SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan
O
l
e
h
0
BAB I
PENDAHULUAN
keberadaannya hingga pada berbagai fenomena yang terjadi pada fungsi dan
hingga pada masa kini,dan secara lebih spesifik lagi akan memfokuskan
pembahasan pada kajian kontinuitas dan perubahan yang terjadi terhadap berbagai
aspek yang terkait dengan fungsi dan penggunaan sulim yang membawa pengaruh
Sulim (seruling) adalah sejenis instrumen tiup bambu yang berasal dari
daerah Batak Toba di Sumatera Utara. Dalam klasifikasi alat musik oleh Curt Sachs
dan Hornbostel, instrumen ini tergolong kepada jenis aerophone dengan spesifikasi
side blown flute yang terdiri dari sebuah lobang tiupan dan 6 (enam) buah lobang
nada. Dilihat dari karakteristik organologisnya, sulim hampir sama dengan jenis
seruling yang ada pada etnis lain pada umumnya. Yang membedakannya hanya
pada penambahan lobang yang dibalut oleh sebilah kertas tipis ataupun plastik tipis
pada pertengahan antara lobang tiupan dengan lobang nada. Lobang tambahan ini
dapat menciptakan warna bunyi yang menjadi ciri khas tersendiri dibandingkan
sejenis solo instrumen atau instrumen tunggal yang biasa dipakai oleh seseorang
1
Instrument (Kamus Musik M.Suharto,1992 : 4) dalam bahasa inggris, yaitu alat musik
yang digolongkan berdasarkan cara memakainya.
1
sehari-hari instrument ini lazim dipakai oleh seseorang diwaktu-waktu senggang
zaman, dengan hadirnya opera Batak 2 yang dari tahun 1920-an hingga 1970-an,
sulim membawa pengaruh dan perubahan dalam hal pola pikir dan selera musik
masyarakat Batak Toba pada masa itu. Lagu-lagu opera Batak yang didominasi
oleh karya almarhum Tilhang Gultom 3 pada masa itu sangat digemari oleh
masyarakat Batak mulai dari kawula muda hingga kalangan orang tua. Sehingga
para musisi opera Batak kala itu dianggap sebagai sosok layaknya seorang artis
biasa dimainkan dalam ensambel 4 . Sebab pada masa itu, hanya ada 2 jenis
ensambel yang berkembang dalam tradisi Batak Toba yakni ensambel gondang
sabangunan dan ensambel gondang hasapi, dimana di antara kedua ensambel ini
tidak mencakup sulim sebagai salah satu instrumen pendukungnya walau pun sulim
mampu berperan sebagai pembawa melodi utama dalam sebuah repertoar. Tetapi
seiring perkembangan zaman dan rasa musikal masyarakat Batak Toba pada masa
itu maka terjadilah sedikit pergeseran dimana instrumen sulim dan taganing mulai
Dalam ensambel ini, sulim berperan sebagai pembawa melodi penuh disamping
instrumen lain yang juga pembawa melodi utama seperti hasapi inang (lute),
2
Opera Batak merupakan seni pertunjukan masyarakat Batak Toba yang
melibatkan/menggabungkan seni teater, musik, tari, dan nyanyian (vokal)
3
Seorang pelopor musik dan lagu Opera Batak
4
Ensambel/Ansambel (Kamus Musik M. Suharto,1992 : 4) dalam bahasa perancis adalah
kelompok kegiatan seni musik dengan jenis kegiatan seperti tercantum dalam sebutannya. Biasanya
tampil sebagai kerjasama pesertanya dibawah pimpinan seorang pelatih.
2
sarune etek (oboe) dan garantung (xylophone). Selain sebagai pembawa melodi,
sulim juga berperan sebagai pembawa melodi variatif yang mampu keluar dari
wilayah nada pokok sebagai wujud dari improvisasi nada-nada yang dimainkan
baik dari sebuah lagu maupun repertoar sesuai kemampuan pemainnya. Menurut
gondang hasapi merupakan pengaruh dari ensambel musik opera Batak yang
Selain itu, sulim termasuk instrumen yang unik jika dibandingkan dengan
instrumen tradisi Batak Toba lainnya. Salah satu keunikannya adalah, sulim mampu
ciri khas dari instrumen itu sendiri. Hal ini dapat kita lihat melalui berbagai aspek
yang menunjukkan bahwa betapa pentingnya sulim hadir dalam sebuah kajian
musikologis khususnya dalam Budaya Batak. Sebagai bukti selain dari pada
Pertama, selain memberikan pengaruh pada era opera Batak sulim juga
hadir dalam formasi Brass Band atau dikenal dengan ensambel Musik Tiup Logam5
yang juga digemari pada masa itu dimana ensambel ini acapkali dipakai dalam
setiap acara adat orang Batak. Dalam konteks ini, sulim berperan sebagai pembawa
melodi yang pada akhirnya mampu mengubah tradisi musik tiup yang didominasi
oleh instrumen tiup modern dari Eropa menjadi sebuah formasi yang lebih
sederhana yang dikenal dengan istilah ‘Sulkibta’ (sulim, kibot, taganing) atau
‘Sulkib’ (sulim, kibot) saja, sehingga berbagai instrumen tiup dari Eropa tersebut
5
Musik tiup logam merupakan ensambel yang terdiri seperangkat alat musik tiup logam
yang tersaji dalam bentuk semi combo band yang terdiri dari instrumen terompet, trombone,
saxofon, tuba, dan 1 set drum yg terbuat dari logam.
3
Kedua, sulim tidak hanya memberikan pengaruh dalam eksistensi opera
Batak atau pun musik tiup dalam konteks hiburan maupun adat, tetapi sulim juga
hadir dalam perkembangan Musik Gereja. Hal ini dapat kita lihat ketika sulim
dipakai sebagai salah satu intrumen pengiring lagu-lagu ibadah ketika ada perayaan
tertentu di dalam sebuah gereja atau pun dalam perayaan akbar di luar gereja sekali
pun seperti Perayaan Hari Besar Agama Kristen dan acara Kebangkitan
Selain dari itu, sulim juga sudah sering dipakai sebagai salah satu media
pengiring lagu rohani mau pun sekuler bernuansa tradisi yang dibawakan oleh
Ketiga, setelah berakhirnya kejayaan opera Batak pada akhir 1970-an maka
muncullah Hits-hits Album Batak popular yang diwarnai dengan nuansa Musik
Barat yang pada masa itu didominasi oleh lagu-lagu karya almarhum Nahum
Situmorang6 dan sudah berkembang hingga pada masa kini. Seiring perkembangan
tersebut tidaklah pula warna tradisi malah menghilang dari berbagai lagu Batak
yang disajikan. Kehadiran sulim dalam mengisi setiap lagu Batak (tradisonal dan
popular) yang diciptakan menjadi keunikan tersendiri bagi setiap pendengar. Hal ini
melodi sebuah lagu atau repertoar secara utuh tetapi juga mampu memainkan
sebagian atau penggalan dari beberapa repertoar tertentu untuk mengisi intro
(musik pembuka) dan interlude (musik tengah) dari sebuah lagu popular (pop) dan
instrumen Batak yang lain, sulim juga mampu berperan sebagai instrumen tunggal
6
Seorang pelopor musik dan lagu Pop Batak
4
yang dapat membawakan melodi andung-andung ( nyanyian ratapan tangis) yang
seiyogianya dimainkan pada intrumen lain seperti sordam7. Namun, seiring dengan
semakin langkanya sordam maka pada masa sekarang ini alunan andung-andung
tersebut dapat dimainkan pada sulim. Hal ini dimungkinkan karena produksi nada
sulim selain dihasilkan oleh lobang nada juga dapat diproduksi melalui teknik
tiupan, sehingga karakter bunyi sordam dapat dihasilkan walau tidak terlalu persis
dimainkan dengan isntrumen Batak yang lainnya, pada masa sekarang ini sulim
juga sudah sering ditampilkan dengan suguhan yang berbeda yakni mampu
berkolaborasi dengan intrumen tradisi dari berbagai sub-etnis Batak atau bahkan
etnis-etnis yang lain. Hal ini bisa terbukti dengan terbentuknya berbagai group
musik antar lintas etnis di kota Medan seperti “D’Tradisi” yang baru-baru ini sudah
mengharumkan nama baik Sumatera Utara di kancah blantika musik Indonesia, dan
juga group antar lintas etnis yang lain seperti “Group Incidental Music”,
“Metronom” serta group musik yang lainnya yang sudah tidak asing lagi dalam
Terlepas dari gaya atau teknik yang dimainkan, instrumen sulim sudah
eksistensi musik Batak dan kolaborasi antara musik Batak dengan musik etnis
Selain beberapa hal yang penulis paparkan di atas, mungkin masih banyak
lagi hal unik lain tentang pemakaian sulim yang berkembang hingga pada saat ini
7
Sejenis instrument tiup bambu Batak Toba yang lain dengan spesifikasi end blown flute
dimana lobang tiupan ada pada ujung badan instrumen yang memiliki 4 (empat) buah lobang nada.
5
yang belum penulis paparkan. Oleh karena itu, penulis masih butuh informasi atau
referensi dari berbagai sumber untuk melengkapi tulisan ini, dan dengan
memperhatikan berbagai fakta unik tentang instrumen sulim yang penulis paparkan
tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk membuat sebuah kajian skripsi yang
PERUBAHAN”.
dengan ensambel serta kolaborasi dengan instrument yang lain dalam berbagai
4. Aspek apa saja yang berubah dan berlanjut dalam keberadaannya di tengah-
6
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Toba.
4. Untuk mengetahui aspek-aspek apa saja yang berubah dan berlanjut (kontinu)
Adapun beberapa manfaat yang diperoleh dan ingin dicapai dalam tulisan ni
adalah :
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para
7
3. Sebagai dokumentasi tambahan mengenai fenomena Budaya Batak Toba yang
4. Semoga dapat digunakan oleh penulis lain yang ingin membahas tentang
1.4.1 Konsep
Konsep adalah kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang
perlu dirumuskan. Konsep juga merupakan rancangan ide atau pengertian yang
diabstrakkan dari peristiwa konkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
1991 : 431). Untuk memperjelas konsep yang akan penulis gunakan dalam
penulisan skripsi ini, maka sebaiknya perlu dijelaskan 2 (dua) hal pokok yang
menjadi topik utama dalam pembahasan yakni mengenai kajian kontinuitas dan
perubahan.
Kajian merupakan kata jadian yang terbentuk dari kata “kaji” yang berarti
“kajian” dalam hal ini adalah suatu penelitian atas pemeriksaan yang dilakukan
yang dimaksud di sini adalah adanya hal-hal yang masih tetap eksis, dipertahankan,
dan masih berlanjut hingga pada saat ini. Sebagai bentuk kontinuitas dapat dilihat
8
dari struktur organologis dan ciri khas bunyi serta teknik-teknik dasar dalam
memainkan sulim, dimana hingga pada saat ini hal-hal tersebut masih tetap
dipertahankan.
perubahan disebut change, misalnya perubahan sosial atau sosial change, artinya
Dalam hal ini, perubahan yang dimaksud dibedakan menjadi 2 (dua) aspek
yakni aspek fisik maupun non-fisik. Aspek fisik menyangkut hal-hal yang berkaitan
dengan kondisi fisik istrumen itu sendiri, sedangkan aspek non-fisik menyangkut
fungsi dan penggunaan sulim itu sendiri dalam berbagai konteks penyajiannya.
Berbicara tentang aspek fisik, salah satu perubahan yang terjadi adalah
bahwa awalnya sulim tidaklah memiliki nada dasar tetap yang sudah ditentukan
pada masa itu, sebab sulim awalnya tidak dimainkan dalam sebuah ensambel yang
disesuaikan dengan nada dasar dan mengikuti pola akord tertentu. Sehingga
dulunya sulim memiliki bentuk ukuran yang berbeda-beda yang sifatnya bebas
tanpa harus mengikuti pola,aturan pembuatan tertentu. Dalam arti bahwa ketika itu
nada-nada yang dihasilkan oleh sulim belum sesuai dengan standardisasi nada yang
Sedangkan pada masa kini, sulim sudah diciptakan dengan berbagai inovasi.
Tanpa harus menghilangkan ciri khas warna bunyinya, sulim sudah tersedia dengan
Tidak hanya dari kunci atau nada dasar tertentu saja bahkan sulim juga sudah
9
diciptakan berdasarkan 12 (dua belas) nada yang ada pada wilayah (range) satu
oktaf nada piano mulai dari nada C standard hingga C’ (C oktaf). Hal ini bisa
pendukungnya terhadap penyajian sulim itu sendiri. Salah satu bukti yang paling
signifikan adalah dengan hadirnya sulim dalam mengiringi lagu ibadah gereja,
berbagai lagu dalam paduan suara, dan juga dalam pengisian komposisi musik lagu
Batak Tradisional maupun Populer dalam industri rekaman dimana situasi tersebut
memaksa supaya sulim juga harus disesuaikan dengan nada dasar lagu atau pun
Kemudian selain daripada itu, aspek lain yang bisa dilihat adalah ketika
sulim tidak lagi hanya memainkan nada-nada pentatonis, tetapi juga mampu
penambahan nada kromatis. Hal ini terjadi karena sulim tidak lagi semata hanya
memainkan repertoar gondang Batak Toba yang mengandung ciri khas nada
pentatonis, tetapi juga sudah sering ditampilkan untuk mebawakan lagu-lagu baik
itu lagu tradisional Batak Toba, lagu Populer, lagu Rohani, maupun lagu Sekuler
lainnya dimana sudah banyak terkontaminasi oleh nada-nada musik Barat. Sejalan
dengan uraian tersebut di atas, mungkin hal inilah yang memicu diciptakannya
sulim dengan 12 kunci (nada dasar) dengan pelarasan nada musik Barat.
hal di luar aspek fisik yang berkaitan dengan fungsi dan penggunaan sulim yang
mampu membawa perubahan besar dalam eksistensi musik Batak yang sedikit
masalah.
10
1.4.2 Teori
juga dugaan yang menerangkan sesuatu (Marzuki 1999 : 33). Teori juga dapat
berarti sebagai suatu analisis terhadap suatu hal yang sudah terbukti dan teruji
kebenarannya. Dan teori juga merupakan landasan berpikir secara ilmiah untuk
Dalam pembahasan ini teori dapat digunakan sebagai landasan dan kerangka
menyesuaikan diri sesuai kebutuhan situasi dan kondisi yang timbul sejalan dengan
bukanlah suatu hal yang lahir hanya sekali (Ihromi 1987 :32).
sifat stabil dan dinamis yang melekat dalam setiap kebudayaan. Berkaitan dengan
dimana variasi-variasi dan perubahan yang terjadi adalah hal yang tidak dapat
Herskovitz perubahan kebudayaan dapat dilihat dari dua titik pandang, yaitu
bagaimana yang terjadi di masa lampau dan masa sekarang. Berdasarkan titik
11
didefenisikan sebagai transmisi budaya dalam proses. Perubahan dapat dipandang
dari bagaimana asal-usul sebuah kebudayaan tersebut apakah karena faktor internal
atau eksternal. Perubahan yang terjadi karena faktor internal disebut inovasi, dan
yang besar tetapi yang terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama. Proses ini
meliputi satu penemuan baru, jalannya unsur itu disebarkan ke lain bagian
masyarakat dan cara unsur kebudayaan tadi diterima, dipelajari, dan akhirnya
dapat dilihat pada suatu tingkat tertentu atau dengan menggunakan berbagai
hubungan sesama manusia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara jelas
perubahan adalah sebuah konsep yang mencakup perubahan dari berbagai unsur
12
kehidupan. Kondisi-kondisi sosial primer yang menyebabkan terjadinya perubahan
pada teori yang yang dikemukakan oleh Kashima Susumu dengan menjelaskan dua
“1. Structural and 2. Fungsional. Structural studies deal with the physical
aspect of musical instrument – observing, measuring, and recording the
shape, size, construction and the materials used in making the instrument.
The second deals with its function as a sound-producing tool researching,
measuring and recording the playing methods, tuning methods, sound
producing uses and the loudness, pitch, timbre, and quality of the sound
produced”(Susumu, 1978 : 174).8
melihat kenyataan yang terjadi pada masyarakat Batak Toba, maka penulis
itu sendiri.
harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi, yaitu : (1) tangga nada, (2) nada
dasar, (3) wilayah nada, (4) jumlah masing-masing nada, (5) interval, (6) pola-pola
8
Lihat Martahan Sitohang, 2009 hal.9
13
kadens, (7) formula melodi, (8) kontur. Teori ini disebut juga dengan teori
Weighted Scale (bobot tangga nada). Teori ini pada dasarnya melihat struktur ruang
Batak Toba terkait dengan penggunaan sulim dalam berbagai konteks penyajiannya,
penulis berpedoman pada teori Uses and Function yang dikemukakan oleh
dalam musik, yaitu: (1) fungsi pengungkapan emosional (the funtion of emotional),
(2) fungsi penghayatan estetis (the funtion of aesthetic enjoyment), (3) fungsi
(6) fungsi reaksi jasmani (the funtion of physical response), (7) fungsi yang
norms), (8) fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara agama (the funtion of
budaya (the funtion of contribution to the continuity and stability of culture), (10)
society).
sebagai suatu cara mencari kebenaran dan azas-azas alam, masyarakat atau kemanusiaan
yang bersangkutan. Dalam kaitan ini Hasan (1985:7) mengatakan metode merupakan cara
atau sistematika kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan.
14
Menurut Caplin (1989:301), metode adalah prosedur sistematis yang tercakup
dalam upaya menyelidiki suatu fakta atau konsep. Dari beberapa kutipan tersebut dapat
diartikan bahwa yang dimaksud dengan metode penelitian dalam disiplin ilmu tertentu. Di
dalam ilmu-ilmu sosial, objek pengamatan dan penelitian yang merupakan dasar dari
pengetahuan ilmiah adalah gejala-gejala masyarakat yang lebih khusus, terdiri dari
kejadian-kejadian kongkrit.
Menurut Nettl (1964:62-64) ada dua hal yang esensial untuk melakukan
aktivitas penelitian dalam disiplin Etnomusikologi yaitu kerja lapangan (field work)
dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan ini meliputi pemilihan
diperoleh.
(informasi) yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek
menambahkan bahwa penelitian kualitatif dibagi dalam empat tahap, yaitu: tahap
sebelum kelapangan (pra lapangan), tahap kerja lapangan, analisis data dan
penulisan laporan.
penelitian yang bersifat deskriptif adalah bertujuan untuk memaparkan secara tepat
15
sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu untuk menentukan
frekuensi atau penyebaran dari suatu gejala ke gejala lain dalam suatu masyarakat.
penelitian ini. Oleh karena itu, penulis dalam hal ini melihat kasus yang sering
terjadi di kota Medan sebagai bahan penelitian dan memilih wilayah Samosir
sebagai perbandingan dan juga sebagai tempat tinggal para informan. Selain karena
tempat berdomisilinya para informan, alasan memilih kedua tempat tersebut adalah
bahwa kota Medan merupakan ibukota Sumatera Utara yang juga tempat
dimana tempat ini berperan sebagai pusat kehidupan yang dinamis dan berkembang
serta penuh dengan fenomena budaya Batak Toba, sedangkan Samosir merupakan
tempat yang menjadi pusat peradaban masyarakat Batak Toba dan akar
informasi yang akurat tentang tulisan ini. Sebelum melakukan wawancara terlebih
16
1.8 Studi Kepustakaan
kerja lapangan penulis terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan, baik dari
artikel, skripsi, maupun buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian. Studi
ini bertujuan untuk memperoleh konsep-konsep serta teori-teori yang relevan untuk
topik pembahasan.
Beberapa tulisan yang membahas tentang sulim Batak Toba, antara lain:
Skripsi Martogi Sitohang yang berjudul “Sulim Batak Toba : Suatu Kajian
dalam Konteks Gondang Hasapi ”. Skripsi ini secara umum membahas tentang
kajian musikologis sulim dalam konteks ensambel gondang hasapi saja. Selanjutnya
Skripsi Frendy Sirait yang berjudul “Instrumen Sulim Pada Ansambel Musik Tiup
Organologis”. Skripsi ini secara umum juga hanya membahas tentang kajian
ensambel Musik Tiup saja. Kalo penulis melihat perbandingan antara kedua judul
tersebut di atas, penulis menilai bahwa ada kesamaan topik konteks pembahasan
kajian struktural dan fungsional sulim dalam berbabagi konteks penyajian baik
17
instrument yang lain,selain daripada itu penulis juga membahas tentang kontinuitas
Selain dari kedua skripsi di atas, untuk mendukung bahasan tentang kajian
organologis serta kajian kontinuitas dan perubahan yang juga dibahas dalam tulisan ini
penulis juga mengambil referensi dari skripsi-skripsi lain seperti skripsi Martahan Sitohang
yang berjudul “Perubahan dan Kontinuitas Ritual Pembuatan Taganing di Desa Turpuk
Toba di Desa Gajah Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan”, dan juga skripsi
Batak Toba di Desa Turpuk Limbong Kecamatan Harian Boho Kabupaten Tapanuli
Utara” serta banyak skripsi lain yang mungkin tidak dapat penulis paparkan satu
persatu dengan alasan bahwa sejalan dengan proses penulisan skripsi ini
kemungkinan akan ada referensi lain yang penulis dapatkan baik berupa skripsi
atau sumber buku yang lain secara tiba-tiba atau dalam konteks situasi yang
berbeda.
Seluruh data yang diperoleh penulis dari lapangan dan studi kepustakaan,
seleksi data, analisis data, dan mengelompokkannya sesuai dengan informasi yang
keseluruhan data yang diperoleh. Analisis data dilakukan mulai awal penelitian dan
juga dengan data yang berbentuk gambar, penulis akan mencantumkannya dalam
18
tulisan ini. Data yang tidak bersifat musikal diolah kemudian dan dituliskan dalam
bentuk tulisan atau karya ilmiah. Selama proses pengolahan data, penulis juga
19
BAB II
DAN DI PERANTAUAN
kebudayaan itu. Dalam masyarakat Batak Toba, dapat kita temukan adanya
kebudayaaan yang berisikan adat isitiadat dan juga kesenian. Hal ini masih tetap
dilaksanakan dalam tatanan kehidupan masyarakat Batak pada masa kini dan
merupaan suatu hal pokok yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan orang Batak
itu sendiri.
