terhadap dinamika bentuk dan gaya, stigma tersebut juga harus bisa
menjawab pertanyaan perenial tentang efisiensi dalam segala bentuknya, termasuk efisiensi
produksi sebagai hal yang paling esensial dalam persaingan perebutan pasar (hal yang
sebenarnya sudah terjadi pada batik sejak pertengahan abad XIX ketika cap dan zat pewarna
sintetis mulai diterapkan padanya). Kerumitan dan detail yang kaya khas batik memang
memiliki daya pesona tersendiri tapi sulit menjawab tantangan efisiensi produksi, hal yang
pada gilirannya menunjuk pada keterjangkauannya, baik secara ekonomi maupun sosial.
Pada konteks bahan baku, zat pewarna alam yang pernah menjadi elemen utama
dalam batik kini sedang naik daun kembali. Zat pewarna alam memang punya pesona serta
potensi ekonomi tersendiri walaupun terbatas. Menurut Biranul Anas, populeritasnya tidak
mendorong perekonomian masyarakat luas, apalagi perekonomian nasional, melainkan
terbatas mendorong perolehan ekonomi para pengusaha zat tersebut dan para pengusaha
batik. Di samping itu, zat pewarna alam ternyata juga tidak menyebabkan batik menjadi lebih
terjangkau secara ekonomis. Akibatnya mudah diduga, batik hanya menjadi konsumsi
kalangan berada. Padahal kalau mau merebut pangsa pasar atau pasar masa kini yang identik
dengan istilah in fashion, salah satu filosofinya adalah sebuah produk harus meluas
digunakan masyarakat Untuk itu, produk tersebut harus bersifat demokratis, artinya tersebar
dan digunakan oleh masyarakat luas karena keterjangkauannya secara ekonomi. Lagipula
potensi dan pesona sebuah substansi bukan monopoli zat warna tertentu, melainkan juga
kadar keahlian dalam perancangan/desain tekstil dan keahlian yang sejauh ini telah
mengalami pelecehan akut.
Terdapat setidaknya tiga hal dasar yang harus diketahui dalam pengembangan kain-
kain tradisional menjadi produk masa kini atau tekstil modern. Pertama, faktor apa yang mau
dikembangkan. Ini merujuk pada diperlukannya pengetahuan berbagai segi tentang produksi
tekstil pada kedua konteks tersebut sebagai sebuah keniscayaan. Kedua, faktor bagaimana
pengembangannya, yang erat kaitannya dengan kemampuan daya cipta (kreativitas). Ketiga,
tujuan atau peruntukan pengembangan tersebut, yang menyangkut fungsi produk yang telah
dikembangkan. Agar dapat memperoleh hasil maksimal, ketiganya harus dipahami serta
dilaksanakan secara terintegrasi.
Faktor pertama adalah mengenai apa yang mau dikembangkan. Konteks pembahasan
ini menyangkut pada aspek estetika formal, lebih jelas lagi sifat corak dan pencorakan. Ini
diperlukan untuk bisa mengetahui serta memahami sejauh apa potensi yang terkandung
dalam produk tekstil tradisional yang dapat dimanfaatkan serta disesuaikan dengan
persyaratan tekstil modern. Tekstil tradisional dan tekstil modern masing-masing tumbuh dari
kebutuhan budaya internal (adat istiadat dan alam spiritual) masyarakat, sedangkan tekstil
modern tumbuh dari paham fungsionalisme yang dikendalikan oleh pasar eksternal,
singkatnya paham komersialisme.
Secara garis besar, ada dua aspek perupaan jenis, yaitu tekstil tradisional dan tekstil
modern. Tekstil tradisional memiliki bentuk dan gaya figuratif dengan corak stilisasi dari
flora, fauna, dan manusia; bersifat sederhana dalam konsep konfigurasi pencorakan, yakni
umumnya menggunakan pola simetris; pencorakan dengan komposisi tertutup; tata letak
corak cenderung menutup seluruh bidang kerja; corak umumnya bersifat simbolik spiritual;
dan corak dibuat dalam lingkup fungsi-fungsi adati. Sedangkan tekstil modern disebabkan
oleh perubahan nilai dalam masyarakat yang merupakan salah satu aspirasi konsumen
terhadap barang-barang kebutuhan hidup.
Secara umum dapat dikatakan bahwa tekstil modern cenderung tampil dalam variasi
bentuk dan gaya yang amat luas dan bebas, yang dikendalikan oleh perkembangan berbagai
konsep di bidang seni dan kendali pasar eksternal; konsep konfigurasi pencorakan beragam;
pencorakan dalam berbagai komposisi; tata letak corak bebas; corak bersifat dekoratif
sekuler; serta corak berorientasi pada fungsi-fungsi sesuai dengan keperluan dan tuntutan
masyarakat modern, yakni untuk bermacam-macam kebutuhan baru berikut spesifikasi teknis
dan estetiknya masing-masing yang secara khusus dapat dirancang sesuai kebutuhan.
Selain mengetahui perbedaan sifat corak antara kedua jenis tekstil tersebut, juga
diperlukan pengetahuan tentang perbedaan sifat teknologi produksi dan ketersediaan kualitas
atau jenis-jenis bahan antar keduanya. Tekstil tradisional umumnya terbentuk oleh teknologi
produksi dan bahan baku tradisional berdasarkan aturan adat. Pembuatannya melibatkan
kekuatan fisik manusia yang tinggi (umumnya buatan tangan) dan bergantung pada sumber-
sumber daya alam lingkungan daerah pembuatannya.
Tekstil tradisional umumnya juga hadir dalam kualitas dan fungsi terbatas, sesuai
dengan kekuatan adat. Berbeda dengan itu, tekstil modern terbentuk dari teknologi produksi
dan bahan baku yang menekankan efisiensi, baik dalam keterlibatan fisik manusia di berbagai
sektor produksinya maupun proses dan teknologi produksi. Tekstil modern juga tidak
tergantung pada bahan baku alami semata. la juga bersifat diversifikatif, hadir dalam berbagai
pilihan jenis/ kualitas teknis dan fungsi akibat dari resiprokalitas antara perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan aspirasi pasar eksternal. Oleh sebab itu, produksi tekstil modern
bertumpu pada pengetahuan tentang modernitas dalam segala aspeknya, yakni estetika,
teknologi produksi, bahan baku, fungsi, serta kemampuan untuk tanggap terhadap dinamika
pasar eksternal.
Teknologi produksi dan bahan baku tekstil dewasa ini mampu menawarkan varian
produk yang amat luas dan beragam. Berbagai jenis serat alam dan buatan (sintetis) serta
beragam dimensi kain berdasarkan aneka teknik tenun, rajut, sulam, dan kempa berikut
keistimewaannya masing-masing telah diproduksi dan hadir di antara kita. Demikian pula
halnya dengan teknologi pewarnaan yang telah mengetengahkan berbagai cara dan kualitas
pencelupan kain dan pencetakan ragam hias dalam zat-zat pewarna dengan daya tahan
unggul. Kemudian juga teknologi proses-proses penyempurnaan (finishing) tekstil karena
besar peranannya dalam peningkatan kualitas struktural dan perwajahan kain sehubungan
dengan fungsinya. Dari sudut kefungsiannya, sebagai mana telah disebutkan, tekstil masa kini
berada dalam tingkat pendayagunaan yang tinggi. Banyak sekali kebutuhan hidup yang baru
hadir dalam bentuk tekstil berikut spesifikasinya masing-masing. Kini kita semakin banyak
mendengar tentang tekstil untuk interior, perlengkapan rumah tangga dan olah raga, di
samping fungsinya sebagai salah satu bahan busana yang juga sudah beraneka ragam.
Batik hadir dalam variasi corak yang beragam dan khas sesuai daerah pembuatannya
masing-masing. Pernyataan-pernyataan seperti itu dapat membangkitkan gairah dan mungkin
sedikit fanatisme budaya, namun tidak cukup sebagai sebuah pengetahuan, khususnya
pengetahuan yang menjadi basis dari semua tindak lanjut pengembangan corak batik. Oleh
sebab itu, seluruh proses penggalian kekayaan corak batik, dalam berbagai tujuan dan arah
pengembangannya seperti modifikasi atau diversifikasi, semestinya bertolak dari
pengetahuan tentang segenap aspek produk batik terlebih dahulu, baik teknis (bahan, proses,
dimensi), estetis, fungsional, maupun historis. Hal ini berguna untuk dapat mengetahui
potensi juga kelemahannya yang dapat digunakan sebagai instrumen strategis bagi
pengembangannya, karena produk batik dapat saja dikembangkan hanya berdasarkan salah
satu, atau sebagian atau semua aspeknya sekaligus, khususnya pada aspek teknis, estetis, dan
fungsional.
Tidak seorang pun menyangkal bahwa inovasi berperan penting. Akan tetapi,
sebagaimana batik melangkah menuju dunia mode masa kini, kita juga tidak dapat
menyangkal bahwa keinginan agar nilai-nilai tradisional yang terkandung didalamnya tidak
hilang.
Industri batik bisa tetap hidup karena kebebasan artistik para seniman atau perajinnya.
Hal ini didukung oleh peminat batik yang semakin meningkat baik batik yang dibuat oleh
para perancang busana, high fashion, hingga batik garmen. Jika awalnya batik hanya didesain
berupa kemeja dan daster, saat ini telah berkembang menjadi busana muslim dan baju santai
untuk remaja dan anak-anak. Sedangkan untuk kalangan muda, batik biasanya dipakai
sebagai baju kasual, bisa dipakai sehari-hari dengan corak warna dan desain motif yang
sesuai mode terkini. Bahannya pun disesuaikan dengan minat mereka, misalnya stretch, lycra,
dan katun. Pengembangan aplikasi batik lainnya antara lain berupa tas, aksesori, dan selop.
Selain itu, pola motif batik juga dimodifikasi dengan tetap menggunakan konsep batik
tradisional yang dipadukan dengan motif batik kreasi. Misalnya, menggabungkan motif-
motifnya dengan desain batik belanda yang bergaya individual, cina yang berornamen
oriental, atau arab yang bernuansa Islami, karena mempunyai latar belakang sejarah batik
klasik yang hampir serupa. Atau pun olahan desainnya digabung dengan motif-motif cirebon,
pekalongan, kudus, dan demakyang berwarna cerah dan pastel.
BAB 2
PROSES PEMBUATAN BATIK
Menurut prosesnya, batik dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu batik tulis, batik cap,
dan kombinasi antara batik tulis dan cap. Selanjutnya sesuai dengan perkembangan teknologi
dan menghindari lamanya proses produksi batik, digunakan screen printing agar dapat
diproduksi dengan cepat. Walaupun begitu, produk ini tidak bisa digolongkan sebagai suatu
batik tetapi dinamakan tekstil motif batik atau batik printing.
Dengan perkembangan material dan teknologi, perkembangan batik pun menjadi
sangat beragam, seperti batik tulis halus dan kasar, batik cap, sablon (screening), dan
printing, atau kombinasi dari proses-proses tersebut. Biasanya bahan dasarnya adalah katun
(mori), sutra, rayon, poliester, dan hasil tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).
Sedangkan bahan kain batik lainnya adalah serat alam. Kain dari serat nanas dan
batang pisang antara lain terdapat di daerah Jepara dan Pemalang, Jawa Tengah. Sementara
kain dari serat anggrek yang berasal dari Kalimantan Timur disebut ulap doyo. Ada juga serat
daun rotan yang dibuat oleh masyarakat Badui Dalam di Banten. Kain berbahan serat alam
diolah dengan cara batik. Motifnya cenderung kontemporer. Kemudian, kain batik tersebut
dibuat aneka produk interior rumah. Serat alam juga dibuat untuk kain panjang dan selendang
atau scarf. Ada yang dibuat menjadi baju untuk pria dan wanita. Selain ramah lingkungan,
bahan kain dari serat alam nyaman untuk dipakai.
BATIK TULIS
Batik tulis dikerjakan dengan menggunakan canting. Canting merupakan alat yang
terbuat dari tembaga yang dibentuk bisa menampung malam (lilin batik). Ujungnya berupa
saluran/pipa kecil untuk keluarnya malam yang digunakan untuk membentuk gambar pada
permukaan bahan yang akan dibatik. Pengerjaan batik tulis dibagi menjadi dua, yaitu batik
tulis halus dan batik tulis kasar.
Bentuk gambar/desain pada batik tulis tidak ada pengulangannya yang jelas, sehingga
gambar lebih luwes dengan ukuran garis motif yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan
batik cap. Gambar batik tulis tampak rata pada kedua sisi kain (tembus bolak-balik),
khususnya bagi batik tulis halus.
Warna dasar kain biasanya lebih muda dibandingkan dengan warna pada goresan
motif (batik tulis putihan/tembokan). Setiap potongan gambar (ragam hias) yang diulang pada
lembar kain biasanya tidak akan pernah sama bentuk dan ukurannya. Berbeda dengan batik
cap yang kemungkinannya bisa sama persis antara satu gambar dengan gambar lainnya.
Mencorak batik berkualitas adalah pekerjaan yang memakan waktu. Batik tulis
memiliki ratusan corak yang mesti digambar dengan tangan pada secarik kain dengan
menggunakan lilin cair dan alat gambar berupa canting.
Kain kemudian diberi warna sehingga corak yang tergambar akan muncul pada sisi
belakang kain. Pada tahap akhir, lilin kemudian akan dikupas. Sesuai dengan tingkat
kerumitan desain, proses ini dapat diulang sebanyak 20 kali, dengan tenggang waktu satu hari
untuk mengeringkan kain. Proses ini sama seperti melukis, sehingga hasil lukisannya tidak
akan sama.
Batik tulis bukan sekadar pekerjaan tukang, akan tetapi merupakan energi kreatif yang
menyatukan tangan, hati, dan pikiran untuk memahami malam, canting, bagaimana cara
menyapukan malam panas di atas kain dan melihatnya meresap, dan menciptakan semua efek
yang berbeda. Semuanya memerlukan tangan yang sangat terampil dengan banyak praktik
supaya bisa melakukannya dengan baik. Hal itu merupakan bagian yang bersifat meditatif
dari keseluruhan proses. Mengalir dengan garis malam, mendapatkan ritme yang tepat, tidak
terlalu cepat, tidak terlalu pelan, dengan temperatur malam yang tepat.
Saat ini banyak sekali orang yang telah mampu membeli batik berkualitas, suatu
gambaran semakin banyaknya masyarakat Indonesia dengan keadaan ekonomi yang cukup
baik. Selain itu, kewajiban mengenakan batik pada hari-hari tertentu menyebabkan
permintaan akan batik semakin meningkat.
Batik tulis, sebagai batik dengan kualitas tinggi, memiliki segmen pasar tersendiri.
Harga jual batik tulis relatif mahal karena kualitasnya lebih bagus, mewah, dan unik. Nilai
estetika Indonesia yang mengandung arti batik tulis versi Jawa tidak dapat diproduksi di
mana pun selain di Indonesia. Tidak mengherankan untuk memproduksi sepotong kain batik
tulis halus dibutuhkan empat bulan. Tetapi untuk menyelesaikan batik tulis kasar dengan
motif sederhana, diperlukan waktu hanya satu minggu.
BATIK CAP
Batik cap adalah kain yang dihias dengan motif atau corak batik dengan
menggunakan media canting cap. Canting cap adalah suatu alat dari tembaga di mana
terdapat desain suatu motif.
Permintaan akan batik cap didorong oleh banyaknya permintaan akan batik.
Permintaan ini direspons oleh pengusaha batik dengan membuat cap mengingat pembuatan
batik tulis memerlukan waktu yang relatif lama. Sekitar pertengahan abad ke-19, canting cap
(biasanya disebut hanya cap saja) mulai dikembangkan.
Dalam buku Batik Belanda 1840-1940 disebutkan bahwa Raffles pernah
menggunakan kayu sebagai bahan cap guna mengaplikasikan pewarna tumbuhan pada kain
katun untuk membuat tiruan palempore India di Jawa. Sayangnya warnanya tidak bertahan
lama. Sementara itu menurut Soerachman, cap dari bahan yang berbeda digunakan untuk
menggambar kain dengan malam. Aslinya, masyarakat membuat cap dari ketela rambat
(Ipomoea batata). Motif batiknya diukir pada permukaan ketela yang lebar. Cap ini kemudian
dikeringkan dan digunakan untuk mengecap. Sayangnya, cap ini tidak bertahan lama dan
hasil corak batik dengan menggunakan malam tampak kurang menarik. Penggunaan kayu
sebagai cap ternyata kurang bagus untuk mengaplikasikan malam pada kain. Ada juga kayu
yang diberi paku-paku dari baja. Jenis cap ini lebih diprioritaskan untuk membuat pola nitik
yaitu berupa titik-titik dan kotak-kotak kecil.
Cap merupakan sebuah alat berbentuk semacam stempel besar yang telah digambar
pola batik. Pada umumnya, pola pada canting cap ini dibentuk dari bahan dasar tembaga,
tetapi ada pula yang dikombinasikan dengan besi. Dari jenis produksi batik cap ini, pembatik
bisa menghemat tenaga dan tak perlu menggambar pola atau desain di atas kain.
Batik cap juga mengalami perkembangan, dengan dikenalnya cap kayu. Cap yang
terbuat dari kayu ini lebih ekonomis dan lebih mudah pembuatannnya. Pola pada kayu diukir
dan dibentuk seperti stempel sama halnya dengan cap tembaga. Batik menggunakan cap kayu
ini dapat dibedakan dari cap tembaga karena kayu tidak menghantarkan panas sebaik
tembaga sehingga malam (lilin) yang menempel pada kayu lebih tipis, dan hasil
pengecapannya yang terbentuk pun memiliki kekhasan tersendiri, biasanya terdapat sedikit
warna yang meresap pada batik karena lilin yang menempel terlalu tipis, sehingga terlihat
gradasi warna pada pola antara pinggir motif dan tengahnya.
Cap yang masih digunakan hingga saat ini terbuat dari tembaga. Diperkirakan
pertama kali cap dari tembaga dibuat pada tahun 1845. Dahulu, cap ini sangat kecil dengan
besar yang tidak lebih dari 10x10 cm. Setiap pola batik memerlukan cap yang berbeda
sehingga memerlukan biaya yang relatif mahal untuk membuat capnya.
Untuk pembuatan satu gagang cap batik dengan dimensi panjang dan lebar 20x20 cm,
dibutuhkan waktu rata-rata dua minggu. Adapun batik cap merupakan jenis batik yang lebih
murah, di mana corak tidak dilukis tetapi disablon secara manual. Saat ini, mesin canggih
semakin mempermudah proses pembuatan batik di mana mesin mencetak corak pada kain
(biasanya kain poliester atau rayon) secara massal yang kemudian melahirkan sebutan batik
cetak.
Bentuk gambar/desain pada batik cap selalu mengalami pengulangan yang jelas,
sehingga gambar nampak berulang dengan bentuk yang sama, dengan ukuran garis motif
relatif besar dibandingkan dengan batik tulis. Gambar batik cap biasanya tidak tembus pada
kedua sisi kain. Warna dasar kain biasanya lebih tua dibandingkan dengan warna pada
goresan motifnya. Hal ini disebabkan batik cap tidak melakukan penutupan pada bagian dasar
motif yang lebih rumit seperti halnya yang biasa dilakukan pada proses batik tulis. Dengan
demikian waktu produksi lebih cepat dan harga jual lebih murah. Waktu yang dibutuhkan
untuk sehelai kain batik cap berkisar 1-3 minggu.
Untuk membuat batik cap dengan beragam motif, maka diperlukan banyak cap,
sementara harga cap batik relatif lebih mahal daripada canting. Jangka waktu pemakaian cap
batik dalam kondisi yang baik bisa mencapai 5 hingga 10 tahun. Harga jual batik cap relatif
lebih murah dibandingkan dengan batik tulis, karena biasanya jumlahnya banyak dan
memiliki kesamaan satu dan lainnya sehingga kurang unik, tidak istimewa, dan kurang
eksklusif.
Batik Printing
Rahardi Ramelan menyatakan bahwa di era 1990-an dunia batik dilanda pengaruh
munculnya "batik" printing atau tekstil dengan motif batik. Akibatnya, banyak pengrajin
batik tulis dan cap mengurangi kegiatannya atau pun menutup perusahaannya. Keadaan ini
diperparah dengan krisis ekonomi tahun 1997/1998. Batik printing terus berkembang
menggerogoti pasar batik tradisional seiring dengan banyaknya permintaan, khususnya untuk
bisnis jual beli di Bali. Sampai saat ini pun produksi batik printing ini jumlahnya lebih
banyak dibandingkan batik cap dan batik tulis.