Adat merupakan warisan dari leluhur yang harus dilanjutkan oleh generasi
kegiatan sehari-hari. Di dalam adat terdapat unsur hukum, aturan dan tata cara yang
9
Bolon yang harus dituruti oleh makhluk penciptanya. Adat inilah yang menjadi
hukum bagi setiap orang yang memberikan pengetahuan tentang cara kehidupan
dibiasakan. Pengertian lain yaitu kebiasaan di suatu tempat atau yang terdapat pada
suatu kelompok marga yang berasal dari orang-orang tua dan diwariskan secara
turun temurun, berupa pesan tentang aturan dan hukum yang tidak boleh diabaikan
9
Akan lebih dijelaskan pada bahasan selanjutnya
20
atau dilupakan. Hukum adat yang merupakan pemberian dari Mulajadi Na Bolon
sebagai perintah yang harus dituruti bermula dari kebiasaan adat yang dilaksanakan
oleh sekelompok masyarakat. Oleh karena itu, tertanam suatu kepercayaan pada
masyarakat Batak Toba terhadap hukum adat itu sendiri. Masyarakat Batak Toba
meyakini bahwa apabila adat diikuti dan dilaksanakan maka orang tersebut
dipercaya akan mendapat berkah, sedangkan orang yang tidak peduli dengan adat
Secara teologis, adat adalah bentuk keseluruhan suatu agama suku, adat
merangkum, meresapi dan menentukan suku atau bangsa dengan cara yang
orang yang mati yang tidak kelihatan; adat mengatur tata tertib sosial untuk desa
yaitu sikap hukum yang alamiah dan tujuannya ialah utk tercapainya kelanggengan
dunia alam dan cakrawala. Adat mepunyai corak bermotif sebab ia mempunyai
dasar dalam mitos yang merupakan konsepsi suatu bangsa untuk memahami
dirinya. Oleh karena itu, adat adalah bagian lahiriah serta pengembangan mitos
dalam kehidupan bersama dan penerapannya dalam segala seluk belukn kehidupan
(Pasaribu, 1986:61).
Adat memiliki asal usul keilahian dan merupakan seperangkat norma yang
diturunkan dari nenek moyang, yang berulang-ulang atau yang teratur datang
kembali, lalu kembali menjadi suatu kebiasaan atau hal yang biasa (Schreiner,
21
pembangunan rumah, upacara perkawinan, upacara kematian, semuanya dipelihara,
kehidupannya selalu terkait dan diatur oleh nilai-nilai adat. Adat merupakan bagian
dari kewajiban yang harus ditaati dan dijalankan. Dalam praktek pelaksanaan adat
Batak Toba, realita di lapangan menunjukkan terdapat empat (4) katagorial adat
masing. Perlakuan masyarakat pedesaan terhadap adat lebih intensif dan merekat,
menyikapi adat Batak. Perilaku ini muncul akibat pengaruh lingkungan yang
Kedua, Adat yang diyakini sebagai norma yang mengatur hubungan antar
manusia Batak Toba, dipengaruhi oleh aturan dan norma yang sudah berlaku dalam
Seiring pula dengan aturan perundang-undangan dan hukum agama yang sudah
membudaya, sering juga dipandang dan dianggap sebagai bagian dari adat istiadat
22
Ketiga, Pola hubungan antar manusia dalam kelompok masyarakat Batak
Toba berubah secara terus menerus, sehingga pelaksanaan adatnya juga mengalami
Keempat, pandangan dan nilai yang diberikan terhadap adat itu juga
informasi. Hal itu tampak dalam praktek adat yang dilakukan oleh masyarakat
pendukungnya.
Lebih jauh, adat adalah sebuah sistem yang mengatur kehidupan manusia.
Sehingga, orang Batak yang bertindak dan bertingkah laku tidak sesuai dengan adat
disebut dengan na so maradat (orang yang tidak memiliki adat) dan akan ada
sanksi sosial terhadap orang-orang yang melanggar adat. Pelanggaran adat yang
(incest). Pencurian, pencemaran nama baik dan hal lain yang diyakini sebagai
1961:510). Sanksi bagi pelanggar hukum adat, diyakini datang dari kutukan ilahi
yang tidak kunjung sembuh, kerugian ekonomis dalam setiap pekerjaan bahkan
sanksi kematian. Hukuman ini berlaku bagi pelanggar adat hingga keturunan
selanjutnya dalam beberapa generasi. Karena prinsip adat Batak bersumber dari
keilahian yang diturunkan nenek moyang orang Batak, maka setiap orang Batak yang
selalu ada sangkut pautnya dengan keilahian yang dipercaya sebagai karya Mula
23
Jadi Nabolon. Mite yang mirip dengan mitologi dalam kepercayaan Hindu dalam
cerita turun temurun masyarakat Batak Toba ini, yaitu adanya tiga oknum dewa
masing-masing Batara Guru, Soripada dan Mangala Bulan sebagai aspek dari
Dalam beberapa tulisan konsep mitologi ini berbeda dengan konsep yang
diungkapkan oleh Sitor Situmorang tentang “tri tunggal” Dewa orang Batak. Dalam
tulisan lain, Tampubolon menyebut ketiga Dewa itu bukanlah implisit dari jelmaan
Mula Jadi Nabolon, melainkan tiga dewa yang berdiri sendiri yaitu 1) Mulajadi
Nabolon, 2) Debata Asi-asi dan 3) Batara Guru yang sesuai dengan pekerjaannya
di Bumi. Mulajadi Nabolon diyakini sebagai pencipta dari alam semesta untuk alam
yang besar (Nabolon), dan menciptakan dewa-dewa yang lebih rendah. Debata Asi-
asi sebagai dewa yang menurunkan berkat dan kasih melalui oknum perantara (roh
leluhur, roh penghuni suatu tempat). Batara Guru berarti maha guru yang memberi
(Tampubolon, 1978:9-10).
mulut (tradisi lisan), biasanya pemberitaan seperti ini sukar untuk dipercaya. Hal ini
Lebih lanjut Warneck membenarkan bahwa hampir semua suku bangsa memiliki
dongeng, yang tidak memiliki hubungan satu sama lain. Masing-masing berdiri
Ajaran agama Batak yang terdapat dalam mitologi Batak ini, diperjelas oleh
Batara Sangti menyebut ketiga dewa (sama dengan versi Situmorang) pemilik
otoritas kedewaan dengan konsep pekerjaan ketiga dewa tersebut mengatur tata
24
kehidupan manusia. Dalam legenda Siboru Deak (Deang) Parujar dalam tonggo-
tonggo (doa) yang disampaikan pada Mula Jadi Nabolon menyebut: Debata Natolu,
Natolu Suhu, Naopat Harajaon. Sangti menguraikan pekerjaan dan tugas keempat
oleh Debata Asi-asi yaitu menolong manusia dengan bersusah payah dan
berkorban. Dewa ini berfungsi sebagai: naso pinele jala naso sinomba (yang tidak
disaji dan tidak disembah) sebagai tugas keempat dimaksud dari na opat harajaon
(Sangti, 1977:279).
Kehidupan itu berada pada dunia maya, kehidupan para roh-roh yang sudah
meninggal. Anggapan bahwa roh-roh itu memiliki komunitas dan aktivitas sendiri.
Itu sebabnya, hingga kini masih terdapat kepercayaan bagi masyarakat Batak untuk
ikut menyertakan berbagai perlengkapan orang yang sudah mati, dikubur bersama
setelah roh sebagai pakaian yang membungkus dari rasa dingin, dan ringgit sitio
suara (uang) untuk kebutuhan perjalanan menempuh perjalanan ‘jauh’ dari dunia
nyata ke dunia maya atau benda-benda lainnya yang dibutuhkan dalam dunia roh.
(ibid. 1978:10).
Dari beberapa versi cerita kehidupan orang Batak dapat disimpulkan, bahwa
orang Batak pada zaman keberhalaan sudah mempercayai adanya Allah yang satu
yang disebut Mulajadi Na Bolon yang menjadi sumber dari segala yang ada. Orang
Batak kala itu percaya ada kekuatan besar Debata yang menjadikan langit dan bumi
dan segala isinya. Juga memelihara kehidupan secara terus menerus. Debata
Mulajadi Na Bolon adalah sebagai ilahi yang tidak bermula dan tidak berakhir. Dia
25
Dalam konsep Batak, seluruh kehidupan tertuju pada daya dan upaya untuk
pengaruhnya dalam segala gerak hidup orang Batak, dan semua orang Batak harus
kekayaan akan harta benda dan keturunan, kemuliaan yang mencakup kebijaksanaan,
kecerdikan, kecerdasan, kekuasaan, keluhuran budi pekerti. Hal ini terus dilakukan
oleh orang Batak secara turun temurun. Implementasinya, nampak pada setiap
pekerjaan adat dan hubungan kehidupan antara orang Batak. Sehingga sahala adalah
Dia merujuk pada sebuah kekuatan nyata yang menjadi milik orang-orang penting
dan kuat. Tanda utama kepemilikan sahala yang besar adalah dimana seseorang
diperoleh atau hilang. Masyarakat Batak Toba memberi tingkatan hidup pada nilai-
nilai kebudayaan dalam tiga kata, yaitu harajaon (kuasa), hamoraon (kekayaan)
secara merdeka dan mengelola hidup dengan wibawa dan kuasanya. Setiap orang
menjadi raja adalah seorang yang dapat mengatur hidupnya sendiri tanpa bantuan
orang lain. Oleh karena itu dianggap penting untuk membentuk rumah tangga
sendiri, karena rumah tangganya adalah awal dari usaha-usaha untuk mendirikan
26
Hamoraon menunjukkan bahwa tujuan dalam hidup seorang Batak adalah
dianggap sama dengan banyak memiliki istri dan anak, ladang yang luas dan ternak
yang banyak. Kepemilikan ini dianggap sebagai hasil karena memiliki seorang
dalam satu marga. Dalam hal ini, seseorang yang memiliki status yang tinggi akan
mencoba menengahi, tetapi bila usaha-usaha ini tidak berhasil, sebuah kelompok
kaku. Selalu ada hula-hula yang harus dipelihara dan dihormati. Oleh karena itu,
masyarakat Toba memiliki ciri egaliter yang kuat, dibandingkan misalnya dengan
masyarakat jawa. Sifat ini tidak berarti bahwa masyarakat Toba bebas dari hirarki
Batak dalam kehidupan sehari-hari dapat dibedakan menjadi empat prinsip yaitu: 1)
Perbedaan tingkat umur. Yakni, sistem pelapisan sosial masyarakat Batak Toba
berdasarkan perbedaan tingkat umur ysng dapat dilihat dalam sistem adat istiadat.
Dalam pesta adat, orang-orang tua yang tingkat umurnya lebih tinggi, akan lebih
banyak berbicara atau disebut raja adat. 2) Perbedaan pangkat dan jabatan. Sistem
27
pelapisan sosial berdasarkan perbedaan pangkat dan jabatan ini dapat dilihat pada
perbedaan harta dan keahlian yaitu pada keturunan raja-raja, dukun, pemusik
(pargonsi) dan juga pandai-pandai seperti besi, tenun, ukir dan lain-lain. 3)
Perbedaan sifat keaslian. Sistem pelapisan sosial berdasarkan perbedaan sifat dan
keaslian dapat kita lihat dalam jabatan dan kepemimpinan. Dalam sistem ini
berlaku sifat keturunan contohnya, di daerah Muara adalah daerah asal marga
Simatupang. Maka secara otomatis turunan marga Simatupang ini lebih berhak atas
jabatan kepemimpinan di daerah tersebut seperti Kepala Desa atau yang di luar
jabatan pemerintahan. Demikian juga halnya dalam hak ulayat dalam pemilikan
tanah. 4) Status kawin adalah sistem pelapisan sosial berdasarkan status kawin
dapat dilihat di dalam kehidupan sehari-hari yaitu pada orang Batak yang sudah
berkeluarga. Mereka sudah mempunyai wewenang untuk mengikuti acara adat atau
berbicara dalam lingkungan keluarganya, dan biasanya orang Batak yang sudah
berkeluarga akan menjaga wibawanya dalam adat ataupun dalam kehidupan sehari-
hari. Oleh karena itu sangat besar arti perkawinan pada masyarakat Batak Toba.
dari satu nenek moyang yang sungguh-sungguh ada, dan atau karena anggapan
disandang oleh setiap orang Batak sekarang ini berasal dari satu sumber yang
secara eksklusif ditarik lurus dari pihak laki-laki (keturunan agnatic, patrilineal atau
laki-laki). Garis patrilineal ini dipakai guna menentukan status keanggotaan dalam
sebuah kelompok yang dinamai marga (klan). Sedangkan patrilineal adalah garis
28
organisasi keluarga yang luas. Kekerabatan dari kelompok keturunan bagi orang
Batak banyak dijumpai menurut wilayah kediaman masyarakat Batak Toba. Mereka
Sejak dulu sampai sekarang, masyarakat Batak Toba dalam beberapa hal
10
merupakan masyarakat yang patriakal . Dalam masyarakat tradisional, posisi
perempuan seringkali sulit. Jika seorang perempuan telah melahirkan banyak anak
laki-laki dan satu anak perempuan akan sangat dihargai, tetapi jika perempuan tidak
melahirkan anak laki-laki akan dianggap rendah. Karena sistem marga diambil dari
anak laki-laki, seorang laki-laki yang tidak memiliki anak laki-laki tidak dapat
mengabadikan marganya. Keadaan ini dianggap sebagai rasa malu yang besar dan
laki-laki itu didesak untuk memiliki istri lagi, karena anak-anak membawa
kebanggaan dalam sebuah marga, biasanya laki-laki yang memiliki kekayaan sering
memiliki lebih dari satu istri. Karena marga adalah eksogamus, perkawinan antara
pubertas dan bagi laki-laki menikah dianggap sebagai sebuah tugas. Sistem marga
Batak Toba bersifat hirarkis, dalam arti bahwa marga (hula-hula), yang telah
memberikan anak perempuannya agar dinikahi marga yang lain dianggap lebih
tinggi dari pada marga yang menerima isteri tersebut (boru). Di pihak lain, marga
yang lebih tinggi juga berhubungan dengan marga-marga yang lain yang telah
tinggi. Tiga marga adalah marga milik seseorang (dongan sabutuha, teman dari
10
Patriakal merupakan sistem pewarisan garis keturunan menurut garis keturunan/marga
sibapak.
29
satu rahim), hula-hula dan boru disebut dalihan na tolu, yang merujuk pada tiga
batu yang diletakkan dibawah tungku untuk memasak. Dalam hal ini tidak seorang
pun berada diatas karena setiap orang memiliki hubungan dengan sebuah marga
filsafat hidupnya dan merupakan suatu pranata yang tidak hanya mengikat seorang
laki-laki dan seorang wanita, akan tetapi mengikat suatu hubungan yang tertentu
yaitu kaum kerabat dari pihak laki-laki atau kaum kerabat dari pihak perempuan.
Seluruh pihak yang masuk dalam lingkaran kerabat Batak Toba, masing-masing
hidup kekerabatan inilah yang disebut Dalihan Na Tolu (tungku nan tiga) yang
terdiri dari:
1. Hula-hula atau dinamai parrajaon (pihak yang dirajakan) yaitu marga ayah
mertua seorang laki-laki yang memberinya istri. Yang termasuk hula-hula bukan
hanya pihak mertua dan golongan semarganya tetapi juga bona ni ari yaitu
marga asal nenek (istri kakek) ego lima tingkat ke atas atau lebih, tulang yaitu
saudara laki-laki ibu, yang terdiri dari tiga bagian yaitu bona tulang (tulang
kandung dari bapak ego), tulang tangkas (tulang ego saudara), tulang ro robot
(ipar dari tulang), lae atau tunggane (ipar) yang termasuk di dalamnya anak dari
tulang anak mertua, mertua laki-laki dari anak, ipar dari ipar, cucu ipar; bao
(istri ipar) yaitu istri ipar dari pihak hula-hula mertua perempuan dan anak laki-
laki, anak perempuan dari tulang ro robot; paraman dari anak laki-laki,
termasuk di dalamnya anak ipar dari hula-hula, cucu pertama, cucu dari tulang,
saudara dari menantu perempuan, paraman dari bao; hula-hula hatopan yaitu
30
2. Boru yaitu marga yang menerima anak perempuan sebagai istri, yang termasuk
di dalamnya namboru (bibi) yang terdiri dari iboto ni ama niba (saudara
menantu laki-laki; amang boru (suami bibi) yang termasuk di dalamnya mertua
laki-laki dari saudara perempuan, kakak dari menantu laki-laki; iboto (saudara
nenek, saudara perempuan dari abang atau adik kita; lae (ipar) yang termasuk di
dalamnya saudara perempuan, anak namboru, mertua laki-laki dari putri, amang
boru dari ayah, bao dari saudara perempuan. Boru (putri) yang termasuk di
dalamnya boru tubu (putri kandung), boru ni pariban (putri kakak atau adik
perempuan), hela (menantu), yang termasuk di dalamnya suami dari putri, suami
dari putri abang atau adik kita, suami dari putri; bere atau ibebere (kemenakan)
atau anak dari saudara perempuan; boru natua-tua yaitu semua keturunan dari
3. Dongan Sabutuha atau dongan tubu yaitu terdiri dari namarsaompu artinya
segenap keturunan dari kakek yang sama, dengan pengertian keturunan laki-laki
dari satu marga. Setiap orang Batak Toba dapat terlihat dalam posisi sebagai
dongan tubu, hula-hula dan boru terhadap orang lain. Terhadap hula-hula-nya,
dia adalah boru. Sebaliknya, terhadap boru dia merupakan hula-hula dan
kata somba marhula-hula, elek marboru, manat mardongan tubu adalah salah
satu semboyan yang hidup hingga saat ini pada masyarakat Batak Toba yang
fungsional tersebut. Boru harus bersikap sujud dan patuh terhadap hula-hula dan
31
harus dijunjung tinggi. Hal itu tampak dari filosofi yang dianut tentang ketiga
artinya hula-hula adalah sumber mata air yang selalu dipelihara supaya tetap
jernih dan matahari yang tidak boleh ditentang. Hula-hula diberi sebutan sebagai
debata na tarida atau wakil Tuhan yang dapat dilihat, karena merupakan sumber
berkat, perlindungan dan pendamai dalam sengketa. Elek marboru artinya hula-
hula harus selalu menyayangi borunya dan sangat pantang untuk menyakiti hati
dan perasaan boru. Manat mardongan tubu artinya orang yang semarga harus
Adapun fungsi dalihan na tolu dalam hubungan sosial antar marga ialah
dan kewajiban seseorang dan juga sebagai dasar musyawarah dan mufakat bagi
masyarakat Batak Toba. Dimana saja ada masyarakat Batak Toba, secara otomatis
berlaku fungsi dalihan na tolu, dan selama orang Batak Toba tetap
tetap dianggap baik untuk mengatur tata cara dan tata hidup masyarakatnya.
berladang dan menanam padi di sawah. Di samping itu, mereka juga mengelola
hasil hutan terutama untuk memenuhi hidup sehari-hari. Salah satu ciri khas desa-
desa kecil yang terdapat di Samosir adalah bentuk dari permukiman tradisionalnya.
32
yang dikelilingi oleh rerimbunan pohon di antara bentangan lahan persawahan di
sekelilingnya.
Menurut hukum adat, dahulu lahan yang dijadikan untuk bercocok tanam
tersebut diperoleh dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat
tanah warisan tetapi tidak boleh menjualnya. Tapi seiring perkembangan zaman,
hukum tersebut lama kelamaan sudah mulai tidak dipakai lagi, sebab sudah ada
beberapa oknum yang pernah menjual tanahnya meskipun tanah itu warisan
relatif kering dan kurang subur jika dibandingkan dengan wilayah Batak Toba yang
lainnya. Untuk memenuhi debit air yang dibutuhkan tanaman terkadang sebagian
besar penduduk mengandalkan air hujan, sebab selain lahan yang relatif kering,
sistem irigasi juga tidak berjalan maksimal. Oleh karena itu, sebagian besar
merupakan salah satu tanaman yang tidak terlalu membutuhkan banyak debit
seperti tanaman yang lain. Di samping itu, ada juga yang bertanam padi dan sayur-
sayuran.
kambing, ayam, dan bebek. Usaha nelayan atau penangkapan ikan dilakukan
sebagian penduduk yang bermukim di pinggiran pantai Danau Toba. Sebagian dari
33
mereka beternak ikan dan umumnya menggunakan jaring terapung yang dikenal
dengan istilah doton. Doton adalah sejenis jaring yang digunakan untuk menangkap
ikan yang ada di Danau Toba. Jenis ikan yang diternakkan pada umumnya adalah
ikan mas dan ikan mujair. Jika ditelusuri dari berbagai daerah di sepanjang
pinggiran Samosir, misalnya mulai dari Tomok, desa-desa kecil sekitar kota
Pangururan, hingga wilayah Palipi, kita akan menemukan peternakan ikan seperti
ini. Hasil dari pertanian dan peternakan tersebut sebagian dijual di pasar dan
sebagian lagi dikonsumsi oleh keluarga. Sedangkan penduduk yang bermukim jauh
anyaman rotan, ukiran kayu, tembikar, yang ada kaitannya dengan pariwisata.
Samosir saat ini bermata pencaharian sebagai petani, peladang, nelayan, pegawai,
banyak dikelola oleh masyarakat adalah usaha kerajinan tangan seperti usaha
penenunan ulos, ukiran kayu, dan ukiran logam. Saat ini sudah cukup banyak juga
sekitar Danau Toba, Tapanuli ataupun di tanah perantauan adalah sama. Orang
kelompok masyarakat ini. Penyebutan nama Batak Toba sering dikonotasikan oleh
34
pemilik kebudayaan ini sebagai “Batak yang sebenarnya”. Penggunaan nama ini
Pertama, penyebutan Batak bagi penganut agama Islam dari sub kultur
Tapanuli bagian selatan dan sebagian kelompok di Sumatera Utara bagian timur
(Asahan dan Labuhan Batu), mereka tidak mau disebut sebagai suku Batak, namun
pasogit 11 , sering mengklaim bahwa sub kultur merekalah yang dianggap asli.
Masyarakat Batak Toba yang tinggal di Rura Silindung sebelah barat daya Danau
Toba pada umumnya lebih memilih dirinya sendiri sebagai halak Batak (orang-
orang Batak). Namun, persepsi lain menyebutkan bahwa dalam penyebutan “halak
Batak” sering kali merujuk pada kelompok masyarakat yang bermukim di sekitar
Identitas orang Batak Toba yang tinggal di Bona Pasogit, dapat dilihat dari
kultur eksogami marga yang terdapat dalam daerah kebudayaan di seluruh wilayah
tempat orang Batak bermukim. Terdapat 4 (empat) wilayah kultur yang didiami
oleh orang Batak di bona pasogit yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten
Samosir.12
11
Bona pasogit, tempat bermukimnya masyarakat Batak di sekitar pegunungan Bukit Barisan,
hidup dalam kelompok-kelompok yang terbagi dengan area culture sesuai dengan sub kulturnya.
Terbagi atas 4 (empat) sub kultur dengan penyebutan “halak” (masyarakat), yaitu: “halak Samosir”
kelompok masyarakat yang bermukim di pulau Samosir - kabupaten Samosir, “halak Toba”
kelompok masyarakat yang tinggal di Toba Holbung - kabupaten Toba Samosir sekarang, “halak
Humbang” masyarakat yang tinggal di dataran tinggi Humbang - kabupaten Humbang Hasundutan
dan “halak Silindung” adalah masyarakat yang bermukim di Silindung kabupaten Tapanuli Utara.
12
Lihat Monang Sianturi, 2012. Hal. 82-90.
35
Gambar-1:
Daerah Pemukiman Orang Batak Toba
Sumber: Koentjaraningrat, 1995:97
2.7 Persebaran Masyarakat Batak Toba
ke tanah Batak yang membuka isolasi wilayah Batak. Keterkungkungan yang lama
kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan
lain diluar sistem sosio kemasyarakatan yang sudah terbangun pada orang Batak
Toba. Badan zending yang membuka isolasi ini melalui pendidikan yang ditularkan
Batak diyakini sebagai satu cara membuka cakrawala baru untuk mengenal dunia
luar lebih jauh yang sekaligus dapat memberikan hasil dalam meningkatkan
36
kesejahteraan hidupnya, dan pendidikan itu dipandang sebagai sarana untuk
Status sosial bagi masyarakat Batak Toba yang dianggap paling mendasar,
membuat orang Batak selalu suka bekerja keras sehingga pekerjaan adalah sesuatu
yang penting. Adakalanya, pekerjaan sebagai guru jemaat dengan gaji yang kecil
akan dilakukan untuk mengejar status sosial. Karena anggapan bahwa seorang guru
lain yang lebih layak di luar wilayah Batak, orang-orang Batak yang sudah
mengecap pendidikan dari pihak zending ini, mencoba mengadu nasib dan mencari
perjalanan dengan menyusuri jalan setapak. Untuk tiba di sekitar Sumatera Timur
(penyebutan untuk wilayah tanah Simalungun dan pesisir timur Sumatera), orang-
orang Batak yang tinggal di Toba Na Sae (tanah Batak Toba yang luas) harus
dengan menyusuri tepian Danau Toba dengan sampan dari Balige menuju Tigaras
Selain pilihan untuk dapat keluar dari tanah Batak menuju Sumatera
Timur, masih ada peluang untuk keluar walau dengan resiko perjalanan yang berat
internasional ketika itu, dapat dilalui dari Sibolga dengan kapal barang. Hal ini
Minang pada tahun 1900-an dan orang Batak yang ada di Jawa diyakini berangkat
dengan kapal api dari Padang, atau dengan masuknya tentera Paderi pada tahun
37
Akses jalan dari Sumatera Timur ke tanah Batak, awalnya dijalani melalui
beberapa titik persinggahan yang memakan waktu berhari-hari. Rute-rute kecil dari
tengah hutan sebagai jalan setapak yang dirintis oleh pedagang-pedagang lokal
(perlanja sira-penjual garam), adalah pilihan untuk dapat keluar dari tanah Batak.
Rute lain yang dipilih adalah melalui jalan menyusuri sungai Asahan dari pesisir
dibuka pada tahun 1915 melalui Sibolga, Sipirok, Tarutung, Balige, Porsea,
dibukanya jalan raya itu, percepatan perpindahan orang Batak menuju daerah lain
semakin tampak. Salah satu sumbernya adalah informasi dari anggota keluarga
perekonomian yang lebih baik, tidak hanya dilakukan oleh kalangan yang
berpendidikan saja, tetapi adalah juga para petani-petani yang hanya mengandalkan
pajak rodi sebesar 3 (tiga) gulden ditambah pajak dan ongkos ganti rugi pekerjaan
rodi selama setahun. Perpindahan orang Batak ke daerah lain untuk menetap adalah
aspek kebudayaannya. Adat istiadat yang dipakai mereka tidak dihilangkan begitu
saja. Mereka berpegang pada konsep adat yang sudah dibangun nenek moyang
38
mereka terdahulu. Karena beragamnya orang Batak dari berbagai latar belakang
daerah di bona pasogit, mereka menyatukan persepsi untuk membuat adat Batak itu
dapat diterima oleh komunitas mereka sendiri, tanpa melihat daerah asal mereka.
Mereka menjalankan adat Batak dengan seperti apa yang dilakukan orang Batak di
Jambi, Maria Bandar, Panei Tongah, Saribudolok, Tiga Dolok, Tiga Balata, Tanah
Orang-orang Batak yang ada di Medan mulai memunculkan diri dengan hasil
mereka.
Selain di Medan, di kota besar lainnya, seperti Jakarta, orang Batak juga
menunjukkan identitas mereka. Mereka-merka ini adalah orang-orang yang ulet dan
pekerja keras, sehingga kelompok etnis lain heran mendapati bahwa orang-orang
yang tertib dan pandai yang mereka kenal ternyata adalah orang Batak. Walaupun
berpengaruh pada saat itu, hal ini juga menyebar ke Tapanuli Utara dan Selatan.
tahun 1900-an, yang dibawa oleh pihak kolonial Belanda sebagai pembantu utama
mereka. Dapat dicatat, orang Batak pertama yang sudah ada di Jakarta adalah
39
seorang pemuda Batak Kristen alumni sekolah Seminari Pansurnapitu Tarutung
yang menjadi guru di Batavia bernama Simon Hasibuan, dia sudah berada di
Batavia pada tahun 1907 (Sihombing, 1962:65). Setahun kemudian terjadi eksodus
sendiri.
yang datang ke Batavia, awalnya ditampung oleh orang Batak pertama datang ke
daerah itu, secara estafet perlakuan itu tetap dipergunakan dalam menyatukan dan
membentuk komunitas Batak di Jakarta. Hingga pada tahun 1917, kumpulan orang
Batak Kristen sudah melakukan kebaktian sebagai upaya penyatuan semua orang
Batak yang berada di Jakarta sebanyak 50 orang, dan berkembang sangat pesat
Di Kalimantan orang Batak sudah mendiami daerah itu pada tahun 1923,
pada tahun 1942, dengan masuknya orang Batak sebagai tentara Heiho dan
Romusha yang dibawa oleh tentara Jepang. Tahun 1961, seorang petinggi militer
Hal yang perlu dicatat, adalah adanya orang Batak yang sudah bermukim di
luar negeri. Orang Batak pertama yang berada di Eropa tercatat pada tahun 1876
bernama Djaogot, dia dibeli oleh Pdt. Van Asselt sebagai budak yang kemudian
40
Setelah itu terdapat beberapa nama yang juga menetap di luar negeri baik itu
dengan alasan untuk melanjutkan studi ataupun mencari pekerjaan misalnya, M.H
Singapura antara tahun 1907-1909. Tahun 1920-an sudah ada beberapa orang Batak
yang menjadi guru di sana. Tahun 1927 seorang Kristen Batak tamatan sekolah
pekerjaan. Tahun 1930, Bintatar W.F Napitupulu asal Sangkarnihuta Balige pindah
Sementara itu, pulau Batam juga menjadi tujuan orang-orang Batak Toba
Batam dan Singapura tahun 1991 sebanyak 5.629 jiwa (Almanak HKBP 1994:370).
Pada tahun 2011, masyarakat Batak yang bermukim di pulau Batam dan Tanjung
jiwa.13
besar, yaitu musik vokal dan musik instrumental. Musik vokal pada masyarakat
pengklasifikasiannya ditentukan oleh kegunaan dan tujuan lagu tersebut yang dapat
terhadap musik vokal tradisional Batak Toba dalam delapan bagian, yaitu :
13
Monang Sianturi, ibid.
41
1. Ende mandideng, adalah musik vokal yang berfungsi untuk menidurkan anak
(lullaby).
2. Ende sipaingot, adalah musik vokal yang berisi pesan kepada putrinya yang
3. Ende pargaulan, adalah musik vokal yang secara umum merupakan “solo
chorus”, dan dinyanyikan oleh kaum muda-mudi dan daam waktu senggang,
4. Ende tumba, adalah musik vokal yang khusus dinyanyikan sebagai pengiring
dan berpegangan tangan sambil bergerak melingkar. Biasanya ende tumba ini
dilakukan oleh para muda-mudi atau remaja di alaman (halaman kampung) pada
6. Ende pasu-pasuan, adalah musik vokal yang berkaitan dengan pemberkatan, dan
berisi lirik-lirik tentang kekuasaan yang abadi dari Yang Maha Kuasa. Biasanya
7. Ende hata, adalah musik vokal berupa lirik yang diimbuhi ritem yang disajikan
secara monoton, seperti metric speech. Liriknya berupa rangkaian pantun dengan
bentuk pola “aa bb” yang memiliki jumlah suku kata yang sama. Biasanya
dimainkan oleh kumpulan anak-anak yang dipimipin oleh seseorang yang lebih
42
8. Ende andung, adalah musik vokal yang bercerita tentang riwayat hidup
seseorang yang telah meninggal, yang disajikn pada saat atau setelah
terampil dalam sastra yang menguasai beberapa motif-motif lagu yang penting
Demikian juga Hutasoit yang dikutip oleh Ritha Ony membagi kelompok
namarhadodoan (resmi)
2. Ende siriakon, yaitu musik vokal yang dinyanyikan oleh masyarakat Batak
3. Ende sibaran, yaitu musik vokal yang dinyanyikan dalam kaitannya dengan
Tetapi apabila dikaji lebih rinci dari banyaknya jenis musik vokal pada
Berikut ini adalah pembagian jenis musik vokal Batak Toba oleh Jan Harold
Brunvand yang dikutip oleh Ritha Ony (1983:13). Jenis musik vokal tersebut adalah
sebagai berikut :
43
2. Nyanyian kerja (work song), yaitu musik vokal yang mempunyai irama dan
3. Nyanyian permainan (play song), yakni musik vokal yang mempunyai irama
gembira serta kata-kata yang lucu dan selalu dikaitkan dengan permainan.
Contoh : sampele-sampele.
4. Nyanyian yang bersifat kerohanian atau keagamaan, yaitu musik vokal yang
5. Nyanyian nasehat, yaitu musik vokal yang liriknya berisi nasehat tentang
ma gambiri.
berdasarkan bentuk penyajiannya, yakni ada yang lazim digunakan dalam bentuk
ensambel, dan ada yang disajikan dalam bentuk permainan tunggal baik dalam
umum, pada masyarakat Batak Toba terdapat dua ensambel musik tradisional, yakni
: gondang hasapi dan gondang sabangunan. Selain dalam bentuk ensambel, ada
44
2.8.2.1 Gondang hasapi
1. Hasapi ende (plucked lute), atau kadang kala disebut dengan hasapi inang
atau hasapi taganing, yaitu sejenis sebuah lute berleher pendek yang
dimainkan dengan cara dipetik dan memiliki dua buah senar. Instrumen ini
2. Hasapi doal (plucked lute), instrumen ini sama bentuknya dengan hasapi
3. Sarune etek (shawn), yakni sejenis alat tiup berlidah tunggal (single reed)
dalam kelompok aerophone yang memiliki lima lobang nada (empat di atas
(meniup secara sirkular tanpa berhenti) yang dalam istilah musiknya disebut
4. Garantung (xylophone), yaitu alat musik berbilah yang terbuat dari kayu dan
umumnya memiliki lima buah bilah nada. Selain berperan sebagai pembawa
14
Dimainkan dengan cara mamalu.
5. Hesek, yaitu sejenis alat perkusi yang terbuat dari plat besi atau botol kaca
14
Mamalu dapat diartikan dengan memukul, memainkan atau membunyikan. Contoh
mamalu hasapi (membuyikan hasapi), mamalu garantung (membunyikan garantung) dan lain-lain.
Palu-palu merupakan alat pemukul berupa stik yang digunakan untuk memukul instrumen.
45
Gondang hasapi dianggap sebagai bentuk ensambel musik yang kecil.
Penggunaannya terbatas pada ruang yang lebih kecil dan tertutup, dimainkan oleh
lima orang walaupun jumlah pemusik ini dapat juga bervariasi. Jika mengacu pada
15
praktek pertunjukan gondang hasapi di komunitas parmalim , sarune etek
kadangkala bisa terdiri dari dua alat yang masing-masing dimainkan oleh satu orang
pemain. Begitu juga dengan jumlah orang yang memainkan hasapi ende atau pun
hasapi doal. Dengan kata lain, jumlah pemusik keseluruhan dalam gondang hasapi
yang terdapat pada kelompok parmalim bisa mencapai enam hingga delapan
16
orang.
digunakan oleh masyarakat Batak Toba, yakni ogung sabangunan atau gondang
1. Sarune bolon (shawm, oboe), yaitu sejenis alat tiup berlidah ganda (double reed)
yang berperan sebagai pembawa melodi dan dimainkan dengan cara mangombus
satu yang tersusun atas lima buah gendang, yang berfungsi sebagai pembawa
melodi dan juga pembawa ritem variabel untuk lagu atau repertoar tertentu.
15
Sebuah aliran kepercayaan tradisional/agama suku Batak Toba yang berkembang di
Huta Tinggi, Laguboti, Sumatera Utara.
16
Dikutip dari Buku yang berjudul “Gondang Batak Toba” oleh Ritha Ony dan Irwansyah
Harahap.
46
yakni odap-odap, paiduani odap, painonga, paiduani ting-ting, dan ting-ting.
3. Gordang bolon (single headed drum), yakni sebuah gendang-bas bermuka satu
yang ukurannya lebih besar dari taganing, yang berperan sebagai pembawa
ritem konstan dan ritem variabel. Insrumen juga sering disebut sebagai bass dari
kelompok membranophone.
4. Ogung (gong), yaitu seperangkat gong yang terdiri dari empat buah dengan
ukuran yang berbeda-beda. Keempat buah gong tersebut diberi nama oloan,
5. Hesek, yaitu sejenis alat perkusi berupa plat besi, botol, atau benda lainnya yang
6. Odap (double headed drum), yakni sejenis gendang kecil bermuka dua (dua sisi
selaput gendang) yang berperan sebagai pembawa ritem variabel. Instrumen ini
biasanya hanya dimainkan pada lagu atau repertoar tertentu. Instrumen ini
17
Lihat, Martogi Sitohang, 1998 hal 23.
47
Penggunaan odap dalam ensambel gondang sabangunan jarang ditemukan
saat ini. Beberapa musisi tradisional Batak seperti Marsius Sitohang, Guntur
Sitohang, dan S.Sinurat mengatakan bahwa penggunaan alat ini sangat terbatas dan
dengan peran dan bunyi musikalnya, pada zaman sekarang ini teknik permainan
odap sudah banyak ditransformasikan oleh taganing yang juga mampu berperan
sebagai pembawa ritem variabel. Mungkin hal ini juga menjadi salah satu faktor
sehari-hari.
orang, yakni satu orang memainkan sarune bolon, satu orang memainkan taganing
dan odap, satu orang memainkan gordang bolon, satu orang memainkan ogung
oloan dan ihutan, satu orang memainkan ogung doal, satu orang memainkan ogung
panggora, dan satu orang memainkan hesek. Namun, formasi dan jumlah pemusik
ini sedikit berbeda dengan apa yang terdapat di dalam upacara parmalim. Dalam
konteks tersebut, umumnya pemusik berjumlah delapan orang, dimana alat musik
ogung oloan dan ihutan masing-masing dimainkan oleh satu orang. Kadang-kadang
juga bisa ditemukan pemain sarune bolon berjumlah dua orang pada beberapa
upacara parmalim tertentu. Pada masyarakat Batak Toba secara umum di luar
parmalim, formasi pemusik dalam formasi ensambel semacam ini jarang terjadi
48
2.8.2.3 Instrumen tunggal
instrumen yang dimainkan secara tunggal dan tidak boleh digabungkan ke dalam
sudah ditetapkan berbagai instrumen tertentu yang boleh dimainkan ke dalam kedua
ensambel tersebut. Dalam hal ini, penggunaannya hanya dikaitkan ke dalam kedua
ensambel tersebut karena berdasarkan sejarah, dahulu hanya ada dua ensambel
dalam musik adat masyarakat Batak Toba yakni gondang hasapi dan gondang
untuk mengisi kekosongan atau menghibur diri. Instrumen ini juga tidak pernah
intrumen yang ada pada ensambel gondang sabangunan atau gondang hasapi.
Namun jika diartikan secara lebih luas dan terkait perkembangan berbagai musik
Batak Toba pada masa kini, instrumen tunggal pada dasarnya bukan hanya
instrumen yang tidak boleh dimainkan bersama dengan ensambel gondang hasapi
maupun gondang sabangunan saja, melainkan juga pada berbagai ensambel atau
Selain sulim, ada berbagai intrumen Batak Toba yang termasuk ke dalam
1. Saga-saga (jew’s harp) yang terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara
keompok ideophone.
49
2. Jenggong (jew’s harp) yang terbuat dari logam dan mempunyai konsep yang
3. Talatoit (transverse flute), sering juga disebut dengan salohat atau tulila, yaitu
alat musik yang terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara meniup dari
samping. Mempunyai empat lobang nada yakni dua di sisi kiri dan dua di sisi
4. Sordam (up blown flute) yang terbuat dari bambu, dan dimainkan dengan cara
meniup dari ujungnya dengan meletakkan bibir pada ujung instrumen yang
diposisikan secara diagonal. Instrumen ini memiliki lima lobang nada, yakni
empat di bagian atas dan satu di bagian bawah, sedangkan lobang tiupan berada
pada ujung atas nya. Instrumen ini juga termasuk ke dalam kelompok
aerophone.
5. Tanggetang (bamboo ideochord), yaitu alat musik yang terbuat dari batang
bambu besar dan memiliki senar yang dibentuk dari badan bambu itu sendiri dan
memainkan dan karakter bunyi instrumen ini hampir sama dengan keteng-keteng
yang ada pada masyarakat Batak Karo, dimana instrumen ini bersifat ritmis dan
dengan tanggetang, hanya saja senarnya terbuat dari rotan dan peti kayu
50
Dari keseluruhan intrumen tunggal yang ada pada masyarakat Batak Toba,
sulim adalah instrumen yang masih tetap eksis dan paling sering digunakan hingga
pada saat ini. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sulim merupakan instrumen
tiup yang lebih kompleks dengan frekuensi nada serta jangkauan nada yang lebih
luas dibandingkan instrumen tunggal yang lainnya, sehingga berbagai jenis lagu
dalam kehidupan sehari-hari bahkan ada orang yang mengatakan bahwa beberapa
tanggetang dan mengmung. Sebab pada umumnya, keempat instrumen ini sudah
mungkin hanya satu dua orang yang masih melestarikan instrumen ini, dan itu pun
kemungkinan jika siempunya masih hidup atau instrumen tarsebut masih tetap
51
BAB III
tertentu, namun lama kelamaan seiring perkembangan zaman dan masuknya agama
cara atau rangkaian kegiatan bersifat religius yang dilakukan oleh masyarakat Batak
moyang dan sesama manusia, tidak sama halnya dengan proses pembuatan sulim
pada masa itu. Ritual proses pembuatan sulim dilakukan hanya oleh beberapa
oknum yang memiliki pengetahuan alam gaib yang ditujukan untuk menambah
pembuatan sulim pada masa pra-agama dengan pasca agama pada prinsipnya
hampir sama. Sebab sulim yang akan dibuat sama-sama terbuat dari bambu dan
bambu tersebut akan dilobangi sesuai dengan tonika (nada dasar) yang diinginkan.