Teknik pembuatan batik printing relatif sama dengan produksi sablon, yaitu
menggunakan klise (kasa) untuk mencetak motif batik di atas kain. Proses pewarnaannya
sama dengan proses pembuatan tekstil biasa yaitu dengan menggunakan pasta yang telah
dicampur pewarna sesuai keinginan, kemudian dicetak sesuai motif yang telah dibuat. Jenis
batik ini dapat diproduksi dalam jumlah besar karena tidak melalui proses penempelan lilin
dan pencelupan seperti batik pada umumnya, hanya saja motif yang dibuat adalah motif
batik. Batik ini dapat dikerjakan secara manual atau pun menggunakan mesin. Oleh karena
itu, batik printing merupakan salah satu jenis batik yang fenomenal, kemunculannya
dipertanyakan oleh beberapa seniman dan pengrajin batik karena dianggap merusak tatanan
dalam seni batik, sehingga mereka lebih suka menyebutnya kain bermotif batik.
Secara kasat mata, kita dapat membedakan batik printing dan batik tulis atau cap
dengan melihat permukaan di balik kain. Biasanya warna kain batik printing tidak meresap ke
seluruh serat kain dan hanya menempel pada permukaan kain, sehingga kain di baliknya
masih terlihat sedikit berwarna putih. Belakangan muncul perkembangan baru pada batik
printing dengan adanya metode print malam. Metode ini dapat dikatakan merupakan
perpaduan antara sablon dan batik. Pada print malam, materi yang dicetak pada kain adalah
malam (lilin) dan bukan pasta seperti batik printing konvensional. Setelah malam menempel,
kemudian kain tersebut melalui proses pencelupan seperti pembuatan batik pada umumnya.
Ornamentasi Batik
Ornamentasi batik dibagi dalam tiga bentuk yaitu klowongan, isen-isen, dan
ornamentasi harmoni. Klowongan merupakan proses penggambaran dan pembentukan
elemen dasar dari desain batik secara umum. Isen-isen adalah proses pengisian bagian-bagian
ornamen dari pola isen yang ditentukan. Terdapat beberapa pola yang biasa digunakan secara
tradisional seperti motif cecek, sawut, cecek sawut, sisik melik, dan sebagainya. Ornamentasi
harmoni adalah penempatan berbagai latar belakang dari desain secara keseluruhan sehingga
menunjukkan harmonisasi secara umum. Pola yang digunakan biasanya adalah pola ukel,
galar, gringsing, atau beberapa pengaturan yang menunjukkan modifikasi tertentu dari pola
isen, misalnya sekar sedhah, rembyang, sekar pacar, dan sebagainya.
Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi turun-temurun sehingga kadang
kala motifnya dapat dikenali dari keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan
status seseorang. Bahkan sampai saat ini motif batik tradisional hanya dipakai oleh keluarga
keraton Yogyakarta dan Surakarta. Sementara itu, masyarakat mengembangkan motif
tradisional dengan memodifikasikannya dengan motif batik lainnya.
Pewarnaan Batik
Warna dasar kain biasanya lebih muda dibandingkan dengan warna pada goresan
motif. Setiap potongan gambarnya harus diulang pada lembar kain, sehingga biasanya bentuk
dan ukurannya tidak akan pernah sama. Berbeda dengan batik cap yang kemungkinannya
bisa sama persis antara satu gambar dengan gambar lainnya.
Menurut pakar batik, Ir. Dra. Larasati Suliantoro Sulaiman, sebelum abad ke-17 batik
Jawa hanya berwarna biru putih (kelengan), sesudahnya berwarna sogan yaitu ditambahkan
pencelupan berwarna kecokelatan. Semua pencelupan dilakukan dengan zat warna alam,
dimulai dengan pencelupan pasta daun Indigofera tinctoria, kemudian dicelupkan dalam
campuran bahan alami pula yang menghasilkan warna cokelat. Indigofera tinctoria yang
dikenal di Jawa sebagai nila adalah emas biru VOC dan Pemerintah Hindia Belanda, yang
diimpor dari Jawa melalui jalur indigo dengan kapal-kapal ke pelabuhan Amsterdam/
Rotterdam sebanyak 500.000 kilogram pasta setiap tahun. Sesudah Badische Anilin Soda
Fabric (1897) di Jerman menghasilkan indigo kimia, hancurlah dunia nila di Jawa, bahkan
batik jawa kemudian dicelup dengan indigo kimia dan zat warna, aneka rona warna yang
semuanya adalah produk kimia sintetik. Hal ini dibenarkan oleh pakar batik, Tulus Warsito,
bahwa kalau kita mau jujur, bahan-bahan yang dipakai untuk memproduksi batik di Indonesia
hingga saat ini sebagian besar adalah produk impor. Hanya lilin, sebagian kain katun dan
pembatiknya saja yang asli Indonesia. Bahan pewarna (bahkan yang natural), pelorot lilin,
dan bahan bantu lainnya semuanya harus impor, sehingga harganya sangat tergantung dari
fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
Amri Yahya berpendapat, warna batik klasik terdiri dari tiga warna. Yaitu cokelat
identik dengan merah, biru identik dengan warna hitam, dan kuning atau cokelat muda pada
batik identik dengan warna putih. Ketiga warna ini sebenarnya mempunyai alegori sesuai
dengan 3 konsepsi dewa Hindu, yaitu Trimurti. Menurut penuturan Kuswadji
Kawindrosusanto, ketiga warna itu melambangkan cokelat atau merah, lambang Dewa
Brahma atau lambang keberanian. Biru atau hitam lambang Dewa Wisnu atau lambang
ketenangan, sedangkan kuning atau putih melambangkan Syiwa. Hidupnya batik pada masa
tersebut, dilihat dari perkembangan masyarakatnya (sosiologi), memberikan pandangan
bahwa gradasi masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya dapat dilihat dari sandang serta
kedudukannya. Para kaum Brahmana menggunakan pakaian berwarna putih, sedangkan para
Kesatria menggunakan sinjangan yang bermotif sebagai lambang kehidupan dengan
idealisme tinggi. Sementara itu rakyat atau kaum Sudra hanya diperkenankan menggunakan
warna hitam. Warna hitam melambangkan kehidupan bawah yang polos dan memberikan
kesaksian tingkat hidup yang papa.
Menurut Haryani Winotosastro, dalam prosesnya batik membutuhkan dua macam
pewarnaan. Pada awalnya digunakan pewarna alami dari bahan alami, antara lain daun, kulit
pohon, kayu, kulit akar, bunga, dan sebagainya. Dengan semakin berkembangnya zaman dan
kebutuhan akan pewarna yang lebih mudah penggunaannya, maka dipakailah pewarna
kimiawi/sintetis. Pewarna kimiawi/sintetis adalah pewarna yang diperoleh dari bahan-bahan
antara lain naftol, indigosol, dan remazol.
Seni pewarnaan kain dengan teknik pencegahan pewarnaan menggunakan malam
(lilin) adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini
telah dikenal sejak abad ke-4 SM dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga
dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di
Tiongkok semasa Dinasti Tang (618-907) serta di India dan Jepang semasa periode Nara
(645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta suku
Soninke dan Wolof di Senegal.
Di Indonesia, batik diduga sudah ada sejak zaman Majapahit dan sangat populer pada
abad XVIII atau awal abad XIX. Semua batik yang dihasilkan adalah batik tulis hingga awal
abad XX. Batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an. Dalam
buku History of Java yang ditulis oleh Sir Thomas Stamford Raffles, pada tahun 1873
saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat
berkunjung ke Indonesia ke museum Etnik di Rotterdam pada awal abad XIX. Itulah awal
zaman keemasan batik. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris tahun 1900,
batik Indonesia memukau publik dan seniman.
Alat dan bahan yang disiapkan untuk membuat batik tulis, yaitu:
1. Bandul
Bandul terbuat dari logam, misalnya besi, timah, tembaga, atau kuningan. Bisa juga
menggunakan kayu atau batu. Fungsinya adalah untuk menahan kain mori yang baru
dibatik agar tidak mudah ditiup angin atau tarikan pembatik secara tidak sengaja.
2. Dingklik
Dingklik atau bangku adalah tempat duduk yang digunakan untuk pembatik. Tingginya
disesuaikan dengan tinggi orang yang membatik. Bangku ini biasanya terbuat dari kayu
atau rotan.
3. Gawangan
Gawangan digunakan sebagai tempat untuk menyampirkan kain. Gawangan atau yang
disebut juga dengan sampiran terbuat dari kayu atau bambu. Fungsinya adalah untuk
menggantungkan kain rnori yang akan dibatik. Sampiran ini biasanya berbahan ringan
dan mudah dipindah-pindah.
4. Taplak
Taplak biasanya dibuat dari kain. Fungsinya adalah untuk menutup dan melindungi paha
pembatik dari tetesan lilin (malam) dari canting,
5. Meja kayu/kemptongan
Meja kayu/kemplongan merupakan alat penghalus kain secara tradisional, yang terbuat
dari kayu yang berbentuk meja. Kemplongan ini terdiri dari palu, kayu, dan penggilasan
kayu. Alat ini digunakan untuk meratakan kain mori yang kusut sebelum diberi pola motif
batik dan dibatik.
6. Canting
Canting merupakan alat untuk melukis atau menggambar dengan coretan lilin/malam
pada mori. Canting sebagai alat pembentuk motif halus, sedangkan kuas untuk ukuran
motif besar. Canting akan sangat menentukan nama batik yang akan dihasilkan menjadi
batik tulis. Alat ini terbuat dari kombinasi tembaga dan kayu atau bambu. Sifatnya lentur
dan ringan.
Saat membatik, canting yang telah diisi dengan malam harus ditiup sebelum
diaplikasikan ke kain. Tujuannya antara lain adalah:
a. Untuk mengembalikan cairan malam dalam cucuk ke dalam nyamplungan. Tujuannya
agar tidak menetes sebelum ujung canting ditempelkan ke mori.
b. Untuk menghilangkan cairan malam yang membasahi cucuk canting, karena cucuk
canting yang berlumuran malam akan mengurangi kualitas goresan, terutama saat
pertama kali canting digoreskan pada mori.
c. Untuk mengontrol cucuk canting dari kemungkinan tersumbat oleh kotoran malam.
Kalau tersumbat, cairan dalam nyamplungan tidak bersuara, karena udara tidak dapat
masuk. Jika hal itu terjadi, maka lubang canting harus ditusuk dengan ijuk atau benda
apa pun yang bisa melancarkan keluarnya cairan malam dari lubang canting.
Menurut banyaknya carat (cucuk), canting dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Canting cecekan/titik
Canting cecekan bercucuk satu (tunggal), kecil, digunakan untuk membuat titik-titik
kecil (cecek). Kegiatan membuat titik-titik dengan canting cecekan disebut nyeceki.
Selain untuk membuat titik-titik kecil sebagai pengisi bidang, canting cecekan
dipergunakan juga untuk membuat garis-garis kecil.
b. Canting loron/ganda
Loron yang merupakan bahasa Jawa ini berarti dua. Canting ini bercucuk dua, berjajar
dari atas ke bawah, digunakan untuk membuat garis rangkap.
c. Canting telon/tiga cucuk
Telon berasal dari kata telu dalam bahasa Jawa, yang berarti tiga. Canting ini
bercucuk tiga dengan susunan bentuk segitiga. Jika canting ini digunakan, maka akan
terlihat bekas segitiga yang dibentuk oleh tiga cucuk.
d. Canting prapatan/empat cucuk
Prapatan dari kata papat dalam bahasa Jawa yang artinya empat. Canting ini bercucuk
empat yang berguna untuk membuat empat buah titik yang membentuk bujur sangkar
sebagai pengisi bidang.
e. Canting liman/lima cucuk
Canting ini digunakan untuk membuat bujur sangkar kecil yang dibentuk oleh empat
buah titik dan sebuah titik di tengahnya.
f. Canting byok
Canting byok adalah canting yang bercucuk tujuh buah atau lebih. Biasanya
digunakan untuk membentuk lingkaran kecil yang terdiri atas titik-titik, sebuah titik
atau lebih, sesuai dengan banyaknya cucuk atau besar kecilnya lingkaran. Canting
byok biasanya bercucuk ganjil.
g. Canting renteng/galaran
Galaran berasal dari kata galar atau tempat tidur yang terbuat dari bambu yang
dicacah membujur. Renteng adalah rangkaian yang berjejer, cara merangkainya
adalah dengan sistem tusuk. Canting galaran atau renteng selalu bercucuk genap,
misalnya empat buah cucuk atau lebih, paling banyak berjumlah enam buah, tersusun
dari bawah ke atas.
7. Kain mori
Kain mori adalah kain yang terbuat dari kapas. Akan tetapi, dewasa ini batik juga
dibuat di atas bahan lain seperti sutra, poliester, rayon, dan bahan lainnya. Mori adalah
bahan baku batik dari katun. Kualitas mori bermacam-macam dan jenisnya sangat
menentukan baik buruknya kain batik yang dihasilkan. Ukurannya disesuaikan dengan
kebutuhan. Misalnya, untuk udeng (ikat kepala), diperlukan kain mori lebih kecil,
sedangkan untuk kain dodot dibutuhkan 7 mori kacu. Kain dodot biasanya dipakai oleh
keluarga keraton atau penari klasik. Kain panjang (jarik) membutuhkan 2 atau 2,5 kacu.
Baik atau buruknya pengolahan kain mori akan memengaruhi baik buruknya kain
mori tersebut. Sebelum kain mori diolah, terlebih dahulu kain mori dipotong kemudian
diplipit. Diplipit yaitu dijahit pada bekas yang dipotong supaya benang pakan tidak
terlepas. Setelah diplipit, mori dicuci dengan air tawar sampai bersih. Kalau mori kotor,
maka kotoran itu akan menahan meresapnya cairan lilin (malam) dan menahan cairan
warna pada waktu proses pembabaran. Di daerah Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon,
mori dicuci terlebih dahulu dan dijemur sampai kering. Tetapi di daerah Blora, mori yang
telah dicuci selanjutnya direbus beberapa menit Mori kemudian diangkat dan dicuci untuk
menghilangkan kotoran sewaktu direbus. Setelah dicuci, barulah mori dijemur sampai
kering. Jika mori sudah lemas, selanjutnya dikanji. Bahan kanji adalah beras.
Cara membuat kanji yaitu beras direndam beberapa saat dalam air secukupnya.
Setelah itu, beras dan air direbus sampai mendidih. Air rebusan beras diambil, air rebusan
ini disebut tajin. Mori yang kering dimasukkan dalam tajin sampai merata, tanpa diperas
langsung dijemur.
Setelah dijemur, mori menjadi kaku, setelah mori lembap, kemudian mori
dikemplong. Dikemplong yaitu dipukuli pada tempat tertentu dengan cara tertentu pula.
Tujuannya supaya benang-benang menjadi kendor dan lemas. Setelah dikemplong, kain
dapat digambari pola atau motif yang diinginkan.
8. Lilin (malam)
Lilin (malam) yang digunakan adalah lilin yang telah dicairkan. Ada berbagai macam
jenis malam yang bisa digunakan, dan tiap jenis malam berpengaruh pada hasil dari batik.
Jenis lilin yang bisa digunakan, antara lain:
a. Malam tawon (lebah) yang berasal dari sarang lebah (tala tawon). Tala tawon
dipisahkan dari telur lebah dengan cara merebusnya.
b. Malam lancing berasal dari tawon lancing.
c. Malam timur berasal dari minyak tanah buatan pabrik.
d. Malam sedang pabrikan berasal dari minyak tanah.
e. Malam putih pabrikan berasal dari minyak tanah.
f. Malam kuning pabrikan berasal dari minyak tanah.
g. Malam songkal pabrikan berasal dari minyak tanah.
h. Malam geplak pabrikan berasal dari minyak tanah.
i. Malam gandarukem pabrikan berasal dari minyak tanah.
9. Kompor
Wajan kecil dan kompor kecil untuk memanaskan lilin. Kompor yang digunakan biasanya
menggunakan bahan bakar minyak tanah. Dalam perkembangannya kompor batik dibuat
dengan energi listrik atau bahan bakar lainnya.
10. Zat pewarna
Zat pewarna batik dapat berasal dari pewarna sintetis maupun alami.
Adapun tahapan-tahapan dalam proses pembuatan batik tulis, yaitu:
1. Membuat desain batik (molani).
Tahap awal dalam membatik dilakukan dengan membuat pola atau gambar lukisan
motif batik. Dalam penentuan motif, biasanya tiap orang memiliki selera yang
berbeda-beda. Ada yang lebih suka membuat motif sendiri, ada pula yang memilih
untuk mengikuti motif-motif umum yang sudah ada. Motif yang kerap dipakai di
Indonesia adalah batik keraton dan batik pesisiran. Desain dibuat dengan
menggunakan pensil.
2. Setelah molani, langkah selanjutnya adalah melukis dengan lilin (malam)
menggunakan canting (dikandang/dicantangi) dengan mengikuti pola tersebut.
Sebelumnya, kompor minyak dan wajan yang diisi lilin lalu dipanaskan hingga
mencair. Lilin harus sempurna cairnya supaya lancar keluar dari cucuk canting. Api
kompor minyak harus tetap menyala dengan api kecil.
3. Tahap selanjutnya, menutupi dengan lilin pada bagian-bagian yang akan tetap
berwarna putih (tidak berwarna). Canting untuk bagian halus, atau kuas untuk bagian
berukuran besar. Tujuannya, supaya saat pencelupan bahan ke dalam larutan pewarna,
bagian yang diberi lapisan lilin tidak terkena.
4. Berikutnya, proses pewarnaan pertama pada bagian yang tidak tertutup oleh lilin
dengan mencelupkan kain tersebut pada warna tertentu.
5. Setelah dicelup, kain tersebut dijemur sampai kering.
6. Setelah kering, kembali melakukan proses pembatikan yaitu melukis dengan lilin
menggunakan canting untuk menutup bagian yang akan tetap dipertahankan pada
pewarnaan yang pertama.
7. Kemudian, dilanjutkan dengan proses pencelupan warna yang kedua.
8. Proses berikutnya, menghilangkan lilin dari kain tersebut dengan cara mencelupkan
kain tersebut dengan air panas di atas tungku.
9. Setelah kain bersih dari lilin dan kering, dapat dilakukan kembali proses pembatikan
dengan penutupan lilin (menggunakan canting) untuk menahan warna pertama dan
kedua.
10. Proses membuka dan menutup lilin dapat dilakukan berulang kali sesuai dengan
banyaknya warna dan kompleksitas motif yang diinginkan.
11. Proses selanjutnya adalah nglorot, kain yang telah berubah warna direbus air panas.
Tujuannya adalah untuk menghilangkan lapisan lilin, sehingga motif yang telah
digambar sebelumnya terlihat jelas. Pencelupan ini tidak akan membuat motif yang
telah digambar terkena warna, karena bagian atas kain tersebut masih diselimuti
lapisan tipis karena lilin tidak sepenuhnya luntur. Setelah selesai, batik tersebut telah
siap untuk digunakan.
12. Proses terakhir adalah mencuci kain batik dan mengeringkannya. Proses pembuatan
batik menurut ensiklopedia Indonesia adalah sebagai berikut: bagian-bagian kain
dasar yang harus tetap tidak berwarna, jadi ia dilapisi dengan lilin. Sesudah itu, kain
tersebut dimasukkan seluruhnya ke dalam cat dan kemudian lilin tadi dibuang.
Pengerjaan semacam ini dapat diulangi beberapa kali untuk menuakan warna atau
untuk membuat berbagai warna. Agar lilin dapat melekat pada kainnya, maka kain itu
terlebih dahulu dihilangkan kanjinya dan direbus. Agar lilin itu tidak berkembang,
kain kembali dikanji (dalam air beras), dikeringkan, disetrika atau dilicinkan, dan
dipasang pada semacam rak. Dipergunakan lilin lebah yang kuning, dicampur dengan
parafin, damar, atau colophomeum. Campuran ini dipanaskan di atas angle. Campuran
yang berwarna cokelat ini dimasukkan dalam canting yang bercorot satu atau
beberapa buah. Dengan canting itu, lilin itu dituangkan di tempat yang tidak perlu
diberi warna. Juga dipakai semacam cap untuk menaruh lilin tersebut. Jika lilin tadi
sudah diaplikasikan, maka kainnya diletakkan ke dalam air supaya lilinnya membeku.