Yang membedakannya adalah cara sipembuat dalam memilih bahan atau bambu
Menurut Bapak Sinurat, yang juga merupakan salah seorang pemain dan
pembuat sulim dari Tiga Balata mengatakan bahwa konon katanya seseorang yang
ingin membuat sulim dengan tujuan ilmu kebatinan haruslah mengikuti pola ritual
tertentu. Beliau menjelaskan bahwa ritual tersebut hanya pernah dilakukan oleh
52
orang-orang tertentu yang memiliki kharisma dan bakat tertentu dalam hal warisan
menyangkut bahan dan proses pembuatan yang dilakukan, teknis pelaksanaan ritual
syarat pelengkap ritual tersebut. Namun dalam hal teknis ritual yang akan penulis
paparkan berikut ini hanya menyangkut berbagai tahapan pelaksanaan atau proses
pengalaman orang lain yang beliau sendiri pun belum pernah melakukannya. Dan
tersebut dan sipelaku juga tidak akan bersedia jika mantranya diberitahu secara
sembarang kepada orang lain termasuk beliau sendiri. Jadi yang boleh diberitahu
berikut. Ketika seseorang ingin membuat sebuah sulim, maka langkah awal yang
harus dilakukan adalah memilih jenis bambu yang tumbuhnya di daerah lahan
basah atau yang digenangi air, dan bambu tersebut harus tumbuh memanjang dan
melengkung ke arah jalan yang kira-kira sering dilewati oleh orang banyak. Ketika
seorang melintas dari tempat tersebut, maka lengkungan ruas bambu itulah yang
dilewati oleh orang tersebut. Dengan kata lain, posisi lengkungan ruas bambu itu
harus tepat di atas kepala orang-orang yang melintas dari tempat tersebut.
tersebut dilakukan harus dari ruas paling bawah, tidak boleh ditebang dari bagian
tengah ataupun mendekati ujungnya. Setelah penebangan selesai, bambu yang telah
ditebang tersebut kemudian dipotong menjadi beberapa ruas sesuai dengan berapa
jumlah ruas yang memungkinkan dapat dibuat menjadi sulim dari bilahan bambu
53
tersebut. Lalu langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah meletakkan ruas
bambu yang telah dipotong tersebut ke atas tungku api untuk dikeringkan, yang
tentunya jarak antara tungku dengan bambu tersebut diatur sedemikian rupa agar
bambu tidak terbakar dan tidak terlalu panas karena jarak yang terlalu dekat.
dan kokoh.
bambu dipindahkan ke atas asbes rumah di mana posisi asbes tersebut tingginya
harus di atas kepala sipemilik rumah. Bambu yang diletakkan di atas asbes tersebut
Hal yang paling menarik dan mistis dari tahapan pembuatan sulim ini adalah
pada saat proses pelobangan mulai dilakukan. Uniknya adalah bahwa setiap lobang
yang hendak dibuat harus dimulai dan diakhiri dengan tragedi orang yang
hingga lobang terakhir, sipemilik harus menyaksikan bahwa ada sebuah peristiwa
orang yang meninggal, dan orang meninggal yang disaksikan orang tersebut harus
meninggal dengan cara yang tidak wajar seperti kecelakaan berupa jatuh dari
Setiap satu orang korban yang meninggal dengan cara yang tidak wajar
tersebut mewakili satu buah lobang yang akan dibuat pada bambu tersebut. Dengan
kata lain, jika ada 7 (tujuh) buah lobang yang akan dibuat dalam sebuah sulim
(lobang yang dimaksud terdiri dari satu lobang tiupan dan enam lobang nada),
waktu yang bersamaan maupun berbeda. Oleh karena itu, dahulu untuk membuat
54
sebuah sulim yang mengandung nilai mistis itu butuh waktu berbulan-bulan bahkan
syarat awal yang harus dilakukan yakni setiap hendak melobangi bambu dari
lobang yang pertama hingga lobang yang ketujuh, sipembuat harus terlebih dahulu
harus diucapkan sebelum pembuatan lobang dalam istilah Batak Toba tersebut
dikenal dengan istilah tabas. Apabila ketujuh lobang sudah selesai terbentuk maka
langkah terakhir yang dilakukan adalah pengucapan tabas terakhir sebagai tahapan
sulim yang diinginkan. Namun perlu diketahui bahwa apabila sulim tersebut sudah
jadi, maka yang boleh memainkannya adalah hanya sipemilik selaku sipembuat itu
sendiri. Konon katanya jika sulim tersebut dipakai secara sembarang oleh orang
yang tidak bertanggung jawab maka orang tersebut akan mengalami musibah.
Demikianlah sebuah proses ritual yang harus dilakukan untuk menghasilkan sebuah
tersebut sudah mulai berkurang bahkan nyaris tidak pernah terdengar lagi. Hal ini
Di dalam bahasan ini, penulis tidak menjelaskan terlalu detail tentang ritual
pembuatan sulim dengan segala aspek-aspeknya, sebab inti dari skripsi ini bukanlah
membahas tentang sebuah kajian ritual. Penulis hanya memaparkan secara garis
55
dan merupakan para maestro pemusik tradisional Batak Toba yang telah memiliki
banyak pengalaman hidup bermain musik tradisi selama puluhan tahun lamanya.
Hal ini bertujuan untuk menambah referensi terhadap para pembaca bahwa ternyata
dahulu pernah diadakan ritual proses pembuatan sulim yang memang awalnya
Hal ini disebabkan karena suara yang dihasilkan oleh instrumen berasal dari udara
Sulim merupakan aerophone yang murni menggunakan tiupan udara dari mulut
sebagai penghasil bunyi dan menggunakan kedua jari tangan sebagai penghasil
merupakan instrumen yang ditiup melalui lobang dan ditiup dengan cara
menyamping atau posisi lobang tiupan ada pada sisi samping tubuh instrumen,
maka sulim dikategorikan sebagai aerophone dengan spesifikasi side blown flute.
yang dibentuk sedemikian rupa dengan satu buah lobang penghasil bunyi di bagian
atasnya dan enam buah lobang nada sebagai penghasil nada-nada yang diinginkan.
56
Diantara lobang penghasil bunyi dengan lobang nada terdapat satu buah lobang
C B
D E
A F
Keterangan Gambar :
A. Keliling bambu sulim
B. Diameter bambu sulim
C. Lobang tiupan / hembusan
D. Lobang nada atas
E. Lobang nada bawah
F. Lobang tonika
G. Lobang pemecah suara yang dilapisi kertas tipis
sebuah sulim. Oleh karena itu, pola ukur atau teknik mengukur oleh sipembuat
sulim yang satu dengan pembuat sulim yang lain pada prinsipnya adalah sama.
Hanya saja, jenis ukuran bambu yang diperoleh oleh masing-masing sipembuat
57
beda ukuran jarak antar lobang dan besar kecilnya lobang yang akan dibentuk.
NO NAMA UKURAN
18
Akan dijelaskan lebih lanjut pada tahapan proses pembuatan.
58
3.3 Proses Pembuatan
akan menjelaskan lebih dahulu bahan material dan alat-alat yang digunakan.
Pembuatan sulim tidaklah sesulit pembuatan instrumen Batak Toba yang lain
seperti taganing yang membutuhkan material yang kompleks dengan proses yang
sulit dan butuh waktu yang relatif lama. Sulim adalah salah satu instrumen Batak
Toba yang relatif sederhana dalam proses pembuatannya. Sebab bahan utama yang
Jenis bambu yang baik untuk dijadikan sebuah sulim adalah bambu yang
sudah tua dan matang. Hal ini dimaksudkan agar bambu tersebut tidak mengalami
perubahan fisik dan tidak mudah kisut/susut sewaktu dikeringkan. Dibuat dari
seruas bambu dengan panjang ruas bambu yang ideal biasanya berkisar antara 30
cm s/d 75 cm dengan ketebalan bambu yang berkisar antara 0,1 cm s/d 0,3 cm.
Selain bahan material yang sederhana, peralatan yang digunakan juga tidak
terlalu banyak, yakni hanya membutuhkan gergaji, pisau belati kecil ataupun
sebilah besi bulat dengan ukuran tertentu, meter atau seutas daun pisang dan bara
api. Namun, bilahan besi bulat tersebut memiliki ukuran diameter yang berbeda-
59
Gergaji atau parang berfungsi untuk memotong bambu dari pohonnya serta
memotong bilahan bambu menjadi beberapa ruas tergantung seberapa banyak sulim
Gambar-4. Parang
Pisau belati kecil dan besi bulat panjang berfungsi untuk membuat lobang
60
Gambar-5. Pisau belati
Meter atau seutas tali dipakai sebagai alat untuk mengukur jarak antara
lobang tiupan, lobang vibrasi, dan lobang nada, atau jarak antar lobang yang satu
61
Gambar-7. Mengukur lobang tiupan
Api berfungsi untuk memanaskan besi yang telah diukur agar mampu
62
3.3.3 Langkah-langkah pembuatan
sulim secara umum yang tentunya tidak mengandung unsur magis atau makna ritual
tertentu.
Untuk menghasikan sulim yang baik, harus melalui tahapan yang baik pula
sebagai berikut :
a) Pemilihan bambu
d) Pengeringan
e) Pelobangan
f) Pengornamentasian
Seperti yang penulis jelaskan sebelumnya, bambu yang baik untuk dijadikan
sebuah sulim adalah bambu yang sudah tua dan matang. Kematangan bambu dapat
dilihat dari ciri-ciri kulit batang bambu yang sudah berwarna hijau tua, daun
berwarna hijau kecoklatan, ruas batang yang sudah cukup banyak dan biasanya
sedikit ditumbuhi lumut atau tumbuhan fungi lainnya pada batangnya yang paling
bawah. Hal ini bertujuan agar bambu tidak mudah kisut/susut sewaktu dikeringkan
Dalam proses pemilihan bambu, ternyata tidak semua kategori bambu cocok
63
Junihar Sitohang, bambu yang ideal untuk dijadikan sebuah sulim yang kokoh dan
tahan lama sebaiknya dipilih bambu telur (bulu tolor). Karena tipikal bambu ini
tidaklah terlalu tebal dan tidak terlalu tipis, juga memiliki diameter yang tidak
terlalu besar yang setidaknya sangat ideal untuk dijadikan sebuah sulim.
gergaji. Cara memotong badan bambu yang baik adalah potonglah bambu mulai
dari pangkalnya jangan dari ujungnya. Karena ketebalan bambu tersebut ada pada
64
pangkalnya. Ketika memotong, tafsirlah kira-kira ada berapa buah sulim yang dapat
beberapa bagian sesuai dengan jumlah sulim yang direncanakan akan dibuat. Hal
dilakukan harus dari atas buku bambu. Sebab posisi lobang tiupan sulim yang baik
adalah harus berada di bawah bukunya bukan di atas buku bambu tersebut.
65
Gambar-11. Ruas bambu sebagai bahan sulim
3.3.3.4 Pengeringan
begitu panjang sebab bambu yang telah dipilih sudah dalam kondisi tua dan matang
artinya bambu dengan tingkat kekeringan 70% sd. 80% sudah cukup untuk
bambu lebih terjamin ketika nantinya sulim sudah siap dipakai untuk jangka waktu
dipotong menjadi beberapa ruas ke atas tungku perapian atau pun di suatu tempat
66
3.3.3.5 Pelobangan
Inti dari tahapan pembuatan sulim adalah pembuatan lobang melalui proses
dilakukan dengan memakai pisau belati kecil yang ujungnya tajam ataupun dengan
memakai besi bulat yang bagian ujungnya runcing dengan ukuran tertentu.
67
Gambar-14 Pelobangan lobang nada ke-2
68
Gambar-16. Pelobangan nada ke-4
69
Gambar-18. Pelobangan nada ke-6
Pada saat lobang tiupan selesai dibuat sebenarnya situkang tersebut sudah
dapat menafsirkan nada dasar dari sulim tersebut. Sebab pada sulim ditiup tanpa
memiliki lobang, itu sama halnya dengan meniup sulim dengan menutup semua
lobang nada, dimana akan menghasilkan nada do (1) yang menjadi nada dasar sulim
tersebut. Hanya saja jika nada (pitch)nya kurang memenuhi atau kurang tinggi dari
nada dasar yang diperkirakan maka solusi yang dilakukan adalah dengan sedikit
demi sedikit memperbesar diameter lobang tiupan sesuai dengan nada yang
diharapkan dan sampai pada batas besar lobang tiupan yang wajar. Sebab jika
70
lobang tiupan terlalu besar meskipun dengan nada (pitch) yang sudah memenuhi
pada akhirnya tidak akan menjadi sulim yang ideal untuk dipakai, sebab lobang
tiupan yang terlalu besar akan mengakibat pemborosan nafas pada saat peniupan.
Oleh karena itu, perlu ketelitian dalam penentuan besar lobang tiupan. 19
Kemudian setelah lobang tiupan selesai dibuat, maka lobang yang akan
dibuat selanjutnya adalah keenam lobang nada. Dari keenam lobang nada yang
akan dibuat, lobang nada pertama yang akan dibuat adalah lobang nada bawah,
kemudian lobang nada bawah ke dua, dan seterusnya hingga lobang nada yang
keenam. Biasanya setiap membuat lobang nada, sulim tersebut selalu ditiup dahulu
keseluruhan lobang nada selesai dibuat sesuai dengan ketentuan nada yang
diinginkan.
tiupan berikut dengan seluruh lobang nada selesai dibentuk. Setelah lobang
pemecah terbentuk, kemudian dibalut dengan kertas tipis atau plastik tipis. Jika
tahapan ini selesai, maka selesailah sudah tahapan pelobangan sulim. Adapun
aturan-aturan atau pola pengukuran jarak antar lobang dalam membuat sebuah
19
Penetapan/penentuan nada (pitch) akan dibahas lebih mendalam pada bagian “sistem
pelarasan nada” sub bab berikutnya.
71
C E
D
B F
Keterangan gambar:
Jarak antara lobang tiupan (C) dengan ruas bambu = panjang diameter
bambu (B)
Jarak antara lobang tiupan (C) dengan lobang nada atas (D) = 2 x
keliling bambu (A)
Jarak antara lobang nada atas (D) dengan lobang nada bawah (E) = 2 x
keliling bambu (A)
Jarak antara lobang nada bawah (E) dengan lobang tonika (F) = 1 x
keliling bambu (A)
Jarak antara masing-masing keenam lobang nada = jarak antara lobang
nada bawah dengan lobang nada atas kemudian dibagi 5 untuk
mendapatkan 4 lobang nada berikutnya.
Posisi lobang yang ditutup oleh selembar kertas tipis (G) berada pada
pertengahan jarak antara lobang tiupan (C) dengan lobang nada atas (D)
3.3.3.6 Ornamentasi
secara sederhana sudah dianggap selesai. Sebab tidak semua sulim yang dapat kita
lihat secara umum memiliki ornamentasi. Ada tidaknya ornamentasi pada sulim
tergantung pada selera sipemilik atau si pembuat. Tapi ada kalanya ornamentasi
menjadi ciri khas dari seorang pembuat sulim yang bahkan itu bisa menjadi salah
72
satu faktor ketenarannya sebagai seorang pembuat sulim ternama disamping
kebiasaan dari sipembuat itu sendiri. Ada kalanya seorang pembuat sulim hanya
memiliki satu jenis ornamentasi yang menjadikan itu sebagai ciri khas, tetapi ada
juga orang yang mampu membuat sulim dengan beragam jenis ornamentasi sesuai
seleranya. Sebab tidak ada aturan atau batasan-batasan tertentu dalam pembuatan
ornamentasi sulim. Ada orang membuat ornamentasi berupa gorga (seni lukis atau
seni ukir Batak Toba), ada juga yang membuat hanya dengan menambahkan
ada juga yang ornamentasi hanya dengan mengukir nama atau tulisan tertentu di
bagian badan sulim tersebut, bahkan ada yang membuat dengan ketiga jenis
ornamentasi tersebut, dan masih banyak jenis ornamentasi yang lain. Hal ini dapat
kita lihat dari sekian banyaknya sulim yang beredar di tengah-tengah masyarakat
yang menunjukkan bahwa setiap sulim tidak memiliki jenis ornamentasi yang sama
Berikut ini adalah jenis berbagai sulim dengan bentuk ornamentasi yang
berbeda-beda.
73
Gambar-21. Sulim polos tanpa ornamentasi
74
Gambar-23. Ornamentasi gorga
75
3.3.4 Kontinuitas dan perubahan fisik sulim
adanya hal-hal yang masih tetap eksis, dipertahankan, dan masih berlanjut hingga
pada saat ini yang berkaitan dengan kondisi fisik instrumen itu sendiri. Hal yang
tetap dipertahankan sebagai wujud kontinuitas fisik sulim adalah bahwasanya dari
zaman dahulu hingga pada saat ini bentuk sulim selalu sama/tetap dan tidak pernah
berubah-ubah, tetap terbuat dari bambu bahkan jumlah lobang penentu kualitas
bunyi selalu sama yakni memiliki satu lobang hembusan dan 6 (enam) buah lobang
nada.
Secara umum, bentuk fisik sulim tidak ada yang berubah. Yang berubah
menciptakan sulim yang lebih kaya terkait akan fungsi dan penggunaannya.
oknum-oknum tertentu yang membawa praktek ritual pembuatan sulim. Pada masa
reformasi ini, pembuatan sulim dengan melakukan ritual sudah sangat jarang
seorang pemain dan pembuat sulim mengatakan bahwa selama beliau menjadi
pengrajin sulim, ritual pembuatan sulim tidak pernah lagi dilakukan. Beliau juga
nilai kepemilikan sulim pada masa sekarang ini sudah mengalami perubahan.
Tujuan seorang pengrajin sulim sudah lebih dominan kepada tujuan dagang dengan
mengutamakan keuntungan secara ekonomis dan waktu yang relatif lebih singkat
tidak heran kalau praktek ritual tersebut diabaikan, sebab pada prakteknya pun
untuk membuat satu buah sulim membutuhkan waktu yang relatif lama.
76
Selain daripada perubahan dalam proses pembuatan yang dulunya memakai
ritual menjadi non-ritual, hal yang berubah adalah adanya metode baru dalam
menciptakan sebuah sulim yang lebih kaya akan fungsi dan penggunaannya.
Dahulu awalnya sulim tidaklah memiliki nada dasar tetap yang sudah ditentukan
pada masa itu, sebab sulim awalnya tidak dimainkan dalam sebuah ensambel yang
disesuaikan dengan nada dasar dan mengikuti pola akord tertentu. Sehingga
dulunya sulim memiliki bentuk ukuran yang berbeda-beda yang sifatnya bebas
tanpa harus mengikuti pola,aturan pembuatan tertentu. Dalam arti bahwa ketika itu
nada-nada yang dihasilkan oleh sulim belum sesuai dengan standardisasi nada yang
Sedangkan pada masa kini, sulim sudah diciptakan dengan berbagai inovasi.
Tanpa harus menghilangkan ciri khas warna bunyinya, sulim sudah tersedia dengan
Tidak hanya dari kunci atau nada dasar tertentu saja bahkan sulim juga sudah
diciptakan berdasarkan 12 (dua belas) nada yang ada pada wilayah (range) satu
oktaf nada piano mulai dari nada C standard hingga c’ (C oktaf). Hal ini bisa terjadi
pendukungnya terhadap penyajian sulim itu sendiri. Salah satu bukti yang paling
signifikan adalah dengan hadirnya sulim dalam mengiringi lagu ibadah gereja,
berbagai lagu dalam paduan suara, dan juga dalam komposisi musik lagu Batak
memaksa supaya sulim juga harus disesuaikan dengan nada dasar lagu ataupun
Kemudian selain daripada itu, aspek lain yang bisa dilihat adalah ketika
sulim tidak lagi hanya memainkan nada-nada pentatonis, tetapi juga mampu
77
dimainkan dengan nada-nada yang diatonis bahkan dapat diwarnai dengan
penambahan nada kromatis. Hal ini terjadi karena sulim tidak lagi semata hanya
memainkan repertoar gondang Batak Toba yang mengandung ciri khas nada
pentatonis, tetapi juga sudah sering ditampilkan untuk mebawakan lagu-lagu baik
itu lagu tradisional Batak Toba, lagu Populer Batak atau non-Batak, lagu Rohani
gereja, maupun lagu-lagu sekuler lainnya dimana sudah banyak terkontaminasi oleh
nada-nada musik Barat. Sejalan dengan uraian tersebut di atas, mungkin hal inilah
yang memicu diciptakannya sulim dengan 12 kunci (nada dasar) yang berpatokan
bahasan pada sistem pelarasan (tuning), teknik permainan, dan proses pembelajaran
sulim.
Wilayah nada (range) dan jangkauan nada (ambitus) yang terdapat pada
sulim dibedakan menurut besar kecilnya diameter bambu. Apabila diameter bambu
memiliki ukuran yang besar maka akan menghasilkan bunyi dengan jangkauan
nada (ambitus) yang rendah. Sebaliknya apabila memiliki diameter yang kecil maka
otomatis akan menghasilkan bunyi dengan jangkauan nada (ambitus) yang tinggi.
Secara umum ambitus nada paling tinggi yang mampu dijangkau oleh sipemain
pada sebuah instrumen sulim adalah nada oktaf ke-2 dalam wilayah nada (range) 2
oktaf. Selain ukuran diameter dan panjang-pendeknya bambu, faktor yang juga
78
menentukan tinggi rendahnya nada sulim adalah besar kecilnya lobang dan panjang
Sistem pelarasan nada sulim pada zaman sekarang ini tentunya tidak
terlepas dari peran nada-nada standard yang ada pada piano atau instrumen yang
pelarasan nada pada sulim, sesungguhnya tidak ada ilmu atau metode tertentu yang
dapat menjamin secara pasti penentuan kunci atau nada dasar sulim yang akan
dihasilkan. Sebab sulim termasuk jenis instrumen yang bersifat alami yang secara
teknis tidak sama dengan instrumen tiup Barat yang ada pada umumnya. Seperti
diketahui bahwa setiap instrumen tiup Barat seperti saxofon, flute, trompet, dan lain
sebagainya dapat memainkan keseluruhan tangga nada yang ada pada sistem tangga
nada diatonis musik Barat, sementara sebuah sulim hanya mampu mewakili satu
atau dua nada dasar saja. Oleh karena itu, sistem pelarasan dilakukan hanya dengan
Menurut Bapak Sinurat, hal pertama yang dilakukan untuk penentuan nada
dasar pada sebuah sulim adalah dengan melihat besar-kecilnya diameter bambu dan
yang baik akan mampu menafsirkan secara umum bahwa bambu yang akan dibuat
akan menghasilkan sulim dengan nada dasar tertentu hanya dengan melihat besar-
sedikit meleset ada metode tertentu yang dapat dilakukan. Misalkan sebuah sulim
yang ditafsir akan menghasilkan kunci E tetapi ternyata pitch (ketepatan nada) yang
menambah sedikit demi sedikit besar keseluruhan lobang tiupan dan lobang nada.
79
karena apabila terjadi kesalahan sedikit saja akan mengakibatkan hal yang fatal.
Apabila terjadi kesalahan dalam pelobangan maka nada dasar yang dihasilkan pun
akan kedengaran sumbang (fals) dan akan sangat susah untuk mencari solusi untuk
dibutuhkan. Oleh karena itu, apabila keseluruhan lobang yang diperbesar ternyata
terlalu besar otomatis pitch (nada ) yang dihasilkan pun terlalu tinggi dan akan
melebihi pitch atau nada dasar E yang sebenarnya. Beliau juga menambahkan kalau
dalam hal pelarasan sulim lebih baik pitch yang diharapkan kurang mencapai
lobang yang tentunya akan memperkecil jarak antar lobang. Sedangkan apabila
pitch yang dihasilkan melebihi dari yang diharapkan maka tidak akan mungkin lagi
diantisipasi dengan cara memperkecil lobang dan memperbesar jarak antar lobang.
Oleh karena itu, beliau menyarankan agar poses pelobangan dimulai dengan
Pada dasarnya sulim mempunyai tonika yang diawali dari nada yang paling
rendah (semua lobang ditutup dengan jari), dimana nada tersebut menjadi nada
menentukan nada dasar sulim yang telah dibentuk, maka yang harus dilakukan
adalah menyelaraskan nada sulim dengan nada piano. Caranya adalah dengan
meniup sulim dengan posisi keenam jari menutup keenam lobang nada. Setelah
ditiup, carilah nada tersebut di antara kedua belas nada yang ada pada tuts piano.