Agar terjadi kurai-kurai (garis-garis halus), kain tersebut diperas dengan tangan
(corak craquale). Setelah diberi warna, lilin dibuang dengan merebusnya dalam air
atau melarutkannya dalam bensin.
Batik di Indonesia penuh dengan keragaman latar belakang sejarah dan budaya dari
daerah-daerah di Indonesia. Tiap batik dari daerah yang berbeda tidak bisa dibandingkan
keindahannya sebab masing-masing memiliki kekayaan corak yang unik dan khas sehingga
para pencinta batik dapat mengatakan ciri-ciri suatu motif hanya dengan melihat sekilas.
Keunikan dan keindahan karya batik rakyat, terutama yang telah berkembang di Jawa yang
harus digali terus, semakin memperkaya keanekaragaman batik Indonesia. Daerah Istimewa
Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur dikenal dengan keanekaragaman
batik, misalnya batik Garutan, Pacitan, Tuban, Lasem, Pati, Kudus, Demak, Semarang,
Batang, Pekalongan, Tegal, Brebes, Cirebon, Indramayu, Slawi, Banjarnegara, Sokaraja,
Banyumas, Kebumen, Purworejo, Imogiri, Bantulan, Bayat, Solo, Sragen, Wonogiri,
Sukoharjo, Tulungagung, Sidoarjo.
Berdasarkan temuan batik-batik itu, maka batik dari sisi geografi dibagi menjadi dua,
yaitu batik pesisir dan nonpesisir (batik keraton). Batik nonpesisir adalah batik tradisional
yang umumnya masih memegang pakem, yang sampai saat ini masih bisa dijumpai di daerah
Solo dan Yogyakarta. Dahulu, batik-batik ini kebanyakan dipakai oleh kalangan terbatas
(kerabat keraton) dengan corak yang ditentukan. Untuk acara perkawinan, kain batik yang
digunakan harus bermotif sidomukti dan/atau sidoluhur. Sedangkan untuk acara mitoni (7
bulanan), kain batik yang boleh digunakan adalah bermotif ceplok garuda dan/atau parang
mangkoro, begitu seterusnya untuk acara-acara upacara adatyang lain.
Batik pesisir memiliki kebebasan berekspresi dengan corak-corak yang tidak memiliki
pakem, umumnya berwarna cerah/berani dengan motif yang sangat kaya dan cantik. Batik
pesisir ini telah berakulturasi dengan budaya asing. Misalnya, motif bunga-bunga dipengaruhi
oleh India dan Eropa (bunga tulip), serta warna merah dan motif burung phoenix, kupu-kupu,
dan lain-lain dipengaruhi oleh Cina. Motif hewan laut (kerang, bintang laut) adalah motif asli
batik tulis pesisir nusantara. Batik pesisir ini dapat kita temui di daerah Pekalongan, Cirebon,
Lasem, Tuban, dan Madura.
Dalam perkembangannya, ditemukan batik di daerah yang bukan dikategorikan
sebagai batik pesisir maupun nonpesisir, yaitu batik yang dibuat di daerah-daerah yang
memiliki kekhasan tersendiri. Daerah tersebut bukan terletak di wilayah pantai (pesisir),
misalnya, batik bantulan, batik imogiri, batik bayat, batik purworejo, batik madiun, dan batik
dari wilayah-wilayah lainnya. Batik-batik tersebut umumnya bercorak seperti batik pesisir,
yaitu menggunakan warna-warna cerah dengan motif yang lebih beragam, seperti motif
tumbuhan, hewan, kapal, dan sebagainya.
Sementara itu dengan meningkatnya minat akan batik, banyak pula batik yang
diciptakan secara individu, baik oleh seniman, pengrajin, atau pun perusahaan yang memiliki
minat atas batik. Misalnya, batik bola, batik motif mobil, dan kreasi pribadi lainnya. Batik
yang demikian ini dikategorikan dalam ragam kreasi batik (lihat Bab 4: Berbagai Ragam
Kreasi Batik).
Batik Keraton
Batik keraton ditemukan di Yogyakarta dan Solo. Motif seni batik keraton memiliki
arti filosofis dan sarat akan makna kehidupan. Gambarnya rumit dan halus, serta hanya
memiliki beberapa warna, misalnya warna biru, kuning muda, atau putih. Motif kuno keraton
seperti pola panji (abad ke-14), gringsing (abad 14), kawung yang diciptakan Sultan Agung
(1613-1645), dan parang, serta motif anyaman seperti tirta teja.
Motif batikyang diperuntukkan bagi raja dan keturunannya di lingkungan istana
memiliki ciri khas tersendiri. Misalnya, motif lereng atau parang merupakan ciri khas batik
mataram. Sejarahnya dimulai dari berdirinya kerajaan Mataram Islam oleh Panembahan
Senopati. Setelah memindahkan pusat kerajaan dari Pajang ke Mataram, beliau sering
melakukan tapa brata di sepanjang Pesisir Selatan, menyisir Pantai Parangkusuma ke Dlepih
Parang Gupita. Sang raja menelusuri tebing Pengunungan Seribu yang tampak seperti pereng
atau tebing berbaris. Sebagai seorang yang menguasai seni, tempat pengembaraan itu
mengilhami karya cipta motif batik lereng atau parang. Karena penciptanya adalah pendiri
Mataram, maka hak eksklusif diberikan hanya bagi raja dan keturunannya. Rakyat dilarang
menggunakan motif ini. Larangan ini awalnya dicanangkan oleh Sri Sultan HB I pada tahun
1785, yang antara lain termasuk kain motif parang rusak barong. Terakhir, Sri Sultan HB VIII
menetapkan revisi larangan dengan membuat Pranatan Dalem bob Namanipun Pengangge
Keprabon ing Nagarl Ngayogyakarta Hadiningrat, yang dimuat dalam Rijksblad van
Djokjakarta No. 19 tahun 1972. Pranatan ini sampai sekarang tidak diperbarui, tetapi menjadi
semacam pranatan tak tertulis dan kemudian menjadi tradisi di lingkungan keraton.
Batik tradisional tetap mempertahankan coraknya dan masih dipakai dalam upacara
adat karena masing-masing corak memiliki perlambangan atau nilai filosofis.
Bentuk Filosofis
Batik dalam konsepsi kejawen lebih banyak berisikan konsepsi-konsepsi spiritual
yang terwujud dalam bentuk simbol filosofis. Maksudnya erat dengan makna-makna yang
simbolis. Misalnya seperti motif gurda pada batik klasik atau tradisional. Sinjangan yang
bermotif gurda sebenarnya bermula dari bentuk burung garuda. Burung ini telah dipakai
sebagai lambang pada masa purna Indonesia. Hal ini muncul pada panji-panji sebagai
lambang kendaraan menuju surga, misalnya pada candi-candi Dieng. Sedangkan pada
perkembangan Hindu selanjutnya, terutama di Jawa Timur, burung Garuda merupakan
kendaraan Dewa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tempo dulu motif gurda atau
garuda ini digunakan oleh para priagung keraton atau kerajaan. Motif gurda ini berubah saat
Islam masuk, menjadi bentuk sayap atau far. Komposisi pengaturan dalam penebaran pada
sinjangan pun semakin terlihat bagus.
Sementara itu, munculnya Islam memberikan kematangan penciptaan bentuk-bentuk
yang ornamentis yang hingga saat ini dijadikan kaidah pola penciptaan batik dan seni batik.
Misalnya, motif parang yang dikombinasi dengan berbagai bentuk lar serta pewarnaan yang
modern menjadikan batik sinjangan tetap lestari. Di sisi lain, perkembangan daerah Lasem,
Bayat, Pekalongan, Wonogiri, atau daerah lainnya bermuara pada seni batik yang dipengaruhi
Islam. Gaya ornamentis pohon beringin, rumah, motif manusia, dan gunungan mahameru
ditebarkan sedemikian rupa pada kain batik yang bergaya ornamentis sehingga menjadi motif
semen. Akan tetapi, gaya tersebut tidak meninggalkan pola-pola lama yang bersifat
purbakala, seperti kawung dan hiasan permadani (yang terdapat pada candi) yang digubah
menjadi motif truntum seperti sekarang ini.
Ide dasar dari kelahiran pola-polanya adalah filosofi kehidupan dan kosmologis dari
seniman penciptanya. Bentuk-bentuk simbolis sangat dipengaruhi oleh akar budaya dan
pengalaman estetis penciptanya, sehingga terkadang sangat jauh dari realita, sebab
merupakan simbol dalam bentuk simbol, misalnya kawung semar, parang rusak barong, nitik
truntum, semen rama, motif burung huk, gurda, pohon hayat, dan lain-lainnya.
Motif/Pola Kawung
Ragam hias kawung merupakan bentuk yang ditiru/mimesis dari biji kawung, yakni
biji buah siwalan atau buah pohon tal yang dibelah melintang. Bentuk pola kawung adalah
babon atau induk dari bentuk estetis kawung, yaitu bentuk yang paling mirip dengan bentuk
biji buah pohon enau atau pohon tal, sehingga disebut kawung saja.
Ide dasar pola kawung adalah simbolisasi dari konsep "Pancapat". Pelahiran bentuk
simboliknya bersifat filosofis. Bentuk simbolik tersebut disusun dari bentuk dasar dan
tekstur-tekstur sederhana, yang selalu melambangkan jumlah empat (empat bentuk yang
sama), dan satu bentuk kelima (berbentuk lain) sebagai pusat atau intinya. Pancapat
merupakan kehidupan, peraturan kenegaraan, politik, ekonomi, dan lain-lain, seperti yang
terurai berikut ini:
1. Keblat Papat Lima Pancer, artinya di mana pun kita menyebut empat penjuru angin
(kiblat), manusianya selalu berada di tengah-tengah.
2. Sedulur Papat Lima Pancer. Suatu pandangan hidup tradisional, bahwa ketika bayi
dilahirkan akan selalu bersamaan dengan empat saudara kembarnya, yang berwujud darah
merah, air ketuban, ari-ari (plasenta), dan puput puser, yang diyakini akan saling
memengaruhi hingga usia tertentu.
3. Catur Ubhaya (empat ikrar menjalani kehidupan). Suatu kearifan tradisional, bahwa
semua manusia yang dititahkan lahir sebagai makhluk hidup, pada umumnya akan
sanggup menjalani empat ikrar, yakni lahir, birahi, palakrama (pernikahan), dan pralaya
(mati). Bentuk yang kelima adalah simbol manusianya.
4. Catalan kearifan tradisional dalam menghadapi emosi yang bergejolak. Empat macam
bunyi (tertulis) pada bandul kalung punakawan dalam pewayangan (Semar, Gareng,
Petruk, dan Bagong) yang bila digoyang akan berbunyi "neng ning nung nang". Artinya,
jika emosi manusia sedang bergolak, langkah untuk mengatasinya ialah me-neng (diam),
karena dalam keadaan diam akan timbul keheningan sehingga pikiran akan menjadi we-
ning (bening). Bila pikiran telah menjadi bening, maka arah tindakan menjadi du-nung
(terarah dan masuk akal, sesuai dengan kenyataan dan kemampuan pribadinya) . Bila
tindakan yang dijalani terarah dengan benar, maka menang (sukses) akan menjadi hasil
akhirnya.
5. Catatan tentang politik pemerintahan pada zaman Mataram, di mana raja memerintah
dibantu oleh empat penasehatnya, dalam bidang politik, ekonomi, pertahanan-keamanan,
teknologi dan spiritual. Pemerintahan negara dibagi dalam empat wilayah, yakni
Kutanegara, Negaragung, Mancanegara, dan Pesisiran, dengan keraton sebagai pusat
pemerintahan.
6. Empat sifat dari 99 sifat Tuhan Yang Maha Esa, di mana sifat indah dimaksudkan, yakni
Agung (Jalal), Elok (Jamal), Kuasa (Kahar), dan sempurna atau Kamal (Abdullah, dalam
Koesno, 1981:19).
7. Perilaku manusia yang terjelma karena adanya empat hasrat, yakni Mutmainah, Amanah,
Lauwamah, dan Supiah, di mana keinginan yang baik (Mutmainah) sering berlawanan
dengan tiga keinginan lainnya.
Motif atau pola kawung yang bentuk kawungnya agak membulat seperti bentuk tubuh
Kyai Semar disebut juga kawung semar. Dalam pewayangan sering dipakai oleh Kyai Samar
Badranaya. Sering juga disebut kawung kentang karena ukuran tiap bentuknya sebesar umbi
kentang lokal. Pola kawung yang sederhana ini didominasi warna putih, kontras dengan garis
berwarna gelap yang membingkai motifnya hingga mampu menampilkan keagungan dan
kesederhanaan.
Pola kawung yang sarat makna pandangan hidup tersebut termasuk pola batik
larangan, bahkan ada yang disakralkan agar orang senantiasa menghormati maknanya.
Kawung ini termasuk pola geometris, bentuk bujur sangkar, selalu disusun dari empat bentuk
yang sama dalam susunan simetris. Pada kain batik dengan ukuran 105 cm x 250 cm terpeta
kurang lebih 250 motif kawung semar atau kira-kira seribu buah oval bentuk kawung, dan
berkembang menjadi berbagai macam jenis kawung yang begitu banyak jumlahnya, beberapa
di antaranya:
1. Kawung kemplang, dengan ukuran sebesar kawung kentang dengan variasi isen-isen pada
bentuk ke limanya untuk lebih memperindah tampilannya. Kawung kemplang ini pernah
disakralkan, yakni dipakai untuk persembahan pada upacara labuhan. Kawung kemplang
(dalam bahasa Jawa ngemplang berarti tak dapat membayar hutang) menyadarkan
manusia bahwa dengan cara apa pun hingga akhir hidupnya, manusia tidak dapat
membalas budi hingga impas segala kebaikan budi dari alam yang telah memberinya
lahan kehidupan, dengan air, api, bumi, udara, dan energi, meskipun semua itu atas
perkenan Gusti Allah Kang Murbeng Dumadi.
2. Kawung picis, kawung yang diiris-iris sehingga bentuknya menjadi kecil-kecil. Ragam
hias ini sebenarnya sudah sangat tua. Sejak 2.000 tahun sebelum Masehi, ragam hias ini
sudah tampil dalam masyarakat Jawa, tetapi baru divisualisasikan pada batik dan dinamai
kawung picis sesudah ditemukan alat canting tulis. Kawung picis mengandung makna
bahwa kepedihan/kesusahan itu sudah menjadi ciri lelakon hidup manusia, yang
sebenarnya selalu imbang dengan rasa senangnya, namun yang lebih dirasakan adalah
kesusahannya.
3. Kawung geger sekurung, berbentuk unik, seolah gambang kawung pada kaca berlapis-
lapis, terdiri dari beberapa jenis kawung. Pola ini menggambarkan peristiwa konflik
politis di antara keluarga yang membuat geger dan membingungkan rakyat kecil.
Batik Fraktal
Jika batik merupakan seni budaya tradisional Indonesia yang dikerjakan dalam proyek
kriya tradisional secara turun-temurun, maka fraktal adalah sebuah bentuk karya yang muncul
dari perkembangan lanjut geometri kontemporer. Keduanya berbicara tentang bentuk dan
upaya "pengisian ruang yang kosong" dalam bidang dua dimensi yang diciptakan secara
generatif dan iteratif. Generatif karena ia dapat dikonstruksi ulang dengan teknik yang sama,
dan iteratif karena cara mengkonstruksinya dilakukan dalam pola pseudo-algoritmik yang
mirip secara berulang.
Perbedaan batik fraktal itu dengan batik pada umumnya terletak pada segi teknis
pembuatannya menggunakan komputer. Batik tradisional menggunakan canting sedangkan
batik fraktal ini memanfaatkan software khusus atau ultrafraktal saat membuat mendesain
berbagai motif batik Batik fraktal (CFB=Computational Fractal Batik) adalah bentuk
konstruksi yang mengakuisisi tradisi Indonesia dan tradisi matematika Barat yang dilakukan
secara komputasional. Desain kriya yang lahir dari tangan pembatik ditiru dalam teknik
komputasional melahirkan inovasi kreasi batik.
Batik fraktal komputasional diwujudkan dalam tiga bentuk, yaitu:
1. Batik Fraktal Sederhana: hasil simulasi komputer dalam bentuk fraktal yang memiliki
kemiripan dengan desain batik tradisional. Beberapa jenis fraktal yang dikustomisasi
sedemikian sehingga memiliki pola tertentu dapat didesain sebagai inspirasi atas
konstruksi desain batik. Kustomisasi dapat dilakukan atas aturan-aturan iteratifnya,
modifikasi pada bentuk pencorakan warna, dan sebagainya.
2. Batik Hibrida: Pola motif dalam fraktal dan motif batik digunakan sebagai bahan
ornamentasi dan dekorasi untuk desain batik secara bersamaan. Pola-pola dari fraktal
dapat digunakan sebagai pola model utama dari ornamentasi dan dasar dekorasi bersama-
sama dengan isen original dari motif dasar batik dan sebaliknya. Hal ini dapat dilakukan
dengan menggunakan secara komputasional apa yang merupakan motif batik tradisional
dengan hasil adaptasi sedemikian dari fraktal nonbatik. Modus desain ini menggabungkan
secara estetik pola fraktal yang dilahirkan secara komputasional dan apa yang dilahirkan
melalui tradisi budaya batik yang luas dikenal.
3. Batik Inovatif. Pola motif batik tradisional didesain ulang dengan menggunakan teknologi
komputasional fraktal. Merupakan bentuk implementasi dari gambar dengan pola tertentu
dan atau acak dengan menggunakan bentuk-bentuk teselasi iteratif atau algoritma
pengisian dari ornamentasi batik yang asli sebagai isen atau pola batik yang telah dikenal
secara tradisional. Hal ini dapat dilakukan dengan ekstraksi motif dasar dari ornamentasi
batik yang kemudian diiterasi ulang dengan menggunakan pseudo-algoritma batik yang
telah dikenal. Misalnya, dua motif batik di-proses ulang secara komputasional dengan
memberikan desain besar atas pola umum yang secara komputasional akan diproses (isen
dan harmonisasi) yang menghasilkan sifat-sifat fraktal sehingga menghasilkan motif yang
sama sekali baru dengan memperhatikan pola dan prinsip proses mbatik. Pengguna dapat
melakukan kustomisasi dengan pewarnaan tertentu.
Dengan sentuhan teknologi ini, berbagai macam motif batik fraktal bisa dibuat hanya
dengan tiga puluh menit sampai satu jam. Inspirasinya dapat diperoleh di sekitar kita,
misalnya pigmentasi kerang, pola sulir cangkang kerang, bentuk-bentuk rumit dari bunga
salju, pertumbuhan kanker, bahkan beberapa pola pergerakan harga saham dan indeks dalam
ekonomi menunjukkan pola-pola fraktal. Dengan melakukan "peniruan" secara
komputasional dengan berbagai sistem komputasional, kita mengetahui bagaimana pola-pola
kompleks dapat terjadi di alam semesta dan lingkungan sosial kita. Analisis semacam ini
dikenal pula sebagai bentuk analisis berdasarkan ilmu generatif dan berbagai objek estetik
yang melahirkannya dinamai seni generatif komputasional.
Ketika batik telah dapat ditunjukkan pola fraktalnya, maka ia menjadi nnemiliki
peluang untuk dilihat sebagai bentuk generatif. Beberapa jenis pola fraktal yang telah dikenal
sebagai "keindahan matematika" dapat pula menginspirasi pola batik. Sayangnya hingga saat
ini perkembangan motif batik itu masih mengalami kendala. Belum semua bisa dijadikan
motif pada kain. Selain itu, tidak semua warna pada batik fraktal terlihat jelas saat dicetak
pada kain.
Batik Pesisir
Motif batik pesisir memperlihatkan gambaran yang berbeda dengan motif batik
keraton. Batik pesisir lebih bebas serta kaya motif dan warna. Mereka tidak terikat dengan
aturan keraton, akan tetapi memiliki sedikit nilai filosofi. Motif batik pesisir berupa tanaman,
binatang, dan ciri khas lingkungannya. Warnanya semarak agar lebih menarik konsumen.