Apabila nada yang dihasilkan adalah nada “F” pada tuts piano, maka nada dasar
sulim tersebut adalah “F=do”, sebab ketika sulim ditiup dengan posisi keenam jari
80
menutup keenam lobang nada maka akan menghasilkan nada “do(1)”, dan apabila
ada sebuah sulim yang ukurannnya lebih kecil juga ditiup dengan posisi keenam jari
menutup keenam lobang nada yang menghasilkan nada “A” pada tuts piano, maka
Untuk mengetahui interval dan tangga nada yang terdapat pada sulim dapat
dilihat berdasarkan posisi setiap lobang nada yang dimainkan. Di bawah ini kita
akan melihat contoh gambar interval nada pada sulim yang memiliki nada dasar
“F=do”
6 5 4 3 2 1
81
Gambar-28 Lobang nada 1 dibuka akan menghasilkan nada “G”
82
Gambar-31. Lobang nada 1,2,3,4 dibuka akan menghasilkan nada “C”
83
Gambar-34. Lobang nada 1,2,3,4,5 ditutup sedangkan lobang nada ke-6 dibuka
akan menghasilkan nada “F oktaf (f’)”
interval nada pada sulim sama dengan interval nada yang ada dalam tangga nada
diatonis Barat. Apabila disusun dengan deret naik, maka nada-nada yang terdapat
Nada F G A Bes C D E F
Interval 2M 2M 2M 2m 2M 2M 2m
Keterangan :
Secara umum, ada 4 (empat) hal yang harus dikuasai dalam memainkan
84
Ambasir berasal dari bahasa Perancis yaitu embouchure yang berarti “di
dalam mulut” atau “meletakkan pada mulut”. Jadi secara sederhana ambasir berarti
teknik peletakan bibir pada lobang tiup. Biasanya ambasir berlaku untuk instrumen
yang bertipikal side blown seperti flute dan jenis seruling yang lain.
Untuk instrumen flute, ambasir lebih cocok kalau dikatakan “di luar mulut’
(out of mouth). Ambasir yang digunakan antara flute dan sulim memiliki persamaan
dan perbedaan. Persamaannya adalah sama-sama ditiup dari samping (side blown).
Tetapi juga terdapat perbedaan, perbedaan tersebut terdapat pada bentuk bibirnya.
Pada flute bentuk bibir lebih melebar kesamping (kanan kiri). Sedangkan pada
ambasir sulim lebih bulat yang mana perbedaan tersebut dapat dilihat sebagai
berikut :
adalah dengan cara meletakkan lobang tiupan ke arah pertengahan garis antara bibir
atas dengan bibir bawah lalu memutar sekitar 45 derajat ke arah luar bibir
85
Gambar-35. Ambasir pada sulim
Penjarian merupakan teknik membuka dan menutup jari pada lobang nada
sesuai dengan melodi yang dimainkan. Posisi jari biasanya tergantung kebiasaan
sipemain itu sendiri. Apabila sipemain lebih dominan meletakkan sulim di sebelah
kanannya, maka posisi 3 (tiga) jari tangan kiri berada pada 3 (tiga) lobang nada atas
dan posisi 3 (tiga) jari tangan kanan berada pada 3 (tiga) lobang nada bawah.
posisi 3 (tiga) jari tangan kanan berada pada 3 (tiga) lobang nada atas dan posisi 3
(tiga) jari tangan kiri berada pada 3 (tiga) lobang nada bawah. Berikut contoh
gambar.
86
Gambar-37. Sulim dengan posisi di sebelah kiri
Pernafasan yaitu teknik bernafas yang baik dalam memainkan sebuah sulim
yakni boleh dengan melalui hidung dan juga melalui mulut. Tetapi cara bernafas
yang efektif dalam memainkan sulim menurut pengamatan dan pengalaman penulis
adalah bernafas melalui mulut. Artinya, menarik nafas dari mulut kemudian
dihembuskan lagi melalui mulut, sementara pernafasan melalui hidung hanya boleh
dilakukan sesekali ketika ada spasi waktu dalam peniupan. Spasi waktu yang
dimaksud adalah ketika sipemain sulim berhenti sejenak untuk mengambil nafas
sebelum melanjutkan permainan ke bagian atau bait selanjutnya. Jika hanya butuh
waktu singkat dalam pengambilan nafas dalam memainkan bagian motif atau frasa
lagu yang berdekatan maka pernafasan mulut adalah cara yang paling efisien untuk
dilakukan. Tujuan bernafas melalui mulut ini adalah agar lebih mempercepat waktu
dalam pengambilan nafas dengan jumlah cukup besar yang akan diisi ke paru-paru
pergerakan lidah ketika dalam memainkan sebuah sulim. Teknik permainan lidah
(tonguing) pada sulim sama dengan tonguing pada flute. Ada 2 (dua) jenis tonguing
87
1) Single tonguing, yakni dipakai dengan cara memainkan pola Staccato untuk
interval nada yang berjauhan. Misalnya, interval nada dari E-E’ (E oktaf)
atau dari nada G-G’(G oktaf). Biasanya teknik ini dipakai pada teknik
mangaroppol.
Apabila dikaji secara teliti, ada banyak pola atau teknik permainan yang
terdapat pada sulim tergantung kemampuan dan kemahiran sipemain itu sendiri.
Beberapa skripsi sebelumnya juga sudah ada yang membahas tentang pola atau
teknik permainan sulim secara umum berdasarkan kemampuan orang atau sipemain
yang diteliti. Oleh karena itu, penulis berusaha merangkum secara detail dan lebih
mangaroppol.
Dalam teknik permainan sulim, ada 3 (tiga ) unsur pokok yang sangat
berperan penting dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya yakni tiupan nafas,
lidah dan jari. Setiap teknik yang dimainkan dalam permainan sulim akan
memaksimalkan fungsi tiupan nafas dan penekanan lidah, dan teknik mangenet
dimainkan dengan memaksimalkan tiupan nafas dan permainan jari, dan teknik
88
jari. Namun ada juga teknik yang memaksimalkan fungsi ketiga unsur tersebut
Dalam teknik permainan lidah, unsur yang paling berperan penting adalah
lidah. Teknik permainan lidah dapat dibagi menjadi 2 (dua) teknik yakni mangarutu
3.4.2.1.1 Mangarutu
tonguing yang memberikan penekanan ritem lidah seperti melafalkan kata “tu” dan
“ru” dengan mengeluarkan desis tiupan tanpa mengeluarkan suara/bunyi dari mulut.
Kata “tu” dilafalkan pada penekanan ritem pertama dan kata “ru” dilafalkan pada
not seperempat (1/4) atau not seperdelapan (1/8) menjadi not seperenambelas
(1/16). Teknik ini sering muncul pada berbagai lagu/repertoar yang bertempo
sedang atau cepat yang memiliki ritem rapat dengan not seperenambelas (1/16).
Teknik mangarutu biasanya lebih enak dan nyaman jika dimainkan untuk repertoar
jika dimainkan pada lagu atau repertoar lambat kesannya akan terdengar kasar dan
seakan dimainkan tidak pada tempatnya. Contoh teknik mangarutu dapat dilihat
sebagai berikut :
89
Contoh :
Keterangan :
Setiap nada pertama dan nada ganjil pada pola teknik mangarutu di atas
ditiup dengan menggunakan penekanan lidah seperti pelafalan kata “tu”,
sedangkan nada kedua dan nada genap yang lain ditiup dengan meggunakan
penekanan lidah seperti pelafalan kata “ru”.
3.4.2.1.2 Mandila-dilai
tekanan atau aksen lebih pada setiap nada yang dimainkan. Dalam istilah musik,
teknik ini lazim dikenal dengan istilah staccato. Untuk menghasilkan teknik
cara menekan lidah seperti mengucapkan kata “tut” .Biasanya teknik ini dapat
90
dimainkan jika hanya sesuai terhadap lagu atau repertoar yang dimainkan. Sebab
pada umumnya tidak semua lagu atau repertoar “enak dan cocok” jika disajikan
secara terus menerus dengan memakai pola staccato, paling hanya sedikit repertoar
dapat dimainkan dengan pola ini dan itu pun hanya di beberapa bagian tertentu saja.
Hal ini disebabkan karena umumnya repertoar Batak Toba jarang dimainkan
dengan pola staccato kecuali ditemui pada bagian penggalan melodi gondang hata
sopisik saja. Jika ada yang memainkan pola staccato dalam bentuk repertoar yang
lain, biasanya hal itu merupakan bagian dari improvisasi dari sipemain tersebut.
Oleh karena itu, teknik ini biasanya hanya muncul sesekali dalam penyajiannya.
penekanan lidah dan keras lembutnya tiupan nafas. Teknik permainan yang
sebuah nada yang bersifat ritmik dengan memunculkan 2 (dua) nada yang sama
dengan jenis warna yang berbeda yakni nada oktaf atas (nada balikan) dan nada
oktaf bawah dalam interval dan wilayah nada satu oktaf. Dalam hal ini, ritme dari
91
seperenambelas (1/16). Untuk menghasilkan warna nada yang pertama yakni nada
oktaf atas dilakukan dengan penekanan lidah dengan teknik peniupan seperti
melafalkan kata “tu”, sedangkan warna nada kedua yakni nada oktaf bawah
dihasilkan melalui tiupan lembut tanpa tekanan lidah dengan teknik peniupan
seperti melafalkan kata “hu”. Teknik ini biasanya dipakai ketika memainkan lagu
tempo yang lambat ataupun sedang. Contoh teknik mangangguk dapat dilihat dalam
Keterangan :
Nada “g” oktaf bawah (g) yang menghasilkan bunyi “hu” dan nada “g “
oktaf atas (g’) yang menghasilkan bunyi “tu” menunjukkan pola garapan
dimainkan dengan permainan jari dan tiupan nafas. Mangenet adalah suatu teknik
permainan nada dengan cara membuka dan menutup sedikit demi sedikit lobang
yang bertujuan untuk menghasilkan nada yang bunyinya terkesan seperti ratapan
tangis. Teknik ini merupakan salah satu teknik yang bersifat improvisatoris yakni
pengembangan teknik yang biasanya dimainkan di luar melodi lagu atau repertoar
92
yang dimainkan dengan tujuan untuk memperindah lagu atau repertoar yang
dimainkan. Sesuai dengan suara yang dihasilkan, teknik ini biasa dipakai untuk
lagu-lagu yang bernuansa kesedihan dengan memainkan tempo lagu atau repertoar
yang lambat. Teknik mangenet dapat dilihat dari contoh penggalan lagu andung
mangangguk :
Contoh penggalan melodi lagu dalam bentuk instrumen sulim dengan menggunakan
Keterangan :
pengembangan pola nada akhir yakni dari bentuk nada akhir penggalan
93
melodi kedua menjadi nada akhir penggalan melodi ketiga
demi sedikit nada “d” (posisi nada keenam ditutup secara utuh) pada sulim
dengan nada dasar “F=1” sehingga lobang nada keenam yang ditutup secara
Dalam teknik permainan ini yang paling memiliki peranan penting adalah
fungsi lidah dan jari artinya, teknik manganak-anaki dapat terjalin jika ada kerja
sama yang baik antara lidah dan jari. Manganak-anaki merupakan sebuah teknik
dengan pola permainan nada yang mengkombinasikan permainan lidah dengan jari
dalam penggarapan ritem dasar dari suatu komposisi lagu. Secara bentuk, Pola
seperempat (1/4) atau not seperdelapan (1/8) ke dalam bentuk not seperenambelas
fungsi lidah dan jari, sehingga menghasilkan karakter bunyi yang berbeda.
94
Dalam hal ini sistem kerjasama antara fungsi lidah dan jari dapat
ditunjukkan melalui penekanan lidah pada bentuk ritem pertama yang kemudian
disambut oleh jari pada ritem berikutnya. Teknik penekanan lidah pada ritem yang
pertama dilakukan seperti pelafalan kata “tu” dan penekanan ritem yang kedua
yang disambut oleh jari dilakukan dengan teknik peniupan seperti melafalkan kata
“wu”, sehingga apabila kerjasama ini terjalin dengan baik, maka bunyi yang
dihasilkan akan membentuk 2 (dua) warna yang berbeda dari 2 (dua) nada yang
sama. Teknik ini biasanya muncul ketika memainkan lagu atau repertoar yang
bertempo sedang ataupun cepat. Secara praktis, teknik memainkan pola manganak-
anaki pada repertoar dapat dilihat pada contoh penggalan repertoar Sihutur Sanggul
berikut ini:
Keterangan :
95
3.4.2.5 Mangaroppol (Kombinasi teknik permainan lidah, jari dan tiupan)
yang paling kompleks dibandingkan teknik yang lain karena teknik ini mampu
memaksimalkan ketiga fungsi yakni lidah, jari, dan tiupan nafas dalam porsi yang
relatif sama. Selain itu mangaroppol juga merupakan sebuah teknik permainan
dalam bermain. Ada seorang pemain sulim yang memiliki ciri khas mangarutu
dalam setiap permainannya, ada pula orang tidak mampu memakai teknik
manganak-anaki sebagai ciri khasnya, dan ada pula pemain sulim yang tidak bisa
setiap permainannya baik ketika memainkan lagu atau repertoar yang lambat
Tetapi selain daripada ketiga bentuk ciri khas pemain di atas ada pula
seorang pemain sulim yang mampu memainkan ketiga bentuk karakter permainan
tersebut di atas biasanya selalu menyuguhkan lagu atau repertoar yang dimainkan
yang pada prinsipnya harus diketahui oleh setiap pemain sulim. Oleh karena itu,
mengaroppol dalam setiap memainkan sebuah lagu atau repertoar tertentu. Contoh
20
Tingkat kemudahan antara ketiga teknik permainan tersebut tergantung pada kebiasaan
dan kemampuan sipemain itu sendiri. Masing-masing teknik tersebut diperoleh melalui proses yang
berbeda-beda, ada yang belajar secara otodidak (marsiajar sandiri) dan ada yang belajar dari seorang
guru/ahli sulim (marguru)
96
teknik mangaroppol yakni teknik yang memadukan antara teknik mangarutu,
melodi pembuka atau introduce repertoar gondang batara guru berikut ini:
Keterangan :
dipelajari dengan cara oral tradition (tradisi lisan). Dalam konteks ini, belajar yang
dimaksud adalah dengan cara melihat dan mendengar serta memperhatikan secara
menghafalkannya.
belajar. Kedua proses belajar tersebut merupakan proses belajar yang diperoleh
secara langsung dan tidak langsung. Proses belajar yang diperoleh secara langsung
dari seorang pengajar dalam istilah masyarakat Batak Toba lazim disebut dengan
marguru, sedangkan proses belajar yang diperoleh secara tidak langsung disebut
97
3.5.1 Marguru
Secara harafiah, marguru memiliki arti belajar dari seorang guru atau
instruktur. Dalam konteks belajar sulim, marguru diartikan dengan seseorang yang
belajar kepada seorang pemain sulim yang dianggap sudah mahir dan profesional.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan kata “mahir” dan “profesional” adalah telah
terjun bermain musik dalam acara-acara adat Batak Toba dan telah memperoleh
dapat dilihat ketika mayoritas masyarakat Batak Toba baik dalam ruang lingkup
nasional maupun hanya daerah setempat sudah mengenal bahkan meyakini bahwa
si pemain sulim tersebut sudah pernah bermain sulim pada setiap acara-acara adat
mau pun dalam bentuk even yang lain sesuai konteks penyajiannya.
Di dalam konteks marguru, ada 2 (dua) oknum yang terlibat yakni murid
pengetahuan bermain sulim dengan bimbingan langsung oleh sang guru. Pada
prinsipnya, setiap guru pasti memiliki metode yang berbeda-beda dalam mengajar,
tapi pada dasarnya tujuannya sama saja yakni supaya si murid lebih mudah untuk
Secara umum, metode yang biasa dipakai oleh seorang guru untuk
mengajarkan cara bermain sulim yang baik kepada muridnya adalah dengan melalui
bermain, hingga kepada penguasaan dan penghafalan melodi lagu atau repertoar
Jika seorang murid sudah mampu meniup dengan baik dan menguasai
penjarian serta tangga nada sulim tersebut, berikutnya sang guru akan mengajarkan
98
teknik-teknik permainan. Dalam mengajarkan pola teknik permainan, metode yang
dipakai oleh sang guru tersebut adalah dengan mengimitasikan atau menirukan
teknik permainan yang ada pada sulim tersebut ke dalam bentuk bunyi vokal yang
bertujuan agar simurid dapat membedakan karakter bunyi yang terdapat dalam
atau repertoar yang akan dimainkan. Sebab dalam memainkan melodi itulah sang
sulim, sang guru akan mengambil sampel repertoar lagu Batak Toba yang ada,
biasanya pada awalnya akan dimulai dari repertoar yang mudah dimainkan terlebih
dahulu. Ciri-ciri repertoar yang mudah dimainkan biasanya dapat dilihat dari durasi
setiap melodi lagu ataupun repertoar yang diinginkan, sang guru akan
mulut) atau dalam istilah musik Barat disebut dengan mnemonics, dan langkah yang
Dalam metode pengajaran ende baba, setiap bunyi atau melodi yang
menggunakan lidah, jari, dan tiupan nafas. Kemudian bunyi tersebut diimitasikan
melalui nyanyian mulut (manggondang babai) dalam bentuk suku kata. Pola suku
kata pada penyajian ende baba/ gondang baba oleh masing-masing guru/ pengajar
manggondang babai atau pengimitasian melalui nyanyian mulut dalam bentuk suku
99
kata yang dimaksud tersebut dapat dilihat dari salah satu contoh gondang baba dari
mampu menirukan bunyi yang dinyanyikan oleh sang guru atau disebut dengan
istilah manggondang babai, maka sang guru pun akan melakukan langkah kedua
yakni dengan cara memainkan langsung sulim tersebut sesuai dengan melodi lagu
yang diimitasikan melalui nyanyian mulut. Ketika sang guru mempraktekkan cara
hingga frase, bentuk dan keseluruhan melodi lagu dimainkan secara utuh.
seseorang mampu belajar dengan cara yang lain, misalnya dengan menonton
selanjutnya akan dipelajari sendiri oleh pelajar tersebut. Namun untuk ini biasanya
Selain belajar dari seorang guru, teknik bermain sulim juga dapat dipelajari
sendiri secara otodidak yaitu belajar hanya dari pengalaman tanpa adanya
menggali sendiri ilmu yang ingin diperoleh melalui berbagai cara. Dalam proses
100
permainan sulim, meningkatkan intensitas mendengarkan musik ataupun lagu-lagu
yang menyuguhkan repertoar permainan sulim dan jenis aktivitas lainnya yang
berkaitan dengan permainan sulim. Dalam hal ini, apabila seseorang ingin belajar
secara otodidak maka orang tersebut akan menirukan apa yang dilihat dan didengar
dengan pendekatan caranya sendiri. Dalam istilah masyarakat Batak Toba, metode
biasanya akan memiliki lebih banyak warna permainan dibandingkan belajar dari
seorang guru atau marguru, karena dengan marsiajar sandiri ilmu yang diperoleh
bersumber dari beberapa pemain sulim dengan teknik yang berbeda-beda sesuai
dari apa yang dilihat dan didengar dari dalam pengalaman sehari-hari. Dilihat dari
kedua metode di atas, apabila dibuat sebuah analisa tentang perbandingan teknik
permainan sulim oleh orang yang mendapat pengetahuan dengan cara marguru
dengan orang yang mendapat pengetahuan dengan cara marsiajar sandiri, dapat
diambil kesimpulan bahwa orang yang marguru akan cenderung mengikuti teknik
dan cara bermain yang diberikan oleh gurunya, atau dengan kata lain teknik
permainan yang dia mainkan hanya merupakan imitasi atau perniruan dari
sandiri akan cenderung memiliki lebih banyak jenis karakter permainan, sebab
setiap gaya ataupun teknik yang dimainkan berasal dari beberapa pemain dengan
Walaupun secara umum metode belajar sulim melalui proses marguru dan
101
sendiri sehingga dia memiliki ciri khas tersendiri selain dari pada yang diperoleh
102
BAB IV
Pada Bab ini, penulis akan mengkaji kontinuitas dan perubahan yang terjadi
Berbicara tentang kontinuitas, selain dari pada penggunaan bahan baku dan
ciri khas bunyi sulim, penulis lebih menitikberatkan penjelasan kontinuitas pada
pada masa penggunaannya dalam berbagai konteks mulai dari konteks solo
dalam hal ini penulis hanya menitikberatkan fungsi musikal sulim pada fungsi
penghayatan estetis dan fungsi ritual dan lima diantara keenam fungsi tersebut yaitu
jasmani dan penghayatan estetis merupakan wujud dari adanya kontinuitas yang
sampai sekarang, sementara satu fungsi yang lain yakni fungsi ritual sudah
103
4.1.1 Fungsi komunikasi
sulim sebagai media komunikasi dapat dilihat ketika alat musik ini dimainkan
bersama dengan istrumen lainnya pada saat upacara adat atau pun perayaan pesta
adat seperti Gondang Naposo 22 dan lain sebagainya. Dalam hal ini, fungsi sulim
sebagai media komunikasi dapat dibedakan menjadi dua yakni komunikasi secara
Sebagai bentuk komunikasi yang bersifat vertikal dapat kita lihat ketika
Pencipta, dimana sang Pencipta dalam repertoar ini menyampaikan sebuah pesan
kepada semua yang hadir pada acara tersebut. Sedangkan bentuk komunikasi yang
bersifat horizontal dapat dilihat pada saat sulim memainkan repertoar yang lain
sipargonsi meminta kepada semua orang yang manortor agar marembas23 ketika
manortor.
21
Lihat Panggabean, 1996:86.
22
Gondang Naposo adalah pesta muda-mudi pada masyarakat Batak Toba yang
merupakan sarana untuk membina hubungan antara generasi muda
23
Marembas adalah sejenis bentuk tarian Batak Toba dengan cara menghentakkan kaki ke
depan dan ke belakang sambil mengayunkan tangan.