Batik pesisiran banyak menyerap pengaruh luar, seperti pedagang asing dan para penjajah.
Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh etnis Tionghoa yang juga
mempopulerkan corak phoenix. Sementara itu, bangsa penjajah Eropa, khususnya Belanda
juga mengambil minat pada batik. Hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak
dikenal, seperti bunga tulip dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah, misalnya
gedung, kereta kuda, meriam, atau pun kapal. Warnanya pun tergantung dari kesukaan
mereka, seperti warna biru.
Batik pesisir merupakan julukan untuk batik yang ditemukan di wilayah pesisir atau
pantai, misalnya daerah Cirebon, Lasem, Pekalongan, Tuban, dan wilayah lainnya.
Batik Cirebon
Motif batik megamendung merupakan salah satu ciri khas batik cirebon. Motif
megamendung yang merupakan akulturasi dengan budaya Cina tersebut dikembangkan
seniman batik cirebon sesuai cita rasa masyarakat Cirebon yang beragama Islam. Batik motif
ini dapat dijumpai di daerah-daerah pesisir penghasil batik lain di utara Jawa, seperti
Indramayu, Pekalongan, maupun Lasem.
Kekhasan megamendung atau awan-awanan tidak saja terletak pada motifnya yang
berupa gambar menyerupai awan dengan warna-warna tegas, seperti biru dan merah. Motif
berbentuk seperti awan bergumpal-gumpal tersebut biasanya membentuk bingkai pada
gambar utama.
Sejarah batik di Cirebon terkait erat dengan proses asimilasi budaya serta tradisi ritual
religius. Prosesnya berlangsung sejak Sunan Gunung Jati menyebarkan Islam di Cirebon
sekitar abad ke-16. Sejarah batik Cirebon dimulai ketika Pelabuhan Muara Jati (Cirebon)
menjadi tempat persinggahan pedagang Tiongkok, Arab, Persia, dan India. Saat itu terjadi
asimilasi dan akulturasi beragam budaya yang menghasilkan banyak tradisi baru bagi
masyarakat Cirebon.
Pernikahan Putri Ong Tien dan Sunan Gunung Jati merupakan "pintu gerbang"
masuknya budaya dan tradisi Tiongkok (Cina) ke keraton. Ketika itu, keraton menjadi pusat
kosmik sehingga ide atau gagasan, pernak-pernik tradisi, dan budaya Cina yang masuk
bersama Putri Ong Tien menjadi pusat perhatian oara seniman Cirebon. Pernak-pernik Cina
yang dibawa Putri Ong Tien sebagai persembahan kepada Sunan Gunung Jati menjadi
inspirasi seniman, termasuk pern batik.
Keramik cina, porselen, atau kain sutra dari zaman Dinasti Ming dan Ching yang
memiliki banyak motif menginspirasi seniman Cirebon. Gambar simbol kebudayaan Cina,
seperti burung hong (phoenix), liong (naga), kupu-kupu, kilin, dan banji (swastika atau
simbol kehidupan abadi) menjadi akrab dengan masyarakat Cirebon. Para pembatik keraton
menuangkannya dalam karya batik. Salah satunya adalah motif megamendung.
Motif megamendung gaya Cirebon memiliki kekhasan, sehingga tidak sama persis
dengan megamendung Cina. Pada megamendung dari Cina, garis-garis awan berbentuk
bulatan atau lingkaran, sedangkan megamandung cirebon cenderung lonjong, lancip, dan
berbentuk segitiga.
Ada pula yang menyebutkan bahwa motif megamendung adalah ciptaan Pangeran
Cakrabuana (1452-1479). Motif tersebut didapat dari pengaruh keraton-keraton di Cirebon
karena pada awalnya seni batik cirebon hanya dikenal di kalangan keraton. Sekarang di
Cirebon, batik motif megamendung telah banyak digunakan berbagai kalangan, dari seragam
batik sekolah, seragam batik para pegawai, hingga busana kasual.
Persentuhan budaya Cina dengan seniman batik di Cirebon melahirkan motif batik
baru khas Cirebon dengan motif cina sebagai inspirasi. Seniman batik cirebon kemudian
mengolahnya dengan cita rasa masyarakat setempat yang beragama Islam. Dari situ, lahirlah
motif batik dengan ragam bias dan keunikan khas, seperti paksi naga liman, wadasan, banji,
patran keris, singa payung, singa barong, banjar balong, ayam alas, dan yang paling dikenal
ialah megamendung.
Meskipun megamendung terpengaruh budaya Cina, penuangannya secara
fundamental berbeda. Megamendung cirebon sarat makna religius dan filosofi. Garis-garis
gambarnya merupakan simbol perjalanan hidup manusia dari lahir, anak-anak, remaja,
dewasa, berumah tangga, sampai mati. Antara lahir dan mati tersambung garis penghubung
yang kesemuanya menyimbolkan kebesaran Tuhan.
Sejarah batik di Cirebon juga terkait perkembangan gerakan tarekat yang konon
berpusat di Banjarmasin, Kalimantan. Oleh karena itu, kendati terpengaruh motif Cina,
penuangan gambarnya berbeda, dengan warna nuansa Islam. Contohnya adalah batik dengan
motif paksi naga lima. Motif itu merupakan simbol pesan keagamaan.
Paksi menggambarkan rajawali, naga adalah ular naga, dan liman itu gajah. Motif
tersebut menggambarkan peperangan kebaikan melawan keburukan dalam mencapai
kesempurnaan. Motif itu juga menggambarkan percampuran Islam, Cina, dan India.
Pada megamendung, selain perjalanan manusia, juga ada pesan terkait kepemimpinan
yang mengayomi, dan juga perlambang keluasan dan kesuburan. Komarudin mengemukakan,
bentuk awan merupakan simbol dunia luas, bebas, dan transenden. Ada nuansa sufisme di
balik motif itu.
Membatik pada awalnya dikerjakan anggota tarekat yang mengabdi kepada keraton
sebagai sumber ekonomi untuk membiayai kelompok tersebut. Di Cirebon, para pengikut
tarekat tinggal di Desa Trusmi dan sekitarnya seperti Gamel, Kaliwulu, Wotgali, Kalitengah,
dan Panembahan, di Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon. Oleh karena itu, sampai
sekarang batik cirebon, identik dengan batik trusmi. Masyarakat Trusmi sudah ratusan tahun
mengenal batik. Keberadaan tarekat menjadikan batik cirebon berbeda dengan batik pesisir
lain. Karena yang aktif di tarekat adalah laki-laki, mereka pula yang awalnya merintis tradisi
batik. Ini berbeda dengan daerah lain, membatik hanya dikerjakan oleh wanita.
Warna-warna cerah merah dan biru yang menggambarkan maskulinitas dan suasana
dinamis, karena ada campur tangan laki-laki dalam proses pembuatan batik. Di Trusmi
pekerjaan membatik merupakan pekerjaan semesta. Artinya, seluruh anggota keluarga
berperan, si bapak membuat rancangan gambar, ibu yang mewarnai, dan anak yang
menjemurnya. Oleh karena itu, warna-warna biru dan merah tua yang digunakan pada motif
megamendung, mengambarkan psikologi masyarakat pesisir yang lugas, terbuka, dan
egaliter.
Batik Belanda
Belanda memberi pengaruh pada desain busana di Indonesia. Hal ini dibuktikan
dengan diketemukannya motif atau corak batik Little Red Riding Hood yang merupakan
suatu cerita dongeng yang berkembang di Eropa, antara tahun 1840-1940 di sekitar daerah
pesisir. Suatu motif batik yang memberi pengaruh motif batik pada Indonesia selanjutnya.
Yang kemudian disebut sebagai Batik Belanda.
Batik Belanda awalnya diproduksi di Pekalongan pada tahun 1900. Beberapa pabrik
besar yang memproduksi batik antara lain dilakukan oleh Mrs. Eliza Charlotta van Zuylen
dan Mrs. L Metzelaar. Sedangkan batik dalam skala industry kecil dikerjakan oleh Mrs.
Simonet (Nee Tan len Nio) dan Raden Mas Padmo Soediro.
Istilah batik Belanda ini timbul karena yang membuat batik-batik itu adalah
perusahaan atau industri batik milik wanita pengusaha Indo-Eropa. Hal ini dapat dikenali dari
pola-pola serta motif Eropanya.
Batik Belanda ini awal mulanya diprakarsai oleh Gubernur Sir Thomas Stamford
Raffles yang tertarik untuk menggunakan motif batik sebagai motif cetak pada kain. Sehingga
ketika sesampainya di Indonesia, penggagas Kebun Raya Bogor ini mengirim kain-kain batik
ke Inggris untuk dilakukan proses percetakan secara massal. Di Belanda terdapat beberapa
perusahaan industri batik seperti Oosterom, Metzelaar, dan Franquemont.
Uniknya kain batik yang dipakai wanita Indo ini lebih panjang dibanding kain batik
yang digunakan wanita pribumi, ini dikarenakan postur tubuh wanita pribumi kala itu lebih
pendek dibanding postur tubuh wanita Indo. Biasanya nyonya-nyonya Belanda atau Indo-
Eropa ini menggunakan kain batik sebagai bahan untuk rok, bukan tapih ataujari/c seperti
yang dilakukan Wanita Pribumi. Bahkan kain batik ini dibuat seperti baju-baju yang populer
masa itu. Sedang para pria menggunakan kain batik sebagai bahan untuk membuat celana
panjang. Biasanya dipakai ketika para pria sedang bersantai di rumah, dengan dipadu
padankan baju katun yang pendek berwarna putih.
Mengenai pewarnaan yang dilakukan terhadap kain batik, awalnya mereka
menggunakan pewarna alami seperti yang dilakukan penduduk pribumi kala itu. Namun,
karena tuntutan produksi akhirnya pengusaha Batik Belanda menggunakan pewarna sintetis.
Motif batik Belanda lebih kepada nuansa Eropa. Selain bercorak cerita Si topi Merah
(Dongeng-dongeng yang beredar di Eropa kala itu), juga ada cerita Snow White, Hanzel and
Gretel. Corak lainnya yaitu tema batik seperti Batik Sirkus, Batik Kapal Api dan Batik
Wayang.
Kesamaan antara motif batik Belanda dengan motif batik Indonesia adalah:
1. Pola pengisi pada batik Belanda cenderung sama dengan batik Jawa yang lain.
2. Isen-isen pada batik Belanda sama persis dengan batik Jawa, karena pemilik tidak
memberikan isen pada patron pola yang mereka buat sehingga para pembatik
memberikan isen sesuai dengan isen yang biasa mereka buat untuk batik.
Sedangkan yang membedakan antara batik Indonesia dengan Batik belanda adalah
ukuran batik Belanda lebih lebar dari 110 cm. Kualitas kainnya pun lebih bagus karena
merupakan kain impor dari India.
Batik Batavia
Batik Batavia sangat dipengaruhi oleh bangsa Eropa pada masa penjajahan
Belanda. Kain batik di masa itu banyak dipakai oleh kaum wanita, sedangkan kaum pria
jarang memakai batik. Saat penjajahan Belanda, jika seorang laki-laki mengenakan batik ada
semacam pelecehan tingkah laku yang sangat menyakitkan oleh orang Eropa terhadap
pemakai batik. Jika bule Belanda membeli batik, tujuannya untuk merendahkan martabat
lelaki bangsa Indonesia. Kain batik bagi orang Eropa digunakan untuk serbet, mencuci mobil
dan piyama. Tindakan ini merupakan penghinaan. Padahal batik bagi bangsa Indonesia
digunakan untuk upacara-upacara sacral, kebesaran raja-raja dan adat keagamaan.
Walaupun demikian, ada juga orang Belanda yang justru mempelajari batik secara
serius. Bahkan mereka mengembangkan batik dengan gaya eropa. Ada juga yang
mengirimkan batik ke keluarganya di Eropa.
Batik Pekalongan
Batik Pekalongan termasuk batik pesisir yang paling kaya akan warna. Sebagaimana
ciri khas batik pesisir, ragam hiasnya biasanya bersifat naturalis. Jika dibanding dengan batik
pesisir lainnya Batik Pekalongan ini sangat dipengaruhi pendatang keturunan Cina dan
Belanda. Motif Batik Pekalongan sangat bebas, dan menarik, meskipun motifnya terkadang
sama dengan batik Solo atau Yogya, seringkali dimodifikasi dengan variasi warna yang
atraktif. Tak jarang pada sehelai kain batik dijumpai hingga 8 warna yang berani dengan
kombinasi yang dinamis. Walaupun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di
Pekalongan, diduga batik Pekalongan sudah ada sekitar tahun 1800. Sebab, dari data yang
diperoleh Deperindag Pekalongan, motif batik itu ada yang dibuat 1802. Misalnya, motif
pohon kecil pada bahan baju.
Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada
tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau
perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga keraton serta para
pengikutnya meninggalkan kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat.
Kemudian di daerah - daerah baru itulah keluarga kerjaaan dan pengikutnya mengembangkan
batik.
Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di
Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke
arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, legal, Cirebon dan Pekalongan.
Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin
berkembang. Para pengikut Pangeran Diponegoro yang menetap di daerah ini kemudian
mengembangkan usaha batik di sekitar daerah pantai ini, yaitu selain di daerah Pekalongan
sendiri, batik tumbuh pesat di Buawaran, Pekajangan dan Wonopringgo.
Batik pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan
pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun
lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik pekalongan dikerjakan di
rumah-rumah. Akibatnya, batik pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat
Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kota Pekalongan dan
Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.
Keistimewaan Batik Pekalongan adalah, para pembatiknya selalu mengikuti
perkembangan zaman. Misalnya pada waktu penjajahan Jepang, maka lahir batik dengan
nama 'Batik Jawa Hokokai', yaitu batik dengan motif dan warna yang mirip kimono Jepang.
Pada umumnya batik jawa hokokai ini merupakan dengan motif pagi-sore.
Sementara itu batik Pesisir Pekalongan memiliki corak dan komposisi warna yang
lebih kaya. Corak batik biasanya disesuaikan dengan keadaan daerahnya. Seperti Batik
Pesisir Pekalongan, simbolisasi motifnya pun bernuansa pesisir. Misalnya motif bunga laut
dan binatang laut. Lain halnya dengan Batik Jawa yang dominan dengan motif garis, kotak-
kotak, dan konstruksi geometri lainnya. Walau bentuk tangkai, bunga, dan hewanjuga masih
mendominasi.
Corak batik di daerah ini banyak dipengaruhi oleh kultur Demak yang kental dengan
Islam dan juga kultur para pedagang yang datang. Tak heran jika kemudian mereka bisa
menerima macam-macam warna dan gambar yang akhirnya bisa menunjukan sikap
keterbukaan mereka.
Pada tahun enam puluhan juga diciptakan batik dengan nama tritura. Bahkan pada
tahun 2005, sesaat setelah presiden SBY diangkat muncul batik dengan motif 'SBY' yaitu
motif batik yang mirip dengan kain tenun ikat atau songket. Motif yang cukup populer
lainnya adalah motif Tsunami. Lalu mengapa motif batik pesisir lebih beragam dan kaya?
Banyak ahli batik berpendapat hal ini dikarenakan masyarakat pantai jauh lebih terbuka
sehingga berani mengekspresikan diri.
Batik Lasem
Kota kecamatan Lasem terletak 12 km arah timur Ibukota Kabupaten Rembang
berbatasan dengan Laut Jawa sebelah Utara. Lasem adalah sebuah kecamatan di Kabupaten
Rembang, Jawa Tengah. Kota ini merupakan kota terbesar kedua di Kabupaten Rembang
setelah kota Rembang.
Lasem dikenal juga sebagai "Tiongkok kecil" karena merupakan kota awal pendaratan
orang Tionghoa di tanah Jawa dan terdapat perkampungan tionghoa yang sangat banyak. Di
Lasem juga terdapat patung Buddha Terbaring yang berlapis emas.
Di kota ini juga terdapat sentra industri batik kendatipun tidak setenar batik produksi
Solo, Jogja atau Pekalongan. Namun kehadiran Batik Lasem merupakan kebanggaan sendiri
bagi penduduk kota nelayan ini.
Batik produksi Lasem bercorak khas dengan warna merah darah ayam yang konon
tidak dapat ditiru oleh pembatik dari daerah lain. Sebelum ada pewarna kimia, pembatik
Lasem menggunakan pewarna alam. Misalnya, untuk menghasilkan warna merah
menggunakan kulit mengkudu atau pace dicampur dengan kayu-kayuan. Saat ini pembatik
Lasem banyak menggunakan pewarna kimia karena pengerjaannya lebih cepat dan tidak
rumit.
Kekhasan lain Batik Lasem ini terletak pada coraknya yang merupakan gabungan
pengaruh budaya Tionghoa, budaya lokal masyarakat pesisir utara Jawa Tengah serta Budaya
Keraton Solo dan Yogyakarta. Konon para pedagang Tionghoa perantauan yang datang ke
Lasem memberi pengaruh terhadap corak batik di daerah ini. Bahkan banyak pedagang ini
yang kemudian beralih menjadi pengusaha batik di kota Lasem ini.
Menurut sejarah industri batik nusantara kehadiran batik Lasem ini sudah ada sejak
berabad silam. Awalnya batik Lasem ini menjadi batik Encim, batik yang dipakai oleh wanita
keturunan Tionghoa yang berusia lanjut.
Pengaruh keraton juga ikut mewarnai corak, motif dan ragam batik tulis Lasem ini.
Terbukti dengan adanya motif/ornamen kawung dan parang. Pengaruh budaya Cina terasa
kental di sini. Sedang pengaruh masyarakat pesisir utara terlihat pada kombinasi warna cerah
merah, biru, kuning dan hijau.
Ketika membuat desain motif batik tulis para pengusaha batik Lasem sangat
dipengaruhi budaya leluhur mereka seperti kepercayaan dan legendanya. Misalnya terdapat
corak ragam hias burung Hong dan binatang legendaris kilin atau singa. Bahkan cerita klasik
Tiongkok seperti Sam Pek Eng ley pernah menjadi motif batik tulis Lasem ini. Oleh karena
itu batik tulis Lasem ini kemudian dikenal sebagai batik Encim.
Pada masa kejayaan batik tulis Lasem setiap rumah tinggal orang Tionghoa
mengusahakan pembatikan dengan merekrut tenaga pembatik dari daerah desa sekitar Lasem,
seperti Sarang dan Pamotan. Tenaga kerja ini melakukan pekerjaan sebagai sambilan saat
menunggu musim panen dan musim tanam padi di sawah, sehingga pada musim tanam dan
panen padi mereka pulang ke desa. Akibatnya tenaga pembatik ini berkurang dan dengan
sendirinya proses produksi batik terganggu. Anak pengusaha batik pun lebih senang bekerja
sebagai pegawai kantor dan merantau keluar kota Lasem.
Diduga sekitar abad ke-16 sudah ada yang mulai membuat batik di Lasem.
Industrinya mulai berkembang dan mencapai produksi masal di abad ke-19. Kemudian
mencapai masa keemasan pada 1900-1942 saat Jepang masuk Indonesia. Setelah itu industri
batik tutup 100%. Tidak ada industri di sana. Sekarang sangat pengusaha batik Lasem bukan
100% etnis Tionghoa dan tinggal di kota. Justru saat ini 2/3 dari etnis Jawa yang pengusaha
batik Lasem, dan tinggalnya di sekitar kota Lasem atau di daerah pedesaan.
Batik Pati
Batik Pati dapat ditemui antara lain di Kecamatan Juwana. Usaha ini tepatnya berada
di Desa Bakaran Wetan dan Bakaran Kulon. Oleh karenanya, batik Pati lebih di kenal dengan
sebutan batik bakaran.
Tahun 1975, batik bakaran nyaris hilang dari peredaran pasar tradisional. Pasalnya,
Sutarsih yang berusia 86 tahun, satu-satunya generasi keempat pembatik bakaran, tak mampu
lagi membatik. Namun, Bukhari, putra ke-12 Sutarsih, yang mewarisi kemampuan membatik,
berusaha keras menjadikan batik bakaran kembali "bermasa depan".
Agar batik bakaran lebih dikenal luas, Bukhari memberi merek batiknya 'Tjokro". Ia
mengambil nama kakeknya, Turiman Tjokro Satmoko. Alasannya, pada era Tjokro, batik
bakaran menjadi komoditas perdagangan di Pelabuhan Juwana dan menjadi tren pakaian para
pejabat Kawedanan Juwana.