104
4.1.2 Fungsi hiburan
rasa senang/ bahagia bagi orang yang membutuhkannya. Pada hakekatnya hiburan
tidak semata-mata dibutuhkan oleh orang yang dilingkupi rasa duka atau memiliki
beban berat dalam hidupnya, tetapi hiburan juga dapat dinikmati oleh orang tertentu
yang memang senang terhadap sesuatu sehingga dia tertarik untuk menyaksikan
saat bersifat formal, semi formal maupun non-formal. Hiburan yang bersifat formal
biasanya identik dengan seni pertunjukan yang ditampilkan dalam berbagai acara-
acara yang bersifat akademis, kenegaraan, keaagamaan, konser akbar dan lain
sebagainya. Hiburan yang bersifat semi formal biasanya ditampilkan ketika konteks
acaranya bersifat lebih santai, biasanya dapat kita lihat pada seni pertunjukan kecil
seperti mini konser, konser dadakan dan lain sebagainya. Hiburan yang bersifat
maupun golongan tertentu yang disajikan tanpa adanya aturan konsep acara yang
ditentukan dengan tujuan hanya untuk kesenangan semata atau pengisi waktu
luang.
sebagai media hiburan juga merupakan instrumen yang sudah sering dipakai dalam
seni pertunjukan baik bersifat formal, semi formal, maupun non-formal. Sebagai
wujud dari fungsi sulim sebagai media hiburan dalam konteks formal dapat kita
lihat ketika sulim menjadi instrumen pengiring maupun instrumen pokok pada saat
105
Pertunjukan formal yang bersifat konser misalnya ketika sulim ditampilkan
pada acara Konser Akbar, Konser Paduan Suara, Festival Paduan Suara, Festival
Kolaborasi Etnik Modern dan sebagainya. Pertunjukan formal yang bersifat non
konser misalnya ketika sulim disajikan sebagai instrumen pengiring lagu solo atau
paduan suara untuk mengisi hiburan dalam acara akadamis seperti Wisuda, Dies
Fungsi sulim sebagai media hiburan pada pertunjukan semi formal dapat
dilihat ketika sulim ditampilkan dalam setiap acara pertunjukan musik dadakan di
acara-acara kampus, pertunjukan mini konser paduan suara sekuler atau non
gerejawi dan sebagainya, dan fungsi sulim sebagai media hiburan pada pertunjukan
non-formal dapat kita lihat ketika sulim juga ditampilkan secara tunggal atau
yang ideal dijadikan sebagai objek yang bersifat non formal dan bisa disaksikan
Selain dari berbagai pernyataan di atas, sulim juga dapat dijadikan sebagai
media untuk menghibur diri sendiri atau orang lain yang meminta untuk dihibur.
Marsius Sitohang selaku seorang yang dikenal sebagai maestro sulim pernah
berkata bahwa sudah banyak orang Batak Toba maupun Non-Batak Toba yang
pernah meminta dirinya untuk memainkan sulim secara solo dengan membawakan
repertoar tertentu dengan alasan untuk kesenangan pribadi. Sebab menurut orang
selaku penikmat tersebut, Marsius tidak hanya mahir dalam memainkan sulim tetapi
dia juga memiliki karisma yang seakan mampu menghipnotis sipendengar melalui
106
4.1.3 Fungsi perlambangan
Alan P. Merriam juga mengatakan bahwa musik juga dapat berfunsi sebagai
perlambangan atau simbol dari tingkah laku manusia.24 Berbicara mengenai tingkah
laku, oleh orang lain diluar etnis Batak pada umumnya memandang bahwa
masyarakat Batak Toba dikenal dengan sifatnya yang keras, tegas, prinsipil yang
seakan-akan kasar dan cepat dalam berbicara. Jika ditinjau dari segi musiknya, hal
itu bisa diterima karena bukti tersebut dapat dilihat dari musik dan repertoar yang
disajikan pada setiap acara adat masyarakat Batak Toba, biasanya kebanyakan
repertoar gondang selalu dibawakan dengan nuansa intonasi yang tegas, nada dan
lirik yang sangat rapat, dengan tempo dan durasi waktu yang berbeda-beda. Hal ini
pendukungnya. Dengan kata lain, tipikal musik atau repertoar yang mereka sajikan
Sama halnya jika kita mendengarkan alunan musik di luar Batak Toba seperti
musik tradisi Karo misalnya. Musik tradisi Karo dikenal dengan ciri khas musiknya
yang selalu memunculkan nuansa rengget25 dengan tempo yang lebih lambat dari
musik Batak Toba, orang yang pernah mendengarkan akan langsung berkata bahwa
itulah musik tradisi Karo, sebab masyarakat Karo secara umum dikenal dengan
tipikal orang yang bersifat lembut dan berbicara dengan nada halus dan memakai
rengget ketika bernyanyi. Artinya, bahwa musik tradisi Karo juga melambangkan
24
Alan P. Merriam, 1964, hal.119-222.
25
Rengget adalah semacam ornamentasi musikal sebagai ciri khas musik tradisi Karo.
107
Jika dihubungkan antara fungsi musik sebagai perlambangan/simbol dengan
sulim sebagai instrumen, maka dapat diartikan bahwa sulim juga memiliki fungsi
sendiri, sebab sulim juga merupakan salah satu instrumen pokok masyarakat Batak
Toba yang mampu berperan membawakan melodi lagu atau repertoar secara utuh.
Pada saat sulim dimainkan untuk membawakan beberapa lagu atau repertoar, maka
masyarakat yang mendengarnya baik suku Batak Toba maupun di luar suku Batak
Toba akan mengatakan bahwa itulah ciri khas musik Batak Toba.
Batak Toba juga dikenal memiliki kebiasaan mangandung26 pada saat menangisi
orang yang meninggal. Salah satu kebiasaan ini juga dapat kita lihat ketika sulim
juga mampu memainkan teknik andung yang diimitasikan dari alunan suara
seseorang yang sedang meratap. Oleh karena itu dapat dibuktikan bahwa berbagai
bentuk kebiasaan atau tingkah laku dari masyarakat Batak Toba dapat
emsosional sebagai wujud dari rasa suka maupun duka. Oleh setiap orang perasaan
26
Mangandung artinya menangis yang ditunjukkan melalui nyanyian ratapan.
108
media yang dapat digunakan untuk mengungkapkan perasaan. Sebagai contoh, ada
perasaannya lewat penulisan lirik lagu, dan ada pula orang yang mengungkapkan
ketiga cara tersebut diekspresikan sesuai dengan kondisi dan suasana hati orang
tersebut.
alunan melodi sulim. Dahulu sebelum Marsius Sitohang diangkat sebagai Dosen
dia terkenal sebagai salah seorang maestro sulim, beliau adalah seorang kepala
rumah tangga yang bermata pencaharian sebagai penarik becak dayung. Pada saat
di atas becak dayungnya. Ketika ditanya mengapa beliau melakukan hal tersebut,
beliau menjawab dengan intonasi/dialek Bataknya yang kental, “yaaahhh itu karena
senang sekali memainkan sulim…jadi kalo saya bermain sulim bisa menambah
Dari pernyataan beliau tersebut dapat diartikan bahwa musik juga ternyata
mampu menjadi bagian dari sisi kehidupan manusia. Terlihat jelas bahwa sulim
juga dapat memberikan dampak bagi hidup orang yang sudah sangat gemar dalam
memainkannya. Bagi seorang Marsius, peran sebuah sulim sangat besar sekali
memainkan sulim semangat beliau semakin bertambah, itu artinya perasaan senang
109
atau suka cita yang beliau dambakan untuk menambah semangat beliau dalam
Sehubungan dengan hal itu, dapat dilihat bahwa fungsi sulim sebagai media
pengungkapan emosional dapat dilihat dari sudut pandang dan situasi yang
Toba yang lain pada sebuah acara adat Pesta Gondang Naposo 27 , fungsi
pada saat mengiringi tortor28 dapat memberikan pengaruh bagi sipanortor (orang
yang manortor) itu sendiri. Jika alunan sulim tersebut lincah dan dinamis akan
kegirangan. Itu artinya alunan melodi sulim itu pun ternyata mampu menggugah
dia mampu untuk menghayati musik itu sendiri. Seseorang juga mampu memainkan
musik dengan baik apabila dia mampu menghayati permainannya dengan baik.
Seorang pemain sulim atau pemain instrumen musik apapun tidak akan maksimal
permainan musik tersebut dengan baik walaupun secara teknis orang tersebut mahir
memainkannya.
Toba di Harian Boho Samosir pernah berkata, “jika kita ingin mahir dalam bermain
27
Gondang Naposo adalah pesta muda-mudi dengan iringan gondang. Biasanya
dilaksanakan setelah panen selesai.
28
Tortor merupakan istilah tarian yang diiringi musik tradisional Batak Toba.
110
musik maka kita harus menjadikan musik itu sebagai bagian dari kehidupan kita”29
yang artinya kita harus menganggap musik itu sebagai sosok yang kita sayangi
setiap saat sama seperti bagaimana kita menyanyangi orang tua, keluarga, bahkan
diri kita sendiri. Dengan demikian apabila kita telah menganggap musik itu menjadi
bagian dari kehidupan kita, maka kita harus merawat, menjaga dan memperlakukan
instrumen yang kita mainkan tersebut dengan baik. Sama halnya jika kita ingin
mahir dalam bermain sulim, selain berlatih dengan tekun dan gigih maka kita juga
harus merawat dan menjaga serta memainkan sulim itu sebaik kita memperlakukan
orang yang kita sayangi. Bahkan pada saat dimainkan sekalipun, kita harus
menjiwai dan menghayati permainan kita seakan kita sedang memperlakukan orang
Selain daripada itu, sulim sebagai instrumen yang juga dapat berfungsi
sebagai media untuk penghayatan estetis dapat kita lihat dari peristiwa lain seperti
gerakan tortor yang dilakukan pada saat manortor yang diiringi sulim bersama
instrumen lainnya pada acara-acara adat Batak Toba. Pada umumnya tidak semua
tetapi kenyataannya jika kita melihat di lapangan terjadi sebuah keselarasan antara
gerakan tangan, kaki, dan badan pada saat manortor dengan irama musik yang
dimainkan oleh pargonsi (pemain musik). Hal ini menunjukkan bahwa keselarasan
itu muncul akibat adanya penghayatan estetis dari sipanortor ketika mendengarkan
29
Wawancara sambil lalu di Medan, Desember 2011.
111
4.1.6 Fungsi reaksi jasmani
wujud dari fungsi reaksi jasmani dapat kita lihat dengan kembali mengambil contoh
manortor pada saat pesta adat pernikahan masyarakat Batak Toba. Ketika parsulim
repertoar yang baik pula, maka sipanortor akan manortor kegirangan sembari
diartikan “yaaa inilah” yang seolah-olah kata tersebut menegaskan “ya inilah
kegembiraan kita”.
kurang mahirnya siparsulim atau pemain instrumen yang lain dalam bermain, maka
akan spontan juga para pargonsi (pemusik) akan mendapat teriakan atau sorakan
negatif dari para panortor. Juniro Sitanggang yang juga sebagai salah seorang
pemain sulim dari Samosir pernah berkata bahwa group musik mereka pernah
mendapat teguran atau sorakan yang kurang mengenakkan dari panortor pada saat
Ketika musik baru saja mengalun tiba-tiba beberapa panortor spontan berteriak “ ai
denggan jo bahen hamu boohhhh….” yang artinya bahwa mereka berharap supaya
pargonsi tersebut memainkan musiknya dengan lebih baik lagi agar enak
112
kedengaraanya bagi mereka yang manortor.30 Dari pernyataan tersebut dapat kita
artikan bahwa enak tidaknya sajian sebuah musik akan memperoleh reaksi jasmani
Perubahan
Seperti telah diuraikan pada bab-I skripsi ini, jelas dikatakan bahwa sulim
secara pasti kapan sejarah awal penggunaan sulim tersebut digunakan sebagai
instrumen tunggal. Menurut adat Batak Toba, dahulu instrumen tunggal adalah
instrumen yang dimainkan secara tunggal dan tidak boleh dimainkan ke dalam
Dalam hal ini, penggunaannya hanya dikaitkan ke dalam kedua ensambel tersebut
karena berdasarkan sejarah, dahulu hanya ada dua ensambel dalam musik adat
masyarakat Batak Toba yakni ensambel gondang hasapi dan gondang sabangunan.
Pada saat itu, sulim biasanya hanya digunakan pada waktu senggang untuk
mengisi kekosongan atau menghibur diri pribadi saja. Sulim juga tidak pernah
instrumen yang ada pada ensambel gondang hasapi maupun gondang sabangunan.
Namun jika diartikan secara lebih luas dan terkait perkembangan berbagai
ensambel Batak Toba pada masa kini, instrumen tunggal pada dasarnya bukan
hanya instrumen yang tidak boleh dimainkan bersama dengan ensambel gondang
30
Wawancara sambil lalu di Taman Budaya Sumatera Utara Medan, Juni 2012.
113
hasapi maupun gondang sabangunan saja, melainkan berbagai ensambel atau
Dari keseluruhan intrumen tunggal yang ada pada masyarakat Batak Toba,
sulim adalah instrumen yang masih tetap eksis dan paling sering digunakan hingga
pada saat ini. Patut diduga, hal ini disebabkan karena sulim merupakan instrumen
tiup yang lebih kompleks dengan frekuensi nada serta jangkauan nada yang lebih
luas dibandingkan instrumen tunggal Batak Toba lainnya, sehingga berbagai jenis
lagu atau repertoar dapat dengan mudah dimainkan pada instrument ini.
Sementara instrumen tunggal yang lain (lihat bab-II) sudah sangat jarang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari bahkan ada orang yang mengatakan bahwa
ini sudah sangat jarang kelihatan atau digunakan dalam kehidupan sehari-hari,
bahkan hanya satu dua orang saja yang masih melestarikan instrumen ini.
Sitohang mengatakan bahwa ternyata dari zaman dahulu hingga pada zaman
awalnya dimainkan oleh sordam. Jauh sebelum sulim dimasukkan ke dalam bentuk
ensambel atau berbagai instrumen yang lain, dahulu sulim sudah memainkan alunan
andung (ratapan). Namun ketika itu, sulim hanya mampu memainkan alunan
andung yang sifatnya untuk hiburan pribadi semata tanpa pernah ditampilkan ke
dalam bentuk seni pertunjukan. Namun zaman sekarang ini identitas sulim sebagai
31
Dalam konteks ini, mangandung diartikan kepada teknik yang mengimitasikan sebuah
isak tangis atau nyanyian ratapan masyarakat Batak Toba ke dalam bentuk permainan sulim.
114
pelantun alunan andung semakin dikenal seiring semakin langkanya instrumen
musik sordam.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa sordam juga merupakan salah
satu instrumen tunggal yang dahulu dimainkan dengan ciri khas mangandung.
Namun seiring semakin langkanya sordam pada masyarakat Batak Toba, peran
kesedihan. Teknik mangandung yang biasa dimainkan pada sulim sangat mirip
dengan yang awalnya dimainkan oleh sordam, bahkan menurut pengamatan penulis
nuansa mangandung yang dimainkan oleh sulim lebih terasa dibandingkan ketika
ini teknik mangandun tidak hanya disuguhkan pada saat bermain solo tetapi juga
sering ditampilkan pada saat memainkan berbagai lagu atau repertoar yang
gondang hasapi.
masyarakat Batak Toba dari masa dahulu hingga masa kini. Ensambel yang
dimaksud adalah gondang hasapi dan ensambel brass band atau yang dikenal
dengan musik tiup. Masuknya peran penggunaan sulim ke dalam berbagai ensambel
tersebut dibedakan ke dalam era zaman yang berbeda. Sejarah penggunaan sulim
yang mulai diintegrasikan dengan gondang hasapi diawali dari masuknya era
opera Batak pada tahun 1920-an hingga 1970-an, sedangkan peran atau
penggunaan sulim yang dipadukan dengan ensambel brass band ditandai dari
115
fenomena musik tiup yang berkembang pada tahun 1980-an. Dalam hal ini, baik
dalam gondang hasapi maupun brass band atau musik tiup, sulim berperan sebagai
ensambel yang lain mulai dikenal sejak munculnya bentuk seni pertunjukan pada
Opera Batak adalah pertunjukan opera bergaya Batak, istilah ini bukanlah
istilah baku dalam entitas kebudayaan Batak. Di kalangan Batak tidak jarang
sebutan itu dianggap sebagai bagian dari tradisi kebatakan karena para pelopor
opera Batak pada awal kemunculannya pada tahun 1920-an adalah orang-orang
Istana Merdeka. Opera Batak bisa saja menjadi suatu entitas baru dalam
kebudayaan Batak setelah Batak harus berubah dari tradisi klasiknya dengan
berbagai bentuk upacara (teater awal) dan tradisi pertunjukan seperti teater boneka
sigale-gale dan hoda-hoda (semacam Jaran Kepang di Jawa), dan lain-lain. Perlu
116
satunya ialah Tilhang Gultom (+ 1896–1970), anak kelima dari Raja Sarumbosi
Gultom. Tiga orang parhasapi (pemain) merupakan cikal bakal sebutan Tilhang
dari luar daerah. Pemainnya berjumlah 12 (dua belas) orang yang sebagiannya
adalah anggota keluarga Gari Gultom abang ayahnya Tilhang Gultom. Pada
mempunyai pemain sebanyak 50 (lima puluh) orang . Kurun waktu antara tahun
1914-1938, muncul gerakan identitas dan nasionalisme Batak yang dikenal dengan
nama Dos Ni Roha, dan ini menjadi sponsor utama grup Tilhang. Sehingga pada
Perubahan nama grup masih dilakukan Tilhang sampai tahun 1937, antara lain
32
Tilhang Batak Hindia Toneel, Ria TOR, dan Tilhang Toneel Gezelschaap. Pada
masa kolonial Jepang di Indonesia, grup Tilhang bernama Sandiwara Asia Timur
setelah kemerdekaan nama grup ini berubah menjadi Panca Ragam Tilhang dan
sebagai teater tradisi (teater rakyat) yang telah memiliki ketenaran pada zamannya.
yang baru selesai panen, karena ticket (oleh masyarakat lebih dikenal dengan
sebutan karcis) untuk menonton opera Batak dulunya bisa dilakukan dengan
32
E.K. Siahaan, 1981 hal. 10.
117
menukarkan hasil panen, dan hiburan rakyat ini sangat dinikmati masyarakat pada
masa itu.
menampilkan ceritera yang berisikan pesan moral, cerita rakyat dan merupakan
suatu seni pertunjukan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal
masyarakat. Sebagai contoh, cerita “Si Jonaha Penipu Ulung”. Ceritera ini
mengisahkan seorang lelaki bernama Jonaha yang suka menipu, sehingga dia
sehingga ketika tidak mampu membayar hutang, dia diperjual belikan. Naskah ini
ditampilkan dalam 4 (empat) bahasa yaitu Karo, Simalungun, Toba, dan Bahasa
Indonesia), dan latar tempatnya dari Tanah Karo, Simalungun dan Tapanuli. Cerita
ini berisi pesan moral; tidak boleh menipu sesama manusia, terutama melakukan
Para pemain opera Batak juga terdiri dari berbagai agama, suku dan daerah
Untuk elemen seni, selain menampilkan seni teater, opera Batak juga
memadukan hal lain yang bernuansakan keberagaman, seperti seni musik yang
menyajikan paduan instrumen dan vokal (ensambel musik tradisional Batak Toba,
Melayu, Jawa dan lagu-lagu) dan seni tari . Dalam tarian juga ada dikenal namanya
33
Tortor Lima Puak (Lima Suku Batak) dan menampilkan tarian Melayu .
suku/etnis khususnya suku yang ada di Sumatera Utara, namun instrumen yang
33
Dikutip dari google : Kesenian yang tertinggal
118
dimainkan tetaplah berbagai instrumen dari ensambel musik Batak Toba khususnya
Pada pertunjukan opera Batak, musik merupakan salah satu unsur yang
sangat penting dalam penggarapan sebuah cerita. Kehadiran musik dalam opera
Batak berfugsi untuk membangun suasana dalam setiap adegan, baik sebagai
itu, hampir semua instrumen yang ada pada masyarakat Batak Toba selalu
menyertakan instrumen di luar etnis Batak Toba seperti biola, gitar dan
34
sebagainya.
tunggal lainnya seperti sordam, tulila, dan saga-saga juga sering dimainkan secara
tunggal untuk menggambarkan suasana cerita yang hening atau pun sedih.
lagu-lagu Batak Toba tetapi juga acapkali digunakan sebagai pembawa melodi
34
Dikutip dari skripsi Martogi Sitohang yang berjudul “Sulim Batak Toba : Suatu Kajian
dalam konteks Gondang Hasapi” halaman 51
119
utama dalam memainkan berbagai lagu dari etnis atau sub-etnis di luar Batak Toba.
sulim merupakan instrumen yang tidak hanya berperan sebagai instrumen melodis
merupakan sebuah instrumen yang paling komplit dibandingkan yang lain, sebab
yang lebih luas, baik dari segi konteks penggunaannya dalam bentuk solo dan
ensambel maupun segi pengembangan nada-nada atau alur melodi musik yang
dimainkan.
tanah Batak, musik yang digunakan di dalam acara adat tradisi, ataupun acara ritual
memanggil arwah nenek moyang dan dalam konteks acara adat lainnya.
(menyajikan gondang) oleh masyarakat Batak Toba. Beberapa aturan yang diterbitkan
oleh badan zending, membatasi bahkan melarang kegiatan pertunjukan gondang dalam
beberapa konteks upacara adat Batak Toba yang memeluk agama Kristen, dan gereja
sebagai perpanjangan tangan badan misi ini membuat aturan kebijakan yang
dilegalisasi melalui hukum yang harus dipatuhi masyarakat Batak Toba pemeluk
120
agama Kristen (Purba, 2000:32-35). Kebijakan-kebijakan yang diambil gereja sebagai
sikap menolak keberadaan tradisi musik gondang ini, memiliki alasan bahwa praktek
pertunjukan gondang adalah elemen budaya yang terkait dengan upacara ritual dalam
kepercayaan lama (sebelum Kristen), hal ini merupakan bagian dari upaya kristenisasi
seluruh kawasan tanah Batak. Masyarakat ini yang sudah memeluk agama ‘baru”
mereka, tidak mau menerima resiko dikeluarkan (di-ban, istilah yang digunakan dalam
Tata Gereja) dari keanggotaan komunitas gereja, hanya karena terlibat dalam praktek
margondang.