Lonjakan permintaan pasar pada era 1980-an itu menyebabkan Bukhari menambah
tenaga kerja dari dua orang menjadi 20 pembatik. Tenaga pembatik itu berasal dari para ibu
rumah tangga di sekitar tempat tinggalnya.
Pada tahun 1998 Bukhari terpaksa menutup usaha batik dan memberhentikan para
pekerjanya. Industri rumah tangga batik yang dia kembangkan mulai dari nol itu terkena
imbas krisis moneter. Alasannya, harga bahan baku batik meningkat berlipat-lipat sehingga
harga batik menjadi sangat tinggi. Hal Ini mengakibatkan batik bakaran sepi pembeli.
Pada tahun 2006 Bukhari mengusulkan kepada Pemerintah Kabupaten Pati untuk
melestarikan dan meningkatkan pemasaran batik bakaran. Pemkab Pati menerima usulan itu
dengan menggalakkan program pemakaian batik bagi pegawai negeri sipil (PNS) pada hari-
hari tertentu. Saat ini pemasaran batik bakaran telah menyebar ke beberapa daerah dan
bahkan luar negeri.
Batik Tuban
Motif batik Tuban merupakan gabungan tiga budaya yang berbeda, yaitu Islam, Cina,
dan Hindu. Pengaruh budaya Islam, misalnya pada motif kijing miring. Sementara pengaruh
budaya Cina, diwakili dalam motif Lok Chan yang menyertakan gambar burung Hong.
Sedangkan pengaruh Hindu, bisa dilihat dari motif panji ori atau panji serong.
Tuban berada di kawasan pesisir yang juga merupakan daerah pertanian. Alhasil,
nuansa flora dan faunanya juga sangat kental. Pada batik klasik Tuban, selalu ada gambar
ganggang atau rumput laut. Sedangkan kembang waluh menggambarkan Tuban sebagai
daerah agraris. Ciri khas lainnya adalah warna merah dari kebudayaan Cina dan biru gelap.
Tuban juga memiliki batik gedog. Saat proses pembuatan batik gedog, selalu
terdengar suara dog, ketika perajin merapatkan benang "lawe" dengan peralatan "uro", salah
satu bagian peralatan "kemplongan". Berangkat dari itu, tenun karya perajin batik setempat
dikenal dengan nama batik gedog. Batik gedog dibuat dengan menggunakan alat tenun bukan
mesin.
Dalam perkembangannya, suara dog yang ditimbulkan dari peralatan "kemplongan"
itu, bunyinya sudah berubah. Hampir mayoritas suaranya sudah tidak lagi, dog, namun "jrek".
Masalahnya, warga setempat mulai mengganti "cacak kemplongan" dengan bambu. Jika
semua pengrajin sudah mengganti peralatan dengan bambu, maka bisa muncul nama baru
yaitu batik ‘gejrek’.
Untuk menenun benang "lawe", agar bisa menjadi bahan batik gedog, siap jadi yang
panjangnya bisa 2 meter atau 3 meter, masing-masing lebarnya 85 cm, membutuhkan waktu
berkisar dua hari. Perhitungannya, setiap potong bahan kain batik gedog itu, membutuhkan
benang "lawe" sekitar 1, 5 kilogram.
Dalam buku "Batik Fabled Cloth of Java" karangan Inger McCabe Elliot tertulis, ada
kemiripan batik gedog Tuban dengan batik Cirebon, yang tumbuh pertengahan abad XIX.
Kemiripan ini terjadi pada penggunaan benang pintal dan penggunaan warna merah dan biru
pada proses pencelupan.
Perbedaannya, batik gedog Tuban tetap bertahan dan terus berkembang dengan warna
khas nila, kegelap-gelapan. Sedangkan batik Cirebon, mengalami perubahan, karena adanya
perubahan Kota Cirebon sendiri dalam berbagai bidang. Saat ini batik gedog warna biru
masih dipertahankan, karena diyakini bisa menyembuhkan penyakit.
Kecamatan Kerek, Tuban merupakan sentra perajin batik gedog, mulai Desa
Kedungrejo, Jarorejo, Margorejo, Gaji dan desa lainnya. Hampir semua petaninya, menanam
kapuk kapas yang dimanfaatkan untuk membuat "lawe".
Perwarnaan batik gedog menggunakan warna alam. Misalnya, warna biru
memanfaatkan daun indigo. Sedangkan warna cokelat bisa memanfaatkan kulit kayu mahoni,
tinggi dan secang.
Batik gedog memiliki bahan yang kasar. Harganya relatif murah, bergantung kualitas.
Batik Madura
Motif batik Madura sangat kontras. Adat keraton di Madura banyak menimbulkan
pengaruh terhadap motif dan warna batik yang menyebabkan gaya batik Madura sangat
konservatif. Hal ini disebabkan keadaan alam Madura yang sangat keras sehingga batik
Madura sangat filosofis.
BATIK PEDALAMAN
Batik Imogiri
Motif batik yang khas di daerah Imogiri adalah batik motif baito geni atau kapal api.
Wilayah ini terkenal sebagai tempat makam raja-raja mataram. Motif kapal api itu merupakan
salah satu motif batik yang mendapat pengaruh dari penjajahan Belanda.
Motif ini terasa unik karena wilayah Imogiri merupakan daerah perbukitan yang
otomatis bukanlah tempat untuk kapal bersandar. Selain itu dijumpai pula dan motif serdadu
Belanda. Hal ini cukup mengejutkan, demikian ungkap pendiri dan kurator museum
lingkungan batik "Cipto Wening" Imogiri, Yogyakarta, Larasati Suliantoro Sulaiman "Saya
terkaget-kaget orang Imogiri belum pernah melihat kapal, tapi saya belajar dari tesis De Graf
di Imogiri itu banyak tawanan. Mungkin tawanan itu yang menggambarkan (kapal api), atau
mungkin orang Imogiri yang pergi ke Tuban atau Rembang dengan laskar Sultan Agung saat
perang menyerbu Batavia,"
Kondisi ini dikuatkan dengan catatan sejarah yang menyebutkan bahwa Sultan Agung
yang pernah menyerbu Batavia itu meninggal di wilayah Pleret, Bantul pada tahun 1645.
Wilayah Pleret hanya berjarak sekitar 10 kilometer dari Imogiri. Diduga banyak prajurit
Sultan Agung berasal dari wilayah Imogiri. Mereka adalah bagian dari 14.000 prajurit Sultan
Agung yang menyerang Batavia pada tahun 1629.
Motif batik kapal api berupa kapal laut lengkap dengan tiang-tiang berbendera
Indonesia. Bendera merah putih diduga sebagai perlawanan simbolik terhadap penjajahan
Belanda. Seharusnya bendera yang dikibarkan di tiang kapal adalah bendera Belanda.
Bendera merupakan kode simbolik kekuasaan yang dominan. Dalam batik itu juga
digambarkan kapal yang mengeluarkan asap pada cerobongnya. Kapal tampak seperti
berlayar di lautan dilengkapi dengan ornamen binatang air, misalnya ikan.
Batik motif kapal api ini dibuat oleh masyarakat Imogiri. Sebagai contoh, karya
pengrajin batik Giriloyo, Wukir Sari, Imogiri ini menggunakan kain katun primisima dengan
pewarna natural yang berasal dari mahoni. Warna batik yang dihasilkan seperti cokelat susu.
Sedangkan kelompok batik tulis lestari, memiliki motif batik kapal api yang berwarna biru, di
tempat lain yaitu di museum batik Mustoko Weni, Imogiri dapat dijumpai batik motif kapal
api dengan perpaduan warna galaran putih dan gambar kapal berwarna cokelat.
Batik Garutan
Batik tulis Garutan, merupakan produk kegiatan usaha perbatikan warisan turun-
temurun. Pembatikan di tempat ini berkembang cukup lama sebelum masa kemerdekaan.
Batik itu mengalami kejayaannya pada tahun 1967-1985. Sesuai dengan nama daerah Garut
maka batik yang dihasilkan dinamakan batik Garutan.
Umumnya batik Garutan digunakan untuk kain "sinjang" dan pemenuhan kebutuhan
sandang lainnya. Motifnya mencerminkan kearifan lokal sosial budaya, falsafah hidup serta
adat-istiadat warga Sunda. Sehingga beragam perwujudan batik tulis Garutan, secara visual
tergambar melalui motif dan corak warnanya, antara lain berbentuk geometrik sebagai ciri
khas ragam hiasnya.
Motif lainnya, berupa flora dan fauna. Selain itu juga bentuk goresan yang
membentuk garis diagonal serta bentuk kawung atau belah ketupat. Batik ini didomiansi
dengan warna krem cerah dipadukan dengan warna-warni lainnya, menggambarkan
karakteristik khas mata dagangan itu.
Batik Madiun
Batik Madiun dapat ditemukan di Desa Kenogorejo, Kecamatan Pilangkaceng,
Kabupaten Madiun. Di era 80-an batik Madiun mengalami kejayaan. Saat ini jumlah pembuat
motif batik ini semakin langka, diduga tidak adanya regenerasi yang menjadi penyebab utama
menurunnya produksi batik. Salah satu ciri batik ini mencantumkan bunga kenanga dalam
motif batiknya.
Batik Ponorogo
Batik Ponorogo bermotif sangat kasar. Hal ini menggambarkan keadaan masyarakat
Ponorogo yang mempunyai temperamen sangat tinggi. Warna batik Ponorogo didominasi
oleh warna cokelat hitam dengan warna dasar putih. Ponorogo juga dipengaruhi oleh batik
Banyumas yang bercorak garis, kotak, lingkaran dan meniru pola alam seperti bunga,
dedaunan atau kehidupan satwa seperti merak. Selain itu kehidupan masyarakat Ponorogo
yang agamis juga memengaruhi corak batiknya yang bernuansa agamis.
Batik Badui
Suku Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten memiliki batik khas
Badui. Motif dan warnanya unik serta memiliki seni yang cukup tinggi.
Pengrajin batik Badui dapat ditemukan di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar,
Kabupaten Lebak. Batik Badui memiliki warna didominasi biru dan h/tam juga motif batik
berbeda dengan produk Solo dan Pekalongan, Jawa Tengah.
Batik Tegalan
Pembatikan di Tegal dikenal pada akhir abad ke-XIX. Pewarna batiknya
menggunakan pewarna buatan sendiri yang diambil dari tumbuh-tumbuhan: pace
(mengkudu), nila, soga kayu.
Warna batik Tegal, awalnya berwarna sogan dan babaran abu-abu. Setelah dikenal
nila pabrik warnanya meningkat menjadi warna merah-biru. Sedangkan kainnya
menggunakan tenunan sendiri.
Pasaran batik legal waktu itu sudah dijual di luar wilayahnya antara lain ke Jawa
Barat. Dagangan batiknya dibawa sendiri oleh para pedagang dengan jalan kaki. Mereka
inilah menurut sejarah yang mengembangkan batik di Tasik dan Ciamis disamping
pendatang-pendatang lainnya dari kota-kota batik Jawa Tengah.
Pada awal abad ke-XX sudah dikenal mori import dan obat-obat import baru dikenal
sesudah perang dunia ke-1. Pengusaha-pengusaha batik di legal kebanyakan lemah dalam
permodalan dan bahan baku di dapat dari Pekalongan dan dengan kredit dan batiknya dijual
pada Cina yang memberikan kredit bahan baku tersebut. Waktu krisis ekonomi pembatik-
pembatik legal ikut lesu dan baru giat kembali sekitar tahun 1934 sampai permulaan perang
dunia kedua. Waktu Jepang masuk kegiatan pembatikan mati lagi. Namun saat ini batik legal
telah bangkit kembali seiring trend batik yang semakin berkembang.
Batik Pasuruan
Sentra batik Pasuruan dapat ditemukan antara lain di Kalirejo, Bangil, Pasuruan.
Rumah produksi ini memiliki ciri khas batik yaitu dengan penggunaan bahan organik untuk
pewarna kain. Misalnya menggunakan getah daun mangga, jolawe (sejenis rumput-
rumputan), mahoni, kunyit, dan bahan-bahan dasar lainnya untuk pewarna batik produksinya.
Kain batik yang dihasilkan beraneka warna. Dari kuning keemasan hingga cokelat tua,
bahkan kebiru-biruan.
Untuk mendapatkan gradasi dan kedalaman warna bergantung pada proses fiksasinya
atau yang biasa disebut teknik pencelupan. Proses fiksasi ini menggunakan zat pengikat
seperti kapur, tawas, atau batu tunjung.
Kain batik organik harganya menjadi lebih mahal, karena prosesnya menjadi lebih
lama. Pemrosesan kain batik menggunakan pewarna kimia hanya memerlukan waktu yang
relatif singkat. Akan tetapijika menggunakan pewarna organik, prosesnya bisa mencapai
antara satu sampai dua bulan. Itulah sebabnya yang menyebabkan kain batik organik
harganya lebih mahal daripada kain batik dengan pewarna dari bahan kimia.
Dalam mendesain motif, batik Pasuruan disesuaikan dengan potensi daerah. Di
antaranya, Sumirat Ambarwangi, kain batik dengan motif bunga sedap malam yang
merupakan bunga ikon Pasuruan. Batik Welirang Gondo Mukti, yaitu batik bermotif Gunung
Welirang, kawasan wisata andalan Pasuruan. Batik Ciptaning Kusuma Wijaya, yakni batik
bermotif Raja Airlangga yang sedang bersemedi di Gunung Arjuna. Ada juga batik Wiyosing
Widi, batik dengan motif bunga krisan, khas Nongkojajar, dan batik Husadaning Yekti, batik
bermotif daun sirih, dan batik Jumputan pasir Bromo yang merupakan objek wisata andalan
Pasuruan.
Batik Banyumas
Daerah pengembangan batik Banyumas berpusat di Sokaraja. Awalnya, batik ini
dibawa oleh pengikut-pengikut Pangeran Diponegero setelah akhir peperangan tahun 1830.
Para pengikut Diponegoro ini kebanyakan menetap di daerah Banyumas.
Pengikut Diponegoro yang terkenal waktu itu adalah Najendra. Dialah yang
mengembangkan batik celup di Sokaraja. Bahan mori yang dipakai hasil tenunan sendiri.
Sedangkan pewarnanya menggunakan pohon torn, pohon pace dan mengkudu yang memberi
warna merah kesemuan kuning.
Selanjutnya pembatikan menjalar pada rakyat Sokaraja. Pada akhir abad ke-XIX para
pembatik bahkan telah berhubungan langsung dengan pembatik di Solo dan Ponorogo.
Daerah pembatikan di Banyumas sudah dikenal sejak dahulu dengan motif dan wama
khususnya dan sekarang dinamakan batik Banyumas. Setelah perang dunia kesatu
pembatikan mulai pula dikerjakan oleh Cina. Merekajuga memperdagangkan batik.
Batik Ciamis
Pembatikan di Ciamis diduga mulai berkembang sekitar abad ke-XIX setelah
selesainya peperangan Diponegoro. Saat itu para pengikut Diponegoro banyak yang
meninggalkan Yogyakarta, menuju ke selatan. Sebagian ada yang menetap didaerah
Banyumas dan sebagian ada yang meneruskan perjalanan ke selatan dan menetap di Ciamis
dan Tasikmalaya.
Mereka merantau dengan keluarganya dan di tempat baru menetap menjadi penduduk
serta melanjutkan tata cara hidup dan pekerjaannya. Sebagian dari mereka ada yang ahli
dalam pembatikan sebagai pekerjaan kerajinan rumah tangga bagi kaum wanita. Lama
kelamaan pekerjaan ini bisa berkembang pada penduduk sekitarnya akibat adanya pergaulan
sehari-hari atau hubungan keluarga.
Bahan-bahan yang dipakai untuk kainnya adalah hasil tenunan sendiri, Bahan catnya
dibuat dari pohon seperti: mengkudu, pohon torn, dan sebagainya.
Motif batik hasil Ciamis adalah campuran dari batik Jawa Tengah dan pengaruh
daerah sendiri terutama motif dan warna Garutan. Sampai awal-awal abad ke-XX pembatikan
di Ciamis berkembang sedikit demi sedikit, dari kebutuhan sendiri menjadi produksi pasaran.
Batik Kebumen
Pembatikan di Kebumen dikenal sekitar awal abad ke-XIX yang dibawa oleh
pendatang-pendatang dari Yogya dalam rangka dakwah Islam antara lain dibawa oleh
Penghulu Nusjaf. la menetetap Timur Kali Lukolo. Peninggalannya berupa masjid.
Proses batik pertama di Kebumen dinamakan teng-abang atau blambangan dan
selanjutnya proses terakhir dikerjakan di Banyumas/Solo. Sekitar awal abad ke-XX untuk
membuat polanya dipergunakan kunir yang capnya terbuat dari kayu.
Motif batik Kebumen ialah: pohon-pohon, burung-burungan. Sedangkan bahan catnya
berasal dari pohon pace dan nila.
Pemakaian zat pewarna impor di Kebumen dikenal sekitar tahun 1920. Dengan
adanya bahan pewarna sintetis, akhirnya para pengrajin batik meninggalkan bahan-bahan
pewarna buatan sendiri, karena menghemat waktu.
Pemakaian cap dari tembaga dikenal di wilayah Kebumen sekitar tahun 1930.
Sedangkan daerah pembatikan di Kebumen dapat ditemukan antara lain di desa Watugarut
dan Tanurekso.
Batik Tasikmalaya
Pembatikan di daerah Tasikmalaya diduga telah dikenal sejak zaman Tarumanagara.
Peninggalan yang masih tersisa hingga saat ini adalah banyaknya pohon tarum yang terdapat
disana yang berguna untuk pembuatan batik. Beberapa wilayah yang masih aktif membatik
yaitu desa Wurug (terkenal dengan batik kerajinannya), Sukapura, Mangunraja, Manonjaya
dan Tasikmalaya kota.
Dahulu pusat dari pemerintahan dan keramaian yang terkenal ialah desa Sukapura,
Indihiang yang terletak dipinggir kota Tasikmalaya sekarang. Kira-kira akhir abad ke-XVII
dan awal abad ke-XVIII akibat dari peperangan antara kerajaan di Jawa Tengah, maka
banyak dari penduduk daerah: Tegal, Pekalongan, Banyumas dan Kudus yang merantau
kedaerah Barat dan menetap di Ciamis dan Tasikmalaya. Sebagian besar dari mereka ini
adalah pengusaha-pengusaha batik daerahnya dan menuju kearah Barat sambil berdagang
batik. Dengan datangnya penduduk baru ini, dikenallah selanjutnya pembuatan batik
memakai soga yang asalnya dari Jawa Tengah. Produksi batik Tasikmalaya sekarang adalah
campuran dari batik-batik asal Pekalongan, Tegal, Banyumas dan Kudus yang beraneka pola
dan warna.
Malioboro
Membentang di atas sumbu imajiner yang menghubungkan Keraton Yogyakarta, Tugu
dan puncak Gunung Merapi, jalan ini terbentuk menjadi suatu lokalitas perdagangan setelah
Sri Sultan Hamengku Buwono I mengembangkan sarana perdagangan melalui sebuah pasar
tradisional semenjak tahun 1758. Hingga saat ini, tempat itu masih bertahan sebagai suatu
kawasan perdagangan bahkan menjadi salah satu ikon Yogyakarta yang dikenal dengan
Malioboro.
Terletak sekitar 800 meter dari Keraton Yogyakarta, tempat ini dulunya dipenuhi
dengan karangan bunga setiap kali Keraton melaksanakan perayaan. Malioboro yang dalam
bahasa sansekerta berarti "karangan bunga" menjadi dasar penamaan jalan tersebut.
Jalan Malioboro dipenuhi dengan pertokoan, perkantoran, rumah makan, hotel
berbintang dan bangunan bersejarah. Jalan ini di masa lalunya menjadi basis perjuangan saat
agresi militer Belanda ke-2 pada tahun 1948. Selain itu juga pernah menjadi lahan
pengembaraan para seniman yang tergabung dalam komunitas Persada Studi Klub (PSK)
pimpinan seniman Umbu Landu Paranggi semenjak tahun 1970-an hingga sekitar tahun 1990.
Di Malioboro kita bisa berjalan kaki sepanjang bahu jalan yang berkoridor (arcade).