Missionaris yang membawa paham agama Kristen dalam kesempatan ini mulai
memperkenalkan musik Barat, diawali dengan satu alat tiup terompet dan selanjutnya
menjadi sebuah ensembel musik tiup (brass music) yang dipergunakan untuk kegiatan
ibadah di gereja sebagai pengiring dalam ibadah. Berbagai alat musik tiup tersebut
terbuat dari logam yang terdiri dari terompet, saxofon, trombon, tuba dan 1 (satu) set
drum.
budaya asing ke dalam budaya sendiri) dari Budaya Barat ke Budaya Batak, hal ini
dapat kita lihat dari adanya perubahan yang membentuk orang Batak dalam ajaran
kepercayaan lama beralih menjadi penganut ajaran agama Kristen Protestan dengan
segala akibat yang ditimbulkan. Pendekatan sistematis budaya Barat ini dilakukan
dalam dua hal pokok, yakni membawa ajaran agama ini di satu pihak, dan
121
tradisi yang dipergunakan dalam mengimplementasikan misi kekristenan sebagai
35
Batak. Sejak itu, masyarakat ini mulai mengalami hal baru dan asing sebagai
tatanan hidup baru perihal kehidupan sosial masyarakat dan keagamaan. Terjadinya
proses transmisi dua budaya yang berbeda pada pokoknya adalah dimana satu
dalam kebudayaan lama. Dua kebudayaan yang berbeda bertemu dan memberi
Dengan kondisi tersebut, musik tiup yang dikenal sebagai musik yang
sebelumnya dekat dengan gedung gereja saja, bergeser keluar (transpalanted) dari
lingkungan gereja menuju ranah kehidupan adat religi dan ritual masyarakat Batak
Toba dan mengikis peranan dan aktivitas gondang Batak sebagai kearifan lokal,
yang sengaja ditinggalkan akibat perubahan sosial oleh tekanan budaya asing dan
kebudayaan baru. Hal ini mendapat tempat akibat adanya pemahaman bahwa
gondang yang dulunya dianggap sakral dan memiliki aspek mistis sebagai bagian
dari kegiatan kebudayaan, dapat digantikan oleh peranan musik tiup sebagai
36
komoditas baru untuk menyelenggarakan posisi fungsi dan kegunaan gondang.
musik adat masyarakat Batak Toba, musik tiup yang awalnya dikenal sebagai
35
Lihat J.R. Hutauruk, 2010 hal. 26.
36
Sebagian masyarakat memiliki budaya lokal yang kuat dan dilatari oleh agama suku atau
agama tribal menaruh lex non scripta bahwa semua yang milik sendiri adalah yang paling mulia dan
semua yang di luar lingkungannya dianggap buruk. Lihat selanjutnya, penekanan oleh kolonial
Belanda terhadap upacara-upacara ritual parugamo Batak Toba menunjukkan legimitasi dari misi
kekristenan oleh badan zending dan pelarangan yang terjadi secara periodik dan setengah hati oleh
gereja, karena bagian-bagian tertentu dari upacara adatnya dianggap bertentangan dengan
kepercayaan Kristen (Van Den End, 1989:308)
122
ensambel musik yang terdiri atas istrumen logam, lambat laun mengalami
dengan berbagai alat musik tradisional Batak Toba. Di antara musik tradisional
tersebut adalah sulim, hasapi, garantung dan taganing. Namun di antara keempat
instrumen tersebut, yang paling instens digunakan dan masih tetap bertahan hingga
Pada tahun 1980-an, masa kejayaan Opera Batak mulai meredup dan
hampir tidak kedengaran lagi. Meski Opera Batak semakin redup namun tidak
pendukungnya. Setelah habisnya masa kejayaan Opera Batak di akhir tahun 1970-
an, eksistensi sulim masih terus berlanjut hingga kepada lahirnya fenomena musik
Menurut Marsius Sitohang, tidak diketahui secara pasti siapa yang pertama
sekali yang mempopulerkan instrumen sulim ke dalam ensambel musik tiup. Beliau
mengatakan bahwa awal tahun 1980-an sudah ada group musik yang memadukan
ensambel musik tiup logam dengan alat musik tradisional Batak Toba. Namun
masyarakat Batak Toba. Hal ini terjadi karena adanya anggapan bahwa masyarakat
Batak Toba yang telah menganut kepercayaan Kekristenan kembali lagi kepada
kepercayaan tradisional yang menggunakan alat musik tradisi yang identik dengan
kemagisan. Hingga pada tahun 1987, dibentuklah sebuah group musik Batak yang
bernama Horas Musik, dimana Marsius Sitohang juga turut menjadi salah satu
123
Beliau juga menambahkan bahwa dengan kehadiran Horas Musik sebagai
group musik baru yang berperan sebagai pengiring acara-acara adat masyarakat
Batak Toba ternyata memberikan dampak yang cukup besar bagi eksistensi group
musik Batak Toba pada masa itu. Dengan hadirnya konsep baru yang ditawarkan
oleh Horas Musik, penggabungan alat musik tradisional dengan ensambel musik
tiup mulai diterima. Menurut beliau, hal ini disebabkan oleh penyajian musik yang
Toba yang lain. Keunikan tersebut terlihat ketika mereka menyuguhkan musik yang
berbagai lagu populer pada masa itu dan ditambah dengan masuknya lagu-lagu
gereja yang juga mampu dibawakan oleh alat musik tradisional yang akhirnya
37
lagu-lagu Batak Toba saja.
Sulim sebagai salah satu instrumen tradisional menjadi sebuah sosok yang
paling disorot pada masa itu. Sebab di antara alat musik tradisional yang lain, sulim
merupakan instrumen utama yang berfungsi membawakan melodi dari setiap lagu
atau repertoar yang disajikan. Di samping ada berbagai instrumen lain yang juga
mampu sebagai instrumen melodis, sulim seakan menjadi instrumen yang paling
ditampilkan dengan improvisasi nada yang unik dan berbeda serta menjadi daya
37
Tidak dapat dipungkiri bahwa populariitas Marsius Sitohang yang mendunia pada saat
itu juga berpengaruh terhadap pola pikir sebagaian masyarakat Batak Toba yang kemudian secara
perlahan dapat menerima keberadaan sulim ini dalam konteks adat, agama, maupun hiburan. Pada
masa ini, Marsius juga dikenal sebagai Si Raja Seruling Batak.
124
sipemain juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan sulim menjadi
bahwa Marsius Sitohang merupakan salah satu pencetus masuknya sulim ke dalam
ensambel musik tiup logam yang kemudian menjadikan Horas Musik menjadi
barometer group musik Batak Toba pada masa itu. Sehingga dengan kehadiran
berbagai group musik Batak Toba yang lain dengan sajian yang sama dengan porsi
yang berbeda-beda.
Perkembangan musik tiup dari era 1980-an hingga pada masa kini sudah
maupun formasi alat musik yang disajikan. Jika kita membandingkan dengan musik
tiup yang disuguhkan pada masa kini, sudah merupakan hal yang wajar apabila
hanya menampilkan tiga instrumen saja dalam satu ensembel seperti sulim,
keyboard (kibot), taganing, dan sulim yang bahkan sesungguhnya tidak ada satupun
menjadi ciri khas dari musik tiup itu sendiri. Oleh karena itu, seiring perkembangan
zaman pandangan masyarakat Batak Toba terhadap eksistensi musisi Batak Toba
juga berubah, yakni walau hanya biasa menggunakan ketiga instrumen seperti
keyboard, taganing, dan sulim tanpa didukung adanya beberapa alat musik tiup
logam para musisi tersebut kadang-kadang juga masih dianggap sebagai pemusik
38
tiup.
38
Sebagaimana sudah disebutkan pada bab-I, nama lain dari formasi sulim, kibot, taganing
ini disebut Sulkibta (Sulim, Kibot, Taganing).
125
4.2.3 Konteks pengiring lagu
dengan peran sulim yang digunakan sebagai musik pengiring dalam berbagai lagu
sekuler maupun rohani, atau baik dalam konteks gerejawi maupun non-gerejawi.
Dalam konteks gerejawi akan berkaitan erat dengan perkembangan musik gerejawi,
mengiringi lagu-lagu sekuler baik yang dibawakan oleh penyanyi solo, grup vokal,
atau pun paduan suara di berbagai acara baik yang sifatnya formal atau pun non-
formal.
Dewasa ini sudah tidak asing lagi jika kita melihat berbagai musik tradisi
Batak Toba seperti taganing, hasapi dan khususnya sulim sering digunakan sebagai
media pengiring di berbagai acara dan pertunjukan, baik formal maupun non-
melihat bahwa alat musik tradisi Batak Toba khususnya sulim sudah digunakan
baik ketika mengiringi ibadah maupun ketika mengiringi berbagai lagu yang
dinyanyikan oleh paduan suara gerejawi pada acara ibadah tertentu. Kemudian di
mengiringi acara konser musikal baik vokal solo, grup vokal, maupun paduan
suara.
Jika kita tinjau kembali, sesungguhnya era penggunaan sulim sebagai media
pengiring lagu sudah berlangsung sejak masa kejayaan opera Batak di era 1920-an
hingga 1970-an. Namun, saat itu sulim bersama dengan instrumen tradisional Batak
Toba yang lain digunakan hanya untuk mengiringi vokal dari penyanyi opera Batak
saja tanpa adanya perkembangan yang signifikan di bidang vokal yang lain. Hal ini
126
mungkin terjadi karena masih kentalnya budaya opera Batak di tengah-tengah
Toba untuk membuat inovasi baru pada masa itu, sehingga mengakibatkan
sekarang ini eksistensi sulim sebagai media pengiring berbagai genre lagu terus
berkembang sesuai dengan kebutuhannya. Jikalau kita bandingkan mulai dari era
1970-an hingga masa sekarang ini, dapat melihat adanya fleksibilitas penggunaan
sulim dalam konteks pengiring lagu. Selain ketika digunakan sebagai media untuk
mengiringi lagu opera Batak, sulim juga kerap digunakan untuk mengiringi
berbagai genre lagu yang lain seperti lagu pop daerah (baik etnis Batak Toba
maupun etnis Batak yang lain) dan berbagai lagu sekuler lainnya yang biasa
dibawakan oleh seorang vokal solo, group vokal, bahkan paduan suara.
tersebut juga memberikan dampak tersendiri bagi eksistensi instrumen Batak Toba
yang lain seperti hasapi dan taganing. Dalam keberadannya, ketiga instrumen
mengiringi berbagai lagu khususnya lagu yang bernuansa daerah Batak Toba.
Meskipun demikian, peran sulim tidak malah lazim dikatakan sejajar dengan kedua
instrument yakni hasapi, dan taganing. Sebab dalam kenyataanya, banyak orang
beranggapan bahwa lagu daerah Batak Toba itu akan terasa kental nuansa bataknya
ketika adanya paduan (gabungan) antara unsur alunan melodi sulim dengan petikan
bersama taganing ataupun paduan antara sulim dengan hasapi, masyarakat masih
127
khususnya masyarakat Batak Toba. Bahkan terkadang meskipun hanya diiringi
instrumen sulim saja. Namun sebaliknya jika lagu tersebut hanya diiringi hasapi
atau taganing sekalipun tanpa kehadiran sulim, masyarakat menilai bahwa seakan
39
ada hal yang kurang terasa dinikmati di dalam lagu tersebut . Oleh karena itu,
sulim juga telah digunakan bersama instrumen yang lain di luar instrumen
tradisional Batak Toba baik itu instrumen Barat maupun instrumen tradisional
dalam memainkan berbagai instrumen Barat dan tradisional, baik Batak Karo
maupun etnis Batak yang lain mengatakan bahwa konsep kolaborasi musikal seperti
penulis maksudkan di atas sudah berlangsung sejak awal 1990-an. Saat itu sebuah
group yang bernama Incidental Music mulai dirintis oleh beliau sendiri yang
Incidental Music yang merupakan sebuah group yang bergenre World Music adalah
39
Asumsi ini dikutip dari berbagai golongan masyarakat Batak Toba khususnya jemaat-
jemaat gereja yang sudah kerap mendengarkan lagu yang dibawakan oleh paduan suara atau vokal
group yang biasa ditampilkan dengan menghadirkan musik tradisional Batak Toba.
128
sebelum hadirnya suguhan musik yang ditampilkan oleh Incidental Music, belum
berbagai group lain dengan gaya atau genre yang hampir sama dengan Incidental
40
Music seperti Cindai, Sumateran Ethnic, Metronom dan lain-lain.
Jika berbicara tentang struktur melodi yang dimaikan oleh sulim ketika
struktur melodi yang dimainkan selalu didasarkan pada konsep dan komposisi lagu
yang disajikan. Jikalau tema komposisi tersebut bernuansa repertoar musik Batak
Toba, maka gaya permainan atau alur melodi yang dimainkan persis sama dengan
Toba. Artinya, teknik yang dimainkan tidak jauh berbeda dari yang biasa
Batak Toba yang lain. Yang menjadi keunikannya adalah hanya terletak pada
adanya berbagai instrumen Barat dan tradisional lain yang berperan untuk
Namun ketika tema komposisi lagu tersebut bernuansa musik Barat atau pun
di luar tema musik Batak Toba, konsep penggunaan sulim sedikit berbeda atau
keluar dari yang biasanya. Jika biasanya sulim digunakan untuk memainkan alur
melodi yang bernuansa Batak Toba sebagai ciri khasnya, dalam konteks ini
ganda. Peran ganda sulim yang dimaksud adalah terkadang dimainkan berdasarkan
40
Lihat, Jefri Hutagalung, 2011 hal. 2.
129
gaya permainan sulim sebagaimana biasanya, tetapi juga terkadang dimainkan
dengan menggunakan teknik-teknik yang kerap ada dalam gaya permainan flute
yang sedikit banyak memiliki karakteristik permainan yang berbeda dari sulim.
41
Gaya musikal teknik permainan seperti staccato, slur, arpeggio dan lain
yang ada pada sulim itu sendiri. Oleh karena itu penulis menilai bahwa hadirnya
sulim sebagai unsur pembawa melodi dengan kekayaan karakter dalam memainkan
kalangan masyarakat yang mampu beradaptasi dengan budaya Barat atau budaya
41
Staccato ialah cara membunyikan nada-nada; terpisah, satu persatu dengan tajam; slur
ialah busur, legato (bersambung); arpeggio ialah permainan nada-nada dengan cepat secara
berurutan seperti petikan pada alat arpa (Latifah Kodijat, 1983 hal. 5, 67, 70.)
130
BAB V
5.1 Trankripsi
mengubah bunyi musik ke dalam lambang visual melalui sebuah proses kerja yang
42
bunyi musik ke dalam bentuk notasi dengan cara menuliskannya ke atas kertas.
visual sejak lama telah dianggap sebagai tugas yang esensial, berat dan sukar bagi
memahami bunyi musik sebagai produksi dari tata tingkah laku masyarakat
pemiliknya dalam bentuk visual, maka tidak ada cara lain kecuali melakukan
Pada umumnya dalam budaya oral, notasi yang digunakan ialah notasi
konvensional Barat, hal ini menjadi alternatif pilihan yang paling besar
kemungkinannya digunakan, terutama jika dalam budaya musikal yang diteliti tidak
43
tersedia sistem penulisan notasi musik.
kelemahan yang serius terhadap hasil transkripsi yang menggunakan notasi musik
42
Nettl, op. cit., 98.
43
Supanggah, op. cit., 13.
131
a. Pertama, notasi ini terlalu subyektif, yaitu telinga manusia tidak mampu
menerima atau menangkap apa saja yang disajikan (dalam musik yang akan
b. Kedua, notasi musik Barat bukan didesain untuk musik tradisi lisan (lihat
Seeger, 1958).
c. Ketiga, sejauh ini belum ada satu notasi visual pun yang dirancang, termasuk
lain-lain, yang dapat mewakili, seperti kualitas suara yang asli, cara-cara yang
44
penting dalam memproduksi bunyi vokal atau intrumental, dan sebagainya.
Untuk itu keterbatasan notasi musik Barat haruslah disadari apabila kita
Singer. “The limitations of our Western musical notation must be taken into
45
consideration, particularly when attempting a detailed transcription”.
44
Masalah di atas kemudian dapat dipecahkan dengan diciptakannya oscilograph,
sonagraph, dan melograph. Melograph model C yang dibuat oleh Charles Seeger dapat
menganalisis suara secara sangat detail serta dapat menghasilkan gambar dari rekaman nada-nada,
amplitudo, dan spektrum bunyi pada saat bersamaan ke dalam bentuk sebuah film grafik. Akan
tetapi sekalipun peralatan ini mempunyai sifat obejektif, namun terdapat kelemahan-kelemahan dari
informasi yang diberikannya, dan terdapat pula sejumlah materi yang tidak dapat dianalisis dengan
menggunakan alat ini. Di satu sisi alat ini memberikan informasi lebih banyak dari yang diperlukan
(sehingga sulit untuk dipelajari), artinya alat ini mampu menangkap lebih banyak dibanding daya
tangkap telinga manusia, padahal sebuah transkripsi haruslah berdasar kepada apa yang dapat
diterima oleh indera pendengaran manusia, dengan kata lain tujuan dari pentranskripsian adalah
untuk mencatat hal-hal yang esensial, serta menghindari hal-hal yang dipandang tidak esensial.
Untuk itulah kemudian penggunaan notasi (Barat) dalam pentranskripsian suatu musik tetap dipakai
sesuai kepentingan dan kegunaannya. Ibid., 14-15. Lihat juga Barbara Crader, “Ethnomusicology,”
dalam Stanley Sadie, The New Grove Dictionary of Music and Musicians (London, New York:
Macmillan Publisher Limited, 1980), 117.
45
Roberta L. Singer, “Philosophical Approaches to Transcription” dalam Discourse in
Ethnomusicology: Essays in Honor of George List (Indiana University Archieve, 1978), 113.
132
Namun demikian Nettl (1975) mengatakan bahwa untuk menemukan ciri-
ciri yang mendasari musik yang diteliti, notasi konvensional Barat dapat digunakan,
46
kejelasan pada musik yang ditranskripsikan itu. Hal ini sejalan dengan apa yang
adanya keinginan untuk menunjukkan bahwa notasi itu adalah sebagai fenomena
yang telah memiliki arti bagi pemakainya, dan dengan notasi dapat memberikan
47
materi yang bernilai untuk perbandingan. Lagipula, “Transcription, therefore,
mengkomunikasikannya kepada pihak lain tentang apa yang dipikirkan dari apa
dalam bentuk visualisasi tidak akan pernah bisa sama persis sebagaimana ketika
49
musik itu disajikan.
46
Bruno Nettl, The Study of Ethnomusicology: Twenty-nine Issues and Concepts
(Chicago: University Press, 1983), 16.
47
Pandora Hopkins, “The Purpose of Transcription”, dalan Journal for the Society of
Ethnomusicology (Ann Arbor Michigan, 1966), 316.
48
Phylis M. May, “Philosophical Approaches to Transcription” dalam Discourse in
Ethnomusicology: Essays in Honor of George List (Indiana University Archieve, 1978), 109.
49
Transkripsi pada umumnya pasti dipengaruhi oleh interpretasi si transkriptor terhadap
karakter-karakter musik itu. Oleh sebab itu tidak akan dapat dihindari atau akan ada muncul
perbedaan-perbedaan akan sebuah segmen musikal dari dua orang atau lebih dalam
mentranskripsikan suatu musik. Lihat juga Nettl, Theory and Method, op.cit., 99.
133
1) Fenomena yang tidak dapat digambarkan oleh simbol-simbol sistem notasi
nya. Hal ini dapat dimengerti bila mengingat kerumitan bunyi musikal,
halus pada saat sebuah nada dinyanyikan atau perbedaan yang begitu kecil
dalam nilai (ritmis) di antara nada yang nilainya kurang lebih sama, dan lain
50
sebagainya.
transkripsi terdapat dua jenis notasi musik berdasarkan tujuan dan penggunaannya.
Kedua notasi itu ialah, notasi preskriptif dan notasi deskriptif, dan karena itu
notasi dengan hanya menuliskan nada-nada pokoknya saja. Notasi seperti ini
umumnya dipakai hanyalah sebagai petunjuk bagi para pemusik atau sebagai alat
pembantu untuk si penyaji supaya ia dapat mengingat (apa yang telah dipelajarinya
secara lisan).
50
Masalah serupa pernah juga dihadapi para ahli linguistik (ilmu bahasa), yang kemudian
telah dipecahkan dengan cara membedakan antara fonetik dan fonemik. Fonetik adalah penelaahan
bunyi-bunyi ucapan suatu bahasa sebagaimana adanya; fonemik adalah penelaahan perbedaan-
perbedaan antara bunyi-bunyi ucapan yang dapat membentuk perbedaan arti dalam suatu bahasa
tertentu. Kedua pendekatan ini (barangkali) dapat juga diterapkan dalam pentranskripsian musik.
Notasi fonemik ialah pemakaian sistem notasi yang terdapat pada budaya pemilik musik tersebut
(jika ada), sedangkan notasi fonetik ialah pencatatan bunyi musikal dengan menggunakan sistem
notasi konvensional (Barat). Ibid., 104-105.
134
Sedangkan transkripsi deskriptif ialah menuliskan bunyi musikal ke dalam
lambang notasi (konvensional Barat) secara detail menurut apa yang dapat
51
oleh pembaca.
pertimbangan bahwa:
penulisan musik,
budaya dimana musik itu berada tidak terdapat sistem penulisan musik,
rendahnya nada pada setiap lintasan melodi (melodic line), atau dalam
membedakan durasi sebuah not dengan durasi not lainnya, serta tanda-
tanda musik lainnya yang secara umum lebih mudah dipahami oleh
pembaca, dan tentu saja hal ini akan lebih memudahkan dalam
5.2 Analisis
51
Ibid., 99.
135
unsur-unsur fundamental atau bagian-bagian komponen. 52 Tujuannya ialah untuk
menguji sifat-sifat dan konotasi-konotasi dari sebuah konsep, ide, atau pun wujud.