Di sini akan ditemui banyak pedagang kaki lima yang menggelar dagangannya. Mulai dari
produk kerajinan lokal hingga beragam batik. Biasanya batik yang ditawarkan di pedagang
kaki lima ini kualitasnya kurang terjamin. Kita harus jeji dalam melihat produknya.
Sepanjang arcade, wisatawan selain bisa berbelanja dengan tenang dalam kondisi cerah
maupun hujan, juga bisa menikmati pengalaman belanja yang menyenangkan saat menawar
harga. Jika beruntung, bisa berkurang sepertiga atau bahkan separohnya.
Akan tetapi jika kita malas tawar menawar, maka di sepanjang malioboro juga
terdapat banyak toko batik dan butik batik dengan beragam harga yang ditawarkan. Walaupun
di toko, harga batiknya juga relatif murah akan tetapi produk batik yang dijual lebih terjamin
kualitasnya. Sedangkan harga biasanya sudah ditentukan oleh toko itu.
Selain produk lokal Jogja, juga tersedia produk daerah tetangga seperti batik
Pekalongan atau batik Solo. Mencari batik tulis atau batik print, atau sekadar mencari tirai
penghias jendela dengan motif unik serta sprei indah bermotif batik. Hampir semua produk di
lokasi ini mengambil batik sebagai tema utamanya. Tema batiknya pun beragam tergantung
pada trend.
Batik Mangkoro
Jl. Malioboro 163 Yogyakarta
Telp. (0274) 514 335
Batik Mangkoro menyediakan beragam kebaya etnik dengan paduan batik yang
menawan. Rancangan kebaya dan pilihan batiknya tampak ekslusif mengingat toko batik ini
merancang sendiri batik dan kebaya yang dipamerkan. Soal harga relatif murah, tegantung
pada kualitas batik dan rancangannya.
Batik Taruntum
Jl. Malioboro 143 Yogyakarta. Telp (0274) 55 77 31
Batik Taruntum mengambil slogan: Pelestari Tradisi Anak Negeri. Beragam batik
dapat ditemukan di sini, terutama batik-batik klasik.
Batik Soenardi
Jl. Jend Ahmad yani No. 27 Maiioboro, Yogyakarta.
Telp/fax: (0274) 561 499.
Toko batik yang berdiri sejak tahun 1957. Pengusaha batik ini juga membuka kiosnya
di Pasar Beringharjo. Beragam kebaya modern dipadukan dengan batik tersedia di tempat ini.
Selain itujuga dijual beragam pernak-pernik batik mulai dari bantal hingga tas batik yang
unik. Kualitas batiknya sesuai dengan harga yang ditawarkan.
Mirota Batik
Mirota Batik merupakan tempat untuk membeli oleh-oleh, hiasan-hiasan etnik
maupun batik dengan konsep swalayan. Di tempat ini kita dapat membeli barang-barang di
atas dengan harga yang 'tidak diketok', terutama untuk orang yang tidak mahir tawar-
menawar.
Ada 2 lokasi Mirota Batik di Jogja, yang pertama adalah pusatnya yaitu di depan
pasar Beringharjo, alamat lengkapnya adalah Jl Jend A Yani No. 9, Telp. (0274) 588524. Yang
kedua adalah di daerah Kaliurang tepatnya Jl Kaliurang Km 15, 5 (sekitar kampus UII) Telp.
(0274) 897068 / 897033
Para pramuniaga berpakaian tradisional Jawa, dan semuanya terlihat cekatan dan
ramah. Di setiap sudut ruangan akan tercium bau kembang setaman dan dupa sebagai aroma
terapi yang membuat suasana semakin unik.
Pasar Beringharjo
Pasar Beringharjo adalah pasar tradisional yang terletak di Jl. Jend A. Yani Kawasan
Malioboro, Yogyakarta. Pasar ini terkenal dengan koleksi dagangan batik, baik yang berupa
kain batik atau pun produk garmen batik lainnya seperti, daster, celana pendek, piyama dll.
Lokasi pasar ini bersebelahan dengan museum sejarah Benteng Vredeburg dan berseberangan
dengan Gedung Agung. Pasar ini terkenal sebagai salah satu tujuan wisata dan sekaligus
merupakan pusat kegiatan perdagangan produk batik Yogyakarta.
Pasar Beringharjo memiliki sebutan "EENDER MOOISTE PASSER OP JAVA" atau
salah satu pasar terindah di Jawa. Pasar yang berkonstruksi beton bertulang dalam bentuk dan
wujud yang akrab dengan arsitektur tropis ini juga merupakan pasar tertua yang
keberadaanya mempunyai nilai historis dan filosofis yang tidak dapat dipisahkan dengan
keraton Yogyakarta.
Pasar tradisional yang terus berkembang ini dibangun di atas tanah seluas 2, 5 hektar
dan mengalami rehabilitasi sebanyak dua kali pada tahun 1951 dan 1970. Seiring dengan
perkembangan zaman dan pemerintahan, maka pasar Beringharjo diambil alih oleh
pemerintah kota Yogyakarta.
Pasar Beringharjo merupakan salah satu komponen utama dalam pola tata kota
kerajaan Islam yang biasa disebut pola catur tunggal, yaitu keraton, alun-alun, pasar, dan
masjid. Di zaman dulu pasar Beringharjo dahulu hanyalah sebuah lapangan luas yang becek
dan banyak ditumbuhi pohon beringin. Di sisi timur pasar itu dahulunya adalah bekas makam
orang-orang Belanda. Pada 1758, Sri Sultan menetapkan daerah ini menjadi tempat
pertemuan rakyat. Sejak itu, mulai bermunculan payon-payon sebagai peneduh.
Pada 24 Maret 1925, Nederlanch Indisch Beton Maatschapij ditugaskan membangun
11 los pasar. Pasar berkonstruksi beton bertulang dengan arsitektur disebut Eender Mooiste
Passers Op Java, yang artinya pasar terindah di Jawa.
Nama Beringharjo baru diberikan setelah bertakhtanya Sri Sultan Hamengku Buwono
IX. Beliau memerintahkan agar nama-nama Jawa dipergunakan untuk semua nama instansi di
bawah kesultanan. Beringharjo merupakan nama yang paling sesuai untuk nama pasar di
tengah kota ini mengingat lokasi itu dulunya adalah hutan beringin.
Pohon beringin menunjukkan kebesaran dan pengayom bagi banyak orang. Jadi,
sesuai dengan apa yang diemban pasar tersebut sebagai pasar pusat atau pasar gedhe bagi
kota Yogyakarta.
Jika kita ingin berbelanja batik di pasar Beringharjo, tidak perlu datang terlalu pagi,
mengingat para pedagang batik itu siap melayani pengunjung mulai jam 9 pagi. Pada los
bagian depan pintu gerbang pasar ini dipajang beragam batik sesuai trend yang berlaku saat
itu.
Hati-hati jika tawar-menawar, tawarlah setengah harga dari yang disarankan penjual.
Biasanya penjual di wilayah ini menawarkan harga mahal untuk para wisatawan.
Apabila menginginkan batik-batik klasik atau batik tulis kita dapat mendatangi
wilayah kiri jika kita datangnya dari pintu gerbang utama. Harganya relatif murah, tapi hati-
hati bila kita belum paham tentang batik di sini juga banyak batik yang terlihat halus
motifnya dan ternyata itu hanyalah batik cap atau pun printing.
Di Pasar Beringharjo ini tersedia beraneka ragam batik, mulai dari kemeja, baju untuk
wanita, anak-anak dan remaja. Juga tersedia bed cover, tas batik, ransel batik, sandal batik,
dan kain batik printing yang dijual gulungan. Tidak semua batik yang dijual di sini asli
Yogyakarta, bahkan lebih banyak yang merupakan produksi Solo atau pun Pekalongan.
Kauman
Kauman adalah sebuah Kampung yang terletak di selatan. Malioboro dan di utara
Keraton Yogyakarta. Sebelah utara kampung ini dibatasi Jalan K.H.A. Dahlan, sebelah
selatan dibatasi Jalan Kauman, sebelah timur dengan batas Jalan Pekapalan dan Jalan Trikora,
sementara di sebelah barat dibatasi Jalan Nyai Ahmad Dahlan atau dulu dikenal dengan Jalan
Gerjen.
Di kampung Kauman ini terletak Masjid Cede yang terkenal. Lapangan masjid ini
selalu digunakan untuk acara tahunan grebeg pada setiap penyelenggaraan Sekaten oleh
pihak Keraton Yogyakarta. Dahulu merupakan tempat tinggal para abdi dalem pametakan
atau Penghulu keraton yaitu abdi dalem/pegawai keraton yang mengurusi bidang keagamaan
Islam di lingkungan Keraton Ngayogyakarta.
Kauman Yogyakarta dikenal sebagai basis dari organisasi Islam Muhammadiyah. Di
kampung inilah Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan. Tokoh ini merupakan
pedagang batik yang sukses di zamannya. Selain itu tempat ini juga merupakan komunitas
terbesar bagi keturunan Arab di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Bagi pecinta batik, kampung Kauman ini bisa menjadi wilayah penjelajahan untuk
belanja batik. Lokasinya yang tidak jauh dari Malioboro membuat lokasi ini mudah
dijangkau. Jika lelah berjalan kaki, kita bisa naik becak dengan harga relatif murah. Beberapa
lokasi belanja batik yang layak dikunjungi antara lain:
YARSILK
Yarsilk atau PT Yarsilk Gora Mahottama
Jl. KHA Ahmad Dahlan 73 Yogyakarta Telpon (0274) 418 600 fax (0274) 411930
Yarsilk atau PT Gora Mahottama ini juga disebut Royal Silk. Produk yang
dipamerkan dan dipasarkan berupa batik atau pun kerajinan lainnya yang berbahan ulat sutra
alam. Benang ulat sutra itu dipintal dan dibuat selembar kain sutra. Produknya berupa
pakaian, bros, cincin atau hiasan lainnya yang menggunakan ulat sutra. Uniknya, bahan
pakaian dari ulat sutra ini juga dihias dengan motif batik.
Tamansari
Ketika kita ke Tamansari, jangan lupa ke Istana Air Tamansari. Terletak lebih kurang
400 meter dari komplek Keraton Yogyakarta. Kita juga bisa menggunakan becak menuju ke
lokasi ini.
Tamansari berarti Taman yang indah. Di zaman dahulu merupakan tempat rekreasi
bagi Sultan Yogyakarta beserta kerabat istana. Kini, Tamansari dapat dikunjungi oleh
masyarakat umum.
Di kompleks ini terdapat tempat yang masih dianggap sakral di lingkungan
Tamansari, yakni Taman Ledoksari di mana tempat ini merupakan tempat peraduan dan
tempat pribadi Sultan. Diantara bangunan yang menarik adalah Sumur Gemuling yang berupa
bangunan bertingkat 2 dengan lantai bagian bawahnya terletak di bawah tanah. Di masa lalu,
bangunan ini merupakan semacam surau tempat Sultan melakukan ibadah sholat. Bagian ini
dapat dicapai melalui lorong bawah tanah. Di bagian lain masih banyak lorong bawah tanah
yang lain, yang merupakan jalan rahasia, dan dipersiapkan sebagai jalan penyelamat bila
sewaktu-waktu kompleks ini mendapat serangan musuh. Di sebelah Utara kompleks
Tamansari terletak pasar Ngasem.
Bagi pecinta batik, di Tamansari juga dapat ditemukan beragam produk batik dan
tempat pembuatannya. Batik lukis merupakan salah satu produk asli dari Tamansari yang
telah dikenal oleh masyarakat luas.
Dari asal katanya, batik lukis merupakan suatu metode melukis dengan memanfaatkan
atau menggunakan prinsip-prinsip membatik. Seperti halnya pada membatik, pembuatan
batik lukis ini juga menggunakan peralatan-peralatan seperti: canting, malam, pewarna dan
sebagainya. Selain itu juga prosesnya hampir sama dengan membatik, akan tetapi lebih
variatif sesuai dengan kreativitas pelukis. Semakin kompleks warna yang digunakan, maka
semakin lama pula proses pembuatannya.
Apabila tertarik untuk belajar, di sana banyak terdapat tempat pelatihan yang
menawarkan proses belajar dari tingkat pemula hingga tingkat mahir. Ada beragam aliran
lukisan yang disediakan seperti naturalisme, primitif, klasik, realisme, surealisme,
ekspresionisme dan sebagainya sesuai keinginan. Proses pembelajarannya bervariasi, mulai
dari 1 sampai 2 hari apabila kita hanya ingin mengenal teknik dasarnya saja. Akan tetapi jika
ingin menguasai teknik membatik hingga detail-detailnya kita memerlukan waktu yang relatif
lama.
Balai Batik
Lembaga yang berlokasi di Jalan Kusumanegara ini menyiapkan tenaga dan ruangan
khusus bagi kita ingin belajar membatik. Biaya yang dikeluarkan bervariasi sesuai durasi
kursus yang diinginkan. Kita juga bisa melihat beragam karya batik nusantara yang
dipamerkan di Balai Batik.
Museum batik
Museum Batik Yogyakarta adalah museum batik pertama di Yogyakarta didirikan atas
prakarsa Hadi Nugroho, pemilik museum. Museum swasta ini terletak di Jalan Dr. Sutomo
13-A, Yogyakarta, buka mulai pukul 09.00 sampai 12.00 WIB, berlanjut pukul 13.00 hingga
15.00 (kecuali Minggu dan hari besar).
Bangunan ini dikelola oleh pasangan suami istri Dewi dan Hadi Nugroho. Pada 12
Mei 1977, museum diresmikan Kanwil P & K Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Museum ini mendiami area seluas 400 m2 dan sekaligus dijadikan tempat tinggal pemiliknya.
Museum ini menyimpan lebih dari 1.200 koleksi perbatikan yang terdiri dari 500
lembar kain batik tulis, 560 batik cap, 124 canting, dan 35 wajan serta bahan pewarna,
termasuk malam.
Koleksi museum antara lain batik gaya Yogyakarta, Solo, Pekalongan, dan gaya
tradisional lainnya dalam bentuk kain panjang, sarung, dan sebagainya. Beragam motif juga
dijumpai di sini, misalnya motif pesisiran, pinggiran, terang bulan, dan motif esuk-sore.
Beberapa koleksinya yang terkenal antara lain: Kain Panjang Soga Jawa (1950-1960),
Kain Panjang Soga Ergan Lama (tahun tidak tercatat), Sarung Isen-isen Antik (1880-1890),
Sarung Isen-isen Antik (kelengan) (1880-1890) buatan Nyonya Belanda EV. Zeuylen dari
Pekalongan, dan Sarung Panjang Soga Jawa (1920-1930) buatan Nyonya Lie Djing Kiem
dari Yogyakarta. Semua koleksi yang ada dalam museum ini diperoleh dari keluarga pendiri
Museum Batik Yogyakarta. Koleksi tertuanya adalah batik buatan tahun 1840.
Di dalam museum ini ada tiga ruangan. Di ruang terdepan dipajang bermacam alat
membatik. Selanjutnya pengunjung dipandu ke ruang koleksi batik Soga Yogya dan Solo.
Terakhir, pengunjung dapat menikmati koleksi batik pesisiran.
Tempat wisata dan Belanja Batik Lainnya
Kawasan baluwarti atau lebih dikenal dengan sebutan jeron benteng, yang dulu
banyak ditempati oleh para pangeran, sentana dalem dan abdi dalem Keraton Kasultanan
Yogyakarta, seperti Panembahan, Ngadinegaran, Yudonegaran, Gamelan, Siliran,
Langenastran, Taman, Ngasem, dan sebagainya hingga saat ini juga dipenuhi oleh sentra
batik, baik dalam produksi maupun penjualan. Begitu pula kawasan sekitar keraton seperti
Kauman, Mangkuyudan, dan sekitarnya juga banyak dijumpai produksi dan penjualan batik.
Beberapa tempat sentra batik di Yogyakarta yang terekam dari data www.tembi.org di
antaranya:
Tjokrosoeharto Batik & Silverwork di Jalan Panembahan 58
Candra Remaja di Jalan Panembahan 11/91
Senastri Batik & Handycraft Perus di Jalan Nagan Kidul 4
Bu Karti Batik Asli di Jalan Taman BI KT1/420, Kerajinan dan Batik Widya Asih di Jalan
Nagan Tengah 11
Utari Batik di Jalan Taman KT 1/287
Wirajaya Batik di Jalan Kadipaten 5
Toko Murah Rejeki di Jalan Ngasem 15
Toko Sekar Jagad di Jalan Kadipaten Kidul 9 Yogyakarta
Batik Hotel di Jalan Dagen
Batik Narendra di Jalan Mayjen Panjaitan 102
Dalmi Batik Collection di Jalan Suryodiningratan BI MJ 2
Dia Dio Batik di Jalan Kauman 39
Genthong Batik di Jalan Rotowijayan 20A
Harumi Batik di Jalan Kadipaten Kidul 63
Luwes Putra Art di Jalan Mangkuyudan 45
Mataram Rumah Batik di Jalan Suryodiningratan 20
Batik Jogja Kembali di Jalan KH. Ahmad Dahlan
Batik Beta di Jalan Sosrowijayan Wetan BI KT 1/67
Ibu Marsiyah Batik Antik di Jalan Suryodiningratan BI MJ 2/708
Klenthung Batik di Jalan Jogokaryan MJ HI/719
Mangkoro Batik di Jalan Mayor Suryotomo 31
Margaria Wisma Batik di Jalan Rotowijayan 20 B
Mekar Batik di Jalan Wakhid Hasyim 75
Plengkung Gading Batik di Jalan Mayjen Sutoyo 5
Prapanca Batik di Jalan Trikora 6
Ramayana Puri Batik di Jalan Ahmad Dahlan 21
Seno Batik di Jalan Mantrijeron MJ HI/800
Surya Kencana Batik di Jalan Ngadinegaran MJ III/133
Tiyas Galeri & Batik Course di Jalan Sosrowijayan Wetan GT-1/7 A
Toko Wisnu di Jalan Ibu Ruswo
Toko Wulandari di Jalan Kauman 2
Atik Handoyo Batik di Jalan Prawirotaman 34
Batik Sri Timur di Jalan Parangtritis 65
Tribuwana Batik Kp. Karangkajen MG 3/727.
Batik Nusa Indah di Jalan Jogja Solo Km 18, 5
Batik Ya Halwa di Jalan Bantul Km 8, 5
Ardiyanto Wijayakusuma di Jalan Magelang Km 5, 8
Batik Danarhadi di Jalan Laksda Adisucipto 3
Batik Terang Bulan Putra di Jalan C. Simanjuntak 66
Pertiwi Batik di Jalan Sisingamangaraja 67
Ndalem Pertiwi, Griya Batik Nusantara, Jl. Singoranu No. 542 Ring Road Selatan,
Tamanan, Yogyakarta
Margaria Group di Jalan Tamansiswa 149
Pudni Batik di Jalan Godean Km 7
Puri Melati Batik di Jalan Laksda Adisucipto Km 7, 5.
Itulah beberapa pusat produksi dan penjualan koleksi batik yang dapat dijadikan referensi
bagi para penggemar batik Yogyakarta, walaupun sebenarnya masih banyak tempat lain.
BANTUL
Imogiri, Bantul
Imogiri merupakan wilayah bagian selatan Yogyakarta. Daerah ini terkenal dengan
makam raja-raja Mataram. Lokasinya di perbukitan dengan tanah berwarna merah. Selain
dapat berwisata spiritual, di wilayah ini kita juga dapat berwisata batik. Seputar makam
imogiri banyak pengrajin batik. Beberapa pengrajin batik yang layak dikunjungi antara lain:
Kulonprogo
Kabupaten Kulonprogo yang terletak di bagian barat Yogyakarta merupakan salah
satu daerah yang layak dikunjungi sebagai tempat wisata batik. Daerah yang sentra batiknya
terutama di daerah Lendah terletak sekitar 20 km dari pusat kota Yogyakarta. Jika Anda
termasuk orang yang suka berpetualangan dan mau agak bersusah-susah menemukan batik
yang lain daripada yang lain. Maka di sinilah tempatnya.
Lokasi batik ini berjarak sekitar 20 km dari pusat kota Yogyakarta. Untuk menemukan
lokasi batik di Lendah, dari Yogyakarta kita menuju arah barat yaitu jalan wates hingga tiba
di Sentolo. Setelah pasar Sentolo kita akan menemukan desa Salamrejo yang merupakan
sentra berbagai kerajinan serat alam, baik yang terbuat dari enceng gondok, pelepah pisang,
rami atau pun serat alam lainnya. Misalnya berupa tas, tikar atau pun sketsel. Pengrajin
daerah ini lebih banyak menjual kerajinanya ke luar daerah seperti Bali bahkan juga ekspor
ke mancanegara.
Dari desa Salamrejo, barulah kita menuju ke desa Lendah tempat para pengrajin batik
membuat karyanya. Sepanjangjalan kita dapat menikmati suasana hutan jati dan keindahan
sungai Progo. Rumah-rumah penduduk yang tampak sederhana terbuat dari bambu
menambah keasrian desa itu. Dari Salamrejo kita dapat terus mengikuti jalan utama wilayah
itu hingga akhirnya tiba di Lendah.
Sanggar Peni
Krebet Sendangsari, Pajangan, Bantui, Yogyakarta.
Telp. (0274) 748 6125
HP 081 6685954.
Pemiliknya adalah Kemiskidi. Sanggar ini menjual aneka bentuk gantung-an kunci,
patung-patung hewan dan manusia, aneka bentuk wadah, sandal batik, gelang batik sampai
kursi bermotif batik. Sanggar Peni juga menerima berbagai bentuk pesanan untuk jumlah
yang besar atau kecil. Selain itu juga memberikan kursus singkat membatik kayu.
Di tempat ini para pemilik sanggar kerap melakukan demo proses pembuatan.
Setidaknya pengunjung pun bebas bertanya kepada para seniman. Bahkan di antaranya
diperbolehkan mencoba untuk melakukan proses tahap demi tahap hingga jadi.
Sleman
Museum Batik Ullen Sentalu
Museum Ullen Sentalu didirikan oleh Keluarga Haryono. Museum ini dikelola di
bawah Yayasan Ulateng Blencong yang mendapat dukungan para sesepuh Dinasti Mataram,
diantaranya I.S.K.S PB XII, GBPH Poeger, KGPAA PA IX, GRAy. Siti Nurul
Kusumawardhani, dan mantan ibu negara Ibu Martini Soekarno. Secara resmi dibuka
Gubernur DIY, Paku Alam VIII pada 1 Maret 1997. Ulateng Blencong Sejatine Tataraning
Lumaku, adalah akronim dari ULLEN SENTALU.
Koleksi museum adalah sejarah seni dan budaya Mataram yang merupakan warisan
intangible yang dituangkan dalam karya-karya fine arts antara lain berupa lukisan dan foto
keluarga Mataram, batik keraton yang dapat membuka ruang dan waktu dalam penelusuran
sejarah Mataram Islam maupun Klasikyang menjadi sumber identitas budaya bangsa.
Lokasi di Kawasan Wisata Kaliurang di kaki Gunung Merapi yang merupakan tempat
sacral dan panorama alam nan indah menjadi inspirasi penggagas arsitektur museum untuk
mendesain bangunan secara "In The Field Architecture Concept", di mana bangunan dibuat
dengan mengindahkan landscape dan menyatu dengan alam itu sendiri. Dikenakan tiket
masuk untuk menikmati koleksi museum ini. Buka setiap Selasa - Minggu (hari libur nasional
tetap buka) mulai pukul 09.00-16.00 WIB. Website: www.ullensentalu.com e-mail:
info@ullensentalu.com. tel/fax: (274) 880158, 895161 / 881743.
Solo
Pasar Klewer
Bagi wisatawan yang berkantong tipis, tidak akan menjadi halangan untuk berbelanja
batik. Cukup dengan datang ke Pasar Klewer, wisatawan langsung bisa menyalurkan hobi
berbelanjanya. Lokasi Pasar Klewer yang di tengah kota pun cukup mudah untuk dijangkau.
Apalagi pasar yang dibangun pada tahun 1970 itu berada dalam kompleks Keraton Surakarta.
Mulai dari harga belasan ribu hingga ratusan ribu, kain batik dalam berbagai motif
dan model, bisa ditemui di pasar batik terbesar di Indonesia ini. Baju lengan pendek dengan
motif batik di sini bisa dibeli dengan harga relatif murah, sedangkan batik berbahan kain
sutra, harganya tentu saja jauh lebih mahal.
Meskipun sudah lebih murah dibandingkan dengan harga toko, tetapi pembeli juga
harus berhati-hati. Pasalnya, sering pembeli yang tidak mengetahui seluk-beluk batik akan
tertipu, baik soal harga maupun bahannya. Itulah sebabnya, kita harus pintar menawar harga.
Selain itu, pembeli juga harus teliti dalam memilih kain batik yang akan dibeli. Sebab,
dengan dagangan yang begitu banyak, kadang penjual sering tidak memperhatikan kualitas
barang dagangannya. Misalnya, jahitan baju yang kurang sempurna . Tidak jarang barang di
dalam bungkusan cacat.
Satu lagi yang perlu diperhatikan oleh pengunjung. Karena Pasar Klewer merupakan
pasar tradisional, jangan harap pengunjung bisa menikmati dengan nyaman acara berbelanja
di tempat ini. Suasana panas dan penuh sesak dengan pedagang dan pembeli yang lain sering
menjadi alasan mengapa pengunjung tidak mau membeli batik di tempat ini.
Sragen
Batik Kliwonan
Sragen memiliki sentra batik yang dinamakan Sentra batik Kliwonan, letaknya di
Kecamatan Masaran. Sentra ini terdiri dari Desa Kliwonan, Pilang, dan Sidodadi, Selain itu
terdapat beberapa desa lainnya yang terletak di Kecamatan Plupuh yakni Desa Jabung,
Gedongan dan Pungsari.
Di Sentra Batik Kliwonan terdapat 85 UKM batik yang mampu menyerap 5000
tenaga batik. Kapasitas produksi dalam setahun mampu menghasilkan batik jenis sutra dari
alat tenun bukan mesin (ATBM) sebanyak 50.000 potong dan batik jenis katun sebanyak
365.000 potong. Sebagian besar UKM adalah batik kombinasi antara tulis dan cap, atau
kombinasi antara tulis dan printing manual. Sedangkan untuk UKM yang masih menekuni
batik tulis murni ada sekitar 15 UKM.
Para pembatik ini memiliki kemampuan membatik yang diturunkan dari para orang
tua mereka, turun menurun dari generasi ke generasi. Sehingga bagi masyarakat desa, yang
namanya membatik itu sudah bukan hal yang asing, bahkan anak-anak sudah bisa membatik.
Desa Wisata Batik Kliwonan masuk ke dalam wilayah Kabupaten Sragen, Jawa
Tengah. Jalur menuju Desa Wisata Batik Kliwonan sangat mudah dan nyaman dilalui.
Jaraknya 15 kilometer sebelah timur laut kota Solo atau 12 kilometer sebelah selatan pusat
kota Sragen. Dari arah Solo cukup ditempuh selama 20 menit dengan mengendarai mobil
atau bus.
Menyusuri jalan utama Solo-Surabaya, setelah melewati gapura batas Kabupaten
Karanganyar dan memasuki Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen, tanda penunjuk jalan
menuju Desa Wisata Batik Kliwonan dapat dijumpai. Dari jalan raya Solo-Surabaya menuju
lokasi desa wisata jaraknya sekitar4 kilometer. Harga batik dari perajin di sentra batik tentu
jauh lebih murah bila dibandingkan dengan daerah lain. Sangat bisa bersaing dengan daerah
lain. Tak cuma harga tapi kualitas pun dapat dibandingkan dengan batik daerah lain.
Di wilayah Sragen dikembangkan ekoturisme yakni turisme berbasis masyarakat,
lingkungan, dan pemberdayaan ekonomi lokal. Di sini juga dapat ditemukan beragam
souvenir yang berbasis batik kain perca batik, serta kayu batik.
Suasana pedesaan yang masih relatif asri dan alami ini menarik untuk dikunjungi.
Udaranya masih segar, tidak seperti perkotaan. Setelah itu wisata belanja, langsung ke rumah
produksi milik perajin batik. Potensi yang lain adalah wisata pendidikan. Wisata ini meliputi
belajar membatik, belajar bertani, belajar mengenai tanaman obat dan cara pemanfaatannya.
Ketika wisata belajar membatik, dapat berkunjung ke rumah-rumah produksi para perajin.
Dapat dilihat proses pembuatan batik dari pembuatan pola, pelapisan pola dengan lilin
(mencanting), pewarnaan, pelorodan, hingga produk jadi. Pengunjung dapat membeli produk
batik, langsung dari tangan pertama dengan harga jauh lebih murah.
Paket wisata belajar membatik singkat, hanya tiga jam juga dapat dilakukan di sini.
Tapi jika ingin belajar mendalam, sifatnya privat, bisa juga dilakukan. Harga paketnya
tergantug pada item yang ingin dipelajari. Ini nanti kesepakatan langsung dengan perajin
yang akan dituju. Tapi dijamin tidak akan memberatkan.
Selama ini 3 macamjenis batik yang kita ketahui adalah batik tulis, batik cap dan batik
printing. Di desa wisata batik Kliwonan yang sudah turun-temurun membuat batik ternyata
ada beberapa cara baru membuat batik selain 3 cara biasa dikenal. Misalnya teknik colet dan
teknik print cabut yang dapat pula dikombinasikan dengan teknik tulis manual. Teknik Cabut
sendiri adalah proses pemisahan warna dari kain batik. Dari segi motif, Desa Wisata Batik
Kliwonan sudah mengembangkan motif yang mengkombinasikan batik klasik dan tema flora
fauna/kontemporer. Berikut dua diantara sekian banyak perajin batik yang layak dikunjungi:
Dewi Brotojoyo
Rumah batik Dewi Brotojoyo terletak di sebelah Balai Desa Pilang, Masaran, Sragen.
Di sini pengunjung dapat melihat langsung proses pembuatan batik yang dicolet. Selain itu
tersedia beragam kain batik dan baju batik siap pakai. Motif yang banyak ditawarkan
terutama motif kontemporer dengan warna yang cerah. Untuk mengunjunginya dapat
menghubungi Eko Wahyudi atau Krisny Telpon (0271) 7007441 atau HP 081 2258 9245.
Batik Abimanyu
Kerajinan batik yang satu ini dimiliki oleh Wahid Al Amin. Yang menjadi keunikan
dari batik Abimanyu adalah pembuatan batik dengan teknik colet, yaitu pewarnaan dengan
bambu yang di"colet"kan ke kain batik. Dengan lokasi alam yang mendukung baik dari segi
keindahan maupun pencahayaan, lokasi batik Abimanyu bahkan pernah dimanfaatkan oleh
Garin Nugroho untuk pembuatan film dokumenter "Anak Seribu Pulau".
Pekalongan
Pasar Grosir Pekalongan
Sesuai dengan identitasnya sebagai Kota Batik, kini Pekalongan mengembangkan
wisata belanja, khususnya produk batik dan tekstil produksi alat tenun bukan mesin (ATBM).
Di daerah ini, ada tiga pasar grosir yang menjadi tempat wisata belanja, yakni Pasar Grosir
Setono, Pusat Grosir Gamer, dan Mega Grosir MM, semuanya berada dalam satu lokasi di Jl
Dr Soetomo, Pekalongan. Bentuknya memang seperti pasar, namun pengunjung pasti
menikmati datang ke sana. Hal ini terjadi karena lokasinya dibuat sedemikian rupa, sehingga
berkesan bersih dan enak dipandang. Pasar Grosir Pekalongan menyediakan berbagai produk
batik dan tekstil hasil ATBM.
Terdapat sekitar 650 kios yang semuanya menjual tekstil, baik untuk kebutuhan anak-
anak maupun dewasa. Harganya pun bervariasi. Motifnya pun beragam, sehingga pengunjung
yang akan berbelanja dapat memilih sesuai dengan selera.
Di pasar grosir itu, dilengkapi dengan fasilitas seperti wartel, tolilet dan kamar mandi.
Juga tempat peristirahatan yang nyaman serta tempat ibadah yang memadai. Kalau lelah
jalan-jalan di pasar, bisa istirahat dengan nyaman.
JUWANA CRAFT
Jln. Nangka No 255 Growong Lor 07/111 Juwana Pati - Pati
Telpon: 0295-552909
Website: www.juwanacraft.com
Produk: Kuningan dan Batik
BATIK BUKHARI
Alamat: Desa Juwana – Pati
Telpon: 08122936231
Produk: Batik
Pasar Produk: Domestik
BATIK BAKARAN
Nama Kontak: Ibu Yahyu
Alamat Bakaran Kulon Rt.01/Rw.l Kecamatan Juwana Kab. - Pati
Telpon: 081390203867
Produk: Kain Batik & Sarung Batik
Pasar Produk: Lokal (Jawa Tengah)
Jakarta
Pembatikan di Jakarta dikenal dan berkembang bersamaan dengan daerah-daerah
pembatikan lainnya yaitu kira-kira akhir abad ke-XIX. Pembatikan ini dibawa oleh
pendatang-pendatang dari Jawa Tengah dan mereka bertempat tinggal kebanyakan didaerah-
daerah pembatikan. Daerah pembatikan yang dikenal di Jakarta tersebar didekat Tanah Abang
yaitu: Karet, Bendungan Ilir dan Udik, Kebayoran Lama dan daerah Mampang Prapatan serta
Tebet.
Jakarta sejak zaman sebelum perang dunia kesatu telah menjadi pusat perdagangan
antar daerah Indonesia dengan pelabuhannya Pasar Ikan sekarang. Setelah perang dunia
kesatu selesai, di mana proses pembatikan cap mulai dikenal, produksi batik meningkat dan
pedagang-pedagang batik mencari daerah pemasaran baru. Daerah pasaran untuk tekstil dan
batik di Jakarta yang terkenal ialah: Tanah Abang, Jatinegara dan Jakarta Kota. Yang terbesar
ialah Pasar Tanah Abang sejak dari dahulu sampai sekarang. Batik-batik produksi daerah
Solo, Yogya, Banyumas, Ponorogo, Tulungagung, Pekalongan, Tasikmalaya, Ciamis dan
Cirebon serta lain-lain daerah, bertemu di Pasar Tanah Abang dan dari sini baru dikirim ke
daerah-daerah di luar Jawa. Pedagang batik didominasi oleh bangsa Cina dan Arab.
Oleh karena pusat pemasaran batik sebagian besar di Jakarta khususnya Tanah Abang,
dan juga bahan-bahan baku batik diperdagangkan di tempat yang sama, maka timbul
pemikiran dari pedagang-pedagang batik itu untuk membuka perusahaan batik di Jakarta dan
tempatnya ialah berdekatan dengan Tanah Abang. Pengusaha-pengusaha batik yang muncul
sesudah perang dunia kesatu, terdiri dari bangsa cina, dan buruh-buruh batiknya di datangkan
dari daerah-daerah pembatikan Pekalongan, Yogya, Solo dan lain-lain. Selain dari buruh batik
luar Jakarta itu, maka diambil pula tenaga-tenaga setempat di sekitar daerah pembatikan
sebagai pekerjaannya. Berikutnya, melihat perkembangan pembatikan ini membawa lapangan
kerja baru, maka penduduk asli daerah tersebut juga membuka perusahaan-perusahaan batik.
Motif dan proses batik Jakarta sesuai dengan asal buruhnya didatangkan yaitu: Pekalongan,
Yogya, Solo dan Banyumas.
Bahan-bahan baku batik yang dipergunakan ialah hasil tenunan sendiri. Zat
pewarnanya pun diramu sendiri dari bahan-bahan kayu mengkudu, pace, kunyit dan
sebagainya. Batik Jakarta sebelum perang terkenal dengan batik kasarnya warnanya sama
dengan batik Banyumas. Beberapa tempat penjualan batik di Jakarta antara lainnya:
Allure
Jl Kemang Raya 27A, Jakarta Selatan www.allurebatik.com
Bin House
Jl Teluk Betung 10, Jakarta Pusat www.binhouse.com
Danar Hadi
Jl Melawai Raya 69-70, Jakarta Selatan www.danarhadibatik.com
IwanTirta
Jl Wijaya XIII No 11A, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan www.iwantirtabatik.com
BAB 4
BERBAGAI RAGAM KREASI BATIK
Fashion
Untuk fashion batik dapat diterapkan dengan beragam corak baik yang klasik maupun
kontemporer. Misalnya pada motif batik bola dan batik mobil.
Batik Bola
Di desa Gunting, Gilangharjo, Pandak, Bantul, Yogyakarta. Desa Gunting ini berjarak
20 kilometer dari Tugu Yogyakarta pengrajin batik, Tumilan terinspirasi untuk membuat batik
bola. Tiga bulan lamanya ia berkutat untuk mewujudkan ide batik bola yang ternspirasi dari
Piala Dunia. "Batik itu saya ciptakan dengan motif bola. Penuangan karyanya dalam bentuk
kontemporer. Pewarnaannya menggunakan gaya pewarnaan batik klasik. Sedangkan proses
batiknya digabungkan antara batik painting dengan batik fashion"
Soal warna, Tumilan menggunakan warna-warna batik kontemporer seperti biru, ungu
atau agak kemerah-merahan dipadu dengan warna bola hitam putih. Teknik pewarnaan
menggunakan air brush. Motif yang paling favorit adalah motif bola lancip yaitu perpaduan
antara gambar bola dan batik motif parang lancip. Warna ini juga disesuaikan dengan warna
bendera peserta piala dunia. "Biar itu lebih menarik, ada pendukung fanatis masing-masing
tim itu, maka warnanya juga disesuaikan dengan warna bendera atau warna kostum pemain
bola itu,"
Batik bola biasanya digunakan untuk baju, yang paling dominan penggunanya adalah
laki-laki karena itu ditujukan untuk para penggila bola. Itulah sebabnya pemilihan warna juga
disesuaikan dengan selera para pria. Walaupun begitu, para wanita juga bisa
menggenakannya sebagai bahan untuk baju atau rok.
Berkaitan dengan batik bola, menurut Konsultan Desain, Sumbo Tinarbuko,
pembuatan batik ini prinsipnya adalah strategi dagang. Di dalam ajang piala dunia pastilah
membutuhkan souvenir. Indonesia, walaupun tidak dapat masuk berlaga dalam piala dunia
setidaknya tetap bisa berpartisipasi pada ajang piala dunia. Dosen Komunikasi Visual Institut
Seni Indonesia Yogyakarta ini menambahkan bahwa batik bola merupakan terobosan yang
luar biasa karena batik bukan hanya dilihat dalam bentuk ulir-uliran, stilisasi flora fauna dan
sebagainya. "Ternyata Indonesia itu tidak juara bola tapi ia menguasai hal-hal yang berkaitan
dengan penanda bola itu," begitu Sumbo menandaskan.
Sayangnya, kata Sumbo, sebagian besar pengrajin Indonesia hanya sebagai tukang
sementara labelnya bisa menggunakan negara mana saja. "Bentuk-bentuk warna ungu,
kuning dan seterusnya gayanya Mandela, gaya ala afrika asli. Yang terjadi adalah sulit untuk
mengklaim bahwa ini produk Indonesia."
Apa pun kondisinya pecinta batik, Ekoriyanto merasa senang dengan motif batik bola.
Baginya, batik ini unik dan warnanya cocok untuk yang berjiwa muda. Batik selama ini
memang lebih dikenal di Indonesia, sebagai milik orang Indonesia. Langkah selanjutnya
adalah bagaimana caranya agar batik bukan hanya berbentuk klasik tetapi juga kontemporer
atau kekinian yang menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Salah satu jawabannya,
adalah batik bola.
Sementara itu di Jakarta juga diciptakan batik bola. Salah satu bentuknya adalah
kemeja. Batik bola ini juga dipengaruhi oleh gegap gempita Piala Dunia 2010 menjadi ajang
empuk bagi pelaku bisnis yang jeli. Kemeja batik motif bola pun mencari celah di antara
banjir produk bertema Piala Dunia. Kemeja ini menawarkan pilihan baru selain kaos "klasik"
tim atau pemain sepak bola.
Lambang asosiasi tim peserta Piala Dunia pun menjadi motif batik yang apik. "Saya
ingin membuat terobosan. Batik sedang marak dan bisa dieksplorasi sesuai momen. Tak
hanya Piala Dunia, bisa juga momen lain seperti Hari Lingkungan Hidup," kata Ajanis
Maliki, penggagas batik motif Piala Dunia di Pejaten Village, Jakarta Selatan.