Dengan demikian, hasil akhir dari sebuah analisis adalah pemisahan atas sifat-sifat
sebuah objek, baik dilihat secara keseluruhan maupun secara terpisah. Selanjutnya,
analisis terhadap masing-masing unsur musikal itu ialah karena ada tujuan untuk
Cook, bahwa hingga saat ini belum ada metode analisis oral maupun formal
tunggal yang sudah baku dan berlaku secara umum yang dapat dipakai untuk
There is not any one fixed way of starting an analysis. It depends of the
music, as wel as on the analyst and the reason the analysis is being done. But there
tersebut akan diperoleh gambaran tentang gaya atau prinsip-prinsip dasar struktur
52
Philip B. Gove, Webster’s Third New International Dictionary of the American
Language (New York: The World Publishing Company, 1966), 77.
53
Marcia Herndorn, “Analisis Struktur Musik Dalam Etnomusikologi.” seperti naskah
terjemahan M. Takari, Perikuten Tarigan (Medan: Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara, 1994), 4.
54
Nicolas Cook, A Guide to Musical Analysis (London & Melbourne: J.M. Dent & Sons
Ltd, 1987), 237.
136
Berkenaan dengan gaya atau prinsip dasar struktur musikal, Willy Apel
mengatakan bahwa gaya adalah unsur atau elemen penting yang sangat
berhubungan dengan struktur suatu komposisi. Unsur atau elemen dimaksud ialah
bentuk (Inggris: form), melodi (Inggris: melody), maupun ritme atau irama (
Inggris: rhythm).55
Di pihak lain, Titon dan Slobin mengatakan bahwa gaya adalah sesuatu
yang terdapat dan terorganisasi di dalam musik itu sendiri, seperti elemen nada,
elemen waktu, elemen suara, dan intensitas bunyi. Elemen nada itu sendiri terdiri
dari; tangga nada (Inggris: modus), melodi, dan sistem laras; elemen waktu terdiri
dari; birama (Inggris: metrum), dan irama (Inggris: rhythm); elemen suara terdiri
dari kualitas suara, kualitas bunyi instrumen; dan elemen intensitas bunyi yaitu
suatu tradisi musikal akan pula memiliki kumpulan karakter atau gaya yang sama
musikal yang dijadikan sebagai dasar atau perangkat untuk membangun musik
dikombinasikan dengan metode weighted scale (“bobot tangga nada”) dari William
55
Willy Apel, op. cit., 811.
56
Titon dan Slobin, op. cit., 5.
57
Nettl, Theory and Method. op. cit. 169.
137
P. Malm serta langkah-langkah description of musical compositions yang
Malm mengatakan bahwa gaya musikal berkaitan dengan dua hal yang
tidak terpisahkan, yaitu melodi dan ritme atau ruang dan waktu. Unsur melodi
berkaitan dengan ruang, dimana setiap nada dalam garis melodi bergerak sesuai
mempunyai durasi secara panjang dan pendek yang dalam hal ini merupakan unsur
dari ritme. Dengan perkataan lain, ritme berkaitan dengan waktu, dimana setiap
nada dalam melodi memiliki durasi yang berbeda-beda, dan dengan perbedaan
(8) kontur,
(9) durasi,
(10) ritme,
138
Yang berkaitan dengan dimensi waktu yaitu:
(1) tempo,
(2) pulsa,
(3) ketukan,
(5) birama.58
(3) tonalitas,
(4) interval,
(6) ritme,
(8) bentuk.59
Tabel-2
Unsur-unsur gaya dalam sebuah komposisi musik
(menurut beberapa ahli)
58
Malm, op. cit., 7.
59
Netll, Theory and Method. op. cit., 145-149.
139
ritme irama (ritme)** ritme** ritme**
(irama)**
- birama** metrum** -
- vokal* - -
- bunyi instrumen* - -
- dinamika* - -
- - nada dasar* tonalitas*
- - jumlah interval* interval*
- - wilayah nada* -
- - pola-pola kadensa* -
- - kontur* kontur*
- - durasi** -
- - frase dan kalimat* -
- - periode atau siklus* -
- - tempo** tempo*
- - pulsa** -
- - ketukan (maat)** -
- - pola dan motif** -
Dalam kajian analisis transkripsi ini, penulis hanya memilih sebuah sampel
lagu untuk dianalisis berdasarkan metode weighted scale (“bobot tangga nada”)
dari William P. Malm. Namun dari seluruh unsur yang dikemukakan oleh Malm,
1) tangga nada
2) modus
3) wilayah nada
4) interval
5) pola kadensa
8) kontur melodi
140
Ada 4 jenis komposisi melodi sulim yang penulis transkripisikan sebagai
Keempat jenis tersebut penulis cantumkan dengan alasan bukan berdasarkan masa
digunakan dalam konteks solo, konteks ensambel (dalam hal ini penulis hanya
memilih contoh uning-uningan opera Batak), konteks pengiring lagu (dalam hal ini
penulis hanya mengambil contoh dalam mengiringi Paduan Suara), dan konteks
tersebut, penulis hanya mengambil sebuah sampel untuk dianalisis yakni ketika
1) Menurut hemat penulis, pola permainan sulim ketika dimainkan dalam konteks
paduan suara, sulim sedikit keluar dari perannya sebagai pembawa melodi
2) Alur melodi sulim yang dimainkan pada lagu tersebut sedikit lebih bervariasi
dan jangkauan nada yang lebih luas dibandingkan dengan ketika dimainkan
3) Pola permainan sulim didalam mengiringi paduan suara kelihatan lebih tertata
dengan rapi dibandingkan dengan ketika dimainkan pada lagu yang lain, walau
kemungkinan hal itu juga bisa saja disebabkan oleh kemampuan sipemain
141
sulim itu sendiri ataupun hal yang lain. Namun, dalam hal ini di antara keempat
yang lain. Keunikannya menurut hemat penulis adalah komposisi sulim dalam
mengiringi paduan suara masih menjadi hal yang baru untuk dianalisis,
sementara komposisi yang lain sudah menjadi hal yang biasa untuk dikaji.
Dalam kajian analisis, penulis membagi proses kerja menjadi dua bagian :
a. Pertama, penulis melakukan kajian analisis gaya musikal sama seperti yakni
sama seperti yang dipaparkan sebelumya oleh Malm. Dalam hal ini penulis
hanya mengambil sebuah sampel dari keempat komposisi yang telah penulis
transkripsikan.
ciri musikal yang penulis maksudkan lebih mengarah kepada hal yang
dari gaya permainan sulim pada masing-masing komposisi. Dalam hal ini
gaya musikal).
142
5.4.1 Analisis gaya musikal
143
5.4.1.1 Analisis tangga nada
mendeskripsikan tangga nada adalah dengan menuliskan semua nada yang dipakai
klasifikasi, menurut jumlah nada yang dipakai. Tangga nada ditonic (dua nada),
tritonic (tiga nada), tetratonic (empat), pentatonic (lima nada), hexatonic (enam
nada), heptatonic (tujuh nada). Dua nada dengan jarak satu oktaf biasanya dianggap
Maka jika dilihat dari nada-nada yang dimainkan dalam komposisi di atas,
60
Nettl, Theory and Method. op. cit., 145.
144
Sesuai dengan penjelasan di atas, dua nada dengan jarak satu oktaf biasanya
dianggap satu nada saja. Maka, lagu tersebut tersusun atas 7 (tujuh) buah nada.
Dengan demikian tangga nada melodi sulim yang dimainkan pada komposisi
Sampai saat ini istilah modus belum mempunyai satu pengertian yang baku.
Dalam tulisan ini istilah modus dipakai untuk menunjukkan cara penggunaan nada-
nada dalam suatu komposisi. Misalnya, kalau kita membuat daftar nada-nada yang
dipakai dalam sebuah lagu, maka daftar itu adalah tangga nada lagu tersebut. Kalau
kita ingin mendeskripsikan modus lagu itu, paling tidak kita akan menyebut nada
mana yang berfungsi sebagai nada dasar (tonal center); nada-nada yang terpenting ;
nada-nada yang hanya dipakai sebagai nada awal atau pendamping nada lain, dan
lain sebagainya. Baik tangga nada maupun modus disampaikan lewat notasi.
fungsi-fungsi nada dan membedakan nada yang sering dipakai dalam komposisinya
daripada nada yang jarang dipakai. Nada dasar ditulis sebagai not utuh; nada
penting lainnya sebagai not setengah, nada biasa sebagai not seperempat, nada
145
hiasan atau nada yang jarang muncul sebagai not seperdelapan atau seperenam-
(range) antara nada terendah dengan nada tertinggi dalam satu komposisi lagu.
Berdasarkan teori Ellis62 dikatakan bahwa 1 laras adalah setara dengan 200
cent atau ½ laras sama dengan 100 cent. Maka berdasarkan perhitungan di atas,
G G’ 1200 6
1200 6
61
Ibid., 146.
62
Berdasarkan teori A. J. Ellis bahwa dalam satu oktaf tangga nada yang terdiri dari 6
[enam] laras setara dengan 1200 cent atau 1 laras sama dengan 200 cent, atau ½ laras setara dengan
100 cent. Ibid., 115-116.
146
5.4.1.4 Analisis interval
Interval ialah jarak antara satu nada ke nada berikutnya, naik maupun turun
hukum musik, nama-nama interval telah ditentukan menurut jumlah nada yang
Tabel-3
Rumus Interval
Catatan, interval besar (mayor, M) dikurang setengah laras menjadi interval kecil
(minor, m); interval murni (perfect, P) dan kecil (minor, m) dikurang setengah laras
menjadi interval kurang (diminish, dim); Sebaliknya, interval besar (mayor, M) dan
murni (perfect, P) ditambah setengah laras menjadi interval lebih (augumentasi,
Ag), sedangkan interval murni (perfect) tidak bisa menjadi interval besar ataupun
kecil.
Rumus interval
komposisi melodi sulim di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
147
Tabel-4
Frekuensi Pemakaian Interval
Lagu Tole Endehon
Sebagaimana kalimat bahasa yang diberi tanda baca berupa koma dan titik,
maka demikian juga halnya dengan musik, juga diberi tanda baca melalui kadens-
kadens yang terdapat di dalamnya. Sebuah kadens adalah satu kerangka atau
formula yang terdiri dari elemen-elemen harmonis, ritmis, dan melodis yang meng-
hasilkan efek kelengkapan yang bersifat sementara (kadens tak sempurna, kadens
Kadens yang berakhir pada nada tonal disebut kadens sempurna (lengkap),
sedangkan yang berakhir pada nada lain (seperti nada dominan atau sub-dominan)
sempurna itu merupakan titik; kadens gantung merupakan tanda tanya atau titik-
koma. Sebuah frase yang berakhir pada kadens gantung (tak sempurna) disebut
148
frase anteseden dan biasanya kadens seperti ini akan segera pula diikuti oleh sebuah
Contoh kadens gantung dapat dilihat pada akhir bar yang ke-12 menuju bar yang
ke-13 :
Contoh kadens sempurna dapat dilihat pada akhir bar yang ke-12 menuju bar yang
ke-14 :
Dengan demikian, contoh frase anteseden dapat dilihat mulai dari bar yang ke-11
Maka frase konsequen dapat terlihat mulai dari bar yang ke-11 kemudian melompat
63
Hugh M. Miller, Introduction to Music: A Guide to Good Listening (Caloocun City,
Philippines: Philippines Graphic Art Inc., 1971), seperti naskah terjemahan Triyono Bramantyo,
“Apresisasi Seni” (Yogyakarta: Institut Seni Indonesia, t.t.), 165-166. Lihat juga Lein Flein,
“Structure and Style” Expanded Edition, The Study and Analysis of Musical Form (New Jersey:
Summy-Birchard Music, 1979), 37.
149
5.4.1.6 Analisis formula melodi (bentuk)
c. Apabila dalam nyanyian terjadi pengulangan pada frase pertama setelah terjadi
d. Jika salah satu dari bentuk tersebut diulang dengan formalitas yang sama tetapi
e. kalau bentuknya selalu berubah dengan menggunakan materi teks yang selalu
huruf, yaitu A, B, C, dan seterusnya. Selanjutnya dua bagian yang bermiripan tetapi
tidak persis sama digambarkan dengan tambahan angka di atas baris; misalnya, A,
64
Malm., op. cit., 17.
150
A1 dan A2 adalah dua bagian yang dianggap sebagai variasi dari bahan musikal
yang sama.
pola ritmis dengan nada-nada lain; 4) satuan teks dalam musik vokal, seperti kata
dengan perjalanan melodi yang menjadi sampel dalam tulisan ini maka penulis
menyimpulkan bahwa perjalanan melodi di atas terdiri dari 5 bentuk yang terrinci
sebagai berikut :
a. Bentuk pertama terbagi atas intro dan interlude. Oleh karena alur meodi antara
intro dan interlude percis sama, maka bentuk ini diberi lambang huruf yang
b. Bentuk kedua terbagi atas bridge I (melodi jembatan I) dan bridge II (melodi
jembatan II). Oleh karena alur melodi kedua bridge tersebut memiliki kemiripan
walaupun tidak percis sama, maka bentuk ini dibagi menjadi dua yakni
c. Bentuk yang ketiga terdiri atas bagian ending (penutupan) yakni dinamakan
bentuk C.
151
Contoh bentuk A dapat dilihat pada bagian intro pada bar yang ke-10
hingga bar yang ke-14, dan bagian interlude yakni pada bar yang ke-47 hingga bar
Contoh bentuk B (bridge I) dapat dilihat mulai dari bar yang ke16, bar 22,
bar 24, bar 30, bar 38, hingga bar 40 yakni sebagai berikut :
152
Contoh bentuk B2 (bridge II) dapat dilihat mulai dari bar yang ke-57, bar
63, bar 65, bar 71, bar 79, bar 81, bar 83, bar 87, bar 89, bsr 91, bar 93, bar 95, bar
seperti berikut :
unsur-unsur musik yang dijadikan dasar dari suatu komposisi. Dasar komposisi
153
tersebut disebut motif yaitu the smallest melodic germ, made of a few tones and
rhythms, kesatuan melodi terkecil yang terdiri dari beberapa nada atau ritme,65 atau
unsur lagu yang terdiri dari sejumlah nada yang dipersatukan dengan suatu gagasan
atau ide. 66 Motif biasanya selalu diulang-ulang dan dikembangkan dalam suatu
komposisi.
dibelakang identitas motifnya—misalnya, motif [a1, a2, dst] adalah ulangan dari
motif [a] dengan atau tanpa penambahan (augmentation) atau pun pengurangan
(diminution) satu atau pun beberapa nada dari motif dasarnya, atau motif [b1, b2,
dst] adalah ulangan dari motif [b]. Sedangkan untuk motif yang hanya satu kali saja
Motif [a] memiliki dua kali pengulangan yakni [a1,a2] terdapat pada bar
yang ke-16, bar 57, dan bar 65. Bentuk motif tersebut yakni sebagai berikut :
Motif [b] memiliki dua kali pengulangan yakni [b1,b2] terdapat pada bar
yang ke-24, 40, dan bar 81. Bentuk motif tersebut yakni sebagai berikut :
Motif [c] memiliki tiga kali pengulangan yakni [c1,c2,c3] terdapat pada bar
yang ke-22, 30, 63, dan bar 71. Bentuk motif tersebut yakni sebagai berikut :
65
George Thadeus Jones, Music Theory (New York: Barnes and Noble Book, 1979), 102.
66
Karl-Edmund Prier SJ, op. cit., 3 dan 26-27
154
Motif [d] memiliki memiliki satu kali pengulangan yakni [d1] terdapat pada
bar yang ke-79 dan bar 91. Bentuk motif tersebut yakni sebagai berikut :
Motif [e] memiliki tiga kali pengulangan yakni [e1,e2,e3] terdapat pada bar
yang ke-89, 93, 95, dan bar 99. Bentuk motif tersebut yakni sebagai berikut :
Motif [f] hanya sekali terdapat pada bar yang ke-38. Bentuk motif tersebut
Motif [g] juga hanya sekali yakni terdapat pada bar yang ke-83. Bentuk
Kontur adalah garis melodi yang terdapat pada sebuah komposisi musik
155
melalui grafik garis. Pada komposisi musik yang relatif panjang, identifikasi kantur
Dengan mengacu pada identifikasi kantur di atas, dan dengan melihat grafik
melodi sulim pada lagu Tole Endehon tersebut jelas terlihat bahwa kontur melodi
sulim yang dianalisis berdasarkan ciri musikalnya hanya bersifat deskriptif tentang
gambaran umum pola atau struktur melodi yang dimainkan oleh sulim pada
melodi sulim (yang ditranskripsikan oleh penulis) selain dari komposisi yang telah
156
5.4.2.1 Ciri musikal melodi sulim dalam konteks tunggal
Ciri-ciri musikal dari pola permainan sulim ketika dimainkan dalam konteks
sebuah lagu ataupun repertoar, pola permainan sulim dari sipemain sedikit
free meter. Jika kita analogikan dengan melodi sulim pada lagu siboru mauas male
pembagian ketukan dalam satu birama, sehigga dengan demikian lagu tersebut
dapat ditranksripsi ke dalam sebuah garis paranada. Namun karena tidak adanya
aturan penulisan tertentu dalam penyajian musik yang bersifat free meter, maka
penulis hanya membubuhkan tanda atau kode tertentu baik berupa lambang atau
tanda baca agar sipembaca mengerti apa yang penulis sampaikan. Meskipun
demikian, tidak semua alur melodi yang dimainkan dalam lagu tersebut bersifat
free meter, bagian ini hanya terdapat di beberapa birama tertentu saja. Tanda free
157
meter penulis lambangkan dengan tanda fermata [ ]. Contoh ini dapat kita
lihat pada penggalan melodi yang terdapat pada bar yang ke-6, bar 10, dan bar
yang ke-12.
nuansa oktaf yang berbeda-beda dalam setiap penyajiannya walaupun nada yang
dimainkan adalah nada yang sama. Sehingga dalam pentranskripsian ini, penulis
sedikit mengabaikannya sebab hal tersebut tidak mengubah makna lagu dan juga
sipemain tidak sengaja untuk menbuat konsep demikian, akan tetapi dia
membandingkannya dengan penyajian melodi di atas, maka hal itu akan terlihat
158
5.4.2.2 Ciri musikal melodi sulim dalam konteks ensambel (uning-uningan
opera Batak)
159
Yang menjadi ciri musikal dari melodi sulim ketika dimainkan bersama ensambel
a. Penyajian melodi sudah sedikit terpola namun seakan terkesan monoton karena
b. Melodi awal (intro) dari lagu yang dimainkan selalu dimainkan berulang-ulang
intro dimainkan mulai dari bar 1 hingga bar 8, sedangkan melodi interlude
c. Motif isian melodi sulim dalam mengiringi lagu opera Batak di atas biasanya
bersifat statis dalam konteks metode pengisian, artinya ketika melodi intro sulim
selesai dimainkan maka secara otomatis sulim bersama melodi vokal serta
ensambel yang lain memainkan melodi yang sama, namun sulim sedikit keluar
menyimpang dari melodi lagu. Hal ini dapat terlihat jelas pada bar 9 hingga bar
d. Namun metode pengisian melodi sulim dalam mengiringi lagu opera Batak di
atas biasanya juga ditandai dengan adanya jembatan melodi (bridge) untuk
menjembatani frase melodi vokal yang satu ke frase melodi vokal yang
berikutnya. Jika kita melihat komposisi di atas, akan terlihat jelas pada bar yang
160
5.4.2.3 Ciri musikal melodi sulim dalam konteks kolaborasi
161
Ciri-ciri musikal dari melodi sulim ketika dimainkan dalm konteks
khususnya pada komposisi di atas lebih dijelaskan kepada bentuk pola permainan
162
serta teknik yang dimainkan. Jika kita memperhatikan alur melodi sulim dalam
muncul pada saat memainkan melodi awal (intro) lagu dan melodi tengah
(niterlude). Namun sejalan dengan pola permainan sulim pada kedua bagian
memainkan meskipun ada beberapa bagian melodi yang sama. Pada bagian intro
lagu, melodi sulim dimainkan dengan mengadopsi teknik slur (salah satu teknik
memainkan flute) yakni dengan memainkan nada hanya dengan tiupan nafas tanpa
adanya tekanan lidah. Hal ini terlihat jelas pada bar 2 akhir hingga bar yang ke-8.
Sedangkan pada bagian interlude lagu, melodi sulim yang dimainkan juga
mengadopsi teknik staccato (juga merupakan salah satu memainkan flute) yakni
memainkan nada atau melodi dengan tiupan nafas yang kuat dibantu dengan
tekanan atau aksen yang kuat oleh lidah dalam setiap biji nada yang dimainkan.
Pola serta teknik permainan ini jelas terlihat pada bagian interlude yakni pada bar
Namun selain itu, ada beberapa frase melodi tertentu dimana sulim
memainkan melodi yang sama (unisono) dengan instrumen yang lain seperti biola.
163
Hal ini dapat kita lihat pada bentuk melodi intro lagu di bar 9 hingga bar yang ke-
12.
164
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis membuat
kesimpulan bahwa sulim merupakan sejenis instrumen tradisional Batak Toba yang
paling eksis di antara sekian banyak instrumen tradisional Batak Toba yang lain dan
tradisional Batak Toba lainnya yang masih tetap eksis dan juga mampu bertahan
antara sekian banyaknya instrumen tradisional Batak Toba yang masih eksis
Batak Toba, sehingga terjadi berbagai pergeseran fungsi dan pengunaan isntrumen
tersebut yang mengakibatkan adanya fenomena baru dalam setiap era atau masa
bersinergi dengan pola pikir, tingkat kebutuhan dan rasa musikal masyarakat Batak
Toba itu sendiri. Berbagai fenomena perubahan yang terjadi dalam konteks
dipertahankan. Oleh karena itu, apabila sulim selalu konsisten dapat beradaptasi dan
165
ini akan terus berlangsung selalu dan tetap bertahan di masa-masa yang akan
datang.
6.2 Saran
1. Jikalau ada di antara para pembaca yang tertarik terhadap kajian tulisan ini,
sendiri.
musik tradisional yang kita miliki bersama sebagai wujud dari penghargaan
kepada kita. Jikalau pada masyarakat Batak Toba memiliki instrumen sulim
instrumen yang lain tidak hanya yang ada pada masyarakat Batak Toba
tetapi juga yang ada pada masyarakat etnis lain pasti juga akan bereksistensi
166