Logo kesebelasan Belanda dan Argentina relatif mudah dieksplorasi. Misalnya simbol
kepala singa tim Belanda dimodifikasi dan dipadu motif tribal yang sudah mendunia. "Motif
ini tidak kelihatan batik, tapi saya modifikasi dengan titik-titik agar unsur batiknya kelihatan,
"kata Ajanis. Sedangkan logo timnas Argentina dimodifikasi dengan motif-motif batik
tradisional, yaitu parang dari Yogya dan truntum dari Solo, sehingga tampak seperti batik
pada umumnya. Untuk mempertegas kesan Argentina, di bagian saku ada tulisan AFA,
Argentina Football Association.
Batik Mobil
Dalam situs www.astaga.com, dikabarkan tentang kreasi batik dengan motif mobil
dinamakan Batik ala Toyota Fortuner. Penggagasnya adalah Toyota Fortuner Club of
Indonesia (ID42NER) turut membuat batik lewat kreasi batik mobil.
Klub yang menaungi para pemilik Toyota Fortuner di Indonesia itu mengenalkan
batik khusus. Motifnya adalah Toyota Fortuner yang dikombinasi dengan sentuhan etnis khas
nusantara. "Ini adalah batik tulis motif Toyota Fortuner made in Maliya Boutique, " papar
Totok Sediyantoro, Wakil Ketua Toyota Fortuner Club of Indonesia. Usut punya usut, alasan
dipakainya Toyota Fortuner sebagai motif batik adalah demi meningkatkan rasa bangga
terhadap produk asli bangsa Indonesia.
Batik Singkong
Singkong ternyata tidak hanya berfungsi sebagai pengganti nasi, juga dapat dijadikan
salah satu motif pada kain batik. Kain batik tulis bermotif singkong ini merupakan khas
buatan Bondowoso, Jawa Timur, yang biasa disebut Batik Singkong Maesan atau Batik
Sumbersari.
Sebenarnya motif ini sudah mulai punah, tapi masih terdapat perajin yang konsisten
dengan motif singkong. Yuke Yuliantaries berhasil menggabungkan motif batik singkong
dengan motif kuno maupun kontemporer, sehingga motif ini terlihat lebih modern.
Sementara itu di harian Kedaulatan Rakyat, 16 September 2010, dijelaskan bahwa di
wilayah pantai selatan jawa yang tandus ternyata juga memiliki potensi batik. Dalam berita
itu tidak disebutkan secara rinci di mana wilayah pantai selatan yang dimaksud, namun
demikian dalam kenyataannya Prof. Dr. Andrik Purwasito DEA menyatakan bahwa pihaknya
berusaha mengangkat potensi batik pantai selatan dengan motif batik ketela. Motif yang
ditunjukkan pada foto yang dimuat di harian Kedaulatan Rakyat itu berupa kemeja lengan
pendek dengan gambar daun ketela berwarna hijau.
Prof. Andrik mengungkapkan bahwa motif batik ini diharapkan mampu mengangkat
kesejahteraan masyarakat pantai selatan. Sementara itu di wilayah pantai selatan hanya
dikenal sebagai penghasil gaplek. Tanaman singkong bahan baku gaplek sebagai makanan
sekunder tumbuh subur, tidak saja di wilayah Trenggalek, tetapi juga di wilayah Selatan Jawa
seperti Tulungagung, Wonogiri, Ponorogo, Blitar, Pacitan maupun wilayah lainnya. Dan
tanaman ketela itulah yang akhirnya mengilhami lahirnya motif batik.
Soal batik motif daun ketela Prof. Andrik menjelaskan, sebanyak 5 daun ketela
menggambarkan bahwa bangsa Indonesia harus tetap menempatkan Pancasila sebagai
sumber segala sumber hukum. Ini merupakan inti ajaran kebegaraan yang wajib dijunjung
tinggi oleh bangsa Indonesia. Di luar centrum terdapat daun yang melingkar berjumlah 9
yang berarti hitungan tertinggi.
Sementara empat yang berada di setiap sudut melambangkan empat penjuru angin,
yang menggambarkan Pancasila mampu memberikan perlindungan terhadap heterogenitas
bangsa yang tercermin dalam konsep Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu).
Pernak-pernik Batik
Kerajinan adalah salah satu keunggulan daya tarik wisata yang mampu mendukung
suatu daerah. berbagai barang kerajinan tumbuh dengan pesat di seiring dengan kesadaran
untuk berwisata. Barang kerajinan yang mereka hasilkan ada yang dijual untuk wilayah
domestik, maupun mancanegara. Di dukung dengan banyaknya sumber bahan baku dan
keterampilan yang dimiliki, baik dari pengrajin berskala besar maupun pengrajin dalam skala
kecil, berusaha menawarkan produk terbaiknya pada konsumen, sehingga muncul persaingan
antar pengrajin. Aneka macam kerajinan semakin tumbuh dan berkembang sesuai dengan
permintaan pasar. Seperti halnya kerajinan batik, yang sekarang ini dikembangkan bukan
hanya pada media kain, melainkan pada media kayu.
Kekhasan batik kayu buatan warga Krebet adalah dari jenis kayu. Kayu asal pohon
Sengon banyak dipilih karena keunggulannnya. Dalam proses pembuatah, peralatan untuk
membatik kayu rupanya tak beda juga dengan alat-alat yang dipakai dalam membatik kain.
Selain kayu sebagai bahan dasar dan lilin atau disebut malam, untuk membuat motif, ada pula
benda yang disebut canting. Alat seperti pensil yang ujungnya dapat menampung dan
mengeluarkan malam atau lilin cair. Ditambah pula dengan kompor berukuran kecil serta
wajannya, yang berguna untuk mencairkan lilin.
Pembuatan batik kayu dengan beragam bentuk dan corak tidak terlalu sulit. Mulanya
batang kayu dipotong menjadi bentuk yang diinginkan. Ada pula yang dicungkil atau dipahat
menjadi berbagai bentuk. Setelah itu, dibuat pola batik dengan beragam motif. Kemudian
masuk proses finishing dan dijemur. Untuk hasil yang baik dapat diolesi dengan melamin.
Proses pembatikan tak beda dengan batik kain. Motif hiasan langsung dilukis di atas
permukaan kayu. Penjemuran dilakukan setelah kerajinan kayu dibatik. Proses pewarnaan
dikerjakan secara manual. Tercatat lebih 108 jenis produk kerajinan dalam bentuk suvenir dan
hiasan lain yang dihasilkan sejumlah sanggar di Krebet Harga yang ditawarkannya juga
cukup bervariasi. Misalnya, harga gantungan kunci seharga Rp. 3.500, -. Ada pula kursi kayu,
cermin kayu, bahkan lemari kayu yang semuanya dibatik.
Pisau Batik
Kreasi pisau dengan hiasan motif batik yang diproduksi Sudiman, warga Kasihan
Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, bukan hanya berfungsi sebagai pemotong
namun juga hiasan sebagai rumah. "Saya membuat pisau batik ini untuk meningkatkan daya
jual pisau yang saya buat, sebelumnya saya hanya membuat pisau dapur biasa tetapi karena
penjualan tidak bisa optimal maka saya membuat pisau dengan hiasan batik agar lebih
menarik," kata Sudiman di rumah produksinya Dusun Krengseng Bangunjiwo, Kasihan
Bantul.
Ia mengatakan, hiasan batik tulis tidak mengurangi fungsi produkya sebagai pisau.
"Pisau batik ini tetap pisau fungsional sehingga masih bisa digunakan sebagaimana pisau
dapur pada umumnya," katanya. Di desanya setidaknya ada 25 pengrajin pisau. "Saya
kemudian mendirikan paguyuban Rukun Karya Lestari, dan sampai saat ini telah membuat
aneka pisau dengan hiasan batik untuk meningkatkan daya jual," katanya.
Pembuatan hiasan batik tulis dilakukan seperti membatik pada umumnya hanya saja
media yang digunakan berupa kayu gagang pisau. Gagang pisau juga dibuat beraneka ragam
bentuk wayang misalnya Rama dan Shinta termasuk membentuk aneka shio atau bermacam-
macam jenis binatang. "Pembuatan gagang maupun tempat pisau menggunakan kayu klepu
yang didatangkan dari Klaten. Kayu ini selain awet, bentuknya halus sehingga mudah untuk
dibatik," katanya. Pisau batik kayu juga bisa didapatkan di desa krebetyang merupakan pusat
pembuatan batik kayu.
Kompas.com dari Solo mengabarkan tentang gitar batik. Awalnya Indro Mulyanto
sekadar mengerjakan pesanan gitar batik dari temannya, musisi di Yogya yang akhirnya
memiliki toko alat musik. Sejak itu, pesanan gitar batik Indro meningkat. Kini ia pun
mengerjakan pesanan untuk beberapa pelanggan di Yogya, Surabaya, dan Jakarta. Indro jadi
perajin gitar batik satu-satunya di Solo. Soal harga terrgantung pada kualitas gitar dan kain
batik yang dipakai. Gitar dengan kain batik tulis lebih mahal ketimbang yang menggunakan
batik printing. "Gitar ini selain untuk dimainkan juga banyak dimanfaatkan sebagai suvenir,"
katanya.
Sebelum berbelanja, ketahui terlebih dahulu tips untuk memilih beragam batik. Selain
motif batik yang menarik selera, perhatikan pula jenis kain, potongan kain dan jahitan.
Intinya, jangan terburu-buru menentukan pilihan batik walaupun harganya murah sekalipun.
Bagaimanapun pilihan batik sesuaikan dengan selera kita. Akan tetapi tetap
perhatikan tips berikut ini:
1. Tentukan jenis kain batik, desain Batik yang kita inginkan.
2. Jika dilihat dari proses pembuatan batik, perhatikan bahwa batik tulis memiliki motif
yang sama pada bagian dalam dan luar pakaian. Sedangkan, Batik print Design, lebih
terang dibagian luarnya dan agak pudar di bagian dalam pakaian. Untuk memastikannya,
Anda bisa menceknya langsung.
3. Memilih batik tulis maupun batik tua akan memperlihatkan penampilan yang lebih elegan
dan "terlihat mahal" mengingat batik, terutama yang memang batik tua dibuat
berdasarkan hobi, bukan semata-mata untuk dijual. Batik tersebut memiliki nilai filosofi
yang tinggi, terlihat elegan, etnik, dan sangat special.
4. Jika dilihat dari bahannya, ada model batik lawas yang awalnya digunakan untuk kain
gendongan yang sifatnya mudah sobek. Secara penggunaan bahan ini digemari karena
adem dan nyaman kala dipakai. Namun secara tekstur, kainnya lebih tebal. Hati-hati
memilih batik ini karena beberapa pengrajin memodifikasi sedemikian rupa sehingga
batik baru pun dapat terlihat seperti batik tua.
5. Untuk kategori Model Batik, bahan yang paling baik digunakan biasanya alat tenun
bukan mesin (ATBM), biasanya bahan dasar yang digunakan adalah sutra jadi wajar saja
jika harganya paling mahal dikelasnya.
6. Selalu beli batik asli Indonesia
Busana Kerja
1. Pilihlah batik dalam kombinasi warna gelap atau pastel, serta bercorak geometris agar
penampilan Anda tetap terlihat rapi, simpel, dan formal.
2. Untuk Anda yang bertubuh besar, pilihiah motif geometris yang berukuran sedang, atau
kombinasi motif geometris yang besar dengan yang ukurannya kecil agar sesuai dengan
proporsi tubuh Anda.
3. Bila tubuh Anda mungil jangan ragu untuk memilih batik bermotif geometris berukuran
sedang agar bentuk tubuh tampak lebih proporsional.
4. Untuk aktivitas kerja, pastikan Anda memilih desain busana yang simpel namun tegas,
sehingga tetap berkesan profesional. Hanya jika diperlukan bisa ditambah detail atraktif
yang terkesan minimalis, seperti opnaisel, ploi, saku, atau tali pinggang.
5. Untuk busana kerja, pilihlah batik yang terbuat dari katun dan tambahkan superlining
sebagai pelapis dalam (faring) agar jatuhnya busana terlihat lebih tegas dan rapi.
Busana Pesta
1. Jika Anda ingin membuat busana pesta atau resmi dari kain batik, Anda bisa
menggunakan berbagai jenis motif dan paduan warna. Yang penting, pilihlah warna serta
motif batik yang sesuai dengan jenis acara yang akan Anda hadiri (suasana pesta).
2. Untuk acara pesta yang berat mosfer santai atau semi resmi, Anda bisa memilih batik
bermotif fauna dan flora dalam paduan warna cerah atau pun terang.
3. Untuk acara pesta yang resmi, batik bermotif fauna dan flora dalam paduan warna cerah
atau pun terang.
4. Untuk acara pesta yang resmi, batik bermotif geometris berukuran sedang atau motif-
motif klasik, seperti motif Jlamprang dan Truntum dalam sentuhan warna terang atau
gelap yang terkesan mewah bisa menjadi pilihan yang tepat.
5. Batik bermotif flora juga bisa Anda pilih untuk menciptakan busana resmi yang terkesan
elegan.
6. Buatlah busana untuk pesta (resmi maupun tidak resmi) bermotif batik yang siluetnya
simpel namun berdetail cantik dan unik, seperti ikatan pita atau memainkan pola-pola
draperi.
7. Untuk busana pesta, Anda bisa memilih batik yang terbuat dari katun, sutra (sutra satin,
raw silk, crepe silk) dan tenun ATBM.
Busana Kasual
1. Pilih batik bercorak fauna dan flora dalam paduan warna cerah, sehingga memberi kesan
aktif dan ceria.
2. Jika Anda bertubuh besar, pilihlah motif batik yang ukurannya sedang. Hindari motif
yang ukurannya terlalu besar atau pun terlalu kecil.
3. Apabila Anda bertubuh mungil, pastikan Anda memilih motif batik berukuran kecil.
4. Untuk gaya kasual, kenakan busana berpotongan simpel dengan aplikasi atau detail
menarik.
5. Agar nyaman dipakai, untuk busana kasual pilihlah batik yang terbuat dari katun.
Saat anda ingin membeli kain batik untuk digunakan sebagai bahan pembuatan baju
batik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kita mendapatkan baju batik sesuai
dengan harapan & budget.
Perhatikan pada jenis kain. Ada beberapa jenis kain yang bisa Anda jadikan bahan
pembuatan baju batik misal yaitu Katun (Prima & Primis), Dobi, Viscos, hingga Sutra. Katun
prima kualitasnya berada di bawah katun primis yang lebih halus. Baik katun prima atau pun
primis mempunyai tingkatan kain yang berbeda-beda, dari mulai kasar, agak kasar, hingga
paling halus. Kain dobi bisa dibilang sebagai setengah sutra, ada beberapa tingkatan seperti
halnya katun prima & primis dari yang kasar hingga halus, meskipun demikian Dobi memang
berciri khas pada tekstur kasarnya, jadi tingkat kehalusan tetap akan dirasa serat-serat yang
menonjol. Kain Viscos, bahan cenderung licin & jatuh, tampak serat seperti Dobi. Tingkat
kehalusan & kelicinannya pun ada tingkatannya. Sutra, tentunya termasuk bahan pembuatan
baju batik berkualitas tinggi dengan harga pada segmentasi tertentu.
Selain bahan yang dibatik, juga perhatikan hal-hal sebagai berikut:
Perhatikan pula motif batik yang kita pilih dalam perencanaan pembuatan baju batik.
Apakah motif batik yang menjadi pilihan kita adalah motif-motif batik klasik, motif batik
modern/ kontemporer, ataukah perpaduan di antara keduanya.
Selain itu, sebaiknya kita mencari referensi model baju yang akan menjadi patokan
pembuatan baju batik Anda.
Yang terpenting adalah, sesuaikan kebutuhan & budget kita mulai dari pemilihan kain
sebagai bahan baju batik hingga berapa biaya jasa tukang jahit yang akan membuat baju
batik agar kita mendapatkan baju batik sesuai dengan keinginan Anda.
Don't
Agar padu padan dalam berbatik terlihat cocok, kita perlu memperhatikan hal-hal berikut ini.
1. Hindari pola cutting terbuka untuk acara ke kantor.
2. Hindari motif batik yang besar dan mencolok bagi yang berbadan besar. Batik dengan
motif kecil-kecil lebih cocok untuk Anda.
3. Bila kita memiliki tubuh berkulit gelap, hindari batik yang bercorak gelap. Pilihlah batik
warna cerah.
4. Bagi yang berkulit putih, hindari pemakaian batik yang bermotif cerah karena tampak
kurang elegan.
5. Bagi yang memakai jilbab, tidak perlu menggunakan kerudung motif batik jika sudah
memakai baju motif batik.
6. Bagi yang ingin kelihatan dewasa dan elegan, hindari motif batik cerah.
7. Hindari model kerah menggelembung bagi yang memiliki leher pendek yang akan
memberikan kesan leher kita semakin pendek.
8. Untuk pria, sebaiknya hindari baju batik berlengan pendek pada acara formal.
9. Jika memiliki dada besar, hindari motif batik besar dan berkerut pada bagian dada. Ini
memberi kesan dada semakin penuh.
10. Hindari pemakaian aksesori yang berlebihan karena menghilangkan kesan elegan batik
Anda.
11. Sesuaikan motif batik dengan tubuh kita. Mengikuti tren batik yang masih terus bergulir
boleh-boleh saja, termasuk memilih batik dengan motif tabrak yang dipadupadankan
dengan celana jeans atau denim, asalkan bisa meng-cover kekurangan yang dimiliki
tubuh.
Untuk padu padan batik lakukan sebagai berikut:
Batik dapat dipadupadankan dengan celana apa saja untuk hasil yang terbaik. Yang
penting batik yang dikenakan bisa menutup kekurangan yang ada pada tubuh seperti
kekurusan dengan mengenakan busana batik dengan detail leher tegak atau krah bervolume.
Dalam memilih motif batik pun harus match sesuai dengan ukuran atau postur tubuh.
Misal untuk yang bertubuh kurus bisa memilih motif parang-parangan atau motif lainnya
dengan ukuran yang agak besar agar menutupi tubuhnya yang kurus. Hindari memakai motif
batik kawung yang kecil-kecil karena akan semakin membuatnya terlihat kurus. Sebaliknya
yang memiliki tubuh gemuk bisa memilih busana batik dengan motif kawung atau motif lain
agar tubuhnya yang gemuk bisa sedikit tersamarkan dengan motif batik yang kecil-kecil. Ada
banyak motif kawung, namun untuk yang bertubuh gemuk pilihnya motif batik kawung yang
runcing, jangan yang bulat-bulat untuk membuat tubuhnya terlihat lebih langsing.
Hargailah motif batik tradisional yang memiliki nilai seni tinggi. Motif batik
tradisional sebisa mungkin jangan dijungkir balikkan motifnya, misalnya motif garuda sebisa
mungkin garudanya jangan sampai terbalik posisinya, menghargai sedikit motif tradisi yang
adiluhung, jangan asal main tabrak saja.
Saat ini marak motif tabrak pada busana batik, sepanjang tidak sampai
menjungkirbalikan motif tidak masalah. Fashion yang sekarang dikenakan anak muda dengan
padu padan jeans atau denim. Merupakan salah satu cara membudayakan batik pada anak
muda dengan padu padankan yang sudah tidak asing dia kenakan seperti jeans.
Warna batik juga merupakan hal yang sangat penting diperhatikan. Warna gelap atau
redup hendaknya dihindari bagi orang yang berkulit gelap karena dapat memberi kesan
pemakainya bertambah hitam/gelap. Pemakaian warna yang agak lembut dan terang seperti
warna-warna pastel sangat cocok karena dapat memberikan efek lebih terang pada wajah dan
kulit. Sedangkan bagi pemakai yang berkulit kuning langsat atau putih, hindari pemakaian
bahan dengan warna yang lembut dan terlalu terang karena efeknya wajah terlihat lebih
pucat. Untuk yang bertubuh kurus gunakan warna cerah seperti putih, kuning atau pink
membuat tubuh terlihat lebih besar. Warna gelap memberi kesan menguruskan, maka jika
tidak ingin membuat tubuh terlihat lebih kurus sebaiknya tidak mengenakan pakaian dengan
warna-warna gelap.